manfaatan Proses Biokonversi Sampah Organik
-
Upload
muarief-s-amd -
Category
Documents
-
view
19 -
download
1
description
Transcript of manfaatan Proses Biokonversi Sampah Organik
-
1
STUDI PUSTAKA PEMANFAATAN PROSES BIOKONVERSI SAMPAH
ORGANIK SEBAGAI ALTERNATIF MEMPEROLEH BIOGAS1
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro2, Budi Utami
2, Lina Mahardiani
2, Sri Yamtinah
2
Abstrak
Dengan meningkatnya tumpukkan sampah di berbagai wilayah baik kota besar maupun daerah dan
menjadi permasalahan yang sangat penting, maka perlu dipikirkan solusi cara penanganannya seperti
dapat menjadikan sampah memiliki nilai tambah yang bermanfaat. Nilai tambah ini bukan hanya untuk
memperlambat laju eksploitasi sumber daya alam, seperti lewat konsep Reuse, Recycle, and Recovery,
namun juga pemanfaatan sampah dari produk proses pengolahan sampah itu sendiri. Pemanfaatan sampah
antara lain sebagai sumber pupuk organik, misalnya kompos maupun bahan pembuat biogas dengan
biokonversi oleh mikroorganisme. Penulisan makalah ini bertujuan untuk : 1). Mengetahui proses
pembuatan Biogas dari sampah organik, 2). Memprediksi prospek penggunaan Biogas sebagai sumber
energi alternatif, 3). Mengetahui desain teknologi pembuatan Biogas dari proses biokonversi sampah
organik. Kesimpulan dari tulisan ini adalah : 1). Biogas dapat dibuat dari bahan-bahan organik yang
dikonversi oleh mikroorganisme secara anaerob.,2). Biogas mempunyai prospek baik untuk
dikembangkan sebagai sumber energi alternatif.,3). Teknologi pembuatan Biogas sangat sederhana dan
tidak memerlukan biaya yang tinggi.
A. PENDAHULUAN
Sampah merupakan salah satu permasalahan utama dalam suatu wilayah. Jumlah
sampah di kota-kota besar semakin banyak sedangkan metode pengolahannya belum
cukup optimum dalam mengatasi laju pertambahan sampah. Di kota Surabaya sampah
yang dihasilkan pada tahun 2002 rata-rata perhari mencapai 2.400 ton di mana 1.075,44
ton merupakan sampah organik. Kota Bandung menghasilkan sampah relatif setengah
jumlah total sampah di kota Surabaya dan metode pengolahannya masih konvensional
(Sulistyo P, 2003). Menurut berita di harian pagi Riau Pos, (3/1/2006),selama tahun
2005 volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Muara Fajar
mencapai 1.171 meter kubik per hari. Sementara itu, dengan jumlah rumah tangga 150
ribu maka diasumsikan akan ada sebanyak 0,015 meter kubik volume sampah per hari
untuk setiap keluarga. Namun dari 2.250 meter kubik sampah rumah tangga, yang
terangkut hanya 39 persen sedangkan 61 persen masih menumpuk. Kepala Bappeda
Kota Pekanbaru, Ir Dedi Gusriadi MT, mengatakan bahwa sampah tidak mungkin lagi
dilakukan pembakaran karena akan menimbulkan polusi udara dan tidak akan
memberikan manfaat apapun bagi masyarakat. Dari 1.372,5 meter kubik sampah kota
yang belum terangkut, 70 persen adalah sampah organik, 20 persen lagi sampah plastik,
1 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sumber Energi Hayati di FMIPA UNS, 8 April 2006
2 Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP UNS
-
2
serta 10 persen adalah sampah pilihan seperti kaca, plastik, kertas, dan logam.
(www.riaupos.com).
Dengan meningkatnya tumpukkan sampah di berbagai wilayah tersebut, maka
perlu dipikirkan solusi cara penanganannya seperti dapat menjadikan sampah memiliki
nilai tambah yang bermanfaat. Nilai tambah ini bukan hanya untuk memperlambat laju
eksploitasi sumber daya alam, seperti lewat konsep Reuse, Recycle, and Recovery,
namun juga pemanfaatan sampah dari produk proses pengolahan sampah itu sendiri.
Sampah apa pun jenis dan sifatnya, mengandung senyawa kimia yang sangat
diperlukan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun yang
terpenting, bagaimana kita dapat menggunakan dan memanfaatkan sampah tersebut.
