manufacturing index PMI MANUFACTURE INDEXLaporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2 50 70...
Transcript of manufacturing index PMI MANUFACTURE INDEXLaporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2 50 70...
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari penurunan PMI manufacturing index dan harga komoditas global.
Nilai tukar Rupiah Juni 2019 ditutup pada level Rp14.141/USD yang kemudian terus menguat hingga Rp13.970/USD per 15 Juli 2019. Penguatan Rupiah terutama dipengaruhi meredanya tensi perang dagang AS-Tiongkok pasca pertemuan G-20 dan indikasi penurunan suku bunga The Fed untuk mendorong ekonomi AS.
Kondisi likuiditas perbankan bulan Juni terindikasi mulai melonggar dibandingkan Feb-Mei 2019 yang cenderung ketat.
Enam kelompok pengeluaran mengalami inflasi pada Juni 2019 terutama dari kelompok bahan makanan (hortikultura dan ikan), sementara deflasi terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan (tarif angkutan udara).
Surplus Neraca Perdagangan Juni 2019 mencapai USD196 juta, lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2019 masih mengalami defisit USD1,93 miliar.
Juni 2019, indikator konsumsi dan investasi menunjukkan sinyal yang beragam. Indeks Keyakinan Konsumen, dan Indeks Penjualan Riil menunjukkan peningkatan, sementara itu indikator Investasi menunjukkan adanya kontraksi.
PEREKONOMIAN GLOBAL
Pelemahan global masih terus berlanjut tercermin dari
penurunan PMI manufacturing index. PMI AS menurun dari
50,5 di bulan Mei menjadi 50,1 di Juni 2019, dan berada di
bawah ekspektasi pasar. Sementara PMI Tiongkok menurun
dari 50,2 di bulan Mei menjadi 49,4 di bulan Juni,
menandakan bahwa sektor manufaktur Tiongkok kembali ke
zona kontraksi. Pelemahan PMI Tiongkok ini dipengaruhi oleh
permintaan domestik yang melambat, goyahnya ekspor dan
investasi di tengah lesunya kondisi global dan perang dagang
dengan AS. Kondisi tersebut terkonfimasi pada berlanjutnya
perlambatan pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada Q2-2019
di tingkat 6,2 persen (yoy). Tren kontraksi juga berlanjut di
Eropa, di mana PMI kawasan tersebut menurun dari 47,7 di
bulan Mei menjadi 47,6 di bulan Juni. Penurunan-penurunan
tersebut menunjukan bahwa tren perlemahan global yang
cukup signifikan masih terus terjadi. Selain dari kinerja
manufaktur, aktivitas riil global yang rendah juga terlihat dari
perdagangan dunia, baik ekspor maupun impor yang
mengalami tekanan.
Di tengah pelemahan aktivitas riil global yang terus
berlanjut, terdapat perkembangan positif pada pertemuan
G20 di Osaka Juni lalu. Dalam pertemuan tersebut terjadi
kesepakatan antara Presiden Donald Trump dan Presiden Xi
Jinping untuk menahan kenaikan tarif. Persetujuan tersebut
juga berisi tentang perjanjian untuk mengizinkan Huawei
beroperasi di AS dan agar perusahaan-perusahaan AS
memberikan akses teknologi pada Huawei. Kesepakatan
tersebut diharapkan akan memberi dampak positif pada
meredanya konflik perang dagang yang sedang terjadi.
Namun, kesepakatan tersebut perlu untuk dilanjutkan
dengan langkah yang lebih kongkrit agar tekanan pada
perdagangan internasional dapat berkurang.
40
45
50
55
60
65
70
Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei Jul Sep Nov Jan Mar Mei
2017 2018 2019
PMI MANUFACTURE INDEX
AS Tiongkok Jerman
Malaysia Singapura Ekspansi ≥ 50
Juli 2019
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 2
50
70
90
110
130
150
Jan
-17
Ap
r-1
7
Jul-
17
Oct
-17
Jan
-18
Ap
r-1
8
Jul-
18
Oct
-18
Jan
-19
Ap
r-1
9
Indeks Harga Komoditas Global (2017=100)Makanan dan Pertanian Logam
Minyak Mentah Dunia Batu Bara
Index Harga Komoditas Global
Sementara indeks harga komoditas global di bulan Juni 2019
masih melanjutkan tren penurunan sejak bulan April lalu.
Penurunan ini masih disebabkan oleh pelemahan pada harga
komoditas batu bara, minyak mentah, dan logam akibat
tingkat permintaan yang rendah. Harga minyak sendiri
sebenarnya sempat naik di pertengahan bulan Juni, yang
disebabkan oleh konflik AS dan Iran. Sementara itu, untuk
komoditas makanan dan pertanian, harganya masih
cenderung meningkat dan stabil didukung pasokan yang
cukup. Dari sisi outlook, IEA pada pertengahan Juni lalu
memangkas estimasi untuk permintaan minyak global tahun
2019 ke angka 1,2 juta barel per hari, turun 100.000 dari
proyeksi IEA sebelumnya, yang diperkirakan akan mendorong
harga sedikit turun.
