MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JIWA ANAK DAN …repository.fisip-untirta.ac.id/1049/2/VERONICA...
Transcript of MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JIWA ANAK DAN …repository.fisip-untirta.ac.id/1049/2/VERONICA...
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATANJIWA ANAK DAN REMAJA OLEH DINAS
KESEHATAN KOTA TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial padaKonsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Disusun oleh:
VERONICA PUSPANINGTYAS
NIM: 6661111359
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
Veronica Puspaningtyas. NIM. 6661111359. Skripsi. Manajemen PelayananKesehatan Jiwa Anak dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang.Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan IlmuPolitik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I: Drs.Oman Supriadi, M.Si., dan Dosen Pembimbing II: Drs. Hasuri Waseh, M.Si.
Permasalahan kesehatan jiwa merupakan permasalahan pada gangguan otak yangditandai oleh terganggunya emosi, proses berfikir, perilaku, dan persepsi.Permasalahan kesehatan jiwa pada anak dan remaja cenderung meningkat setiaptahunnya, hal ini selain dipengaruhi oleh pola asuh yang salah, juga dipengaruhioleh kemampuan kontrol emosi yang belum stabil karena konsep diri yang belummatang sehingga dapat mempengaruhi perkembangan psikis anak-anak penerusbangsa. Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaranbagaimana manajemen pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja yangdilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang, untuk mengetahui bagaimanaalur pemberian pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja di KotaTangerang, serta mengetahui apa saja yang menjadi kendala dalam prosesmanajemen pelayanan yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan teori faktorpendukung manajemen Ratminto dan Atik, yaitu sumber daya manusia pelayanan,sistem pelayanan, dan kultur organisasi. Metode penelitian yang digunakan adalahmetode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Dalam pemilihan informanpeneliti menentukan secara purposif. Teknik analisis data yang digunakan adalahkonsep analisis data menurut Prasetya Irawan. Hasil penelitian ini menunjukanbahwa manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja oleh DinasKesehatan Kota Tangerang belum berjalan optimal karena terdapat beberapakekurangan dalam mekanisme pelayanan yang diberikan.
Kata Kunci: Manajemen, Pelayanan, Kesehatan Jiwa, Anak dan Remaja
ABSTRACT
Veronica Puspaningtyas. Student’s Registration Number. 6661111359. Thesis.Management of Child and Adolescent Mental Health Services by TangerangCity Health Office. Public Administration Science Program. Faculty of SocialScience and Political Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. SupervisorI: Drs. Oman Supriadi, M.Si., and Supervisor II: Drs. Hasuri Waseh, M.Si.
The problem of mental health is a problem in brain disorders which ischaracterized by emotional disturbance, thinking process, behavior, andperception. The problem of mental health in children and adolescents tends toincrease every year, and it is not only influenced by the wrong parenting pattern,but also by the ability of emotional control that is not stable because of immatureself-concept that can affect the psychic development of children as the successorof the nation. The purpose of this research is to know the description of how themanagement of mental health services for children and adolescents conducted bythe City Health Office Tangerang, to find out how the flow of mental healthservices for children and adolescents in Tangerang City, and to know what arethe constraints in the process management of services performed. This researchuses the theory of management supporting factor from Ratminto and Atik, whichare human resources service, service system, and organizational culture. Theresearch method used is a descriptive method with the qualitative approach. Inthe selection of the informants, the researcher determined purposively. Theanalysis technique used is analysis concept according to Prasetya Irawan. Theresults of this study show that the management of mental health services ofchildren and adolescents by the Health Office of Tangerang City has not runoptimally because there are some deficiencies in the mechanism of serviceprovided.
Keywords: Management, Service, Mental Health, Child and Adolescent
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama : VERONICA PUSPANINGTYAS
NIM : 6661111359
Judul : Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja OlehDinas Kesehatan Kota Tangerang
Tela diuji dihadapan dewan penguji sidang skripsi dan komprehensif di Serang,Tanggal ..... Juli 2018 dan dinyatakan LULUS.
Serang, ..... Juli 2018
Mengetahui,
Ketua Penguji,
Kandung S Nugroho, M. Si …………………………NIP. 197809182005011002
Anggota,
Dr. Arenawati, M. Si …………………………NIP. 197004102006042001
Anggota,
Drs. Hasuri Waseh, M.Si …………………………NIP. 196202032000121002
Dekan FISIP UNTIRTA
DR. Agus Sjafari, M. SiNIP. 197108242005011002
Ketua Program Studi
Listyaningsih, S.Sos, M.SiNIP. 197603292003122001
LEMBAR PERSETUJUAN
Nama : Veronica Puspaningtyas
NIM : 6661111359
Judul Skripsi : MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN JIWA ANAKDAN REMAJA OLEH DINAS KESEHATAN KOTATANGERANG
Serang, Juni 2018
Skripsi ini telah disetujui untuk diujikan
Menyetujui,
Pembimbing I
Drs. Oman Supriadi, M.Si
NIP. 195806061986031003
Pembimbing II
Drs. Hasuri Waseh, M.Si
NIP. 196202032000122100
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Veronica Puspaningtyas
NIM : 6661111359
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 8 April 1994
Program Studi : Ilmu Administrasi Publik
Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa
Anak dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang” adalah hasil karya saya
sendiri, dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar. Apabila suatu saat diketahui bahwa skripsi ini merupakan
plagiat atau hasil penjiplakan dari skripsi lain, maka gelas yang akan diperoleh
oleh peneliti akan dicabut sesuai dengan ketentuan.
Serang, 18 Juli 2018
Veronica Puspaningtyas
“Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan
hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal
kecil dengan cinta yang besar” (bunda Teresa)
Skripsi ini aku persembahkan
untuk Mama, Alm. Papa, Mas Frans, dan Mas Lian.
Terimakasih atas doa dan kasih sayang yang diberikan.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, atas
rahmat, berkat, karunia, petunjuk, dan pertolongan-Nyalah peneliti dapat
menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul “Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang”.
Adapun penyusunan skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat melakukan
penelitian dalam meraih gelar sarjana (S-1) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penulis menyadari bahwa dalam proses pengerjaan proposal skripsi ini tidak
lepas dari dukungan kedua orang tua, keluarga serta sahabat yang membimbing
penulis agar dapat menyelesaikan proposal skripsi dengan baik. Kiranya
penelitian ini dapat memberi manfaat kepada para pembaca. Proposal skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik
maupun saran yang membangun dari para pembaca. Penulis juga ingin
mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah memberi
pengajaran, dorongan serta bantuan sebagai motivasi bagi penulis. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus selaku dosen
pembimbing akademik yang selalu memberikan arahan serta dukungan
selama masa perkuliahan.
ii
2. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Bapak Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si selaku Wakil Dekan III
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Ibu Listyaningsih, S.Sos., M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Arenawati, M.Si selalu Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Bapak Drs. Oman Supriadi, M.Si., selaku Pembimbing I Skripsi.
Terimakasih atas ilmu yang diberikan serta membimbing peneliti dalam
proses penyusunan skripsi.
8. Bapak Drs. Hasuri Waseh, M.Si., selaku pembimbing II skripsi.
Terimakasih atas arahan serta pembelajaran bagi peneliti melalui
bimbingan dengan saran dan kritik yang diberikan selama proses
penyusunan skripsi.
9. Kepada seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
10. Para staf Tata Usaha (TU) Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan ageng Tirtayasa
atas segala bantuan informasi selama perkuliahan.
iii
11. Ibu drg. Hj. Fenny Rosnisa R. MKM selaku kepala seksi P2PTM Keswa
Dinas Kesehatan Kota Tangerang yang telah memberikan informasi serta
data terkait mengenai pelayanan kesehatan jiwa di Kota Tangerang.
12. Ibu Yulia Yuliani selaku penanggungjawab program kesehatan jiwa Dinas
Kesehatan Kota Tangerang yang telah membantu dalam proses pencarian
data.
13. Pihak Lingkungan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dan narasumber
yang telah mendukung, memberikan informasi, serta memberikan izin
sehingga dapat melakukan penelitian dilingkungan Dinas Kesehatan Kota
Tangerang.
14. Kedua orang tuaku tersayang alm. Papa dan Mama terimakasih atas segala
doa dan restunya serta dukungan baik moril maupun materil kepada
peneliti dalam melakukan penelitian, dan untuk kedua kakakku Mas Lian
dan Mas Frans terimakasih untuk kasih sayang dan dukungannya.
15. Teman-teman Ilmu Administrasi Publik angkatan 2011 yang memberi
kesan, kenangan dan solidaritas selama masa kuliah terkhusus Revi, Veni,
Melinda, Nurul, Meta, Ika, Fani, Besar, Hafidz yang saling mendoakan
dan memberi semangat serta masukan.
16. Keluarga Mahasiswa Katolik Serang Cilegon yang telah mengisi
kehidupan perkuliahanku lebih berwarna dan dekat dengan sang pencipta,
terkhusus untuk Kak Santa Riri Monica Hutapea, Andreas Agus Widodo,
Dimas Rian Pambudi, dan KMK SC angkatan 2011.
iv
17. Teman-teman kosan Monica Putri Yonnes, Atri Wulan Sari, dan Andhini
Febriani yang tidak pernah berhenti memberikan support dan dukungan
dalam setiap proses yang dikerjakan.
18. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Skripsi ini
karena keterbatasan penulis, oleh karena itu penulis memohon maaf atas segala
kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Akhir kata penulis berharap Tuhan Yang
Maha Esa memberikan rahmat dan hidayah-Nya bagi kita semua, amin.
Serang, Juli 2018
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN
KATA PENGANTAR ........................................................................................... i
DAFTAR ISI ..........................................................................................................v
DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................15
1.3 Batasan Masalah ..................................................................................16
1.4 Rumusan Masalah ...............................................................................16
1.5 Tujuan Penelitian ................................................................................17
1.6 Manfaat Penelitian ..............................................................................17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN ASUMSI
DASAR
2.1 Tinjauan Pustaka ...............................................................................19
2.1.1 Pengertian Manajemen ...........................................................19
2.1.2 Kegunaan Manajemen .............................................................21
2.1.3 Unsur Manajemen ...................................................................22
2.1.4 Fungsi Manajemen ..................................................................24
2.1.5 Teori Pelayanan ......................................................................26
vi
2.1.6 Standar Pelayanan Publik .......................................................39
2.1.7 Pengertian Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ...............41
2.2 Penelitian Terdahulu .........................................................................43
2.3 Kerangka Berfikir .............................................................................45
2.4 Asumsi Dasar ....................................................................................49
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................................50
3.2 Fokus Penelitian ................................................................................51
3.3 Lokasi Penelitian................................................................................51
3.4 Fenomena Yang Diamati ..................................................................52
3.4.1 Definisi Konsep ......................................................................52
3.4.2 Definisi Operasional ...............................................................52
3.5 Instrumen Penelitian .........................................................................54
3.5.1 Sumber Data Primer ................................................................56
3.5.2 Sumber Data Sekunder ...........................................................60
3.6 Informan Penelitian ...........................................................................61
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..............................................62
3.8 Jadwal Penelitian ..............................................................................67
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ...............................................................69
4.1.1 Deskripsi Kota Tangerang .........................................................69
4.1.2 Deskripsi Dinas Kesehatan Kota Tangerang .............................72
4.1.2.1 Kedudukan, Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Kesehatan
Kota Tangerang ...............................................................75
vii
4.1.2.2 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang ..76
4.2 Deskripsi Data ...................................................................................77
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian ........................................................77
4.2.2 Daftar Informan Penelitian .....................................................78
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................80
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian ..........................................................107
4.4.1 Sumber Daya Manusia Pelayanan Dalam Manajemen
Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja .....................107
4.4.2 Kultur Organisasi Dalam Manajemen Pelayanan Kesehatan
Jiwa Anak Dan Remaja ........................................................114
4.4.3 Sistem Pelayanan Dalam Manajemen Pelayanan Kesehatan
Jiwa Anak Dan remaja .........................................................117
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .....................................................................................124
5.2 Saran ...............................................................................................126
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................x
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Tabel Estimasi Gangguan Mental Emosional Remaja ............................7
Tabel 1.2 Total Kunjungan Angka Kesaiktan Kota Tangerang ............................10
Tabel 1.3 Tabel Angka Kesakitan Jiwa Anak dan Remaja Kota Tangerang Tahun
2016 &2017 ..........................................................................................12
Tabel 3.1 Tabel Pedoman Wawancara...................................................................58
Tabel 3.2 Tabel Informan.......................................................................................62
Tabel 3.3 Tabel Waktu Pelaksanaan Penelitian .....................................................68
Tabel 4.1 Tabel Daftar Informan ...........................................................................80
Tabel 4.2 Tabel Data Kepegawaian Seksi Kesehatan Khusus Dinas KesehatanMenurut Pendidikan ..............................................................................82
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Data Kesakian Kota Tangerang Berdasarkan Jenis Penyakit ............11
Gambar 2.1 Alur Kerangka Berfikir .....................................................................48
Gambar 3.1 Proses Analisis Data Menurut Irawan ...............................................65
Gambar 4.1 Peta Administratif Kota Tangerang ...................................................70
Gambar 4.2 Dokumentasi Ibu Yuli Yuliani Saat Melakukan
Briefing Kerja ..................................................................................96
Gambar 4.3 Dokumentasi Proses Kunjungan Kader Puskesmas Yang
Bekerjasama Dengan Petugas Dari Dinas Kesehatan ......................100
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai jumlah
penduduk terbesar ke-4 di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat.
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk 257.9 juta menurut data
terakhir yang diabdate oleh Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2015.
Melimpahnya jumlah penduduk merupakan aset penting bagi pembangunan
suatu bangsa. Sumber daya manusia yang melimpah dan didukung oleh
sumber daya alam yang juga melimpah merupakan modal yang sangat
besar bagi bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalan dengan negara
lain yang lebih maju dan makmur. Hal ini bisa terwujud jika pengelolaan
sumber daya manusia dan sumber daya alam terlaksana dengan baik.
Masalah akan semakin timbul ketika sumber daya manusia yang ada
menjadi tidak mampu menghadapi segala kemajuan yang terjadi di dunia. Oleh
sebab itu modernisasi menjadi persoalan yang menarik saat ini. Sumber daya
manusia di Indonesia dikhawatirkan tidak siap menerima segala kemajuan yang
ada. Semakin cepatnya proses perubahan masyarakat tradisional yang mulai
terpengaruh dan berubah mengarah kemasyarakat yang modern. Problematika
modernisasi ini menimbulkan berbagai permasalahan-permasalahan baru seperti
contohnya permasalahan perubahan sosial budaya masyarakat. Meskipun sebagian
2
masyarakat turut menghendakin akan adanya perubahan sosial budaya yang
diharapkan menuju yang lebih baik, namun ternyata sebagian lagi dari masyarakat
belum mampu menghadapi segala perubahan-perubahan yang lambat laun terjadi.
Perubahan-perubahan yang tidak dapat diterima atau tidak dikehendakin
masyarakat ini merupakan sebuah gejala abnormal atau juga disebut gejala
patologis.
Gejala abnormal disebabkan oleh kekecewaan dan penderitaan, gejala
abnormal yang berkepanjangan maka akan menciptakan suatu masalah sosial
seperti masalah kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya
keterampilan kerja, serta sebagainya. Dengan adanya gejala abnormal tersebut
maka menciptakan berbagai perilaku abnormal pula seperti tingginya angka
kriminalitas, kejahatan, kekerasan, perilaku menyimpang, dan gangguan
kejiwaan (makalah psikosial dalam web resmi Departemen Kesehatan). Mengenai
perilaku-perilaku abnormal tersebut telah menyita perhatian yang besar bagi
masyarakat maupun pemerintah karena melihat angka yang semakin tinggi
terutama yang terjadi di dalam perkotaan. Permasalahan-permasalahan patologis
tersebut hadir tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor ekonomi,
pendidikan, maupun kesehatan. Permasalahan-permasalahan ini membuat
pemerintah di Indonesia melakukan berbagai tindakan baik dalam bentuk
himbauan atau bahkan sampai membentuk peraturan yang mengatur guna
meminimalisir terjadinya perilaku-perilaku abnormal di dalam masyarakat.
Selain itu, berkembangnya kemajuan-kemajuan yang terjadi
dimasyarakat ini juga turut seimbang dengan tingkat stress bagi masyarakat
3
terutama dalam perkotaan yang menghadapi langsung perubahan zaman dan
harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan itu. Tingginya tingkat stress
ini dapat pula dikategorikan sebagai salah satu permasalahan gangguan jiwa.
Karena gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh tergangunya
emosi, proses berfikir, perilaku, dan persepsi. Gejala-gejala inilah yang
menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita dan keluarganya.
Hal ini pula yang membuat pemerintah mulai memperhatikan
permasalahan kesehatan jiwa yang terjadi di masyarakat, dimana diketahui
berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan
bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-
gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau
sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang.
Melihat angka yang cukup tinggi dan mungkin cenderung seperti
fenomena gunung es yang sebenarnya jumlahnya tidak tentu membuat pemerintah
memiliki perhatian lebih mengenai kesehatan jiwa baik di perkotaan maupun di
pedesaan. Untuk itu dibuatlah undang-undang guna mengaturnya yaitu Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Dibuatnya UU tentang
Kesehatan Jiwa ini diharapkan permasalahan ini turut mendapat perhatian yang
sama dengan permasalahan-permasalahan kesehatan masyarakat yang lain bagi
pemerintah daerah maupun pusat agar sama-sama bekerjasama guna mengurai
permasalahan kesehatan jiwa yang jika dibiarkan akan menjadi salah satu masalah
yang memiliki pengaruh yang cukup besar di masyarakat nantinya.
4
Masalah kesehatan jiwa tidak lagi hanya berupa gangguan jiwa yang
berat termasuk penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lain (NAPZA), tetapi
juga meliputi berbagai problem psikososial yang memerlukan intervensi agar
dapat menghindari terjadinya gangguan jiwa yang berat tersebut, disamping itu
juga masalah taraf kesehatan jiwa yang optimal yaitu tahan terhadap stress serta
dapat hidup harmonis dan produktif. Gangguan jiwa pada anak dan remaja
merupakan salah satu masalah yang meningkat pertahunnya. Jika ditinjau dari
proporsi penduduk, 40% dari total populasi terdiri atas anak dan remaja berusia 0-
16 tahun, dan 7-14% dari populasi remaja mengalami gangguan kesehatan jiwa
(Achir Yani, 2008). Wilson menetukan usia remaja antara 12-20 tahun, sedangkan
menurut Depkes RI 2009 usia remaja adalah 12-25 tahun.
Pola asuh yang salah pada masa anak-anak dapat menyebabkan
peningkatan stressor pada usia remaja. Stressor tersebut dapat menjadi pemicu
utama penyebab gangguan jiwa yakni suatu sindroma atau pola psikologis atau
perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan
dengan adanya distress (misalnya, gejala nyeri) atau disabilitas (yaitu kerusakan
pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau disertai peningkatan risiko
kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan
(American Psychiatric Association,1994). Kesehatan jiwa pada remaja cenderung
meningkat saat ini, hal ini bisa disebabkan oleh pola asuh orang tua dimasa anak-
anak. Remaja adalah usia yang rentan, konsep dirinya belum matang,
kemampuan analisisnya masih rendah, kemampuan kontrol emosi juga masih
rendah dan kecenderungan remaja yang lebih dekat dengan teman sebayanya
5
membuat mereka rentan terjerumus saat teman sebaya berperilaku negatif.
Beberapa masalah gangguan kejiwaan pada remaja adalah penggunaan narkoba
dan obat-obatan terlarang, tawuran, hingga masalah kepribadian seperti kurang
percaya diri serta kemampuan dan keterampilan sosial rendah. Khusus untuk
remaja, masalah kesehatan jiwa remaja perlu menjadi fokus utama karena
dampak gangguan jiwa remaja tersebut berpengaruh dalam upaya peningkatan
sumber daya manusia, mengingat remaja merupakan generasi yang perlu
disiapkan sebagai kekuatan bangsa Indonesia dan remaja mempunyai peran yang
sangat besar untuk kemajuan bangsa Indonesia dengan ide-idenya. Remaja juga
mempunyai andil yang besar dalam meningkatkan pendidikan dan meningkatkan
sumber daya.
Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini mood
(suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat. Perubahan mood (swing) yang
drastis pada para remaja ini seringkali dikarenakan beban pekerjaan rumah,
pekerjaan sekolah, atau kegiatan sehari-hari di rumah. Meski mood remaja yang
mudah berubah-ubah dengan cepat, hal tersebut belum tentu merupakan gejala
atau masalah psikologis. Dalam hal kesadaran diri, pada masa remaja para remaja
mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-
awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain karena mereka
menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka
seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu
membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan
6
(self-image). Remaja cenderung untuk menganggap diri mereka sangat unik dan
bahkan percaya keunikan mereka akan berakhir dengan kesuksesan dan ketenaran.
Para remaja juga sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga
seringkali mereka terlihat tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka.
Tindakan implusif sering dilakukan, sebagian karena mereka tidak sadar dan
belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang. Masa
remaja merupakan masa yang kritis dalam siklus perkembangan seseorang. Di
masa ini banyak terjadi perubahan dalam diri seseorang sebagai persiapan
memasuki masa dewasa. Remaja tidak dapat dikatakan lagi sebagai anak kecil,
namun ia juga belum dapat dikatakan sebagai orang dewasa. Hal ini terjadi oleh
karena di masa ini penuh dengan gejolak perubahan baik perubahan biologik,
psikologik, maupun perubahan sosial. Dalam keadaan serba tanggung ini
seringkali memicu terjadinya konflik antara remaja dengan dirinya sendiri
(konflik internal), maupun konflik lingkungan sekitarnya (konflik eksternal).
Apabila konflik ini tidak diselesaikan dengan baik maka akan memberikan
dampak negatif terhadap perkembangan remaja tersebut di masa mendatang,
terutama terhadap pematangan karakternya dan tidak jarang memicu terjadinya
gangguan mental.
Hasil Riskesdas tahun 2013 mendapatkan Gangguan Mental Emosional
(GME) pada usia Remaja sebesar 5,6 %.Apabila pada tahun 2013 terdapat remaja
usia 15-24 th sebanyak 42.612.927 jiwa, maka secara absolut di Indonesia
terdapat sekitar 2.386.323 jiwa remaja yang mengalami GME. Sebuah jumlah
7
yang cukup besar. Oleh karenanya menjadi tantangan yang cukup berat bagi
Pelayanan Kesehatan Remaja saat ini. GME pada kelompok usia remaja per
Provinsi dalam Riskesdas tidak dihitung, akan tetapi jika di asumsikan angka
Nasional 5,6 % GME tersebut merupakan rata-rata dan dapat ditarik ke level
provinsi, maka secara absolut jumlah remaja yang mengalami GME menurut
provinsinya seperti pada table di bawah.
