MANAJEMEN PENDIDIKAN
-
Upload
ahmadminwar -
Category
Documents
-
view
43 -
download
9
description
Transcript of MANAJEMEN PENDIDIKAN
MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DAN RENCANA
PENGEMBANGAN SEKOLAH (RPS)
Diajukan sebagai syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen
pendidikan
Dosen Pembimbing :Dra.Romlah, M.Pd.I
Kelompok 4
Ade Lenty hoya 1411090159
Endang Septriana 1411090175
Jamila 1411090189
Lusi Aprina 1411090198
Yesilia Kartina 1411090151
Kelas : Fisika D
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
2016
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Segala puji bagi Allah SWT dzat yang telah menciptakan manusia dengan
sempurna, sehingga dengan segenap akal dan pikiran sebagai anugrah dari-Nya.
Penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah dalam bentuk makalah yang berjudul
“MBS DAN RPS” ini, walaupun masih dengan berbagai kesalahan dari beberapa
sudut, dan serta merupakan salah satu untuk memenuhi tugas perkuliahan.
Panjatan do’a, shalawat dan salam sejahtera kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta para pengikut yang setia beliau
yang telah mewariskan syari’at Islam kepada makhluk ciptaan Allah.
Untuk itu, penulis menghaturkan banyak terimakasih yang sedalam-
dalamnya dan penghargaan yang tidak terhingga. Dengan iringan do’a semoga
Allah senantiasa memberikan Rahmat-Nya dan memberikan balasan yang
setimpal kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini. Akhirnya, keterbatasan waktu dan kemampuan penulis yang jauh
dari sempurna, maka untuk itu kritik dan saran dari pembaca penulis harapkan dan
semoga makalah ini bermanfaat. Amin …
Bandar Lampung, 16 Maret 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………….............. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………........... ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………......................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang …………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan masalah ……………………………………………………...... 2
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………....... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prakondisi MBS…………………………………………………............ 3
2.2 Pelaksanaan Managemen Berbasis Sekolah……............................…....... 6
2.3 Fungsi jajaran birokrasi Managemen Berbasis Sekolah…………………10
2.4 Monitoring dan Evaluasi ………………………...................................…11
2.5 Tonggak- tonggak Kunci Keberhasilan MBS ………………...…………14
2.6 Pengertian Dan pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)….14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan …………………………………………………….............. 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pendekatan pemberdayaan
sekolah dalam mengelola institusinya, telah dilakukan Depdiknas. Baik sebelum
otonomi daerah maupun sesudah otonomi daerah. Pada era otonomi daerah
muncul program pemberdayaan sekolah melalui Manajemen Berbasis Sekolah (
M B S ). MBS akan terlaksana apabila didukung oleh sumber daya manusia (
SDM ) yang memiliki kemampuan, integritas dan kemauan yang tinggi. Salah
satu unsur SDM dimaksud adalah guru, di mana guru merupakan faktor kunci
keberhasilan peningkatan mutu pendidikan karena sebagai pengelola proses
belajar mengajar bagi siswa.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan
nasional khususnya pendidikan dasaar dan menengah pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan
kompetensi guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan
prasarana pendidikan, dan pewningkatan mutu manajemen sekolah. Namun
berbagai indikator mewujudkan bahwa, mutu pendidikan masih belum meningkat
secara signifikan. Sebagian kecil saja sekolah menunjukkan peningkatan mutu
pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian besar lainnya masih
memprihatinkan.
Dari berbagai pengamatan dan analisis, ada tiga hal pokok yang
menyebabkan mutu pendidikan kita tidak mengalami peningkatan secara
signifikan. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional
menggunakan pendekatan yang menganggap bahwa apabila semua komponen
pendidikan seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan
sarana serta prasarana pendidikan lainya terpenuhi, maka hasil pendidikan yang
dikehendaki yaitu mutu pendidikan secara otomatis akan terwujud. Dan yang
terjadi tidak demikian, karena hanya memusatkan pada masalah pendidikan dan
tidak memperhatikan proses pendidikannya.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik-
sentralistik sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan
sangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat
panjang dan kadang-kadang kebijakan ayang dikeluarkan tidak sesuai dengan
kondisi setempat. Lebih parah lagi jika sekolah sendiri pasif dalam arti tidak
punya kreativitas.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi masyarakat
pada umumnya lebih banyak bersifat dukungan dana, bukan pada proses
pendidikan.Sekolah tidak mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan
pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa, sebagai salah satu
unsur yang berkepentingan dengan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini ialah sebagai berikut :
1) Bagaimana prakondisi Managemen Berbasis Sekolah ?
