Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

22
1 MANAJEMEN PRE-DIALISIS PENYAKIT GINJAL KRONIK SECARA UMUM Brama Ihsan Sazli, Octo Tumbur Divisi Nefrologi Hipertensi – Dept. Ilmu Penyakit Dalam - USU PENDAHULUAN Pasien yang telah di diagnosa dengan penyakit gagal ginjal kronik memerlukan penanganan pre-dialisis yang optimal untuk meningkatkan outcome dari terapi dialisis dan transplantasi. Fokus penanganan atau manajemen meliputi perkiraan waktu memulai dialisis atau menahan laju progresif penyakit ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, penanganan resiko kardiovaskular, dan jika memungkinkan perencanaan transplantasi. 1 Penanganan memerlukan perhatian khusus sebab meliputi banyak aspek, seperti edukasi pasien secara intensif, terapi kepribadian kognitif, peningkatan kepatuhan kepada modifikasi gaya hidup, dan kepatuhan kepada farmakoterapi. Hal ini memerlukan tim multi disiplin, meliputi perawat dialisis, dokter, dan seluruh yang terkait dengan dialisis. Persiapan untuk terapi pengganti ginjal (dialisis) memerlukan persiapan dengan medikamentosa, perawatan, dan problem psikososial. Dan diperlukan suatu sistim untuk menilai atau mengevaluasi dan meningkatkan pelayanan penanganan pre dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik 1 DEFENISI Pengertian predialisis masih belum ditetapkan dalam konsensus. Kebanyakan dokter melakukan penanganan pre-dialisis pada “creatinin clearance” <15- 20 ml/min atau penurunan fungsi ginjal dan diperkirakan memulai dialisis dalam 6-12 bulan kemudian. Walaupun KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality Initiative) menyatakan bahwa persiapan terapi pengganti ginjal direkomendasi pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) tahap 4 (GFR < 30 ml/min). 1,2,3 Sedangkan defenisi Penyakit Ginjal Kronik sendiri berdasarkan KDOQI adalah : 1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi : a. Kelainan patologis b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests). 2) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m 2 selama 3 bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Reading Assingment Divisi Nefrologi Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU Acc Supervisor Medan,

description

ginjal

Transcript of Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

Page 1: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

1

MANAJEMEN PRE-DIALISIS PENYAKIT GINJAL KRONIK

SECARA UMUM

Brama Ihsan Sazli, Octo Tumbur

Divisi Nefrologi Hipertensi – Dept. Ilmu Penyakit Dalam - USU

PENDAHULUAN

Pasien yang telah di diagnosa dengan penyakit gagal ginjal kronik memerlukan

penanganan pre-dialisis yang optimal untuk meningkatkan outcome dari terapi dialisis dan

transplantasi. Fokus penanganan atau manajemen meliputi perkiraan waktu memulai dialisis

atau menahan laju progresif penyakit ginjal, mencegah dan mengobati komplikasi, penanganan

resiko kardiovaskular, dan jika memungkinkan perencanaan transplantasi.1

Penanganan memerlukan perhatian khusus sebab meliputi banyak aspek, seperti edukasi

pasien secara intensif, terapi kepribadian kognitif, peningkatan kepatuhan kepada modifikasi

gaya hidup, dan kepatuhan kepada farmakoterapi. Hal ini memerlukan tim multi disiplin,

meliputi perawat dialisis, dokter, dan seluruh yang terkait dengan dialisis. Persiapan untuk terapi

pengganti ginjal (dialisis) memerlukan persiapan dengan medikamentosa, perawatan, dan

problem psikososial. Dan diperlukan suatu sistim untuk menilai atau mengevaluasi dan

meningkatkan pelayanan penanganan pre dialisis pada pasien penyakit ginjal kronik1

DEFENISI

Pengertian predialisis masih belum ditetapkan dalam konsensus. Kebanyakan dokter

melakukan penanganan pre-dialisis pada “creatinin clearance” <15- 20 ml/min atau penurunan

fungsi ginjal dan diperkirakan memulai dialisis dalam 6-12 bulan kemudian. Walaupun KDOQI

(Kidney Disease Outcomes Quality Initiative) menyatakan bahwa persiapan terapi pengganti

ginjal direkomendasi pada pasien dengan Penyakit Ginjal Kronis (PGK) tahap 4 (GFR < 30

ml/min). 1,2,3

Sedangkan defenisi Penyakit Ginjal Kronik sendiri berdasarkan KDOQI adalah :

1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG),

dengan manifestasi :

a. Kelainan patologis

b. Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau

urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests).

2) Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan

atau tanpa kerusakan ginjal.

Reading Assingment Divisi Nefrologi Hipertensi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU

Acc Supervisor Medan,

Page 2: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

2

Preservasi dari fungsi ginjal merupakan hasil akhir yang sangat penting, yang

diharapkan dari penanganan pre-dialisis. Banyak menjadi penyebab penyakit ginjal kronis

seperti diabetes, penyakit glomerular dan polikistik, hipertensi, dll. Penanganan penyebab dasar

dan faktor risiko progresif menjadi hal utama dalam memperlambat progresivitas penyakit.

Faktor progresivitas menurut Sijpkens dan kawan-kawan dibagi menjadi dua yaitu terapi

komplikasi metabolik dan kardiovaskular. Dibawah ini rangkuman penanganan pre-dialisis yang

dianjurkan (tabel 1 dan tabel 2). 1,2,3

Tabel 1. Tabel Faktor Progresivitas : terapi dan target

Diambil dari Y.W.J. Sijpkens et al dalam NDP Plus 2008

Dapat dilihat dalam tabel 1 selain terapi farmakoterapi diperlukan juga pendekatan konseling

diet khususnya restriksi dalam pemakaian garam dalam makanan/minuman, protein, asam lemak

saturasi dan ‘trans’, nikotin, produk ‘advanced glycation end’, fosfat (adiktif), purin dan

fruktosa. Dan Tabel 1 diatas merupakan rangkuman yang diperlukan untuk memperlambat atau

menunda perlunya RRT (Renal replacement therapy).