Tabel 1.1
Tabel Estimasi Gangguan Mental Emosional Remaja
No Provinsi Jumlah PendudukRemaja
Estimasi remajadalam GME
1 Aceh 915.617 51.2742 Sumatera Utara 2.449.366 137.1643 Sumatera Barat 851.644 47.6924 Riau 1.122.645 62.8685 Jambi 903.134 50.5756 Sumatera Selatan 1.472.699 82.4717 Bengkulu 332.028 18.5938 Lampung 1.388.738 77.7699 Bangka Belitung 242.492 13.579
10 Kepulauan Riau 352.917 19.763
11 DKI Jakarta 1.901302 106.472
12 Jawa Barat 7.879.142 441.231
13 Jawa Tengah 5.105.739 285.921
14 DI Yogyakarta 598.078 33.492
15 Jawa Timur 5.902.446 330.536
16 Banten 2.220.831 124.366
17 Bali 604.216 33.836
18 Nusa Tenggara Barat 842.474 47.17819 Nusa Tenggara Timur 822.604 46.06520 Kalimantan Barat 814.879 45.63321 Kalimantan Tengah 427.280 23.92722 Kalimantan Selatan 690.906 38.69023 Kalimantan Timur 693.913 38.859
8
24 Sulawesi Utara 372.232 20.84425 Sulawesi Tengah 470.478 26.34626 Sulawesi Selatan 1.464.060 81.98727 Sulawesi Tenggara 436.930 24.46828 Gorontalo 95.228 5.33229 Sulawesi Barat 216.726 12.13630 Maluku 295.001 16.52031 Maluku Utara 200.649 11.23632 Papua Barat 241.125 13.50333 Papua 625.144 35.008
Dengan adanya UU tentang Kesehatan Jiwa, pemerintah daerah mulai
berbondong-bondong membenahi diri dalam permasalahan kesehatan jiwa. Hal ini
turut diikuti pula oleh berbagai provinsi di Indonesia yang juga termasuk
Pemerintah Daerah Provinsi Banten. Ternyata di ketahui pula, di Indonesia masih
ada delapan provinsi yang kini masih belum memiliki Rumah Sakit Jiwa yang
dimana sangat dibutuhkan guna mendukung UU Kesehatan Jiwa ini berjalan
dengan baik. Delapan provinsi itu antara lain :
1. Kepulauan Riau
2. Sulawesi Barat
3. Maluku Untara
4. Gorontalo
5. NTT
6. Papua Barat
7. Kalimantan Utara, dan
8. Banten
9
Melihat permasalahan ini, pemerintah Provinsi Banten pun mulai
melakukan berbagai upaya guna mengimplementasikan UU Kesehatan Jiwa.
Menanggapi mengenai masih belum adanya fasilitas Rumah Sakit Jiwa di
Provinsi Banten, kini proses pembangunannya masih sejauh pada tahap kajian
lokasi dan biaya. Pembangunan RSJ ini diharapkan dapat terlaksana dengan baik
karena melihat jumlah dari masyarakat yang memiliki masalah dengan gangguan
jiwa di Provinsi Banten cukup tinggi. Berdasarkan data yang didapat dari Dinas
Kesehatan Provinsi Banten pada tahun 2015 saja total penderita masalah kejiwaan
mencapai 535.500 orang. Sebanyak 11 ribu diantaranya mengalami gangguan jiwa
berat, ini sama dengan 0,11% dari jumlah penduduk yang mencapai 10,5 juta
jiwa. Dan dirilis pula oleh Dinas Kesehatan Provinsi Banten mengatakan bahwa
penderita gangguan jiwa ini tersebar di delapan kabupaten/kota dan yang
terbanyak berada di Kota Tangerang dimana berjumlah sebanyak 2.3 %. Setelah
kota Tangerang pada urutan kedua dengan jumlah orang dengan masalah
gangguan jiwa terdapat di Kota Serang dengan jumlah sebesar 1.9 %, dilanjutkan
dengan Kota Cilegon dan posisi keenpat adalah Kota Tangerang Selatan dengan
jumlah sebanyak 1%. Peringkat kelima sampai kedelapai adalah Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Pandeglang, Lebak, dan terakhir Kabupaten Serang.
Pemerintahan kota Tangerang dalam hal ini menjadi kewenangan oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang mulai melakukan pembenahan satu persatu
dalam menangani permasalahan kesehatan jiwa ini. Pelayanan kesehatan terhadap
orang-orang dengan masalah gangguan jiwa kini memiliki perhatian tersendiri
secara khusus. Berdasarkat data yang didapat dari observasi awal di Dinas
10
Kesehata Kota Tangerang, angka orang dengan masalah gangguan jiwa tertinggi
di Kota Tangerang memang dibenarkan oleh pihak Dinas Kesehatan yang dimana
pernyataan ini diungkapkan oleh kepala seksi kesehatan khusus Dinas Kesehatan
Kota Tangerang drg. Fenny Rosnisa. R. MKM.
Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa penyebab rata-rata gangguan
jiwa di kota Tangerang dipengaruhi oleh permasalahan ekonomi, meskipun
menurut ibu Fenny hal ini belum dapat dipastikan kebenarannya karena masih
belum ada penelitian yang lebih mendalam mengenai hal tersebut. Saat observasi
awal pun diketahui angka kesakitan jiwa di Kota Tangerang tercatat berasal dari
13 Kecamatan dan 1 balai kesehatan daerah. Berikut data total kunjungan pasien
dengan permasalahan kesehatan jiwa per-kecamatan di Kota Tangerang tahun
2017, sebagai berikut :
Tabel 1.2Data Rekapitulasi Kunjungan Angka Kesakitan Kota Tangerang
Tahun 2017
No Kecamatan Total Kunjungan
1 Ciledug 314
2 Larangan 167
3 Karang Tengah 420
4 Cipondoh 205
5 Pinang 982
6 Tangerang 939
7 Karawaci 225
8 Jatiuwung 402
9 Cibodasari 2882
10 Periuk 384
11
11 Batuceper 340
12 Neglasari 1027
13 Benda 1055
14 Balai Kesehatan Daerah 610
Total 9952
Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang
diketahui pula bahwa angka kesakitan jiwa di Kota Tangerang terjadi beberapa
peningkatan dalam beberapa klasifikasi penyakit kesehatan jiwa. Berikut angka
kesakitan jiwa di kota Tangerang pada tahun 2016 dan 2017 berdasarkan 10 jenis
klasifikasi penyakit kesehatan jiwa, yaitu :
Gambar 1.1
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2018
304 32806
6 4774
9924
134 37 16647 22541522
162 358 457
4311
205 305 670
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
D at a Kesakit an Jiwa Ko ta Tan gerang B erd asarkan
Jen is Penyakit
Tahun 2016 Tahun 2017
12
Dilihat dari angka kesakitan jiwa berdasarkan klasifikasi yang ada terlihat
beberapa permasalahan kesehatan yang mengalami peningkatan. Meskipun tidak
mengalami peningkatan yang signifikan, angka kesehatan jiwa anak dan remaja di
Kota Tangerang mengalami peningkatan. Permasalahan gangguan jiwa pada anak-
anak ternyata merupakan hal yang cukup banyak terjadi, namun pada umumnya
tidak terdiagnosa dengan baik dan pengobatannya kurang kuat. Masalah kesehatan
jiwa terjadi sekitar 15% sampai 22% pada anak-anak dan remaja, namun yang
medapat pengobatan jumlahnya kurang dari 20% (keys, 1998). Gangguan
hiperaktivitas-defisit perhatian (ADHD/ Attention Deficit- Hyperactivity
Disorder) adalah gangguan kesehatan jiwa yang paling banyak terjadi pada anak-
anak. Permasalahan gangguan kesehatan jiwa pada anak dan remaja ini tidak
dapat disepelekan, karna melihat anak dan remaja adalah gerbang utama penerus
bangsa. Angka kesakitan jiwa anak dan remaja di kota Tangerang juga tidak dapat
disepelekan. Berikut angka kesakitan jiwa anak dan remaja di kota Tangerang:
Tabel 1.3Angka Kesakitan Jiwa Anak dan Remaja Kota Tangerang
Tahun 2016 & 2017
Tahun Lama Penyakit Perempuan Laki-laki
2016 Baru 8 11
Lama 7 11
2017 Baru 55 54
Lama 123 73
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2018
13
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa angka kesehatan jiwa anak
dan remaja kota Tangerang mengalami peningkatan. Mungkin angkanya memang
tidak terlalu besar, namu dengan angka yang ada dikhawatirkan angkanya lebih
banyak lagi. Hal ini karena dikhawatirkan masih ada beberapa anak dan remaja
yang belum memeriksakan dirinya.
Sedangkan mengenai fasilitas penunjang kesehatan guna menangani kasus
kesehatan jiwa, Kota Tangerang juga turut mengharapkan proses pembangunan
RSJ yang sedang di kaji oleh pemerintah provinsi Banten. Dalam proses observasi
awal diketahui bahwa Kota Tangerang memiliki 28 Rumah Sakit yang terdiri dari
3 rumah sakit milik pemerintah dan sisahnya merupakan rumah sakit yang
dikelola oleh swasta. Sedangkan mengenai jumlah puskesmas kota Tangerang
memiliki sekitar 33 puskesmas dan 6 puskesmas pembantu yang berada di
kecamatan Larangan, Kecamatan Pinang, Kecamatan Karawaci, Periuk,
Neglasari, dan Kecamatan Benda. Berdasarkan jumlah rumah sakit dan puskesmas
yang terdapat di Kota Tangerang, telah ditegaskan pula mengenai tenaga ahli yang
menangani permasalahan gangguan jiwa juga sudah terdapat disetia puskesmas
yang ada, meskipun masih belum ada unit khusus yang menangani kasus
permasalahan kesehatan jiwa anak dan remaja.
Berdasarkan hal ini membuat peneliti merasa tertarik untuk lebih
mengetahui bagaimana proses manajemen pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh dinas kesehatan Kota Tangerang dalam menangani permasalahan kesehatan
gangguan jiwa anak dan remaja ini mengingan ditemukannya jumlah kasus
permasalahan gangguan jiwa anak dan remaja di Kota Tangerang.
14
Adapun yang menjadi masalah yang melatarbelakangi penelitian ini, yaitu:
pertama mengenai proses manajemen pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Dimana seperti yang telah dipaparkan diatas
bahwa jumlah anak dan remaja yang mengalami masalah gangguan kesehatan
jiwa yang ada di kota Tangerang tidak sedikit, maka untuk itu perlu diketahui
sejauh mana bentuk pelayanan yang diberikan bagi para penyandang penyakit
gangguan kesehatan jiwa di Kota Tangerang guna menangani permasalahan ini.
Kedua, mengenai ketersediaan tenaga ahli yang memberikan pelayanan
bagi masalah gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja di kota Tangerang. Dalam
hal ini guna menjalankan proses manajemen pelayanan kesehatan yang baik
tentunya juga diharapkan disertai pula dengan sumber daya manusia yang
memang berkompeten dalam menangani permasalahan kesehatan jiwa anak dan
remaja yang memang memerlukan perhatian yang lebih khusus. Untuk itu tenaga
ahli dalam segala proses manajemen memang sangat diperlukan.
Ketiga, adalah mengenai proses pelayanan kesehatan bagi anak dan remaja
yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Berdasarkan UU No. 18 Tahun 2014
tentang kesehatan jiwa semua pelayanan kesehatan akan dijaminkan oleh negara.
Namun terkadan yang terjadi dimasyarakat terdapat minimnya informasi
mengenai hal tersebut sehingga terkadang apabila terdapat anggota keluarga
maupun masyarakat sekitar yang mengalami gangguan kejiwaan menerima
pembiaran tanpa mendapatkan pengobatan. Yang lebih mirisnya lagi justru
lingkungan masyarakat cenderung membiarkan jika melihat perilaku yang
menyimpang dari anak dan remaja yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa.
15
Keempat, keberadaan fasilitas kesehatan penunjang penanganan anak dan
remaja yang mengalami gangguan kesehatan jiwa. Seperti yang diketahui bahwa
provinsi Banten adalah salah satu provinsi yang masih tidak memiliki fasilitas
Rumah Sakit Jiwa. Permasalahan ini sudah menjadi perhatian oleh pemerintah
terkait, namun proses pembangunan RSJ pun baru sampai pada tahap kajian biaya
dan lokasi. Sehingga masih memerlukan waktu yang sangat panjang apabila
Provinsi Banten ingin memiliki RSJ.
Karena itu peneliti merasa perlu adanya pengkajian lebih lanjut terkait
dengan bagaimana Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja
Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Sehingga diharapkan dapat membantu
memberikan gambaran mengenai permasalahan serta penanganan yang ada
didalam proses manajemen pelayanan kesehatan bagi anak dan remaja yang
mengalami permasalahan kesehatan jiwa di kota Tangerang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, dapat
ditemukan beberapa identifikasi masalah yaitu:
1. Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja di Kota
Tangerang
2. Ketersediaan tenaga ahli yang masih kurang dalam proses pemberian
pelayanan bagi anak dan remaja yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa
16
3. Kurangnya wawasan serta pemahaman yang terdapat di masyarakat
mengenai penanganan bagi anak dan remaja yang mengalami
permasalahan kesehatan jiwa
4. Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana penunjang dalam pelayanan
kesehatan bagi anak dan remaja yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa
1.3 Batasan Masalah
Dari latar belakang dan permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya,
diperlukan pembatasan masalah dalam penelitian ini guna lebih mempersempit
masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada
sejauh mana manajemen pelayanan kesehatan bagi anak dan remaja yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa oleh Dinas Kesehatan di Kota Tangerang.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah diatas, maka
rumusan masalah yang menjadi kajian peneliti yaitu:
Bagaimana manajemen pelayanan yang diberikan bagi anak dan remaja
yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa di Kota Tangerang?
17
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
mengenai Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang adalah:
Untuk mengetahui bagaimana gambaran proses manajemen pelayanan
kesehatan jiwa terhadap anak dan remaja di Kota Tangeang
1.6 Manfaat Penelitian
Sebuah penelitian dilakukan untuk dapat digeneralisasikan dan diharapkan
memberikan feedback atau manfaat yang baik bagi bidang yang berhubungan
dengan penelitian ini. Maka, manfaat yang ingin diperoleh dalam penelitian ini
yang berjudul manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja oleh Dinas
Kesehatan kota Tangerang adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan
dan pengetahuan, dapat menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan,
serta bahan dalam penerapan ilmu metode penelitian, khususnya mengenai
manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja oleh Dinas Kesehatan
kota Tangerang, serta dapat dijadikan bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Secara Praktis
Manfaat penelitian untuk kepentingan praktis yaitu untuk membantu
pemberian informasi mengenai manajemen pelayanan kesehatan jiwa bagi
18
anak dan remaja, serta mengenai proses pelayanan kesehatan jiwa yang
diberikan untuk anak dan remaja di kota Tangerang. Selain itu penelitian ini
diharapkan sebagai bahan pertimbangan para aparatur negara, dalam hal ini
dinas kesehatan kota Tangerang. Diharapkan juga penelitian ini dapat
mengembangkan kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah
diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan di program studi Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Serta karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan
referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI DASAR
PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
Pengertian tinjauan pustaka menurut Black dan Champion (2009:296)
merupakan gambaran yang menyeluruh dari setiap proyek penelitian. Tinjauan
pustaka digunakan sebagai peninjauan kembali pustaka (laporan penelitian, dan
sebagainya) mengenai masalah yang berkaitan dengan penelitian. Berikut adalah
beberapa pustaka yang relevan dalam penelitian Manajemen Pelayanan Kesehatan
jiwa Anak Dan Remaja oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur,
mengurus atau mengelola. Dari arti tersebut, secara substantif makna manajemen
mengandung unsur-unsur kegiatan yang bersifat pengelolaan. Dengan demikian,
manajemen merupakan suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan
bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang0orang kearah tujuan-tujuan
organisasional atau maksud-maksud yang nyata.
Menurut Wilson (2008) manajemen adalah rangkaian aktivitas-aktivitasyang dikerjakan oleh anggota-anggota organisasi untuk mencapaitujuannya. Proses merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secarasistematis. Dengan kata lain manusia selalu membutuhkan bantuan oranglain sebagai makhluk sosial untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
20
Selanjutnya pengertian manajemen menurut Sikula dalam Hasibuan (2011:2)
sebagai berikut:
“Management in general refers to planning, organizing, controlling,staffing, leadling, motivating, communicating, and decision makingactivities performed by any organization in order to coordinate thevariable resources of the enterprise so as to bring an efficient creation ofsome product service”.Artinya :
“manajemen pada umumnya dikaitkan dengan aktivitas-aktivitasperencanaan, pengorganisasian, pengendalian, penempatan, pengarahan,pemotivasian, komunikasi, dan pengambilan keputusan yang dilakukanoleh setiap organisasi dengan tujuan untuk mengkoordinasikan berbagaisumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga akan dihasilkan suatuproduk atau jasa secara efisien”.
Menurut Terry dalam Hasibuan (2011:2) mengatakan bahwa:
“Management is a distinct process consisting of planning, organizing,actuating, and controlling performed to determine and accomplish statedobjectives by the use of human being and other resources”.Artinya:
“Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalianyang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yangtelah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya”.
Berdasarkan pengertian tentang manajemen yang telah dikemukakan
diatas, maka dapat juga disimpulkan bahwa manajemen adalah suatu proses yang
dilakukan oleh satu atau lebih individu untuk mengkoordinasikan aktivitas yang
membedakan atas perencanaan, pengorganisasia, pergerakan, dan pengawasan
pada organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan
adanya manajemen maka berfungsi untuk mengatur dalam pembagian pekerjaan,
21
tugas, serta tanggungjawab dan membentuk kerja sama dalam suatu organisasi
untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.2 kegunaan Manajemen
Secara ilmiah, kegunaan manajemen dapat dibagi dua macam, yaitu
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis adalah manfaat yang
diberikan oleh manajemen sebagai ilmu kepada seluruh unsur organisasi.
Kegunaan tersebut baik dalam bentuk perusahaan maupun struktur organisasi
lainnya yang terdapat di lingkungan masyarakat. Teori-teori yang terdapat dalam
manajemen dapat dijadikan referensi untuk menilai realitas manajerial yang
terdapat di masyarakat. Adapun kegunaan praktisnya bahwa teori itu berguna
untuk diterapkan kedalam aktivitas yang sesungguhnya. Suatu organisasi dapat
mempraktikan fungsi-fungsi manajemen dan aliran-alirannya. Demikian pula,
dengan menerapkan asas-asas manajemen menjadi bagian dari sistem yang
berlaku dalam suatu organisasi. Kegunaan teoritis dan kegunaan praktis tidak
dapat dipisahkan, terutama dilihat dari hubungan fungsional dan hubungan timbal
balik (Athoillah, 2010). Dengan demikian, dapat dilihat pada masing-masing dari
kegunaan manajemen yang ada bahwa suatu organisasi dapat diteliti dengan suatu
pendekatan sehingga melahirkan teori lalu dari teori-teori tersebut dapat
dipraktikan secara langsung pada berbagai kegiatan yang ada dan berhubungan
dengan organisasi tersebut.
22
2.1.3 Unsur Manajemen
Hasibuan (2011: 20-21) mengatakan bahwa unsur manajemen terdiri dari men,
money, method, materials, machines, and market atau yang disingkat dengan 6M,
yaitu sebagai berikut:
1. Man (Sumber daya Manusia)
Sumber daya manusia menjadi subjek pertama yang paling penting
dalam unsur manajemen. Manusia lah yang membuat perencanaan
sekaligus melaksanakan seluruh kegiatan perusahaan untuk mencapai
suatu tujuan perusahaan.
2. Money (uang)
Uang berperan dalam perusahaan dalam pembiayaan seluruh
aktivitas normal perusahaan. pengeluaran sejumlah uang merupakan
pengorbanan dalam rangka menghasilkan keuntungan.
3. Materials (bahan baku)
Unsur manajemen kali ini adalah unsur yang digunakan didalam
proses produksi suatu produk. Bahan baku menjadi syarat utama pada
perusahaan manufaktur agar dapat beroperasi secara normal (melakukan
kegiatan pokok) dengan cara mengolah bahan baku menjadi sesuatu yang
memiliki nilai dan dapat dijual kepada konsumen. Bahan baku erat
23
kaitannya dengan SDM untuk mengolah dan Uang untuk membeli bahan
bakunya.
4. Machines (Peralatan Mesin)
Mesin dan peralatan kerja lainnya mempunyai peran untuk
mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Banyak keuntungan dan
kemudahan dalam proses produksi dengan menggunakan mesin
diantaranya adalah efisiensi waktu, hasilnya cepat dan banyak, dapat
dengan mudah diatur sesuai kriteria produk yang diharapkan,
meminimalisir kesalahan produksi dan lain sebagainya.
5. Methods (metode)
Pada suatu perusahaan pasti membentuk sub-sub kerja yang biasa
dikenal dengan divisi/bagian kerja. Setiap divisi/bagian dalam perusahaan
harus mempunyai tugas pokok dan ruang lingkup pekerjaan dan aturan
yang jelas. Setiap divisi selalu diterapkan berbagai metode dalam
pekerjaannya. Dan setiap divisi saling berkaitan dalam menjalankan
aktivitas perusahaan.
6. Market (pasar)
Kali ini merupakan elemen yang tak kalah penting bagi
perusahaan, tanpa permintaan dari pasar atau konsumen maka aktivitas
24
perusahaan / proses produksi akan berhenti dan perusahaan akan merugi
bahkan bisa sampai terjadi bangkrut.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya, maka
diperlukan alat-alat sarana yang merupakan syarat suatu usaha untuk mencapai
hasil yang ditetapkan. Unsur-unsur manajemen menjadi hal yang mutlak dalam
manajemen karena sebagai penentu arah suatu perusahan/organisasi dalam
melakukan kegiatan.