2) Bagaimana pelaksanaan Managemen Berbasis Sekolah ?
3) Apa saja fungsi jajaran birokrasi Managemen Berbasis Sekolah?
4) Bagaimana monitoring dan evaluasi Managemen Berbasis Sekolah ?
5) Apa saja tonggak- tonggak kunci keberhasilan Managemen Berbasis Sekolah ?
C. Tujuan Makalah
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penulis dapat
menyimpulkan tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1) Prakondisi Managemen Berbasis Sekolah
2) Pelaksanaan Managemen Berbasis Sekolah
3) Fungsi jajaran birokrasi Managemen Berbasis Sekolah
4) Monitoring dan evaluasi Managemen Berbasis Sekolah
5) Tonggak- tonggak kunci keberhasilan Managemen Berbasis Sekolah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prakondisi Managemen Berbasis Sekolah
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
adalah masih rendahnya mutu pendidikan dari sebagian sekolah khususnya
sekolah dasar dan menengah di pedesaan, misalnya di pedalaman dan di
perbatasan. Berbagai upaya telah dan sedang dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional, misalnya pengembangan delapan standar nasional
pendidikan, alokasi dana pendidikan minimal 20% APBN dan APBD, sertifikasi
pendidik beserta tunjangan profesinya, penerapan ujian nasional, peningkatan
partisipasi masyarakat dalam pendidikan, dan sejumlah terobosan baru
berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Namun demikian, mutu pendidikan nasional belum merata di seluruh
tanah air. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, secara umum, menunjukkan
peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, sebaliknya sebagian
lainnya khususnya di pedesaan, masih memprihatinkan. Jadi, kesenjangan mutu
pendidikan nasional masih cukup lebar.
Berdasarkan kenyataan ini, berbagai pihak mempertanyakan: apa penyebab
kesenjangan mutu pendidikan nasional yang masih lebar ini? Tentu saja
jawabannya adalah banyak faktor yang menyebabkan lebarnya kesenjangan mutu
pendidikan nasional, tiga diantaranya adalah: (1) penerapan pendekatan sistem
secara parsial, (2) belum maksimalnya penerapan MBS, dan (3) rendahnya
partisipasi warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan sekolah.
Faktor pertama, penerapan pendekatan sistem dalam penyelenggaraan
pendidikan di sekolah sering dilaksanakan secara parsial. Sekolah sebagai sistem
terdiri dari konteks, input, proses, output, dan outcome. Dalam kenyataannya,
pengembangan sekolah sering difokuskan pada input saja (guru, kurikulum,
sarana dan prasarana, dana, dsb.), proses saja (proses belajar mengajar, penilaian
hasil belajar, kepemimpinan sekolah, dsb.), atau output saja (nilai ujian nasional,
perlombaan karya ilmiah, dsb.). Padahal, penyelenggaraan sekolah sebagai sistem
harus dilakukan secara utuh, tidak parsial, apalagi parosial. Artinya,
pengembangan sekolah secara sistem harus mencakup seluruh komponen sekolah
secara utuh mulai dari konteks, input, proses, output, hingga sampai outcome.
Faktor kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilakukan secara
birokratik-sentralistik telah menempatkan sekolah sebagai subordinasi yang
sangat tergantung pada keputusan birokrasi diatasnya yang mempunyai jalur yang
sangat panjang dan kadang-kadang kebijakan yang diberlakukan kurang sesuai
dengan kondisi sekolah setempat. Karena sekolah lebih merupakan subordinasi
dari birokrasi di atasnya, maka mereka kehilangan kemandiriannya, terpasung
kreatifitasnya/inisiatifnya, rendah keluwesannya, rendah motivasinya, dan rendah
keberanian moralnya untuk melakukan hal-hal baru yang diperlukan untuk
memajukan sekolahnya.
Faktor ketiga, peranserta warga sekolah khususnya guru, karyawan dan siswa
serta peranserta masyarakat khususnya orangtua siswa dalam penyelenggaraan
sekolah selama ini belum optimal. Partisipasi guru dalam pengambilan keputusan
sering diabaikan, padahal terjadi atau tidaknya perubahan di sekolah sangat
tergantung pada guru. Dikenalkan pembaruan apapun jika guru tidak berubah,
maka tidak akan terjadi perubahan di sekolah tersebut. Partisipasi masyarakat
selama ini pada umumnya sebatas pada dukungan dana, sedang dukungan-
dukungan lain seperti pemikiran, moral, pisik, dan material belum optimal.
