MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI...

115
MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKAL (Studi Kasus pada Televisi Lokal JTV Surabaya periode 2012-2017) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Komunikasi Massa Oleh: Fitria Rahmawati 135120200111058 JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI...

Page 1: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKAL

(Studi Kasus pada Televisi Lokal JTV Surabaya periode 2012-2017)

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat

Komunikasi Massa

Oleh:

Fitria Rahmawati

135120200111058

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan
Page 3: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan
Page 4: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

daftar penguji sebagai berikut :

TELAH DIREVISI DAN DISETUJUI OLEH TIM PENGUJI

NO. NAMA Jabatan Penguji

1. Nisa Alfira, S.I.Kom., M.A

NIP/NIK. 2013048808312001

Ketua Majelis Sidang

2. M. Fikri. AR, S.I.Kom., M.A

NIP/NIK. 198704092015041003

Anggota Majelis Sidang 1

3. Bayu Indra Pratama, S.I.Kom., M.A

NIP/NIK. 2013098808081001

Anggota Majelis Sidang 2

Page 5: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan
Page 6: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT

yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi dengan judul “MANAJEMEN

MEDIA TELEVISI (Studi Kasus pada Televisi Lokal JTV Surabaya)”

Penulis menyadari adanya bantuan dan dorongan moril dari berbagai pihak

yang telah membantu penulis dalam merampungkan skipsi ini. Oleh karena itu,

pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih

kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan, membimbing dan

menyemangati setiap saat.

2. Ibu Nisa Alfira, S.I.Kom, M.A, selaku dosen pembimbing yang senantiasa

memberi masukan dan mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran

selama proses pengerjaan skripsi ini.

3. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi atas ilmu yang tiada henti diberikan

kepada penulis hingga saat ini.

4. Mbak Gita, Mas Domas, Bapak Mamed, Mas Haley, Bapak Heri, dan Mas

Imam selaku karyawan JTV Surabaya, atas informasi dan kerjasamanya

dalam memenuhi kebutuhan data dari skripsi ini.

5. Seluruh pihak yang telah membantu dan menjadikan skripsi ini bermanfaat

baginya sebagao bahan bacaan atau referensi untuk tugas akhirnya.

Penulis akui pada penulisan skripsi ini tidaklah sempurna. Kritik

dan saran yang membangun sangat penulis harapkan, sehingga kelak

penulis dapat memperbaikinya. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

memberi manfaat dan seumbangsih bagi banyak pihak.

Malang, Juli 2017

Page 7: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Fitria Rahmawati

MANAJEMEN MEDIA TELEVISI

(Studi Kasus pada Televisi Lokal JTV Surabaya)

ABSTRAK

Fitria Rahmawati, dibawah bimbingan Nisa Alfira, S.I.Kom., MA Jurusan Ilmu

Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Brawijaya

Jawa Pos Multimedia Televisi (JTV) merupakan salah satu televisi swasta

lokal yang ada di Surabaya sekaligus yang pertama hadir di Jawa Timur. Hingga

saat ini, JTV Surabaya telah bertahan selama lebih dari lima belas tahun dengan

menghadirkan program acara yang mengangkat budaya lokal Jawa Timur. JTV

juga menerapkan manajemen di dalam organisasinya agar perannya sebagai

penghubung antara khalayak dan pengiklan dapat tercapai.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen media

terutama yang terkait aspek manajemen produk, teknologi, SDM, marketing dan

branding yang dilakukan oleh JTV Surabaya. Adapun penelitian ini bersifat

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan

adalah studi kasus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen produk, dalam hal ini

adalah program yang dihasilkan oleh JTV menempati posisi yang penting bagi

sebuah media penyiaran televisi. Tetapi, manajemen produk juga tidak bisa berdiri

sendiri tanpa didukung aspek lain seperti teknologi, sumber daya manusia,

marketing dan branding yang tepat.

Kata Kunci : JTV Surabaya, Manajemen Media, Manajemen Produk,

Manajemen Sumber Daya Manusia, Manajemen Teknologi,

Manajemen Marketing dan Branding

Page 8: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

MEDIA MANAGEMENT IN TELEVISION

(Case Study on Local Television JTV Surabaya)

ABSTRACT

Fitria Rahmawati, under the guidance of Nisa Alfira, S.I.Kom., MA Department

of Communication Studies. Faculty of Social and Political Science. Brawijaya

University.

Jawa Pos Multimedia Televisi (JTV) is one of the local television in

Surabaya and also the first local television in East Java. JTV Surabaya has

survived for more than fifteen years with programs that adopted by the local

culture of East Java. JTV also implements management within its organization so

that its role as a liaison between audiences and advertisers can be achieved.

This research has aims to describe media management related aspects of

product management, technology, human resources, marketing and branding

conducted by JTV Surabaya. The research is descriptive by using qualitative

approach. The research also use case study methods.

The results show that product management, in this case is a program

produced by JTV occupies an important position for a television broadcasting

media. However, product management also need support from other aspects such

as technology, human resources, marketing and branding.

Keywords: JTV Surabaya, Media Management, Product Management,

Human Resource Management, Technology Management,

Marketing and Branding Management.

Page 9: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PERBAIKAN REVISI ...................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. ii

LEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI ..................................................................... iii

PERNYATAAN ORISINALITAS...................................... Error! Bookmark not defined.

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi

ABSTRAK ....................................................................................................................... vii

ABSTRACT .................................................................................................................... viii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xi

BAB I PENDAHULUAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang ......................................................... Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah .................................................... Error! Bookmark not defined.

1.3 Tujuan Penelitian ..................................................... Error! Bookmark not defined.

1.4 Manfaat Penelitian ................................................... Error! Bookmark not defined.

1.4.1 Manfaat Teoritis ................................................ Error! Bookmark not defined.

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................... Error! Bookmark not defined.

2.1 Lembaga Media sebagai Entitas Ekonomi ............... Error! Bookmark not defined.

2.2 Media Lokal ............................................................. Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Televisi Lokal ................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3 Manajemen Media ................................................... Error! Bookmark not defined.

2.3.1 Manajemen Produk ........................................... Error! Bookmark not defined.

2.3.2 Manajemen Sumber Daya Manusia dan Teknologi ........ Error! Bookmark not

defined.

2.3.3 Manajemen Marketing dan Branding ............... Error! Bookmark not defined.

2.4 Penelitian Terdahulu ................................................ Error! Bookmark not defined.

2.5 Kerangka Penelitian ................................................. Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE PENELITIAN ..................................... Error! Bookmark not defined.

3.1 Metode Penelitian .................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2 Fokus Penlitian......................................................... Error! Bookmark not defined.

Page 10: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

3.3 Lokasi Penelitian ...................................................... Error! Bookmark not defined.

3.4 Pemilihan Informan ................................................. Error! Bookmark not defined.

3.5 Pengumpulan Data ................................................... Error! Bookmark not defined.

3.5.1 Wawancara ........................................................ Error! Bookmark not defined.

3.5.2 Studi Dokumen ................................................. Error! Bookmark not defined.

3.6 Teknik Analisis Data ................................................ Error! Bookmark not defined.

3.7 Goodness Criteria ..................................................... Error! Bookmark not defined.

3.8 Etika Penelitian ........................................................ Error! Bookmark not defined.

BAB IV SAJIAN DATA ...................................................... Error! Bookmark not defined.

4.1 Gambaran Umum Perusahaan .................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.1 Latar Belakang .................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.2 Visi dan Misi ..................................................... Error! Bookmark not defined.

4.1.3 Moto .................................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.4 Logo .................................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.5 Program Acara .................................................. Error! Bookmark not defined.

4.1.7 Struktur Organisasi ........................................... Error! Bookmark not defined.

4.2 Hasil Penelitian ........................................................ Error! Bookmark not defined.

4.2.1 Audiens JTV ..................................................... Error! Bookmark not defined.

4.2.2 Manajemen Produk ........................................... Error! Bookmark not defined.

4.2.3 Manajemen SDM dan Teknologi ...................... Error! Bookmark not defined.

4.2.4 Manajemen Marketing dan Branding................ Error! Bookmark not defined.

BAB V DISKUSI .................................................................. Error! Bookmark not defined.

5.1 Televisi sebagai Institusi Bisnis dan Sosial ............. Error! Bookmark not defined.

5.2 Manajemen Media sebagai Sebuah Kajian .............. Error! Bookmark not defined.

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................... Error! Bookmark not defined.

6.1 Simpulan .................................................................. Error! Bookmark not defined.

6.2 Proposisi ................................................................... Error! Bookmark not defined.

6.3 Saran ........................................................................ Error! Bookmark not defined.

6.3.1 Saran Akademis ................................................ Error! Bookmark not defined.

6.3.2 Saran Praktis ..................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... Error! Bookmark not defined.

LAMPIRAN

Page 11: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran ...................................................................31

Gambar 4.1 Logo Lama JTV ...........................................................................45

Gambar 4.2 Logo Baru JTV ............................................................................45

Gambar 4.3 Audiens berdasar Gender ...........................................................49

Gambar 4.4 Audiens berdasar Usia ................................................................49

Gambar 4.5 Audiens berdasar Pendidikan ....................................................50

Gambar 4.6 Audiens berdasar Pekerjaan ......................................................50

Gambar 4.7 Audiens berdasar SES ................................................................53

Page 12: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan
Page 13: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberadaan media massa saat ini tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Perkembangan teknologi, terutama teknologi media sudah memberikan

dampak yang cukup besar. Batas jarak dan waktu yang sebelumnya menjadi

kendala, kini bukan lagi menjadi masalah. Kondisi ini digambarkan oleh

McLuhan (dalam Samatan, 2009) sebagai global village, yaitu sebuah suasana

untuk menggambarkan dunia saat orang mengenal satu dengan yang lainnya

walaupun menembus batas-batas negara dan benua sekalipun.

Tahun 1998, ada 279 perusahaan media cetak dan hanya ada lima stasiun

televisi swasta. Kurang dari satu dekade berikutnya, jumlah televisi swasta

bertambah dua kali lipat, ini belum termasuk 20 stasiun televisi swasta lokal dan

media cetak yang meningkat tiga kali lipatnya (Laksmi dan Haryanto, 2007, h.53).

Dari sekian banyak media massa yang ada, televisi menjadi salah satu media

massa yang paling banyak digunakan oleh masyarakat untuk mencari informasi.

Manusia mencari informasi untuk berbagai tujuan hidup. Selain menambah

pengetahuan, informasi juga berperan sebagai salah satu sumber pertimbangan

dalam pengambilan keputusan mempertahankan hidup dan memperbaiki mutu

kehidupan (Hidayat&Prakosa, 1997, h.50). Kebutuhan akan informasi ini dapat

Page 14: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

terpenuhi melalui media-media yang ada dan khalayak bebas memilih media apa

yang sekiranya bisa mereka gunakan.

Selain menjadi media yang mampu memberikan berbagai macam

informasi, televisi juga menjadi media hiburan yang paling murah. Media televisi

digunakan oleh masyarakat karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

dengan media lainnya. Duncan (2005) menyebutkan bahwa televisi sebagai media

elektronik memiliki kelebihan dibandingkan dengan media lain karena mampu

memberikan pengaruh yang kuat melalui gambar, suara dan gerakan yang

ditampilkan. Karena pengaruh yang diberikan kuat, maka televisi sudah

semestinya memberikan program yang bersifat edukatif sebagai bentuk tanggung

jawab kepada penontonnya.

Seperti salah satu fungsi televisi menurut Effendy (2000, h. 149) yaitu

menjalankan fungsi pendidikan. Salah satu cara mendidik yang dapat dilakukan

oleh televisi adalah melalui pengajaran nilai dan etika kepada pemirsanya.

Televisi dapat menyusupkan nilai-nilai yang baik dalam konten acaranya.

Berbagai macam program telah dihadirkan oleh televisi, mulai dari hiburan

sampai dengan news. Dari banyaknya program tersebut, setiap televisi pastinya

memiliki ciri khasnya masing-masing. Sebagai industri media, televisi dituntut

untuk menciptakan program yang unggul jika ingin bertahan di tengah persaingan

media yang terjadi saat ini.

Pada kenyataannya, banyak televisi swasta di Indonesia yang seakan tidak

memiliki ciri khas, bahkan tak jarang menyajikan program yang hampir sama.

Seperti yang diutarakan oleh Vivian (2008, h. 32) bahwa dengan berorientasi pada

Page 15: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

keuntungan, banyak dari pengelola media yang tidak mau mengambil resiko

untuk merugi dan kehilangan pemirsanya, sehingga mereka mendaur ulang materi

yang sama namun dengan kemasan yang berbeda. Fenomena ini seakan

menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan antara televisi yang satu dengan

yang lainnya. Karena program dan khalayak yang tidak jauh berbeda, maka yang

membedakan hanya waktu penayangan programnya saja (Siregar, 2001, h. 75).

Keadaan yang seperti ini lama-kelamaan akan membuat penonton jenuh

dan beralih mengkonsumsi media lainnya. Seharusnya dilakukan oleh televisi

sekarang jika ingin merebut hati penonton adalah dengan membuat inovasi yang

belum pernah dibuat oleh televisi lain. Hal ini pernah terjadi di Meksiko pada

tahun 2000. Fenomena tersebut dijadikan sebuah penelitian oleh Renteria (2010)

dengan mengambil subjek penelitian dua televisi yang berkuasa di negara tersebut

yakni Azteca tv dan Televisa. Selama 20 tahun (1973-1993), Azteca tv menjadi

satu-satunya televisi yang mengudara di Meksiko dan menjadi kebanggaan

masyarakatnya melalui program telenovela dan opera soap. Hingga pada tahun

1993, Televisa hadir untuk menjadi kompetitor tunggalnya. Selama tenggang

waktu tujuh tahun, Televisa mampu “merebut” penonton lebih banyak melalui

manajemen strategis yang diterapkan. Salah satunya, Televisa melihat celah

mengenai masyarakat Meksiko yang sebenarnya lebih menyukai tayangan yang

based on reality. Ditambah lagi, mereka sudah jenuh dengan cerita telenovela

yang monoton. Melihat celah ini kemudian Televisa membuat program dengan

konten yang dekat dengan kehidupan orang Meksiko, yakni yang berkaitan

dengan narkoba dan korupsi.

Page 16: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Lebih jauh mengenai penelitian yang dilakukan oleh Renteria (2010),

keberhasilan Televisa untuk menarik penonton dikarenakan program yang dibuat

berbeda dengan kompetitornya dan benar-benar diinginkan oleh pasar di Meksiko.

Hal ini sesuai dengan pendapat Perebinosof, Gross dan Gross (2005, h. 134) yang

menyatakan bahwa tidak ada televisi yang bisa bertahan tanpa adanya penonton

karena keduanya memiliki hubungan yang sangat kuat. Hubungan yang kuat

antara keduanya akan terjalin apabila televisi tersebut dapat memenuhi kebutuhan

dari penontonnya.

Fenomena lain yang terjadi di negara kita adalah program televisi yang

terlalu berpusat kepada Jakarta. Seperti yang dijelaskan oleh (Sudibyo, 2004, h.

100) bahwa televisi swasta nasional berusaha meraih sebanyak mungkin pemirsa

dengan membuat program yang sifatnya general bahkan cenderung Jakarta-

minded. Hal ini diperkuat dengan pendapat Barwise dan Ehrenberg (dalam

Siregar, 2001, h. 73) yang mengatakan heterogenitas masyarakat Jakarta dan

sekitarnya berbeda dengan kota-kota lain. Memang ada motivasi khalayak yang

relatif bersifat universal, tetapi ada motivasi lain yang bersifat khas sesuai dengan

karakteristik sosial khalayak. Hal ini terkait fakta bahwa Indonesia terdiri dari

berbagai macam daerah yang memiliki masing-masing budaya yang berbeda.

Kebutuhan akan desentralisasi informasi ini akhirnya memunculkan

inisiatif untuk membuat televisi lokal dengan tujuan untuk mengangkat budaya

dari tiap daerah. Hingga pada akhirnya muncul Undang-Undang No. 32 Tahun

2002 yang memberikan pengakuan hukum terkait lembaga penyiaran lokal, baik

swasta, komunitas, maupun publik.

Page 17: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Kehadiran televisi lokal sebenarnya memiliki peran yang penting dalam

mengubah ketidakseimbangan fungsi media televisi swasta nasional seperti

TRANS, RCTI dan lain-lain dalam mengangkat budaya lokal (Haryati, 2013).

Televisi lokal diharapkan dapat mengangkat budaya lokal yang sangat beragam

yang kurang diekspos oleh media nasional. Sehingga dalam beberapa tahun

belakangan televisi lokal di Indonesia terus menunjukkan peningkatan.

Berdasarkan data keanggotaan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) sampai

tahun 2016, terdapat 75 stasiun televisi lokal yang tersebar di beberapa daerah di

Indonesia.

Bertambahnya jumlah stasiun televisi yang terus bermunculan tersebut

menimbulkan persaingan atau kompetisi. Compaine (2006) menjelaskan bahwa

kompetisi menjadi ciri dari lingkungan media, secara umum mereka cenderung

menambah alternatif daripada mengganti yang lebih tua. Seringkali dengan

menambahkan beberapa teknologi baru atau teknologi yang telah membantu

perkembangan dalam persaingan ini. Bagaimanapun juga televisi merupakan

sebuah bisnis. Bisnis adalah yang berkepentingan dengan uang dan televisi

membutuhkan banyak uang (Ferguson, 2004, h.149).

McQuail (2010, h. 200), menyebutkan ada beberapa sumber pendapatan

industri media diantaranya iklan, penempatan produk dan hubungan masyarakat,

dukungan dari pendukung pribadi, kepercayaan non-profit, dan juga terdapat

dukungan langsung dari penonton. Sedangkan menurut Axhami, Mersini dan Zela

(2015), iklan adalah salah satu sumber pendapatan utama bagi media. Menurut

Bel dan Domench (2009), stasiun penyiaran tertarik untuk memiliki audiens yang

Page 18: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

besar karena semakin besar pangsa pasar, akan lebih mudah untuk menarik

pengiklan. Sedangkan iklan tersebut nantinya akan menjadi sumber pemasukan

bagi stasiun televisi sehingga dapat terus bertahan dan membiayai produksi

program yang nantinya akan didistribusikan kepada audiens.

Fenomena media yang seperti dijelaskan sebelumnya kemudian

memunculkan minat dari ekonom dan sarjana bisnis untuk melakukan kajian

terhadap media melalui perspektif ekonomi (Hasan, 2006, h.330). Melalui kajian-

kajian tersebut munculah berbagai literatur tentang ekonomi media dan

manajemen. Picard (2006) menjelaskan bahwa sejak awal studi komunikasi,

perhatian utamanya hanya berfokus pada peran, fungsi, dan efek komunikasi. Para

ilmuwan media mengabaikan, atau hanya sedikit memperhatikan efek dari

kekuatan ekonomi karena pada awalnya perusahaan media tidak dianggap sebuah

industri bisnis. Baru ketika pertengahan abad ke-20 yaitu ketika mulai adanya

komersialisasi pada perusahaan media muncul ketertarikan untuk mengkaji media

dari kajian ekonomi dan manajemen.

Albarran (2006, h. 42) mengatakan bahwa penelitian manajemen media

juga menjadi bidang minat dan studi selama abad ke-20 seiring konglomerat

media mulai terbentuk, yang pertama di industri surat kabar, dan kemudian di

radio, film, dan industri televisi. Studi mengenai manajerial diperlukan dalam

setiap perusahaan media penyiaran dikarenakan kegiatan penyiaran merupakan

suatu proses yang membutuhkan banyak sinergi dengan demikian sangat

diperlukan penerapan prinsip-prinsip manejemen untuk suatu kesatuan sistem.

Page 19: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Manajemen media membahas tentang bagaimana strategi yang dilakukan oleh

organisasi media dalam rangka mencapai tujuannya.

Manajemen media mengatur seluruh aspek dalam media seperti produk

media, teknologi, keuangan, sumber daya, minat publik dan lain sebagainya.

Tetapi pada penelitian ini, peneliti hanya akan mengambil dari aspek produk

media, sumber daya manusia dan teknologi, serta marketing and branding.

Pemilihan aspek ini berkaitan juga dengan pendapat dari Morissan (2008, h. 133)

yang menyebutkan bahwa keberhasilan sebuah media sejatinya ditopang oleh

kreatifitas manusia yang bekerja pada tiga pilar utama yang merupakan fungsi

vital yang dimiliki setiap media salah satunya yaitu yang berkaitan dengan

program (dalam hal ini merupakan salah satu produk media) dan pemasaran.

Beberapa penelitian telah membahas tentang manajemen koran, televisi,

film dan lain-lainnya namun sangat sedikit penelitian yang mengangkat tema

tentang manajemen televisi dengan aspek yang peneliti pilih dalam penelitian ini.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Tantri Yudhientia (2012) yang membahas

strategi manajemen programming pada stasiun televisi swasta lokal JTV

Surabaya. Penelitian ini hanya berfokus kepada manajemen programnya saja tidak

membahas aspek lain yang ada di dalam studi manajemen media. Berangkat dari

penelitian sebelumnya, penelitian ini akan membahas mengenai manajemen

media dari JTV Surabaya tetapi dengan menganalisis menggunakan poin-poin

pada manajemen media seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yakni

manajemen produk, SDM dan teknologi, serta marketing and branding.

Page 20: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Pemilihan JTV sebagai objek dalam penelitian ini dikarenakan JTV juga

turut berperan serta dalam perkembangan televisi lokal, khususnya dalam lingkup

Jawa Timur. JTV merupakan televisi yang berada di bawah naungan Jawa Pos

Multimedia (JPM). Televisi yang berpusat di Surabaya ini memiliki delapan biro

jaringan yang tersebar di seluruh Jawa Timur. Biro tersebut antara lain di Pacitan,

Madiun, Bojonegoro, Kediri, Malang, Madura, Jember dan Banyuwangi

(Company Profile JTV, 2013). Tetapi, pada penelitian ini hanya akan membahas

mengenai manajemen dari JTV pusat, yakni yang berada di Kota Surabaya.