2.1.4 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen merupakan elemen-elemen dasar yang akan selalu ada
dan melekat didalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh
manajer/pimpinan organisasi dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai
tujuan. fungsi-fungsi manajerial dapat digolongkan kepada dua jenis utama, yaitu
fungsi organik dan fungsi utama yang mutlak perlu dilakukan oleh pemimpin
dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasran yang telah ditetapkan dan
harus digunakan sebagai dasar bertindak. Sedangkan yang dimaksud dengan
fungsi penunjang adalah berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh orang-
orang atau satuan-satuan kerja dalam organisasi dan dimaksudkan mendukung
semua fungsi organik para manajer (Siagian 2005:32). Beberapa konsep fungsi-
fungsi manajemen menurut para ahli sebagai berikut:
25
1) Fungsi manajemen menuru George R. Tery yaitu POAC yang
terdiri dari :
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Actuating (Pergerakkan)
4. Controlling (Pengawasan)
2) Fungsi manajemen menurut Henry Fayol yaitu POC 3 yang terdiri
dari :
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Commanding (Perintah)
4. Coordinating (Koordinasi)
5. Controlling (Pengawasan)
3) Fungsi manajemen menurut Sondang P. Siagian yaitu POMCE
yang terdiri dari :
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Motivating (Motivasi)
4. Controlling (Pengawasan)
5. Evaluating (Evaluasi)
4) Fungsi manajemen menurut Harold Koontz yaitu POSDiC yang
terdiri dari :
1. Planning (Perencanaan)
26
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Staffing (Personalia)
4. Directing (Pengarahan)
5. Controlling (Pengawasan)
5) Fungsi manajemen menurut Luther Gullich yaitu POSDiCRB
terdiri dari :
1. Planning (Perencanaan)
2. Organizing (Pengorganisasian)
3. Staffing (Personalia)
4. Directing (Pengarahan)
5. Coordinating (koordinasi)
6. Reporting (Pelaporan)
7. Budgeting (Pembiayaan)
2.1.5 Teori Pelayanan
Era desentralisasi seperti sekarang ini, instansi pemerintah dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan publik/umum yang berkualitas. Pelayanan
umum/publik dilakukan oleh instansi pemerintah dalam rangka melaksanakan
peraturan perundangan yang berlaku. Berkaitan dengan pelayanan, maka terdapat
dua istilah yang perlu diketahui, yaitu melayani dan pelayanan. Kata pelayanan itu
sendiri merupakan terjemahan dari istilah asing, yaitu service.. Thoha (1989 : 78)
menyatakan bahwa pelayanan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh
seseorang atau kelompok maupun suatu instansi tertentu untuk memberikan
27
bantuan dan kemudahan pada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Dari pengertian diatas terlihat bahwa service atau pelayanan jasa yang diberikan
oleh perorangan organisasi swasta maupun pemerintah.
Menurut Kotler dalam Lukman (2000), pelayanan adalah setiap kegiatan
yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Selanjutnya Lukman berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain
atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan. Dalam Kamus
Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai usaha melayani kebutuhan orang
lain. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau
minuman, menyediakan keperluan orang, mengiayakan, menerima, menggunakan.
Kata publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat,
negara. Sementara itu Inu Kencana mendefinisikan publik adalah sejumlah
manusia yang memiliki kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasatkan nilai dan norma yang ada. Oleh karena
itu pelayanan publik diarikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
terhadap sejumlah manusia yang memiliki kegiatan yang menguntungkan dalam
kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak
terkait pada suatu produk secara fisik.
Kotler (dalam Nasution, 2001:61) menjelaskan bahwa jasa (service) adalah
aktivitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang
pada dasarnya tidak terwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun.
28
Menurut Parasuraman et. al. dan Haywood Farmer (dalam Warella:17- 18), ada
tiga karakteristik pelayanan jasa yaitu :
1. Intangibility, berarti bahwa pelayanan pada dasarnya bersifat performance,
dan hasil pengalaman dan bukannya suatu obyek. Kebanyakan pelayanan
tidak dapat dihitung,diukur, diraba, atau ditest sebelum disampaikan untuk
menjamin kualitas. Jadi berbeda dengan barang yang dihasilkan oleh suatu
pabrik yang dapat ditest kualitasnya sebelum disampaikan kepada
pelanggan.
2. Heterogenity, berarti pemakai jasa atau klien atau pelanggan memiliki
kebutuhan yang sangat heterogen. Pelanggan dengan pelayanan sama
mungkin memiliki prioritas yang berbeda. Demikian pula performance
sering bervariasi dari satu prosedur ke prosedur lainnya bahkan dari waktu
ke waktu.
3. Inseparability, berarti produksi dan komsumsi suatu pelayanan tidak
terpisahkan. Konsekuensinya di dalam industri pelayanan kualitas tidak
direkayasa ke dalam produksi di sektor pabrik dan kemudian disampaikan
kepada pelanggan, tetapi kualitas terjadi selama penyampaian pelayanan,
biasanya selama interkasi dengan klien dan penyedia jasa.
Definisi yang sangat sederhana dikemukakan oleh Ivancevich, Lorenzi,
Skinner dan Crosby (1997 : 448) dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih
(2007:2) pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat
dilihat) yang melibatkan usaha-usaha manusia menggunakan peralatan.
29
Kottler (2000) menyebutkan bahwa:
“Pelayanan/jasa adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatukelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak terwujud danproduksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk”.
Dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah suatu proses memberikan
bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan
dan hubungan interpersonal demi terciptanya suatu kepuasan dan keberhasilan
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang menghasilkan produk berupa
barang maupun jasa. Pengertian yang lebih rinci dikemukakan oleh Gronroos
(1990 : 27) dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2007 : 2) sebagaimana
kutipan dibawah ini :
“ Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifattidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanyainteraksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakanoleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untukmemecahkan pemecahan konsumen/pelanggan”.
Pelayanan publik Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik, pelayanan publik didefinisikan sebagai kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggaraan pelayanan
publik. Instansi pemerintah sebagai sebuah organisasi dalam tugasnya sebagai
pelayan masyarakat (public server) dituntut untuk selalu memberikan pelayanan
terbaik/pelayanan yang bernyali tinggi kepada masyarakat sebagai pengguna
jasa/pelanggan. Tan Sri Victor SL dari Malaysia dalam Boediono (2003: 42)
30
menulis bahwa hasil pengalamannya menekankan adanya 7 (tujuh) keharusan
yang perlu diciptakan untuk dapat menjadi organisasi yang andal dalam perannya
sebagai pelayan masyarakat (public server) atau pelayanan pelanggan (customer
server), yaitu:
1. Membuat suatu Strategi Pelayanan Pelanggan Pelayanan kepada
pelanggan yang memuaskan tidak mungkin dapat dicapai dengan
mendelegasikan tanggung jawab seenaknya. Agar setiap program
pelayanan pelanggan dapat berhasil memuaskan memerlukan komitmen
penuh dari pimpinan puncak organisasi.
2. Membangun Tim yang Berorientasi pada Pelanggan yang efektif memilih
orang yang tepat dengan kemampuan yang sesuai dan memiliki
temperamen yang cocok untuk melayani orang banyak di barisan
pelayanan terdepan menentukan sukses tidaknya program pelayanan
kepada pelanggan.
3. Unit Pelayanan Pengiriman yang Efisien Pelayanan pelanggan yang prima
tidak dapat dicapai sekedar mengendalikan dedikasi staf, walaupun
pelayanan yang sopan dan bersahabat dilakukan. Semua senyuman dari
staf tidak akan menghasilkan kepuasan pelanggan selama teknologi yang
dipakai ketinggalan zaman yang efisien.
4. Membangun Budaya Cinta Pelanggan agar dapat menghasilkan pelayanan
pelanggan yang prima, pimpinan puncak organisasi harus menanamkan
budaya cinta melayani di seluruh kehidupan organisasi. Atau dapat juga
disebut dengan pimpinan yang berorientasi pada pelanggan.
31
5. Memonitor Kebutuhan Pelanggan untuk mendapatkan pelayanan
pelanggan secara prima harus dengan cermat mengetahui secara pasti
kebutuhan dan tuntunan pelanggan yang berubah dan bergerak secara
dinamis.
6. Mengukur Kepuasan Pelanggan agar terhindarkan dari situasi
ketidakpastian dalam menetapkan mutu pelayanan kepada pelanggan,
secara berencana harus mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Upaya
untuk meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan ini dapat dilakukan
melalui survey atau pengkajian cepat.
7. Mengembangkan Sistem Penghargaan terutama di instansi pemerintah
(birokrasi) masih berlaku penggajian yang sama pada golongan yang
sama, tanpa memandang apakah pegawai tersebut melakukan pelayanan
secara prima kepada pelanggan atau tidak. Sistem penggajian tersebut
tidak merangsang pegawai untuk melaksanakan tugas secara professional,
disiplin, dan penuh dedikasi. Berbuat menguntungkan organisasi atau tidak
diperlakukan sama. Tidak mengenal penghargaan (reward). Instansi
pemerintah sebagai sebuah organisasi dalam tugasnya sebagai pelayan
masyarakat (public server) dituntut untuk selalu memberikan pelayanan
terbaik atau pelayanan yang bernyali tinggi kepada masyarakat sebagai
pengguna jasa/pelanggan. Pelayanan prima adalah pelayanan yang
memiliki suatu ukuran yang pada akhirnya terkait dengan mutu pelayanan.
Maka pelayanan prima menunjuk pada peningkatan keprimaan dalam
pemberian pelayanan.
32
Boediono (2003 : 63) kemudian menyimpulkan bahwa hakikat pelayanan
publik/umum yang prima adalah meningkatkan mutu dan produktivitas
pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum:
a. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tatalaksana pelayanan,
sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya
guna dan behasil guna (efisien dan efektif).
b. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat
dalam pembangunan, serta meningkatkkan kesejahteraan masyarakat luas.
Asas-asas yang termuat dalam penyelenggaraan pelayanan publik harus
diperhatikan agar lebih mengoptimalkan pedoman penyelenggaraan pelayanan
publik. Adapun asas tersebut adalah:
a. Transparansi, yaitu bersifat terbuka, muda, dan bisa diakses semua pihak
yang membutuhkan serta disediakan secara memadai dan mudah
dimengerti.
b. Akuntabilitas, yaitu dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Kondisional, yaitu sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan
penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan
efektifitas.
d. Partisipatif, yaitu mendorong peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,
kebutuhan dan harapan masyarakat.
33
e. Kesamaan hak, yaitu tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan
suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
f. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pemberi dan penerima
pelayananan publik harus memenuhi hak daan kewajibannya masing-
masing pihak. (Ridwan dan Sudrajad, 2009:101)
Pelayanan publik jika ditinjau dari keluaran yang dihasilkan, dikelompokkan
menjadi:
1. Kelompok pelayanan adminsitratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan
berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi. Kepemilikan atau
penguasaan terhadap suatu barang dan sebagainya.
2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik.
3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai
benuk jasa yang dibutuhkan oleh publik.
Pelayanan Publik dalam pelaksanaannya pola-pola penyelenggaraan
diwujudkan dalam bentuk:
1. Fungsional, pola pelayanan publik diberikan oleh penyelenggaraan
pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
2. Terpusat, pola pelayanan publik diberikan secara tunggal oleh
penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara terkait lainnya yang bersangkutan.
34
3. Terpadu, terpadu dibedakan menjadi:
a. Terpadu satu atap, pola pelayanan terpadu satu atap
diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang tidak melalui beberapa pintu.
b. Terpadu satu pintu, pola pelayanan terpadu satu pintu
diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis
pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani memalui
satu pintu.
Keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan
penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima
pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan.
Menurut Atik Septi Winarsih & Ratminto (2005:245) Terdapat beberapa asas
dalam penyelenggaraan pelayanan pemerintahan dan perizinan yang harus
diperhatikan, yaitu :
1. Empati dengan customers.
Pegawai yang melayani urusan perizinan dari instansi penyelenggara jasa
perizinan harus dapat berempati dengan masyarakat pengguna jasa
pelayanan.
2. Pembatasan prosedur.
Prosedur harus dirancang sependek mungkin, dengan demikian konsep
one stop shop benar-benar diterapkan.
35
3. Kejelasan tata cara pelayanan.
Tatacara pelayanan harus didesain sesederhana mungkin dan
dikomunikasikan kepada masyarakat pengguna jasa pelayanan.
4. Minimalisasi persyaratan pelayanan.
Persyaratan dalam mengurus pelayanan harus dibatasi sesedikit mungkin
dan sebanyak yang benar-benar diperlukan.
5. Kejelasan kewenangan.
Kewenangan pegawai yang melayani masyarakat pengguna jasa pelayanan
harus dirumuskan sejelas mungkin dengan membuat bagan tugas dan
distribusi kewenangan.
6. Transparansi biaya.
Biaya pelayanan harus ditetapkan seminimal mungkin dan setransparan
mungkin.
7. Kepastian jadwal dan durasi pelayanan.
Jadwal dan durasi pelayanan juga harus pasti, sehingga masyarakat
memiliki gambaran yang jelas dan tidak resah.
8. Minimalisasi formulir.
Formulir-formulir harus dirancang secara efisien, sehingga akan dihasilkan
formulir komposit (satu formulir yang dapat dipakai untuk berbagai
keperluan).
9. Maksimalisasi masa berlakunya izin.
Untuk menghindarkan terlalu seringnya masyarakat mengurus izin, maka
masa berlakunya izin harus ditetapkan selama mungkin.
36
10. Kejelasan hak dan kewajiban providers dan curtomers.
Hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik bagi providers maupun bagi
customers harus dirumuskan secara jelas, dan dilengkapi dengan sanksi
serta ketentuan ganti rugi.
11. Efektivitas penanganan keluhan.
Pelayanan yang baik sedapat mungkin harus menghindarkan terjadinya
keluhan. Akan tetapi jika muncul keluhan, maka harus dirancang suatu
mekanisme yang dapat memastikan bahwa keluhan tersebut akan ditangani
secara efektif sehingga permasalahan yang ada dapat segera diselesaikan
dengan baik.
Atik Septi Winarsih & Ratminto (2005:54) mekatakan pula adapun
manajemen pelayanan yang baik akan diciptakan apabila terdapat beberapa faktor
yang mendukung, yaitu:
1. Sumber Daya Manusia Pelayanan
Manajemen pelayanan yang baik akan dihasilkan dari para petugas
pelaksana yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam menjalankan
tugas, maka dibutuhkan pemberdayaan dalam manajemen sumberdaya
manusia karena manusia selalu berperan aktif dalam setiap kegiatan
organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu
terwujudnya organisasi terutama dalam pemberian pelayanan.
37
2. Sistem Pelayanan
Salah satu faktor yang harus ada dalam manajemen pelayanan yang
berkualitas adalah adanya sistem pelayanan yang diarahkan kepada
kepentingan pelanggan (masyarakat) yang terkait dengan sistem
pengembangan pelayanan berdasarkan tujuan yang dihasilkan, dengan
sistem pelayanan yang baik akan menentukan keberhasilan pelayanan.
3. Kultur Organisasi
Kultur organisasi dalam pelayanan merupakan hal yang paling penting
dalam manajemen pelayanan karena organisasi merupakan pelaksanan
dalam berbagai proses dan kegiatan dalam sebuah program dan berhasil
tidaknya sebuah manajemen dalam pelayanan tergantung bagaimana
budaya organisasi didalamnya, penciptaan budaya organisasi ini sangat
penting untuk mengetahui dukungannya terhadap budaya pelayanan, yang
memungkinkan para petugas melaksanakan semua pekkerjaan secara baik
sesuai dengan nilai yang dianut, yang akan memberikan kontribusi yang
besar dalam peningkatan kinerja pegawai.
Terdapat empat unsur penting menurut Barata (2004:11) dalam proses
pelayanan publik, yaitu :
1. Penyedia layanan, yaitu pihak yang dapat memberikan suatu layanan
tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan
dan penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services).
38
2. Penerima layanan, yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen
(costomer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari penyedia
layanan.
3. Jenis layanan, yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia layanan
kepada pihak yang membutuhkan layanan.
4. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan harus
mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan pelanggan. Hal ini
sangat penting dilakukan karena tingkat kepuasan yang diperoleh para
pelanggan itu biasanyasangat berkaitan erat dengan standar kualitas barang
dan atau jasa yang mereka nikmati.
Suatu pelayanan akan dapat terlaksana dengan baik dan memuaskan apabila
didukung oleh beberapa faktor :
1. Kesadaran para pejabat pimpinan dan pelaksana
2. Adanya aturan yang memadai
3. Organisasi dengan mekanisme yang dinamis
4. Pendapatan pegawai yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimum.
5. Kemampuan dan keterampilan yang sesuai dengan tugas/pekerjaan yang
dipertanggungjawabkan
Tersedianya cara pelayanan sesuai dengan jenis dan bentuk
tugas/pekerjaan pelayanan (Moenir, 2003:123-124) Dapat disimpulkan bahwa
39
pelayanan publik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang atau instansi tersebut untuk memberikan bantuan dan
kemudahan kepada masyarakat atau kelompok yang dilayani dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Pelayanan ini diberikan kepada seluruh masyarakat
atau yang berhak mendapatkan pelayanan tanpa terkecuali dengan tidak
membedakan satu dengan yang lainnya.
2.1.6 Standar Pelayanan Publik
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan
dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan.
Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan
pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima pelayanan.
Menurut Keputusan MENPAN Nomor 36 Tahun 2012 standar pelayanan
meliputi:
a. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penyelenggaraan
pelayanan.
b. Persyaratan
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis pelayanan
dan merupakan suatu tuntutan yang diperlukan (harus dipenuhi/dilakukan)
dalam proses penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
40
c. Sistem, Mekanisme dan Prosedur Tata cara pelayanan yang dibakukan
bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan, yang
mengandung tahapan kegiatan yang harus dilakukan dalam proses
penyelenggaraan pelayanan
d. Jangka waktu penyelesaian Jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan semua proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e. Biaya/Tarif Ongkos yang dikenakan kepada penerima pelayanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dan ditetapkan berdasarkan
kesepakatan.
f. Produk Pelayanan Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan
g. Sarana, Prasarana, dan/atau Fasilitas Peralatan dan fasilitas yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuke peralatan dan
fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
h. Kompetensi Pelaksana Kemampuan yang harus dimiliki oleh pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman
i. Pengawasan Internal Sistem pengendalian intern dan pengawasan
langsung yang dilakukan oleh pimpinan satuan kerja atau atasan langsung
pelaksana.
j. Penanganan, Pengaduan, Saran, dan Masukan
Tata cara pelaksanaan pengelolaan pengaduan dan tindak lanjut.
41
2.1.7 Pengertian Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)
Gangguan jiwa adalah gangguan pada satu atau lebih fungsi
jiwa. Gangguan jiwa adalah gangguan otak yang ditandai oleh terganggunya
emosi, proses berpikir, perilaku, dan persepsi (penangkapan panca
indera). Gangguan jiwa ini menimbulkan stress dan penderitaan bagi penderita
dan keluarganya (Stuart & Sundeen, 1998). Gangguan jiwa bukan disebabkan
oleh kelemahan pribadi. Di masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos
yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat
guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. Kepercayaan yang salah
ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan
jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada
fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang
menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan
peran sosial. Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang bersumber
dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan seperti diperlakukan
tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak terbalas, kehilangan seseorang
yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain. Selain itu ada juga gangguan
jiwa yang disebabkan faktor organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak
(Djamaludin, 2001). Jiwa atau mental yang sehat tidak hanya berarti bebas dari
gangguan. Seseorang bisa dikatakan jiwanya sehat jika ia bisa dan mampu untuk
menikmati hidup, punya keseimbangan antara aktivitas kehidupannya, mampu
42
menangani masalah secara sehat, serta berperilaku normal dan wajar, sesuai
dengan tempat atau budaya dimana dia berada. Orang yang jiwanya sehat juga
mampu mengekpresikan emosinya secara baik dan mampu beradaptasi dengan
lingkungannya, sesuai dengan kebutuhan. Secara lebih rinci, gangguan jiwa bisa
dimaknai sebagai suatu kondisi medis dimana terdapat gejala atau terjadinya
gangguan patofisiologis yang menganggu kehidupan sosial, akademis dan
pekerjaan. Gangguan tersebut bisa berbentuk apa saja yang beresiko terhadap
pribadi seseorang dan lingkungan sekitarnya.
Faktor penyebab gangguan jiwa adalah sebagai berikut:
1) Faktor Organobiologi seperti faktor keturunan (genetik), adanya
ketidakseimbangan zatzat neurokimia di dalam otak.
2) Faktor Psikologis seperti adanya mood yang labil, rasa cemas
berlebihan, gangguan persepsi yang ditangkap oleh panca indera kita
(halusinasi).
3) Faktor Lingkungan (Sosial) baik itu di lingkungan terdekat kita
(keluarga) maupun yang ada di luar lingkungan keluarga seperti
lingkungan kerja, sekolah, dll.
Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa
penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling mempengaruhi atau
kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan atau pun jiwa.
Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998) antara lain :
1. Skizofrenia
2. Depresi
43
3. Kecemasan
4. Gangguan kepribadian
5. Gangguan mental organik
6. Gangguan psikosomatik
7. Retardasi mental
8. Gangguan perilaku masa anak dan remaja
2.2 Penelitian Terdahulu
Untuk menghasilkan sebuah penelitian yang komprehensif dan
berkorelasi, dalam melakukan penelitian yang berjudul “Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang” ini,
peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya sebagai rujukan bahasan didalam penelitian ini. Diharapkan dengan
rujukan tersebut dapat membentuk kerangka dasar berpikir dalam melakukan
kajian.
Dalam hal ini, peneliti mengambil dua penelitian sebelumnya sebagai
pembanding dengan penelitian yang akan dilakukan, penelitian pertama diambil
dari skripsi berjudul “Manajemen Pelayanan Pemberangkatan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri Di Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi
(Disnakertrans) Kabupaten Serang” yang dilakukan oleh Maryati M. S mahasiswa
studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun
2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana manajemen
pelayanan pemberangkatan TKI ke luar negeri oleh Disnakertrans Kabupaten
44
Serang. Penelitian ini menggunakan teori dari Ratminto dan Atik (2005: 54) :
sumber daya manusia pelayanan, kultur organisasi, dan sistem pelayanan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan
penjelasannya yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa manajemen pelayanan pemberangkatan TKI ke luar negeri
oleh Disnakertrans Kabupaten Serang belum optimal. Persamaan peneliti dengan
penelitian terdahulu yakni menggunakan metode penelitian yang sama yaitu
kualitatif serta juga memakai teori yang sama dari Ratminto dan Atik (2005: 54)
tentang manajemen pelayanan. Perbedaannya yaitu penelitian ini meneliti
mengenai pelayanan Disnakertrans Kabupaten Serang dalam pemberankatan TKI,
sedangkan peneliti meneliti mengenai manajemen pelayanan yang diberikan oleh
dinas Kesehatan Kota Tangerang dalam menangani permasalahan kesehatan jiwa
anak dan remaja di kota Tangerang. Lokus peneliti dengan penelitian terdahulu ini
pun berbeda.
Penelitian terdahulu yang kedua berasal dari skripsi berjudul “Pelayanan
Balai Pelayanan Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
(BP3TKI) Serang Dalam Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Asal Kabupaten Serang” yang dilakukan oleh Veronica Torro Datu mahasiswa
studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada tahun
2015. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelayanan
BP3TKI dalam penempatan dan perlindungan TKI asal Kabupaten Serang.
Penelitian ini menggunakan teori dari Fitzimmons dan Fitzimmons dalam
Sinambel (2008: 7-8) :tangibles, reliability, responsiveness, assurance, emphaty.