Pemanfaatan sampah antara lain sebagai sumber pupuk organik, misalnya kompos yang
sangat dibutuhkan oleh petani, selain itu juga berfungsi sebagai sumber humus. Manfaat
lain yang bisa diambil dari sampah adalah bahan pembuat biogas. Penggunaan sampah
untuk penyediaan energi telah lama dicoba, misalnya saja sebagai bahan bakar untuk
penggerak mesin pembangkit listrik. Sampah juga dijadikan bahan baku untuk proses
fermentasi non alkoholik dalam pembuatan biogas.
Makalah ini merupakan studi pendahuluan tentang bagaimana memanfaatkan
proses biokonversi sampah organik sebagai sumber biogas. Adapun tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui proses pembuatan Biogas dari sampah organik
2. Memprediksi prospek penggunaan Biogas sebagai sumber energi alternatif
3. Mengetahui desain teknologi pembuatan Biogas dari proses biokonversi sampah
organik
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sampah Organik
Sampah merupakan barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi.
Pada kenyataannya sampah menjadi masalah yang selalu timbul baik di kota besar
maupun di daerah-daerah. Beberapa alternatif bagaimana cara memanfaatkan sampah
kota, sehingga mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi antara lain sampah dapat
dimanfaatkan menjadi kompos, biogas (energi alternatif), papan komposit (komposit
serbuk kayu plastik daur ulang), bahan baku dalam pembuatan bata (briket), pengisi
-
3
tanah, penanaman jamur, media produksi vitamin, media produksi Protein Sel Tunggal
(PST), dan lain-lain.
Sampah kota sebagian besar merupakan jenis sampah organik. Hal ini terlihat
pada Tabel berikut.
Komposisi (%) Semarang Bandung Jakarta
Bahan Organik 68,75 73,25 73,92
Kertas 5,45 9,70 10,18
Plastik 14,15 8,58 7,86
Logam - 0,50 2,04
Kulit - 0,40 0,55
Kayu - 3,60 0,98
Tekstil - 0,90 1,57
Gelas 0,16 0,43 1,75
Lain-lain 5,97 2,64 1,22
(Sulistyo P, 2003)
Dari Tabel di atas tampah bahwa dengan mengolah bahan organik dari sampah kota,
maka permasalahan sampah dapat direduksi lebih dari 60% total sampah yang dibuang
tiap harinya.
Berdasarkan beberapa data analisis yang telah dilakukan peneliti, kandungan
kimia yang terdapat di dalam sampah sisa tanaman (Sulistyo P, 2003) adalah sebagai
berikut :
Kandungan Prosentase
Air 10 60 %
Senyawa Organik 15 35 %
Nitrogen 0,4 1,2 %
Fosfor 0,2 0,6 %
Kalium 0,8 1,5 %
Kapur 4 7 %
Karbon 12 17 %
Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos merupakan biokonversi
yang sangat baik dimana sampah yang merupakan masalah dikonversi menjadi pupuk
tanaman yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi dimana unsur hara ini
merupakan komponen utama metabolisme pada tanaman.
2. Biokonversi Sampah Organik oleh Mikroorganisme
-
4
Keberadaan mikroorganisme di alam mempunyai arti penting dan dampak
positif terhadap pencemaran lingkungan. Kemampuan mikroorganisme untuk
mendegradasi limbah dan polutan adalah sangat esensial untuk menjaga kualitas dan
plingkungan. Keberadaan mikroorganisme tersebut menyebabkan bahan-bahan sisa di
lingkungan dapat menghilang atau berubah bentuk.
Berdasarkan kemampuan degradatif terhadap bahan organik, beberapa jenis
bakteri telah dikomersialisasikan sebagai pupuk biologi atau konsorsia bakteri sebagai
inokula penanganan limbah secara aerobik maupun anaerobik (Myrold & Nason dalam
Sutariningsih,2002), antara lain Bacillus megaterium sebagai bakteri pelarut fosfat,
Rhizobum melioti dan metanogen sebagai agensia penanganan limbah secara anaerobik
dan pembuatan biogas.
Penggunaan mikroorganisme untuk penanganan limbah memerlukan berbagai
persyaratan yang perlu diperhatikan, antara lain komposisi limbah, teknik atau proses
yang dikerjakan (dalam kondisi aerob atau anaerob) dan alat yang digunakan
disesuaikan dengan kondisi lokal.