Padahal, kesuksesan sekolah sangat memerlukan teamwork yang kompak, cerdas,
dinamis, harmonis, dan lincah. Hal ini hanya akan terjadi apabila pertisipasi warga
sekolah dan masyarakat maksimal. Partisipasi maksimal akan mampu
meningkatkan rasa kepemilikan terhadap sekolah dan rasa kepemilikan akan
meningkatkan dedikasi warga sekolah dan masyarakat terhadap sekolah.
Berdasarkan ketiga faktor tersebut, tentu saja perlu dilakukan upaya-upaya
penyampurnaan, salah satunya adalah mempertegas konsep dasar MBS dan
memperkuat pelaksanaannya. Oleh karena itu, pembahasan MBS selanjutnya akan
difokuskan pada: (1) landasan yuridis, (2) asumsi-asumsi diterapkannya MBS, (3)
prakondisi yang diperlukan dalam penyelenggaraan MBS, (4) konsep dasar MBS
yang meliputi: pola baru manajemen pendidikan masa depan, arti, tujuan,
karakteristik MBS, dan urusan-urusan yang didesentralisasikan ke sekolah, dan
(5) pelaksanaan MBS.
Sekolah adalah satu dari Tripusat pendidikanyang dituntut untuk mampu
menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah ia
mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu system organisasi, dimana terdapat
sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang
dikenal sebagai tujuan instruktsional.
MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis
sekolah, managemen mandiri sekolah, dan bahkan juga dikenal dengan school site
management atau managemen yang bermakas di sekolah. Istilah- istilah tersebut
memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun,
nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dpat
menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan managemen sekolahnya, khususnya
dalam penggunaan 3M, yakni Man, Money, and Material.1
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini dib2erikan tidak lain
dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena
itu, maka direktoratpembinaan SMP menamakan MBS sebagai Managemen
1 E.Mulyasa. Manajemen Berbasis Sekolah. (Bandung: PT.Remaja Rosda, 2004).hlm 11
2. Anonim.Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). (Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama, Ditjen Mandikdasmen. Depdiknas rujukan utama
dari materi pelatihan ini.2007).hlm 25
Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah(MPMBS).Istilah managemen sekolah
seringkali diartikan sama dengan istilah administrasi sekolah atau pengelolaan,
yaitu segala usaha bersama untuk mendaya gunakan sumber-sumber, baik
personal maupun material secaraefektif dan efienguna menujang tercapainya
tuujuan pendidikan di sekolah secara optimal.
2.2 Pelaksanaan Managemen Berbasis Sekolah
1. Rasional
Pelaksanaan MBS disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan tiap-tiap
sekolah. Ada empat hal pokok yang memerlukan perubahan dalam melaksanakan
MBS:
a) Peraturan perundang-undangan yang menetapkan sekolah bersifat otonom.
b) Kebiasaan berperilaku unsur-unsur sekolah perlu disesuaikan dengan
tuntutan MBS.
c) Peran sekolah menjadi sekolah yang mandiri dan bermotivasi diri tinggi.
d) Struktur organisasi pendidikan perlu di tata kembali sesuai dengan
tuntutan kebutuhan.2
2. Tahap-tahap pelaksanaan MBS
a. Sosialisasi.
Sekolah mensosialisasikan konsep MBS kepada seluruh warga sekolah dan
masyarakatmelalui berbagai kegiatan antara lain seminar, lokakarya, diskusi, rapat
kerja. Kegiatan mensosialisasi MBS dapat dilakukan dengan cara :
Melakukan identifikasi dan mengenalkan sistem, budaya, dan sumber daya yang
diperlukan untuk menyelenggarakan MBS.
1) Membuat komitmen secara rinci jika terjadi perubahan sistem, budaya, dan
sumber daya yang cukup mendasar.
2) Mengklarifikasikan visi,misi dan tujuan, sasaran rencana, dan program-program
penyelenggaraan MBS.
3) Memberikan penjelasan secara rinci mengapa diperlukan manajemen berbasis
sekolah.
4) Mendorong sistem, budaya, dan sumber daya manusia yang mendukung
penerapan MBS dan memberi penghargaan kepada warga sekolah yang
menerapkannya.
5) Mengarahkan proses perubahan agar sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran,
rencana, dan program-program sekolah.
3. Identifikasi Tatangan sekolah
Sekolah mengidentifikasi tantangan yang dihadapi oleh sekolah.
Tantangan adalah selisih antara hasil yang diharapkan di masa yang akan datang,
contoh hasil prestasi akademik dan non akademik . Tantangan sekolah bersumber
dari hasil sekolah yang dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu kualiatas,
produktivitas, efektivitas, dan efisien.
4. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Sekolah.