Rangkuman upaya pencegahan komplikasi metabolik dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Komplikasi Metabolik : Terapi dan Target

Diambil dari Y.W.J. Sijpkens et al dalam NDP Plus 2008

PERANAN PATOGENESIS RENOPROTEKSI

Mekanisme Penyakit Ginjal Kronik merupakan siklus yang berkelanjutan yang

mengakibat hilangnya terus-menerus nephron. Sejak tahun 1960 peneliti telah

mengindentifikasi faktor hemodinamik glomerular (hipertensi dan hiperfiltrasi glomerular), efek

angiotensin II, proteinuria, dan faktor proinflamasi, serta molekul profibrotik yang memegang

Page 3: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

3

peran dalam mekanisme kerusakan ginjal. Secara ringkas faktor terkait dapat dilihat pada

gambar 1 dibawah ini4,5 :

Gambar 1. Pathway mekanisme siklus kerusakan nepron pada Penyakit Ginjal Kronik

Keterangan : kotak merah merupakan faktor yang menginhibisi proses kerusakan nepron, ACEI (angiotensin converting enzyme inhibitor), Ang II (Angiotensin II), ARB (Angiotensin receptor blocker), FSGS (focal and segmental glomerulosclerosis), PGC (hydraulic pressure in glomerulas capillaries, SNGFR (single nephron glomerular), TIF (tubulointrestitial fibrosis). Diambil dari Fogarty Damian, Taal Maarten. A Stepped Care Approach to the Management of Chronic Kidney Disease. Brenner and Rector’s The Kidney, 9th edition

Melalui gambar 1 ini kita dapat melakukan upaya untuk memperlambat progresivitas penyakit

ginjal kronik atau preservasi fungsi ginjal, diantaranya adalah :

Peranan Intervensi Gaya Hidup

Hal ini terkait dengan faktor diet, merokok, dan kebiasaan pekerjaan yang dapat diubah,

sehingga dapat mengurangi progresivitas kerusakan ginjal dan mencegah kejadian

kardiovaskular. 1,4,5

Peranan Smoking Cessation

Merokok memberikan kontribusi 36% untuk kejadian infark miokard dan 19% untuk

kejadian stroke, sehingga pada pasien PGK dapat meningkatkan kejadian kardiovaskular. Dan

merokok diketahui sebagai suatu faktor resiko untuk terjadinya mikroalbuminuria dan

protenuria, serta progresivitas PGK pada pasien dengan DM tipe 1 dan 2. Pada studi di Swedia,

diperkirakan resiko meningkat dengan konsumsi >20 batang/hari, durasi >40 tahun, dan

kumulatif ‘dosis’ >30 pak/tahun. Merokok juga terkait dengan glomerulonepritis dan

nephrosklerosis. Sedangkan pada pasien dengan Ig A nepropati, polikistik ginjal, dan lupus

Page 4: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

4

nephritis dapat meningkatkan resiko progresivitas PGK mencapai ESRD (end stage renal

disease). 4,5

Peranan Penurunan Berat Badan

Obesitas terkait dengan penyakit DM tipe 2 dan hipertensi, juga progresivitas PGK.

Adanya keterkaitan sindrom metabolik dan PGK yang meningkatkan kejadian

mikroalbuminuria. Pada studi hewan ditemukan adanya hiperlipidemia yang mengakibatkan

kerusakan podosit dan infiltrasi makrofag, sehingga memicu terjadinya glomerulosklerosis dan

kerusakan tubulointerstitial. Pada suatu penelitian hubungan BMI (Body Mass Index) dengan

peningkatan resiko ESRD ditemukan bahwa BMI ‘ideal’ (18,5-24,9 kg/m2) dengan resiko

ESRD 3,6 kali dibandingkan BMI 30-34,9 kg/m2, 6 kali dengan BMI 35-39,9 kg/m2, dan 7 kali

dengan BMI >40 kg/m2. Pada penelitian lain disimpulkan bahwa pengurangan berat badan

setiap 1 kg berkaitan dengan penurunan proteinuria sebanyak 110 mg dan 1,1 mg pada

albuminuria, secara langsung berkaitan dengan perbaikan kontrol tekanan darah. 4,5

Peranan Restriksi Natrium

Natrium memegang peranan penting dalam regulasi tekanan darah. Hipertensi esensial

diamati terjadi pada masyarakat yang konsumsi rata-rata natrium melebihi 100 mEq/hari (2,3 g

natrium atau 6 g NaCl) dan jarang ditemukan pada masyarakat yang konsumsi rata-rata natrium

kurang dari 50 mEq/hari (1,2 g natrium atau 3 g NaCl). Menjadi sangat penting restriksi garam

dalam menurunkan tekanan darah secara signifikan, sehingga WHO (World Health

Organization) merekomendasikan untuk orang dewasa mengurangi konsumsi Natrium sampai 5

g/hari atau kurang. 4,5

Pada pasien PGK khususnya dengan penyakit glomerular dan penyakit ginjal dengan

proteinuria berat, berhubungan dengan garam sensitif. Dalam beberapa studi ditemukan bahwa

peningkatan konsumsi natrium diikuti dengan perburukan albuminuria. Dan beberapa penelitian

juga menemukan bahwa diet tinggi natrium membuat efek negatif terhadap efek antiproteinuria

dari terapi ACEI. 4,5

Diet Restriksi Protein

Diet restriksi protein didasarkan kepada pengurangan beban dari ginjal dapat

memperlambat laju kerusakan ginjal. Beberapa studi experimental menunjukkan diet rendah

protein menormalkan hemodinamik glomerular pada model ginjal yang tersisa, dan efektif

dalam pengelolaan jangka panjang proteksi ginjal. 4,5,6

Pada penelitian oleh Kasiske dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa diet restriksi

protein mengurangi rasio penurunan GFR (glomerular filtration rate) yang diperkirakan 0,53

mL/menit/tahun. Dan diet restriksi protein pada pasien diabetes, dalam beberapa penelitian

menunjukkan penurunan proteinuria atau albuminuria, walaupun terkait juga dengan kontrol

Page 5: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

5

glikemik. Pada penelitian oleh Fouque dan Laville menyimpulkan bahwa pengurangan intake

protein pada pasien PGK menurunkan kejadian kematian renal sampai 32% dibandingkan

dengan intake tinggi atau tidak restriksi protein. Diet restriksi protein juga diperkirakan

mempunyai efek proteksi renal lain dengan mengurangi asupan natrium, asam, dan fosfat. 4,5

Diet restriksi protein dikaitkan dengan kejadian malnutrisi, dimana terjadi ‘protein-

energy wasting’ pada pada pasien PGK stage 3, 4 dan 5 (kurang lebih 50%). Hal ini ditandai

dengan sarcopenia atau kelemahan/kekurangan massa otot. Hal ini memerlukan pengawasan

oleh ahli diet. 4,5

Rekomendasi diet asupan protein pada pasien PGK dapat dilihat pada tabel 3 dibawah

ini :

Tabel 3. Asupan Spesifik Protein pada pasien dengan PGK

Diambil dari Uday Khosla, William Mitch. European Renal Disease 2007

Penyebab utama malnutrisi pada pasien PGK7 diantara adalah :

1. Intake makanan yang tidak adekuat diakibatkan sekunder oleh anorexia. Anorexia dapat

diakibatkan oleh status uremik yang mempengaruhi sensasi pengecapan pada pasien dan

stress emosi pada pasien.