Optimasi aktivitas mikrobia pada dekomposisi sampah mempunyai implikasi
ekonomi penting. Sebagai contoh, pemanfaatan gas metana dari lanfill dan digester
anaerob dapat merupakan hasil aklhir yang dapat dipasarkan sebagai sumber tenaga. Di
dalam pengomposan, hasil dekomposisi oleh mikroorganisme dapat mereduksi volume
sampah, dan menghasilkan bahan yang mempunyai nilai ekonomi sebagai bahan
pembenam tanah. Keuntungan lain yang dapat diperoleh dari perombakan sampah oleh
mikrobia adalah timbul panas. Panas tersebut dapat menurunkan bahkan membunuh
mikrobia patogen.
3. Pengertian Biogas
Biogas atau gas bio merupakan salah satu jenis energi yang dapat dibuat dari
banyak jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah, kotoran ternak, jerami,
eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi. Pendeknya, segala jenis bahan
yang dalam istilah kimia termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran
hewan ataupun sisa tanaman, dapat dijadikan bahan biogas. Biogas merupakan
campuran beberapa gas dengan komposisi sekitar 40 - 75 % metana (CH4), 25 - 60 %
-
5
karbon dioksida (CO2), dan sekitar 2 % gas lain (hidrogen, hidrogen sulfida dan karbon
monoksida).
Pembuatan dan penggunaan biogas sebagai energi seperti layaknya energi dari
kayu bakar, minyak tanah, gas, dan sebagainya sudah dikenal sejak lama, terutama di
kalangan petani Inggris, Rusia dan Amerika Serikat. Sedangkan di Benua Asia, tercatat
negara India sejak masih dijajah Inggris sebagai pelopor dan pengguna energi biogas
yang sangat luas, bahkan sudah disatukan dengan WC biasa. Di Indonesia, pembuatan
dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada awal tahun 1970-an, terutama karena
bertujuan memanfaatkan buangan atau sisa yang berlimpah dari benda yang tidak
bermanfaat menjadi yang bermanfaat, serta mencari sumber energi lain di luar kayu
bakar dan minyak tanah.
Berdasarkan bahan-bahan untuk membuat biogas, cara dan lingkungan untuk
menghasilkannya, sebenarnya biogas dapat dihasilkan di manapun. Pembuatan biogas
bisa dalam bentuk yang sederhana (untuk kepentingan rumah-tangga terbatas) ataupun
dalam bentuk yang sedang atau besar (untuk kepentingan bersama beberapa rumah atau
lebih). Juga menyangkut tempat atau bejana untuk membuatnya. Secara sederhana dari
drum bekas yang masih kuat atau sengaja dibuat dalam bentuk bejana dari tembok atau
bahan-bahan lainnya.(http://www.pikiran-rakyat.com).
C. PEMBAHASAN
1. Proses Pembuatan Biogas
Biogas dibuat melalui fermentasi anaerobik. Selama proses ini, bahan-bahan organik
didekomposisi oleh mikroorganisme. Pada awal proses dekomposisi, bahan organik
dipecah menjadi molekul molekul lain seperti glukosa, asam amino, gliserin, dan asam
lemak. Pada proses pembuatan biogas, mikroorganisme mengubah (konversi) bahan-
bahan organik menjadi gas hidrogen dan gas karbon dioksida yang kemudian lebih
lanjut diubah menjadi gas metana dan air (http://www.fnr-
server.de/cms35/Biogas.399.0.html) menurut reaksi :
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O
Akibat penguraian bahan organik yang dilakukan jasad renik tersebut, maka akan
terbentuk zat atau senyawa lain yang lebih sederhana (kecil), serta salah satu di
antaranya berbentuk CH4 atau gas metan. Gas metan yang bergabung dengan CO2 atau
-
6
gas karbondioksida yang kemudian disebut biogas dengan perbandingan 65 : 35. Seperti
sampah atau jerami yang diproses menjadi kompos memerlukan persyaratan dasar
tertentu, demikian pula dalam proses pengubahan sampah atau buangan menjadi biogas,
memerlukan persyaratan tertentu yang menyangkut:
1. Kandungan atau isi yang terkandung dalam bahan. Hal ini menyangkut nilai atau
bandingan antara unsur C (karbon) dengan unsur N (nitrogen) yang secara umum
dikenal dengan nama rasio C/N.