V i s i
Setiap sekolah memiliki visi yang berisi tentang :
a. Wawasan yang menjadi sumber arahan bagi sekolah dan digunakan untuk
memandu perumusan misi sekolah.
b. Pandangan jauh ke depan kemana sekolah akan di bawa.
c. Gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah agar sekolah yang
bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Visi sekolah harus mengacu kebijakan pendidikan nasional tetapi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik yang dilayani. Oleh karena itu, visi suatu sekolah
tak harus sama dengan sekolah lainsepanjang tidak keluar dari ketentuan nasional
yaitu tujuan pendidikan nasional. Visi sebaiknya dilengkapi dengan indikator
sebagai penjelasan apa yang dimaksudkan oleh visi tersebut agar tidak
menimbulkan aneka tafsir. Misalnya Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan
taqwa.
M i s i
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi tersebut. Dalam
merumuskan misi harus mempertimbangkan tugas pokok sekolah dan aspirasi
semua warga sekolah yang terkait. Misi adalah bentuk layanan untuk memenuhi
tuntutan yang dituangkan dalam visi dengan berbagai indikatornya. Contoh Visi
sekolah ” Unggul dalam prestasi berdasarkan iman dan taqwa dapat merumuskan
misi sebagai berikut :
1. Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, bagi siswa
sesuai potensi masing- masing.
2. Menumbuhkan semangat keunggulan kepada seluruh warga sekolah.
3. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya,
sehingga dapat dikembangkan secara optimal.
4. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yanga dianut dan juga
budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
T u j u a n
Tujuan adalah apa yang akan dicapai dihasilkan oleh sekolah yang
bersangkutan dan kapan tujuan tersebut akan dicapai. Tujuan pada dasarnya
merupakan tahapan wujud sekolah menuju visi yang telah ditetapkan.
S a s a r a n
Sasaran adalah penjabaran tujuan : yaitu suatu yang akan
dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat dibanading
tujuan sekolah. Rumusan sasaran harus selalu mengandung peningkatan baik
peningkatan kualitas, efektivitas, produktivitas, maupun efisiensi.Sasaran harus
dibuat spesifik, terukur jelas kriterianya dan disertai indikator-indikator yang
rinci, dan mengacu pada visi, misi, dan tujuan sekolah.
5. Identifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan.
Fungsi-fungsi yanag digunakan untuk mencapai sasaran dan yang masih perlu
tingkat kesiapannya, antara lain fungsi proses belajar mengajar, pengembangan
kurikulum perencanaan dan evaluasi, ketenagaan, fungsi keuangan, fungsi
pelayanan kesiswaan, pengembangan iklim akademik sekolah, fungsi hubungan
sekolah masyarakat, dan fungsi pengembangan fasilitas.
6. Analisis SWOT
Analisis SWOT ( Strenht, Weakness, Opprtunity, Threat ) dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesiapan setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan, analisis SWOT dilakukan terhadap
keseluruhan faktor dalam setiap fungsi, baik faktor yang tergolong internal
maupun eksternal. Fungsi yang memadai sebagai kekuatan dan fungsi yang
kurang dinyatakan sebagai kelemahan, untuk factor internal dan ancaman.
7. Alternatif Pemecahan Masalah
Tindakan tersebut merupakan upaya untuk mengatasi kelemahan maupun
ancaman, agar menjadi kekuatan atau peluang, yakni dengan memanfaatkan faktor
lain yang menjadi kekuatan atau peluang.
8. Rencana dan Program Sekolah
Rencana harus menjelaskan secara detail aspek-aspek yang ingin dicapai, kegiatan
yang harus dilakukan siapa, kapan dan dimana dilaksanakan, serta biaya yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Program adalah bentuk
dukumen untuk menggambarkan langkah dalam mewujudkan keterpaduan dlam
pelaksanaan.
9. Implementasi Rencana dan Program Sekolah
Dalam kaitannya dengan implementasi Rencana dan Program sekolah kepala
sekolah dan guru hendaknya mendayagunakan sumberdaya pendidikan yang
tersedia semaksimal mungkin semata-mata untuk kualitas pembelajaran.
10. Evaluasi Pelaksanaan
Sekolah harus melakukan evaluasi pelaksanaan program, baik jangka pendek (
akhir semester ), jangka menengah ( satu tahun ), jangka panjang uantuk
mengetahui seberapa jauh program sekolah memenuhi tuntutan pasar. Hasil
evaluasi dibuat laporan meliputi laporan teknis yang menyangkut program
pelaksanaan dan hasil MBS dan laporan keuangan tentang penggunaan uang serta
pertanggungjawabannya.
