MANAJEMEN KONFLIK

23
MANAJEMEN KONFLIK BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap kelompok dalam at! o"#a$iai% dima$a didalam$&a te"'adi i$te"aki a$ta"a at! de$#a$ lai$$&a% memiliki ke(e$de"!$#a$ tim)!l$&a ko$*ik. Dalam i$tit!i la&a$a$ kee+ata$ te"'adi kelompok i$te"aki% )aik a$ta"a kelompok ta, de$#a$ ta,% ta, de$#a$ pae$% ta, de$#a$ kel!a"#a da$ pe$#!$'!$#% ta, de$#a$ dokte"% ma!p!$ de$#a$ lai$$&a &a$# ma$a it!ai te"e)!t e"i$#kali dapat memi(! te"'adi$&a ko$*ik. Ko$*ik a$#at e"at kaita$$&a de$#a$ pe"aaa$ ma$!ia% te"ma!k pe"aaa$ dia)aika$% diepeleka$% tidak di+a"#ai% diti$##alka$% da$ '!#a pe"aaa$ 'e$#kel ka"e$a kele)i+a$ )e)a$ ke"'a. Pe"aaa$-pe"aaa$ te"e)!t e akt!- akt! dapat memi(! tim)!l$&a kema"a+a$. Keadaa$ te"e)!t aka$ mempe$#a"!+i eeo"a$# dalam melaka$aka$ ke#iata$$&a e(a"a la$#!$#% da$ dapat me$!"!$ka$ p"od!kti/ita ke"'a o"#a$iai e(a"a tidak la$#!$# de$#a$ melak!ka$ )a$&ak keala+a$ &a$# die$#a'a ma!p!$ tidak die$#a'a. Dalam !at! o"#a$iai% ke(e$de"!$#a$ te"'adi$&a ko$*ik% dapat die)a)ka$ ole+ !at! pe"!)a+a$ e(a"a ti)a-ti)a% a$ta"a lai$0 kema'!a$ tek$olo#i )a"!% pe"ai$#a$ ketat% pe")edaa$ ke)!da&aa$ da$ item $ilai% e"ta )e")a#ai ma(am kep"i)adia$ i$di/id!. B. RUMUSAN MASALAH Dalam makala+ i$i "!m!a$ maala+ &a$# dapat kami papa"ka$ adala+ e)a#ai )e"ik!t 0 1. Apa pe$#e"tia$ ma$a'eme$ ko$*ik 2 3. Apa a'a teo"i- teo"i ko$*ik2 4. Ba#aima$a pe$&e)a) te"'adi$&a ko$*ik2 5. Apa a'a &a$# te"ma!k kate#o"i ko$*ik2 6. Ba#aima$ p"oe ko$*ik2 7. Ba#aima$a pe$atalaka$aa$ ko$*ik2 8. Ba#aima$a te+$ik ma$a'eme$ ko$*ik2 9. Ba#aima$a pe"a$ pemimpi$ dalam pe$&elaia$ ko$*ik2 :. TUJUAN

description

Konflik merupakan halyang sudah melekat dan tidak dapat dihindari

Transcript of MANAJEMEN KONFLIK

MANAJEMEN KONFLIK

BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGSetiap kelompok dalam satu organisasi, dimana didalamnya terjadi interaksi antara satu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik. Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara kelompok staf dengan staf, staf dengan pasen, staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel karena kelebihan beban kerja.Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi baru, persaingan ketat, perbedaan kebudayaan dan sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.B. RUMUSAN MASALAHDalam makalah ini rumusan masalah yang dapat kami paparkan adalah sebagai berikut :1. Apa pengertian manajemen konflik ?2. Apa saja teori- teori konflik?3. Bagaimana penyebab terjadinya konflik?4. Apa saja yang termasuk kategori konflik?5. Bagaiman proses konflik?6. Bagaimana penatalaksanaan konflik?7. Bagaimana tehnik manajemen konflik?8. Bagaimana peran pemimpin dalam penyelsaian konflik?C. TUJUANBerdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:1. Mengetahui pengertian dari manajemen konflik.2. Mengetahui teori-teori konflik.3. Mengetahui penyebab terjadinya konflik.4. Mengetahui kategori konflik.5. Mengetahui proses konflik.6. Mengetahui penatalaksanaan konflik.7. Mengetahui tehnik manajemen konflik.8. Mengetahui peran pemimpin dalam dalam penyelsaian konflik.

BAB IIPEMBAHASANA. PENGERTIAN MANAJEMEN KONFLIKKonflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam.Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.Fisher dkk (2001:7) menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.4. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.5. Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.B. TEORI-TEORI KONFLIKTeori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:1. Teori hubungan masyarakatMenganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.2. Teori kebutuhan manusiaMenganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.3. Teori negosiasi prinsipMenganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.4. Teori identitasBerasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.5. Teori kesalahpahaman antarbudayaBerasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.6. Teori transformasi konflikBerasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamaian, pengampunan, rekonsiliasi, pengakuan.