Perubahan senyawa organik dari sampah atau kotoran kandang menjadi CH4
(gas metan) dan CO2 (gas karbon dioksida) memerlukan persyaratan rasio C/N
antara 20 - 25. Sehingga kalau menggunakan bahan hanya berbentuk jerami dengan
rasio-C/N di atas 65, maka walaupun CH4 dan CO2 akan terbentuk, perbandingan
CH4 : CO2 = 65 : 35 tidak akan tercapai. Mungkin perbandingan tersebut bernilai
45 : 55 atau 50 : 50 atau 40 : 60 serta angka-angka lain yang kurang dari yang sudah
ditentukan, maka hasil biogasnya akan mempunyai nilai bakar rendah atau kurang
memenuhi syarat sebagai bahan energi.
Juga sebaliknya kalau bahan yang digunakan berbentuk kotoran kandang,
semisal dari kotoran kambing dengan rasio C/N sekira 8, maka produksi biogas akan
mempunyai bandingan antara CH4 dan CO2 seperti 90 : 10 atau nilai lainnya yang
terlalu tinggi. Dengan nilai ini maka hasil biogasnya juga terlalu tinggi nilai
bakarnya, sehingga mungkin akan rnembahayakan pengguna.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu rasio C/N terlalu tinggi atau terlalu rendah
akan mempengaruhi proses terbentuknya biogas, karena ini merupakan proses
biologis yang memerlukan persyaratan hidup tertentu, seperti juga manusia.
2. Kadar air bahan yang terkandung dalam bahan yang digunakan, juga seperti rasio
C/N harus tepat. Jika hasil biogas diharapkan sesuai dengan persyaratan yang
berlaku, maka bahan yang digunakan berbentuk kotoran kambing kering dicampur
dengan sisa-sisa rumput bekas makanan atau dengan bahan lainnya yang juga kering,
maka diperlukan penambahan air.
Tapi berbeda kalau bahan yang akan digunakan berbentuk lumpur selokan yang
sudah mengandung bahan organik tinggi, semisal dari bekas dan sisa pemotongan
-
7
hewan yang dicampur dengan sampah. Dalam bahannya sudah terkandung air,
sehingga penambahan air tidak akan sebanyak pada bahan yang kering.
Air berperan sangat penting di dalam proses biologis pembuatan biogas. Artinya
jangan terlalu banyak (berlebihan) juga jangan terlalu sedikit (kekurangan).
3. Temperatur selama proses berlangsung, karena ini menyangkut "kesenangan" hidup
bakteri pemroses biogas antara 27 - 28C. Dengan temperatur itu proses
pembuatan biogas akan berjalan sesuai dengan waktunya. Tetapi berbeda kalau nilai
temperatur terlalu rendah (dingin), maka waktu untuk menjadi biogas akan lebih
lama.
4. Kehadiran jasad pemroses, atau jasad yang mempunyai kemampuan untuk
menguraikan bahan-bahan yang akhirnya membentuk CH4 dan CO2. Dalam kotoran
kandang, lumpur selokan ataupun sampah dan jerami, serta bahan-bahan buangan
lainnya, banyak jasad renik, baik bakteri ataupun jamur pengurai bahan-bahan
tersebut didapatkan. Tapi yang menjadi masalah adalah hasil uraiannya belum tentu
menjadi CH4 yang diharapkan serta mempunyai kemampuan sebagai bahan bakar.
Maka untuk menjamin agar kehadiran jasad renik atau mikroba pembuat biogas
(umumnya disebut bakteri metan), sebaiknya digunakan starter, yaitu bahan atau
substrat yang di dalamnya sudah dapat dipastikan mengandung mikroba metan sesuai
yang dibutuhkan.
5. Aerasi atau kehadiran udara (oksigen) selama proses. Dalam hal pembuatan biogas
maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam bejana pembuat. Keberadaan udara
menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu maka bejana pembuat biogas
harus dalam keadaan tertutup rapat.
Masih ada beberapa persyaratan lain yang diperlukan agar hasil biogas sesuai
dengan persyaratan. Tetapi kelima syarat tersebut sudah merupakan syarat dasar agar
proses pembuatan biogas berjalan sebagaimana mestinya. (http://www.pikiran-
rakyat.com).