JTV merupakan salah satu pelopor televisi swasta lokal yang ada di

Indonesia, sekaligus yang pertama di Jawa Timur. Televisi yang mampu bertahan

selama 15 tahun hingga sekarang ini, membuat konten yang mengangkat budaya

Jawa Timur. Bahkan, JTV merupakan stasiun televisi swasta lokal yang meraih

rating and share paling tinggi di antara televisi lokal yang lainnya (Nielsen

Januari-Maret 2017). Tinggi nya rating dan share JTV memerlukan pemahaman

akan apa yang telah dilakukan sampai akhirnya bisa mempertahankan pencapaian

ini selama beberapa tahun belakangan. Tentunya JTV mempunyai cara tersendiri

dalam menjaga kualitas produknya hingga selalu mendapatkan nilai yang cukup

baik melalui rating dan share yang menandakan bahwa kepercayaan masyarakat

akan televisi berita ini tergolong tinggi.

Salah satu program unggulan JTV, yakni Pojok Kampung selalu

mendapatkan rating yang tinggi. Pojok Kampung merupakan program berita yang

mengangkat isu lokal seputar Jawa Timur dengan narasi berita yang menggunakan

Bahasa Jawa Suroboyoan. Pemilihan bahasa yang berbeda ini yang kemudian

Page 21: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menjadikan Pojok Kampung berbeda dibandingkan dengan program berita

lainnya. Tingginya antusiasme masyarakat terhadap program ini akhirnya

berdampak pada kemudahan dalam mencari iklan. Dengan biaya produksi yang

tidak besar, program ini mampu menjaring pasar yang lebih besar dibandingkan

program lain. Hal ini membuktikan bahwa program yang berbeda dan unik

memang dibutuhkan oleh televisi jika ingin mendapatkan khalayak.

Berdasarkan alasan yang telah disebutkan sebelumnya, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang manajemen media yang diterapkan oleh JTV

Surabaya pada tahun 2012-2017 terkait dengan aspek-aspek yang telah disebutkan

sebelumnya. Pemilihan periode ini ditetapkan berdasar kejelasan SOP yang

diterapkan oleh pihak manajerial JTV, yakni dimulai pada tahun 2012. Penelitian

ini penting untuk dilakukan mengingat belum banyak penelitan di Indonesia yang

membahas mengenai manajemen media pada televisi. Selain itu, penelitian ini

juga dapat dijadikan literatur bagi penelitian lain maupun bagi media penyiaran

televisi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, peneliti berfokus pada

“bagaimana manajemen produk, manajemen SDM, manajemen teknologi, serta

manajemen marketing dan branding yang dilakukan oleh JTV Surabaya periode

2012-2017” sebagai rumusan masalah dalam penelitian ini.

Page 22: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen produk,

manajemen SDM, manajemen teknologi, serta manajemen marketing dan

branding yang dilakukan oleh JTV Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi dalam kajian ilmu

komunikasi terutama dibidang Komunikasi Massa, khususnya yang terkait dengan

kajian manajemen media lokal.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan manfaat kepada

lembaga penyiaran televisi serta dapat dijadikan acuan dan pembelajaran bagi

industri media lainnya khususnya industri penyiaran.

Page 23: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Media sebagai Entitas Ekonomi

McQuail (2011, h. 46) menjelaskan pasar media terbentuk dari tiga pihak

selayaknya segitiga, yaitu produsen atau pengiklan, media itu sendiri, dan

khalayak. Oleh karena itu, pasar media terbagi menjadi dua, yakni pasar yang

melayani kepentingan pengiklan dan pasar yang melayani kepentingan khalayak.

Herrick dan Napoli (dalam Albarran, 2006, h. 275) menambahkan bahwa orang

yang beroperasi di pasar konten dan khalayak memerlukan pelatihan dan

pemahaman khusus tentang pasar tempat mereka beroperasi untuk membuat

keputusan strategis dan manajerial yang efektif.

Bogart (dalam Morissan, 2008, h. 253) menyebutkan bahwa organisasi

media memiliki dua tujuan, yakni tujuan normatif dan tujuan manfaat. Tujuan

normatif merujuk pada upaya untuk mencapai nilai-nilai tertentu, misalnya

pendidikan. Sedangkan tujuan manfaat berkaitan dengan upaya menghasilkan

barang dan jasa dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Untuk

memperoleh keuntungan tersebut, sebuah organisasi media tentunya bergantung

kepada iklan yang menjadi salah satu penentu hidup dan matinya sebuah media.

Ada beberapa hal yang membedakan antara industri media dengan industri

lainnya. Menurut Priest (dalam Albarran, 2006, h. 40) perbedaan pertama yaitu

industri media memproduksi informasi, bukan barang konkret, dan karakteristik-

karakteristik ekonomi yang mendasari sebuah informasi berbeda dengan produk

Page 24: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

dari organisasi lainnya. Karakteristik ekonomi yang dimaksud yaitu karakteristik

yang berhubungan dengan permintaan, produksi, pasar, dan kondisi

pendistribusian.

Lebih lanjut Priest menjelaskan perbedaan lainnya yakni, media

merupakan salah satu industri yang penting dalam masyarakat sehingga praktek

manajemen media memiliki implikasi yang lebih dibanding sebagai masalah

ekonomi dalam korporasi. Croteau dan Hoynes (2006, h. 1) menambahkan,

media menempati posisi unik dalam masyarakat demokratis karena perannya

dalam bidang politik dan budaya melalui nilai-nilai kreatifitas yang dimiliki.

McQuail (2011, h. 190-192) menjelaskan karakter kunci yang tidak biasa

dari institusi media adalah bahwa aktifitasnya tidak dapat dipisahkan baik dari sisi

ekonomi maupun politik. Selain itu, media juga sangat tergantung pada kondisi

teknologi. Informasi, budaya, dan gagasan dianggap sebagai milik kolektif semua

orang seperti barang publik lainnya, yang disini McQuail memberikan contoh

layaknya udara. Media bukan hanya bisnis yang terkait dengan kekuatan ekonomi,

tetapi juga institusi sosial dan budaya. Lebih jauh lagi McQuail menyebutkan

bahwa media mencerminkan dua dinamika dasar, yang pertama sebuah keinginan

untuk menghasilkan uang dan yang kedua adalah keinginan untuk mendapatkan

kekuasaan di masyarakat.

2.2 Media Lokal

Nielsen (2015, h. 3) merangkum poin-poin penting dari penelitian yang

ada untuk memberikan gambaran umum tentang apa yang kita ketahui tentang

media lokal dalam tiga bidang, yaitu (1) akuntabilitas dan informasi, (2)

Page 25: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

keterlibatan masyarakat dan politik, dan (3) integrasi masyarakat. Penting untuk

digarisbawahi sejak awal bahwa penelitian tentang media lokal tidak begitu rinci,

ekstensif, atau sistematis dibandingkan penelitian di media berita nasional. Lebih

jauh lagi Nielsen menjelaskan bahwa pertumbuhan media digital telah disertai

dengan optimisme bahwa bentuk media lokal baru akan berkembang secara

online, di mana biaya masuk dan biaya operasional yang rendah berpotensi

memungkinkan operasi yang efisien untuk dipusatkan pada masyarakat

Kemudahan media digital memungkinkan orang berkolaborasi dan menghasilkan

bentuk baru media, jurnalisme warga, atau media komunitas.

Sementara media lokal tidak diragukan lagi sering melakukan lebih

banyak untuk memobilisasi orang untuk ambil bagian dalam urusan publik

setempat, semakin banyak penelitian juga telah mendokumentasikan bahwa

jurnalisme lokal secara signifikan meningkatkan keterlibatan masyarakat dan

politik masyarakat. Studi telah menunjukkan bahwa penggunaan koran lokal,

yang mengendalikan variabel sosial dan ekonomi, memiliki pengaruh positif

terhadap keterlibatan dalam politik lokal (Scheufele, dkk, 2002). Di seberang

cetak, siaran, dan digital, perhatian terhadap berita lokal telah ditemukan untuk

mempengaruhi keterlibatan masyarakat secara lebih luas (Shah dalam Nielsen,

2015, h. 9).

Aldridge (2007, h. 17) menambahkan media lokal mungkin kurang

glamour, tapi kepentingan mereka tidak diragukan lagi karena bagi kebanyakan

orang, sebagian besar waktu, kebutuhan sehari-hari terpenuhi dan rutinitas

dimainkan di wilayah yang dikenal. Baru-baru ini, sebuah penelitian telah

Page 26: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menunjukkan secara empiris bagaimana keterhubungan media lokal yang tidak

hanya meningkatkan tingkat informasi, keterlibatan warga dan politik, tetapi juga

memberi rasa memiliki bagi masyarakat (Kim dan Ball-Rokeach dalam Nielsen

2017, h. 21).

2.2.1 Televisi Lokal

Stasiun televisi lokal menurut Sudibyo (2004, h. 113) merupakan stasiun

penyiaran dengan wilayah siaran terkecil yang mencakup satu wilayah kota atau

kabupaten. Definisi oleh Sudibyo diperkuat oleh Undang-Undang Penyiaran yang

menyatakan bahwa stasiun penyiaran lokal dapat didirikan di lokasi tertentu

dalam wilayah negara Republik Indonesia dengan wilayah jangkauan siaran

terbatas pada lokasi tersebut. Sebagaimana media lainnya, televisi lokal juga

memiliki fungsi yang tidak jauh beda dengan televisi nasional.

Perbedaan TV lokal dengan TV swasta yang bersiaran nasional, berkaitan

dengan kandungan isi berita dan programnya. TV lokal beritanya lebih mengacu

dan menyesuaikan diri pada kebutuhan dan kepentingan masyarakat setempat

dimana media massa tersebut dikelola. Lebih jauh lagi, Morissan (2008, h, 113)

mengutarakan bahwa perbedaan televisi swasta nasional dengan televisi swasta

lokal hanya berada pada luasnya jangakauan siaran dan besarnya modal yang

digunakan.

Kekuatan pada televisi lokal sebenarnya terletak pada segmentasi dan

programnya. Televisi lokal dapat menciptakan identitas lokal bagi pemirsanya,

menciptakan tayangan-tayangan acara yang menjadi kebutuhan dan minat

masyarakat setempat (Haryati, 2013, h. 14). Seperti yang diutarakan oleh Liebes

Page 27: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

dan Katz (dalam Rahim dan Pawanteh, 2010) bahwa media televisi tidak hanya

sebatas memberikan informasi, tetapi juga mengedukasi penontonnya melalui

tayangan berkarakter budaya setempat.

2.3 Manajemen Media

Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-

tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang

dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan

melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya (Terry,

2003, h. 1).

Setiap organisasi sudah pasti memiliki manajemen agar tujuan dari

organisasi tersebut tercapai, begiru juga dengan organisasi media. Media sebagai

organisasi yang memiliki peran dalam masyarakat juga membutuhkan manajemen

yang sesuai. Menurut Siregar (2010, h. 29) :

“Manajemen media adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana

pengelolaan media dengan prinsip-prinsip dan seluruh proses

manajemennya dilakukan, baik terhadap media sebagai industri yang

bersifat komersial maupun sosial, media sebagai institusi komersial

maupun sosial.”

Manajemen media merupakan sub-bagian dalam ranah media yang

membahas aspek meso atau menengah dari media. Yusuf (dalam Siregar, 2010, h.

269) membagi ranah kajian media dibagi menjadi tiga aspek, yaitu aspek makro,

meso dan mikro. Aspek makro berkaitan dengan struktur politik, ekonomi, sosial,

dan budaya dalam konteks kesejarahan yang spesifik; aspek meso menjelaskan

proses-proses memproduksi dan mengkonsumsi teks media, termasuk manajemen

media; aspek mikro berkaitan dengan pembahasan mengenai teks atau produk

Page 28: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

akhir media. Selanjutnya, Adiputra (dalam Siregar, 2010, h. 269-270)

menjelaskan bahwa manajemen media tidak hanya mempelajari ketrampilan

dalam memproduksi media namun aspek menyeluruh dari media yang berkaitan

dengan aspek produksi sekaligus konteks dari sebuah media beroperasi. Secara

langsung, manajemen media berhubungan dengan sumber daya dan output dari

organisasi media. Sumber daya meliputi dana, pekerja media, informasi, dan

teknologi, sementara output merupakan pesan yang dihasilkan oleh media.

Albarran (2006, h. 115) mengelompokkan isu-isu apa saja yang dibahas di

dalam manajemen media, yaitu:

a. Issues in Human Relations Management

b. Issues in Financial Management

c. Issues in Strategic Management

d. Issues in Media Product Management

e. Issues in Transnational Media Management

f. Issues in Marketing and Branding

g. Issues in Media Management and Technology

h. Issues in Media Management and Public Interest

i. Industry-Specific Management Issues

j. Issues in Market Structure

k. Media Competition and Levels of Analysis

l. Issues in Network Economics

m. Issues in Media Convergence

n. Issues in Media Globalization

Page 29: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

o. Issues in Political Economy

Selanjutnya Albarran (2006, h. 4-7), menjelaskan bahwa terdapat tiga

mahzab atau aliran utama dalam studi manajemen media, yaitu:

a. Classical School of Management, filosofi manajemen ini berpusat pada

peningkatan alat-alat produksi dan meningkatkan produktivitas di

kalangan pekerja.

b. Human Relation School of Management, manajer dan karyawan memang

anggota dari organisasi yang sama dan karenanya berbagi dalam

pencapaian tujuan. Selanjutnya, karyawan memiliki kebutuhan selain

hanya upah dan tunjangan; dengan kebutuhan ini terpenuhi, pekerja akan

lebih efektif dan organisasi akan mendapatkan keuntungan.

c. Contemporary approaches to Management, pemikiran manajemen modern

di bidang efektivitas manajemen, kepemimpinan, teori sistem, manajemen

kualitas total (TQM), dan manajemen strategis.

Dari isu yang telah disebutkan oleh Albarran tersebut, penelitian ini hanya

berfokus kepada manajemen produk, sumber daya manusia, teknologi, marketing

dan branding. Hal ini berkaitan dengan pendapat Morissan (2008, h. 133) yang

menyebutkan bahwa keberhasilan media penyiaran sejatinya ditopang oleh

kreatifitas manusia yang bekerja pada tiga pilar utama yang merupakan fungsi

vital yang dimiliki setiap media penyiaran salah satunya yaitu yang berkaitan

dengan program dan pemasaran.

Page 30: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

2.3.1 Manajemen Produk

Reca (dalam Albarran, 2006, h. 182) menjelaskan media produk biasa

didefinisikan secara umum sebagai susunan atribut atau properti. Dengan

demikian manajemen produk lebih signifikan dalam memainkan peranan

membedakan atribut tersebut untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan target yang

beragam. Atribut disini merupakan konten yang diciptakan oleh media masing-

masing yang disusun menjadi sebuah tayangan yang akan disiarkan untuk

memenuhi kebutuhan khalayak. Kunci dari sebuah produk media adalah kualitas

dari produk tersebut untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan dari segmentasi pasar

terkait dengan konten yang informatif, persuasif dan juga mengandung unsur

hiburan. Produk media menurut Priest (dalam Albarran, 2006, h. 182) merupakan

public good, yaitu produk yang tidak akan habis meskipun dikonsumsi oleh

banyak orang dan tidak membutuhkan biaya yang besar untuk mendapatkannya.

Terlepas dari kenyataan bahwa ada beragam produk media, penggunaan

beberapa produk memiliki tujuan yang hampir sama. Alhasil, produk media biasa

disebut dual goods (Picard dalam Albarran, 2006, h. 184) karena mereka terdiri

dari dua pelengkap. Produk diarahkan ke dua pasar yang sangat berbeda, konten

untuk penonton dan waktu didedikasikan oleh penonton untuk pengiklan. Hal ini

memudahkan untuk memahami makna metafora yang menggambarkan media

sebagai jembatan antara pengiklan dan penonton.

Produk media yang dihasilkan oleh televisi merupakan program. Untuk

mengasilkan program yang baik juga diperlukan sebuah manajemen produksi

program televisi. Sebuah proses produksi program televisi memerlukan suatu

organisasi yang jelas dan efisien. Proses produksi tersebut terdiri dari pra

Page 31: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

produksi, produksi dan pasca produksi. Tahapan produksi di televisi terdiri dari

tiga bagian yang lazim disebut standard operation procedure (SOP), sebagaimana

yang dijelaskan oleh (Wibowo, 2007, h.39-40) sebagai berikut:

1. Pra Produksi

Tahap ini sangat penting sebab jika tahap ini dilaksanakan dengan baik,

sebagian pekerjaan dari produksi yang direncanakan akan berjalan dengan

baik.

Tahapan pra produksi meliputi tiga bagian, yaitu:

a. Penemuan Ide

Tahapan ini dimulai ketika seorang produser menemukan ide atau

gagasan, membuat riset dan menuliskan naskah atau meminta penulis

naskah mengembangkan gagasan menjadi naskah sesudah riset. Riset

tidak hanya dilakukan oleh produser, riset dilakukan oleh semua crew

dan hasilnya baru di rapatkan bersama produser dan asisten produser.

b. Perencanaan

Tahap ini meliputi penetapan jangka waktu kerja (time schedule),

penyempurnaan naskah, pemilihan artis, lokasi, dan crew. Selain

estimasi dari perencanaan yang perlu dibuat secara hati-hati dan teliti.

Sama halnya dengan program news magazine dengan waktu tayang

yang sudah ditentukan, agar nantinya proses produksi dapat berjalan

dengan baik.

Page 32: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

c. Persiapan

Tahap ini meliputi menghubungi narasumber, perizinan, dan surat-

menyurat bila diperlukan serta melengkapi peralatan yang diperlukan.

Semua ini lebih baik diselesaikan menurut jangka waktu kerja (time

scheduling) yang sudah ditetapkan.

2. Produksi

Produksi merupakan tahap pewujudan dari hasil pra produksi. Di dalam

pelaksanaan produksi, karakter produksi lebih ditentukan oleh karakter

naskahnya. Sebab naskah merupakan hasil penuangan ide atau gagasan.

Karakter produksi menurut lokasinya di bagi menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Produksi yang diselenggarakan sepenuhnya di dalam studio.

b. Produksi yang sepenuhnya diselenggarakan di luar studio.

c. Produksinya merupakan gabungan di dalam dan luar studio.

3. Pasca Produksi

Tahap ini adalah tahapan terakhir dari serangkaian proses produksi

program televisi. Hal ini merupakan tahap penyelesaian atau

penyempurnaan dari sebuah episode. Tahap ini meliputi :

a. Editing

Proses penyusunan gambar menjadi sebuah cerita yang padu dan sesuai

dengan konsep naskah. Dalam tahap ini, terdapat beberapa langkah yang

harus dilakukan, yakni:

1. Editing offline

Page 33: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Editing offline memiliki tujuan untuk memilah materi yang

dianggap bagus sesuai catatan selama proses produksi berlangsung.

Dalam proses ini, gambar disusun mengikuti urutan adegan.

2. Editing online

Pada tahapan ini, dilakukan penambahan insert, efek gambar,

suara, transisi, musik, credit title dan penyesuaian durasi tayang.

3. Mixing

Setelah semua komponen gambar dan suara selesai disusun, tahap

selanjutnya adalah melakukan mixing audio. Disini, proporsi suara

diatur, seperti mana suara yang harus dominan dan mana suara

yang hanya menjadi backsound. Jangan sampai terjadi tumpang

tindih sehingga proses penyampaian informasi tidak bisa

tersalurkan dengan sempurna.

b. Preview

Sebelum program disiarkan, maka akan ada proses preview untuk

memastikan program tersebut layak untuk tayang. Jika ternyata masih

ada kesalahan, maka program tersebut harus direvisi kembali. Baru

setelah semua dipastikan siap tayang, file dimasukkan ke dalam kaset

atau tape untuk kemudian diserahkan kepada divisi on air.

c. Transmisi

Ini adalah tahap akhir dari proses produksi, yakni program siap

ditayangkan kepada pemirsa.

Page 34: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

2.3.2 Manajemen Sumber Daya Manusia dan Teknologi

Sebelum membahas sumber daya organisasi media, akan diperjelas

mengenai organisasi media. Organisasi media memiliki struktur yang dinamis

dengan susunan yang sementara. Seperti yang dijelaskan oleh (McQuail, 2011, h.

204) susunan tersebut dipengaruhi oleh sifat mengejar keuntungan yang

disebabkan oleh tekanan pasar, perkembangan teknologi, perubahan sosial dan

ekonomi, variasi kekuasaan dan kebijakan yang sering menentukan lingkup

kinerja dalam media. Tekanan pasar merupakan faktor yang sering berubah dan

mempengaruhi organisasi media. Sumber daya dalam organisasi media tidak

hanya berada dalam lingkungan internal organisasi. Sumber daya media berupa

relasi organisasi yang membentuk rangkaian produksi, distribusi, konsumsi dalam

sebuah industri media (Wuryantara, dalam Siregar, 2010, h. 70).

Sumber daya manusia, dalam hal ini pekerja dalam perusahaan media

tentunya memiliki peran yang penting dalam tumbuh kembangnya perusahaan

tersebut. Hubungan manusia dalam organisasi media mencakup berbagai disiplin

akademis dan juga arena media yang diterapkan. Meskipun organisasi media

dalam banyak hal mirip dengan jenis kolektif manusia lainnya, namun juga

memiliki perbedaan fungsional-struktural dan dinamika manusia yang

memisahkan mereka (Redmond, dalam Albarran, 2006, h. 116).

Lebih jaub lagi Redmond menjelaskan ada beragam jenis media,

lingkungan operasional, tren pemirsa, dan inovasi teknologi. Namun, meski

konteks produksi media bervariasi dan terus berkembang, apa yang dihasilkan,

isinya, semuanya dihasilkan oleh manusia. Dengan demikian, organisasi media

bergantung pada modal kreativitas individu. Mereka rentan terhadap keinginan,

Page 35: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

emosi, harapan, ketakutan, dan idealisme jutaan orang yang bekerja di dalamnya.