2. Proses respon katabolik akibat penyakit

3. Kondisi inflamasi kronik pada pasien PGK yang juga dapat memperberat proses

katabolisme dan anoreksia

4. Hilangnya darah karena proses perdarahan

5. Gangguan endokrine oleh karena status uremik (misalnya insulin resisten,

hiperparatiroid, hiperglukagon, dll)

6. Akumulasi dari uremic toxin atau toxin dari makanan yang tertelan.

Pada pasien PGK perlu dilakukan penilaian status nutrisi7, yang diantaranya : Interview diet

(diet selama 3-7 hari sebelumnya), perhitungan intake protein, Subjective global assessment

(SGA), antropometri, Pemeriksaan biokimia seperti creatinin, bikarbonat, albumin dan

kolesterol.

Marker inflamasi utama yang terkait dengan malnutrisi diantaranya adalah IL-6.

Sedangkan marker inflamasi lain adalah IL-8, TNFalfa, CRP, dimana kadarnya meningkat pada

50% pasien hemodialisis. Dimana kadar inflamasi yang meningkat dapat mengakibatkan

penurunan fungsi ginjal.

Page 6: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

6

Diet pada pasien predialisis umumnya sama dengan pasien sehat. Dimana diet 35

kkal/kgBB dapat menjaga keseimbangan nitrogen dan menjaga kadar albumin dan sesuai

dengan antropometri. Sedangkan pada pasien usia >60 tahun, perkiraan kalori 30-35

kkal/kgBB/hari masih dapat diterima. Dan diet dengan rendah protein diperkirakan 0,6

g/kgBB/hari dapat mencegah efek toksik dari metabolit nitrogen, dan mencegah timbulnya

gejala uremik. Intake protein yang dapat diberikan berkisar 0,6-0,8 g/kgBB/hari. Hal ini tidak

berbeda pada pasien PGK akibat penyakit diabetes mellitus. Serum albumin dipertahankan

sekitar 3,5 g/dL, kadar bikarbonat yang diharapkan pada pasien PGK adalah berkisar 22

mmol/L, serum kolesterol dipertahankan 150-180 mg/dL. Dan status nutrisi pasien diharapkan

dinilai tiap 1-3 bulan sekali oleh ahli diet.

Peranan Kontrol Gula pada Pasien Diabetes

Kontrol glikemik memiliki manfaat paling besar pada PGK tahap 1 dan 2. Dimana

diperkirakan kontrol glikemik mengurangi resiko terjadinya komplikasi mikro dan makro

vaskular, termasuk kejadian kardiovaskular.

Peranan Terapi Antihipertensi

Terapi antihipertensi lini pertama yang dianjurkan adalah golongan ACE inhibitor dan

Angiotensin Receptor Bloker (ARB). Menurut Fogarty dan Taal, merekomendasikan diuretik

thiazid sebagai lini kedua, jika tidak mencapai tekanan darah adekuat, khususnya pada pasien

PGK stage IV dan V, dan dapat diberikan juga diuretik loop. 4,5

Pada studi eksperimen pada hewan, ditemukan bahwa pemberian dihidropiridin

Calcium channel blocker (DCCB) terjadi peningkatan tekanan kapiler glomerulus yang

mengakibatkan progresivitas lebih cepat dibandingkan ACE inhibitor. Sehingga direkomendasi

pemberian Nondihidropiridin CCB dikombinasikan dengan ARB atau ACE inhibitor untuk

mencapai tekanan darah adekuat. Terapi lini kedua yang direkomendasikan adalah golongan

CCB atau diuretik. Sedangkan lini ketiga yang direkomendasi bila tidak tercapai adalah beta

bloker, alfa bloker dan agen CNS (central nervous system) berdasarkan penyakit komorbid yang

menyertai. 4,5

Target tekanan darah optimal yang harus dicapai masih belum begitu pasti, terutama

pada pasien dengan usia tua dan dengan proteinuria ringan. Rekomendasi pada studi MDRD

adalah target tekanan darah kurang dari 125/75 mmHg pada pasien PGK yang level proteinuria

>1g/hari, dan kurang dari 130/80 mmHg pada proteinuria 0,25-1,0 g/hari. Efek ini bermanfaat

pada pemantauan jangka panjang sekitar 10 tahun. Pada studi NICE merekomendasikan target

tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg pada sebagian besar pasien PGK dan kurang dari

130/80 mmHg pada pasien PGK yang proteinuria >1 g/hari atau pada pasien diabetes. Lalu studi

ONTARGET mengindikasikan penurunan tekanan darah yang terlalu rendah terkait dengan efek

Page 7: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

7

samping pada kardiovaskular, dimana secara signikan ditemukan kematian akibat

kardiovaskular lebih lebih tinggi yang mencapai tekanan darah sistol < 120 mmHg

dibandingkan tekanan darah sistol 120-129 mmHg. Hal ini sesuai juga yang ditemukan pada

studi ACCORD. Sehingga menjadi perhatian untuk tidak terjadi hipotensi pada pasien PGK atau

tekanan darah sistol < 120 mmHg, khususnya pada pada pasien usia tua. 4,5

Peranan Antagonis aldosteron

Aldosteron diidentifikasikan sebagai mediator penting dalam progresivitas kerusakan

ginjal dan berperan dalam proses fibrosis. Pada beberapa studi dengan dosis spironolaktone 25

mg/hari atau 25-50 mg/hari ditambahkan pada terapi ACE inhibitor atau ARB dibandingkan

dengan placebo, didapatkan secara signifikan penurunan proteinuria dan tekanan darah,

walaupun tidak ditemukan perbaikan LFG, dengan efek samping hiperkalemia. 4,5

Peranan Asidosis Metabolik

Retensi ion hidrogen bermula pada LFG turun diantara 40-50 mL/menit/1.73 m2.

