manufacturing index PMI MANUFACTURE INDEXLaporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2 50 70...

6
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1 RINGKASAN EKSEKUTIF Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari penurunan PMI manufacturing index dan harga komoditas global. Nilai tukar Rupiah Juni 2019 ditutup pada level Rp14.141/USD yang kemudian terus menguat hingga Rp13.970/USD per 15 Juli 2019. Penguatan Rupiah terutama dipengaruhi meredanya tensi perang dagang AS-Tiongkok pasca pertemuan G- 20 dan indikasi penurunan suku bunga The Fed untuk mendorong ekonomi AS. Kondisi likuiditas perbankan bulan Juni terindikasi mulai melonggar dibandingkan Feb-Mei 2019 yang cenderung ketat. Enam kelompok pengeluaran mengalami inflasi pada Juni 2019 terutama dari kelompok bahan makanan (hortikultura dan ikan), sementara deflasi terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (tarif angkutan udara). Surplus Neraca Perdagangan Juni 2019 mencapai USD196 juta, lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2019 masih mengalami defisit USD1,93 miliar. Juni 2019, indikator konsumsi dan investasi menunjukkan sinyal yang beragam. Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Penjualan Riil menunjukkan peningkatan, sementara itu indikator Investasi menunjukkan adanya kontraksi. PEREKONOMIAN GLOBAL Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari penurunan PMI manufacturing index. PMI AS menurun dari 50,5 di bulan Mei menjadi 50,1 di Juni 2019, dan berada di bawah ekspektasi pasar. Sementara PMI Tiongkok menurun dari 50,2 di bulan Mei menjadi 49,4 di bulan Juni, menandakan bahwa sektor manufaktur Tiongkok kembali ke zona kontraksi. Pelemahan PMI Tiongkok ini dipengaruhi oleh permintaan domestik yang melambat, goyahnya ekspor dan investasi di tengah lesunya kondisi global dan perang dagang dengan AS. Kondisi tersebut terkonfimasi pada berlanjutnya perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada Q2-2019 di tingkat 6,2 persen (yoy). Tren kontraksi juga berlanjut di Eropa, di mana PMI kawasan tersebut menurun dari 47,7 di bulan Mei menjadi 47,6 di bulan Juni. Penurunan-penurunan tersebut menunjukan bahwa tren perlemahan global yang cukup signifikan masih terus terjadi. Selain dari kinerja manufaktur, aktivitas riil global yang rendah juga terlihat dari perdagangan dunia, baik ekspor maupun impor yang mengalami tekanan. Di tengah pelemahan aktivitas riil global yang terus berlanjut, terdapat perkembangan positif pada pertemuan G20 di Osaka Juni lalu. Dalam pertemuan tersebut terjadi kesepakatan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping untuk menahan kenaikan tarif. Persetujuan tersebut juga berisi tentang perjanjian untuk mengizinkan Huawei beroperasi di AS dan agar perusahaan-perusahaan AS memberikan akses teknologi pada Huawei. Kesepakatan tersebut diharapkan akan memberi dampak positif pada meredanya konflik perang dagang yang sedang terjadi. Namun, kesepakatan tersebut perlu untuk dilanjutkan dengan langkah yang lebih kongkrit agar tekanan pada perdagangan internasional dapat berkurang. 40 45 50 55 60 65 70 Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei 2017 2018 2019 PMI MANUFACTURE INDEX AS Tiongkok Jerman Malaysia Singapura Ekspansi ≥ 50 Juli 2019

Transcript of manufacturing index PMI MANUFACTURE INDEXLaporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2 50 70...

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari penurunan PMI manufacturing index dan harga komoditas global.

    Nilai tukar Rupiah Juni 2019 ditutup pada level Rp14.141/USD yang kemudian terus menguat hingga Rp13.970/USD per 15 Juli 2019. Penguatan Rupiah terutama dipengaruhi meredanya tensi perang dagang AS-Tiongkok pasca pertemuan G-20 dan indikasi penurunan suku bunga The Fed untuk mendorong ekonomi AS.

    Kondisi likuiditas perbankan bulan Juni terindikasi mulai melonggar dibandingkan Feb-Mei 2019 yang cenderung ketat.

    Enam kelompok pengeluaran mengalami inflasi pada Juni 2019 terutama dari kelompok bahan makanan (hortikultura dan ikan), sementara deflasi terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (tarif angkutan udara).