Oleh karena itu diperlukan manajemen yang tepat agar tercipta lingkungan kerja

yang baik sehingga produk yang dihasilkan nantinya juga akan memuaskan.

Banyak yang mengklaim bahwa konten memainkan peran penting di pasar

media (Owen & Wildman dalam Albarran, 2006, h. 267). Tetapi, teknologi new

media dapat juga berperan dalam meningkatkan penyampaian produk (konten)

kepada khalayaknya, misalnya dengan distribusi broadband atau dengan cara

meningkatkan daya tarik produk melalui televisi berdefinisi tinggi tentu nantinya

akan meningkatkan probabilitas adopsinya. Keinginan untuk mendistribusikan

produk yang lebih efisien adalah pendorong utama bagi banyak perusahaan media

untuk mempertimbangkan adopsi teknologi.

Olmsted (dalam Albarran, 2006, h. 264) menjelaskan bahwa selain

karakteristiknya yang kuat, sifat teknologi media cenderung memainkan peran

penting dalam menentukan pilihan adopsi bagi perusahaan media. Tiga

karakteristik yang mempengaruhi dalam menentukan adopsi teknologi pada

perusahaan media adalah kompatibilitas teknologi, komplementaritas, dan

kesamaan fungsional. Kompatibilitas teknologi menjelaskan mengenai tingkat

kompatibilitas dengan teknologi media yang saat ini diadopsi. Mengambil langkah

lebih jauh, saling melengkapi mengacu pada situasi di mana mengkonsumsi

barang secara bersama memberi nilai lebih daripada mengonsumsi barang secara

terpisah (Brandenburger & Nalebuff, dalam Albarran, h. 264). Sedangkan

komplementaritas memberi wawasan tentang bagaimana sebuah teknologi baru

dapat memberi nilai tambah bagi sebuah organisasi. Misalnya, teknologi mungkin

Page 36: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

saling melengkapi secara horizontal dengan menambahkan lebih banyak pilihan

konten media atau saling melengkapi secara vertikal dengan meningkatkan konten

dan distribusi. Konsep terakhir kesamaan fungsional yaitu, bagaimana sebuah

teknologi baru dapat dirasakan oleh konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan

yang serupa dengan yang saat ini dipenuhi oleh teknologi yang ada.

Inovasi teknologi juga dapat dilihat dengan menganalisis tingkat

kebaruannya terhadap perusahaan, kebaruan ke pasar, atau kombinasi keduanya.

Mengadopsi teknologi baru dapat menghasilkan pendapatan baru dengan menarik

segmen pemirsa baru atau meningkatkan loyalitas konsumen media yang ada.

Booz, Allen, & Hamilton (dalam Albarran, 2006, h. 264) mengemukakan enam

tingkat inovasi produk dalam perusahaan:

1. Pengurangan biaya, produk baru yang menawarkan kinerja serupa tetapi

dengan biaya lebih rendah.

2. Reposisi, produk baru yang ditargetkan untuk pasar baru atau segmen

pasar yang baru.

3. Produk baru yang memberikan peningkatan kinerja atau nilai yang

dirasakan lebih besar seperti contohnya digital cable.

4. Penambahan lini produk yang ada, produk baru yang melengkapi lini

produk perusahaan yang mapan seperti berita streaming secara online.

5. Produk baru, produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki

pasar untuk pertama kalinya seperti contohnya adopsi radio satelit.

Page 37: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

6. Produk baru yang menciptakan pasar baru seperti pengenalan layanan

internet dial-up.

2.3.3 Manajemen Marketing dan Branding

Moisander (2014) mengidentifikasi lima pendekatan dalam mempelajari

brands and branding di dalam konteks manajemen media.

a. Brand as product

Produk media sebenarnya lebih sempit artiannya daripada brand media,

tetapi belum banyak literatur yang membahas lebih jauh lagi. Sebagai

contoh, ketika sebuah konten ditayangkan dalam berbagai jenis format

dan channels, maka mudah mengatakannya sebagai produk media,

daripada misalnya koran atau majalah.

b. Brand as extension

Eksistensi merek diwakili sebagai peluang yang menjanjikan bagi

perusahaan media untuk mengembangkan bisnisnya karena sudah

memiliki nama yang kuat di masyarakat. Dari perpektif ini, brand yang

dibangun dengan baik serta didukung hubungan dengan konsumen,

memungkinkan perusahaan untuk meluncurkan produk terbaru dengan

biaya yang lebih rendah, sekaligus dapat meningkatkan loyalitas dari

para konsumen, dalam media berarti penonton.

c. Brand as identity

Identitas disini terkait dengan atribut perusahaan seperti nama

perusahaan dan logo. Dengan adanya atribut khas yang dimiliki,

menjadikan setiap perusahaan memiliki ciri khas yang membedakan

Page 38: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

dirinya dengan perusahaan lain atau kompetitornya. Siegert, Gerth, dan

Radenmacher (2011) mengatakan bahwa identitas brand yang dimiliki

oleh setiap perusahaan dapat dijadikan sebagai alat bantu pembuat

keputusan yang terkait dengan konten dari media yang bersangkutan.

d. Brand as differentiation

Branding digunakan oleh perusahaan media untuk bertahan di tengah

persaingan yang ketat. Salah satu usaha yang digunakan adalah dengan

mengasilkan produk yang berbeda dengan kompetitornya. Olmsted dan

Cha (2008, h. 35) mengutarakan lebih lanjut bahwa branding

merupakan strategi untuk meningkatkan awareness dari konsumen,

meningkatkan konsumsi, dan memperkuat loyalitas dari penonton.

e. Brand as equity

Ekuitas merek merupakan aset yang penting bagi perusahaan untuk

mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

Mc Dowell (dalam Albarran, 2006, h. 241-242) membedakan antara

konsumer pada media brand dengan konsumer konvensional. Pertama, terkait

dengan dinamika penetapan harga, sebagian besar merek media tidak terlalu

sensitif terhadap harga. Alasannya adalah bahwa mereka biasanya didistribusikan

melalui model bisnis berbasis iklan, di mana biaya sesungguhnya bagi penonton

adalah waktu dan perhatiannya. Tentu saja, langganan uang tunai memang ada

untuk kabel dan layanan satelit yang menawarkan penawaran a la carte.

Perbedaan lainnya adalah aksesibilitas merek yang bersaing. Untuk

sebagian besar barang konsumen, uji coba merek memerlukan perjalanan berulang

Page 39: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

ke lokasi pembelian untuk mencoba beberapa pesaing. Selanjutnya, selang waktu

antara percobaan mungkin berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Sebaliknya,

tindakan fisik untuk mencoba lusinan merek media sangat mudah, biasanya hanya

memerlukan klik dari perangkat remote control atau mouse komputer. Mungkin

aspek paling penting yang membuat merek media istimewa adalah karena media

dapat dimanfaatkan sebagai alat komunikasi untuk self-branding. Misalnya,

seperti Eastman, Ferguson, dan Klein (dalam Albarran, 2006) dan para ahli

lainnya membuktikan, aset pemasaran merek terbesar yang dimiliki oleh jaringan

siaran atau stasiun utama adalah waktu mengudara itu sendiri. Unsur penting

manajemen brand pada media adalah mengembangkan strategi mengenai apa

yang dikomunikasikan merek tentang dirinya sendiri.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan dalam penelitian ini sebagai acuan

melakukan analisis adalah penelitian dari Albarran dan Slocum (2006) dengan

judul “Strategic Planning in Local Television Newsroom”. Tujuan dari penelitian

ini adalah untuk melihat bagaimana televisi lokal di Amerika, khususnya bagian

newsroom melakukan perencanaan strategis. Penulis juga ingin melihat apakah

perencanaan strategis yang diterapkan oleh bagian newsroom sama dengan yang

diterapkan oleh perusahaan atau organisasi pada umumnya. Penelitian ini

berangkat dari survei yang dilakukan pada tahun 2004, yaitu The Pew Research

Centers’s Biennial News Consumption yang menyebutkan bahwa 59% warga

Amerika melihat tayangan berita pada televisi lokal sebagai sumber informasi.

Page 40: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Alasan utama mereka lebih memilih televisi lokal karena menganggap bahwa

berita yang ditayangkan di televisi lokal lebih dapat dipercaya. Slocum dan

Albarran (2006) juga menemukan fakta bahwa news di televisi lokal akan selalu

menjadi divisi yang menguntungkan. Meskipun keadaan ekonomi sedang sulit,

stasiun televisi lokal akan tetap mendapatkan keuntungan. Karena sumber

pendapatan terbesar dari televisi adalah dari divisi news.

Penelitian kedua yang peneliti gunakan adalah penelitian oleh Rahim dan

Pawanteh (2010) dengan judul “the Local Content Industry and Cultural Identity

in Malaysia”. Penelitian ini membahas terkait kebijakan konten lokal dalam

industri penyiaran di Malaysia. Selama kurun waktu tiga tahun (2007-2010)

televisi di Malaysia terus memperbesar presentase program dengan konten lokal.

Hal ini berkaitan juga dengan kebijakan dari pemerintah setempat yang mulai

membatasi program “impor” agar masyarakat setempat tidak meninggalkan

budaya asli mereka. Tidak disangka, ternyata masyarakat disana menyukai

program dengan konten lokal, yang dekat dengan kehidupan mereka. Konten lokal

disini tidak terbatas pada penggunaan Bahasa Melayu dan nasional saja, tetapi

lebih kepada nilai, norma, dan gaya hidup yang tidak bertentangan dengan budaya

Malaysia. Potensi pasar untuk konten lokal tumbuh dengan baik, diiringi juga

dengan pantauan dari pemerintah agar tidak menyimpang. Inti dari penelitian ini

adalah televisi yang menayangkan konten lokal ikut memberikan kontribusi

positif bagi masyarakat, bukan hanya sebagai entittas bisnis yang ingin

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Page 41: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Penelitian selanjutnya yang dijadikan penelitian terdahulu dilakukan oleh

Iredia (2015) yang menganalisis bagaimana manajemen broadcast yang

diterapkan oleh staisun penyiaran di negara berkembang, Nigeria. Penelitian ini

menjelaskan bahwa stasiun penyiaran di negara tersebut sulit untuk berlaku

objektif dan seimbang dalam pembuatan kontennya. Hal ini dikarenakan pemilik

media terlalu ikut campur dalam kebijakan yang diambil, serta lebih

mengutamakan keinginan individu daripada memperhatikan perannya sebagai

sebuah intitusi media. Ditambah lagi, pemasok iklan terbesar berasal dari orang-

orang yang memiliki kepentingan di dalam partai politik. Akhirnya kinerja

perusahaan tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya kepentingan

pribadi di dalamnya.

Penelitian ke empat yang peneliti gunakan adalah penelitian yang

dilakukan oleh Renteria (2007) dengan judul “Media Concentration in teh

Hispanic Market: a Case Study of TV Azteca and Televisa” yang menjelaskan

bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam dunia industri media adalah

pentingnya menjalankan strategi manajemen yang tepat. Penelitian ini dilakukan

di Meksiko dengan mengambil subjek penelitian dua televisi yang berkuasa di

negara tersebut yakni TV Azteca dan Televisa. Selama 20 tahun (1973-1993) TV

Azteca menjadi satu-satunya televisi yang mengudara di Meksiko dan menjadi

kebanggaan masyarakat melalui program telenovela dan opera soap. Hingga pada

tahun 1993, Televisa hadir untuk menjadi kompetitor tunggalnya. Selama

tenggang waktu tujuh tahun, Televisa mampu “merebut” penonton lebih banyak

melalui manajemen strategis yang diterapkan. Salah satunya, Televisa melihat

Page 42: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

celah mengenai masyarakat Meksiko yang sebenarnya lebih menyukai tayangan

yang based on true reality. Ditambah lagi, mereka sudah jenuh dengan cerita

telenovela yang monoton. Akhirnya, Televisa membuat program dengan konten

yang dekat dengan kehidupan orang Meksiko, yakni yang berkaitan dengan

narkoba dan korupsi.

Penelitian selanjutnya berjudul “Management Control in German

Television: Delivering Numbers for Management Desicion” oleh Rainer Gaisler

(2016). Penelitian ini membahas tentang tren penting di stasiun TV Jerman yakni

pengenalan dan kemajuan sistem kontrol manajemen yang tenang. Tujuan utama

dari penelitian ini adalah aplikasi teori kontrol manajemen ke dalam dunia televisi

sehingga berusaha menjelaskan tentang proses inti dari televisi (produksi,

pemrograman, penjualan dan promosi) dari perspektif kontol manajemen. Pasar

televisi Jerman adalah bidang yang sulit bagi manajemen media karena terlalu

banyak stasiun televisi disana, peraturan yang ketat, dan sektor televisi publik

yang kuat. Penelitian ini menemukan bahwa untuk stasiun TV publik di Jerman

sendiri semakin lama semakin kompetitif karena mereka menerapkan sistem

kontrol manajemen yang baik dan modern terhadap segala aspek termasuk

keuangan. Penganggaran dan evaluasi promosi dan komunikasi untuk stasiun itu

sendiri merupakan faktor kunci keberhasilan televisi komersial. TV Jerman adalah

pasar yang ramai dengan regulasi berat dan opini publik yang kritis dan bahkan

bermusuhan, terutama yang ditujukan untuk iklan televisi. Memasarkan nilai TV

kepada khalayak, pengiklan, pemegang saham, masyarakat umum, dan regulator

memerlukan perencanaan dan pengendalian yang baik.

Page 43: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Penelitian terakhir yang dijadikan peneliti sebagai literatur adalah

penelitian dengan judul “Strategi manajemen programming stasiun televisi swasta

lokal JTV Surabaya” oleh Tantri Yudhientia pada tahun 2012 yang membahas

strategi manajemen programming pada stasiun televisi swasta lokal JTV

Surabaya. Penelitian ini berusaha menjelaskan bagaimana strategi yang dilakukan

oleh JTV, dalam hal ini terkait dengan produknya agar bisa bersaing dengan

kompetitornya. Strategi manajemen programming ini terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu perencanaan program, produksi dan pembelian program, eksekusi

program, serta pengawasan dan evaluasi program. Namun di JTV, proses

programming ini terlihat pada tahapan perencanaan. Hal ini dikarenakan dalam

tahap perencanaan tersebut, semua hal baik ide program, target penonton, target

pengiklan, budget, hingga jadwal tayang dirancang dan diputuskan pada tahap ini.

Melalui konten lokal yang selalu dipertahankan oleh JTV, membuat televisi ini

selalu unggul dibandingkan dengan televisi lokal lainnya di Jawa Timur.

2.5 Kerangka Penelitian

Perkembangan dari media massa berdampak pula pada semakin banyaknya

penelitian dengan tema tersebut. Banyak aspek yang bisa dibahas ketika kita

membicarakan media, salah satunya adalah manajemen media. Setiap institusi

media tentunya menerapkan manajemen dalam menjalankan usahanya. Hal ini

juga disampaikan oleh Albarran (2006, h. 129) yang menjelaskan bahwa

manajerial diperlukan dalam setiap perusahaan media penyiaran dikarenakan

kegiatan penyiaran merupakan suatu proses yang membutuhkan banyak sinergi

dengan demikian sangat diperlukan penerapan prinsip-prinsip manajemen untuk

Page 44: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

suatu kesatuan sistem. Penerapan manajemen ini juga terjadi pada media lokal

mulai dari televisi hingga radio. Salah satu media televisi lokal yakni JTV sudah

berdiri selama lebih dari 15 tahun dan masih eksis hingga sekarang. Agar dapat

terus bertahan tentunya didukung oleh manajemen yang baik. Dalam penelitian

ini, peneliti berfokus kepada beberapa aspek manajemen media yang diterapkan

oleh JTV Surabaya.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : oleh peneliti

Studi Manajemen Media

JTV Surabaya

Manajemen

Produk

Manajemen

SDM dan

Teknologi

Manajemen

Marketing dan

Branding

Manajemen Media Lokal

Page 45: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Peneliti memilih prinsip dasar bagi keseluruhan penelitian ini yakni bertolak

pada paradigma interpretatif. Paradigma diartikan sebagai kumpulan asumsi yang

secara dasar dianut bersama, konsep, atau proposisi yang mengarahkan cara

berpikir dan cara penelitian (Moleong, 2010, h. 14). Paradigma interpretatif

adalah analisis sistematis mengenai aksi sosial yang bermakna melalui observasi

secara terperinci dan langsung dalam latar ilmiah agar bisa memperoleh

pemahaman dan interpretasi mengenai cara orang menciptakan dan

mempertahankan dunia sosial mereka (Neuman, 2013, h. 116).

Berdasarkan paradigma yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini

menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan yang

dideskripiskan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu kontek khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2011, h.

6). Selain itu, Parkinson dan Drislane (2011) mengatakan bahwa:

“Qualitative research is research that using methods such as participant

observation or case studies which result in a narrative, descriptive account

of a setting or practice.”

Page 46: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Dari definisi di atas dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang menggunakan metode observasi atau studi kasus dalam prakteknya, definisi

ini lebih mengarah kepada epistemologis. Selain itu, dalam penelitian kualitatif

data-data yang diperoleh dapat berupa teks, gambar ataupun suara.

Menurut Kriyantono (2006, h. 56) penelitian kualitatif bertujuan untuk

menjelaskan fenomena sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data. Metode

kualitatif menjadikan peneliti sebagai instrumen utama penelitian, serta tidak

mengutamakan besarnya populasi atau sampling, bahkan samplingnya sangat

terbatas. Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan dapat menjelaskan

fenomena yang akan diteliti, tidak perlu mencari sampling yang lain. Penelitian

ini lebih menekankan pada aspek kedalaman data bukan banyaknya (kuantitas)

data.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Creswell

dalam (Bungin, 2013, h. 73) mengemukakan bahwa studi kasus adalah sebuah

eksplorasi dari suatu sistem atau kasus melalui pengumpulan data yang mendalam

dari berbagai sumber informasi yang kaya. Lebih lanjut Creswell menjelaskan

bahwa, tujuan pengumpulan data dari berbagai sumber ini agar peneliti dapat

memperoleh data secara lebih terperinci. Alasan peneliti memilih studi kasus

dalam penelitian ini karena ingin menjelaskan secara terperinci masalah yang

dianggap unik. Selain itu, Gravetter & Forzano (dalam Albarran, 2006, h. 582)

menambahkan bahwa kekuatan terbesar studi kasus sebagai metode adalah

kekayaan detail yang diberikannya. Keragaman dan ketelitian data yang

dikembangkan dapat jauh lebih dalam dan lebih bernuansa, serta dapat

Page 47: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

memberikan wawasan tentang hubungan kompleks yang mungkin diabaikan

dalam metode lain.

3.2 Fokus Penlitian

Fokus penelitian digunakan untuk membatasi studi bagi seorang peneliti

dan menentukan sasaran penelitian sehingga dapat mengklarifikasi data yang

ingin dikumpulkan, diolah dan dianalisis dalam suatu penelitian (Moleong, 2011,

h.7). Berdasarkan tujuan penelitian dan data yang telah diperoleh, maka dalam

penelitian ini peneliti menentukan fokus penelitian sebagai berikut:

1. Manajemen produk dari JTV

2. Manajemen marketing dan branding yang diterapkan oleh JTV

3. Manajemen sumber daya manusia dan teknologi yang diterapkan oleh

JTV.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor JTV yang berada di Komplek Graha

Pena Jalan Ahmad Yani no. 88 Surabaya. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut

sebagai subjek penelitian karena JTV merupakan televisi lokal pertama yang ada

di Indonesia dan masih bertahan sampai saat ini. Selain itu, sejak awal berdiri

hingga sekarang, JTV masih tetap konsisten dengan konten lokalnya yang

menjadi ciri khas program acaranya.

3.4 Pemilihan Informan

Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama

dalam pengumpulan data adalah pemilihan informan karena penelitian kualitatif

tidak menggunakan isitilah populasi (Atkinson & Flint, 2001). Teknik sampling

yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling,

Page 48: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

yaitu pemilihan informan ditetapkan atas dasar kriteria dan pertimbangan tertentu.

Menurut Silalahi (2012, h. 272) pemilihan sample dengan cara ini dapat

menentukan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan

informasi yang dibutuhkan. Dengan teknik sampling ini, peneliti dapat memilih

informan yang dianggap mengetahui informasi yang dibutuhkan serta dipercaya

untuk menjadi sumber data dalam penelitian. Pemilihan informan ini didasarkan

pada beberapa kriteria diantaranya:

a. Karyawan atau staf yang paham akan manajerial dan terlibat langsung

dalam produksi program JTV Surabaya. Kriteria ini dipilih karena

berkaitan dengan fokus penelitian mengenai manajemen produk serta

untuk memperoleh informasi tentang segmentasi dan positioning pada JTV

Surabaya.

b. Karyawan atau staf yang memahami pengelolaan sumber daya manusia

di JTV. Kriteria ini dipilih peneliti untuk mendapatkan data mengenai

manajemen sumber daya manusia diterapkan oleh JTV Surabaya.

c. Karyawan atau staf yang terlibat langsung dalam pekerjaan yang

berkaitan dengan iklan, branding. Kriteria ini dipilih peneliti karena

berkaitan dengan salah satu fokus penelitian yakni manajemen marketing

dan branding yang diterapkan oleh JTV.

Berdasarkan kriteria di atas, peneliti akhirnya memilih beberapa informan

yang sesuai dengan kriteria tersebut. Berikut daftar informan yang menjadi

responden penelitian:

1. Domas Wijanarko sebagai kepala program.

Page 49: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

2. A. Rivai Siregar sebagai manajer marketing.

3. Imam Mukarrom sebagai manajer HRD.

4. Raditya Haley sebagai produser eksekutif program non news.

5. Ahmad Ramadhan sebagai produser eksekutif program news.

6. Sagita Anggraini sebagai produser.

7. Arif Rahman sebagai kreatif.

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik-teknik yang dapat digunakan

peneliti untuk mengumpulkan data penelitiannya (Kriyantono, 2006, h. 95).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu

wawancara dan studi dokumen.