NILAI TUKAR DAN CADANGAN DEVISA
Apresiasi nilai tukar Rupiah yang terjadi pada bulan Juni
berlanjut hingga pertengahan bulan Juli 2019. Hingga
tanggal 15 Juli 2019, nilai tukar Rupiah tercatat sebesar
Rp13.970/USD atau menguat 1,2% dibanding posisi akhir
bulan Juni 2019 yang mencapai Rp14.141/USD. Penguatan
Rupiah pada bulan ini banyak dipengaruhi oleh sentimen
global terutama yang berasal antara lain dari meredanya
tensi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok
pasca pertemuan negara-negara anggota G-20, serta laporan
pertemuan FOMC yang memberikan indikasi akan adanya
penurunan suku bunga The Fed dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi AS. Dua hal tersebut menimbulkan
optimisme pelaku pasar sehingga terjadi aliran modal ke
negara berkembang, termasuk Indonesia. Aliran modal
masuk neto pada bulan Juli 2019 melalui pasar saham
tercatat sebesar Rp3,78 triliun (per 15 Juli) dan melalui
pasar SBN tercatat sebesar Rp11,6 triliun (per 11 Juli).
Masuknya modal melalui instrument portfolio tersebut
masih menunjukkan tren positif sejak bulan Juni yang
masing-masing tercatat mengalami net inflow yaitu sebesar
Rp11,0 triliun melalui pasar modal dan Rp39,2 triliun melalui
pasar SBN.
Seiring dengan besarnya net inflow pada bulan Juni,
cadangan devisa pada bulan Juni 2019 tercatat sebesar US$123,82 miliar naik dibandingkan akhir bulan Mei 2019 yang
sebesar US$120,34 miliar, terutama dipengaruhi oleh penerimaan devisa minyak dan gas serta valas lainnya. Selain itu,
penarikan utang luar negeri pemerintah melalui penerbitan global bond berdenominasi USD dan Euro juga turut mempengaruhi
peningkatan cadangan devisa.
PERKEMBANGAN SEKTOR KEUANGAN
Pada bulan Mei 2019, pertumbuhan jumlah uang beredar (M1 dan M2) di masyarakat meningkat dibanding bulan
sebelumnya. Uang beredar dalam arti sempit (M1) tercatat tumbuh sebesar 7,37% (yoy), lebih tinggi dibanding dengan
pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 5,76% (yoy). Sementara uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh sebesar
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000
15,500
Jan
Mar
May Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
May Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
May Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
May Ju
l
Sep
No
v
Jan
Mar
May Ju
l
2015 2016 2017 2018 2019
Nilai Tukar Rupiah/US$(JISDOR)
Last YTD AVG
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
Perkembangan NFB SUN, Saham dan SBI
Saham SUN SBI Total
Rp Triliun
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 3
7,83% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 6,2% (yoy). Peningkatan tersebut didorong
oleh meningkatnya kebutuhan likuditas di masyarakat menjelang hari raya Idul Fitri.
Likuiditas perbankan yang pada periode Februari-Mei 2019 cenderung ketat, bulan Juni terindikasi mulai melonggar. Hal
tersebut terlihat pada pergerakan suku bunga antarbank overnight yang mengalami tren penurunan pada periode Juni-Juli 2019.