    Surplus Neraca Perdagangan Juni 2019 mencapai USD196 juta, lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2019 masih mengalami defisit USD1,93 miliar.

    Juni 2019, indikator konsumsi dan investasi menunjukkan sinyal yang beragam. Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Penjualan Riil menunjukkan peningkatan, sementara itu indikator Investasi menunjukkan adanya kontraksi.

    PEREKONOMIAN GLOBAL

    Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari

    penurunan PMI manufacturing index. PMI AS menurun dari

    50,5 di bulan Mei menjadi 50,1 di Juni 2019, dan berada di

    bawah ekspektasi pasar. Sementara PMI Tiongkok menurun

    dari 50,2 di bulan Mei menjadi 49,4 di bulan Juni,

    menandakan bahwa sektor manufaktur Tiongkok kembali ke

    zona kontraksi. Pelemahan PMI Tiongkok ini dipengaruhi oleh

    permintaan domestik yang melambat, goyahnya ekspor dan

    investasi di tengah lesunya kondisi global dan perang dagang

    dengan AS. Kondisi tersebut terkonfimasi pada berlanjutnya

    perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada Q2-2019

    di tingkat 6,2 persen (yoy). Tren kontraksi juga berlanjut di

    Eropa, di mana PMI kawasan tersebut menurun dari 47,7 di

    bulan Mei menjadi 47,6 di bulan Juni. Penurunan-penurunan

    tersebut menunjukan bahwa tren perlemahan global yang

    cukup signifikan masih terus terjadi. Selain dari kinerja

    manufaktur, aktivitas riil global yang rendah juga terlihat dari

    perdagangan dunia, baik ekspor maupun impor yang

    mengalami tekanan.

    Di tengah pelemahan aktivitas riil global yang terus

    berlanjut, terdapat perkembangan positif pada pertemuan

    G20 di Osaka Juni lalu. Dalam pertemuan tersebut terjadi

    kesepakatan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi

    Jinping untuk menahan kenaikan tarif. Persetujuan tersebut

    juga berisi tentang perjanjian untuk mengizinkan Huawei

    beroperasi di AS dan agar perusahaan-perusahaan AS

    memberikan akses teknologi pada Huawei. Kesepakatan

    tersebut diharapkan akan memberi dampak positif pada

    meredanya konflik perang dagang yang sedang terjadi.

    Namun, kesepakatan tersebut perlu untuk dilanjutkan

    dengan langkah yang lebih kongkrit agar tekanan pada

    perdagangan internasional dapat berkurang.

    40

    45

    50

    55

    60

    65

    70

    Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei

    2017 2018 2019

    PMI MANUFACTURE INDEX

    AS Tiongkok Jerman

    Malaysia Singapura Ekspansi ≥ 50

    Juli 2019

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2

    50

    70

    90

    110

    130

    150

    Jan

    -17

    Ap

    r-1

    7

    Jul-

    17

    Oct

    -17

    Jan

    -18

    Ap

    r-1

    8

    Jul-

    18

    Oct

    -18

    Jan

    -19

    Ap

    r-1

    9

    Indeks Harga Komoditas Global (2017=100)Makanan dan Pertanian Logam

    Minyak Mentah Dunia Batu Bara

    Index Harga Komoditas Global

    Sementara indeks harga komoditas global di bulan Juni 2019

    masih melanjutkan tren penurunan sejak bulan April lalu.

    Penurunan ini masih disebabkan oleh pelemahan pada harga

    komoditas batu bara, minyak mentah, dan logam akibat

    tingkat permintaan yang rendah. Harga minyak sendiri

    sebenarnya sempat naik di pertengahan bulan Juni, yang

    disebabkan oleh konflik AS dan Iran. Sementara itu, untuk

    komoditas makanan dan pertanian, harganya masih

    cenderung meningkat dan stabil didukung pasokan yang

    cukup. Dari sisi outlook, IEA pada pertengahan Juni lalu

    memangkas estimasi untuk permintaan minyak global tahun

    2019 ke angka 1,2 juta barel per hari, turun 100.000 dari

    proyeksi IEA sebelumnya, yang diperkirakan akan mendorong

    harga sedikit turun.