Sedangkan prevalensi timbulnya pada LFG 90-20 mL/menit/1.73 m2 sekitar 2-39%, khususnya

lebih tinggi pada pasien PGK usia muda dan pasien diabetes. 4,5

Pemberian terapi bikarbonat dapat diberi untuk mempertahankan level bikarbonat 15-20

mEq/L, selain itu pemberian bikarbonat dapat mencegah osteodistropi dan mencegah penurunan

albumin, serta BMI. Tetapi penggunaan jangka panjang, khususnya juga pada pasien PGK tahap

4 dan 5 masih dalam perdebatan, sebab penggunaan kronik terapi bikarbonat berkaitan dengan

resiko hipertensi dan overload. 4,5

Peranan Hiperurisemia

Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kadar asam urat pada pasien PGK

menjadi faktor resiko progresivitas. Studi pada hewan, ditemukan peningkatan asam urat

berkaitan dengan peningkatan tekanan darah, fibrosis, dan lepasnya sitokin pro inflamasi, serta

pengaktifan sel T. Sehingga direkomendasi kontrol asam urat dengan allupurinol. 4,5

Peranan Dislipidemia

Pasien PGK berkaitan dengan abnormalitas kadar lipid seperti peningkatan trigliserida,

LDL dan very low LDL (vLDL), serta penurunan HDL. Pada studi MDRD didapatkan faktor

independen penurunan HDL sebagai faktor progresivitas PGK. Pada studi meta-analisis

ditemukan bahwa terapi statin terkait dengan 49% reduksi albumin urin. Tetapi beberapa studi

lain menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna dengan terapi statin terhadap kejadian

kematian akibat penyakit kardiovaskular, nonfatal infark miokard dan nonfatal stroke. 4,5

Rekomendasi yang dianjurkan dalam penanganan dislipidemia adalah penanganan aktif

diet dan terapi penurunan lipid pada sejak dini tahap PGK dengan target LDL < 100 mg/dL. 4,5

Page 8: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

8

Peranan Terapi Antiplatelet

Aspirin memiliki peran penting untuk menurunkan resiko kematian akibat infark

miokard, stroke dan penyakit vaskular lainnya pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.

Tetapi masih sedikit data mengenai kegunaan aspirin pada pasien PGK. Beberapa penelitian

menunjukkan manfaat pemberian aspirin dalam mencegah kematian akibat kardiovaskular,

dengan meningkatnya resiko perdarahan major. 4,5

Terapi lain dengan clopidogrel, dalam beberapa studi dapat menurunkan resiko

perdarahan dibandingkan aspirin. Tetapi pada studi CREDO, menunjukkan manfaat clopidogrel

tidak ditemukan pada PGK ringan dan sedang, dan resiko perdarahan yang sama. Studi

CHARISMA juga menunjukkan efek lebih merugikan dibandingkan dengan placebo pada

pasien diabetes nepropati. 4,5

Peranan Penanganan Masalah Anemia

Anemia pada pasien PGK umumnya disebabkan oleh produksi eritropoetin yang

berkurang (dianggap sebagai refleksi penurunan fungsi ginjal), dan berkurangnya survival sel

darah merah, serta defesiensi Fe fungsional. Secara defenisi anemia adalah Hb < 12 g/dL pada

laki-laki dan < 11 g/dL pada wanita. Anemia bisa timbul sebelum gejala uremik timbul.

Menurut NHANES III, prevalensi anemia dari 1% pada eGFR 60 mL/menit/1.73m2 sampai 9 %

pada eGFR 30 mL/menit/1.73m2, dan 33% - 67% pada eGFR 15 mL/menit/1.73m2. Anemia

dapat mengakibatkan penurunan fungsi kardiak, penurunan daya pikir dan ketajaman mental,

dan fatigue. 4,5

Target koreksi Hb yang direkomendasikan adalah 10-12 g/dL, dan tidak boleh lebih dari

13 g/dL. Koreksi dapat dilakukan dengan pemberian eritropoetin, suplemen besi, transfusi, atau

kombinasi. Beberapa studi terkait seperti TREAT memberikan rekomendasi bahwa tidak ada

efek target koreksi Hb pada penurunan fungsi ginjal kepada kejadian kardiovaskular, dan studi

CREATE menyatakan bahwa target Hb 13-15 g/dL berkaitan dengan inisiasi hemodialisis yang

lebih cepat dibandingkan target Hb 10,5-11,5 g/dL. 4,5

Peranan Penanganan Gangguan Mineral dan Tulang

Penyakit Ginjal Kronik mengganggu distribusi kalsium dan homeostasis fosfat. Hal ini

terkait dengan penurunan ekskresi ginjal pada fosfat dan berkurangnya peranan hidroksilasi oleh

ginjal dari 25-hydroxyvitamin D ke calcitriol. Umumnya calcitriol sirkulasi mulai terganggu

saat eGFR < 40 mL/menit/1.73m2. Efek dari hiperfostatemia dan hipokalsemia secara langsung

meningkatkan hormon PTH (Para Tiroid Hormone). Mekanisme meningkatnya PTH terbagi

dalam 5 mekanisme 8,9,10, yaitu :

Page 9: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

9

1. Hipokalsemia. Pada kelenjar PTH ditemukan CaSR (Calsium Sensing Receptor) yang

tinggi, sehingga perubahan konsentrasi kalsium secara langsung berkaitan dengan

hormon PTH.

2. Penurunan absorpsi calcitriol-regulated calcium di usus dan pelepasan kalsium di

tulang, yang keduanya mempromosi timbulnya hipokalsemia

3. Vitamin D menstimulasi absorpsi fosfat pada saluran cerna, dan penurunan produksi

vitamin D aktif sebagai respon adaptif meminimalkan hipofosfatemia

4. Efek Calcitriol pada VDR (Vitamin D receptor) pada kelenjar PTH yang mensupresi

transkripsi, tetapi tidak pada sekresi PTH vitamin D yang rendah secara langsung

meningkatkan produksi PTH akibat menggantikan efek normal supresif dari calcitriol.

5. Hiperfosfatemia menurunkan kadar ionized calcium, dan terkait dengan produksi

calcitriol, yang selanjutnya meningkatkan kadar PTH.

Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini :

Gambar 2. Patogenesis gangguan mineral tulang pada pasien Penyakit Ginjal Kronik

Diambil dari K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Bone Metabolism and Disease in Chronic

Kidney Disease

Jika hiperpartiroid tidak dikoreksi, akan muncul renal osteodystrophy, dengan gejala paling

sering kelemahan anggota gerak, fraktur, dan sakit pada otot atau tulang. Secara umum gelaja

gangguan mineral tulang dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini :

Page 10: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

10

Tabel 4. Gejala utama gangguan mineral tulang pada pasien PGK

Terapi gangguan mineral tulang umumnya secara farmakologik menggunakan phosphate

binders, analog vitamin D aktif, calcimimetic. 8,9,10

a. Phosphorus Restriction dan Phosphate Binders

Asupan fosfat yang direkomendasikan 800-10000 mg per hari. Obat pengikat fosfat yang

ada yaitu garam kalsium, sevelamer hydrochloride, lanthanum carbonate.

b. Calcium-based Phosphate Binders

Dapat meningkatkan balans positif kalsium, khususnya pada pasien dengan terapi vitamin

D, tetapi dapat meningkatkan resiko kalsifikasi vaskular dan penyakit arteri lainnya. Dosis

asupan direkomendasikan < 2000 mg per hari.

c. Non-calcium-containing phosphate binders

Sevelamer adalah suatu polimer kation yang mengikat fosfat melalui pertukaran ion dan

efektif dalam menurunkan kadar fosfat dan PTH.

