Manusia Purba Di Museum Sangiran

7
MANUSIA PURBA DI MUSEUM SANGIRAN Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa yang artinya tulang raksasa). Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka. Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang terawetkan di dalam bumi. Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk bahan penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya. Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan. Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah. Dari Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran. Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”.

description

Berisi jenis-jenis manusia purba dari Meganthropus hingga homo sapiens. Selain itu, dijelaskan pula sejarah berdirinya museum sangiran.

Transcript of Manusia Purba Di Museum Sangiran

Page 1: Manusia Purba Di Museum Sangiran

MANUSIA PURBA DI MUSEUM SANGIRAN

Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh Von

Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh

Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah

Von Koeningswald mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa

Jawa yang artinya tulang raksasa). Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan

tulang-tulang berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka.

Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup purba yang

terawetkan di dalam bumi.

Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo Kelurahan Krikilan untuk

bahan penelitian Von Koeningswald, maupun para ahli lainnya. Fosil-fosil yang dianggap

penting dibawa oleh masing-masing peneliti ke laboratorium mereka, sedang sisanya

dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan Krikilan. Setelah Von Koeningswald tidak aktif

lagi melaksanakan penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan

oleh Toto Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah. Dari

Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran.

Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin bertambah maka pada

tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen membangun museum kecil di Desa

Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen di atas tanah seluas 1000 m². Museum

tersebut diberi nama “Museum Pestosen”. Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan

kemudian dipindahkan ke Museum tersebut. Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah

dirombak dan dialih fungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.

Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan pada tahun 1977 dibangun

juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo, Kabupaten Karanganyar.

Museum ini difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat untuk menampung hasil

penelitian lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi selatan. Saat ini museum tersebut

sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan dan dijadikan Pendopo Desa Dayu.

Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang lebih besar di Desa

Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Kompleks Museum ini

didirikan di atas tanah seluas 16.675 m². Bangunannya antara lain terdiri dari ruang pameran,

ruang pertemuan/ seminar, ruang kantor/ administrasi, ruang perpustakaan, ruang storage,

ruang laboratorium, ruang istirahat/ ruang tinggal peneliti, ruang garasi, dan kamar mandi.

Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di Museum Dayu

Page 2: Manusia Purba Di Museum Sangiran

dipindahkan ke museum yang baru ini. Museum ini selain berfungsi untuk memamerkan fosil

temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk mengkonservasi temuan yang ada dan

sebagai pusat perlindungan dan pelestarian kawasan Sangiran.

Tahun 1998 Dinas Pariwisata Propinsi Jawa Tengah melengkapi Kompleks Museum

Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi timur museum. Dan tahun 2004 Bupati Sragen

mengubah interior ruang kantor dan ruang pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.

Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum yang lebih representative

menggantikan museum yang ada secara bertahap. Awal tahun 2004 ini telah selesai didirikan

bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I

untuk laboratorium, dan lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat

ruang audio visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah,

ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.

Koleksi fosil-fosil manusia purba yang terdapat di Museum Sangiran antara lain:

1. Ramapithecus

Ramapithecus adalah spesies primata paling purba dengan tinggi kurang dari 1

meter. Penemuan fosil gigi dan rahang menunjukkan bahwa spesies ini mempunyai

bentuk hominid (famili dari genus manusia, simpanse, bonobo, dan gorilla).

2. Australopithecus Boisei dan Australopithecus Robustus

Dua spesies Australopithecus ini merupakan makhluk purba yang kekar.

Sedangkan versi rampingnya adalah Australopithecus Africanus. Ternyata perbedaan

kekar-ramping ini akibat pola makan yang berbeda. Boisei dan Robustus adalah

vegetarian pemakan tumbuh-tumbuhan purba yang memerlukan sistem pencernaan

yang kuat, sehingga berpengaruh pula terhadap badan mereka.

3. Australopithecus Africanus

Berbeda dengan dua Australopithecus sebelumnya, spesies Africanus ini

merupakan pemakan tumbuhan, buah, dan daging. Manusia purba ini adalah manusia

pertama yang melakukan perburuan binatang besar.

Tanggal Penemuan       : Tahun 1937

Nama Penemu              : R. Brom

Lokasi Penemuan         : Sterfonteine, Afrika Selatan

Umur/ Stratigrafi : diperkirakan 2,5 juta tahun

4. Meganthropus Paleojavanicus

Fosil Meganthropus Paleojavanicus ditemukan oleh Von Koenigswald di

Sangiran, lembah Bengawan Solo pada tahun 1936-941. Fosil ini berasal dari lapisan

Page 3: Manusia Purba Di Museum Sangiran

Pleistosen Bawah. Meganthropus memiliki badan yang tegap dan rahang yang besar

dan kuat. Mereka hidup dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering)

makanan mereka utamanya berasal dari tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan.