3.5.1 Wawancara

Satori (2009, h. 130) menjelaskan bahwa wawancara adalah salah satu

teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali dari sumber

data langsung, melalui percakapan atau tanya jawab. Maksud mengadakan

wawancara, seperti yang dikatakan oleh Lincoln dan Guba (dalam Moleong 2011,

h. 186) antara lain mengontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, motivasi,

kepedulian, dan lain-lain.

Jenis wawancara yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah

wawancara mendalam. Tujuan diadakannya wawancara mendalam untuk

mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat,

sikap dan pengalaman pribadi (Basuki, 2006, h. 173). Menurut (Moleong, 2011,

h. 186) wawancara mendalam merupakan proses menggali informasi secara

Page 50: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan

pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam yang

dilakukan dengan adanya daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Para peneliti terlibat dengan peserta dengan cara mengajukan pertanyaan secara

netral, mendengarkan dengan penuh perhatian terhadap tanggapan peserta, dan

mengajukan pertanyaan tindak lanjut dan masalah berdasarkan pada respon.

Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana manajemen media yang

diterapkan oleh JTV.

3.5.2 Studi Dokumen

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara

mengumpulkan data berupa dokumen tertulis atau catatan (Kriyantono, 2006, h.

234). Dokumen yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah struktur

organisasi JTV, data rating and share program, dan kumpulan catatan lapangan

peneliti (field notes).

3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis model interaktif milik Miles dan Huberman. Aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai

tuntas, sehingga datanya jenuh ( Sugiyono, 2011, h. 246). Ukuran kejenuhan data

ditandai dengan tidak diperolehnya lagi data baru. Menurut Miles dan Huberman

(dalam Silalahi, 2012, h. 339-340) kegiatan analisis terdiri dari tiga alur kegiatan

yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan. Terjadi secara bersamaan berarti ketiga alur ini merupakan proses

Page 51: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

siklus dan interaktif pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data.

Penjelasan mengenai ketiga alur ini adalah:

1. Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian

pengabstraksian, dan pentransformasian data kasar yang diperoleh dari

lapangan. Proses dalam melakukan reduksi data berlangsung dari awal

hingga akhir selama penelitian dilakukan. Tahapan reduksi yang

dimaksud disini adalah membuat ringkasan, mengkode, menelusuri

tema, dan menulis memo.

2. Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan.

Bentuk penyajian data dapat berupa teks, bagan, atau grafik. Untuk

memudahkan membaca dan menarik kesimpulan dari data tersebut.

Dalam tahap ini juga melakukan penyajian data secara sistematik, agar

lebih mudah untuk dipahami interasi antar bagian-bagian dalam konteks

yang utuh. Dari data kasar yang didapatkan dari lapangan informasi

disusun secara runtut agar lebih memudahkan dalam membaca data

yang sudah dikategorkan.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi, pada tahap ini peneliti mulai

mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola, penjelasan, alur

sebab akibat, dan proposisi. Singkatnya, makna-makna yang muncul

dari data harus diuji kebenarannya, kecocokannya, yang merupakan

validitasnya.

Page 52: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

3.7 Goodness Criteria

Keabsahan penelitian ini merujuk pada kriteria yang ditawarkan Lincoln

dan Denzin yaitu kepercayaan (trustworthiness) dan keaslian (authenticity),

berbagai kriteria ini disebut dengan goodness citeria.

Kepercayaan (trustworthiness) dibangun melalui empat kriteria yaitu

(dalam Bryman, 2008, h. 273-276):

1. Kredibilitas

Kredibilitas ini berkaitan dengan validitas internal dalam sebuah

penelitian. Cakupan dalam aspek ini paling luas karena mengatur

banyak hal di dalam penelitian, mulai dari pengadopsian metode,

pemilihan sampling, triangulasi data, pengawasan, sampai pada tahap

evaluasi.

2. Transferabilitas

Transferabilitas ini berkaitan dengan penyediaan data latar belakang

untuk membangun konteks studi dan penjelasan rinci tentang fenomena

untuk memungkinkan membuat perbandingan yang tentang apa yang

akan dibuat. Transferabilitas disebut juga dengan validitas eksternal.

3. Dependabilitas

Dependabilitas sama dengan reliabilitas. Aspek ini menjelaskan

mengenai pentingnya keterbukaan terhadap keseluruhan tahap dan hasil

penelitian untuk dinilai oleh kolega.

4. Konfirmabilitas

Aspek ini menjelaskan tentang pentingnya objektifitas sang peneliti

terhadap objek penelitiannya. Walaupun dalam penelitian kualitatif sulit

Page 53: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

untuk mendapatkan objektifitas, namun peneliti berusaha untuk

menafsirkan data yang telah didapat dari pembacaan teks dan

wawancara resmi.

Keaslian (authenticity) yaitu kriteria keaslian dalam sebuah penelitian. Terdiri dari

(dalam Bryman, 2008, h. 276):

1. Fairness

Fairness adalah kejujuran dalam menampilkan data mengenai subjek

yang diteliti secara apa adanya dan proporsional. Penelitian ini tidak

hanya menampilkan pendapat dari satu pihak saja, melainkan dari

beberapa informan yang berbeda status.

2. Ontological authenticity

Data yang diteliti bisa membantu masyarakat untuk lebih terbuka

pandangannya. Hal ini dilakukan dengan cara menyebarluaskan data

penelitian ke masyarakat tertentu sehingga menjadikan mereka paham.

3. Educative authenticity

Data yang diteliti bisa menyadarkan masyarakat agar lebih menghargai

perbedaan pandangan di dalam dunia sosial.

4. Catalytic authenticity

Data yang diteliti bisa mendorong orang-orang yang terlubat dalam

penelitian untuk melakukan perbaikan dan perubahan di lingkungan

masyarakat.

Page 54: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

5. Tactical authenticity

Aspek pemberdayaan, maksudnya data yang diteliti dapat menjadikan

bertambahnya pengetahuan.

Keabsahan data sudah peneliti lakukan pada tanggal 21 Juli 2017 dengan

dihadiri 10 audiens, dua diantaranya merupakan pekerja media. Dua orang

tersebut adalah reporter dari salah satu televisi lokal yakni ATV. ATV merupakan

televisi lokal yang dimiliki oleh pemerintah Kota Batu. Keadaan yang tengah

dihadapi oleh televisi lokal yang ada di Malang dan sekitarnya adalah kuatnya

persaingan antar televisi karena ada beberapa televisi lokal yang mengudara. Hal

ini berdampak pada sulitnya mencari iklan bagi televisi swasta.

Sebagai televisi yang hidup di bawah kendali pemerintah, ATV juga

menghadapi permasalahan yang hampir sama dengan televisi swasta.

Permasalahan pertama adalah tidak adanya kejelasan kontrak untuk pegawai yang

belum diangkat. Bahkan untuk pegawai tetap pun bisa sewaktu-waktu dipindah

kerja ke kantor pemerintahan Kota Batu. Pemindahan ini tidak berdasarkan

kriteria tertentu, semua kendali di bawah pemerintah, jadi pegawai tidak bisa

menolak. Yang kedua, kecilnya gaji news anchor yang diberikan. Hal ini

sebenarnya juga terjadi di JTV, perbedaan gaji diantara kedua televisi ini hanya

terpaut lima puluh ribu rupiah saja, padahal cakupan JTV adalah Jawa Timur.

Tetapi dengan adanya permasalahan tersebut tidak lantas membuat para pegawai

kehilangan semangat kerjanya. Suasana kerja yang nyaman serta deadline yang

tidak ketat justru menjadi poin penting. Salah satu narasumber ketika melakukan

uji keabsahan data ini sudah berkali-kali pindah dari satu media ke media lain.

Page 55: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Mulai dari media cetak, online, hingga akhirnya kini bertahan di ATV.

Menurutnya, rasa nyaman dalam bekerja menjadi hal utama yang harus

diperhatikan ketika bekerja di lembaga media.

3.8 Etika Penelitian

Tidak hanya dalam berperilaku, etika juga dibutuhkan dalam sebuah

penelitian. Peneliti harus benar-benar memikirkan etika dan prinsip dasar

penelitian yang tentu saja tidak boleh ditinggalkan begitu saja. Guest (2012, h. 60)

menjelaskan bahwa etika ini diterapkan pada keseluruhan proses penelitian, dari

memilih masalah, melaksanakan tujuan penelitian sampai pada pembuatan

laporan hasil penelitian. Sangat penting untuk memastikan bahwa proses

penelitian dipandu oleh prinsip-prinsip etika.

Dalam penelitian ini, peneliti membuat consent and inform letter untuk

menjalankan etika penelitian dan untuk membangun hubungan baik dengan

informan. Dalam consent and inform letter tersebut, peneliti menjelaskan secara

singkat mengenai topik, tujuan dan prosedur penelitian. Peneliti juga membuat

lembar persetujuan antara peneliti dan informan mengenai kesediaan informan,

dan penjelasan bahwa akan melakukan wawancara serta perekaman suara untuk

mengumpulkan data.

Page 56: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB IV

SAJIAN DATA

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1 Latar Belakang

JTV merupakan televisi lokal pertama sekaligus terbesar yang hadir di

Indonesia. Tayang perdana pada tanggal 8 November 2001 dengan durasi tayang

10 jam sehari. Sampai tahun ke enam, JTV mengudara selama 22 jam sehari

dengan 80% programnya hasil produksi sendiri atau in house. Sejak hadirnya

Jawa Pos Televisi pada tahun 2015 lalu, jam tayang JTV berkurang menjadi 16

jam sehari karena adanya kebijakan untuk merelay tayangan dari Jawa Pos

Televisi. Jangkauan JTV meliputi hampir seluruh Provinsi Jawa Timur, juga

seluruh Indonesia, Malaysia, Brunei, Fliphina, sebagian Australia dengan

menggunakan satelit Telkom 1 dan tv berlangganan.

Sejak awal berdiri, sapaan tentang stasiun televisi ini mengalir begitu saja.

Imawan Mashuri yang pada saat awal JTV berdiri menjabat sebagai direktur

utama JTV menjelaskan bahwa masyarakat bebas mengartikan apa kepanjangan

dari JTV. Banyak dari masyarakat yang menyebut kepanjangan dari JTV adalah

Jawa Pos Televisi mengingat sejumlah pengurusnya adalah kader dari Jawa Pos

Grup (Company Profile, 2012).

Program acara dari JTV menggunakan tiga bahasa lokal utama yang ada di

Jawa Timur, yaitu bahasa Suroboyoan, Bahasa Madura, dan bahasa Mataraman.

Hal ini dipilih guna mengangkat dinamika yang ada di Jawa Timur. Dengan

Page 57: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

eksistensinya sebagai televisi lokal yang bericir khas berbeda dengan tv yang

lainnya, JTV selalu membuat acara yang bertujuan untuk menggugah rasa

antusias dari masyarakat Jawa Timur melalui program acaranya.

Lahirnya televisi ini menurut Dahlan Iskan yang pada saat itu menjabat

sebagai CEO dari Jawa Pos Grup adalah sebagai identitas dan simbol bahwa

masyarakat Jawa Timur sekarang bisa mendapatkan kesempatan untuk

mengekspresikan kelebihan dalan hal budaya dan seni dalm bentu pegelaran.

Televisi ini merupakan wadah yang tepat bagi mereka yang ingin mengangkat

budaya lokal yang begitu luar biasa (company profile, 2012).

4.1.2 Visi dan Misi

Visi

a. Lahir dari gagasan inovatif untuk menjadikan sebagai lembaga

penyiaran swasta Jawa Timur yang berbasis lokal.

b. Turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

c. Bersikap independen, objektif, dan jujur.

d. Berpartisipasi dalam usaha pemberdayaan masyarakat.

e. Membangun pertelevisian yang berkarakter dan berciri khas Jawa

Timur, serta ikut melakukan pencerahan terhadap segala potensi dan seni

Jawa Timur.

Misi

a. Ikut mencerdaskan bangsa terutama masyarakat Jawa Timur melalui

program-program siaran dan berita.

Page 58: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

b. Menggali, mencerahkan dan menggairahkan kehidupan sosial budaya

Jawa Timur.

c. Menjadi partner bagi masyarakat dan pemerintah daerah dalam

mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, terutama daerah

Jawa Timur.

d. Menjaga dan meningkatkan kerukunan antar umat beragama, etnis, dan

golongan.

4.1.3 Moto

Moto di JTV dibagi menjadi dua, yakni moto perusahaan dan moto

produksi. Moto perusahan adalah “Seratus Persen Jatim”. Yang dimaksud seratus

persen jatim disini adalah JTV sebagai televisi yang menjadi kebanggaan,

apresiasi, spirit, komunikasi, ekspresi, dan kreatifitas dari masyarakat Jawa Timur.

Untuk moto divisi produksi, dalam setiap aktivitasnya JTV menganut tiga

nilai utama, yakni lokal, nakal, dan masal. Lokal disini berarti JTV percaya bahwa

lokalitas merupakan aset berharga yang perlu diapresiasikan, disampaikan, dan

dikembangkan. Nakal bukan berarti dalam definisi negatif, melainkan sebaliknya.

Nakal mengandung pengertian kreatif, inovatif, semangat, tidak membosankan,

dan menyegarkan. Untuk massal mempunyai artis JTV sebagai televisi yang

diperuntukkan bagi kemajuan masyarakat Jawa Timur pada khusunya, dan

masyrakat Indonesia pada umumnya. JTV memandang nilai kebersamaan dan

kesetaraan masyarakat harus tertuang di dalam program-program yang dihadirkan

(Company Profile, 2012).

Page 59: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

4.1.4 Logo

JTV memiliki logo yang digunakan sebagai identitas perusahaan. Dari

awal berdiri hingga saat ini, sudah mengalami satu kali pergantian logo. Logo

yang digunakan dari 2001 sampai dengan 2012 adalah sebagai berikut:

Gambar 4.1 Logo JTV th. 2001-2012

Sumber: Company Profile

Pada tanggal 10 Juli 2012, JTV memperbarui logonya hingga menyerupai Pulau

Jawa Timur. Disini JTV ingin menegaskan posisinya sebagai ruang budaya

masyarakat Jawa Timur.

Gambar 4.2 Logo JTV th. 2012-sekarang

Sumber: Company Profile

Di dalam logo baru ini, ada makna yang ingin disampaikan oleh JTV yaitu:

1. Peta Jawa Timur

Page 60: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Menggambarkan kebanggaan Jatim, apresiasi Jatim, spirit Jatim,

komunikasi Jatim, ekspresi Jatim, dan kreatifitas Jatim. Jawa Timur disini sebagai

janji eksistensi JTV kepada masyarakatnya.

2. Wajah Semar

Sebagai tokoh khas ciptaan masyarakat jawa yang memiliki sifat egaliter,

pengayom, penasihat, dan menjaga keseimbangan masyarakat. Hal ini sejalan

dengan tujuan JTV yang mengayomi kebudayaan masyarakat Jawa Timur.

3. Tulisan JTV

Dengan huruf kecil namun tebal yang menggambarkan sifat masyarakat

Jawa Timur yang egaliter namun memiliki pandangan hidup yang kokoh dan

tegas serta ekspresif dalam menyampaikan gagasan-gagasannya. Huruf “t” yang

berbentuk seperti panah ke atas dan angka 1 yang menggambarkan semangat

progresif JTV untuk selalu menuju yang terbaik di bidangnya.

4. Warna biru

Menggambarkan JTV yang profesional dan terpercaya.

5. Warna Oranye

Menggambarkan ekspresi, kreatifitas, dan dinamika JTV dalam

mengembangkan program-programnya.

4.1.5 Program Acara

Program acara dari JTV dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:

NEWS HIBURAN MUSIK RELIGI

Pojok 7 Aneh-anehe Jagad Stasiun Dangdut Menek Blimbing

Pojok Kampung Njajan Huwenak Tarung dangdut Embun Pagi

Page 61: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Jatim Awan Arena Spirit Mendadak

Dangdut

Mutiara Hati

Nusantara Kini Alamku Keren Ngaji Bareng

Sorot Kampung Guyub Sambang Santri

Masak Seru Dunia Islam

Goyang Tempur Islam itu mudah

TALKSHOW KOMEDI DOKUMENTER MARKETING

Dialog Khusus Ndoro Bei Napak Tilas Lejel Home Shopping

Solusi Sehat Markeshow Blakraan

Obama Ngetoprak

Solusi Bisnis

Tabel 4.1 Program JTV 2017

Sumber : Divisi Program JTV

Page 62: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

4.1.7 Struktur Organisasi

Sumber : Company Profile, 2012

4.2 Hasil Penelitian

Temuan penelitian berupa data lapangan diperoleh melaluli penelitian

kualitatif ini sangat diperlukan sebagai hasil pertimbangan antara hasil temuan di

lapangan dengan teori yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Dari

Page 63: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Pria 55%

Wanita 45%

Jenis Kelamin

Anak-

anak

15%

Remaja

21%

Pemuda 25%

Dewasa 39%

Usia

pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan di JTV, maka diperoleh tema

sebagai berikut:

4.2.1 Audiens JTV

Audiens menurut McQuail (2010) adalah sekumpulan penonton, pembaca,

atau pemirsa yang menerima pesan dalam komunikasi massa dan memiliki sifat

keberadaannya yang tersebar, heterogen dan berjumlah banyak. Persaingan media

penyiaran pada dasarnya adalah persaingan merebut audiens (Morissan, 2008, h.

165). Untuk merebut perhatian audiens, maka pengelola stasiun penyiran harus

memahami siapa audiens mereka. JTV membagi audiensnya menjadi empat

bagian berdasar segi jenis kelamin, usia, pendidikan, dan pekerjaan.

Gambar 4.3 Audiens berdasar Gender Gambar 4.4 Audiens berdasar usia

Sumber : Company Profile, 2013 Sumber : Company Profile, 2013

Page 64: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

SMP/S

MA

32%

Univ

36%

Pensiun

/tidak

bekerja

32%

Pendidikan

Gambar 4.5 Audiens berdasar Pendidikan Gambar 4.6 Audiens berdasar

Pekerjaan

Sumber : Company Profile, 2013 Sumber : Company Profile, 2013

Dari data audiens yang telah digambarkan sebelumnya, untuk

pengklasifikasian berdasarkan jenis kelamin, sebenarnya JTV lebih menyasar

kepada penonton berjenis kelamin perempuan. Tetapi, dari data yang didapat dari

Nielsen justru kebalikannya, mayoritas penonton JTV adalah pria.

“Kenapa kok perempuan? Ini masuk sosial budaya ya, penentu kebijakan

untuk membelanjakan di keluarga itu masih perempuan. Akan tetapi

yang didapatkan adalah pria. Jadi belum dapet target perempuan.”

(Wawancara Domas W, tanggal 7 April 2017).

Menurut eksekutif produser dari divisi produksi, tidak berhasilnya JTV

dalam mendapatkan penonton perempuan dikarenakan program yang ada

sekarang memang lebih mengarah untuk penonton laki-laki. Hal ini tidak menjadi

persoalan yang besar, selama program masih on the track dan tidak melenceng

dari ciri khas JTV.

“Sebenernya kalau perbandingan laki-laki perempuan, gini...ketika

program ini sebut aja stasiun dangdut ya karena ini andalannya produksi.

Ibu RT

19%

Pelajar

12%

Buruh

14% Pegawai

17%

Tidak

Bekerja

12%

Pengusa

ha

26%

Pekerjaan

Page 65: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Yang Domas tadi bilang targetnya yang nonton perempuan, ya kalau aku

bilang gini, perempuan ini coba deh liat di sekitar. Pertama kalau kita

mengevaluasi di sekitar kalian ajadeh, di rumah di tetangga...ibu-ibu itu

sukanya apa? Sinetron. Di JTV ada sinetron nggak ya? Dangdut itu

penyanyinya siapa? Cewek. Lek tak ganti cowok, yo emoh lanang ndelok

wong aku normal kok. Ya seperti itu gambarannya.” (Wawancara

Raditya Haley, 21 April 2017).

Dari hasil wawancara di atas menjelaskan bahwa ketidakberhasilan JTV

dalam menarik penonton perempuan dikarenakan tidak ada program sinetron yang

diproduksi oleh JTV. Bukannya tidak ingin memproduksi sinetron agar dapat

menarik minat penonton perempuan, terutama ibu-ibu, tetapi dari tim produksi

sendiri beranggapan bahwa sudah banyak sinetron yang ditayangkan pada televisi

lain. Selain itu, sinetron yang saat ini ada berisi aktor dan aktris ibukota yang

sudah memiliki nama. Jika hal ini diterapkan pada JTV maka biaya produksi

tentunya akan membengkak.

Di dalam bidang pemasaran, dikenal yang namanya segmentasi pasar.

Sunarto (2004, h. 39) menjelaskan segmentasi pasar sebagai proses pembagian

pasar menjadi beberapa kelompok pembeli yang berbeda-beda berdasarkan

kebutuhan, karakteristik atau perilaku yang mungkin memerlukan produk dan

bauran pemasaran. Sebuah media penyiaran juga memerlukan segmentasi untuk

memahami khalayaknya. Pengertian segmentasi di dalam bidang penyiaran

menurut Morissan (2008, h. 166) adalah suatu strategi untuk memahami struktur

audienya. Dengan adanya segmentasi, maka khalayak yang dituju akan lebih

spesifik. Segmentasi yang digunakan oleh JTV berdasar Social Economic Status

(SES) dari Nielsen. SES diklasifikasikan berdasarkan biaya pengeluaran rutin

Page 66: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

rumah tangga selama satu bulan seperti, biaya listrik, sekolah anak, dan lain-lain.