45
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, sedangkan
penjelasannya yaitu dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pelayanan BP3TKI dalam pelayanan dan penempatan TKI
asal Kabupaten Serang belum baik. Persamaan peneliti dengan penelitian
terdahulu yakni membahas mengenai teori pelayanan. Perbedaannya yaitu
penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, sedangkan peneliti
meneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Lokus peneliti dengan
penelitian terdahulu ini pun berbeda.
Dengan demikian, persamaan penelitian ini dengan kedua penelitian
terdahulu diatas dapat dijadikan konsep bagi peneliti dalam menyusun penelitian
ini dan dalam membuat analisis. Penelitian terdahulu juga dapat dijadikan bahan
bacaan bagi peneliti, agar penelitian ini dapat disusun lebih baik dari penelitian
terdahulu.
2.3 Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang
menjadi objek permasalahan. Kerangka berpikir disusun berdasarkan tinjauan
pustaka dan hasil penelitian yang relevan. Efektivitas pada sebuah organisasi
sangat penting untuk mengerjakan dan mengukur tercapainya sasaran dan tujuan
yang telah ditentuan sebelumnya pada sebuah organisasi khususnya Instansi
Pemerintah, dimana tujuan akhir sebagai target yang ingin dicapai adalah
memberikan pelayanan prima atau sebaik-baiknya (Excellent Service) kepada
masyarakat pelanggan. Kepuasan pelanggan selaku penerima pelayanan adalah
46
perbandingan antara harapan dengan realita yang dialami dan dirasakan oleh
masyarakat pelanggan setelah menerima pelayanan dari aparatur pemerintah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa organisasi akan mencapai efektif apabila
didalamnya terdapat tujuan atau sasaran dan pelaksanaan fungsi dalam sebuah
organisasi. Karena secara umum efektivitas pelayanan dapat dilihat dari tujuan
keberhasilan pelayanan yang telah ditentukan sebelumnya, artinya pelaksanaan
suatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung efektivitas kerja orang-orang
yang bekerja didalamnya.
Dalam penelitian ini penulis meneliti mengenai Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
Adapun kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga peneliti
mendeskripsikan mengenai bagaimana pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan
remaja di kota Tangerang.
Pelayanan pada hakekatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia
merupakan sebuah proses. Sebagai proses, pelayanan berlangsung secara rutin dan
berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan orang dalam masyarakat.
Pelaksanaan pelayanan dapat diukur, oleh karena itu dapat ditetapkan standar baik
dalam hal waktu yang diperlukan maupun hasilnya. Dengan adanya standar
manajemen dapat merencanakan, melaksanakan, mengawasi, dan mengevaluasi
kegiatan pelayanan, supaya hasil akhir memuaskan pada pihak-pihak yang
mendapatkan layanan.
Selanjutkan untuk mengetahui manajemen pelayanan apakah pelaksanaan
pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja di kota Tangerang berjalan
47
dengan baik, maka dapat ditinjau dengan melihat proses-proses berikut. Menurut
Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005: 54), ada tiga hal penting dari
manajemen pelayanan yaitu, sumber daya manusia pelayanan, kultur organisasi,
dan sistem pelayanan.
Dari realitas permasalahan yang terjadi terkait dengan pelayanan
kesehatan jiwa anak dan remaja di Kota Tangerang maka peneliti melakukan
analisis mengenai manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Adapun kerangka berfikir
peneliti berdasarkan hasil observasi awal peneliti dalam tabel 2.1 yaitu sebagai
berikut :
48
Gambar 2.1
Alur Kerangka Berfikir
(sumber: Peneliti, 2017)
Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Identifikasi masalah:
1. Tingginya angka gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja diKota Tangerang
2. Ketersediaan tenaga ahli dalam proses pemberian pelayanan bagianak dan remaja yang mengalami masalah gangguan kesehatanjiwa yang masih kurang
3. Kurangnya wawasan serta pemahaman yang terdapat dimasyarakat mengenai penanganan bagi anak dan remaja yangmengalami gangguan kesehatan jiwa
4. Kurangnya fasilitas sarana dan prasarana penunjang dalampelayanan kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa
Ratminto dan Atik (2005:54):
1. Sumber Daya Manusia Pelayanan
2. Kultur Organisasi
3. Sistem pelayanan
Didapatkan gambaran mengenai proses manajemen pelayanan
kesehatan jiwa anak dan remaja yang diberikan oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang
49
2.4 Asumsi Dasar
Asumsi dasar merupakan hasil dari refleksi penelitian berdasarkan tinjauan
pustaka dan landasan teori yang digunakan sebagai dasar argumentasi. Pada
penelitian ini yang membahas mengenai manajemen pelayanan kesehatan jiwa
anak dan remaja oleh dinas kesehatan kota Tangerang dilakukan untuk
menganalisis mengenai manajemen pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan
remaja di kota Tangerang.
Terdapat beberapa masalah dalam hal ini Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang
dikatakan belum baik, dikarenakan adanya data yang cukup tinggi mengenai
gangguan kesehatan jiwa anak dan remaja di Kota Tangerang. Selain itu masih
minimnya sumberdaya manusia yang memadai dalam proses pelayanan kesehatan
jiwa bagi anak dan remaja, serta kurangnya fasilitas penunjang dalam penanganan
permasalahan pelayanan ini juga menjadi salah satu faktor penyebab proses
penanganannya kurang efektif.
Dari berbagai permasalahan yang dipaparkan diatas, sehingga peneliti
berasumsi bahwa Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh
Dinas Kesehatan Kota Tangerang belum dilakukan dengan maksimal.
50
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Dalam penelitian Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak dan
Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang, peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya
adalah eksperimen). (Sugiyono, 2012:8).
Metode penelitian kualitatif ini sering disebut metode penelitian
naturalistik, karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural
setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena pada awalnya metode ini
lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang antropologi budaya; disebut
sebagai metode kualitatif karena data yang terkumpul dan analisisnya bersifat
kualitatif (Sugiyono, 2012:8).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, dimana
peneliti menggambarkan dan menjelaskan situasi dan kondisi yang terjadi, setelah
peneliti melakukan observasi dan wawancara yang berkaitan dengan manajemen
pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja di Kota Tangerang kepada narasumber
yang terkait dengan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai instrumen
kunci, teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, studi
dokumentasi dan studi pustaka. Sedangkan untuk analisis data menggunakan
teknik analisis data menurut Prasetya Irawan dalam Metode Penelitian
51
Administrasi, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada
generalisasi.
3.2 Fokus Penelitian
Penelitian ini berjudul Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan
Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Fokus dalam penelitian ini adalah
pada Manajemen pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam
melakukan pelayanan bagi anak dan remaja di kota Tangerang, yang ruang
lingkupnya atau bahasannya adalah masyarakat, yang dalam hal ini yaitu anak-
anak dan remaja di Kota Tangerang, badan atau instansi terkait, dan
masyarakat lokal.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Tangerang yang melibatkan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang yang beralamat di Jalan Daan Mogot No. 69,
Sukasari, Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten yang sesuai dengan
judul penelitian yaitu Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja
Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
52
3.4 Fenomena yang Diamati
3.4.1 Definisi Konsep
Definisi konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang
digunakan. Adapun definisi konsep dalam penelitian tentang Manajemen
Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota
Tangerang ini adalah :
Apabila menurut Ratmanto dan Atik (2005: 54), menyatakan bahwa
manajemen pelayanan yang baik akan diciptakan apabila terdapat beberapa faktor
yang mendukung, yaitu:
1. Sumber daya manusia pelayanan
2. Kultur organisasi
3. Sistem pelayanan
3.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah manajemen pelayanan
kesehatan jiwa anak dan remaja oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang karena
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, maka dalam penjelasan
definisi operasional ini akan ditemukan fenomena-fenomena penelitian yang
dikaitkan dengan konsep yang digunakan yaitu teori yang digunakan, yaitu:
53
1. Sumber Daya Manusia Pelayanan
Manajemen pelayanan yang baik akan dihasilkan dari para
petugas pelaksana yang memiliki kompetensi dan kredibilitas
dalam menjalankan tugas, maka dibutuhkan pemberdayaan dalam
manajemen sumber daya manusia karena manusia selalu berperan
aktif dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi
perencana, pelaku, dan penentu terwujudnya organisasi terutama
dalam pemberian pelayanan yang terkait dengan manajemen
pelayanan kesehatan bagi orang dengan gangguan jiwa di kota
Tangerang.
2. Kultur Organisasi
Kultur organisasi dalam pelayanan merupakan hal yang
paling penting dalam manajemen pelayanan karena organisasi
adalah pelaksana dalam berbagai proses dan kegiatan dalam sebuah
program dan berhasil tidaknya sebuah manajemen dalam
pelayanan tergantung bagaimana budaya organisasi didalamnya,
penciptaan budaya organisasi ini sangat penting untuk mengetahui
dukungannya terhadap budaya pelayanan, yang memungkinkan
para petugas melaksanakan semua pekerjaan dengan baik sesuai
nilai yang dianut yang akan memberikan kontribusi yang besar
dalam peningkatan kinerja pelayanan.
54
3. Sistem Pelayanan
Salah satu faktor yang harus terdapat dalam manajemen
pelayanan yang berkualitas adalah adanya sistem pelayanan yang
diarahkan kepada kepentingan pelanggan (masyarakat) yang terkait
dengan sistem pengembangan pelayanan berdasarkan tujuan yang
dihasilkan, dengan sistem pelayanan yang baik akan menentukan
keberhasilan pelayanan.
Definisi operasional ini disusun dengan fokus penelitian berdasarkan apa
yang akan dikaji dan ditemukan di lapangan, kemudian akan diolah dan
dikembangkan sesuai dengan data yang diperoleh menjadi satu rangkaian
informasi yang dijabarkan dalam bentuk deskriptif sehingga menjadi suatu hasil
penelitian yang paten dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahan datanya.
3.5 Instrumen Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif. Hal ini didasarkan pada kondisi dan konteks masalah yang
dikaji, yaitu mengenai Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja
Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Dalam penelitian kualitatif yang menjadi
instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti
sebagai instrumen juga harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap
melakukan penelitian yang selanjutnya terjun kelapangan (Sugiyono, 2012:59).
55
Selanjutnya menurut Nasution (Sugiyono, 2012: 60) menyatakan:
“Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikanmanusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segalasesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, Fokus penelitian,Prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkanitu semua tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segalasesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaanyang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanyapeneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya”.
Berdasarkan dua pernyataan dari para ahli tersebut, peneliti menarik
pengertian bahwa instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri. Menurut
Nasution (Sugiyono, 2012:61) peneliti sebagai instrumen penelitian memiliki ciri-
ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala
stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau
tidak bagi penelitian.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan.Tidak ada suatu instrumen
berupa test atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi,
kecuali manusia.
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat
difahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu
sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang
diperoleh.
56
6. Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan
berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan
segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan,
perbaikan atau pelaksana.
Dalam hal ini peneliti merupakan instrumen penelitian yang akan
berinteraksi secara langsung dengan responden penelitian, bahkan untuk
penggalian data yang menuntut partisipasi peneliti secara terbatas, keterlibatan
peneliti menjadi suatu keharusan. Oleh karena itu peneliti dituntut harus mampu
dan siap melakukan penelitian yang tertuju langsung ke lapangan. Sehingga untuk
dapan melakukan uji di lapangan dan mengevaluasinya peneliti bisa mendapatkan
data dengan menggunakan dua jenis sumber data, yaitu :
3.5.1 Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya dan
masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari
responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan
diri pada laporan tentang diri sendiri atau self-report atau setidak-tidaknya
pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi (Sugiyono, 2012:72).
57
Wawancara mendalam adalah teknik pengolahan data yang
pengumpulan data didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu
tujuan tertentu untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya. Wawancara
dilakukan dengan cara mendapatkan berbagai informasi menyangkut masalah
yang diajukan dalam penelitian. Wawancara dilakukan pada informan yang
dianggap menguasai masalah penelitian. Adapun wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan yang akan diajukan oleh peneliti.
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu
berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan
dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapih dan terlebih dahulu
dipahami peneliti, sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian
b. Menjelaskan alasan mengapa informan terpilih untuk diwawancarai
c. Menentukan strategi dan teknik wawancara
d. Mempersiapkan catatan untuk wawancara
Hal-hal tersebut bertujuan untuk memberikan motivasi kepada
informan untuk melakukan wawancara dengan menghindari keasingan serta
rasa curiga informan untuk memberikan keterangan dengan jujur.
Selanjutnya, peneliti mencatat keterangan-keterangan yang diperoleh dengan
cara pendekatan kata-kata dan merangkainya kembali dalam bentuk kalimat.
58
Dalam penelitian mengenai Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa
Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang ini dapat dilihat
pedoman wawancara yang mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam manajemen pelayanan menurut Ratminto dan Atik sebagai berikut :
Tabel 3.1Pedoman Wawancara
Teori Dimensi Indikator Informan
Unsur-unsur
didalam
manajemen
pelayanan
menurut Atik
Septi Winarsi
dan Ratminto
(2005: 54)
Sumber
Daya
Manusia
Pelayanan
1. Kualifikasi pendidikan
2. Keahlian
3. Kompetensi
4. Kredibilitas
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5
I1-1, I2-3, I2-4
I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I2-1, I2-2,
I2-3, I2-4
Kultur
Organisasi
1. Profesionalisme
2. Kerjasama
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I2-1,
I2-2, I2-3, I2-4
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I2-1,
I2-2
Sistem
Pelayanan
1. Cara pelayanan
2. Mekanisme
3. Kesesuaian dengan
peraturan kebijakan
pelayanan
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I2-1,
I2-2, I2-3, I2-4
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I2-1, I2-2
I1-1, I1-2, I1-3, I1-4
(Sumber: Peneliti, 2017)
2. Pengamatan/Observasi
59
Observasi bisa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan
sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Dalam penelitian ini
peneliti langsung terjun ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan
langsung terhadap objek-objek yang diteliti, kemudian dari pengamatan
tersebut melakukan pencatatan data-data yang diperoleh yang berkaitan
dengan aktivitas penelitian.
Selain itu observasi merupakan kegiatan yang meliputi pencatatan
secara sistematik kejadian-kejadian perilaku, objek-objek yang dilihat dan
hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang
dilakukan. Konsep yang dikemukakan oleh Faisal dalam Sugiyono
(2012:226) yang mengklasifikasikan observasi sebagai berikut:
a. Observasi berpartisipasi (participant observation)
b. Observasi yang secara terang-terangan dan tersamar (overt
observation and convert observation), dan
c. Observasi yang tidak terstruktur (unstructured observation)
Jadi berdasarkan pengklasifikasian observasi diatas, observasi yang
dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah observasi terang-terangan,
dimana peneliti dalam melakukan pengumpulan data menyatakan terus terang
kepada sumber data, bahwa peneliti sedang melakukan penelitian. Sehingga
pihak-pihak yang diteliti mengetahui sejak awal sampai akhir tentang
aktivitas peneliti. Selain itu peneliti juga melakukan observasi secara tersamar
60
dimana pihak-pihak yang diteliti belum mengetahui bahwa peneliti sedang
melakukan aktivitas penelitian.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan menggunakan
dokumen resmi melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-
lembaga yang menjadi objek penelitian. Dokumen bisa berbentuk tulisan,
gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang
berbentuk tulisan misalnya catatan-catatan, peraturan, kebijakan, dan laporan-
laporan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup,
sketsa, dan lain-lain. Studi dokumentasi merupakan peengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif
(Sugiyono, 2009:240). Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara penelitian dengan pendekatan
kualitatif.
3.5.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Studi literatur atau kepustakaan, dimana pengumpulan data
penelitian yang diperoleh dari berbagai referensi buku yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan.
2. Studi dokumentasi, dimana pengumpulan data penelitian diperoleh
dari peraturan perundang-undangan, laporan-laporan, dokumen-
61
dokumen, dan catatan-catatan dihimpun dan dianalisis yang
relevan dengan masalah yang diteliti.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, informan merupakan sumber data
penelitian tersebut. Untuk mempersempit fokus penelitian maka peneliti
melakukan batasan penelitian dan menggunakan sampel penelitian. Menurut
Sugiyono (2009:215) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada karena keterbatasan dana, tenaga, dan waktu maka peneliti
menggunakan sampel dari yang diambil dari populasi itu. Penelitian mengenai
Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang, penentuan informan bersifat purposive, yaitu
ditentukan dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau tujuan tertentu.
Jadi, penentuan informan dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti
mulai memasuki lapangan dan selama penelitian, peneliti memilih orang
tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan.
Dalam penelitian kualitatif, penentuan informan yang terpenting adalah
bagaimana menentukan key informan (informan kunci) atau situasi sosial
tertentu yang sarat dengan informasi yang sesuai dengan fokus penelitian.
Informan penelitian sebagai sumber data bagi peneliti, adapun yang menjadi
informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
62
Tabel 3.2
Tabel Informan
No Kategori InformanKode
InformanKeterangan
1Kepala Seksi Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan Kota Tangerang
I1-1 Key Informan
2Kepala Puskesmas Baja Kota
Tangerang
I1-2 Key Informan
3Kepala Puskesmas Panunggangan
Kota Tangerang
I1-3 Key Informan
4Kepala Puskesmas Pondok Bahar
Kota Tangerang
I1-4 Key Informan
5
Kepala Seksi Penelitian dan
Pengembangan RSUD Kota
Tangerang
I1-5 Key Informan
6 Kader PuskesmasI2-1 Secondary
Informan
7 KeluargaI3-1 Secondary
Informan
(Sumber: Peneliti, 2017)
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
mengikuti teknik analisis data kualitatif yaitu mengikuti konsep yang
dikemukakan oleh Prasetya Irawan dalam bukunya Metodologi Penelitian
Administrasi (2006:27) yang terdiri dari langkah-langkah yang sistematis dimulai
63
dari pengumpulan data mentah, transkip data, membuat koding, kategorisasi data,
penyimpulan sementara, triangulasi, dan yang terakhir yaitu penyimpulan akhir.
Dalam analisis data pada penelitian kualitatif bersifat induktif (grounded)
dapat diartikan bahwa kesimpulannya penelitian adalah dengan cara
mengabstraksikan data-data empiris yang dikumpulkan dari lapangan dan mencari
pola-pola yang terdapat didalam data-data tersebut. Oleh karena itu analisis data
dalam penelitian kualitatif tidak perlu menunggu sampai seluruh proses
pengumpulan data selesai dilaksanakan. Analisis itu dilaksanakan secara paralel
pada saat pengumpulan data dan dianggap selesai apabila peneliti merasa telah
memiliki data sampai tingkat “titik jenuh” atau reliable (data yang didapat telah
seragam dan telah menemukan pola aturan yang peneliti cari). Maka tidak heran
dalam penelitian kualitatif dapat berlangsung berbulan-bulan.
Menganalisis data adalah untuk menyederhanakan data kedalam formula
yang sederhana dan mudah dibaca serta mudah diinterpretasikan. Analisis data
tidak hanya memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan
kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati. Sehingga implikasi yang
lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan kesimpulan akhir
dari penelitian.
Adapun langkah dalam melakukan teknik analisis data yang digunakan
menurut Irawan (2006:5) adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data Mentah
Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan mengumpulkan data dengan
teknik pengumpulan data seperti wawancara terhadap informan yang telah
64
ditetapkan (purposive) dan informan sekunder, melakukan observasi di lokasi
penelitian serta studi dokumentasi guna memperkuat data yang didapat, yang
peneliti catat hanya data apa adanya (verbatim). Jangan dicampurkan dengan
pemikiran peneliti, komentar peneliti maupun sikap peneliti.
2. Transkrip Data
Pada tahap ini, peneliti mencoba catatan kedalam bentuk tertulis dengan kata-
kata apa adanya.
3. Pembuatan Koding
Pada tahap ini, peneliti membaca ulang seluruh data yang sudah ditranskrip.
Perlu ketelitian dalam membaca transkrip, pada bagian-bagian tertentu dari
transkrip itu peneliti akan menemukan hal-hal penting yang perlu peneliti
catat untuk proses berikutnya. Dari hal-hal penting ini dapat diambil kata
kuncinya dan diberikan kode.
4. Kategorisasi Data
Pada tahap ini, peneliti mulai menyederhanakan data dengan cara mengikat
kata-kata kunci dalam suatu kategorisasi.
5. Penyimpulan Sementara
Pada tahap ini, peneliti mengambil kesimpulan yang bersifat sementara dan
harus berdasarkan data sehingga kesimpulan ini tidak dapat dicampur adukan
dengan pemikiran dan penafsiran peneliti. Adapun jika peneliti ingin
memberikan penafsiran dari pemikiran peneliti sendiri (observers comment),
maka peneliti dapat menuliskannya pada bagian akhir kesimpulan sementara.
6. Triangulasi
65
Pada tahap ini, peneliti melakukan proses check and recheck antara satu
sumber data dengan sumber data lainnya.
7. Penyimpulan Akhir
Pada tahap ini, setelah data dianggap cukup dan dianggap telah sampai pada
titik jenuh atau telah memperoleh kesesuaian, maka kegiatan selanjutnya
adalah peneliti membuat kesimpulan akhir dan mengakhiri penelitian.
Langkah-langkah teknik analisis data menurut Irawan tersebut dapat
ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 3.1
Proses Analisis Data Menurut Irawan
(Sumber: Irawan. 2006:5)
Analisis data dimulai sejak pengumpulan data dan dilakukan lebih intensif
lagi setelah kembali dari lapangan. Seluruh data yang tersedia, ditelaah dan
direduksi sehingga terbentuk suatu informasi. Satuan informasi inilah yang
ditafsirkan dan diolah dalam bentuk hasil penelitian sampai pada tahap
Transkrip
Data
Pembuatan
Koding
Kategorisasi
Data
Pengumpulan
Data Mentah
Penyimpulan
Akhir
Triangulasi Penyimpulan
Sementara
66
kesimpulan akhir. Adapun untuk pengujian keabsahan data, maka peneliti
menggunakan dua cara yaitu triangulasi dan member check.
1. Triangulasi
a. Triangulasi data (sumber)
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil
wawancara, hasil observasi, atau juga dengan mewawancarai lebih
dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang
berbeda. Dan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber.
b. Triangulasi metode (teknik)
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan wawancara yang ditunjang dengan metode
observasi saat wawancara dilakukan.
2. Member Check
Memner Check adalah proses pengecekan data yang diperoleh kepada
informan. Tujuannya untuk mengetahui kesesuaian data dari apa yang
diberikan oleh pemberi data (Sugiyono, 2009:172). Selain itu member
check yang diperoleh akan digunakan dalam penulisan laporan sesuai
dengan apa yang dimaksud sumber data atau informan. Setelah member
67
check dilakukan, maka pemberi data diminta tanda tangan sebagai bukti
otentik bahwa peneliti telah melakukan membercheck.