Tingkat suku bunga PUAB pada bulan Juni dan Juli 2019 mencapai 5,84% dan 5,8%, dibandingkan pada bulan Meiyang mencapai
6,1%. Selain itu rata-rata ekses likuiditas perbankan yang selama periode Februari-April 2019 relatif turun mulai kembali berada
pada kisaran di atas Rp10 triliun per hari.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Juni 2019 tercatat sebesar 0,55% (mtm) atau 2,05% (ytd) atau 3,28% (yoy). Laju inflasi bulanan lebih rendah dibandingkan Juni 2018 sebesar 0,59% (mtm) atau 1,90% (ytd), atau 3,12% (yoy). Laju inflasi tersebut dipengaruhi oleh mulai normalnya permintaan masyarakat setelah masa HBKN Ramadan dan Lebaran sejak minggu ke-II Juni. Inflasi terjadi pada 6 kelompok pengeluaran terutama dari kelompok bahan makanan. Sementara itu, kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi. Komoditas hortikultura dan perikanan masih melanjutkan kenaikan harga serta memberikan sumbangan inflasi terbesar pada kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas hortikultura seperti cabai merah, cabai hijau, beberapa jenis sayuran, dan buah-buahan mengalami kenaikan harga dipengaruhi oleh faktor cuaca. Cabai merah mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan akibat kurangnya pasokan. Selain faktor cuaca, gangguan pasokan cabai merah juga dipengaruhi oleh terhentinya aktivitas panen dan belum normalnya aktivitas perdagangan pasca Lebaran. Sementara itu, gangguan cuaca ekstrem di beberapa daerah juga turut berpengaruh pada produktivitas buah dan sayuran. Di sisi lain, gelombang tinggi di beberapa daerah berdampak pada berkurangnya hasil tangkapan ikan sehingga menyebabkan kenaikan harga ikan segar. Meskipun demikian, inflasi kelompok bahan makanan masih sedikit tertahan oleh deflasi bawang putih, daging ayam, dan telur ayam ras akibat melimpahnya stok. Sementara itu, Tarif angkutan udara menyumbang deflasi setelah mengalami inflasi selama 5 bulan berturut-turut. Deflasi tersebut mendorong kelompok transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan mengalami deflasi. Tarif angkutan udara tercatat mengalami penurunan di 32 kota dengan rata-rata penurunan tarif batas atas sebesar 15% pada kelas ekonomi full service setelah berlakunya Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019. Ke depan, kelompok ini diperkirakan masih mengalami deflasi seiring dengan normalisasi permintaan jasa transportasi setelah berakhirnya masa mudik/balik lebaran dan liburan sekolah. Tren penurunan juga diperkirakan masih terjadi seiring pemberlakuan kebijakan penurunan tarif pada maskapai low cost carrier (LCC) per 11 Juli 2019 serta rencana kebijakan penurunan biaya operasional penerbangan. Secara tahunan, inflasi umum mengalami sedikit peningkatan didorong oleh naiknya inflasi volatile food. Meskipun demikian, laju inflasi Juni 2019 masih relatif terkendali. Komponen volatile food tercatat berada di level 4,9%, meningkat seiring dengan masih tingginya permintaan menjelang lebaran serta faktor cuaca yang berpengaruh pada produktivitas komoditas hortikultura dan perikanan. Komponen inti juga tercatat meningkat namun masih terkendali pada level 3,2% seiring dengan masih tingginya permintaan pada awal Juni karena Lebaran serta harga emas global yang mengalami tren meningkat. Sementara itu, inflasi administered prices tercatat menurun seiring dengan deflasi pada tarif angkutan udara.
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 4
PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL Kinerja Perdagangan
Juni 2019 Surplus Neraca Perdagangan masih mencatatkan nilai yang lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Surplus Neraca Perdagangan bulan Juni 2019 yang sebesar USD196 juta terdiri dari surplus neraca non migas sebesar USD1,16 miliar dan defisit migas sebesar USD970 juta. Surplus non migas dan defisit migas bulan Juni ini lebih rendah dari bulan Mei, dimana defisit migas menunjukkan tren penyempitan dalam 3 bulan terakhir. Nilai Ekspor Indonesia pada Juni 2019 sebesar USD14,03 miliar. Nilai ekspor ini lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya
(-20,54% mtm). Ekspor non migas yang menyumbang sekitar 92 persen di bulan Juni terkontraksi -19,39% terhadap ekspor
non migas bulan lalu. Penurunan ekspor non migas pada bulan ini antara lain disebabkan oleh penurunan harga komoditas
global dan perlambatan permintaan yang menurunkan volume ekspor terutama batu bara dan CPO. Kondisi ini berlawanan
dengan kinerja ekspor batubara dan CPO yang pada bulan sebelumnya mencatatkan peningkatan baik secara volume
maupun nilai. Sementara itu, ekspor migas juga terkontraksi lebih dalam hingga -34,36% (mtm) terutama ekspor gas dan
minyak mentah, terutama didorong oleh kebijakan Pemerintah untuk pemenuhan kebutuhan minyak domestik.
Nilai impor bulan Juni 2019 mencapai USD11,58 miliar atau kontraksi -20,7% (mtm) dibandingkan bulan lalu yang sebesar USD14,6 miliar. Melambatnya aktivitas impor bulan Juni disebabkan karena pelaku usaha sudah melakukan importasi pada bulan Mei untuk menghadapi masa ramadan dan HBKN serta berkurangnya hari efektif dan pembatasan kendaraan dalam periode HBKN. Impor non migas terkoreksi -20,55% (mtm) di tengah kontraksi impor migas -21,50% (mtm). Penurunan impor non migas bersumber dari impor mesin dan peralatan listrik serta besi/baja dan mesin/pesawat mekanik. Sementara impor migas melanjutkan penurunan seiring penerapan kebijakan pengendalian impor migas yang telah dijalankan sejak akhir tahun lalu.