Klasifikasi SES menurut Nielsen (2011) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.2 Klasifikasi SES tahun 2011

Sumber : Nielsen Audience Measurement

Dari pengklasifikasian menurut SES tersebut, JTV menyasar dari kelas

upper atau yang berasal dari kelas A dan B. Pemilihan kelas ini berdasarkan

alasan bahwa dari kategori A dan B memiliki pengeluaran yang besar, otomatis

pendapatan mereka juga lebih besar daripada yang berada di kategori lower.

Tetapi ternyata dari data Nielsen yang diperoleh, mayoritas penonton JTV justru

berasal dari kelas lower.

SES Keterangan

A+ 4.500.000 ke atas

A 3.000.000 – 4.500.000

B 2.000.000 – 3.000.000

C+ 1.500.000 – 2.000.000

C 1.000.000 – 1.500.000

D 700.000 – 1.000.000

E 700.000 ke bawah

Page 67: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Gambar 4.7 Segmentasi berdasar SES

Sumber : Company Profile, 2013

“Sementara ini yang saya dapatkan dari data Nielsen, segmentasinya itu

berdasar kelas sosial. Pengkategorian ini dasarnya adalah jumlah

pengeluaran setiap bulan. Mulai dari pengeluaran biaya listrinya,

kebutuhan pokok itu darisitu dasarnya. Nah yang disasar JTV itu yang

upper, itu target. Akan tetapi yang didapatkan adalah lower. Jadi belum

dapet target upper.” (Wawancara Domas W, tanggal 7 April 2017).

Walaupun target penonton melenceng dari yang diharapkan, tetapi hal ini

justru dianggap sebagai sebuah peluang bagi divisi produksi. Dengan segmentasi

mayoritas berasal dari kelas lower otomatis yang menonton berasal dari kalangan

menengah ke bawah. Hal ini berdampak pada biaya pembuatan program yang

semakin murah karena penonton dari kelas tersebut tidak menuntut tampilan yang

mewah dan pengisi acara kelas atas.

“Jadi gini, jangan dianggep kalo A B itu pasti tinggi dan B C itu pasti

rendah. Jadi segmentasi JTV memang segmentasi pemirsa B C. C D se

menurutku kalo disini. Jadi C D ini isinya ibu rumah tangga, pembantu

rumah tangga, penjual warung ambek sing seneng nongkrong nang

warung. Karena lek kita pingin ditonton sama penonton yang A B, satu

biaya produksi sangat mahal yakan, wardrobe trus harus artis dan

sebaginya. Lek kita bisa pemirsanya C D, itu enak pokoke wonge isok

njoget, iku sueneng pemirsa.” (Wawancara Raditya Haley, 21 April 2017).

A 10% B

10%

C 30%

D 27%

E 23%

SES

Page 68: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

4.2.2 Manajemen Produk

Produk yang dihasilkan oleh JTV tentu saja program acaranya. Program

yang dibuat juga beraneka ragam, mulai dari news, budaya, musik, religi,dan lain-

lain. Untuk mempermudah proses pengerjaannya, berbagai jenis program ini

kemudian dikelompokkan menjadi dua klasifikasi yakni program hiburan dan

news. Divisi yang mengerjakan juga berbeda, masing-masing memiliki eksekutif

produser yang akan bertanggung terhadap divisi yang dipimpinnya.

4.2.2.1 Program Non News

4.2.2.1.1 Alur Pembuatan Program Non News

Pada tahun-tahun pertama berdiri, JTV masih bertahan dengan komposisi

utama program-program news. Saat ini, program yang ada di JTV dibuat semakin

beragam, didukung juga dengan positioning JTV sebagai televisi berkarakter

umum. Artinya, program yang dibuat tidak ditujukan untuk segmentasi tertentu

dari segi usia. Program untuk anak muda dan anak-anak dihasilkan agar penonton

yang dijaring bisa semakin beragam dan tidak berpatok pada usia tertentu. Selain

itu, komposisi untuk program hiburan paling banyak daripada kategori yang lain.

Pergeseran komposisi program ini bukan menjadi fokus utama bagi kepala

program, melainkan konsistensi dari JTV yakni menghasilkan program yang

sesuai dengan moto perusahaan.

“Jadi begini jtv itu adalah televisi berkarakter umum bukan news juga

bukan sport, hiburan juga bukan tapi semua, umum. Presentasenya tidak

ada batasan dari KPID untuk menangguhkan bahwa kalau tv umum itu

newsnya sekian persen, entertainnya sekian persen dan sebagainya.

Kalau membandingkan taun pertaun saya tidak bisa ngomong tapi kalau

pergeseran iya. Semakin kesini jujur JTV masih komposisinya paling

besar information dan hiburan. Dari beberapa program yang sekarang ada

Page 69: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

ya begitu. Evaluasinya bukan hanya ini pergeseran dinilai baik atau

buruk enggak, bukan disitu. Tapi, target perusahaan televisi lokal JTV ini

apakah masih bisa dicapai atau masih on the track nya dengan

pergeseran. Lah menurut saya masih on the track.” (Wawancara Domas

W, tanggal 7 April 2017).

Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa adanya pergeseran

program, yakni program hiburan mendominasi presentase pembagian program

secara keseluruhan. Karena JTV merupakan televisi berkarakter umum, maka

dengan adanya pergeseran ini tidak menjadi masalah bagi kepala program yang

saat ini bertanggung jawab atas keseluruhan program yang diproduksi oleh JTV.

Menurutnya, yang harus diperhatikan betul adalah konten yang harus bercirikan

JTV, yang mengangkat budaya lokal, dan juga target perusahaan terkait

pencapaian iklan. Jangan sampai pergeseran ini berdampak pada konten dan target

perusahaan.

Kemudian divisi yang terkait dalam pembuatan program dipisahkan

menjadi dua bagian, yakni non news (entertain) dan news (pemberitaan). Divisi

entertain pada JTV biasa disebut dengan divisi produksi. Divisi ini dikepalai oleh

seorang kepala produksi yang bertanggung jawab atas proses produksi, mulai dari

pra sampai dengan pasca. Dalam menjalankan tugasnya, kepala produksi dibantu

oleh seorang eksekutif produser. Eksekutif produser divisi produksi membentuk

empat tim yang masing-masing dikepalai oleh produser yang berisikan seorang

PA dan kreatif. Masing-masing tim ini nantinya akan bertanggung jawab kepada

empat sampai lima program.

“Iya jadi memang beda antara EP news dan produksi, nah yang produksi

itu nama lainnya entertain dan kedudukannya dibawahnya kepala

produksi. Jadi kalau produksi, aku itu dibawahnya namanya kadiv

Page 70: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

sebenernya, kadiv produksinya itu pak ari, kalo yang EPnya news pak

memet itu bawahnya pak nanang, nggak ada hubungannya antara aku dan

pak ari. Tapi kalo di JTV, direkturnya satu, direktur news dan produksi. .”

(Wawancara Raditya Haley, 21 April 2017).

JTV sebagai sebuah media penyiaran menjual program sebagai produk

utamanya. Dalam pembuatan programnya, sebuah televisi tentunya harus melalui

beberapa proses untuk menghasilkan program yang baik. Morissan (2008, h. 231)

menjelaskan beberapa proses pembuatan program televisi yang terdiri dari

perencanaan, produksi dan pembelian program, eksekusi, hingga tahap evaluasi.

Morissan (2008, h. 232) menjelaskan pentingnya perencanaan program

untuk dilakukan agar program yang dibuat nantinya sesuai dengan apa yang sudah

ditentukan sebelumnya. Perencanaan ini mencakup perencanaan jangka pendek,

menengah dan jangka panjang. Perencanaan jangka panjang ini biasanya berskala

tahunan seperti program yang terkait dengan ulang tahun TV tersebut atau

Ramadhan. Perencanaan jangka menengah biasanya dilakukan melalui rapat

berskala bulanan, dan perencanaan jangka pendek dilakukan melalui rapat

berskala mingguan.

“Jadi kita ada rapat, kalau buat produksi itu setiap rabu. Tapi untuk

program itu biasanya tiga bulan, kalau memang ada progress dan bagus ya

dilanjutkan, kalau nggak ya harus dicari penggantinya. Untuk program

yang sifatnya tahunan, itu yang buat Mas Domas kan dia kepala program.

Dia proyeksi ramadhan juga pasti sudah punya. Karena kan kalau bulan

khusus seperti itu pasti beda daripada hari biasanya. (Wawancara Sagita,

tanggal 27 Februari 2017).

Segala sesuatu yang berhubungan dengam program akan dibicarakan

dalam perencanaan program, termasuk di dalamnya harga program, distribusi

program, sampai kepada promosi program. Jadi, perencanaan program di JTV

Page 71: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

tidak hanya mengenai program apa yang akan diproduksi atau penentuan tema

saja namun juga bagaimana target audiennya, sampai kepada siapa pengiklan yang

cocok untuk program tersebut. Biasanya dalam rapat yang diadakan mingguan

oleh produser dan tim nya, mereka akan membahas rincian program terlebih

dahulu. Sampai pada tahap proposal sudah jadi, mereka akan melaporkan ke

eksekutif produser dahulu untuk direvisi dan memastikan bahwa proposal tersebut

sudah siap dipresentasikan pada saat rapat direksi nanti.

Pembuatan program pada divisi ini berangkat dari dua cara, yakni program

yang murni hasil pemikiran orang-orang produksi dan program atas dasar

marketing call. JTV menempatkan diri sebagai tv production artinya stasiun

televisi yang memproduksi program sendiri. Hampir 80% program yang

ditayangkan JTV merupakan hasil produksi, sedangkan 20% sisanya merupakan

program yang direlay dari Jawa Pos TV. Jam tayang relay dari Jawa Pos TV pada

pukul 06.00-08.00 dan 22.00-22.30. Karena masih dalam satu anak perusahaan

yang sama, maka seluruh televisi yang dimiliki oleh JPM (Jawa Pos Multimedia)

harus menayangkan tayangan relay ini.

“Ada dua sih. Program itu adalah marketing call, yang kedua adalah apa

ya istilahnya hmm in house. Kalo marketing call ini program yang sudah

dibandling sama pengiklan begitu, semisal hmm sarimie lah. Sarimie kan

banyak disini, dia pingin memasarkan produknya ini untuk kampung

jadinya dia entah adaptasi dari program televisi mana eh JTV aku ada

produk ini dan aku ada konsep hmm pemasaran di kampung, tolong aku

dibikinkan program. Itukan masih mentah, tapi alurnya sudah jelas,

konsepnya sudah ada. Jadinya itu diterima sebagai program marketing.

Dibuatlah kampung sarimie katakanlah begitu. Kalau in house ini semua

program yang diproduksi sendiri dari tv tersebut dengan konsep 2, bisa

dari pengiklan dan dari idealisme televisi.”(Wawancara Domas W,

tanggal 7 April 2017).

Page 72: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Setelah proposal siap, maka selanjutnya adalah mempresentasikannya

pada saat rapat direksi yang terdiri dari kepala produksi, kepala program,

marketing dan eksekutif produser. Pihak marketing yang akan menentukan cara

penjualan program sampai sasaran iklan yang akan dituju.

“Jadi kenapa di rapat direksi itu marketing juga ikut, kan ada

direksi marketing dan pemasaran, dia ikut juga. Jadi dia menilai, hmm ini

secara penjualan kayak gimana. Masuk nggak, terus di proposal itu kita

sudah tulis program ini bisa ambil pasar apa aja, misalnya makanan,

otomotif apa itukan kita kasih gambarannya. Marketing jadinya nanti bisa

lihat kalau tayangannya begini produk ini bisa ini nggak, jadi orang

marketing akan kasi masukan biar nanti programnya bisa kejual.”

(Wawancara Sagita, tanggal 27 Februari 2017).

Hasil dari rapat direksi ini yang kemudian akan menentukan usulan

program baru tersebut akan dieksekusi atau tidak. Sebelum melakukan proses

eksekusi, hal yang dilakukan terlebih dahulu oleh tim produksi adalah membuat

dummy. Dummy ini berfungsi untuk memberikan gambaran program sebelum

eksekusi nantinya. Pada tahah ini pun, redaksi juga harus ikut mengawasi

langsung dan melakukan revisi apabila dirasa kurang menarik. Waktu yang

dibutuhkan dari awal usulan ide diutarakan sampai pembuatan dummy ini paling

cepat tiga minggu. Baru setelah semua pihak paham gambaran programnya seperti

apa, program goal nya jelas, maka tinggal melakukan eksekusi.

Tahap selanjutnya yang masuk ke dalam eksekusi program adalah

penempatan jadwal program yang sesuai dengan kebiasaan penonton. Dalam

penataan jadwal program, penempatan acara dilakukan dengan sebaik-baiknya

agar program mendapatkan rating yang baik. Morissan (2008, h. 312)

menambahkan bahwa dalam penentuan jam tayang, bagian program harus

Page 73: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menganalisis dan memilah setiap bagian watu siaran untuk mendapatkan berbagai

audiens yang diinginkan.

Di JTV, eksekusi program merupakan pelaksanaan dari perencanaan yang

sudah dirancang dengan matang sebelumnya. Sebagaimana diungkapkan oleh

kepala program JTV yang mengatakan bahwa program prime time JTV dimulai

pada pukul 17.00-21.00. Pemilihan jam ini dikarenakan masyarakat Surabaya

bekerja pada pagi hari hingga sore hari sehingga program dioptimalkan pada

malam hari. Selain itu, rata-rata dari pekerja di Surabaya sampai di rumah pada

pukul 17.00, pada saat itu JTV mengambil kesempatan untuk menayangkan

program yang menghibur karena penonton pada jam tersebut pasti lelah setelah

seharian bekerja. Penempatan program yang tepat dilakukan guna

mengoptimalkan jumlah pemirsa. Morissan (2008, h. 233) menjelaskan bahwa

pengelola program stasiun televisi harus mengarahkan programnya kepada

segmen audien tertentu pada waktu tertentu. Menentukan jadwal penayangan

ditentukan atas dasar perilaku audien, yaitu rotasi kegiatan audien dalam satu hari

dan juga kebiasaan untuk menonton televisi pada jam tertentu. Seperti

penempatan salah satu program JTV yaitu Stasiun Dangdut yang diletakkan di

siang hari ketika pekerja sedang menikmati waktu isitirahatnya. Seperti yang

sudah dijelaskan sebelumnya yakni segmentasi penonton JTV yang menyasar

kelas menengah ke bawah maka target dari Stasiun Dangdut ini untuk pekerja

seperti kuli bangunan, tukang becak, dan lain-lain.

Mengenai program yang dibuat oleh tim produksi, konten yang dibuat

harus berdasar pada tagline tim produksi yakni nakal, lokal, massal. Tagline ini

Page 74: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menjadi pegangan bagi tim produksi ketika ingin membuat sebuah program agar

terus on the track. Dengan terus memegang tagline tersebut, tim produksi akan

terus konsisten mempertahankan karakternya sebagai televisi lokal. Menurut tim

produksi, karakteristik program yang ada pada JTV dapat dilihat tidak hanya

sebatas pada kontennya saja, tetapi juga pada cara pengambilan gambar, sampai

look yang sampai bahasa yang digunakan. Mereka membuat program yang tidak

dimiliki oleh stasiun televisi lain, sehingga penonton ketika merasa jenuh dengan

program yang itu-itu saja akan beralih ke JTV. Konteks lokalitas inilah yang

menjadi peluang sekaligus kekuatan dari JTV untuk membangun eksistensinya di

tengah kekuatan kompetitornya.

“Karena ya itu tadi, karena kita konsisten nggak merubah apa yang

menjadi karakternya tv. Kita dicari ya karena kita beda gitu. Udah nggak

perlu memperkenalkan JTV jadi tv apa tapi memperkuat ae...dari segi

bahasa terus style terus background pengambilan gambarnya udah

keliatan ooo di kampung..orang yang menengah ke bawah siapa lagi

kalau bukan JTV yang blusukan-blusukan gitu. Akhirnya si Indosiar

bikin..yakan dangdut pantura itu kayak kampung guyub kan sebenernya.”

(Wawancara Sagita, tanggal 27 Februari 2017).

Program konten lokal yang dimaksud tidak harus program yang berbahasa

Jawa Timur, ataupun yang mengangkat budaya Jawa Timur, namun juga berupa

informasi daerah. Program dengan konten lokal yang diproduksi berangkat dari

peristiwa dan hal-hal yang memiliki kedekatan dengan masyarakat Jawa Timur.

Selain itu, JTV juga bekerjasama dengan pemerintah daerah untuk memproduksi

informasi yang terkait dengan pemerintahan, seperti sosialisasi program

pemerintah. Program semacam ini selain untuk memenuhi kebutuhan informasi

masyarakat terhadap program pemerintah juga menjadu sarana penghubung antara

Page 75: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

masyarakat dengan pemerintah. Seperti yang dijelaskan oleh Morissan (2008, h.

289) media penyiaran daerah menjadi sebuah jembatan komunikasi antara

masyarakat dan pemerintah serta menjadi lembaga kontrol yang efektif.

Program yang berbau budaya biasanya dianggap kuno dan cenderung

kurang diminati oleh anak muda. oleh karena itu, JTV berupaya mengemas agar

program yang mengangkat potensi daerah menjadi lebih variatif dengan cara

menampilkan look yang lebih modern. Walaupun televisi lokal, JTV tetap akan

memberikan tayangan yang baik, seperti penggunaan properti yang tidak boleh

sembarangan.

“Misalnya kayak bikin Larasati..itukan secara look mewah sekali..tapi

lokal kan..keroncongan kadang juga pake lagu jawa. Dulu itu pernah ada

yang namanya dangdut kestra..mewah..pake gaun semua nggak boleh

kalau nggak pake gaun, pake violin, saxophone tapi lagu dangdut.”

(Wawancara Sagita, tanggal 27 Februari 2017).

Dalam program Ngetoprak, budaya kesenian daerah Jawa Timur tidak

hanya ditampilkan sebagai hiburan saja, namun juga dikemas menjadi sarana

penyampaian informasi. Selain mengkolaborasikan program budaya dengan

informasi, JTV juga mengemas program hiburan yang berangkat dari kebudayaan

masyarakat Jawa Timur sehari-hari, seperti salah satu programnya yakni Ndoro

Bei. Program ini dikemas dengan suasana guyonan ala keluarga dan kehidupan

bermasyarakat. Dengan menghadirkan beberapa pemain dan komedian lokal,

program ini membahas isu-isu yang sedang hangat di masyarakat. Pembuatan

program seperti ini dimaksudkan JTV untuk memanfaatkan kejenuhan masyarakat

terhadap program-program hiburan yang ditayangkan oleh televisi nasional.

Page 76: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Program yang memiliki kedekatan budaya dengan penonton diharapkan dapat

membuat masyarakat Jawa Timur merasa menjadi bagian dari JTV.

Pengawasan dan evaluasi program merupakan tahapan untuk melihat

apakah program yang ditayangkan sudah sesuai dengan yang diharapkan atau

tidak. Semua program yang baru maupun yang sudah lama tayang pasti akan

dievaluasi untuk mengetahui apa saja kesalahan atau kekurangan selama

penayangan dilakukan. Proses evaluasi ini untuk menentukan seberapa jauh suatu

rencana dan tujuan sudah dapat dicapai oleh stasiun penyiaran (Morissan, 2008, h.

314). JTV melakukan evaluasi terhadap programnya setiap 13 episode atau tiga

bulan, tetapi tidak lantas saat hasil evaluasinya jelek program akan diberhentikan.

Banyak faktor lain yang dipertimbangkan saat evaluasi ini dilakukan. Pengukuran

rating program JTV dilakukan oleh lembaga survei AC Nielsen.

“Jadi setelah 13 episode itu diliat wah kok nggak terjual kenapa? Tapi

diliat juga ratingnya..ini nggak terjual tapi ratingnya bagus misalnya atau

ini terjual tapi nggak ada ratingnya kenapa..apa yang harus dievaluasi,

mungkin dari segi tayangannya atau apa gitu.” (Wawancara Sagita, tanggal

27 Februari 2017).

“Idealnya begitu. Kalau ngomong weekly itu antara 3 bulan, kalau

ngomong stripping yang full 3 hari atau full week yaaa tergantung lah.

Kenyataan di lapangannya kalau disini, susah memberikan batasan itu.

Susah untuk menjudge bahwa dalam 3 bulan ini kita tidak bisa

menampilkan yang targetnya berarti gugur berarti kita buat lagi. Karena

satu, pengaruhnya jam juga. Kadang meskipun bagus, secara konten kita

lihat ini bagus kok, ini sesuai kok sama audiens yang kita targetkan, tapi

ternyata jamnya belum bisa dapet yang oke. Terus yang kedua, ketika kita

membuat yang baru lagi tentunya meng create sesuatu yang baru yang

belum dikenal, dan juga itu gambling, dan juga akan mengeluarkam

finansial yang lebih gede lagi, gitu sih.” (Wawancara Domas W, tanggal 7

April 2017).

Page 77: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Dalam tahapan evaluasi ini, kepala program menilai dari berbagai faktor.

Tidak hanya terbatas dalam pendapatan rating, tetapi juga sampai pada

penempatan jam penayangan. Dalam waktu tiga bulan, susah untuk menentukan

suatu program dikatakan gagal. Sebagai televisi lokal, membutuhkan effort yang

lebih keras dalam menyiarkan program, terlebih program yang baru dirilis. Trial

and error terus dilakukan agar target dapat tercapai. Karena jika setiap rentang

waktu tiga bulan program tidak memenuhi target, lalu membuat program yang

baru lagi, maka biaya yang akan dikeluarkan akan jauh lebih besar daripada biaya

promosinya.