11. Sasaran Baru
Hasil evaluasi untuk menentukan sasaran baru untuk tahun yang akan datang.
Setelah sasaran baru ditetapkan, kemudian dilakukan analisis SWOT untuk
mengetahui tingkat kesiapan masing-masing fungsi dalam sekolah.
2.3 Fungsi jajaran birokrasi Managemen Berbasis Sekolah
Tugas dan fungsi sekolah adalah mengelola penyelenggaraan MBS di
sekolah masing-masing. Mengingat sekolah merupakan unit terdepan dalam
penyelenggaraan MBS, maka sekolah menjalankan tugas dan fungsi sebagai
berikut
:
1. Menyusun rencana dan program pelaksanaan MBS dengan melibatkan semua
unsur sekolah
2. Mengkoordinasikan dan menyerasikan segala sumberdaya yang ada di sekolah
dan diluar sekolah untuk mencapai sasaran MBS yang telah ditetapkan.
3. Melaksanakan MBS secara efektif dan efisien
4. Melaksanakan pengawasan dan bimbingan dalam pelaksanaan MBS untuk
mencapai
sasaran MBS
5. Pada setiap akhir tahun ajaran melakukan evaluasi untuk menilai tingkat
ketercapaian
sasaran program MBS yang telah ditetapkan guna untuk menentukan sasaran
baru pro-gram MBS tahun-tahun berikutnya.
6. Menyusun laporan-laporan program MBS secara lengkap
7. Mempertanggungjawabkan hasil penyelenggaraan MBS kepada semua pihak
yang berkepentingan.
2.4 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (ME) merupakan bagian integral dari pengelolaan
pendidikan, baik di tingkat mikro (sekolah), meso (dinas pendidikan
kabupaten/kota, dinas pendidikan provinsi), maupun makro
(kementerian).Monitoring adalah suatu proses pemantauan untuk mendapatkan
informasi tentang pelaksanaan MBS. Jadi, fokus monitoring adalah pemantauan
pada pelaksanaan MBS, bukan pada hasilnya. Tepatnya, fokus monitoring adalah
pada komponen proses MBS, baik menyangkut proses pengambilan keputusan,
pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, maupun pengelolaan proses
belajar mengajar. Sedang evaluasi merupakan suatu proses untuk mendapatkan
informasi tentang hasil MBS. Jadi, fokus evaluasi adalah pada hasil MBS.
Informasi hasil ini kemudian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan.
ME pada MBS bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan. Hasil monitoring dapat digunakan untuk memberi
masukan (umpan balik) bagi perbaikan pelaksanaan MBS. Sedang hasil evaluasi
dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk memberi masukan
terhadap keseluruhan komponen MBS, baik pada konteks, input, proses, output,
maupun outcomenya. Masukan-masukan dari hasil monitoring dan evaluasi akan
digunakan untuk pengambilan keputusan.
MBS sebagai sistem, memiliki komponen-komponen yang saling terkait
secara sistematis satu sama lain, yaitu konteks, input, proses, output, dan outcome.
Konteks adalah eksternalitas sekolah berupa demand and support(permintaan dan
dukungan) yang berpengaruh pada input sekolah. Dalam istilah lain, konteks sama
artinya dengan istilah kebutuhan. Dengan demikian, evaluasi konteks berarti
evaluasi tentang kebutuhan. Alat yang tepat untuk melakukan evaluasi konteks
adalah penilaian kebutuhan (needs assessment).
Input adalah segala “sesuatu” yang harus tersedia dan siap karena
dibutuhkan untuk berlangsungnya proses.Secara garis besar, input dapat
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu harapan, sumberdaya, dan input manajemen.
Harapan-harapan terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran. Proses adalah berubahnya
sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam MBS sebagai sistem, proses terdiri dari:
proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, proses evaluasi sekolah, dan
proses akuntabilitas. Dengan demikian, fokus evaluasi pada proses adalah
pemantauan (monitoring) implementasi MBS, sehingga dapat ditemukan
informasi tentang konsistensi atau inkonsistensi antara rancangan/disain MBS
semula dengan proses implementasi yang sebenarnya.
Output adalah hasil nyata dari pelaksanaan MBS. Hasil nyata yang dimaksud
dapat berupa prestasi akademik (academic achievement), misalnya, nilai NUN,
dan peringkat lomba karya tulis, maupun prestasi non-akademik (non-academic
achievement), misalnya, IMTAQ, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi olahraga,
kesenian, dan kerajinan. Fokus evaluasi pada output adalah mengevaluasi
sejauhmana sasaran (immediate objectives) yang diharapkan (kualitas, kuantitas,
waktu) telah dicapai oleh MBS. Dengan kata lain, sejauhmana “hasil nyata sesaat”
sesuai dengan “hasil/sasaran yang diharapkan”.