    NILAI TUKAR DAN CADANGAN DEVISA

    Apresiasi nilai tukar Rupiah yang terjadi pada bulan Juni

    berlanjut hingga pertengahan bulan Juli 2019. Hingga

    tanggal 15 Juli 2019, nilai tukar Rupiah tercatat sebesar

    Rp13.970/USD atau menguat 1,2% dibanding posisi akhir

    bulan Juni 2019 yang mencapai Rp14.141/USD. Penguatan

    Rupiah pada bulan ini banyak dipengaruhi oleh sentimen

    global terutama yang berasal antara lain dari meredanya

    tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok

    pasca pertemuan negara-negara anggota G-20, serta laporan

    pertemuan FOMC yang memberikan indikasi akan adanya

    penurunan suku bunga The Fed dalam rangka mendorong

    pertumbuhan ekonomi AS. Dua hal tersebut menimbulkan

    optimisme pelaku pasar sehingga terjadi aliran modal ke

    negara berkembang, termasuk Indonesia. Aliran modal

    masuk neto pada bulan Juli 2019 melalui pasar saham

    tercatat sebesar Rp3,78 triliun (per 15 Juli) dan melalui

    pasar SBN tercatat sebesar Rp11,6 triliun (per 11 Juli).

    Masuknya modal melalui instrument portfolio tersebut

    masih menunjukkan tren positif sejak bulan Juni yang

    masing-masing tercatat mengalami net inflow yaitu sebesar

    Rp11,0 triliun melalui pasar modal dan Rp39,2 triliun melalui

    pasar SBN.

    Seiring dengan besarnya net inflow pada bulan Juni,

    cadangan devisa pada bulan Juni 2019 tercatat sebesar US$123,82 miliar naik dibandingkan akhir bulan Mei 2019 yang

    sebesar US$120,34 miliar, terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa minyak dan gas serta valas lainnya. Selain itu,

    penarikan utang luar negeri pemerintah melalui penerbitan global bond berdenominasi USD dan Euro juga turut mempengaruhi

    peningkatan cadangan devisa.

    PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN

    Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2) di masyarakat meningkat dibanding bulan

    sebelumnya. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tercatat tumbuh sebesar 7,37% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan

    pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 5,76% (yoy). Sementara uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh sebesar

    12,000

    12,500

    13,000

    13,500

    14,000

    14,500

    15,000

    15,500

    Jan

    Mar

    May Ju

    l

    Sep

    No

    v

    Jan

    Mar

    May Ju

    l

    Sep

    No

    v

    Jan

    Mar

    May Ju

    l

    Sep

    No

    v

    Jan

    Mar

    May Ju

    l

    Sep

    No

    v

    Jan

    Mar

    May Ju

    l

    2015 2016 2017 2018 2019

    Nilai Tukar Rupiah/US$(JISDOR)

    Last YTD AVG

    -40

    -30

    -20

    -10

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    Perkembangan NFB SUN, Saham dan SBI

    Saham SUN SBI Total

    Rp Triliun

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 3

    7,83% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 6,2% (yoy). Peningkatan tersebut didorong

    oleh meningkatnya kebutuhan likuditas di masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri.

    Likuiditas perbankan yang pada periode Februari-Mei 2019 cenderung ketat, bulan Juni terindikasi mulai melonggar. Hal

    tersebut terlihat pada pergerakan suku bunga antarbank overnight yang mengalami tren penurunan pada periode Juni-Juli 2019.

    Tingkat suku bunga PUAB pada bulan Juni dan Juli 2019 mencapai 5,84% dan 5,8%, dibandingkan pada bulan Meiyang mencapai

    6,1%. Selain itu rata-rata ekses likuiditas perbankan yang selama periode Februari-April 2019 relatif turun mulai kembali berada

    pada kisaran di atas Rp10 triliun per hari.