4.2.1.3.2 Jenis Program

Di JTV ada program-program yang disiarkan bisa secara on air ataupun

off air. Program on air merupakan program yang tayang di televisi. Fachruddin

(2012, h. 25) menjelaskan bahwa program on air terdiri dari jenis, yakni live,

video tapping, dan live on tape. Live adalah program yang disirakan secara

langsung, apa yang terjadi saat pengambilan gambar langsung ditayangkan di

televisi. Perbedaanya dengan live on tape adalah, pada live on tape sebelum

program tersebut ditayangkan dilakukan editing terlebih dahulu tetapi hanya

dalam hal khusus (insert editing). Sedangkan program off air adalah program

yang tidak ditayangkan secara langsung pada saat pengambilan gambarnya karena

harus melalui tahap editing dahulu.

Dari pengklasifikasian dua jenis program tersebut, digunakan JTV untuk

mencari iklan. Divisi produksi mengetahui keinginan dari pengiklan yang lebih

Page 78: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menyukai produk massal. Oleh karena itu mereka membuat beberapa program

yang seakan-akan on air padahal off air. Selain kualitas sebuah program,

kemampuan program dalam meningkatkan penjualan iklan juga menjadi faktor

penting apakah program tersebut layak diproduksi atau tidak. Menurut Haley,

kunci televisi lokal agar terus bisa mendapatkan iklan tanpa meninggalkan

idealismenya adalah membuat program massal.

“Jadi gini ya, kamu harus paham dulu perbedaan tv lokal dan nasional.

Kalau tv lokal itu, kita mau jualin konten susahnya minta ampun. Dalam

artian gini, JTV ini kan tradional ya...lokal tradisional massal..itu

taglinenya kita seperti itu. Lek kita mbuat kontennya itu idealis,

resikonya apa? Nggak dapet iklan. Kalau tv nasional itu kayak warung,

kita mbuka program bleng bleng bleng iklan yang masuk..itu nasional.

Sebab kalau lokal itu konsepnya mau idealis di konten, resikonya besar,

makanya kamu yang pernah magang disini kan tau ada Kampung guyup

yang off air tapi di on air kan. Nah..sponsor suka nih produk massal,

makanya dibuat off air. Tapi, ditayangkan tetap setengah jam. Nah.. itu

yang harus dipertahankan di lokal seperti itu.” (Wawancara Raditya

Haley, 21 April 2017).

Hal lain yang bisa mendukung terciptanya program yang bersifat massal

adalah menampilkan kedekatan hubungan dengan pemirsanya. Salah satu strategi

yang dilakukan oleh JTV untuk menjalin kedekatan dengan pemirsanya adalah

dengan cara membuat program yang memungkinkan adanya interaksi dan

melibatkan penonton secara langsung. Seperti salah satu program andalan divisi

produksi yakni Stasiun Dangdut yang merupakan program musik. Dalam program

ini, penonton yang ingin melihat secara langsung dapat datang ke studio Stasiun

Dangdut yang ada di kantor JTV tanpa dipungut biaya sepeser pun. Penonton di

rumah juga bisa menelpon langsung ke studio untuk memilih lagu yang ingin

diputar, sampai berkirim-kirim salam.

Page 79: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

“Mereka tau artis yang dateng hari ini siapa aja itu dari sosmed. Jadi kalo

suka sama artisnya ya bisa langsung dateng ke studio. Gratis tis, makanya

kalo sabtu minggu gitu mesti rame, studio itu penuh” (Wawancara Sagita

A, 27 Februari 2017).

Program lain yang mengutamakan interaksi dengan pemirsanya adalah

Kampung Guyup Rukun. Program ini masuk ke dalam jenis variety show dengan

konsep outdoor dan mengambil latar kampung-kampung yang ada di Jawa Timur.

Kampung Guyup Rukun juga disiarkan secara off air tetapi seakan-akan on air.

Program yang melibatkan penonton secara langsung dan membuat interaksi di

dalamnya akan membuat kedekatan hubungan antar JTV dengan pemirsanya

semakin erat. Penonton tidak dianggap sebagai objek yang pasif, melainkan ikut

serta dalam jalannya suatu program.

4.2.2.1.2 Biaya Produksi Program

Perencanaan biaya untuk suatu produksi dibutuhkan agar dana yang

digunakan tidak melebihi budget yang telah disediakan oleh perusahaan. Saat

penyusuna proposal program, produser terlebih dahulu merencanakan biaya untuk

satu programnya. Wibowo (2007, h. 32) menjelaskan ada dua jenis biaya produksi

program.

a. Financial Oriented

Perencanaan yang didasarkan pada kemungkinan keuangan yang ada.

Kalau keuangan yang disediakan terbatas maka tuntutan tertentu untuk

kebutuhan produksi harus dibatasi. Seperti tidak menngunakan artis kelas

satu, atau menggunakan lokasi dengan biaya sewa rendah.

Page 80: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

b. Quality Oriented

Perencanaan biaya produksi yang didasarkan atas tuntutan kualitas hasil

produksi yang maksimal. Dalam hal ini, tidak ada masalah keuangan.

Produksi dengan orientasi semacam ini biasanya produksi yang diharapkan

mendapatkan keuntungan besar, baik segi nama maupun finansial. Untuk

menghasilkan kualitas yang paling tinggi dari produksi itu, produser boleh

melibatkan semua orang nomor satu di bidangnya.

Dari dua jenis biaya program yang telah dijelaskan sebelumnya, JTV

masuk ke dalam financial oriented. Semua pengeluaran yang dibutuhkan untuk

proses produksi harus bisa diminimalisir. Program-program yang proses

produksinya tidak dilakukan di luar Kota Surabaya, maka biaya produksi yang

dihitung hanya terkait dengan gaji presenter (jika ada). Presenter yang digunakan

oleh JTV juga bukan artis, hal ini dilakukan untuk menekan biaya produksi.

Semakin terkenal presenter yang digunakan otomatis fee yang diminta juga

semakin mahal. Sebagai gambaran salah satu program yakni Action Plus, fee

untuk presenternya hanya berkisar Rp. 100.000 – 150.000 untuk setiap

episodenya. JTV sengaja mengajak anak yang masih kuliah untuk dijadikan

presenter agar mau dibayar dengan nominal sekecil itu dengan alasan JTV bisa

dijadikan tempat untuk belajar bagi presenter tersebut.

“Tak kasi tau ya. JTV bukan tempatnya cari uang. Disini tempatnya

belajar. Makanya kita nyari anak-anak yang kurang pinter bawain acara

trus nanti kita ajari. Lha kalo dia udah biasa jadi presenter mana mau

dibayar segitu. Makanya disini itu belajar sebanyak-banyaknya. Kalau

udah pinter baru keluaro sana jadi presenter yang profesional. Nyario

uang wes yang banyak.” (Wawancara Arif, 27 September 2016).

Page 81: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Meminimalisir biaya program ini dilakukan karena memang sumber

pendapatan yang didapatkan oleh JTV tidak terlalu besar. Apabila keuangan tidak

diatur sebaik mungkin, maka proses produksi program bisa terganggu. Untuk itu,

hal-hal yang bisa dikurangi pengeluarannya harus dipikirkan betul.

4.2.2.2 Program News

4.2.2.2.1 Alur Pembuatan Program News

Sedikit berbeda dengan divisi produksi, pada divisi ini stuktur

kerjanya terbilang lebih sederhana. Selain itu, karena tidak adanya tahap pra

produksi dalam pembuatan berita, membuat orang-orang yang bekerja di divisi ini

lebih sedikit. Walaupun berbeda divisi, tetapi tidak lantas membuat divisi ini

bekerja sendiri-sendiri.

“Terutama yang berkaitan dengan peliputan-peliputan misalnya temen-

temen produksi ada kegiatan di sebuah tempat gitu di Sidoarjo misalnya

mereka buat apa disana nah itu untuk pemberitaannya kita yang buat jadi

tetep ada koneksi di antara divisi kita. Jadi tetep ada keterlibatan dan

keterikatan dengan divisi lain. Kita juga butuh divisi teknik.”

(Wawancara Achmad R, tanggal 20 Juni 2017).

Proses pembuatan berita di divisi news JTV hampir sama dengan televisi

lain. Yakni reporter yang sudah di tempatkan di pos-pos akan mencari informasi

untuk kemudian meneruskannya kepada editor yang menetap di kantor. Setiap

reporter yang bertugas di lapangan sudah diberikan batasan waktu pengumpulan

berita kepada editor. Karena eksekutif produser mengutamakan kecepatan berita,

maka kewajiban reporter adalah mencari berita terbaru yang belum diangkat oleh

media lainnya.

Page 82: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

“Alurnya, jadi berita itu bisa didapatkan oleh reporter dari kehendak dia

sendiri, maksudnya dia punya perencanaan sendiri atau dari perencanaan

yang sudah dibuat oleh tim. Nah memang kita tidak setiap saat tatap

muka begini, kita ada forum di WA. Nah kita itu bisa komunikasi disana.

Ada grup reporter sendiri, grup pimpinan redaksi, sama grup jtv daerah.

Nah reporter yang misalnya dia sudah report..besok saya ada agenda

ABC.. disini jam sekian sekian. Katakanlah satu reporter bertugas dia

tulis beritanya segala macem nah untuk jam berapa, kalau misalnya jam

sepuluh pagi atau di bawahnya dia harus untuk Jatim Awan tayang.

Kalau lolos jatim awan maka untuk program jam lima sore, itu kayak

update news gitu, pokoknya flash-flash gitu. Kalau lolos lagi, itu untuk

Pojok Pitu. Nah pojok pitu ini memang untuk etalase jawa timur, semua

peristiwa di jawa timur diharapkan bisa tayang di pojok pitu, kemudian

baru ke pojok kampung.” (Wawancara Achmad R, tanggal 20 Juni 2017).

Untuk penentuan pos setiap reporter yang bertugas didasarkan pada

wilayah dan instansi tertentu. Masing-masing wilayah tersebut hanya dipegang

oleh seorang reporter. Alasan penempatan tiap reporter ini tidak didasarkan pada

kriteria khusus. Semua reporter yang ada di JTV harus bisa ditempatkan dimana

saja. Agar adil dan semua reporter dapat merasakan bekerja di pos-pos yang telah

ditentukan, maka rolling jadwal diberlakukan oleh produser. Untuk waktu

pastinya tidak ada, rolling bersifat kondisional tergantung bagaimana hasil pada

rapat direksi.

“Kalau di Surabaya, kita ada 13 reporter itu penentuan posnya

berdasarkan wilayah dan instansi tertentu. Wilayah itu ada surabaya

barat, timur, selatan, utara. Kemudian nanti dibedakan dengan pos

kesehatan misalnya, pos hukum, pos pendidikan dan life style. Itu

beberapa pos yang dibagi untuk reporter di wilayah surabaya. Tapi kalau

untuk temen-temen yang di daerah kayak nganjuk gitu itu mereka harus

cover semua yang terjadi daerahnya. Jadi mereka ini single

fighter...single crew yang harus mengcover kejadian di wilayahnya.”

(Wawancara Achmad R, tanggal 20 Juni 2017).

Fachruddin (2012, h. 96-97) menjelaskan beberapa kriteria berita yang

harus dipegang oleh seorang reproter, diantaranya aktual, kedekatan, populer,

Page 83: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

kriminal, konflik, unik, dan memiliki sisi kemanusiaan. Kriteria ini dibuat agar

berita yang diliput tersebut nantinya akan menarik untuk ditonton.

Sama halnya seperti JTV juga memiliki kriteria khusus dalam pemilihan

berita yang akan diangkat. Kriteria tersebut adalah berdampak, unik, melibatkan

tokoh, dan adanya kedekatan. Kedekatan disini berarti, berita yang diangkat masih

seputar Jawa Timur karena JTV merupakan televisi regional Jawa Timur. Berita

yang diangkat diutamakan yang terjadi di wilayah Jawa Timur. Hal ini juga

berkaitan dengan program news yang dimiliki oleh JTV yang memang bertujuan

untuk mengangkat isu yang terjadi di sekitar Jawa Timur. Sebagai contoh program

Pojok Kampung yang menjadi unggulan dari divisi news. Isi beritanya selalu

seputar permasalahan yang terjadi di Jawa Timur. Program ini menjadi ciri khas

dari JTV karena penggunaan Bahasa Jawa dalam penyampaian beritanya.

“Yang pasti kontennya ya, kontennya kan pasti berita-berita lokal. Kita

punya Pojok Kampung yang memang khas dan itu nggak ada dimana-

mana.” (Wawancara Achmad R, tanggal 20 Juni 2017).

Terbukti dari ciri khas yang ditampilkan oleh Pojok Kampung ini

berdampak pada perolehan rating and share JTV mulai dari bulan Maret sampai

April 2017 yang sering menduduki peringkat pertama. Pemilihan jam tayang pada

pukul 21.00 WIB bukan tanpa alasan. Setelah beberapa kali mengalami pergantian

jam tayang, pada pukul tersebut paling banyak menarik penonton. Hal ini

dikarenakan orang dewasa pada jam tersebut sedang menikmati waktu

istirahatnya sebelum akhirnya beranjak tidur.

Page 84: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

4.2.2.2.2 Kelebihan Program News

Divisi news tidak pernah sekalipun kekurangan pasokan berita tiap

harinya. JTV merupakan televisi lokal berjaringan, hal ini memberikan manfaat

khusus bagi divisi news dalam pencarian berita. Reporter yang melaporkan berita

tidak hanya berasal dari Surabaya, tetapi juga biro-biro yang tersebar di seluruh

Jawa Timur. Hal ini berimbas pada banyaknya berita yang masuk, sehingga divisi

news tidak akan pernah kekurangan berita untuk ditayangkan.

“Betul, kita total ada 10 biro yang ada di jatim. Nah biro ini sebenernya

otonom ya, dia punya jam siar sendiri. Mereka punya hmm karyawan

sendiri. Nah biro ini sebagai kepanjangan tangan JTV di surabaya, dia

juga punya kewajiban untuk support JTV Surabaya termasuk dalam hal

pemberitaan karena punya reporter-reporter di daerahnya. Sementara

JTV sendiri, yang surabaya, juga punya di wilayah non biro itu ada

reporter, sifatnya organik ya. Organik itu dibawah struktural JTV

Surabaya. Mereka ada di antaranya jombang, nganjuk, probolinggo,

lumajang, situbondo, mojokerto. (“Wawancara Achmad R, tanggal 20

Juni 2017).

Selain tidak akan pernah kekurangan berita, divisi ini juga memiliki

kemudahan lainnya yakni dengan iklan yang selalu ada. Pojok Kampung mulai

pertama kali tayang hingga saat ini selalu mendapatkan iklan, baik itu dari

pemerintah maupun swasta. Iklan yang masuk ini juga dipengaruhi oleh tingginya

rating yang diperoleh. Eksekutif produser news ini menyatakan bahwa beritanya

disukai oleh masyarakat karena tidak pernah berpihak kepada pihak manapun,

meskipun itu pemilik JTV.

“Kita berusaha independen. Kemudian cover both side, tidak mihak

siapapun. Biasanya tv swasta itukan bergantung kepada kepemilikan

ya...dimanapun lahya. Cuman saya senengnya di jtv ini katakanklah ini

anak perusahaannya jawa pos ya, pak dahlan itu nggak pernah minta

masuk JTV. Jadi dia menolak...hmm sempat terlontar begini..ya

janganlah kalau saya masuk di tv anak perusahaan kan..terlalu sering

Page 85: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

muncul secara disengaja itu beliau nggak mau. Kecuali berita-berita pak

dahlan ya, misalnya pak dahlan lagi pemeriksaan di pengadilan, atau

sidang gitu.” (Wawancara Achmad R, tanggal 20 Juni 2017).

Keuntungan lain yang dirasakan dari orang-orang yang bekerja pada divisi

news adalah campur tangan dari para pemilik yang sangat kecil. Untuk masalah

teknis, para pemilik ini mempercayakan sepenuhnya kepada karyawan.

Sedangkan untuk masalah konten, pemilik JTV ini cenderung tidak ingin muncul

di dalam pemberitaan, apalagi yang menyangkut peliputan yang hanya berisi

kegiatan harian.

4.2.2.2.3 Kompetitor Program News

McQuail (2011, h. 200) menjelaskan ada tiga jenis kompetitor di dalam

industri media yakni kompetisi inter-media, kompetisi intra media dan kompetisi

inter-firm. Yang dianggap kompetitor bagi divisi news JTV termasuk ke dalam

inter-media, yakni kompetitor dari media lain selain televisi. Kompetitor terbesar

yang saat ini dihadapi bukanlah sesama televisi, melainkan dengan internet dan

koran. Masyarakat tidak perlu lagi menonton televisi dahulu jika ingin

mendapatkan informasi yang diinginkan. Hal ini kemudian yang membuat divisi

news mengeluarkan terobosan baru yakni membuat web dan portal berita online.

Kompetitor tidak lantas membuat performa dari divisi news turun, melainkan jadi

acuan untuk terus memberikan inovasi dalam programnya.

“Kalau tv sama ya, kita menghadapi problem yang sama, yakni data yang

paling murah ya internet. Nggak perlu tv, kita udah bisa nonton tv disini

(hp). Mau berita apa juga muncul disini. Mau live facebook,

instagram...ada kecelakaan disini dimanapun bisa” (Wawancara Achmad

R, tanggal 20 Juni 2017).

Page 86: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

JTV memiliki portal berita dengan domain pojokpitu.com. Pembuatan

portal ini bertujuan untuk menarik massa yang lebih banyak lagi. Apalagi seperti

yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kecenderungan masyarakat sekarang

adalah mendapatkan informasi yang serba cepat melalui internet yang bisa

dilakukan kapanpun dan dimanapun. JTV mencoba untuk mengembangkan

distribusi beritanya melalui media lain, sekaligus untuk menyaingi kompetitor dari

portal berita lainnya. Sedangkan untuk corporate web JTV memiliki alamat

domain jtv.co.id yang berisikan sejarah singkat JTV, persebaran biro yang ada di

Jawa Timur hingga iklan lowongan pekerjaan jika JTV sedang membutuhkan

karyawan baru.

Divisi news juga memiliki prinsip bahwa apa yang terjadi di halaman

rumah, jangan sampai boleh lepas. Karena cakupan wilayahnya JTV adalah Jawa

Timur maka misalnya ada longsor di Ponorogo, JTV akan memberangkatkan tim

untuk live report disana. Secara sumber daya, teknologi, finansial JTV memang

tidak sebesar televisi nasional, tapi kalau masalah militansi orang JTV

menyatakan bahwa mereka yang pertama. Oleh karena itu, program berita yang

ada di JTV tidak ingin berkiblat kepada televisi manapun. Hal utama yang harus

dipegang adalah karakter dari JTV yang tidak boleh hilang.

4.2.2.2.4 Biaya Produksi Program News

Hampir sama dengan divisi produksi, biaya program untuk divisi news

juga tidak besar. Pengeluaran hanya digunakan untuk membayar fee dari

Page 87: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

presenter, selebihnya untuk mereka yang bekerja secara teknikal dihitung sebagai

gaji bulanan.

“Sangat low cost. Reporter itu gaji bulanan, jadi ya paling cuman honor

presenter aja. Pojok pitu itu cuman presenter, kecuali ada event khusus ya

misalnya penugasan keluar kota ya dikasi untuk akomodasi..bbm..itu ada

tapi kalau secara umum costnya minimalis sekali.” (Wawancara Achmad

R, tanggal 20 Juni 2017).

Akibat dari kecilnya biaya yang disediakan untuk membuat

program berimbas pada sumber daya manusia dan teknologi yang ada pada divisi

news. Sebagai televisi lokal, JTV tidak bisa memperkerjakan banyak pegawai.

Selain itu, update teknologi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh

sebab itu jalan keluarnya adalah dengan dilakukan secara bertahap. Untuk

pemasukan iklan pada divisi news bisa datang dari pemerintah juga. Pemerintah

sering melakukan kampanye sosial melalui televisi. Bentuknya bisa berupa

tayangan ataupun dialog langsung yang diselipkan di tengah-tengah program

berita.

4.2.3 Manajemen SDM dan Teknologi

Inovasi juga dapat diperiksa dengan menganalisis tingkat kebaruannya

terhadap perusahaan, kebaruan ke pasar, atau kombinasi keduanya (Kotabe &

Swan, dalam Albarran, 2006). Booz, Allen, & Hamilton (dalam Albarran, 2006)

mengemukakan enam tingkat inovasi produk:

1. Pengurangan biaya, produk baru yang menawarkan kinerja serupa

dengan biaya lebih rendah.

Page 88: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

2. Reposisi, produk baru yang ditargetkan ke pasar baru atau segmen pasar

baru.

3. Perbaikan produk yang ada, produk baru yang memberikan peningkatan

kinerja atau nilai yang dirasakan lebih besar seperti kabel digital.

4. Penambahan lini produk yang ada, produk baru yang melengkapi lini

produk perusahaan yang mapan seperti berita streaming online.

5. Produk baru, produk baru yang memungkinkan perusahaan memasuki

pasar mapan untuk pertama kalinya seperti adopsi radio satelit oleh Sirius.

6. Produk baru yang menciptakan pasar baru sepenuhnya seperti

pengenalan layanan internet.

Pengembangan teknologi juga dilakukan manajemen JTV pada peralatan

produksi siaran. Secara bertahap peralatan yang dianggap masih belum memenuhi

standar broadcast diganti mengikuti perkembangan teknologi terbaru. Saat ini JTV

tengah dalam tahap perubahan dari SD menuju HD, tetapi memiliki kendala pada

sumber saya manusianya yang belum siap akan alat-alat yang baru. Kemungkinan

teknologi media baru, yang meningkatkan penyampaian produk konten, misalnya

distribusi broadband atau meningkatkan daya tarik produk konten, dalam hal ini

televisi berdefinisi tinggi akan meningkatkan probabilitas adopsinya (Albarran,

2006).

“JTV berada dikondisi yang mengharuskan dia membeli alat. Contoh,

persebaya sekarang dibeli sama jawapos. Persebaya mau tanding, JTV

nggak punya alat, lha mau nggak mau beli akhirnya. Tv lokal di seluruh

Indonesia mungkin sekarang yang pake HD berapa tv? JTV kan udah ada

yang di bawah itukan. Cuman kita belum on-air kan karena sistemnya

sangat heboh. Orang kita nggak mudeng karena bahasa inggrise.”