Outcome adalah hasil MBS jangka panjang, yang berbeda dengan output yang
hanya mengukur hasil MBS sesaat/jangka pendek. Karena itu, fokus evaluasi
outcome adalah pada dampak MBS jangka panjang, baik dampak individual
(siswa), institusional (sekolah), dan sosial (masyarakat).
Selain memonitor dan mengevaluasi komponen-komponen konteks, input, proses, output,
dan outcome sekolah, yang tidak kalah penting untuk dimonitor dan dievaluasi adalah
pelaksanaan prinsip-prinsip MBS yang baik (tata pengelolaan yang baik), seperti disebut
sebelumnya yaitu meliputi: partisipasi, transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas, wawasan
ke depan, penegakan hukum, keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme,
efektivitas dan efisiensi, dan kepastian jaminan hukum. Setiap tata pengelolaan harus
dievaluasi apakah sebelum dan sesudah MBS ada perubahan tata pengelolaan
sekolah.Berikut adalah visualisasi ME pada saat sebelum dan pada saat sesudah
melaksanakan MBS.
1. Jenis Monitoring dan Evaluasi: Internal dan Eksternal
Ada dua jenis monitoring dan evaluasi sekolah, yaitu internal dan
eksternal. Yang dimaksud monitoring dan evaluasi internal adalah monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh sekolah sendiri. Pada umumnya, pelaksana
monitoring dan evaluasi internal adalah warga sekolah sendiri yaitu kepala
sekolah, guru, siswa, orangtua siswa, guru bimbingan dan penyuluhan, dan warga
sekolah lainnya.
Tujuan utama monitoring dan evaluasi internal sekolah adalah untuk
mengetahui tingkat kemajuan dirinya sendiri (sekolah) sehubungan dengan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan. Sedang yang dimaksud monitoring dan
evaluasi eksternal adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh pihak
eksternal sekolah (external institution), misalnya Dinas Pendidikan, Pengawas,
dan Perguruan tinggi, atau gabungan dari ketiganya. Hasil monitoring dan
evaluasi eksternal dapat digunakan untuk: rewards system terhadap individu
sekolah, meningkatkan iklim kompetisi antar sekolah, kepentingan akuntabilitas
publik, memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan membantu sekolah
dalam mengembangkan dirinya.
2.5 Tonggak- tonggak Kunci Keberhasilan MBS
1. untuk mengetahui keberhasilan pelaksanaan MBS harus melihat
jeli keadaan sekolah sebelum penerapan MBS
2. Setelah menerapkan MBS pada tahapan waktu yg tertentu yang
telah direncanakan dalam program kerja pendek maupun panjang.
3. Hasil setelah penerapan MBSharus dibandingkan dengan sebelum
penerapan MBS
4. Untuk berhasil dengan baik pada dasarnya tidak dapat
meninggalkan yang namanya RPS.
Untuk mengevaluasi keberhasilan MBS, sekolah-sekolah yang melaksanakan
MBS harus membuat tonggak-tonggak kunci keberhasilan untuk kurun waktu
tertentu. Tonggak-tonggak kunci keberhasilan MBS merupakan target-target hasil
MBS yang akan dicapai dalam jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1
tahun). Target-target tersebut bersumber dari pemerataan kualitas pendidikan, dan
tata kelola sekolah yang baik (good governance) yang meliputi: partisipasi,
transparansi, tanggungjawab, akuntabilitas, wawasan kedepan, penegakan hukum,
keadilan, demokrasi, prediktif, kepekaan, profesionalisme, efektivitas dan
efisiensi, dan kepastian jaminan hukum. Sebaiknya, tonggak-tonggak kunci
keberhasilan dibuat tabuler yang terdiri dari program-program strategis dan
tonggak-tonggak kunci keberhasilan dari setiap program strategis.
2.6 Pengertian Dan pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan
sumberdaya yang tersedia. RPS adalah dokumen tentang gambaran kegiatan
sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah
yang telah ditetapkan.
Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan salah satu wujud dari
salah satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting yang harus dimiliki
sekolah. RPS berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan bagi para pelaku
sekolah dalam rangka menuju tujuan sekolah yang lebih baik (peningkatan,
pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian
masa depan.
Berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,
khususnya pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP), mulai sekarang setiap sekolah pada semua satuan,
jenis dan jenjang pendidikan termasuk SMP harus memenuhi SNP tersebut. Salah
satu upaya untuk mencapai SNP, setiap sekolah wajib membuat RPS.