3.8 Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian berisi aktivitas yang dilakukan dan kapan akan
dilakukan proses penelitian (Sugiyono. 2012:286). Jadwal penelitian ini
merupakan tahapan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam melakukan
penelitian tentang Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja Oleh
Dinasi Kesehatan Kota Tangerang adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3
Waktu Pelaksanaan Peneliti
(Sumber : Peneliti, 2018)
No TahunKegiatan
2017 2018Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
1 Pengajuanjudul
2 Observasi awaldan perizinan
3 Penyusunanproposal
4 Seminarproposal
5 Pencarian datadi lapangan
6 Pengolahandata
7 PenyusunanBab IV & V
8 Sidang skripsi
9 Revisi laporansidang skripsi
69
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
tentang Kota Tangerang, Dinas Kesehatan Kota Tangerang, gambaran umum
mengenai Seksi kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang, dan
gambaran umum mengenai stakeholder lain dalam penanganan permasalahan
kesehatan jiwa anak dan remaja di Kota Tangerang. Hal tersebut akan dijelaskan
sebagai berikut :
4.1.1 Deskripsi Kota Tangerang
Kota Tangerang secara astronomis terletak pada posisi 106º36’ - 106º42’
Bujur Timur (BT) dan 6º6’ - 6º13’ Lintang Selatan (LS). Wilayah ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Tangerang di sebelah barat dan utara, Kota
Tangerang Selatan di sebelah selatan, dan dengan Provinsi DKI Jakarta di sebelah
timur. Luas wilayah Kota Tangerang hanya sebesar 164,55 km2 dengan 19,69
km2 diantaranya merupakan Bandara Internasional Soekarno Hatta. Dengan luas
wilayah yang hanya sekitar 1,59 persen dari luas Provinsi Banten, Kota Tangerang
merupakan wilayah terkecil kedua setelah Kota Tangerang Selatan. Topografi
70
Kota Tangerang secara umum berupa dataran rendah dengan ketinggian antara 10-
18 mdpl. Kota Tangerang memiliki 3 daerah aliran sungai, 54 saluran pembuang,
16 saluran irigrasi, dan 6 situ/danau.
Kota Tangerang yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten
Tangerang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 Tentang
Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang yang disahkan pada 17
Februari 1993 dan diresmikan pada 28 Februari 1993. Menjadi salah satu kota
penyangga Ibukota Jakarta, Kota Tangerang ditetapkan sebagai bagian dari
Kawasan Strategis Nasional bersama dengan DKI Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi,
Puncak, dan Cianjur.
Gambar 4.1
Peta Administratif Kota Tangerang
(Sumber: http://webgis.tangerangkota.go.id/)
Pada awal pembentukannya, Kota Tangerang terbagi menjadi 4 wilayah
kecamatan, diantaranya Kecamatan Tangerang, Kecamatan Batuceper, Kecamatan
71
Cipondoh, Kecamatan Ciledug dan Kecamatan Jatiuwung yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 Tentang Pembentukan Kota
Administratif Tangerang. Pada tahun 2001, saat penyebutan "Kotamadya"
berubah menjadi "Kota", dibentuk 7 kecamatan baru dan beberapa kelurahan baru
yang merupakan pemekaran dari kecamatan induknya. Kecamatan-kecamatan
baru tersebut, yaitu Kecamatan Benda, Kecamatan Cibodas, Kecamatan Karang
Tengah, Kecamatan Larangan, Kecamatan Pinang, Kecamatan Neglasari, dan
Kecamatan Periuk. Hingga saat ini, Kota Tangerang memiliki 13 wilayah
kecamatan yang meliputi 104 wilayah kelurahan dengan 981 rukun warga (RW)
dan 4.900 rukun tetangga (RT).
Letak Kota Tangerang yang sangat strategis menjadikan pertumbuhannya
cukup pesat. Hal ini dibarengi dengan meningkatnya jumlah penduduk di wilayah
Kota Tangerang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang,
hingga tahun 2016 jumlah penduduk Kota Tangerang tercatat sebanyak 2.093.706
jiwa terdiri dari 1.068.606 (51,04%) laki-laki dan 1.025.100 (48,96%) perempuan.
Dengan laju pertumbuhan penduduk pada 2010-2016 sebesar 2,56% dan
kepadatan penduduk tahun 2016 sebesar 12.274 jiwa/km². Tingkat Kesempatan
Kerja (TKK) di Kota Tangerang pada tahun 2017 sebesar 92,84%, meningkat
0,84% dari tahun 2015. Peningkatan laju TKK di tahun 2017 diikuti dengan
penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yaitu dari 8,00% pada tahun
2015 menjadi 7,16% pada tahun 2017.
72
4.1.2 Deskripsi Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Dinas kesehatan adalah unsur pelaksana pemerintah daerah dibidang
kesehatan. Dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas kesehatan
Kota Tangerang memiliki visi dan misi. Visi adalah suatu maksud, tujuan, atau
impian besar yang ingin dicapai oleh seseorang maupun sebuah organisasi. Ketika
menjalankan setiap tugasnya dalam mewujudkan warga kota Tangerang yang
sehat, Dinas Kesehatan Kota Tangerang memiliki visi yaitu sebagai berikut:
Visi
“Menjadi Penggerak Dalam Mewujudkan Masyarakat Kota Tangerang Yang
Sehat Dan Mandiri”.
Untuk mewujudkan suatu visi maka dibutuhkan beberapa misi yang harus
dilakukan. Misi adalah serangkaian langkah yang perlu diambil untuk meraih
tujuan tersebut. Berikut ini adalah misi yang dirancang oleh Dinas Kesehatan
Kota Tangerang :
Misi
1. Meningkatkan Komptensi Sumberdaya aparatur, dengan sasaran:
a. Perlengkapan kerja/kantor
b. Terwujudnya publikasi Tersedianya aparatur SKPD yang mampu
mematuhi peraturan kepemerintahan daerah yang berlaku
73
c. Tersedianya aparatur SKPD yang memiliki kapasitas, kompetensi, dan
profesionalitas
d. Tersedianya pelayanan terhadap pemenuhan sarana-prasarana teknis
dan keadministrasian perkantoran (peralatan dan informasi advertorial
pelayanan SKPD kepada masyarakat pada media massa
2. Meningkatkan kualitas tata kelola kelembagaan, dengan sasaran:
a. Tersedianya berbagai jenis pelaporan capaian kinerja pelaksanaan
kegiatan dan keuangan SKPD
b. Tersedianya Dokumen Perencanaan-Penganggaran, Pengendalian, dan
Evaluasi- Pelaporan Pemb. Daerah yang disusun secara teknokratis
(integratif, komprehensif, holistik), koordinatif, dan partisipatif, serta
informatif.
c. Tersedianya Data/Informasi Perencanaan Pemb. Daerah yang lengkap,
valid, terbaharui, terstandar, serta terpublikasi dalam jaringan internet
yang mudah diakses oleh publik
d. Terwujudnya peranserta/partisipasi kelompok masyarakat sebagai
stakeholder dalam perencanaan pembangunan daerah
3. Meningkatkan kualitas, kuantitas serta pemerataan pengadaan, distribusi
obat dan perbekalan kesehatan, dengan sasaran:
a. Meningkatnya Kecukupan Obat dan Perbekalan Kesehatan
b. Terkendalinya Kualitas Obat dan Bahan Makanan
4. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
bagi masyarakat, dengan sasaran:
74
a. Meningkatnya Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin
b. Tersedianya Puskesmas Perawatan Kategori PONED (Pelayanan
Obstetrik Neonatus Emergensi Dasar).
c. Meningkatnya status akreditasi seluruh Puskesmas
d. Mantap dan berkembangnya pemenuhan kebutuhan dan kualtias
sarana dan praasaran kesehatan.
5. Meningkatkan kualitas upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit
menular, dengan sasaran:
a. Menurunnya Jumlah Kasus Penyakit Menular.
6. Meningkatkan kualitas upaya pengendalian dan penanggulangan penyakit
tidak menular, dengan sasaran:
a. Meningkatnya deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular
b. Menurunnya jumlah kasus penyakit tidak menular (degeneratif)
7. Meningkatkan kualitas kesehatan Ibu, anak dan balita, dengan sasaran:
a. Meningkatnya Pelayanan Kesehatan Ibu
b. Meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan anak dan balita
c. Meningkatnya pelayanan kesehatan usila
d. Meningkatnya Pelayanan Kesehatan Individu dan Keluarga
8. Meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan, dengan sasaran:
a. Meningkatnya kualitas kesehatan di tempat-tempat umum dan
pengelolaan makanan.
9. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat korban
bencana, dengan sasaran:
75
a. Mertanggulanginya krisis kesehatan akibat bencana.
10. Meningkatkan perilaku hidup bersih sdan sehat masyarakat, dengan
sasaran:
a. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih
dan sehat.
b. Meningkatnya jumlah dan persentase kelurahan siaga aktif.
4.1.2.1 Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kota
Tangerang
Dinas kesehatan kota Tangerang mempunyai tugas pokok melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan berdasarkan asas otonomi dan tugas
pembantuan sesuai dengan visi, misi dan program Walikota sebagaimana
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Adapun
tugas-tugas tersebut antara lain:
1. perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan di bidang kesehatan;
2. pemberian dukungan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di
bidang kesehatan;
3. pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan;
4. pelaksanaan ketatausahaan Dinas;
5. pengelolaan UPT; dan
6. pelaksanaan tugas lain yang diberikan Walikota sesuai dengan lingkup
tugas dan fungsinya.
76
4.1.2.2 Susunan Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang
Berdasarkan peraturan walikota Tangerang nomor 63 tahun 2014 tentang
tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Kesehatan, susunan organisasi Dinas Kesehatan
Kota Tangerang terdiri dari :
1. kepala Dinas
2. sekretariat, membawahkan :
a. sub bagian umum dan kepegawaian
b. sub bagian keuangan
c. sub bagian perencanaan
3. bidang bina kesehatan masyarakat, membawahkan:
a. seksi kesehatan ibu dan anak
b. seksi peningkatan gizi masyarakat
c. seksi kesehatan remaja dan lanjut usia
4. bidang pelayanan kesehatan, membawahkan :
a. seksi pengawasan obat dan makanan
b. seksi peran serta masyarakat dan promosi kesehatan
c. seksi kesehatan khusus
5. bidang pengendalian penyakit dan kesehatan lingkungan, membawahkan:
a. seksi pengendalian penyakit
b. seksi surveilans dan imunisasi
c. seksi penyehatan lingkungan
6. bidang pengembangan sumber daya, membawahkan :
a. seksi sertifikasi sumber daya manusia dan sarana kesehatan
77
b. seksi perbekalan kesehatan
c. seksi pembiayaan dan jaminan kesehatan
7. UPT
8. Kelompok jabatan fungsional
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data merupakan penjelasan mengenai data yang
didapatkan dari hasil penelitian di lapangan. Data ini didapat dari hasil
penelitian dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif. Dalam
penelitian ini, mengenai manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan
remaja oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Peneliti menggunakan teori
manajemen pelayanan menurut Ratminto dan Atik. Teori tersebut
memberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang dapat mempengaruhi
manajemen pelayanan. Dalam pemaparannya yaitu bagaimana sumber daya
manusia pelayanan, kultur organisasi, serta sistem pelayanan yang dimiliki
oleh dinas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa anak
dan remaja di Kota Tangerang. Dalam hal ini pihak-pihak yang terkait
antara lain Dinas Kesehatan Kota Tangerang, tenaga ahli di puskesmas
Kota Tangerang, tenaga ahli di rumah sakit umum Kota Tangerang, serta
masyarakat yang dalam hal ini menerima yang pelayanan kesehatan jiwa
maupun yang menjadi kader tenaga pembantu di masyarakat.
78
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif, sehingga data yang peneliti dapatkan lebih
banyak berupa kata-kata dan tindakan yang peneliti peroleh melalui proses
wawancara dan observasi di lapangan. Kata-kata dari hasil wawancara dan
observasi di lapangan merupakan sumber utama dalam penelitian. Sumber
data ini kemudian oleh peneliti dicatat dengan menggunakan catatan
tertulis atau melalui alat perekam yang peneliti gunakan dalam penelitian.
Adapun dokumentasi yang peneliti ambil saat melakukan pengamatan
adalah catatan yang berupa catatan lapangan peneliti, seperti dokumen-
dokumen yang peneliti dapatkan baik dari Dinas Kesehatan Kota
Tangerang, puskesmas-puskesmas di Kota Tangerang, maupun dari
masyarakat yang berhubungan langsung dengan anak dan remaja yang
mengalami gangguan kesehatan jiwa yang merupakan data mentah yang
harus diolah dan dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya berupa foto-foto dilapangan
yang dimana foto-foto tersebut merupakan foto kegiatan-kegiatan yang
menggambarkan situasi pemberian pelayanan kesehatan jiwa bagi anak
dan remaja oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
4.2.2 Daftar Informan Penelitian
Pada penelitian ini mengenai Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa
Anak dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang, pemilihan
79
informan dilakukan oleh peneliti dengan teknik purposive. Teknik purposive
adalah teknik pemilihan informan yang mempunyai pemahaman yang
berkaitan langsung dengan masalah penelitian guna memperoleh data dan
informan yang lebih akurat. Hal ini juga lebih dijelaskan pada bab
sebelumnya mengenai metodologi penelitian.
Informan yang telah ditentukan diawal adalah semua pihak baik
aparatur pelaksana, pihak-pihak yang terlibat, maupun masyarakat. Dalam
hal ini yaitu kepala seksi kesehatan khusus dinas Kesehatan Kota
Tangerang, kepala unit kesehatan jiwa puskesmas Baja, kepala unit
kesehatan jiwa puskesmas Panunggangan, dan kepala unit kesehatan jiwa
puskesmas Pondok Bahar, Kepala Seksi Penelitian dan Pengembangan
RSUD Kota Tangerang, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses
manajemen pelayanan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja. Berikut adalah
informan-informan yang ada dalam penelitian ini:
80
Tabel 4.1
Daftar Informan
No KodeInforman
Nama Keterangan JenisKelamin
Umur
1 I1-1 drg. FennyRosnisa, R.MKM
Kepala Seksi KesehatanKhusus Dinas KesehatanKota Tangerang
perempuan 57 Tahun
2 I1-2 dr. RovinaYurika
Kepala unit kesehatan jiwapuskesmas Baja
Perempuan 52 Tahun
3 I1-3 dr. DickySoegiharto
Kepala unit kesehatan jiwaPuskesmas Panunggangan
Laki-laki 51 Tahun
4 I1-4 dr. Rini Kepala Unit Kesehatan JiwaPuskesmas Pondok Bahar
Perempuan 48 Tahun
5 I1-5 dr. RismaFatimah
Kepala Seksi Penelitian danPengembangan RSUD KotaTangerang
Perempuan 48 Tahun
6 I2-1 Partiningsih Kader Puskesmas PondokBahar
Perempuan 42 Tahun
7 I2-2 Ida Komala Kader Puskesmas Baja Perempuan 45 Tahun
8 I3-1 Aliya Keluarga Pasien Perempuan 43 Tahun
9 I3-2 Wiyati Keluarga Pasien Perempuan 56 Tahun
(sumber: Peneliti, 2018)
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori
manajemen menurut Atik dan Raminto, dimana dalam teori ini memberikan tolak
81
ukur atas hal-hal penting yang menjadi dasar dari keberhasilan dalam proses
manajemen pelayanan agar dapat melakukan pelayanan yang diinginkan.
Dalam manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang dibantu oleh para tenaga ahli dalam bidang pelayanan
kesehatan jiwa, dan serta masyarakat yang berhubungan langsung dalam proses
pemberian pelayanan kesehatan jiwa. Penelitian mengenai manajemen pelayanan
kesehatan jiwa anak dan remaja oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang ini
menggunakan teori mengenai faktor-faktor utama dalam manajemen pelayanan
menurut Ratminto dan Atik (2005:54) yang meliputi sumber daya manusia
pelayanan, kultur organisasi, serta sistem pelayanan. Dalam deskripsi hasil
penelitian ini akan dibahas sesuai dengan rumusan masalah penelitian yang akan
disesuaikan dengan masing-masing faktor pendukung manajemen pelayanan
menurut Ratminto dan Atik.
1. Sumber Daya Manusia Pelayanan
Manajemen pelayanan yang baik akan dihasilkan dari para petugas
pelaksana yang memiliki kompetensi dan kredibilitas dalam menjalankan
tugas, maka dibutuhkan pemberdayaan dalam manajemen sumber daya
manusia karena manusia selalu berperan aktif dalam setiap kegiatan
organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan penentu
terwujudnya organisasi terutama dalam pemberian pelayanan. Dimensi
sumber daya manusia pelayanan tersebut meliputi kualifikasi pendidikan,
keahlian, kompetensi, dan kredibilitas.
82
Pertama, kualifikasi pendidikan. Petugas pelayanan berperan aktif dalam
suatu kegiatan pelayanan yang bermaksud supaya tujuan yang mereka buat
dapat tercapai dengan baik serta tercapainya sasaran program pelayanan
yang dijalankan. Salah satu supaya tercapainya tujuan tersebut diperlukan
sumber daya manusia pelayanan yang memiliki kemampuan dalam
pelaksanaan pemberian pelayanan tersebut.
Kemampuan sumber daya manusia pegawai salah satunya dapat
dilihat dari kualifikasi pendidikan yang mereka miliki, dalam pemberian
pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dibutuhkan pegawai yang
benar-benar bisa memahami tugas yang mereka jalani. Pegawai yang ada
di seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang terdapat 12
pegawai yang memiliki kualifikasi pendidikan berbeda-beda, berikut data
kepegawaian menurut pendidikan yang ada di Seksi Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
Tabel 4.2
Data Kepegawaian Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan
Menurut Pendidikan
Pendidikan Jumlah
D-3 2
S-1 7
S-2 3
TOTAL 12
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2017
83
Berdasarkan tabel tersebut sumber daya manusia dalam data
kepegawaian Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang,
pendidikan pegawai yang terbanyak didominasi oleh lulusan yang
memiliki strata 1 yang berjumlah 7 pegawai, sedangkan untuk pegawai
lain yang lulusan D3 berjumlah 2 orang, dan lulusan strata 2 sebanyak 3
orang.
Dengan kualifikasi pendidikan yang ada sudah cukup mumpuni
untuk menguasi beberapa bidang dalam menjalankan tugas. Karena
dengan kualifikasi itu pula tidak diragukan lagi bagaimana keahlian, serta
kompetensi dan profesionalitas yang dimiliki guna proses pemberian
pelayanan. Seperti pernyataan yang dikemukakan oleh informan I1-1
kepada peneliti, yaitu :
“tentunya kualifikasi pendidikan yang ada di sini baik dansesuai dengan bidang yang ada karna memang seleksi yangditentukan berdasarkan kemampuan yang dimiliki dalam bidangkesehatan. Jadi soal itu sudah pasti pegawai yang ada adalahpegawai yang pendidikannya mencukupi untuk memahamisetiap tugas yang dimilikinya” (Hasil wawncara dengan kepalaseksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang padatanggal 8 Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Kualifikasi pendidikan yang ada menunjukan bahwa mereka
memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidangnya dan
memiliki rasa tanggung jawab akan tugas yang diembannya dengan
profesional. Sehingga dengan begitu para karyawan akan memberikan
pelayanan yang terbaik dari apa yang mereka punya, karena mereka
84
menjalankan tugas dengan rasa tanggung jawab yang tinggi. Pernyataan
lain juga didapatkan dari informan I1-2 yang mengungkapkan:
“Bisa dilihat kalau hasil kerja dari setiap pegawai di DinasKesehatan sudah sangat baik. Ini bs dilihat dari bagaimana merekadengan cepat tanggap menangani setiap persoalan-persoalan yangada dengan berbagai program yang semakin mempermudahmasyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan. Sudah pastiuntuk membuat program-program itu diperlukan pendidikan yangmumpuni juga” (Hasil wawancara dengan kepala puskesmas Bajapada tanggal 10 Februari 2018, pukul 12.30 WIB).
Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh I1-3 yaitu:
“ya pastinya latar belakang pendidikannya bagus neng,sepenglihatan saya si udah ga ada lagi yang pendidikannya lulusanSMA. Setidaknya semua sudah S1 lah ya. Sekarang pendidikan kanpenting apalagi ini yang menangani permasalahan kesehatanmasyarakat” (Hasil wawancara dengan kepala puskesmasPanunggangan pada tanggal 17 Mei 2018, pukul 10.30 WIB).
Informan I1-4 memberikan pendapatnya pula mengenai jenjang pendidikan
bagi setiap tenaga ahli yang terlibat dalam pelayanan kesehatan jiwa
sebagai berikut:
“dalam pemberian pelayanan tentunya para pegawai yang terlibatmemiliki wawasan serta pengetahuan yang mumpuni pula. Saat inimemang dalam pembukaan lowongan untuk bekerja dan terlibatdalam pemberian pelayanan kesehatan perlu memiliki jenjangpendidikan minimal D3. Hal ini karena dapat mempengaruhikualitas pelayanan yang diberikan nantinya” (hasil wawancaradengan penanggungjawab unit kesehatan jiwa puskesmas PondokBahar pada tanggal 12 Maret 2018, pukul 11.25 WIB)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa latar belakang
pendidikan pegawai bisa berpengaruh dengan hasil kinerja yang diperoleh.
Dengan diposisikannya pegawai dengan latar belakang pendidikan yang
mereka miliki terkadang masih ditemui beberapa kendala mengenai
pemahaman dalam menjalankan tugas mereka. Seperti halnya yang
85
dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003:28) yang menyatakan bahwa suatu
pendidikan (formal) di suatu organisasi merupaka suatu proses
pengembangan kemampuan kearah yang diinginkan oleh organisasi yang
bersangkutan.
Dari hasil wawancara disimpulkan bahwa latar belakang
pendidikan dalam pemberian pelayanan kesehatan merupakan suatu aspek
yang dibutuhkan guna berjalannya pelayanan yang baik karena para
pegawai yang memahami tugas yang dimilikinya. Sehingga para pegawai
yang memiliki standar pendidikan yang baik dapat diimbangi pula dengan
profesionalisme kerja sehingga dapat dihasilkannya pelayanan yang baik.
Adanya beban tugas yang didapatkan pada pegawai yang sudah
pada bidangnya masing-maing tersebut diharapkan dengan latar belakang
yang sudah ditempatkan dibidang masing-masing tersebut diperoleh hasil
kerja yang baik, tentunya dengan pelayanan yang berpihak kepada
masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Latar belakang
pendidikan pegawai bidang kesehatan khusus Dinas Kesehatan Kota
Tangerang didominasi oleh lulusan strata 1 tersebut perlu diimbangi
dengan pengetahuan yang benar-benar paham dengan beban tugas yang
mereka dapatkan.