Syarat dasar dalam proses pembuatan biogas adalah C/N rasio antara 20-25,
sedangkan pada sampah di atas 40. Karena itu, untuk menurunkan kelebihan tersebut
diperlukan sumber N baru, baik berbentuk kotoran maupun pupuk (urea). Sebagai
gambaran dalam skala kecil, sampah rumah menghasilkan 1.000 liter sampah atau 300
-
8
kg sampah, sudah bisa menghasilkan sekitar 50-60 persen gas CH4, metan, dan sisanya
karbon dioksida. Dalam satu bulan sudah bisa menghasilkan biogas. Jelas kalau sudah
dimanfaatkan untuk kompor gas sudah bisa menghemat bahan bakar yang harganya
cukup mahal. Sementara sampah dari bioreaktor yang tidak bisa dikonversi dan berupa
limbah dapat dimanfaatkan untuk kompos. Limbah kompos itu dapat digunakan sebagai
pupuk untuk tanaman (www.riaupos.com/web/content/view/5793/7/ -)
2. Prospek Penggunaan Biogas sebagai Alternatif Energi Masa Depan
Biogas seperti pula gas lain yang sudah umum digunakan sebagai energi, dapat
digunakan untuk banyak kepentingan, terutama untuk kepentingan penerangan dan
memasak. Masalahnya sekarang karena lampu atau kompor yang sudah umum dan biasa
dipergunakan untuk gas lain selain biogas tidak cocok untuk pemakaian biogas,
sebelumnya memerlukan perubahan atau penyesuaian tertentu terlebih dahulu. Hal ini
berkaitan karena bentuk dan sifat biogas berbeda dengan bentuk dan sifat gas lain yang
sudah umum.
Pusat Teknologi Pembangunan (PTP) ITB misalnya, telah sejak lama membuat
lampu atau kompor yang dapat menggunakan biogas, yang asalnya dari lampu petromak
atau kompor yang sudah ada. Perubahan dan penyesuaian dari lampu petromak atau
kompor gas biasa yang dapat menggunakan biogas didasarkan kepada pertimbangan
keselamatan dan penggunaan. Seperti misalnya sifat biogas yang tidak berwarna, tidak
berbau dan sangat cepat menyala. Karenanya kalau lampu atau kompor mempunyai
kebocoran, akan sulit diketahui secepatnya. Berbeda dengan sifat gas lainnya, sepeti
gas-kota atau elpiji, maka karena berbau akan cepat dapat diketahui kalau terjadi
kebocoran pada alat yang digunakan. Sifat cepat menyala biogas, juga merupakan
masalah tersendiri. Artinya dari segi keselamatan pengguna. Sehingga tempat
pembuatan atau penampungan biogas harus selalu berada jauh dari sumber api yang
kemungkinan dapat menyebabkan ledakan kalau tekanannya besar.
Kompor biogas yang telah disusun dan diujicoba PTP ITB tersusun dari rangka,
pembakar, spuyer, cincin penjepit spuyer dan cincin pengatur udara, yang kalau sudah
diatur akan mempunyai spesifikasi temperatur nyala api dapat mencapai 560C
dengan warna nyala biru muda pada malam hari, dan laju pemakaian biogas 350
-
9
liter/jam, serta harganya diperkirakan antara Rp 2.500,00 sampai Rp. 3.000,00 saja
(catatan tahun 1978).
Sedang lampu biogas yang juga telah diubah dan diujicoba dari lampu petromak
yang terdiri dari tiang pipa dan katup pengatur jarum spuyer, tiang pipa dan nosel
spuyer, pipa pencampur gas dan udara, mur penjepit reflektor, ruang pembakar, kaus,
semprong (kaca pelindung berbentuk silinder) dan reflektor, ternyata mempunyai harga
antara Rp 4.500,00 sampai Rp 6.000,00 saja (tahun 1973).
3. Teknologi Sederhana Pembuatan Biogas dari Proses Biokonversi Sampah
Organik
Sampah-sampah organik dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan
biogas melalui proses biokonversi energi, seperti yang telah dilakukan beberapa
peternak sapi perah.
Proses pembuatan biogas ini dengan bantuan mikroorganisme bakteri pembusuk
Clostridium butyrinum, Bacteroides, atau bakteri perut Escherechia coli, serta bakteri
penghasil gas metan yaitu Methanobacter dan Methanobacilus.
Mikroorganisme pengurai sampah pada umumnya merupakan kelompok bakteri
heterotrof. Bakteri jenis ini memanfaatkan sampah-sampah organik atau sisa makhluk
hidup sebagai sumber energinya. Bakteri yang sering dijumpai dalam sampah antara
lain bakteri nitrit (Nitrosococcus), bakteri nitrat (Nitrobacter), Clostridium, dan
sebagainya.
Bakteri Clostridium merupakan mikroorganisme pembusuk utama, berperan dalam
menguraikan asam amino dalam protein makhluk hidup, baik dari sampah tumbuhan
maupun sampah hewan menjadi suatu senyawa amoniak. (http://www.pikiran-
rakyat.com).