RPS wajib dibuat oleh semua sekolah, baik yang termasuk kelompok
rintisan, potensial, nasional maupun internasional. RPS harus dimiliki oleh setiap
sekolah sebagai panduan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik untuk jangka
panjang (20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu tahun).
Diharapkan, semua jenis kelompok sekolah menggunakan format RPS yang sama.
Perbedaannya terletak pada isi, kedalaman, dan luasan atau cakupan program
sesuai dengan kondisi sekolah dan tuntutan masyarakat sekitarnya. Perbedaan
lainnya adalah lama waktu pencapaian SNP. Bagi sekolah yang memiliki potensi
lebih tinggi dari pada sekolah lain akan dapat mencapai SNP relatip lebih cepat.
Demikian sebaliknya, bagi sekolah yang miskin potensi akan lebih lamban dalam
mencapai SNP. Namun demikian harapannya adalah semua sekolah tersebut
dalam kurun waktu tertentu mencapai SNP yang ditentukan oleh pemerintah.
Standar Nasional Pendidikan yang harus dicapai oleh tiap sekolah tersebut
meliputi standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian
pendidikan. Sangat dimungkinkan suatu sekolah telah memenuhi standar
kelulusan tetapi fasilitasnya belum standar atau sebaliknya. Suatu sekolah
sekarang kondisinya kurang dalam standar fasilitas seperti ruang
kelas,laboratorium, buku, dan sebagainya dan secara bertahap akan dipenuhi
selama kurun waktu tertentu.
Sementara itu kondisi gurunya telah memenuhi SNP. Begitu seterusnya
pada aspek-aspek lainnya. Suatu sekolah dimungkinkan dalam waktu lima tahun
mampu mencapai SNP, sementara itu terdapat sekolah untuk mencapai SNP
memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu sangat tergantung kepada unsur-unsur
yang ada di sekolah itu sendiri. Dan apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP,
maka diharapkan akan mampu menyelenggarakan pendidikan secara efektif,
efisien, berkualitas, relevan, dan mampu mendukung tercapainya pemerataan
pendidikan bagi masyarakat luas.
Oleh karena itu dipandang sangat penting adanya suatu pedoman
pencapaian SNP yang mampu memberikan arah dan pegangan bagi tiap sekolah
dalam rangka pencapaian SNP tersebut. Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
diharapkan menjadi salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik
bagi sekolah rintisan, potensial maupun nasional.
Landasan Hukum Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
Rencana Pengembangan Sekolah dibuat berdasarkan peraturan-perundangan
yang berlaku yaitu: Undang-Undang Nomor 25 tahun 2005 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Rencana Strategis Departemen
Pendidikan Nasional 2005-2009.3
Pentingnya Rencana Pengembangan Sekolah (RPS)
RPS penting dimiliki untuk memberi arah dan bimbingan para pelaku
sekolah dalam rangka menuju perubahan atau tujuan sekolah yang lebih baik
(peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi
ketidakpastian masa depan.Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) merupakan
salah satu wujud dari salah satu fungsi manajemen sekolah yang amat penting
yang harus dimiliki sekolah. RPS berfungsi untuk memberi arah dan bimbingan
bagi para pelaku sekolah dalam rangka menuju tujuan sekolah yang lebih baik
(peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi
ketidakpastian masa depan.
Berdasarkan pada ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya
pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (SNP), mulai sekarang setiap sekolah pada semua satuan, jenis dan
3 Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), Depdiknas,2010.hlm 50
jenjang pendidikan termasuk SMP harus memenuhi SNP tersebut. Salah satu
upaya untuk mencapai SNP, setiap sekolah wajib membuat RPS.
RPS wajib dibuat oleh semua SMP, baik yang termasuk kelompok rintisan,
potensial, nasional maupun internasional. RPS harus dimiliki oleh setiap sekolah
sebagai panduan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik untuk jangka panjang
(20 tahun), menengah (5 tahun) maupun pendek (satu tahun). Diharapkan, semua
jenis kelompok sekolah menggunakan format RPS yang sama. Perbedaannya
terletak pada isi, kedalaman, dan luasan atau cakupan program sesuai dengan
kondisi sekolah dan tuntutan masyarakat sekitarnya. Perbedaan lainnya adalah
lama waktu pencapaian SNP. Bagi sekolah yang memiliki potensi lebih tinggi dari
pada sekolah lain akan dapat mencapai SNP relatip lebih cepat.
Demikian sebaliknya, bagi sekolah yang miskin potensi akan lebih lamban
dalam mencapai SNP. Namun demikian harapannya adalah semua sekolah
tersebut dalam kurun waktu tertentu mencapai SNP yang ditentukan oleh
pemerintah.