Berdasarkan golongan penggunaan, impor barang konsumsi turun paling dalam (-33,57% mtm). Memasuki periode setelah HBKN, impor beberapa barang konsumsi seperti buah korma, anggur dan sayuran menunjukkan penurunan yang signifikan. Impor bahan baku juga melambat dengan kontribusi terbesar pada impor plastik dan barang dari plastik, listrik, besi/baja dan ampas/sisa industri makanan (bahan baku industri makanan minuman). Sementara impor barang modal masih didominasi oleh Mesin/pesawat mekanik dan perangkat optik (produk medis).
Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-Juni 2019 masih mengalami defisit USD1,93 miliar. Kondisi ini mirip dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatatkan defisit USD1,96 miliar. Defisit ini disebabkan oleh rendahnya surplus nonmigas yang hanya USD2,84 miliar di tengah penyempitan defisit migas yang sebesar USD4,78 miliar.
Indikator Pertumbuhan Ekonomi
Pada bulan Juni 2019, indikator konsumsi dan investasi menunjukkan sinyal yang beragam. Survei Konsumen Bank Indonesia memberikan sinyal optimisme konsumen masih tetap terjaga dengan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada pada level optimis (>100) sebesar 126,4, meskipun lebih rendah dibandingkan Mei yang sebesar 128,2. Optimisme konsumen ini ditunjang oleh kondisi penghasilan saat ini, ketersediaan lapangan kerja, dan pembelian barang tahan lama. Namun, ekspektasi terhadap kondisi ekonomi menurun akibat menurunnya optimisme konsumen terhadap kegiatan usaha 6 bulan ke depan. Secara wilayah, penurunan IKK terdalam secara berturut-turut terjadi di Kota Surabaya, Denpasar, dan Bandung.
Di sisi lain, penjualan eceran diperkirakan tumbuh positif pada bulan Juni 2019, walaupun lebih rendah dibandingkan bulan Mei. Indeks Penjualan Riil (IPR) bulan Juni diperkirakan tumbuh sebesar 2,2% (yoy) seiring dengan permintaan pasca bulan Ramadan dan Idul Fitri yang kembali normal. Kelompok suku cadang dan aksesori serta subkelompok sandang menjadi penopang IPR pada bulan ini.
Indikator konsumsi lainnya seperti penjualan mobil penumpang pada bulan Mei masih tekontraksi cukup dalam dengan pertumbuhan sebesar -16,0% (yoy). Kontraksi pertumbuhan ini sudah berlangsung sejak awal tahun 2019. Sementara dari sisi uang beredar, likuiditas perekonomian (M2) tumbuh meningkat pada bulan Mei sebesar 7,8% (yoy) lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan sebelumnya sebesar 6,2% (yoy). Percepatan M2 ini ditopang oleh naiknya pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit (M1) dan uang kuasi. M1 tumbuh seiring meningkatnya kebutuhan likuiditas masyarakat terhadap uang kartal pada bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri.
Dari sisi indikator investasi, konsumsi semen dalam negeri pada bulan Juni tumbuh cukup tinggi mencapai 12,8% (yoy) setelah sebelumnya terkontraksi di lima bulan pertama tahun 2019. Peningkatan konsumsi semen mengindikasikan aktivitas konstruksi yang kembali meningkat. Namun di sisi lain, hingga bulan Mei penjualan mobil niaga masih terkontraksi sejak bulan Februari. Hal ini perlu diwaspadai sebagai risiko yang dapat menahan laju pertumbuhan investasi (PMTB) di
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 5
Tabel Inflasi
Tabel Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
kuartal kedua, khususnya pada komponen investasi kendaraan. Sementara itu, hingga bulan Mei penyaluran kredit perbankan masih tumbuh kuat yaitu sebesar 11,1%, terutama didorong oleh penyaluran Kredit Investasi (KI) yang mencapai level tertingginya dalam tiga tahun terakhir. Kredit Modal Kerja tetap tumbuh tinggi yaitu sebesar 10,9%. Ke depan, penyaluran kredit perbankan diperkirakan masih tumbuh cukup baik didorong oleh optimisme terhadap kondisi ekonomi yang menguat, serta didukung kondisi politik dan keamanan yang stabil pasca Pemilu.terha
Sumber: BPS, diolah
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Tabel Indikator Moneter dan Sektor Riil
Sumber: CEIC, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, diolah
-
Laporan Ekonomi & Keuangan Bulanan / Monthly Report 6
Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro
Penyusun : Thomas NPD Keraf, Andriansyah, Bhayu Purnomo, Raditiyo Harya Pamungkas, Indra Budi Sucahyo, Asep Nurwanda, Abdul Aziz, Immanuel Bekti Hartanto Sumber Data : CEIC, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.
Tabel Neraca Perdagangan (USD milliar)