(Wawancara Raditya Haley, 21 Apri 2017).

Page 89: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Sebenarnya ada pelatihan khusus yang dilakukan oleh bagian HRD untuk

terus mengembangkan pengetahuan karyawannya. Tetapi pelatihan ini dilakukan

secara tidak berkala. Jumlah karyawan JTV yang sebanyak 250 orang tidak

memungkinkan untuk diadakan pelatiahan sekaligus karena akan memakan biaya

yang tidak sedikit. Oleh karenanya, pelatihan dilakukan secara kondisional, jika

dibutuhkan saja.

“Itukan sesuai kebutuhan ajakan, yang motivator itu nggak selalu

setaun sekali. Karena kalo motivator gitu selalu sering pasti bosen kan.

Kalau yang teknis-teknis misalkan kayak tadi kameramen atau keuangan

gitukan kadang-kadang diperlukan tuk update pengetahuan mengenai

peraturan keuangan terbaru misalkan nah itu berkala ada pelatihan-

pelatihannya.” (Wawancara Imam M, tanggal 21 April 2017).

Selain meningkatkan kualitas gambar ke HD, JTV juga membuat tayangan

live streaming serta membuat portal berita online. Dengan hadirnya fasilitas live

streaming, program yang disiarkan oleh JTV dapat dinikmati dimana saja dan

kapan saja, bahkan di luar negri. Hal ini dapat mempermudah penonton setia JTV

jika ingin tetap mengikuti program-programnya dimanapun lokasinya. Selain

untuk merangkul penonton, tayangan live streaming juga berfungsi untuk

memudahkan JTV dalam memasarkan programnya kepada para pemasang iklan.

karena dengan adanya live streaming ini para pemasang iklan bisa memantau

langsung tayangan-tayangan iklan mereka kapanpun itu.

Albarran (2006, h. 115) mengatakan bahwa meski media mengalami

evolusi teknologi, organisasi media bergantung pada kreativitas manusia. Mesin

adalah hal bodoh yang hanya bisa dilakukan oleh perancang yang dibangun di

dalamnya, tapi manusia bermimpi dan mencipta. Mereka menyediakan elemen

paling penting dari inovasi yang diperlukan untuk bertahan di lingkungan kerja

Page 90: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

yang dinamis. Oleh karena itu manajemen sumber daya manusia juga tidak boleh

diremehkan begitu saja. Lebih jauh lagi Redmond (dalam Albarran, 2006, 128)

mengatakan bahwa organisasi media memiliki dua sisi yang berbeda. Di satu sisi,

organisasi media adalah mesin karena mereka memiliki jalur perakitan dengan

tenggat waktu yang ketat dan melibatkan proses yang harus dilakukan secara

berurutan dan dengan kecepatan. Di sisi lain, organisasi media juga merupakan

lingkungan profesional dimana karyawan memiliki kontrol kreatif terhadap

pekerjaan mereka. Karyawan di JTV merasa bahwa karena kontrol dari pemilik

tidak begitu besar, dalam ini masalah teknis, maka karyawan merasa bahwa

mereka dipercaya oleh para atasan ketika menyelesaikan pekerjaannya.

Hal lain yang terkait dengan SDM adalah suasana kerja. Suasana kerja

secara tidak langsung akan berpengaruh pada hubungan antar karyawannya.

Biasanya ketika suasana atau lingkungan kerja sebuah perusahaan sangat kaku,

pasti hubungan antar karyawan akan ada gap tertentu khususnya antara atasan

dengan bawahannya. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, hubungan

antar karyawan terlihat sangat baik, bahkan hubungan antara dirut dengan

bawahannya terlihat harmonis. Hal ini dapat dilihat dari seringnya dirut mengajak

para bawahannya untuk bersenda gurau hingga makan siang bersama. Peneliti

juga melakukan wawancara dengan salah seorang kreatif, yakni Arif Rahman

yang mengatakan:

“Udah pokoknya bos (dirut) itu bos paling enak selama aku kerja. Nggak

pernah marahin langsung bawahannya, nggak minta dihormati yaopo-

yaopo. Dulu aku kerja di Jawa Pos wah kalau kamu salah langsung

disentak saat itu juga gak peduli yang liat orang sekantor. Wes akhirnya

aku pindah sini ae.”

Page 91: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Dari wawancara tersebut dapat dilihat bahwa karyawan merasa enjoy

dengan suasana kerja yang ada di JTV. Suasana kerja yang baik tentunya juga

akan berdampak baik pada kondisi psikologis karyawan. Dengan kondisi

psikologis yang baik tentunya akan berdampak pula pada hasil kerja yang baik.

Tetapi permasalahan yang dirasakan oleh karyawan hampir sama seperti

permasalahan yang terjadi pada televisi lokal pada umumnya, yakni kurangnya

sumber daya manusia menyebabkan terjadinya overlapping tugas di JTV. Hal ini

tidak hanya terjadi pada divisi produksi, tetapi news juga. Jika pada televisi

nasional setiap program umumnya dipegang oleh sepuluh sampai dua belas orang,

maka yang terjadi di JTV adalah setiap tim yang terdiri dari tiga orang harus

mengerjakan tiga sampai empat program sekaligus. Sebagai televisi lokal, JTV

harus menekan biaya pengeluaran, termasuk gaji pegawai agar dapat terus

bertahan. Terkadang, seorang eksekutif produser pun harus ikut turun lapang

membantu bawahannya karena kurangnya pegawai.

“Kemarin aku ke trenggalek megang acara langsung karena kurang. Iya

jadi tugasnya beda news dan produksi. Kalo EP news setau saya pak

memet itu kayak single fighter, jadi dia ngurusi jadwal kameramen, yo

ngurusi tetek bengek pokoke. Nek aku kan disini adala kepala produksi,

ada wakil kepala produksi ada EP. Pak memet itu sama bagi kamera

haha, kadang ya kasian juga. Karena prinsipnya JawaPos memang, lapo

seh akeh-akeh karyawan, ditik lo awakmu isok. Itu kayaknya di semua

perusahaannya Jawa Pos seperti itu.” (Wawancara Raditya Haley,

tanggal 21 April 2017).

Zettle (2003, h. 386) menjelaskan bahwa ada dua jenis pekerja dalam

televisi yaitu teknikal dan non teknikal. Seorang eksekutif produser masuk ke

dalam non teknikal, maka tidak seharusnya ia turun langsung ke lapangan untuk

mengerjakan tugas yang harusnya dikerjakan oleh pegawai lain. Tetapi karena

Page 92: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

sudah biasa terjadi overlapping tugas semacam ini, maka perbedaan antara

teknikal dan non teknikal dalam JTV sudah tidak begitu dipermasalahkan lagi.

JTV mempunyai kebijakan sendiri terkait kontrak karyawannya. Biasanya

setelah diterima, pegawai baru akan menjalani masa kontrak selama kurang lebih

satu hingga dua tahun sampai pada akhirnya diputuskan untuk dipromosikan

menjadi karyawan tetap atau diputus kontrak karena tidak memenuhi standar.

Rata-rata waktu dari diterima hingga menjadi karyawan tetap di JTV adalah dua

tahun karena setiap orang berbeda-beda tergantung pada skill dan perkembangan

mereka selama menjadi pegawai kontrak di JTV.

4.2.4 Manajemen Marketing dan Branding

Sebagai anak dari perusahaan besar yakni Jawa Pos Group membuat JTV

memiliki kemudahan ketika mengenalkan namanya kepada khalayak. Bisa

dikatakan JTV merupakan hasil dari brand extension atau perluasan merek yang

dilakukan oleh Jawa Pos Group. Perluasan merek adalah penerapan nama merek

yang mapan di luar produk atau layanan aslinya. Ini adalah upaya untuk

memanfaatkan ekuitas merek terhadap produk lain yang memiliki nama merek

yang sama. Asosiasi merek kuat yang positif, kuat dan unik dapat diperluas ke

produk atau layanan baru (Keller, dalam Albarran, 2006).

Dalam meningkatkan awareness penonton serta meningkatkan

eksistensinya agar lebih dikenal oleh masyarakat JTV mengadakan event-event

dan program-program off air. Program off air adalah kegiatan yang biasanya

dilakukan di luar ruang studio (outdoor) untuk menarik minat penonton lebih

banyak. Kegiatan ini lebih sering dilakukan dengan melibatkan langsung

Page 93: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

penonton, sehingga bisa tercipta interaksi dan kedekatan langsung dengan

penonton. Divisi yang bertanggung jawab adalah event organizer. Acara atau

program off air ini dapat berasal dari pengiklan atau murni konsep dari divisi EO.

Sebenarnya tim marketing juga sudah membuat kalender event atau mereka

menyebutnya dengan event internal.

“Iya jadi semua media bukan hanya tv akan mencari income yang lain,

seperti halnya koran..dan kita di tv income yang bisa kita dapetin adalah

dari departemen divisi event organizer. Jadi kalau kita mengamati dunia

promosi untuk sebuah produk bukan hanya Above The Line, ATL ini ya

sebuah tayangan iklan. Kalau yang event, itu kategorinya adalah BTL atau

Below The Line. Suatu misal lain selain momen ramadhan kalau kita

ngomong below the line. 17 agustus itu biasa ada lomba antar kampung

nah sebuah produk mie instant itu akan cocok bilamana mensponsori acara

tujuh belasan di kampung yakan. Nanti masyarakat yang hadir kan akan

melihat langsung produknya karena disitu kan ada couching clinic tentang

produk..ada testimoni ada bagaimana cara menyajikan produk itu sehingga

masyarakat yang ada disitu akan membeli langsung. Beda dengan ATL,

saya nonton tv, saya lihat produk, oke ini produk hmm sepeda motor,

tapikan stelah itu saya cuman ter remind aja, saya cuman termemori aja.

Itu nanti goalsnya adalah bagaimana dia akan meningkatkan awarenes.

Lebih gampangnya kalau BTL ini memungkinkan untuk jual langsung atau

hard selling.” (Wawancara Heri, tanggal 21 April 2017).

Selain mengadakan event, tentunya tim marketing juga bertanggung jawab

untuk mendapatkan iklan demi kelangsungan hidup perusahaan. Divisi yang

bertugas untuk mencari iklan adalah sales and marketing. Divisi ini memiliki dua

jenis strategi dalam mencari iklan, yakni strategi secara internal dan eksternal.

Secara eksternal, berkaitan dengan data Nielsen mengenai rating dan share yang

diperoleh oleh program-program yang ada di JTV. Seperti televisi lain, yang

dijual sudah tentu programnya. Oleh karena itu, divisi ini menggunakan data

Nielsen untuk mencari pengiklan. Karena otomatis sebuah iklan ada datang

dengan sendirinya ketika program tersebut memiliki rating yang tinggi.

Page 94: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Secara internal, divisi sales and marketing mengadakan morning brief

setipa harinya untuk membagi tugas agar tidak ada benturan dalam mencari

pengiklan atau klien. Setiap orang yang berada di dalam divisi ini diberi target

tertentu dalam mencari iklan. Laporan pendapatan iklan biasanya di akumulasikan

setiap bulannya. Selain itu, divisi ini juga menjual produk media berupa talkshow

yang akan ditawarkan kepada pengiklan.

Calon klien JTV terbagi atas tiga tipe pengiklan, yakni pengiklan nasional

yang jenis pemasaran usahanya mencapai pasar nasional, kedua, pengiklan lokal

yang produknya masih terbatas pada lingkup lokal atau daerah, dan yang ketiga

instansi pemerintahan. Berbeda tipe pengiklan maka berbeda pula cara yang

digunakan dalam menarik calon klien. Dalam menghadapi perusahaan besar

bertaraf nasional, tim marketing JTV Surabaya menyerahkan langsung kepada tim

marketing Jawa Pos Multimedia (JPM) pusat yang berdomisili di Jakarta. Hal ini

merupakan kesepakatan awal yang telah dibuat oleh perusahaan dan harus

dipatuhi oleh tim marketing JTV Surabaya.

Dalam melakukan penawaran iklan kepada pengiklan dari klien lokal, JTV

tidak perlu memberikan laporan terlebih dahulu kepada JPM pusat. Namun,

langsung mendatangi calon klien yang akan dituju. Strategi ini dikenal dengan

istilah jemput bola, jadi tim marketing akan mendatangi langsung para calon klien

potensial. Disini tim marketing membutuhkan pendekatan yang lebih intens

dengan calon kliennya. Oleh sebab itu kemampuan berkomunikasi sangat

berpengaruh disini. Berbeda lagi dengan penawaran iklan yang akan dilakukan

kepada pemerintah. Kerjasama dengan pemerintah dilakukan dengan penawaran

Page 95: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

kerjasama sosialisasi program pemerintah dengan memanfaatkan program dari

pemerintah.

Divisi marketing juga bertanggung jawab akan promosi program-program

yang dibuat oleh JTV. Promosi ini biasa dilakukan dengan dua cara, yakni secara

on air dan off air. Promo on air dilakukan dengan cara melakukan promosi

melalui stasiun sendiri. Seperti yang dikatakan oleh Morissan bahwa promosi di

staisun sendiri merupakan cara yang paling cepat dan mudah dilakukan. Promo

program melalui televisi dilakukan dengan mengumumkan program yang akan

tayang dengan cara menampilkan cuplikan program yang disertai dengan narasi

dari presenter. Sedangkan untuk promo off air dilakukan dengan memanfaatkan

media cetak, baliho, sampai internet.

4.2.4.1 Sumber Pendapatan

McQuail (2011), menyebutkan ada beberapa sumber pendapatan industri

media diantaranya termasuk sponsor atau iklan, penempatan produk dan

hubungan masyarakat, dukungan dari pendukung pribadi, kepercayaan non-profit,

dan juga terdapat dukungan langsung dari penonton.

“Nah selain itu yang dijual temen-temen marketing itu ada namanya

talkshow, ada namanya kalau di JTV itu kombis...komunikasi bisnis yang

berdurasikan dua sampai lima menit. Itu adalah promosi sebuah

hmmmbisa dikatakan mulai dari, bukan hanya promosi tapi sosialisasi ya

kalau sosialisasi terkait dengan pemerintah misalnya salah satu dinas

mengadakan sebuah sosialisasi tentang program-program kerjanya itu akan

diliput kemudia melalui proses editing malam harinya biasanya di acara

kami Pojok Kmapung..Pojok Pitu itu kita siarkan di setelah acara

tersebut.” (Wawancara Heri, tanggal 21 April 2017).

Page 96: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Untuk mengetahui kondisi pasar, tim marketing hanya memanfaatkan

media online dan televisi nasional mengenai isu apa yang sedang marak

dibicarakan. Sebenarnya, tim marketing JTV memerlukan tim reset and

development untuk mengatasi hal tersebut. Tetapi sampai saat ini,

pembentukannya masih belum berjalan.

JTV memiliki target pendapatan yang berbeda-beda setiap tahunnya,

bahkan pada bulan-bulan tertentu ada perbedaan. Penetapan target pendapatan ini

mengacu pada pendapatan tahun sebelumnya. Tetapi dalam hal ini informan tidak

bersedia untuk memberikan informasi terkait estimasi pemasukan yang diterima

oleh JTV. Rivai Siregar yang dalam hal ini menjabat sebagai manajer marketing

mengungkapkan bahwa setiap bulannya mereka (tim marketing) memiliki target

yang berbeda. Karena ada bulan yang sepi pengiklan dan ada juga yang padat

akan pengiklan. Kondisi ini terjadi bisa karena adanya perayaan terntentu,

misalnya bulan ramadhan. Pada saat bulan ramadhan, pendapatan iklan akan

meningkat. Hal ini karena banyaknya instansi atau perusahaan yang akan

memasang iklan pada bulan tersebut.

Page 97: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB V

DISKUSI

5.1 Televisi sebagai Institusi Bisnis dan Sosial

Media sebagai sebuah industri diungkapkan oleh McQuail dalam bukunya

yang berjudul Mass Communication Theory. McQuail menjelaskan dalam salah

satu babnya bahwa media not just any other business. Ia menjelaskan ada karakter

kunci yang tidak biasa dari institusi media yaitu aktifitasnya yang tidak dapat

dipisahkan baik dari sisi ekonomi maupun politik. Selain itu, media juga sangat

tergantung pada kondisi teknologi. Informasi, budaya, dan gagasan dianggap

sebagai milik kolektif semua orang seperti barang publik lainnya, disini McQuail

memberikan perumpamaan layaknya udara yang bisa dinikmati oleh semua

makhluk hidup. Media bukan hanya bisnis yang terkait dengan kekuatan ekonomi,

tetapi juga institusi sosial dan budaya.

Lebih jauh lagi McQuail menyebutkan bahwa media mencerminkan dua

dinamika dasar, yang pertama sebuah keinginan untuk menghasilkan uang dan

yang kedua adalah keinginan untuk mendapatkan kekuasaan di masyarakat. Ia

juga menjelaskan bahwa pasar media terbentuk dari tiga pihak selayaknya

segitiga, yaitu produsen atau pengiklan, media itu sendiri, dan khalayak. Oleh

karena itu, pasar media terbagi menjadi dua, yakni pasar yang melayani

kepentingan pengiklan dan pasar yang melayani kepentingan khalayak.

Dari berbagai jenis media yang ada, televisi merupakan salah satu media

yang paling banyak digunakan oleh masyarakat. Morissan (2009, h. 340)

Page 98: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

menjelaskan bahwa tidak ada media lain yang dapat menandingi televisi dalam

hal volum teks budaya pop yang diproduksinya dan banyaknya penonton. Seiring

perkembangan zaman, televisi yang pada awalnya hanya berfungsi sebagai

institusi sosial, kini dihadapkan sebagai sebagai institusi bisnis yang harus mulai

berfikir bagaimana mendapatkan keuntungan. Banyak pemilik modal yang pada

akhirnya mulai menjadikan televisi sebagai ladang bisnis. Namun, yang perlu

dikaji dengan seksama adalah bagaimana tayangan yang dihasilkan oleh televisi

bisa memberikan motivasi dalam perubahan hidup baik perbuatan maupun sikap.

Ferguson (2004) berpendapat sebagian besar konsumen melihat televisi

sebagai sumber hiburan dan informasi. Jaringan televisi memiliki dua pelanggan

utama: penonton dan pengiklan. Selain itu, setiap jaringan bergantung pada

stasiun siaran afiliasinya untuk mendistribusikan jaringan sebuah program. Setiap

pemegang saham memiliki kepentingan ekonomi (penonton, pengiklan, penyiar)

dengan pendekatan sistem yang sama dari siaran televisi ekonomi dengan cara

yang berbeda. Pemirsa menginginkan informasi dan hiburan, pengiklan ingin

pemirsa untuk iklan mereka, dan penyiar ingin pemirsa dalam jumlah yang cukup

untuk menghasilkan keuntungan. Mereka menggunakan sumber daya untuk

menghasilkan keuntungan dengan memaksimalkan pendapatan dan

meminimalkan biaya. Bisnis media berfokus pada tiga bidang yaitu, produksi,

distribusi dan pengemasan konten.

Dalam jurnal yang ditulis Meyer (2012) mengemukakan bahwa televisi

sebagian besar dipahami sebagai tiga produk yang berbeda namun saling terkait,

yaitu teks, penonton, dan produksi. Teori tentang media awalnya membahas

Page 99: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

mengenai hubungan linear antara produksi, teks, dan penonton. Ia

menggambarkan tiga tema karakteristik televisi abad 20 awal yakni yang pertama

pergantian menuju ironi, parodi, dan sindiran sebagai mode yang disukai dari

wacana televisi. Kedua, dampak dari perkembangan teknologi baru pada produksi

televisi dan penyampaian kepada khalayak. Ketiga, investasi lanjutan di televisi

digunakan sebagai alat bersaing dalam lingkungan media saat ini.

Lebih jauh lagi Bogart (dalam Morissan, 2008, h. 253) menyebutkan

bahwa organisasi media memiliki dua tujuan, yakni tujuan normatif dan tujuan

manfaat. Tujuan normatif merujuk pada upaya untuk mencapai nilai-nilai tertentu,

misalnya pendidikan. Sedangkan tujuan manfaat berkaitan dengan upaya

menghasilkan barang dan jasa dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan.

Untuk memperoleh keuntungan tersebut, sebuah organisasi media tentunya

bergantung kepada iklan yang menjadi salah satu penentu hidup dan matinya

sebuah media. Hal ini juga diungkapkan oleh Rahim dan Pawanteh (2010) dalam

penelitiannya yang mengungkapkan bahwa televisi harusnya ikut memberikan

kontribusi positif bagi masyarakat, bukan hanya sebagai entitas bisnis yang ingin

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

JTV sebagai sebuah industri media juga berada pada kondisi serupa, yakni

menyeimbangkan perannya sebagai sebuah institusi bisnis dan sosial. Di satu sisi

ia menjalankan peran sebagai sebuah institusi sosial salah satunya dengan

menayangkan program yang mengedukasi khalayaknya, tetapi di sisi lain ia harus

memutar otak untuk mendapatkan keuntungan agar dapat terus bertahan. Saat ini

sebenarnya JTV sedang berada dalam dilema. Di satu sisi ingin terus

Page 100: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

mempertahankan idealismenya sebagai televisi dengan konten lokal, tetapi di sisi

lain juga harus memikirkan pemasukan iklan sebagai sumber pendapatan utama

mereka.

5.2 Manajemen Media sebagai Sebuah Kajian

Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam berkembangnya kajian

manajemen media adalah Alan B. Albarran. Melalui bukunya yang berjudul

Handbook of Media Management and Economics, ia menjelaskan secara rinci hal-

hal yang terkait dengan manajemen media. Dimulai dari pendekatan historis, isu

apa saja yang dibahas ketika kita membicarakan manajemen media, hingga

petunjuk yang dapat digunakan oleh seorang peneliti ketika ingin mengangkat

tema tentang manajemen media.