    PERKEMBANGAN INFLASI

    Inflasi Juni 2019 tercatat sebesar 0,55% (mtm) atau 2,05% (ytd) atau 3,28% (yoy). Laju inflasi bulanan lebih rendah dibandingkan Juni 2018 sebesar 0,59% (mtm) atau 1,90% (ytd), atau 3,12% (yoy). Laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh mulai normalnya permintaan masyarakat setelah masa HBKN Ramadan dan Lebaran sejak minggu ke-II Juni. Inflasi terjadi pada 6 kelompok pengeluaran terutama dari kelompok bahan makanan. Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi. Komoditas hortikultura dan perikanan masih melanjutkan kenaikan harga serta memberikan sumbangan inflasi terbesar pada kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai hijau, beberapa jenis sayuran, dan buah-buahan mengalami kenaikan harga dipengaruhi oleh faktor cuaca. Cabai merah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan akibat kurangnya pasokan. Selain faktor cuaca, gangguan pasokan cabai merah juga dipengaruhi oleh terhentinya aktivitas panen dan belum normalnya aktivitas perdagangan pasca Lebaran. Sementara itu, gangguan cuaca ekstrem di beberapa daerah juga turut berpengaruh pada produktivitas buah dan sayuran. Di sisi lain, gelombang tinggi di beberapa daerah berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan ikan sehingga menyebabkan kenaikan harga ikan segar. Meskipun demikian, inflasi kelompok bahan makanan masih sedikit tertahan oleh deflasi bawang putih, daging ayam, dan telur ayam ras akibat melimpahnya stok. Sementara itu, Tarif angkutan udara menyumbang deflasi setelah mengalami inflasi selama 5 bulan berturut-turut. Deflasi tersebut mendorong kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi. Tarif angkutan udara tercatat mengalami penurunan di 32 kota dengan rata-rata penurunan tarif batas atas sebesar 15% pada kelas ekonomi full service setelah berlakunya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019. Ke depan, kelompok ini diperkirakan masih mengalami deflasi seiring dengan normalisasi permintaan jasa transportasi setelah berakhirnya masa mudik/balik lebaran dan liburan sekolah. Tren penurunan juga diperkirakan masih terjadi seiring pemberlakuan kebijakan penurunan tarif pada maskapai low cost carrier (LCC) per 11 Juli 2019 serta rencana kebijakan penurunan biaya operasional penerbangan. Secara tahunan, inflasi umum mengalami sedikit peningkatan didorong oleh naiknya inflasi volatile food. Meskipun demikian, laju inflasi Juni 2019 masih relatif terkendali. Komponen volatile food tercatat berada di level 4,9%, meningkat seiring dengan masih tingginya permintaan menjelang lebaran serta faktor cuaca yang berpengaruh pada produktivitas komoditas hortikultura dan perikanan. Komponen inti juga tercatat meningkat namun masih terkendali pada level 3,2% seiring dengan masih tingginya permintaan pada awal Juni karena Lebaran serta harga emas global yang mengalami tren meningkat. Sementara itu, inflasi administered prices tercatat menurun seiring dengan deflasi pada tarif angkutan udara.

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 4

    PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL Kinerja Perdagangan

    Juni 2019 Surplus Neraca Perdagangan masih mencatatkan nilai yang lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Surplus Neraca Perdagangan bulan Juni 2019 yang sebesar USD196 juta terdiri dari surplus neraca non migas sebesar USD1,16 miliar dan defisit migas sebesar USD970 juta. Surplus non migas dan defisit migas bulan Juni ini lebih rendah dari bulan Mei, dimana defisit migas menunjukkan tren penyempitan dalam 3 bulan terakhir. Nilai Ekspor Indonesia pada Juni 2019 sebesar USD14,03 miliar. Nilai ekspor ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya

    (-20,54% mtm). Ekspor non migas yang menyumbang sekitar 92 persen di bulan Juni terkontraksi -19,39% terhadap ekspor

    non migas bulan lalu. Penurunan ekspor non migas pada bulan ini antara lain disebabkan oleh penurunan harga komoditas

    global dan perlambatan permintaan yang menurunkan volume ekspor terutama batu bara dan CPO. Kondisi ini berlawanan

    dengan kinerja ekspor batubara dan CPO yang pada bulan sebelumnya mencatatkan peningkatan baik secara volume

    maupun nilai. Sementara itu, ekspor migas juga terkontraksi lebih dalam hingga -34,36% (mtm) terutama ekspor gas dan

    minyak mentah, terutama didorong oleh kebijakan Pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan minyak domestik.

    Nilai impor bulan Juni 2019 mencapai USD11,58 miliar atau kontraksi -20,7% (mtm) dibandingkan bulan lalu yang sebesar USD14,6 miliar. Melambatnya aktivitas impor bulan Juni disebabkan karena pelaku usaha sudah melakukan importasi pada bulan Mei untuk menghadapi masa ramadan dan HBKN serta berkurangnya hari efektif dan pembatasan kendaraan dalam periode HBKN. Impor non migas terkoreksi -20,55% (mtm) di tengah kontraksi impor migas -21,50% (mtm). Penurunan impor non migas bersumber dari impor mesin dan peralatan listrik serta besi/baja dan mesin/pesawat mekanik. Sementara impor migas melanjutkan penurunan seiring penerapan kebijakan pengendalian impor migas yang telah dijalankan sejak akhir tahun lalu.