Banyaknya pegawai yang memiliki lulusan pendidikan strata 1 dan
sedikitnya pegawai yang memiliki tingkat pendidikan strata 2 tersebut,
diharapkan tidak menjadi penghambat atau kendala dalam pemberian
86
pelayanan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tersebut terutama
terkait dengan manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja.
Kedua, keahlian. Pegawai selalu berperan aktif dalam setiap
kegiatan pelayanan demi terwujudnya tujuan dan sasaran program
pelayanan yang dijalankan. Karena keberhasilan didalam sebuah
pelayanan tergantung dari keahlian yang memanfaatkan sumber daya yang
tersedia, apabila dalam suatu pelayanan tidak terdapat sumber daya yang
efektif dalam melaksanakan pekerjaan maka hal tersebut akan berakibat
kepada hasil yang dicapai. Ada salah satu pernyataan yang dikemukakan
dari informan I1-1 mengenai hal ini, yaitu:
“kalau saya tidak salah ingat, hambatan terbesar yang kamihadapi itu ketika UU tentang kesehatan jiwa itu akhirnya disahkan.Saat itu segala proses pendataan menjadi cukup menyulitkan. Tausendiri kan permasalahan kesehatan jiwa terkadang dianggapsebagai sesuatu yang memalukan dan sebenarnya memiliki jumlahyang tidak sedikit” (Hasil wawncara dengan kepala seksi kesehatankhusus dinas kesehatan kota Tangerang pada tanggal 8 Februari2018, pukul 10.25 WIB).
Sejak disahkannya UU tentang Kesehatan Jiwa pada tahun 2014
proses pendataan awal berlangsung hingga hampir dua tahun karena
melihat permasalahan kesehatan jiwa ini bagaikan fenomena gunung es.
Namun setelah berbagai upaya yang dilakukan kini pendataan yang ada
sudah berjalan sesuai dengan sistem yang baik karena pelaporan dari
setiap kunjungan yang terjadi di setiap puskesmas yang ada selalu
dilaprkan secara rutin.
Berdasarkan tabel rekapitulasi permasalahan kesehatan jiwa kota
Tangerang yang terlampir merupakan contoh data untuk mengetahui
87
banyaknya jumlah masyarakat yang mengalami permasalahan gangguan
kesehatan jiwa yang sedang dan telah ditangani oleh Dinas Kesehatan
Kota Tangerang. Data yang telah didapatkan tersebut membantu semua
pihak yang terlibat dalam proses manajemen pelayanan kesehatan jiwa
sehingga segera membentuk upaya-upaya dalam penanganan
permasalahan kesehatan jiwa yang ternyata semakin banyak.
Terdapat pernyataan dari informan I1-1 yang mengatakan bahwa:
“ya, memang Kota Tangerang adalah kota yang memiliki angkakesakitan jiwa tertinggi. Kami tidak merasa bangga dengan itu tapiini terlihat bahwa pencatatan kami cukup berhasil. Selain itu timkami bekerja dengan sangat baik hingga dapat membuat masyarakatmau memeriksakan dirinya. Apalagi sekarang dipermudah denganbantuan jamkesda. (Hasil wawancara dengan kepala seksi kesehatankhusus dinas kesehatan kota Tangerang pada tanggal 8 Februari2018, pukul 10.25 WIB).
Pernyataan lain juga didapatkan dari informan I1-4 yang mengungkapkan
bahwa:
“sekarang masyarakat sudah mau memeriksakan dirinyamaupun anggota keluarganya. Dulu kan ga ada yang mau,biasanya karna malu. Ya ini si jadi keliatan banyak karena yangsudah lama sakit akhirnya mau memeriksakan diri” (hasilwawancara dengan penanggungjawab unit kesehatan jiwapuskesmas Pondok Bahar pada tanggal 12 Maret 2018, pukul11.25 WIB).
Selain itu I2-1 mengungkapkan hal yang kurang lebih sama.
“ya tante kan dilatih untuk bagaimana menghadapi keluarga-keluarga yang dikunjungi. Saat kunjungan pertama kemaren ituada beberapa orang yang menceritakan permasalahannya. Saatitu si ga Cuma tante aja tapi juga ada tenaga psikolog yangdampingin dateng ke rumah-rumah itu” (hasil wawancara
88
dengan kader puskesmas Pondok Bahar pada tanggal 5 Mei2018, pukul 11.25 WIB).
Dapat diketahui bahwa keahlian pegawai yang ada di seksi kesehatan
khusus dinas kesehatan kota Tangerang beserta semua pihak yang terlibat
dalam proses pelayanan kesehatan jiwa memang sangat diperlukan, baik
dalam hal pendataan rekapitulasi jumlah masyarakat yang mengalami
permasalahan kesehatan jiwa, maupun semua bentuk pendekatan agar
masyarakat lebih peduli lagi terhadap permasalahan kesehatan jiwa ini.
Pengolahan data dalam pelayanan kesehatan jiwa yang berlangsung di
seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang yang ditujukan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui pemberian
kemudahan akses pelayanan melalui data yang mudah tersebut. Selain itu
tugas dari seksi kesehatan khusus dinas kesehatan Kota Tangerang lebih
kepada penyuluhan, sosialisasi, pengawasan dan pendataan agar semua
berjalan sesuai dengan apa yang telah diharapkan. Seksi kesehatan khusus
berperan pada proses penanganan agar setiap masyarakat mendapatkan
pelayanan yang baik dalam proses pengobatannya.
Ketiga, kompetensi. Permasalahan yang terkait dengan kompetensi,
yang mana suatu keberhasilan didalam sebuah pelayanan tergantung dari
kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, apabila dalam
suatu pelayanan tidak terdapat sumber daya yang efektif dalam
89
melaksanakan pekerjaan maka hal tersebut akan berakibat kepada hasil
yang dicapai.
Dalam kasus mengenai kompetensi dalam proses pemberian pelayanan
didapatkan pendapat dari informan I(3-2) yaitu:
“waktu saya ke puskesmas si bagian loketnya kaya masih belajargitu. Ga tau deh lama banget, sampe antriannya panjang banget.”(Hasil wawancara dengan anggota keluarga yang mendapatkanpelayanan kesehatan jiwa pada tanggal 19 Mei 2018, pukul 11.00WIB).
Informan I(3-1) juga memberikan pernyataan mengenai kompetensi
pegawai pemberi pelayanan yang ditemukan saat melakukan kunjungan ke
puskesmas sebagai berikut.
“ya kalo dokternya si baik-baik aja mbak. Cuma di loketpendaftaran sama dibagian pengambilan obat itu loh yang sukalama. Kalau yang loket kayanya si pegawai baru jadi masih lamagitu kerjaannya, tapi kalau yang bagian obat saya juga kurang taukenapa lama. Susah kali ya cari obatnya” (Hasil wawancara dengananggota keluarga yang mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa padatanggal 15 April 2018, pukul 15.00 WIB).
Selain itu kepala seksi kesehatan khusus dinas kesehata (I1-1) juga
mengungkapkan tentang kompetensi yang ada sebagai berikut.
“ya jujur aja semua pegawai yang bekerja pasti sudah masukmelalui seleksi dan memiliki keahlian yang mumpuni, tapi kankeahlian itu juga harus diimbangi sama kompetensi diri yang baik.Makanya disini juga sering ada pelatihan-pelatihan yang diikutikaryawan maupun semua pihak yang terlibat dalam pelayanan agartidak hanya sebatas bisa saja dalam menjalankan tugas, tapi jugabisa bertanggungjawab terus bisa berdedikasi tinggi dalammenjalankan tugasnya.” (Hasil wawancara dengan kepala seksi
90
kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang pada tanggal 8Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Melihat pendapat yang dikemukakan oleh beberapa informan
diketahu bahwa tenaga pegawai yang ahli saja tidak cukup, tapi para
pemberi pelayanan diharapkan mampu memahami dan menguasai bidang
yang sedang dikerjakan. Para pegawai harus tahu apa yang dikerjakan.
Tidak hanya sekedar keahlian tapi yang tidak kalah penting memiliki
pengetahuan atas apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab
pekerjaannya. Karena dalam menjalankan tugasnya diperlukan rasa
tanggungjawab yang tinggi agar masing-masing pihak memiliki
kewenangan yang kuat dalam setiap tanggungjawab yang diembannya.
Keempat, kredibilitas. Permasalahan kredibilitas dalam
menjalankan tugas sudah tidak dapat dipungkiri lagi. Setiap pembagian
tugas berjalan dengan optimal hingga mampu menyelesaikan setiap tugas
yang ada. Uraian pekerjaan atau tugas menjadi pedoman dan petunjuk bagi
semua orang yang terlibat dalam organisasi kerja, baik bagi pimpinan
organisasi pada semua tingkat maupun orang perorangan sebagai petugas
atau pekerja. Uraian pekerjaan atau tugas sangat penting karena itu harus
jelas dan benar-benar realistis, sehingga mempermudah dan memperlancar
pekerjaan atau tugas seseorang. Dalam hal uraian pekerjaan atau tugas
terdapat beberapa organisasi yang menganggap kurang efektif karena
masih dipandang perlu cara kerja yang mampu mengerjakan secara
91
multitasking. Keadaan seperti ini menimbulkan beban kerja yang tidak
menentu, satu pihak sangat sarat dengan pekerjaan yang beraneka macam
atau serabutan, sehingga pihak lain tidak tahu harus mengerjakan apa lagi.
Uraian pekerjaan atau tugas ini perlu yang jelas, terinci dan tertulis. Hal ini
merupakan hal yang mutlak keberadaanya dalam setiap organisasi, karena
hal ini sangat bermanfaat bagi organisasi, manajemen, pembinaan disiplin,
dan bagi pekerja ataupun petugas itu sendiri.
Pernyataan yang dikemukakan oleh kepala seksi kesehatan khusus dinas
kesehatan kota Tangerang (I1-1) mengenai kredibilitas sebagai berikut :
“kita dari dinas biasanya melakukan adanya kegiatan sosialisasiprosedur dan mekanisme dalam pemberian pelayanan kesehatanjiwa. Hal ini biasa kami lakukan dengan menyebar stakeholder yangterlibat dalam proses pelayanan. Dengan begitu selain programdapat berjalan dengan lancar, informasi yang ingin disampaikandapat tersampaikan dengan sangat tepat sasaran. Pembagian tugasjuga dilakukan agar setiap stakeholder yang terlibat memiliki rasatanggungjawab yang sama terhadap pemberian pelayanan” (Hasilwawancara dengan kepala seksi kesehatan khusus dinas kesehatankota Tangerang pada tanggal 8 Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Dari pernyataan yang dikemukakan hasil wawncara tersebut
menyatakan bawa memang dari pihak dinas kesehatan dalam hal ini seksi
kesehatan khusus ada keinginan untuk mewujudkan pembagian tugas kerja
yang dapat bersinergi satu sama lain sehingga memiliki rasa yang sama
dalam meberikan pelayanan. Selain itu dengan adanya pembagian tugas
yang jelas ini maka masyarakat dapat juga menilai bahwa semua pihak
92
yang terlibat dalam proses pelayanan memang sangat memiliki kualitas
yang mumpuni dalam setiap pembagian tugas yang dimiliki.
Seperti penyataan yang dilontarkan oleh kepala seksi peneltian dan
pengembangan RSUD Kota Tangerang yang menyatakan bahwa:
“ya kami juga mendapatkan ajakan dari pihak dinas untukmelakukan penyuluhan serta mengadakan seminar mengenaipentignya kesehatan jiwa. Tapi kalau soal dikhususkan programuntuk anak dan remaja secara khusus memang kami belu tau. Yangsaya tau dari pihak puskesmas juga melakukan kegiatan sendiriutnuk memberikan wawasan ke masyarakat.” (Hasil wawancaradengan kepala seksi penelitian dan pengembangan RSUD KotaTangerang pada tanggal 24 Mei 2018, pukul 13.20 WIB).
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh informan I(1-2) sebagai berikut:
“ada kok ajakan dari dinas buat bikin penyuluhan ke rumah-rumahwarga. Kami dari pihak puskesmas dikumpulin terus bagi tugas dehsesuai pembaigian wilayah masing-masing biar wawasan yang adadimasyarakat tentang kesehatan jiwa menjadi lebih luas lagi. Tapiitu informasi secara umum aja, ga ada dibedain untuk anak danremaja setau saya” (Hasil wawncara dengan kepala puskesmas Bajapada tanggal 10 Februari 2018, pukul 12.30 WIB).
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kredibilitas
semua pihak dalam proses pelayanan kesehatan jiwa cukup baik. Hal ini
terlihat dari berjalannya pembagian tugas yang dimiliki guna
didapatkannya pencapaian yang optimal dari apa yang diharapkan. Selain
itu diketahui pula bahwa upaya-upaya yang dilakukan guna pemberian
93
informasi mengenai pelayanan kesehatan jiwa kepada masyarakat telah
dilakukan dengan sangat optimal.
Dengan pendekatan yang dilakukan dalam upaya pemberitahuan
tentang pelayanan kesehatan jiwa diharapkan dapat menambah wawasan
masyarakat mengenai betapa pentingnya kesehatan jiwa. Dengan adanya
kegiatan-kegiatan yang dibuat dalam upaya menginformasikan pelayanan
kesehatan jiwa, dirasakan ini jauh lebih tepat sasaran karena melakukan
pendekatan secara langsung kepada masyarakat dengan penyuluhan dan
seminar-seminar yang dibuat.
2. Kultur Organisasi
Kultur organisasi dalam pelayanan merupakan hal yang paling penting
dalam manajemen pelayanan karena organisasi adalah pelaksana dalam
berbagai proses dan kegiatan dalam sebuah program dan berhasil tidaknya
sebuah manajemen dalam pelayanan tergantung bagaimana budaya
organisasi didalamnya. Penciptaan budaya organisasi ini sangat penting
untuk mengetahui dukungannya terhadap budaya pelayanan, yang
memungkinkan para petugas melaksanakan semua pekerjaan dengan baik
sesuai nilai yang dianut yang akan memberikan kontribusi yang besar
dalam peningkatan kinerja pelayanan. Untuk mempermudah peneliti dalam
melakukan penilaian di dimensi kultur organisasi ini, sehingga peneliti
94
membaginya dalam beberapa sub dimensi, yaitu profesionalisme dan
kerjasama.
Pertama, profesinalisme. Untuk mewujudkan visi dan misi yang
telah ditetapkan maka diperlukan adanya sumber daya manusia yang
profesional. Hal ini berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, mereka
harus memiliki kapabilitas, berdisiplin pada pelaksanaan tugas,
berorientasi pada pencapaian hasil dan memiliki integritas yang tinggi
dalam rangka mengemban visi dan misi organisasi. Dalam mewujudkan
pelayanan yang optimal dan profesional maka Seksi Kesehatan Khusus
Dinas Kesehatan Kota Tangerang melakukan pembagian program kerja.
Pembagian kerja tersebut yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.3
Pembagian Program Kerja Di Seksi Kesehatan Khusus Dinas
Kesehatan Kota Tangerang
Seksi Kesehatan
Khusus Dinas
Kesehatan Kota
Tangerang
Program Penanggungjawab
Program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit
Tidak Menular (P2PTM)
Hj. Fenny Rosnisa
Rosalina, MKM
Program Kesehatan Indera Suriyati, S. SiT
Program Kesehatan Jiwa Yulia Yuliani, S. Kep
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2018
95
Berdasarkan pembagian program kerja yang ada di Seksi Kesehatan
Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang, budaya organisasi yang tercipta
menimbulkan bentuk profesionalisme kerja karena pembagian wewenang
dalam penanganan permasalahan yang ada dapat memberikan kontribusi
dalam peningkatan kinerja pelayanan. Dalam hal ini penanganan
permasalahan kesehatan jiwa dapat tertangani secara khusus dengan
adanya kewenangan yang dimiliki oleh penanggungjawab program
kesehatan jiwa.
Dalam pembagian kerja yang ada maka akan ditemukan adanya
kapabilitas yang tinggi, pegawai akan terdorong bekerja dengan
berorientasi kepada hasil, yang selanjutnya meningkatkan integritas moral
dan etika untuk berinteraksi, baik dengan rekan pegawai yang ada
dilingkup Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan maupun dengan yang
lainnya baik itu bawahan, atasan, atau bahkan dengan pihak-pihak dari
luar organisasi. Suatu kultur organisasi sangat penting bagi perkembangan
proses dan hasil dari pelayanan kesehatan jiwa, penting juga untuk
perkembangan informasi, ilmu pengetahuan dan juga teknologi yang
sangat cepat. Terdapat salah satu pernyataan yang dikemukakan oleh
informan I1-1 yang menyatakan bahwa:
“udah pasti budaya organisasi mempunyai peranan yang sangatpenting terhadap setiap keberhasilan kerja kita mbak. Untuk itukami selalu melakukan briefing pagi setiap seminggu sekali atassetiap hal yang akan kami kerjakan. Segala permasalahan kamibahas bersama, bahkan setiap pembagian tugas apabila memasukimasa-masa pendataan. Karena itu pula jam kerja kami cukup tepat
96
karena semua berjalan sudah seperti sistem yang mengerjakanpekerjaan di hari yang sama”
“selain itu kami juga kerja ya sesuai dengan apa yang menjadikewenangan kami saja. Seperti waktu itu ada salah satu orangkecamatan yang datang ke kami menanyakan tentang nasibwarganya yang kini hidup sebatangkara karena ditinggal meninggalorangtuanya. Kalau soal pemberian pelayanan kesehatan jiwamungkin bisa kami lakukan, tapi kalau mengenai penampungan ataupendampingan saya rasa itu menjadi kewenangan oleh dinas sosial.Soalnya kan kewenangan kami mengenai pelayanan kesehatanmasyarakat aja.” (Hasil wawancara dengan kepala seksi kesehatankhusus dinas kesehatan kota Tangerang pada tanggal 8 Februari2018, pukul 10.25 WIB).
Mengenai kegiatan briefing pagi yang dilakukan, penulis melihat
langsung saat melakukan observasi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
Saat itu penulis melihat bahwa, Seksi Kesehatan Khusus sedang
melakukan briefing kerja pagi hari dan biasanya dilakukan setiap hari
jum’at pagi atau jika memang pada kondisi yang mendesak.
Gambar 4.2
Ibu Yulia Yuliani Saat Melakukan Briefing Kerja
97
Pernyataan lain juga dikemukakan oleh informan I1-4 yang menyatakan
bahwa:
“ya memang semua yang dikerjakan selalu tepat dengan waktunya,meski terkadang keterlambatan justru datang dari setiap puskesmasyang mengirimkan laporan kunjungan masyarakat. Hal seperti iniyang terkadang menghambat cara kerja yang di atas. Untung ajamereka mampu menangani permasalahan ini secara profesional”(Hasil wawancara dengan penanggungjawab unit kesehatan jiwapuskesmas pondok bahar pada tanggal 12 Maret 2018, pukul 10.25WIB).
Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh informan diketahui
bahwa setiap stakeholder yang terlibat dalam proses pemberian pelayanan
kesehatan jiwa telah berjalan dengan sangat profesional. Pembagian kerja,
cara kerja, ketepatan waktu, serta ketegasan mengenai kewenangan yang
dimiliki telah dapat diterapkan dengan baik. Selain itu hubungan kerja
dengan setiap pihak yang ada tetap berjalan dengan baik, baik dari segi
pelaku medis yang menjalankan tugas atau dari pihak instansi
pemerintahan selaku pemberi kewenangan dan sebagai pengawas.
Berdasarkan program kerja yang telah dibuat, dapat terlihat bahwa
dalam proses penanganan kesehatan jiwa yang dilakukan di Seksi
Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang sudah dilakukan
dengan profesionalisme kerja yang baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya
pembagian program kerja yang akan mendukung tercapainya peningkatan
kinerja pelayanan.
98
Kedua, kerjasama. Suatu usaha bersama antara orang perorangan
atau kelompok untuk mencapai suatu tujuan bersama, yang merupakan
interaksi yang paling penting karena pada hakikatnya manusia tidak bisa
hidup sendiri tanpa orang lain sehingga senantiasa membutukan orang lain.
Kerjasama dapat berjalan apabila masing-masing individu yang
bersangkutan memiliki kepentingan yang sama dan memiliki kesadaran
untuk bekerjasama guna mencapai kepentingan bersama. Suatu kerjasama
dibutuhkan dalam suatu manajemen pelayanan kesehatan jiwa dalam suatu
kultur pelayanan yang dijalankan.
Bentuk kerjasama yang terdapat dalam pelayanan kesehatan jiwa
guna mewujudkan kultur organisasi yang baik terjadi dari pihak Dinas
Kesehatan hingga sampai ke pihak kader wilayah yang lebih dekat dengan
masyarakat.dalam menjalankan tugas, kader-kader puskesmas diberikan
kewenangan untuk menangani 10 hingga 20 kartu keluarga. Para kader
diberikan kewenangan untuk pendampingan mengenai pentingnya
kesehatan jiwa. Apabila ditemukan beberapa kasus yang memiliki potensi
untuk pemberian pelayanan kesehatan secara lebih mendalam, maka para
kader menjalin kerjasama dengan setiap puskesmas yang membawahi
mereka. Selain itu proses kerjasama juga dilakukan oleh setiap puskesmas
yang ada di Kota Tangerang dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang
yang dalam hal ini adalah seksi kesehatan khusus dinas kesehatan. Dengan
adanya proses kerjasama yang baik antara pelaku pengawas dan pelaku
99
pelaksana dilapangan maka diharapkan segala bentuk persoalan yang
ditemukan dapat dengan mudah untuk dipecahkan.
Mengenai bentuk kerjasama yang ada dalam kultur organisasi terdapat
sebuah pendapat dari informan I(1-1) sebagai berikut:
“kalo kerja sama tentunya ada dong. Kan kita kerja bareng-bareng.Disini kita semua membagi tugas. Dan setiap seminggu sekali pastiada breafing pagi tentang kerjaan yang dikerjain. Kalau emang adayang punya kendala pasti akan dibicarain supaya bagian lain jugasaling bantu. Selain kita kerja sama satu sama lain disini, kita kanjuga harus bisa kerja sama dengan puskesmas-puskesmas yang ada.Contohnya aja deh kalau mereka telat ngirim rekapitulasi data yakerja kita pasti terbengkalai juga kan.” (Hasil wawancara dengankepala seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang padatanggal 8 Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Selain itu informan I(2-2) memberikan pendapat tentang kerja sama, yaitu:
“waktu kita pelatihan, kan ga cuma orang-orang dari dinaskesehatan aja yang jadi pembicaranya. Tapi juga ada pembicaradari tempat lain. Misalnya aja ada yang pematerinya dokterspesialis kejiwaan dari RS. Grogol. Kalo enggak waktu kita terjunkelapangan kan kita juga dibantu sama psikolog” (Hasilwawancara dengan kader puskesmas Baja pada tanggal 25 Februari2018, pukul 13.20 WIB).