Albarran memetakan 17 isu yang ada di dalam kajian manajemen media.

Bermula darisini kemudian muncul banyak penelitian dan literatur yang

membahas terkait dengan manajemen media. Salah satunya penelitian yang

dilakukan oleh Iredia (2015) yang menganalisis bagaimana manajemen broadcast

yang diterapkan oleh staisun penyiaran di negara berkembang, Nigeria. Penelitian

ini menjelaskan bahwa stasiun penyiaran di negara tersebut sulit untuk berlaku

objektif dan seimbang dalam pembuatan kontennya. Hal ini dikarenakan pemilik

media terlalu ikut campur dalam kebijakan yang diambil, serta lebih

mengutamakan keinginan individu daripada memperhatikan perannya sebagai

sebuah intitusi media. Ditambah lagi, pemasok iklan terbesar berasal dari orang-

orang yang memiliki kepentingan di dalam partai politik. Akhirnya kinerja

perusahaan tidak berjalan sebagaimana mestinya karena adanya kepentingan

Page 101: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

pribadi di dalamnya. Penelitian ini terkait dengan salah satu isu yakni isu politik.

Sebagai sebuah media massa, harusnya televisi bersifat objektif dalam pembuatan

kontennya. Jika kepentingan politik yang diutamakan, maka fungsi televisi tidak

dapat diterapkan bagaimana seharusnya.

Seperti salah satu penelitian yang dilakukan oleh Rahim dan Pawanteh

(2010) dengan judul “the Local Content Industry and Cultural Identity in

Malaysia”. Penelitian ini juga mengambil objek negara berkembang lainnya yakni

Malaysia mengenai pentingnya mengemas konten televisi agar dapat menjalankan

fungsinya sebagai media pembelajaran bagi masyarakat. Selama kurun waktu tiga

tahun (2007-2010) televisi di Malaysia terus memperbesar presentase program

dengan konten lokal. Hal ini berkaitan juga dengan kebijakan dari pemerintah

setempat yang mulai membatasi program “impor” agar masyarakat setempat tidak

meninggalkan budaya asli mereka. Tidak disangka, ternyata masyarakat disana

menyukai program dengan konten lokal, yang dekat dengan kehidupan mereka.

Konten lokal disini tidak terbatas pada penggunaan Bahasa Melayu dan nasional

saja, tetapi lebih kepada nilai, norma, dan gaya hidup yang tidak bertentangan

dengan budaya Malaysia. Potensi pasar untuk konten lokal tumbuh dengan baik,

diiringi juga dengan pantauan dari pemerintah agar tidak menyimpang. Inti dari

penelitian ini adalah televisi yang menayangkan konten lokal ikut memberikan

kontribusi positif bagi masyarakat, bukan hanya sebagai entittas bisnis yang ingin

mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Terbukti dari penelitian ini bahwa

ketika televisi mengutamakan keinginan khalayaknya melalui program yang

dihasilkan, maka keuntungan juga akan didapatkan.

Page 102: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Hal serupa juga pernah dijadikan penelitian oleh Renteria (2007) dengan

judul “Media Concentration in teh Hispanic Market: a Case Study of TV Azteca

and Televisa” yang menjelaskan bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan

dalam dunia industri media adalah pentingnya menjalankan strategi manajemen

produk yang tepat. Penelitian ini dilakukan di Meksiko dengan mengambil subjek

penelitian dua televisi yang berkuasa di negara tersebut yakni TV Azteca dan

Televisa. Selama 20 tahun (1973-1993) TV Azteca menjadi satu-satunya televisi

yang mengudara di Meksiko dan menjadi kebanggaan masyarakat melalui

program telenovela dan opera soap. Hingga pada tahun 1993, Televisa hadir

untuk menjadi kompetitor tunggalnya. Selama tenggang waktu tujuh tahun,

Televisa mampu “merebut” penonton lebih banyak melalui manajemen strategis

yang diterapkan. Salah satunya, Televisa melihat celah mengenai masyarakat

Meksiko yang sebenarnya lebih menyukai tayangan yang based on true reality.

Ditambah lagi, mereka sudah jenuh dengan cerita telenovela yang monoton.

Akhirnya, Televisa membuat program dengan konten yang dekat dengan

kehidupan orang Meksiko, yakni yang berkaitan dengan narkoba dan korupsi.

Mengenai pembuatan program yang berbeda dengan kompetitornya juga

dilakukan oleh JTV. Tidak pernah mengikuti program acara yang dibuat oleh

televisi lain, JTV justru membuat program yang belum pernah ada. Salah satunya

dengan program berita yang narasinya dibawakan dengan menggunakan Bahasa

Jawa. Hal ini dilakukan guna membuat diferensiasi dari para kompetitornya.

Penonton yang mungkin sudah jenuh dengan program acara yang dibuat oleh

televisi nasional, bisa menikmati program yang disajikan oleh JTV.

Page 103: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Penelitian selanjutnya yang turut berperan dalam perkembangan kajian

manajemen media berjudul “Management Control in German Television:

Delivering Numbers for Management Desicion” oleh Rainer Gaisler (2016).

Penelitian ini membahas tentang tren penting di stasiun TV Jerman yakni

pengenalan dan kemajuan sistem kontrol manajemen yang tenang. Tujuan utama

dari penelitian ini adalah aplikasi teori kontrol manajemen ke dalam dunia televisi

sehingga berusaha menjelaskan tentang proses inti dari televisi (produksi,

pemrograman, penjualan dan promosi) dari perspektif kontol manajemen. Pasar

televisi Jerman adalah bidang yang sulit bagi manajemen media karena terlalu

banyak stasiun televisi disana, peraturan yang ketat, dan sektor televisi publik

yang kuat. Penelitian ini menemukan bahwa untuk stasiun TV publik di Jerman

sendiri semakin lama semakin kompetitif karena mereka menerapkan sistem

kontrol manajemen yang baik dan modern terhadap segala aspek termasuk

keuangan. Penganggaran dan evaluasi promosi dan komunikasi untuk stasiun itu

sendiri merupakan faktor kunci keberhasilan televisi komersial. TV Jerman adalah

pasar yang ramai dengan regulasi berat dan opini publik yang kritis dan bahkan

bermusuhan, terutama yang ditujukan untuk iklan televisi. Memasarkan nilai TV

kepada khalayak, pengiklan, pemegang saham, masyarakat umum, dan regulator

memerlukan perencanaan dan pengendalian yang baik.

Albarran tidak hanya turut mengembangkan kajian manajemen media

dalam bentuk buku tetapi juga penelitian. Albarran dan Slocum (2006) melakukan

penelitian mengenai newsroom yang ada di televisi lokal Amerika dengan judul

“Strategic Planning in Local Television Newsroom”. Tujuan dari penelitian ini

Page 104: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

adalah untuk melihat bagaimana televisi lokal di Amerika, khususnya bagian

newsroom melakukan perencanaan strategis. Albarran dan Slocum ingin melihat

apakah perencanaan strategis yang diterapkan oleh bagian newsroom sama dengan

yang diterapkan oleh perusahaan atau organisasi pada umumnya. Penelitian ini

berangkat dari survei yang dilakukan pada tahun 2004, yaitu The Pew Research

Centers’s Biennial News Consumption yang menyebutkan bahwa 59% warga

Amerika melihat tayangan berita pada televisi lokal sebagai sumber informasi.

Alasan utama mereka lebih memilih televisi lokal karena menganggap bahwa

berita yang ditayangkan di televisi lokal lebih dapat dipercaya.

Slocum dan Albarran (2006) juga menemukan fakta bahwa news di

televisi lokal akan selalu menjadi divisi yang menguntungkan. Meskipun keadaan

ekonomi sedang sulit, stasiun televisi lokal akan tetap mendapatkan keuntungan.

Karena sumber pendapatan terbesar dari televisi adalah dari divisi news. Selain

kelebihan tersebut, televisi lokal juga menghadapi beberapa kesulitan diantaranya

persaingan yang semakin berat dan mahalnya teknologi. Persaingan disini bukan

hanya antar televisi, tetapi internet. Kehadiran internet sedikit banyak berdampak

pada berkurangnya pemasukan. Hal ini berdampak pula pada kecepatan

perkembangan teknologi yang tak bisa terus diikuti karena kebutuhan biaya yang

mahal. Untuk itu diperlukan sebuah perencanaan strategis untuk dapat terus

bertahan di tengah kondisi tersebut.

Hasil dari penelitian ini, Slocum dan Albarran (2006) menemukan bahwa

ada kemiripan antara perencanaan strategis di newsroom televisi lokal dengan

organisasi pada umumnya, tetapi keduanya tidak sama. Mereka menawarkan

Page 105: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

definisi baru yakni perencanaan taktis strategis untuk newsroom pada televisi

lokal. Penekanannya adalah pada taktis seperti, tugas dan tindakan apa yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan dari divisi tersebut. Penelitian ini membuka

kesempatan bagi peneliti lain untuk melihat bagaimana perencanaan strategis di

negara lainnya, terutama pada televisi lokal.

Terkait penelitian yang dilakukan oleh Albarran dan Slocum tersebut, hal

serupa juga terjadi pada divisi news JTV Surabaya. Pada divisi ini, kemudahan

dalam memproduksi program dapat dirasakan betul. Entah itu dari segi informasi

atau berita yang didapatkan, tetapi juga dalam hal pemasukan. Menjadi televisi

berjaringan, membuat JTV memiliki biro-biro yang akan membantunya, salah

satunya dalam hal pencarian berita. Setiap harinya, berita yang masuk selalu

mencukupi target. Hal ini juga berdampak pada para reporter yang bekerja di

lapangan, mereka tidak harus bekerja lebih keras karena ada banyak reporter yang

sudah tersebar di Jawa Timur. Kemudahan lain terkait dengan pemasukan. Divisi

news lebih mudah mencari pengiklan daripada divisi produksi. Selain itu

pengiklan juga tidak hanya berasal dari perusahaan, tetapi juga dari pemerintah.

Pemerintah dalam menyebarkan sosialisasi misalnya, sering bekerja sama dengan

JTV.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Slyvie & Peter (2009) yang

membahas perubahan manajerial pada dua tingkat dasar, yaitu, tugas mengelola

dan dampak yang dihasilkan pada peran manajemen. Dimulai dengan membahas

perubahan konvergensi, digitalisasi, dan industri yang memiliki dampak langsung

terhadap newsroom. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa pergeseran

Page 106: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

fungsional yang terjadi dalam tugas-tugas manajemen pusat serta keterampilan

transisi manajer newsroom perlu dikembangkan. Lebih jauh lagi, pentingnya

menetapkan tahapan untuk memeriksa peran dan sikap manajer newsroom dan

organisasi mereka dalam menemukan strategi apabila para pekerja media tidak

memiliki kepemilikan atas sebuah program. Hal ini terkait dalam human relation

issue yang dibahas oleh Albarran dalam bukunya. Bahwa para pekerja, dalam hal

ini mereka yang bekerja di industri televisi memiliki peran yang besar dalam

tumbuh kembangnya sebuah perusahaan.

Tidak hanya di luar negri, kajian tentang manajemen media juga sudah

mulai dibahas di Indonesia. Salah satu buku yang membahas tentang manajemen

media adalah buku yang berjudul Manajemen Media Penyiaran karya Morissan.

Dalam bukunya Morissan mencoba menjelaskan mulai dari sejarah penyiaran,

program siaran hingga riset tentang penyiaran. Buku ini juga membahas mengenai

tiga pilar utama kesuksesan media penyiaran yakni program, pemasaran, dan

teknik.

Morissan juga menyebutkan bahwa perbedaan antara manajemen media

penyiaran nasional dan lokal hanya sebatas jangkauan wilayah dan besarnya

modal awal saja. Tetapi, nyatanya hasil dari penelitian yang telah peneliti lakukan

pada televisi lokal JTV Surabaya menunjukkan bahwa perbedaan manajemen

yang diterapkan oleh media lokal tidak hanya sebatas dua hal itu saja. Dari segi

konten, televisi lokal tentunya lebih banyak mengangkat budaya lokal setempat.

Dari segi sumber daya menusianya, televisi lokal sering mengalami overlapping

Page 107: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

pekerjaan karena minimnya tenaga kerja yang dikerjakan. Sedangkan pada televisi

nasional, permasalahan seperti ini jarang terjadi.

Oleh karena itu, dengan banyaknya literatur yang membahas mengenai

kajian manajemen media diharapkan para ilmuwan dan mahasiswa mengerti dan

memahami seluk-beluk dari kajian ini. Dengan adanya pemahaman yang

menyeluruh terhadap manajemen media, maka para ilmuwan dan pengajar

khususnya memiliki panduan yang sama.

Page 108: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. JTV Surabaya sebagai sebuah media penyiaran mengasilkan produk dual

goods atau produk yang diarahkan ke dua pasar yang sangat berbeda,

konten untuk penonton dan waktu didedikasikan oleh penonton untuk

pengiklan. Produk yang dimaksud disini adalah program acara yang

dihasilkan oleh JTV.

2. Manajemen Marketing yang dilakukan oleh JTV salah satunya adalah

dengan cara mengadakan event-event off air guna mendekatkan diri

kepada masyarakat.

3. Inovasi teknologi dilakukan oleh JTV Surabaya guna menarik penonton

lebih banyak serta meningkatkan loyalitas dari penontonnya. Salah

satunya dengan membuat portal berita online dan meningkatkan definisi

tayangan dari SD menuju HD.

6.2 Proposisi

Penelitian mengenai manajemen media di JTV Surabaya ini menghasilkan

beberapa proposisi, antara lain :

Page 109: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Proposisi pertama, manajemen produk yang tepat bagi televisi lokal adalah

dengan menghadirkan program-program yang berbeda dengan kompetitornya,

seperti mengangkat budaya lokal sebagai konten utamanya.

Proposisi kedua, manajemen marketing yang tepat bagi televisi lokal

adalah dengan mendekatkan diri kepada khalayaknya untuk meningkatkan

loyalitas mereka. Salah satunya dengan membuat event-event off air yang

membutuhkan kontak langsung dengan khalayak ramai.

Proposisi ketiga, walaupun menghadapi keterbatasan sumber daya

manusia, televisi lokal juga harus meningkatkan kualitas karyawannya melalui

pelatihan khusus dalam kurun waktu tertentu.

6.3 Saran

Terhadap refleksi yang dilakukan oleh peneliti selama waktu penelitian,

peneliti memberikan saran terkait dengan beberapa hal yang terkait dengan ranah

akademis dan praktis yang bisa dilakukan oleh peneliti lain yang memiliki

kesamaan minat penelitian.

6.3.1 Saran Akademis

1. Mengembangkan studi manajemen media, khusunya yang terkait dengan

media penyiaran yang ada di Indonesia.

2. Bagi yang ingin melanjutkan penelitian tentang manajemen media yang

dilakukan oleh JTV Surabaya, bisa meneliti dari aspek atau isu selain yang

sudah dibahas pada penelitian ini.

Page 110: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

6.3.2 Saran Praktis

Berkaitan dengan beberapa aspek manajemen yang dilakukan oleh JTV

Surabaya, penting kiranya bagi pekerja media untuk memberikan tayangan dan

konten yang baik bagi khalayaknya. Lebih baik lagi jika bisa menyusupkan

budaya Indonesia ke dalam konten acaranya.

Page 111: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan
Page 112: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

DAFTAR PUSTAKA

Albarran, A. B. (2006). Historical trends and patterns in media management

research. Dalam Albarran, A.B. (Ed.) (Handbook of Management And

Economics). New Jersey: Lawrence Elbaum Associates Publisher.

Albarran, A. B. & Slocum, P. (2006). Strategic Planning in Local Television

Newsroom. The International Journal on Media Management. 8(3). 146-153.

Aldridge, M. (2007). Understanding the Local Media. England: The McGraw-

Hill.

Asosiasi Televisi Lokal Indonesia. (2016). Anggota ATVLI. Diakses pada 8 Juli

2017 dari http://atvli.or.id/anggota-atvli/.

Atkinson, R. & Flint, J. (2001). Accessing Hidden And Hard-To-Reach

Populations: Snowball Research Strategies. Social Research Update, 1.

Axhami, Mersini dan Zela. (2015). Advertising Impanct On the Media Content-

Case of Albania. European Scientific Journal. 11(13). 210-218.

Basuki, S. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Bel, G. dan Domench, L. (2009). What Influences Advertising Price in Television

Channels?: An Empirical Analysis on the Spanish Market. Journal of Media

Economics. 22. 164–183.

Bhattacharjee, K. (2001). Local Content Rules in Broadcasting.

Bungin, B. (2013). Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Kencana Prenada.

Bryman, A. (2008). Social Research Method. Oxford: University Press.

Chan-Olmsted, S. & Kang, J. (2003). Theorizing the Strategic Architecture of a

Broadband Television Industry. Journal of Media Economics. 16. 3-9.

Compaine B.M. (2006). The Expanding Base of Media Competition. Journal Of

Communication. 35(3). 81-96.

Croteau, D. & Hoynes, W. (2006). The Business of Media: Corporate Media and

the Public Interest. California : Pine Forge Press.

Duncan, T. (2005). Principle Of Advertising and IMC. New York: McGrawHill.

Effendy, O.U. (2000). Ilmu, Filsafat, dan Teori Komunikasi. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti.

Ferguson, D.A. (2004). The Broadcast Television Networks. Dalam Alexander,

Owers, Carveth, Hollifield dan Greco (Ed.). Media Economics: Theory and

Page 113: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Prctice (3rd

edition). (h.149-171). Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum

Associates, Inc., Publishers.

Guest, G., Emily E., Marilyn L. (2012). Collecting Qualitative data: A field

manual for applied research. London: SAGE Publication

Haryati. (2013). Local television in Representation of Cultural Identity.

Observasi. 11(1), 1-22.

Hasan, B. (2006). Ekonomi media: Perlukah?. Mediator. 7(2). 329-334.

Herdiansyah, H. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba

Humanika.

Hidayat, F. & Prakosa, H. (1997). Motivasi Berprestasi dan Stres Kerja

Wartawan Republika. Anima. 49, 50-57.

Iredea, T. (2015). Broadcast Management in Nigeria: The System Approach As an

Imperative. Journal of Business and Management (IOSR-JBM). 17(12). 26-

33.

Kriyantono, R. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi (Disertai Contoh

Riset Praktis Media, Public Relation, Advertising,Komunikasi Organisasi,

Komunikasi Pemasaran). Jakarta : Kencana Media Group.

Laksmi, S., dan Haryanto, I. (2007). Indonesia: Alternative Media Enjoying a

Fresh Breeze, in: Seneviratne, K. (Ed.), Media Pluralism in Asia: The Role

and Impact of Alternative Media. Asian Media and Information Centre.

McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa, Edisi 6. Jakarta: Salemba

Humanika.

Meyer, M. D. (2012). New Directions In Critical Television Studies: Exploring

Text, Audience, And Production In Communication. Communication

Studies. 63(3).

Moisander, A. (2014). Brands and Branding in Media Management: Toward a

Research Agenda. The International Journal on Media Management. 16(1).

9-25.

Morissan. (2008). Manajemen Media Penyiaran: Strategi Mengelolaa Radio &

Televisi. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Praneda Group.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Neuman, W. L. (2013). Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif. Edisi tujuh. Jakarta: Indeks.

Page 114: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Nielsen, R., K. (2015). Local Journalism: the Decline of Newspaper and the Rise

of Digital Media. London: I.B Tourist&Co.

Noor, H. F. (2010). Ekonomi Media. Jakarta, PT Rajagrafindo Persada.

Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT.LkiS Pelangi

Aksara.

Parkinson, G & Drislane, R. (2011). Qualitative Research. In Online Dictionary

of the Social Sciences.

Perbinossof, P., Gross, B., Gross, L. (2005). Programming for TV, Radio and the

Internet : Strategy, Development, and Evaluation. Oxford:Elsevier Focal

Press.

Rahim, S.A & Pawanteh, L. (2010). The Local Content Industry and Cultural

Identity in Malaysia. Journal of Media and Communication Studies. 2(10).

Renteria. (2007). Media Concentration in the Hispanic Market : A Case Study of

TV Azteca vs Televisa. The International Journal on Media Management.

9(2). 70-76.

Samatan, N. (2009). Strategi Pengembangan Media : Antara Bisnis dan Ideologi.

Jurnal Ekonomi Bisnis. 3(14).

Satori, Djam’an dan Aan, K. (2009). Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung : Alfabeta.

Scheufele, D. A., James S., dan Sei-Hill K. (2002). ‘Who Cares about Local

Politics? Media Influences on Local Political Involvement, Issue

Awareness, and Attitude Strength’. Journalism and Mass Communication

Quarterly, 79(2): 427–44.

Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Siregar, A. (2001). Menyingkap Media Penyiaran (Membaca Televisi Melihat

Radio). Yogyakarta : LP3Y.

Siregar, A.E. (2010). Kajian Dan Posisi Manajemen Media Serta Peta media Di

Indonesia. Dalam Rahmitasari, D.H. (Ed.). Potret Manajemen Media di

Indonesia. Yogyakarta: Total Media.

Sudibyo, A. (2004). Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta: LKiS.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :

Alfabeta.

Slyvie, G., & Peter. (2009). Changes In Newswork: Implication For Newsroom

Managers. Journal Of Media Bussiness. 6(1)

Terry, George, R., Lesli W. (2003). Dasar-dasar Manajemen. Jakarta : PT Bumi.

Page 115: MANAJEMEN MEDIA TELEVISI LOKALrepository.ub.ac.id/5656/1/Rahmawati,, Fitria.pdfLEMBAR DAFTAR PENGUJI SKRIPSI Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji pada tanggal 10 Agustus 2017 dengan

Vivian, J. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media.

Wibowo, F. (2007). Teknik Produksi Program Televisi. Surabaya: Pinus Book.

Zettle, H. (2003). Television Production Handbook. USA: Wadsworth.