Seperti sudah diuraikan sebelumnya, biogas dapat dibuat dari sisa, buangan
ataupun kotoran. Yang penting sisa dan buangan tersebut berbentuk senyawa organik,
seperti yang berasal dari tanaman ataupun hewan.
Bahan yang dapat digunakan untuk membuat bak, alat atau bejana pembuat dan
penampung biogas, juga tidak perlu dari bahan yang mahal atau sukar untuk
didapatkannya. Drum bekas asal masih kuat, merupakan bahan yang paling umum
dipergunakan.
-
10
Biogas merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan sangat tinggi dan
cepat daya nyalanya. Karenanya sejak biogas berada pada bejana pembuatnya sampai
digunakan untuk penerangan ataupun memasak, harus selalu dihindari kehadirannya
dari api yang dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan. Hal ini berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya kebocoran pada peralatan yang tidak diketahui. Membuat
biogas bukan semata-mata tergantung kepada bahan yang dipergunakan, kepada alat
atau bejana yang digunakan, tetapi juga masih ada faktor-faktor lain yang menyertainya,
yang langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil. Misalnya kita
sudah memasukkan bahan-bahan yang diperlukan dalam bejana pembuat yang disertai
dengan starter yang dibutuhkan. Tetapi ternyata beberapa hari kemudian, bejana
penampung hasil tidak naik-naik. Kalau hal ini terjadi ada dua kemungkinan
penyebabnya. Pertama bejana penampung hasil bocor, hingga secepatnya harus dicari
dan ditambal atau proses pembuatan biogas tidak berjalan.
Bahan pembuat biogas merupakan bahan organik berkandungan nitrogen tinggi.
Selama proses pembuatan kompos yang akan keluar dan tergunakan adalah unsur-unsur
C, H, dan 0 dalam bentuk CH4 dan CO2. Karenanya nitrogen yang ada akan tetap
bertahan dalam sisa bahan, kelak menjadi sumber pupuk organik (http://www.pikiran-
rakyat.com).
D. SIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Biogas dibuat dari berbagai jenis bahan buangan dan bahan sisa, semacam sampah,
kotoran ternak, jerami, eceng gondok serta banyak bahan-bahan lainnya lagi yang masih
termasuk senyawa organik, entah berasal dari sisa dan kotoran hewan ataupun sisa
tanaman, melalui fermentasi anaerobik oleh mikroorganisme yang mengubah (konversi)
bahan-bahan organik menjadi gas hidrogen dan gas karbon dioksida yang kemudian
lebih lanjut diubah menjadi gas metana dan air menurut reaksi :
CO2 + 4H2 CH4 + 2H2O
Biogas merupakan campuran beberapa gas dengan komposisi sekitar 40 - 75 % metana
(CH4), 25 - 60 % karbon dioksida (CO2), dan sekitar 2 % gas lain (hidrogen, hidrogen
sulfida dan karbon monoksida).
-
11
2. Biogas mempunyai prospek bagus untuk dikembangkan sebagai sumber energi
alternatif karena banyak kegunaannya, seperti sebagai bahan bakar kompor mauoun
lampu biogas sebagaimana yang telah dikembangkan oleh Pusat Teknologi
Pembangunan ITB.
3. Teknologi pembuatan Biogas sangat sederhana dan tidak memerlukan biaya yang
tinggi sehingga bisa dilakukan oleh setiap orang, khususnya petani dan peternak.
DAFTAR PUSTAKA
Alternatif Pengolahan Sampah di Pekanbaru. www.riaupos.com/web/content/view/
5793/7/ diakses 20 maret 2006
Biogas .http://www.fnr-server.de/cms35/Biogas.399.0.html. diakses 20 maret 2006
Briket Limbah Menghilangkan Sampah. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005
/0405/07/cakrawala/penelitian03.htm diakses 20 maret 2006
Menuai Biogas dari Limbah. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0405/07/
cakrawala/penelitian03.htm diakses 20 maret 2006
Sulistyo Putro,H. 2003. Studi Biokonversi Sampah Organik oleh Mikroba Probiotik
Menggunakan Model Sampah Organik dalam Reaktor Sederhana. Proseding
Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia II. LIPI Jakarta
Sutariningsih Soetarto,E. 2002. Penggunaan Mikroorganisme sebagai Agensia
Bioremedasi, Sanitasi dan Perombak Limbah. Makalah seminar sosialisasi
Fakultas Biologi UGM ke beberapa SMU di Surakarta. Surakarta, 3 Agustus
2002