Sedangkan lanthanum carbonate adalah suatu logam yang digunakan sebagai pengikat

fosfat, yang afinitasnya tinggi terhadap fosfor, tetapi tidak seperti garam alumunium yang

berakumulasi di tulang, dan tidak melewati sawar darah-otak.

d. Vitamin D derivatives

Vitamin D analog atau calcitriol dengan targer VDR pada kelenjar PTH, yang menurunkan

transkripsi PTH. Umumnya digunakan pada pasien yang telah menjalani dialisa ketika

serum immunoreaktif >300 pg/ml, serum kalsium koreksi <9,5 mg/dL, dan serum fosfat

<5,5 mg/dL.

e. Calcimimetics

Calcimimetics adalah agen yang meningkatkan sensivititas CaSR in kelenjar PTH kepada

kalsium. Contoh obat yang ada adalah cinacalcet.

Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini terapi gangguan mineral tulang pada

pasien PGK.

Page 11: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

11

Gambar 3 Pendekatan penanganan gangguan mineral tulang pada pasien PGK.

Diambil dari Kevin Martin, Esther Gonzales. J Am Soc Nephrol 2007

Dan terapi dibandingkan dengan target kadar PTH dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5. Target Hormon Paratiroid

Diambil dari Richard Lund, US Renal Disease 2007.

Terapi bedah diindikasi bila terapi medik gagal mencapai kontrol hiperparatiroid.

Umumnya jika kadar PTH ≥400-500 pg/ml menetap setelah dikoreksi dan adanya bukti

penyakit tulang yang progresif. Terapi bedah yang dilakukan adalah paratiroidektomi. Penyakit

tulang yang progresif seperti nyeri tulang hebat atau fraktur, pruritus hebat, dan kalsifilaksis.

Setelah terapi bedah pasien membutuhkan monitor dan suplemen kalsium dan calcitriol seumur

hidup, dengan kemungkinan relap sekitar 10%.

Peranan Olahraga

Olahraga yang disarankan pada pasien PGK adalah intensitas olahraga aerobic rendah

ke menengah, selama 3-4 kali per minggu. Olahraga aerobik yang diharapkan mencapai 50-60%

puncak frenkuensi jantung atau VO2PEAK sekitar 48%. Lama olahraga diperkirakan 10-20 menit

Page 12: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

12

setiap sesi (olahraga sesi singkat). Dan dapat dilakukan olahraga dengan penekanan pada

kekuatan, khususnya pada pasien dengan kelemahan pada otot atau performa fisik yang buruk

seperti sulit berjalan, sulit menaiki kursi atau bangkit dari kursi. Jenis olahraga yang

direkomendasikan adalah berjalan kaki. Dan diperlukan melewati tahap-tahap penting yaitu sesi

pemanasan dan sesi pendinginan sekitar 5-10 menit setelah olahraga. Untuk melatih kekuatan

dapat disarankan olahraga ‘yoga’11

MANAJEMEN PADA PASIEN PRE-DIALISIS SECARA UMUM

Prinsip yang dipegang dalam manajemen pre-dialisis adalah ‘to protect and to preserve’

mulai dari ketika pasien awal didiagnosis PGK. Sebab pasien penyakit ginjal kronik, dalam

menghadapi kemungkinan dialisis setelah diagnosa ditegakkan, akan menimbulkan stress yang

hebat, umumnya merasakan tidak berdaya dan tidak ada harapan. Secara umum konsep

manajemen integrasi pelayanan pasien pre-dialisis dapat dilihat dalam gambar 4 di bawah ini12 :

Gambar 4 . Konsep manajemen integrasi pelayanan pre-dialisis.

Diambil dari Y.W.J. Sijpkens et al dalam NDP Plus 2008

Dalam konsep ini akan melibatkan beberapa multidisiplin ilmu yang diantaranya dapat dilihat

dalam gambar 5 berikut ini :

Gambar 5. Pendekatan Multidisiplin dalam pelayanan pasien PGK pre-dialisis.

Diambil dari Y.W.J. Sijpkens et al dalam NDP Plus 2008

Page 13: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

13

Menurut Guideline British Columbia Medical Association dari Kanada tahun 2008, ada

beberapa tahap dalam manajemen pre-dialisis12, yaitu :

1. Identifikasi dan evaluasi pasien dengan resiko penyakit ginjal kronis

a. Preventif dan faktor resiko (prevention and risk factors)

b. Investigasi (investigation)

c. Diagnosa dan staging PGK (Diagnosis and staging of CKD)

d. Analisa penyebab PGK (Determining the cause of CKD)

e. Evaluasi hasil test abnormal (Evaluating patients with abnormal screening test)

f. Evaluasi dan manajemen PGK lebih lanjut (Flow diagram for evaluating and

managing suspected CKD)

2. Managemen pasien dengan diagnosa tegak PGK

a. Identifikasi target dan objektif manajemen (Identifying care objectives and

targets)

b. Pelatihan pasien mencapai target dan objektif (Practice points for goal setting)

c. Menyediakan bantuan untuk kemandirian pasien (Supporting patient self-

management)

d. Pelayanan menilai evaluasi objektif (Meeting care objectives)

Tahap 1 : Identifikasi dan evaluasi pasien dengan resiko penyakit ginjal kronis

Pada tahap ini pasien yang beresiko PGK baik yang memiliki resiko komorbid

(penyakit diabetes, hipertensi, penyakit kardiovaskular, riwayat keluarga dengan penyakit

ginjal), resiko diet, kehidupan sosial, demografik dan faktor kultural, dilakukan investigasi pada

kunjungan pelayanan kesehatan. Investigasi dilakukan dalam 1-2 tahun pada suatu populasi,

atau tergantung penyakit komorbid yang dialami pasien. Investigasi dapat berupa pemeriksaan

serum untuk perhitungan eGFR dan urinalisa (baik makroskopik dan mikroskopik, dan

albumin/creatinin ratio).

Jika hasil investigasi adalah normal maka pasien dievaluasi lebih lanjut, tetapi jika hasil

abnormal pasien harus dikonfirmasi apakah tegak atau tidak menderita PGK. Kemudian

dilakukan ‘staging’ untuk melihat potensial komplikasi yang terjadi sesuai ‘staging’ PGK. Hal

yang tidak bisa dilewatkan adalah menentukan penyebab PGK yang umumnya multifaktorial.

Informasi dapat diperoleh misalnya dengan pemeriksaan USG. Dengan demikian dapat

dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk konfirmasi faktor-faktor yang

terlibat, yang terkadang berbeda pada pasien PGK. Diharapkan dengan ditemukan hasil yang

abnormal dapat segera dilakukan koreksi baik secara farmakologik maupun non farmakologik.