Berdasarkan pendapat dari informan yang ada diketahui bahwa bentuk
kerja sama diantara setiap pihak yang terlibat dalam proses pemberian
pelayanan kesehatan jiwa telah berjalan sangat baik. Hal ini terjadi karena
memang dalam proses pemberian pelayanan kesehatan jiwa harus
memiliki hubungan yang baik dari setiap stakeholder yang terlibat.
Apabila bentuk kerja sama tidak terjalin dengan baik, sudah dapat
dipastikan bentuk pemberian pelayanan akan sulit untuk berjalan.
100
Bentuk kerjasama yang terjalin sangat terlihat jelas antara pihak
pengawas dalam hal ini Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota
Tangerang, dengan para tenaga yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Contohnya saja dalam proses kunjungan yang dilakukan oleh
para kader puskesmas. Kunjungan yang dilakukan dapat berjalan dengan
optimal ketika terjalin kerjasama dengan tenaga ahli yang disiapkan oleh
Dinas Kesehatan sebagai pendampingan medis dalam kunjungan yang
dilakukan.
Gambar 4.3
Proses Kunjungan Kader Puskesmas yang Bekerjasama dengan
Petugas dari Dinas Kesehatan
3. Sistem Pelayanan
Salah satu faktor yang harus terdapat dalam manajemen pelayanan
yang berkualitas adalah adanya sistem pelayanan yang diarahkan kepada
kepentingan pelanggan (masyarakat) yang terkait dengan system
pengembangan pelayanan berdasarkan tujuan yang dihasilkan, dengan
101
sistem pelayanan yang baik akan menentuka keberhasilan pelayanan.
Suatu pelayanan dapat menjadi singkat dan tidak berkualitas apabila
sistem yang diterapkan memang tidak memihak pada kepentingan
pengguna jasa. Dalam dimensi sistem pelayanan ini terdapat sub dimensi
yaitu meliputi cara pelayanan, mekanisme, dan kesesuaian dengan
peraturan kebijakan pelayanan.
Pertama, cara pelayanan. Petugas berperan aktif dalam suatu kegiatan
pelayanan yang bermaksud supaya tujuan yang mereka buat dapat tercapai
dengan baik serta tercapainya sasaran program pelayanan yang dijalankan.
Suatu keberhasilan dalam pelayanan salah satunya tergantung dari sumber
daya manusia pelayanan yang ada. Apabila suatu pelayanan tersebut tidak
terdapat sumber daya manusia yang efektif dalam kemampuan cara
pengerjaannya maka akan berakibat pada hasil yang dicapainya nanti.
Seksi kesehatan khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang dalam setiap
program pelayanannya, tentu terdapat sumber daya manusia yang
menanganinya yang bertugas untuk menjalankan dan melaksanakan
manajemen supaya tercapai suatu pelayanan kesehatan jiwa yang efektif
serta tugas-tugas administratif yang termasuk dalam pencatatan yang
bermaksud untuk meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa secara optimal.
Salah satu faktor pendukung dalam pelayanan kesehatan jiwa dibutuhkan
suatu informasi yang jelas, akurat dan memudahkan supaya semua
mengetahui segala bentuk informasi mengenai pelayanan kesehatan jiwa
agar segala hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi.
102
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala seksi kesehatan khusus
dinas kesehatan kota Tangerang menyebutkan bahwa sejauh ini informasi
mengenai penanganan bagi masyarakat yang mengalami permasalahan
kesehatan jiwa masih pada sebatas di setiap puskesmas yang dibantu oleh
kader-kader perwilayah. Dengan pendekatan semacam ini di harapkan
semua bentuk informasi mengenai permasalahan kesehatan jiwa dapat
lebih mudah sampai langsung kepada masyarakat meskipun pendekatan-
pendekatan yang dilakukan masih bersifat umum dan tidak terkhusus pada
kasus kesehatan jiwa pada anak dan remaja. Pernyataan tersebut
diungkapkan oleh Ibu Fenny Rosnisa (I1-1):
“kalau mengenai apa saja yang menjadi program-program kamidalam pelayanan kesehatan jiwa, sejauh ini masih pada kegiatanpenyuluhan yang dilakukan oleh setiap kader-kader disetiapkecamatan yang diasain sama puskesmas prosesnya. Tapi kalau soalprogram teruntuk anak dan remaja memang belum ada secaraterkhusus”.
“penyuluhan dan setiap program yang ada semua bersifat umumkarena melihat angka kesakitan jiwa di Kota Tangerang memangyang tertinggi. Itu si yang sekarang masih menjadi pertimbangankita, mengenai penanganan secara terkhusus misalnya untuk anakdan remaja yang sebenarnya mereka adalah pasien yang dapatmudah disembuhkan jika dengan cepat ditangani” (Hasil wawancaradengan kepala seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kotaTangerang pada tanggal 8 Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Pernyataan serupa juga sama disampaikan oleh informan I(1-3) yaitu
bahwa:
“kami beberapa kali menjalankan program dari dinas untukpenyuluhan ke rumah-rumah warga. Tapi memang selama ini kamitidak menghadapi kasus secara khusus untuk penangananpermasalahan kesehatan jiwa anak dan remaja. Seharusnya juga
103
perlu tuh mbak kita sosialisasi ke sekolah-sekolah biar ga ada bully-bully lagi” (Hasil wawancara dengan kepala puskesmasPanunggangan pada tanggal 17 Mei 2018, pukul 10.25 WIB).
Pernyataan dari kepala puskesmas panunggangan juga tidak jauh
berbeda dengan pernyataan yang disampaikan oleh informan I(3-2) yang
mngatakan bahwa:
“saya awalnya juga bingung mbak pas ada orang psukesmasdateng. Saya kira ada apa gitu. Nah pas dijelasin dan saya ceritainkondisi di rumah saya, ternyata anak saya mempunyaikecenderungan permasalahan kesehatan jiwa. Tapi ya gitupenjelasannya ga terkhusus untuk kesehatan anak saya, tapi lebih kependampingan seluruh anggota keluarga aja.” (Hasil wawancaradengan anggota keluarga yang mendapatkan pelayanan kesehatanjiwa pada tanggal 19 Mei 2018, pukul 15.00 WIB).
Dapat diketahui bahwa sumber informasi mengenai adanya fasilitas
pelayanan kesehatan anak dan remaja belum ada. Semua informasi yang
diberikan hanya bersifat umum dan tidak terkhusus pada anak dan remaja.
Sejauh ini sumber informasi yang lebih efektif memang melalu pendekatan
secara langsung dimana instansi terkait mau turun langsung berhadapan
dengan masyarakat yang menerima pelayanan. Dengan begitu masyarakat
akan jauh lebih paham akan pentingnya melakukan pemeriksaan kesehatan
jiwa anak, karena dengan begitu dapat menyelamatkan masa depan anak-
anak.
Kedua, mekanisme. Dalam proses penanganan permasalahan
kesehatan jiwa ini memerlukan metode yang berbeda, karena
104
permasalahan kesehatan jiwa memerlukan keahlian yang khusus dalam
setiap proses pengobatannya. Dibutuhkannya mekanisme pengobatan yang
berbeda karena permasalahan kesehatan jiwa adalah permasalahan
kesehatan yang tidak memiliki indicator pengukuran sembuh tidaknya.
Orang yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa cenderung
berpotensi akan mengalami hal yang sama apabila kembali menghadapi
pemicu permasalahannya.
Kepala puskesmas panunggangan berpendapat mengenai
mekanisme pelayanan ini.
“Sebenarnya sama saja. Warga tinggal dateng aja ke puskesmas,nanti akan diarahkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.Puskesmas di Tangerang udah banyak yang bagus kok jadi udahpunya fasilitas pelayanan kesehatan jiwa. Tapi ya pelayanankesehatan jiwa secara umum aja. Kalau dikhususkan untuk anakdan remaja belum ada” (Hasil wawancara dengan kepalapuskesmas Panunggangan pada tanggal 17 Mei 2018, pukul 10.25WIB).
Mengenai mekanisme ini, kepala puskesmas cibodasaripun juga
mengungkapkan hal yang sama.
“kalau pelayanan secara khusus buat anak dan remaja si belum ada,tapi kalau pelayanan kesehatan jiwa disini udah bisa kok. Udah adabagian khusus dan dokternya juga ada jadi kalo emang punyakeluhan atau permasalahan kesehatan jiwa tinggal dateng aja kepsukesmas. Nanti kan bisa dilihat separah apa. Kalau memangparah terus dirujuk deh ke RSUD” (Hasil wawancara dengan kepalapuskesmas Baja pada tanggal 10 Februari 2018, pukul 12.30 WIB).
Anak-anak dan remaja yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa sudah seharusnya mendapatkan pendampingan berkala dalam hal ini
105
pendampingan dengan tenaga psikolog guna menghindari berbagai pemicu
yang dapat mengakibatkan permasalahan kesehatan jiwa itu kembali
timbul atau semakin parah. Karena pada dasarnya permasalahan kesehatan
jiwa yang dialamin pada anak-anak dan remaja masih dapat ditangani jika
berada pada tahap yang ringan. Namun terkadang tanda-tanda yang ada
sering dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang biasa terjadi bagi anak dan
remaja. Hal tersebut membuat permasalahan yang ada akan menjadi
semakin berisiko bagi kehidupan sang anak kedepannya nanti.
Alur penanganan permasalahan kesehatan jiwa ini sesungguhnya
tidak mengalami hambatan. Masyarakat hanya perlu datang ke puskesmas
terdekat seperti pemeriksaan kesehatan yang lainnya, jika memang
permasalahan kesehatan jiwa ini masih terdapat pada tingkat yang ringan
akan mendapatkan pelayanan yang memadai di puskesmas saja.
Ketiga, kesesuaian dengan peraturan kebijakan pelayanan.
Mengenai permasalahan kesehatan jiwa, pemerinta sudah mengeluarkan
undang-undang tentang kesehatan jiwa pada tahun 2014. Berdasarkan apa
yang dikemukakan dalam undang-undang bahwa setiap daerah
bertanggung jawab terhadap kesehatan masyarakat terutama permasalahan
kesehatan jiwa. Selain itu pemerintah kota Tangerang juga sudah
menunjukkan komitmennya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi
setiap warga, dan begitu diterbitkannya UU tentang kesehatan jiwa
pemerintah Kota Tangerang pun menyambut baik rencana tersebut.
106
Kepala seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang
juga memberikan pendapatnya mengenai kesesuaian dengan peraturan
kebijakan pelayanan kesehatan jiwa yang ada.
“sejak adanya UU itu kami sudah bekerja keras untuk kasih yangterbaik. Sebelumnya si sudah ada rekapitulasi data mengenai angkakesakita jiwa, tap ya enggak banyak. Setelah regulasi sudah diatur,pekerjaan kami jadi lebih mudah, kan udah diatur juga jadi lebihenak dalam setiap pendataan atau penanganan setiap kasus yangada. Kalo soal biayanya, warga udah ga perlu pusing soalnyapemerintah kota udah ngasih jamkesda.” (Hasil wawancara dengankepala seksi kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang padatanggal 8 Februari 2018, pukul 10.25 WIB).
Informan I(1-5) memberikan pendapatnya mengenai kesesuaian pelayanan
dengan peraturan kebijakan pelayanan yang ada.
“warga Tangerang tenang aja kalau soal pelayanan kesehataninsyaallah semua bisa ditanggung sama pemerintah. Tinggaltunjukin KTP atau KK aja udah pasti dilayanin di setiap puskesmasatau RSUD. Semuanya tanpa terkecuali termasuk yang sakitkejiwaan juga kok” (Hasil wawancara dengan kepala seksi penelitiandan pengembangan RSUD Kota Tangerang pada tanggal 24 Mei2018, pukul 13.20 WIB).
Berdasarkan pendapat yang ada dapat disimpulkan bahwa pelayanan
kesehatan jiwa di kota Tangerang sudah memiliki kesesuaian dengan
peraturan kebijakan pelayanan. Dinas kesehatan bersama dengan semua
pihak sudah berkesinambungan dengan memberikan pelayanan sesuai
dengan aturan yang ada. Justru dengan adanya aturan-aturan tersebut
memberikan ruang gerak yang lebih dalam proses pemberian pelayanan
karena sudah adanya regulasi yang menjamin pemberian pelayanan secara
resmi.
107
4.4 Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian merupakan isi dari hasil analisis data dan
fakta yang peneliti dapatkan di lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
digunakan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori manajemen
pelayanan menurut Ratminto dan Atik (2005: 54), dalam bukunya
Manajemen Pelayanan dimana terdapat tiga aspek penting dari model
manajemen pelayanan yaitu: sumber daya manusia pelayanan, kultur
organisasi, dan sistem pelayanan. Selanjutnya dalam penelitian mengenai
Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja Oleh Dinas
Kesehatan Kota Tangerang, dari hasil penelitian dilapangan dapat dilihat dari
aspek sumber daya manusia pelayanan, kultur organisasi, dan system
pelayanan dari manajemen pelayanan tersebut. Adapun pembahasan dalam
penelitian ini dijelaskan berdasarkan rumusan masalah penelitian yang
disesuaikan dengan teori manajemen yang peneliti gunakan.
4.4.1 Sumber Daya Manusia Pelayanan dalam Manajemen Pelayanan
Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja
Petugas pelayanan berperan aktif dalam suatu kegiatan pelayanan
yang bermaksud supaya tujuan yang mereka buat bisa tercapai dengan baik
serta tercapainya sasaran program pelayanan yang dijalankan. Salah satu
upaya agar tercapainya tujuan tersebut diperlukan sumber daya manusia
108
pelayanan yang memiliki kemampuan dalam pelaksanaan pemberian
pelayanan tersebut. Menurut Gow dan Morss dalam Pasolong (2010: 59)
menyatakan bahwa salah satu hambatan dalam pelaksanaan kebijakan yaitu
kelemahan institusi dan adanya ketidakmampuan SDM dibidang teknis dan
administratif. Hal ini menunjukkan bahwa struktur kelembagaan dan
kapasitas SDM sangat diperlukan guna menunjang pelaksanaan kebijakan.
Apabila kedua hal tersebut bermasalah maka akan menghambat pelaksanaan
kebijakan. Untuk itu suatu sumber daya manusia pelayanan dapat dikatakan
baik jika memiliki kualifikasi pendidikan, keahlian, kompetensi, dan
kredibilitas dalam menjalankan tugasnya.
1.Kualifikasi Pendidikan
Pentingnya suatu kualifikasi pendidikan dalam sebuah organisasi
tidak semata-mata hanya sebagai standar operasional saja yang
mewajibkan karyawan memiliki jenjang pendidikan tertentu. Namun
kualifikasi pendidikan ini terkait mengenai sejauhmana keahlian yang
dimiliki oleh setiap tenaga ahli dalam setiap tugas yang dimilikinya.
Dengan adanya kualifikasi pendidikan yang baik maka diharapkan para
pegawai mampu mengetahui setiap seluk beluk pekerjaan yang lebih
mendalam. Selain itu dengan kualifikasi pendidikan yang baik
diharapkan para pegawai mampu mencapai sasaran yang akan dicapai
dengan membangun hubungan yang baik dalam lingkungan kerja agar
mampu pula mengatasi setiap permasalahan-permasalahan yang timbul.
Melalui kualifikasi yang baik sistem dan prosedur pelayanan akan
109
berjalan dengan baik juga tentunya karena para pegawai memiliki
pemahaman yang mumpuni dalam setiap tugas yang dijalankan.
Dilihat dari kualifikasi pendidikan sumber daya manusia dalam
data kepegawaian seksi kesehatan khusus Dinas Kesehatan Kota
Tangerang, pendidikan pegawai terbanyak didominasi oleh lulusan yang
memiliki strata 1 yang berjumlah 7 pegawai, sedangkan pegawai lain
terdapat 3 pegawai lulusan strata 2 dan untuk lulusan diploma 3 terdapat
2 pegawai meskipun saat ini mereka sedang melanjutkan pendidikan
untuk mendapatkan gelar strata 1.
Latar belakang pendidikan pegawai berpengaruh dengan hasil
kinerja yang diperoleh. Dengan diposisikannya pegawai dengan latar
belakang pendidikan yang dimiliki terutama dibidang yang menangani
tentang pemberian pelayanan kesehatan dalam hal ini permasalahan
kesehatan jiwa anak dan remaja sudah cukup optimal. Dari latar
belakang jenjang pendidikan yang dimiliki sudah memenuhi kualifikasi
dari setiap tugas pokok yang diberikan.
Kemampuan sumber daya manusia pegawai salah satunya bisa
dilihat dari kualifikasi pendidikan yang mereka miliki, dalam pemberian
pelayanan kesehatan jiwa masih diperlukan pegawai yang benar-benar
bisa memahami tugas yang merekan jalankan. Pegawai yang ada di
Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang terdapat 12
karyawan yang memiliki kualifikasi pendidikan yang berbeda-beda.
Namun setiap tanggungjawab pekerjaan yang berjalan didukung oleh
110
pelatihan-pelatihan yang dibuat bagi pegawai agar mampu
menyesuaikan diri terhadap perkembangan fasilitas dan sistem
pelayanan.
Diketahui beban tugas yang diberikan dalam pelayanan kepada
masyarakat, pegawainya sudah ditempatkan sesuai dengan latar belakang
yang dimiliki oleh sumber daya manusia pegawainya, akan tetapi jika
ditemukan dalam pengerjaan yang diberikan mengalami kendala maka
pegawai yang satu dengan yang lainnya saling membantu dan berkerja
sama guna mencapai hasil target yang telah disepakati bersama.
Berdasarkan kualifikasi jenjang pendidikan yang dimiliki tidak heran
jika para karyawan mampu menguasi beberapa bidang sekaligus guna
memperlancar tugas satu sama lain.
Mengenai pelayanan yang diberikan di setiap puskesmas yang ada,
tentunya juga memiliki kualifikasi yang baik. Hal ini dapat terlihat dari
kemajuan yang dibuat disetiap puskesmas yang ada di kota Tangerang.
Dibeberapa puskesmas tersedia pelayanan khusus mengenai kesehatan
jiwa. Ini adalah bentuk komitmen dari pemerinta agar memberika
pelayanan yang optimal sesuai dengan kualifikasi petugas yang
dibutuhkan meskipun masih belum adanya bagian khusus yang
menangani permasalahan kesehatan jiwa anak dan remaja.
111
2.Keahlian
Keahlian seorang pegawai selalu berperan aktif dalam setiap
kegiatan pelayanan demi terwujudnya tujuan dan sasaran program
pelayanan yang dijalankan, karena keberhasilan didalam sebuah
pelayanan tergantung dari keahlian yang memanfaatkan sumber daya
yang tersedia, apabila dalam suatu pelayanan tidak terdapat sumber daya
yang efektif dalam melaksanakan pekerjaan maka hal tersebut akan
berakibat kepada hasil yang dicapai.
Diketahui bahwa keahlian pegawai yang ada di seksi kesehatan
khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang diperlukan dalam pendataan
rekapitulasi jumlah masyarakat yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa, mereka saling membantu satu sama lain antar pegawai. Pegawai
memiliki keahlian dalam setiap proses baik pendataan maupun
menjalankan program-program yang ada. Kerjasamapun terjalin antara
setiap karyawan dan bahkan dari setiap puskesmas-puskesmas yang ada
agak pekerjaan dapat terselesaikan dengan baik.
Selain itu guna meningkatkan keahlian para pegawai dan
stakeholder yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan jiwa,
juga dibuat berbagai pelatihan-pelatihan berkala. Pelatihan-pelatihan ini
adalah bentuk upaya yang dilakukan guna meningkatkan kualitas serta
keahlian dari setiap elemen yang terlibat dalam pemberian pelayanan
kesehatan jiwa. Dengan adanya pelatihan-pelatihan yang dibuat
diharapkan pula agar semua pihak yang terlibat memiliki keahlian yang
112
mumpuni guna menyesuaikan diri menghadapi perubahan-perubahan
system yang terus berjalan.
3.Kompetensi
Permasalahan yang terkait dengan kompetensi, yang mana suatu
keberhasilan didalam sebuah pelayanan tergantung dari kemampuan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia, apabila dalam suatu pelayanan
tidak terdapat sumber daya yang efektif dalam melaksanakan pekerjaan
maka hal tersebut akan berakibat kepada hasil yang dicapai. Dalam
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sudah cukup memadai,
kemampuan pegawai tidak dapat diragukan untuk tugas dan
tanggungjawab yang dibebankan kepadanya karena sepadan dengan tugas
yang diberikan, sehingga hasil perkerjaan yang tidak memenuhi standar
telah dengan mudah dipecahkan. Akibatnya pekerjaan menjadi selesai
sesuai dengan target yang telah disepakati bersama, meskipun terkadang
memakan waktu yang tersedia tanpa tersisah.
Diketahui dalam menjalankan tugas yang diberikan dalam proses
pelayanan kepada masyarakat, pegawainya sudah ditempatkan sesuai
dengan latar belakang yang dimiliki oleh sumber daya manusia
pegawainya, dan dalam pengerjaan yang diberikan pegawai masih bisa
dikatakan mampu untuk menyelesaikannya. Apabila memang ditemukan
beberapa kendala maka hal-hal semacam itu akan dipecahkan bersama-
sama hingga tidak ada pekerjaan yang akan terbengkalai.
113
4.Kredibilitas
Permasalahan kredibilitas dalam menjalankan tugas sudah tidak
dapat dipungkiri lagi. Setiap pembagian tugas berjalan dengan optimal
hingga mampu menyelesaikan setiap tugas yang ada. Seksi kesehatan
khusus rutin melakukan evaluasi atas setiap tugas yang telah dikerjakan
dan apa yang telah dikerjakan dapat selesai sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan meski terkadang sangat pas dengan waktu yang diberikan dan
masih ditemukannya tanggungjawab yang akhirnya dikerjakan bersama.
Meskipun masih terlihat saling bantu satu dengan yang lainnya, namun
nyatanya apa yang dikerjakan dapan mencapai hasil akhir yang cukup
memuaskan terutama dalam hal pendataan. Dimana proses pendataan
merupaka tugas utama dari seksi kesehatan khsusus dinas kesehatan kota
Tangerang.
Selain itu dalam setiap program yang telah dibuat, pihak seksi
kesehatan khusus dinas kesehatan kota Tangerang mampu menjalankan
pembagian tugas kerja dengan setiap stakeholder yang terlibat.
Bagaimana setiap kader-kader yang berada di masyarakat bekerja dan
meberikan laporan. Serta bagaimana tenaga-tenaga yang ada disetiap
puskesmas berhasil memberikan pendampingan serta pelayanan yang
sangat optimal dengan fasilitas yang tersedia.