Sebagian ahli menganggap bahwa Meganthropus sebenarnya merupakan

Pithecanthropus dengan badan yang besar. 

Ciri-ciri: 

1.  Memiliki tulang pipi yang tebal 

2.  Memiliki otot kunyah yang kuat 

3.  Memiliki tonjolan kening yang menyolok 

4.  Memiliki tonjolan belakang yang tajam 

5.  Tidak memiliki dagu 

6.  Memiliki perawakan yang tegap 

7.  Memakan jenis tumbuhan

5. Pithecanthropus Robustus

Fosil jenis ini ditemukan oleh Weidenreich dan Von Koenigswald pada tahun

1939 di Trinil, Lembah Bengawan Solo. Fosil ini berasal dari lapisan Pleistosen

Bawah. Von Koenigswald menganggap fosil ini sejenis dengan Pithecanthropus

Mojokertensis. 

Ciri- Ciri: 

1. Tinggi badan sekitar 165 180 cm

2. Volume otak berkisar antara 750 1000 cc

3.  Bentuk tubuh & anggota badan tegap

4. Alat pengunyah dan alat tengkuk kuat

5. Geraham besar dengan rahang yang kuat

6. Bentuk tonjolan kening tebal

7. Bagian belakang kepala tampak menonjol 

6. Pithecanthropus Erectus

Fosil jenis ini ditemukan oleh Eugene Dubois di desa Trinil, Ngawi, Jawa

Timur, pada tahun 1890 berasal dari lapisan Plestosen Tengah. Mereka hidup sekitar

satu juta sampai satu setengah juta tahun yang lalu.

Ciri-ciri :

1. Tinggi badan sekitar 165 180 cm

2. Volume otak berkisar antara 750 1000 cc

3. Bentuk tubuh & anggota badan tegap

Page 4: Manusia Purba Di Museum Sangiran

4. Alat pengunyah dan alat tengkuk kuat

5. Geraham besar dengan rahang yang kuat

6. Bentuk tonjolan kening tebal 

7. Bagian belakang kepala tampak menonjol 

7. Homo Habilis

Homo Habilis adalah manusia purba pertama yang memiliki kebudayaan.

Mereka mampu membuat peralatan sederhana dari batu di lembah Olduvai. Sehingga

kebudayaan mereka pun disebut sebagai Oldowan.

8. Homo Erectus

Homo Erectus, missing link evolusi manusia. Homo Erectus merupakan

manusia penjelajah pertama di dunia. Spesies ini mampu menyebar di seluruh dunia

dan mampu beradaptasi dengan baik di iklim Plestosen. Di Indonesia, Homo Erectus

ini mengalami 3 kali evolusi; Homo Erectus Archaic (hidup 1,5 juta tahun lampau),

Homo Erectus Tipikal (hidup 0,9-0,3 juta tahun lampau), dan Homo Erectus Progresif

(hidup 0,2-0,1 juta tahun lampau). Tipe Archaic mempunyai kapasitas otak 870cc dan

fosilnya ditemukan di Sangiran dan Perning (Mojokerto). Tipe Tipikal mempunyai

kapasitas otak 1000 cc dan fosilnya ditemukan di Sangiran, Trinil (Ngawi),

Kedungbrubus (Madiun), Patiayam (Kudus), dan Semedo (Tegal). Tipe progresif

mempunyai kapasitas otak 1000 cc dan fosilnya ditemukan di luar Sangiran, yaitu di

Ngandong (Blora), Sambungmacan (Sragen), dan Selopura (Ngawi).

Megantropus Palaeojavanicus, Pithecanthropus Erectus, Pithecanthropus

Robustus, Pithecanthropus Soloensis, sekarang masuk ke dalam kategori Homo

Erectus ini. Hanya Homo Erectus di Afrika yang mampu berevolusi menjadi Homo

Sapiens, sedangkan Homo Erectus di Indonesia punah akibat tidak mampu

menghadapi perubahan lingkungan. Hingga saat ini, telah ditemukan 100 individu

fosil spesies ini di Sangiran. Jumlah ini mewakili lebih dari setengah populasi Homo

Erectus di Dunia.

9. Cro Magnon

Cro-Magnon adalah manusia purba yang merupakan seniman pertama dengan

hasil karya berupa lukisan di goa, pahatan, dan patung ukir.

10. Homo Sapiens

Spesies manusia ini ada sejak tahun 100.000 silam. Spesies ini adalah manusia

modern zaman sekarang yang mempunyai perkembangan yang pesat, mempunyai

kecerdasan tinggi, dan mampu menciptakan peradaban dan teknologi.

Page 5: Manusia Purba Di Museum Sangiran

Lokasi Penemuan : Dari Dk. Ngrejeng, Ds. Somomoro dukuh, Kec. Plupuh,

Kab.Sragen.

Umur/ Stratigrafi : Diperkirakan hidup sekitar 40.000 tahun yang lalu.