Tahap 2 : Managemen pasien dengan diagnosa tegak PGK

Saat pasien telah tegak diagnosa PGK dengan faktor-faktor yang terkait, maka pasien

harus mendapatkan edukasi mengenai apakah yang harus dilakukannya (objektif) dan hasil yang

Page 14: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

14

diharapkan (target) dari pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadapnya. Misalnya pasien

secara teratur setiap kunjungan diukur tekanan darahnya dengan target tekanan darah optimal

<130/80 mmHg dengan atau tanpa pemberian obat antihipertensi (obat antihipertensi yang

direkomendasikan golongan ACEI/ARB). Pasien PGK juga perlu mendapatkan informasi

komplikasi apa yang didapatkan berdasarkan tahap PGK (tabel 6)

Tabel 6. Tahap PGK dan komplikasinya

Diambil guideline & protocols advisory committee British Columbia Medical Associatiion 2008

Pelayanan kesehatan juga harus mampu membantu pasien untuk dapat menjalankan

objektif yang dilakukannya sampai mencapai target yang diharapkan, seperti mengenali

olahraga, diet atau keadaan hidrasi dirinya sehingga mampu menekan proteinuria/albuminuria,

mengingat dan menghindari obat atau pengobatan yang berpotensi nefrotoksik, dll. Begitu juga

usaha untuk pasien bisa mandiri dalam mengelola objektif yang harus dilakukannya baik secara

psikis atau edukasi secara individu maupun grup/kelompok, misalnya membuat buku ‘log’,

mengadakan pertemuan antar pasien PGK, ceramah tentang modifikasi diet, terapi psikis untuk

stop merokok, dll. Dan hal yang tidak dapat terlewat adalah bagaimana pasien PGK bisa

memiliki register baik pencatatan dalam rekam medik mengenai objektif dan target yang telah

atau dipertahankan tercapai, hasil pemantauan laboratorium dan pemeriksaan penunjang

lainnya. Diharapkan dengan adanya register, maka pasien PGK dapat dipantau

perkembangannya. Contoh beberapa objektif dan target yang dapat dipakai sebagai panduan

pada pasien pada Tabel 7 :

Hal yang menjadi perhatian adalah semakin awal tahap PGK atau semakin dini

identifikasi faktor resiko yang paling berperan akan meningkatkan outcome dari tindakan

preventif, deteksi awal, dan terapi inisiasi dalam memperlambat progresivitas penyakit. (gambar

6

Page 15: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

15

Gambar 6. Progresivitas Penyakit Ginjal Kronik beserta Intervensinya

Diambil dari Greenberg: Primer on Kidney Disease, 5th edition

Proses skrining

Pada pasien sehat dapat dilakukan skrining apakah seseorang dalam resiko untuk PGK,

biasanya dilakukan dalam pemeriksaan laboratorium rutin seperti pemeriksaan serum kreatinin

untuk eGFR (estimate Glomerular Filtration Rate) dan pemeriksaan proteinuria (gambar 7).

Pada pasien dengan dengan eGFR < 60 mL/menit/1.73 m2 selama lebih dari 3 bulan sudah dapat

ditegakkan PGK, dan jika ditemukan proteinuria >300 mg/hari dapat ditegakkan kerusakan pada

glomerulus. Sehingga dengan pemeriksaan diatas pasien dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan

lebih lanjut seperti USG, biopsi, marker lainnya yang diperlukan untuk menemukan faktor

resiko terkait. Selain proteinuria dapat ditemukan juga albuminuria yang dibandingkan dengan

creatinin (A/C ratio) > 17 mg/g pada laki-laki atau >25 mg/g pada wanita, atau pemeriksaan

protein/creatinin (P/C) ratio > 200 mg/g. 5,12,13

Gambar 7. Evaluasi proteinuria pada skrining

Diambil dari Greenberg: Primer on Kidney Disease, 5th edition

Page 16: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

16

Tabel 7. Panduan Objektif dan Target yang dicapai Pasien PGK

Diambil guideline & protocols advisory committee British Columbia Medical Associatiion 2008

Page 17: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

17

Evaluasi

Saat pasien telah dapat ditegakkan PGK maka perlu dialkukan terapi secara dini, dengan

target dari evaluasi diantaranya5,12,13 :

1. Identifikasikan tahapan dari PGK

2. Dianogsis tipe dari PGK (berdasarkan patologi atau etiologi)

3. Deteksi penyebab yang reversibel

4. Identifikasi faktor resiko yang berkaitan dengan progresitivitas PGK

5. Identifikasi faktor resiko kardiovaskular

6. Identifikasi komplikasi akibat penurunan LFG

Dalam proses evaluasi dapat dimulai dengan anamnesis riwayat penyakit pasien dan

pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik perlu mendapat perhatian khusus adalah pemeriksaan

funduskopi, tekanan darah dan pemeriksaan vaskular. Lalu dapat dilanjutkan pemeriksaan

penunjang lain seperti pemeriksaan berkaitan dengan fungsi ginjal, fungsi endokrine yang

terkait, dan pemeriksaan imaging. Sedangkan pasien yang telah ditegakkan PGK tahap 3-5,

perlu mendapat perhatian khusus pada pemeriksaan anemia, serum kalsium, fosfat, albumin dan

hormon paratiroid, lipid profile, dan resistensi insulin. 5,12,13

Managemen Follow Up

Secara prinsip managemen terhadap pasien PGK5,12,13, yaitu :

1. Terapi penyebab khusus dari PGK

2. Terapi penyebab yang reversibel yang menyebabkan kerusakan ginjal atau penurunan

LFG

3. Terapi faktor progresivitas

4. Terapi komplikasi : sindrom uremik dan persiapan untuk terapi pengganti ginjal yang

adekuat

5. Terapi penyakit Kardiovaskular dan faktor resikonya

6. Menghindarkan pasien dari pengobatan yang nefrotoxic

Managemen pre-dialisis secara terpadu juga meliputi terapi perubahan perilaku terkait dengan

perubahan gaya hidup, kepatuhan kepada regimen pengobatan, kemandirian dalam pemeriksaan

tekanan darah, dan kepatuhan kepada perencanaan untuk ‘medical follow-up’. Dan hal yang

menjadi perhatian juga edukasi kepada pasien akan potensi terpapar kepada pengobatan yang

toksik kepada ginjal dan kewaspadaan terhadap pengobatan herbal atau alternatif yang secara

langsung bersifat nefrotoksik atau memerlukan penyesuaian dosis. 5,12,13

Dalam managemen pre-dialisis juga tidak terlepas dengan ahli atau konsultan nefrologi,

dimana pelayanan kesehatan harus mengetahui indikasi rujukan kepada konsultan nefrologi