    Berdasarkan golongan penggunaan, impor barang konsumsi turun paling dalam (-33,57% mtm). Memasuki periode setelah HBKN, impor beberapa barang konsumsi seperti buah korma, anggur dan sayuran menunjukkan penurunan yang signifikan. Impor bahan baku juga melambat dengan kontribusi terbesar pada impor plastik dan barang dari plastik, listrik, besi/baja dan ampas/sisa industri makanan (bahan baku industri makanan minuman). Sementara impor barang modal masih didominasi oleh Mesin/pesawat mekanik dan perangkat optik (produk medis).

    Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2019 masih mengalami defisit USD1,93 miliar. Kondisi ini mirip dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatatkan defisit USD1,96 miliar. Defisit ini disebabkan oleh rendahnya surplus nonmigas yang hanya USD2,84 miliar di tengah penyempitan defisit migas yang sebesar USD4,78 miliar.

    Indikator Pertumbuhan Ekonomi

    Pada bulan Juni 2019, indikator konsumsi dan investasi menunjukkan sinyal yang beragam. Survei Konsumen Bank Indonesia memberikan sinyal optimisme konsumen masih tetap terjaga dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level optimis (>100) sebesar 126,4, meskipun lebih rendah dibandingkan Mei yang sebesar 128,2. Optimisme konsumen ini ditunjang oleh kondisi penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama. Namun, ekspektasi terhadap kondisi ekonomi menurun akibat menurunnya optimisme konsumen terhadap kegiatan usaha 6 bulan ke depan. Secara wilayah, penurunan IKK terdalam secara berturut-turut terjadi di Kota Surabaya, Denpasar, dan Bandung.

    Di sisi lain, penjualan eceran diperkirakan tumbuh positif pada bulan Juni 2019, walaupun lebih rendah dibandingkan bulan Mei. Indeks Penjualan Riil (IPR) bulan Juni diperkirakan tumbuh sebesar 2,2% (yoy) seiring dengan permintaan pasca bulan Ramadan dan Idul Fitri yang kembali normal. Kelompok suku cadang dan aksesori serta subkelompok sandang menjadi penopang IPR pada bulan ini.

    Indikator konsumsi lainnya seperti penjualan mobil penumpang pada bulan Mei masih tekontraksi cukup dalam dengan pertumbuhan sebesar -16,0% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ini sudah berlangsung sejak awal tahun 2019. Sementara dari sisi uang beredar, likuiditas perekonomian (M2) tumbuh meningkat pada bulan Mei sebesar 7,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Percepatan M2 ini ditopang oleh naiknya pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi. M1 tumbuh seiring meningkatnya kebutuhan likuiditas masyarakat terhadap uang kartal pada bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri.

    Dari sisi indikator investasi, konsumsi semen dalam negeri pada bulan Juni tumbuh cukup tinggi mencapai 12,8% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi di lima bulan pertama tahun 2019. Peningkatan konsumsi semen mengindikasikan aktivitas konstruksi yang kembali meningkat. Namun di sisi lain, hingga bulan Mei penjualan mobil niaga masih terkontraksi sejak bulan Februari. Hal ini perlu diwaspadai sebagai risiko yang dapat menahan laju pertumbuhan investasi (PMTB) di

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 5

    Tabel Inflasi

    Tabel Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS

    kuartal kedua, khususnya pada komponen investasi kendaraan. Sementara itu, hingga bulan Mei penyaluran kredit perbankan masih tumbuh kuat yaitu sebesar 11,1%, terutama didorong oleh penyaluran Kredit Investasi (KI) yang mencapai level tertingginya dalam tiga tahun terakhir. Kredit Modal Kerja tetap tumbuh tinggi yaitu sebesar 10,9%. Ke depan, penyaluran kredit perbankan diperkirakan masih tumbuh cukup baik didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang menguat, serta didukung kondisi politik dan keamanan yang stabil pasca Pemilu.terha

    Sumber: BPS, diolah

    Sumber: Bank Indonesia, diolah

    Tabel Indikator Moneter dan Sektor Riil

    Sumber: CEIC, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, diolah

  • Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 6

    Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro

    Penyusun : Thomas NPD Keraf, Andriansyah, Bhayu Purnomo, Raditiyo Harya Pamungkas, Indra Budi Sucahyo, Asep Nurwanda, Abdul Aziz, Immanuel Bekti Hartanto Sumber Data : CEIC, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

    Tabel Neraca Perdagangan (USD milliar)