114
4.4.2 Kultur Organisasi Dalam Manajemen pelayanan Kesehatan Jiwa
Anak dan Remaja
Kultur organisasi merupakan peranan yang penting dalam melaksanakan
sebuah aktivitas terutama dalam pelayanan yang dilaksanakan, karena faktor
yang mempengaruhi terselenggaranya pelayanan yang berkualitas adalah
kultur organisasi yang berorientasi khususnya kepada masyarakat. Kultur
organisasi pelayanan merupakan nilai, anggapan, asumsi, sikap, dan norma
yang melembaga dalam mewujudkan sikap dan tindakan yang membentuk
perilaku para pegawai dan anggota organisasi didalamnya yang
mempengaruhi para pelaksana dalam mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Kultur organisasi dalam sebuah organisasi dapat dilihar dari dua hal yaitu
bentuk profesionalisme dan kerjasama yang terjadi di dalamnya.
1. Profesionalisme
Dalam sikap profesionalisme yang ada dalam budaya organisasi ini
terutama dalam pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja adanya
komitmen dalam melaksanakan tugas. Terdapa sebuah kasus seorang
petugas kelurahan yang melaporkan warganya yang sebelumnya sudah
berhasil ditangani permasalahan kesehatannya namun karena kini warga
itu hidup seorang diri maka petugas kelurahan itu mencoba mendiskusikan
kepada pihak Dinas Kesehatan namun ternyata kewenangan yang ada
belum sampai pada bagaimana pemberdayaan atau pendampingan bagi
115
masyarakat yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa. Meskipun
penolakan penanganan bagi masyarakat yang hidup sebatang kara itu
merupakan tindakan yang kuran manusiawi namun pada kenyataannya
memang hal tersebut tidak diatur di Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan
hanya bertugas pada penanganan kesehatan bagi setiap warga kota
Tangerang. Belum ada aturan yang menjelaskan bahwa Dinas Kesehatan
menangani masyarakat yang memiliki permasalahan diluar permasalahan
kesehatannya. Penolakan ini adalah bentuk dari tanda profesionalisme
pihak dinas kesehatan karena merasa bahwa kewenangan tentang
permasalahan kesejahteraan masyarakat berapa di bawah wewenang Dinas
Sosial.
2. Kerjasama
Suatu kerjasama yang dilakukan dalam suatu usaha bersama antara
orang perorangan atau kelompok untuk mecapai suatu tujuan bersama,
yang merupakan interaksi yang paling penting karena pada hakikatnya
manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain sehingga senantiasa
membutuhkan orang lain untuk membantu. Kerjasama dapat berjalan
apabila masing-masing individu yang bersangkutan memiliki kepentingan
yang sama dan memiliki kesadaran untuk bekerjasama guna mencapai
kepentingan bersama. Suatu kerjasama dibutuhkan dalam suatu
manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja dalam suatu kultur
organisasi.
116
Suatu kultur organisasi ataupun budaya kerja tertentu berpengaruh
terhadap pelaksanaan pekerjaan yang ada di organisasi tersebut terutama
dalam pemberian pelayanan yang diberikan khususnya untuk masyarakat.
Pemberian pelayanan kepada masyarakat khususnya terkait dengan
pelayanan kesehatan jiwa selalu berupaya memberikan pelayanan yang
terbaik. Seperti sistem yang semakin berjalan dengan baik mengenai
perhatian dari semua pihak yang terlibat. Hal ini terlihat dari
meningkatnya laporan kunjungan kesehatan mengenai permasalahan
kesehatan jiwa yang meningkat. Itu tandanya masyarakat dan pemerintah
dalam hal ini dinas kesehatan memiliki kesamaan energi untuk menjaga
kesehatan jiwa.
Suatu budaya kerja yang ada di seksi kesehatan khusus Dinas
Kesehatan Kota Tangerang kini mengalami perubahan yang lebih baik
karena didukung dengan diresmikannya UU tentang kesehatan jiwa
sehingga setiap kebijakan yang ada sudah memiliki regulasinya dan
menjadi lebih mudah. Masyarakat yang merasa mengalami permasalahan
dengan kesehatan jiwa atau memiliki kerabat dengan permasalahan
kesehatan jiwa kini dapat dengan mudah memeriksakan dirinya. Semua
bisa dimulai melalui pemeriksaan dasar ditingkat puskesmas didaerah
masing-masing karena melihat pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan
Kota Tangerang sudah membuat puskesmas menjadi tempat terdekat bagi
masyarakat guna mendapatkan pelayanan kesehatan. Selain masyarakat
dapat menggunakan jaminan kesehatan nasional seperti BPJS atau
117
sejenisnya, pemerintah Kota Tangerang sudah mengeluarkan kebijakannya
dalam pemberian pelayanan kesehatan, kini masyarakat Kota Tangerang
dapat berobat langsung ke RSUD Kota Tangerang hanya dengan
menunjukan identitas sebagai warga Tangerang.
Melihat adanya beberapa aspek yang terlibat dalam penanganan
permasalahan kesehatan jiwa khususnya bagi anak dan remaja tentunya hal
ini tidak dapat berjalan dengan optimal jika setiap aspek didalamnya tidak
dapat bekerjasama dengan baik. Dinas Kesehatan Kota Tangerang melalui
seksi kesehatan khusus melakukan jalinan kerjasama yang baik antara
karyawan yang ada serta dengan stakeholder lain seperti puskesmas-
puskesmas yang ada beserta kader-kader yang tersebar dimasyarakat.
4.4.3 Sistem Pelayanan Dalam Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak
dan Remaja
Pelayanan merupakan kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau
kegiatan yang bersifat jasa. Misalnya pelayanan dibidang pemerintahan yang
tidak kalah pentingnya, bahkan perananannya lebih besar karena menyangkut
kepentingan umum bahkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Karena peran pelayanan umum yang diselenggarankan oleh pemerintah
melibatkan seluruh aparat pegawai negeri, terasa dengan adanya peningkatan
kesadaran bernegara dan bermasyarakat, maka pelayanan telah meningkat
kedudukannya dimata masyarakata menjadi suatu hak, yaitu hak atas
pelayanan, namun ternyata hak masyarakat atau perseorangan untuk
118
memperoleh pelayanan dari aparat pemerintah terasa belum dapat memenuhi
harapan semua pihak, baik untuk masyarakat itu sendiri maupun pemerintah
dan pelayanan umum belum menjadi budaya masyarakat yang disana sini
masih ditemui kelemahan-kelemahan yang dampaknya sering merugikan
masyarakat yang menerima layanan. Oleh karena itu dibidang pelayanan
umum masih perlu pembenahan sungguh-sungguh dalam berbagai sektor
yang menjadi pendukung terhadap pelayanan umum yang baik.
Pelaksanaan sistem pelayanan yang dikerjakan dan dilakukan untuk
penggunaan jasa pelayanan selalu berupaya memberikan pelayanan yang baik
dengan tujuan dapat memberikan hasil yang baik pula, dengan sistem
pelayanan yang baik akan menentukan keberhasilan pelayanan. Dalam
penentuan suatu keberhasilan dalam sistem pelayanan terkhusus mengenai
pelayanan umum terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu cara
pelayanannya, mekanisme pelayanannya, serta kesesuaian dengan peraturan
kebijakan pelayanan yang ada.
1. Cara Pelayanan
Dalam cara pelayanan yang berjalan dan dalam penerapannya
petugas berperan aktif dalam suatu kegiatan pelayanan yang bermaksud
supaya tujuan yang mereka buat bisa tercapai dengan baik serta
tercapainya sasaran program layanan yang dijalankan. Suatu keberhasilan
dalam pelayanan salah satunya tergantung dari sumber daya manusia
pelayanan yang ada. Apabila suatu pelayan tersebut tidak terdapat sumber
119
daya manusia yang efektif dalam kemampuan cara pengerjaannya maka
akan berakibat pada hasil yang akan dicapai nantinya.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan jiwa membutuhkan juga
informasi yang jelas dan baik terutama sumber informasi yang didapatkan
supaya masyarakat yang mengalami permaslahan kesehatan jiwa tidak
mengalami kendala dalam mengakses pelayanan yang diberikan. Bentuk
sumber informasi yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang lebih
kepada melakukan pendekatan kepada masyarakat, dalam hal ini melalui
setiap puskesmas yang ada membentuk kader-kader yang berasal dari
masyarakat itu sendiri. Hal ini dilakukan agar mempermudah dalam
melakukan pencatatan atau bahkan penanganan kasus-kasus yang ada
dimasyarakat dalam hal ini permasalahan kesehatan jiwa. Terkhusus bagi
permasalahan kesehatan jiwa anak dan remaja, pihak dinas kesehatan
menggandeng tenaga dari puskesmas dan para kader untuk memberikan
penyuluhan ketiap sekolah-sekolah yang ada agar tujuan yang dibuat dapat
tepat sasaran. Selain itu Dinas Kesehatan Kota Tangerang juga membuat
beberapa seminar atau penyuluhan tentang pentinggnya menjaga kesehatan
jiwa khususnya bagi anak dan remaja yang ternyata semakin mudah
terganggu melihat kemajuan yang ada saat ini. Penyuluhan atau seminar-
seminar ini dilakukan guna menyelamatkan anak-anak penerus bangsa
agar lebih berproduktif dan bertumbuh lebih baik.
Masyarakat yang akhirnya mau memeriksakan dirinya berawal dari
pendekatan dari setiap kader yang berhasil dibuat. Para kader tersebut
120
berhasil membuka pemikiran masyarakat untuk lebih awal memeriksakan
dirinya agar tidak terlambat dan semakin parah. Berdasarkan cara
pelayanan yang dibentuk diharapkan agar permasalahan kesehatan jiwa
dapat lebih awal tertangani karena permasalahan kesehatan jiwa anak dan
remaja masih dapat ditangani jika masih pada tahap ringan.
2. Mekanisme
Permasalahan dalam mekanisme pelayanan kesehata jiwa ini
berbeda dengan permasalahan kesehatan yang lainnya, kesehatan jiwa
merupakan permasalahan yang tidak memiliki indikator penentu
kesembuhan. Sewaktu-waktu permasalahan kesehatan jiwa akan timbul
kembali jika bertemu dengan pemicunya. Permasalahan hal semacam itu
belum menjadi sebuah perhatian yang lebih hingga dapat dimasukan dalam
mekanisme pemberian pelayanan kesehatan.
Anak-anak dan remaja yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa sudah seharusnya mendapatkan pendampingan berkala dalam hal ini
pendampingan dengan tenaga psikolog guna menghindari berbagai pemicu
yang dapat mengakibatkan permasalahan kesehatan jiwa itu kembali
timbul atau semakin parah. Karena pada dasarnya permasalahan kesehatan
jiwa yang dialamin pada anak-anak dan remaja masih dapat ditangani jika
berada pada tahap yang ringan. Namun terkadang tanda-tanda yang ada
sering dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang biasa terjadi bagi anak dan
121
remaja. Hal tersebut membuat permasalahan yang ada akan menjadi
semakin berisiko bagi kehidupan sang anak kedepannya nanti.
Alur penanganan permasalahan kesehatan jiwa ini sesungguhnya
tidak mengalami hambatan. Masyarakat hanya perlu datang ke puskesmas
terdekat seperti pemeriksaan kesehatan yang lainnya, jika memang
permasalahan kesehatan jiwa ini masih terdapat pada tingkat yang ringan
akan mendapatkan pelayanan yang memadai di puskesmas saja. Namun
jika memang ditemukan permasalahan kesehatan jiwa yang cukup serius
akan dilakukan rujukan supaya mendapatkan tenaga ahli yang memiliki
fasilitas yang lebih memadai seperti di RSUD Kota Tangerang. Sedangkan
untuk pelayanan bagi anak dan remaja belum dapat ditangani pada bagian
yang khusus menangani permasalahan kesehatan jiwa anak dan remaja.
Hal ini dikarenakan belum adanya fasiltas khusus yang tersedia disetiap
puskesmas yang ada di kota Tangerang. Fasilitas khusus ini dibutuhkan
karena penanganan kesehatan jiwa bagi anak dan remaja memerlukan
perhatian yang khusus dalam penanganannya melihat anak-anak dan
remaja masih dalam mas transisi antara anak-anak dan dewasa.
Pihak Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang
akan melakukan pendataan dari setiap kunjungan masyarakat mengenai
permasalahan kesehatan jiwa. Melalui monitoring dan pendataan yang ada,
diharapkan pihak seksi kesehatan khsusu dinas kesehatan dapat melihat
setiap permasalahan yang akan timbul dan dapat melakukan beberapa
kebijakan jika memang terjadi permasalahan yang tidak diinginkan. Selain
122
dari pola kunjungan masyarakat, dinas kesehatan juga melakukan
kunjungan-kunjungan ke setiap sekolah-sekolah agar terjadi pendekatan
yang lebih tepat sasaran.
3. Kesesuaian dengan peraturan kebijakan pelayanan
Dalam kesesuaian dengan peraturan kebijakan pelayanan yang berlaku.
Berdasarkan undang-undang tentang kesehatan jiwa tahun 2014
menyatakan bahwa dalam penanganan permasalahan kesehatan jiwa
menjadi tanggungjawab setiap daerah otonomi masing-masing. Sebagai
masyarakat yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa tentunya
mengalami banyak kekhawatiran dalam menghadapi kenyataan.
Ketakutan-ketakutan yang terjadi di masyarakat membuat tidak beraninya
masyarakat untuk melakukan pemeriksaan. Selain itu pula anggapan-
anggapan mengenai permaslahan kesehatan jiwa yang sering salah
dimasyarakat dapat menghambat dalam pemberian pelayanan kesehatan
jiwa ini. Untuk itu disinilah peran pemerintah Kota Tangerang khususnya
Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan informasi dan memberikan
pemahaman kemasyarakat mengenai penanganan permasalahan kesehatan
jiwa yang telah diatur pada Undang-undang Tentang Kesehatan Jiwa tahun
2014.
Lambat laun informasi yang diberikan kepada masyarakat sudah
mulai dapat diterima. Melihat dari hasil pendataan yang ada, terlihat
dengan jelas bahwa masyarakat sudah mampu membuka diri untuk lebih
123
mau memeriksakan kesehatan jiwanya. Stigma masyarakat kini mulai
terkikis karena informasi yang diberikan lebih menggunakan pendekatan
kepada masyarakat langsung sehingga masyarakat lebih mampu
memahaminya.
Dengan demikian, berdasarkan hasil penelitian dari ketiga point penting
dari model manajemen pelayanan yaitu sumber daya manusia pelayanan, kultur
organisasi, dan sistem pelayanan yang telah dipaparkan tersebut masih terdapat
hambatan dalam pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan jiwa di Kota
Tangerang. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat memberikan gambaran bahwa
dalam pelaksanaan Manajemen Pelayanan Kesehatan Jiwa Anak Dan Remaja
Oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang tersebut sudah cukup optimal meskipun
masih ditemukan beberapa kekurangan, dalam hal ini terlihat dari adanya
hambatan-hambatan yang terdapat dalam proses mekanisme pengawasan serta
pendampingan bagi setiap masyarakat yang mengalami permasalahan kesehatan
jiwa teritama anak dan remaja.
.
124
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan lapangan yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya, sehingga penyimpulan akhir mengenai
Manajemen Pelayan Kesehatan Anak Dan Remaja Oleh Dinas Kesehatan Kota
Tangerang dapat dikatakan belum optimal karena masih ditemukan beberapa
kekurangan dalam beberapa hal, sehingga memiliki dampak pada proses
pelayanan yang didapatkan oleh masyarakat yang mengalami permasalahan
kesehatan jiwa. Hal tersebut terjadi karena masih terdapa beberapa mekanisme
pelayanan yang kurang optimal saat diberikan. Permasalahan tersebut terjadi
dilihat dari sumber daya manusia pelayanan, kultur organisasi, dan sistem
pelayanan sehingga belum mampu menghasilkan mekanisme-mekanisme
pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja yang optimal. Dimana yang
menyebabkan atas kurang berhasilannya pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa
anak dan remaja tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
Pertama, dalam proses manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan
remaja masih belum memiliki tenaga ahli dalam bidang kesehatan jiwa yang
terkhusus untuk anak dan remaja. Dalam hal ini maka dapat mengakibatkan
proses pelayanan yang diberikan belum optimal terkhusus untuk anak dan remaja
karena tenaga pendukung dalam proses pelayanan kesehatan jiwa anak dan remaja
yang masih belum ada.
125
Kedua, budaya organisasi yang ada dalam proses pelayanan kesehatan
jiwa masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini memang tidak terjadi disetiap
unit atau bagian pelayanan, namun kurangnya budaya kerja dibeberapa bagian
seperti proses pemberian pelayanan dalam proses administrasi maupun dibeberapa
loket pelayanan farmasi dapat mengakibatkan proses manajemen pelayanan yang
diberikan tidak berjalan dengan optimal. Karena proses manajemen pelayanan
yang terjadi merupakan proses yang berkesinambungan diantara setiap bagian
ataupun unit-unit kerja dalam mencapai hasil dari tujuan yang optimal.
Ketiga, dalam proses pelayanan kesehatan yang diberikan masih memiliki
beberapa mekanisme yang belum optimal, salah satunya mengenai proses
pendampingan dan pengawasan bagi para masyarakat yang mengalami
permasalahan kesehatan jiwa. Pendampingan dan pengawasan yang bersifat
berkala dan rutin merupakan upaya yang baik guna meminimalisir terjadinya
permasalahan kesehatan yang kembali kambuh terus menerus mengingat
permasalahan kesehatan jiwa ini merupakan permasalahan kesehatan yang tidak
memiliki kualifikasi khusus untuk menyatakan kesembuhan secara 100%.
Keempat, mengenai sistem pelayanan yang diberikan masih bersifat secara
umum dan tidak terkhusus bagi anak dan remaja. Hal ini mengingat kondisi psikis
anak dan remaja yang masih cenderung labil dan belum dapat menentukan mana
yang baik dan buruk. Untuk itu, proses pelayanan yang ditujukan bagi anak dan
remaja diperlukan unit khusus guna pendampingan yang lebih optimal mengingat
masa depan bagi anak dan remaja masih sangat panjang.
126
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, maka
peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dan
pertimbangan supaya proses manajemen pelayanan kesehatan jiwa anak dan
remaja dapat berjalan dengan maksimal. Adapun saran tersebut yaitu sebagai
berikut:
1. Perlu adanya penambahan jumlah pegawai yang diharapkan berperan aktif
dari Seksi Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kota Tangerang ataupun
pihak-pihak lain yang terlibat agar lebih aktif dalam pemberian informasi
kepada masyarakat yang mengalami permasalahan kesehatan jiwa seperti
penyuluhan-penyuluhan kesetiap sekolah sekolah yang ada mengenai
pentingnya kesehatan jiwa anak dan remaja, serta melakukan sosialisasi
terarah dan berulang kepada masyarakat tentang segala bentuk prosedur dan
mekanisme-mekanisme yang ada dalam penanganan permasalahan kesehatan
jiwa yang terkhusus bagi anak dan remaja. Dalam hal ini penambahan tenaga
ahli khusus seperti psikolog anak sangat diperlukan disetiap unit kesehatan
jiwa di setiap puskesmas yang ada sebagai tempat pelayanan kesehatan
terdekat bagi masyarakat.
2. Meningkatkan koordinasi dengan puskesmas-puskesmas yang ada dan
pemerintahan dalam hal ini pihak kecamatan dalam sosialisasi setiap
informasi-informasi yang ada. Dalam hal ini diadakannya kegiatan
penyuluhan rutin dan berkala yang melibatkan masyarakat dengan pihak
kecamatan sebagai penghubungnya agar informasi yang ada dapat dengan
127
mudah tersampaikan ke masyarakat umum. Dengan adanya koordinasi yang
baik, maka diharapkan apa yang menjadi maksud dari UU kesehatan Jiwa
dapat tercapai. Selain itu masyarakat juga diharapkan mampu bekerja sama
dan mampu terbuka kepada setiap petugas yang ada agar penanganan
permasalahan kesehatan jiwa ini tidak menjadi lebih besar lagi.
3. Diperlukannya pengawasan terhadap setiap masyarakat yang sudah dianggap
mampu untuk kembali hidup bermasyarakat dengan normal. Melihat
permasalahan kesehatan jiwa ini adalah permasalahan kesehatan yang tidak
dapat sembuh seutuhnya, maka diharapkan pihak Dinas Kesehatan dalam hal
ini seksi kesehatan khusus tidak hanya memberikan pelayanan sebatas proses
pengobatannya saja, tetapi pengawasannya yang berkala juga diperlukan.
Misalnya saja diberikan pelatihan khusus agar masyarakat yang sudah
dianggap mampu kembali kemasyarakat memiliki keahlian. Selain itu perlu
diadakannya kunjungan berkala kepada setiap masyarakat yang sempat
terdata sebagai pasien kesehatan jiwa.
4. Ditambahnya fasilitas kesehatan jiwa terkhusus bagi anak dan remaja.
Fasilitas pelayanan khusus seperti unit khusus kesehatan jiwa anak dan
remaja ini tentunya diperlukan melihat penanganan permasalahan kesehatan
jiwa anak dan remaja perlu dilakukan secara hati-hati melihat bagaimana
kondisi emosional yang masih labil meskipun pada beberapa kasus tingkat
kesakitan pada anak dan remaja masih pada tahap yang ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Athoillah, Anton. 2010. Dasar-dasar Manajemen. Bandung : CV Pustaka Setia.
Barata, Atep. 2004. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Jakarta: PT.Elex. Media
Komputindo.
Black, James A dan Champion, Dean J. 2009. Metode & Masalah PenelitianSosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Boediono, B. 2003. Pelayanan Prima Perpajakan. Jakarta: Rineka Cipta.Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen (Dasar Pengertian, Masalah). Jakarta : PT.
Bumi Aksara.
Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmuSosial. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi FISIP UniversitasIndonesia.
Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan. Yogyakarta:NurCahaya.
Moenir. 2003. Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta: Bumi Aksara.
Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: Ghalia Indonesia
Ratminto, Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan PengembanganModel Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan StandarPelayananMinimal. Yogyakarta: Pustaka Belajar
Siagian, P Sondang. 2005. Fungsi-fungsi Manajerial. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung:CV Alfabeta.
_______. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Wilson, Bangun. 2008. Intisari Manajemen. Bandung : PT. Refika Aditama.
Dokumen Lain
Undang-undang No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa.
Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Keputusan Menpan No. 36 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan.
Sumber Lain
Maryati M S. 2015. Manajemen Pelayanan Pemberangkatan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri Di Dinas Penaga Kerja
Dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Serang. Tidak
Diterbitkan.
Torro Datu, Veronica. 2015. Pelayanan Balai Pelayanan Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Serang Dalam
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Asal
Kabupaten Serang. Tidak Diterbitkan.
http://www.kemkes.go.id . Diakses pada tanggal 19 Oktober 2016 pukul
18.50 WIB.
https://tangerangkota.bps.go.id/index.php/publikasi/218 Kota Tangerang
Dalam Angka 2017. Diakses pada tanggal 21 Agustus 2017 pukul
20.25 WIB.