(Tabel 8)

Page 18: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

18

Tabel 8. Indikasi Rujukan ke Nefrologis

Evaluation and management of CKD, as described in the National Kidney Foundation K/DOQI Clinical Action Plan (see Table 53-2)

GFR <30 mL/min/1.73 m2

Spot urine total protein-to-creatinine ratio >500-1000 mg/g

Increased risk for progression of kidney disease

GFR decline >30% within 4 mo without explanation

Hyperkalemia (serum potassium concentration >5.5 mEq/L) despite treatment

Resistant hypertension

Difficult-to-manage drug complications

Diambil dari Greenberg: Primer on Kidney Disease, 5th edition

PELAYANAN PRE-DIALISIS BERDASARKAN TAHAPAN PGK

Bila dilihat dari tahapan PGK akan berbeda pendekatan pelayanan kesehatan, misalnya

anjuran rekomendasi kontrol tahapan PGK untuk pemantauan (tabel 9)4,5

Tabel 9. Rekomendasi dan pemantauan berdasarkan tahapan PGK

Diambil dari Fogarty Damian, Taal Maarten. Brenner and Rector’s The Kidney, 9th edition

Tahap 1 dan 2

Umumnya pasien dengan PGK tahap 1 dan 2 adalah asimptomatik, biasanya dideteksi pada

pemeriksaan rutin saat kunjungan ke rumah sakit. Hal yang menjadi perhatian dalam

penanganan adalah identifikasi penyebab spesifik penyakit ginjal, merujuk ke konsultan

neprologi, terapi menurunkan resiko kardiovaskular. Perhatian khusus pada pasien dengan

Page 19: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

19

positif riwayat penyakit keluarga PGK dan penyakit polikistik 4,5. Pemeriksaan yang dilakukan

adalah :

1. Estimasi dari albumin atau ekskresi protein urin

2. Deteksi lebih lanjut bila ditemukan hematuria. Khususnya untuk menyingkirkan

kemungkinan penyebab urologik yang serius seperti kanker saluran kemih, dan

penyebab lain seperti myeloma, ANCA terkait vaskulitis, dan SLE.

3. USG

Pasien perlu dimonitor secara teratur untuk tekanan darah, eGFR, dan proteinuria.

Tahap 3

Tahap ini menjadi signifikan sebab komplikasi umumnya bermula saat LFG turun

dibawah 45 mL/menit/1.73 m2. Managemen tahap ini bertujuan untuk identifikasi faktor resiko

spesifik penyakit ginjal, koreksi penyebab yang reversibel disfungsi ginjal, mencegah atau

memperlambat progresivitas dari PGK, terapi resiko kardiovaskular, dan terapi komplikasi

PGK. Tahap ini biasanya dibagi 2 yaitu tahap 3A (LFG 45-59 mL/menit/1.73 m2) dan 3B (LFG

30-44 mL/menit/1.73 m2). Pada tahap ini selain monitor pada tahap 1 dan 2, juga dibutuhkan

monitor pada anemia dan kelainan mineral tulang, yang membutuhkan konsultan nefrologi

untuk terapi lebih lanjut. Umumnya monitor dilakukan minimal 6 bulan sekali atau tergantung

keadaan tertentu4,5.

Tahap 4

Pada tahap ini pasien pada resiko kumulatif kematian akibat penyakit kardiovaskular

dan progresivitas lanjut kepada penyakit ginjal tahap lanjut. Tahap ini menjadi penting dalam

usaha memperlambat pasien untuk memulai terapi pengganti ginjal selama mungkin, seiring

dengan terapi kardiovaskular. Umumnya dilakukan monitor secara teratur setiap 3-6 bulan

sekali4,5.

Bila LFG turun dibawah 20 mL/menit/1,73 m2, managemen fokus pada terapi pada

komplikasi PGK dan perencanaan untuk terapi pengganti ginjal. Diharapkan pasien yang

dipersiapkan untuk menjalani terapi pengganti ginjal memiliki outcome lebih baik, baik dalam

angka kematian dan kualitas hidup. Perencaan terapi ginjal meliputi aspek medik dan

psikososial. Aspek medik selain terapi diatas, juga persiapan akses vaskular, imunisasi hepatitis,

skrining HIV. Dan akses untuk rujukan mendapatkan terapi transplantasi ginjal. 4,5

Tahap 5

Pada tahap ini managemen difokuskan untuk mempertahankan fungsi kesehatan dan

fungsi sosial yang optimal untuk mendapatkan terapi pengganti ginjal yang tidak berkomplikasi.

Memang masih dalam perdebatan untuk waktu memulai terapi pengganti ginjal, ada pendapat

Page 20: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

20

yang menganut ‘early dialysis’ yaitu memulai dialisis pada LFG 10-14 mL/menit/1.73 m2, dan

‘late dialysis’ yaitu memulai dialisis pada LFG 5-7 mL/menit/1.73 m2. Dalam beberapa

penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan dalam hal angka harapan hidup dan kejadian

komplikasi ( seperti kematian akibat kardiovascular, infeksi, dan komplikasi dialisis). Sehingga

direkomendasikan untuk memulai dialisis pada LFG < 10 mL/menit/1.73 m2, jika tidak

ditemukan tanda signifikan sindrom uremik atau malnutrisi. Monitoring perlu dilakukan setiap

1-3 bulan sekali, dan terapi dilakukan secara optimal untuk mempertahankan kualitas hidup, dan

jika perlu rujukan ke sarana pelayanan kesehatan dengan pelayanan lebih lanjut. 4,5

Rangkuman dari pelayanan kesehatan berdasarkan tahapan PGK dapat dilihat pada tabel

11 dibawah ini.

Tabel 11. Ringkasan Pelayanan Pre-Dialisis berdasarkan tahapan PGK.

Pemeriksaan Stage 1 dan 2 Stage 3a Stage 3b Stage 4 Stage 5 Perkiraan LFG ≥ 60

mL/min/1.73 m2 + mikroalbuminuria atau hematuria atau kerusakan struktural ginjal

45-59 mL/min/1.73 m2

30-44 mL/min/1.73 m2

15-29 mL/min/1.73 m2

<15 mL/min/1.73 m2

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan berkala elektrolit dan perkiraan LFG Pemeriksaan berkala urine ACR (Albumin creatinin ratio) atau pemeriksaan proteinuria Pemeriksaan Hb dan profil mineral dan tulang Gula darah, lipid dan HbA1C

Periksa elektrolit dan perkiraan LFG satu minggu setelah pemakaian baru atau dosis tinggi ACEI atau ARB, atau pemeriksaan elektrolit/perkiraan LFG, mineral-tulang, dan profil anemia per 3-6 bulan, tergantung penurunan LFG

Target Tekanan Darah

TD target < 130/80 mmHg dengan proteinuria TD target <140/90 mmHg tanpa proteinuria jika tidak ada klinis atau bukti radiologik dari penyakit renovaskular atheromatosa atau episode AKI sebelumnya

Resiko dari AKI meningkat pada pasien usia tua (>75 tahun), dengan gagal jantung kronis, atau pada ARVD; 140/90 mmHg lebih optimal pada pasien ini.