Standar Nasional Pendidikan yang harus dicapai oleh tiap sekolah tersebut
meliputi standar kelulusan, kurikulum, proses, pendidikan dan tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, pengelolaan, dan penilaian
pendidikan. Sangat dimungkinkan suatu sekolah telah memenuhi standar
kelulusan tetapi fasilitasnya belum standar atau sebaliknya. Suatu sekolah
sekarang kondisinya kurang dalam standar fasilitas seperti ruang kelas,
laboratorium, buku, dan sebagainya dan secara bertahap akan dipenuhi selama
kurun waktu tertentu.
Sementara itu kondisi gurunya telah memenuhi SNP. Begitu seterusnya pada
aspek-aspek lainnya. Suatu sekolah dimungkinkan dalam waktu lima tahun
mampu mencapai SNP, sementara itu terdapat sekolah untuk mencapai SNP
memerlukan waktu 15 tahun. Semua itu sangat tergantung kepada unsur-unsur
yang ada di sekolah itu sendiri. Dan apabila suatu sekolah telah memenuhi SNP,
maka diharapkan akan mampu menyelenggarakan pendidikan secara efektif,
efisien, berkualitas, relevan, dan mampu mendukung tercapainya pemerataan
pendidikan bagi masyarakat luas.
Oleh karena itu dipandang sangat penting adanya suatu pedoman pencapaian
SNP yang mampu memberikan arah dan pegangan bagi tiap sekolah dalam rangka
pencapaian SNP tersebut. Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) diharapkan
menjadi salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut, baik bagi sekolah
rintisan, potensial maupun nasional.
RPS sangat penting manfaatnya bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
untuk penyusunan rencana pendidikan di daerahnya. Semua RPS di
Kabupaten/Kota dapat dijadikan dasar bagi penyusunan Rencana Pengembangan
Pendidikan Kabupaten/Kota (RPPK). Dengan cara ini, RPPK akan lebih relevan
dengan kebutuhan setiap sekolah di daerahnya. Demikian manfaat bagi Dinas
Pendidikan Tingkat Propinsi. Dalam membuat Rencana Pengembangan
Pendidikan Propinsi (RPPP) harus didasarkan atas semua RPPK yang ada di
daerahnya. Demikian juga pada tingkat nasional, RPPP dapat digunakan sebagai
informasi bagi penyusunan Rencana Pengembangan Pendidikan Nasional
(RPPN). Secara visual, keterkaitan antara RPS, RPPK, RPPP, dan RPPN
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. MBS adalah model manajemen sekolah yang memberikan otonomi kepada
sekolah dan menekankan keputusan sekolah sbersama/ partisipatif dari semua
warga sekoalh dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan berdasarkan
kebijakan pendidikan nasional.
2. MBS memberikan kemungkinan sekolah memiliki kewenangan yang besar
mengelola
sekolahnya agar lebih berdaya kreatif sehingga dapat mengembangkan program-
program yang lebih cocok dengan kebutuhan dan potensi sekolah.
3. Tahap pelaksanaan MBS meliputi sosialisasi merumuskan visi, misi, tujuan dan
sasaran sekolah, identifikasi fungsi-fungsi pendidikan/sekolah, analisis tingkat
kesiapan fungsi, pemecahan masalah, menyiapkan/ menyusun program, evaluasi
dan
penyempurnaan.
4. MBS akan efektif apabila pelaksanaanya didukung oleh sumber daya manusia (
SDM )
Yang memilki kemauan,integritasyang tinggi,baik dijajaran sekolah,Dinas
Pendidikan
Kabupate/Kota, Dinas Pendidikan Propinsi maupun pusat
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS adalah merupakan sistem dan bagian
integral pengelolaan pendidikan. Dengan ME dapat diketahui tingkat kemajuan
pendidikan di sekolah., dimana dari hasil ME ini dipakai sebagai bahan masukan
untuk penyempurnaan dalam penyelenggaraan sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Jakarta: Direktorat Pembinaan
Sekolah Menengah Pertama, Ditjen Mandikdasmen. Depdiknas (rujukan utama
dari materi pelatihan ini).
Atmodiwirio, Soebagio.2000. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: PT. Ardazya Jaya.
Danim,Sudarwan.2006.Visi Baru Manajemen Sekolah.Jakarta:PT.Bumi Aksara
E.Mulyasa. 2004.Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT.Remaja Rosda.
Fattah, Nanang, 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah dan Dewan Sekolah. Bandung:
CV Pustaka Bani Quraisy
Panduan Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), Depdiknas, 2010