Obat antihipertensi

ACEI atau ARB jika urin albumin creatinin ratio ≥ 300 mg/g (≥30 mg/g pada pasien dengan diabetes) Kebanyakan pasien memerlukan dua sampai empat obat antihipertensi untuk mencapai target, dalam kombinasi ACEI atau ARB dengan obat seperti : diuretik (semua kelas), CCB, dan beta-bloker Penggunaan dua penghambat RAAS atau spironolaktone dapat membantu menurunkan proteinuria, tetapi perlu pemantauan LFG dan Kalium

Diuretik loop sekarang perlu digunakan untuk koreksi tekanan darah dan edema

Preventif kardiovaskular

Statin jika risiko kardiovaskular ≥20 % per 10

Statin untuk semua pasien

Baik keuntungan dan resiko perdarahan dari aspirin

Page 21: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

21

tahun Dipertimbangkan aspirin 75 mg/hari jika tidak ada kontraindikasi HbA1C < 7.0% bila tidak ada resiko hipoglikemia berat

Pertimbangkan aspirin

meningkat seiring penurunan LFG

Komplikasi tulang dan anemia

Ketika level PTH meningkat, diperlukan memulai restriksi fosfat dan terapi vitamin D atau analog Jika anemia tidak sesuai dengan LFG, cari dan terapi keluarnya anemia dari saluran gastrointestinal

Iron IV sebelum ESA jika Hb < 10 g/dL Pertahankan target Hb 11-12 g/dL

Manajemen prilaku dan nutrisi

Smoking cessation Olahraga sedang untuk 30-60 menit/hari 4-7 hari/minggu Berat badan dengan BMI < 25 kg/m2 Pengurangan intake garam per DASH sampai <5 g/hari

Batasi diet kalium Timbang berat badan dan analisa overload volume, anoreksia, fungsi fisik

Langkah spesifik perencanaan RRT

Edukasi tentang manajemen konservatif dan progresivitas, target TD, pengobatan spesifik penyakit ginjal Vaksinasi hepatitis B

Edukasi tipe RRT dan terapi paliatif jika PGK progresif atau resiko tinggi progresif Vaksinasi Hepatitis B

Memasang AVF Kateter peritoneal dialisis Masuk daftar transplantasi ginjal

Rujukan ke nefrologis

LFG menurun ≥ 5 mL/min/1.73 m2 dalam 1 tahun atau ≥10 mL/min/1.73 m2 selama 5 tahun Proteinuria (level urine >0,5 g/hari; ACR > 300mg/g atau >30 mg/mmol)

Rujuk jika pasien dalam kondisi sakit terminal

Diambil dan diterjemahkan dari Fogarty Damian, Taal Maarten. A Stepped Care Approach to the Management of Chronic Kidney Disease. Brenner and Rector’s The Kidney, 9th edition

PENUTUP

Dalam penanganan pre-dialisis pada pasien PGK memerlukan suatu tim yang

melibatkan berbagai multidisiplin ilmu. Penanganan pasien yang optimal dimulai dengan

manajemen secara dini pasien PGK. Manajemen meliputi edukasi/lifestyle modification,

olahraga, nutrisi, dan medikamentosa, serta pemantauan secara rutin progrosivitas PGK. Hal ini

memerlukan kerjasama baik pasien dan tim pelayanan kesehatan.

Pasien yang terpantau secara rutin dan patuh pada instruksi pelayanan kesehatan dan

mencapai target dari pelayanan pre-dialisis diharapkan pasien dapat menunda tindakan

dialisisnya.

Page 22: Manajemen Pre Dialisis Penyakit Ginjal Kronik

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Sijpkens Yvo, Berkhout-Byrne Noeleen, Rabelink Ton. Optimal predialysis care. NDT plus

(2008) I [suppl4]:iv7-iv13, doi: 10.093/ndtplus/sfnl 17. Oxford University Press 2008.

2. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternalPublishing

Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam, cetakan pertama November 2009;hal. 1035-1040.

3. Mitra Prabir, Bradley John. Chronic kidney disease in primary care. Journal of the royal

society of medicine; vol 100, Jan 2007;100:40-45.

4. Fogarty Damian, Taal Maarten. A Stepped Care Approach to the Management of Chronic

Kidney Disease. Brenner and Rector’s The Kidney, 9th edition. Elsevier Saunders copyright

2012; p. 2205-2239.

5. Taal Maarteen. Slowing the Progression of Chronic Kidney Disease. Current Diagnosis and

Treatment Nephrology and Hypertension. McGraw-Hill Comp. Inc 2009;p. 201-210.

6. Khosla Uday, Mitch William. Dietary Protein Restriction in the Management of Chronic

Kidney Disease. European Renal Disease 2007. Download dari

www.touchbriefings.com/pdf/3021/khosla.pdf. date April 5th, 2012.

7. Guidelines for the management of nutrition. Indian Journal of Neprology 2005;15, supp 1:

S42-S46

8. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Bone Metabolism and Disease in Chronic Kidney

Disease. National Kidney Foundation Inc, 2003. Download :

www.kidney.org/professionals/kdoqi/ guidelines_bone/ background.htm , Date : June 18th,

2012.

9. Lund Richard. Secondary Hyperparathyroidism-An Overviem. US Renal Disease 2007.

Download : www.touchbriefings.com/pdf/2968/lund.pdf. date: April 5th, 2012.

10. Martin Kevin, Gonzales Esther. Disease of the month : Metabolic Bone Disease in Chronic

Kidney Disease. J Am Soc Nephrol 18: 875-885. 2007 doi: 10.1681/ASN.2006070771

11. Johansen Kirsten. Exercise and Chronic Kidney Disease. Sport Medicine 2005:35(6):485-

499.

12. Stevens Lesley, Stoycheff Nicholas, Levey Andrew. Staging and Management of Chronic

Kidney Disease. Greenberg : Primer on Kidney Disease, 5th edition. 2010 Elsevier's Rights

Department. Download mk : @MSITStore : PRIMER.chm/ chapter/ 01_arhives /book.htm;

April 29, 2012.

13. Guidelines and Protocols : Advisory Committee, Chronic Kidney Disease : Identification,

Evaluation and Management of Patients. September 15, 2008. Download from :

www.BCGuideline.ca, date : April 4th, 2012.