C. PENYEBAB TERJADINNYA KONFLIKPenyebab konflik, Edmund ( 1979 ) menyebutkan sembilan faktor umum yang berkaitan dengan semua kemungkinan penyebab konflik, yaitu : 1. SpesialisasiSebuah kelompok yang bertanggung jawab untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari keompok lain. Seringkali berakibat terjadinya konflik antar kelompok. 2. Peran yang bertugas banyakPeran keperawatan membutuhkan seseorang untuk dapat menjadi seorang manajer, seorang pemberi asuhan yang trampil, seorang ahli dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, penasihat , dan sebagainya. Setiap sub peran dengan tugas - tugasnya memerlukan orientasi yang berbeda - beda yang dapat menyebabkan konflik. 3. Interdependensi peranPeran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak akan serumit seperti peran perawat dalam tim kesehatan yang multidisiplin, dimana tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang mungkin bersaing untuk area - area tertentu. 4. Kekaburan tugasIni diakibatkan oleh peran yang mendua dan kegagalan untuk memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atau kelompok. 5. PerbedaanSekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku sikap, emosi, dan kognitif orang - orang ini terhadap peran mereka bisa berbeda.6. Kekurangan sumber dayaPersaingan ekonomi, pasien, jabatan, adalah sumber absolut dari konflik antar pribadi dan antar kelompok.

7. PerubahanSaat perubahan menjadi lebih tampak, maka kemungkinan tingkat konflik akan meningkat secara proporsional. 8. Konflik tentang imbalanBila orang mendapat imbalan secara berbeda - beda, maka sering timbul konflik, kecuali jika mereka terlibat dalam perbuatan sistem imbalan.9. Masalah komunikasiSikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa, dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya akan menyebabkan konfllik. D. KATEGORI KONFLIKMenurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi1. Konflik IntrapersonalKonflik intrapersonal adalah konflik seseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:a. Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaingb. Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.c. Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.d. Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :a. Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.b. Konflik pendekatan penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.c. Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.2. Konflik InterpersonalKonflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.3. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompokHal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.4. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang samaKonflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

5. Konflik antara organisasiContoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.E. PROSES KONFLIK1. Tahap I Potensi Oposisi dan KetidakcocokanKondisi yang menciptakan terjadinya konflik meskipun kondisi tersebut tidak mengarah langsung ke konflik. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh :a. Komunikasi yg kurang baik dalam organisasi shg menimbulkanb. ketidaknyamanan antar anggota organisasi.c. Struktur Tuntutan pekerjaan menyebabkan ketidaknyamanan antar anggota organisasid. Variabel Pribadie. Ketidaksukaan pribadi atas individu lain2. Tahap II Kognisi dan PersonalisasiApabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik.a. Konflik yang dipersepsikan : kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik yang menciptakan peluang terjadinya konflikb. Konflik yang dirasakan : keterlibatan emosional saat konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan.3. Tahap III MaksudKeputusan u/ bertindak dgn cara tertentua. Persaingan : keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak mempedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tsb.b. Kolaborasi : situasi yg di dalamnya pihak2 yg berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.c. Penghindaran : keinginan menarik diri dari konflikd. Akomodasi : kesediaan satu pihak dlm konflik u/ memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.e. Kompromi : satu situasi yg di dalamnya masing2 pihak yg berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.4. Tahap IV PerilakuPada tahap ini konflik tampak nyata, mencakup pernyataan, tindakan dan reaksi yg dibuat pihak2 yg berkonflik.5. Tahap V HasilPada tahap ini konflik dapat ditentukan apakah merupakan Konflik Fungsional atau Konflik Disfungsional.F. PENATALAKSANAAN KONFLIKManajemen atau penatalaksanaan konflik dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut: 1. DisiplinUpaya disiplin digunakan untuk menata atau mencegah konflik, perawat pengelola harus mengetahui dan memahami ketentuan peraturan organisasi. Jika ketentuan tersebut belum jelas maka perlu dilakukan klarifikasi. Disiplin merupakan cara untuk mengoreksi atau memperbaiki staf yang tidak diinginkan. 2. Mempertahankan tahap kehidupanKonflik dapat diatasi dengan membantu individu perawat mencapai tujuan sesuai dengan tahapan kehidupannya, yang meliputi : a. Tahap dewasa muda b. Tahap dewasa menengah c. Tahap manusia diatas 55 tahun

3. KomunikasiKomunikasi merupakan seni yang penting untuk mempertahankan lingkungan yang terapeutik. Melalui peningkatan komunikasi yang efektif maka konflik dapat dicegah. 4. Asertif trainingPerawat yang asertif mengetahui bahwa mereka bertanggung jawab terhadap pikiran, perasaan, dan tindakannya. Peningkatan kesadaran, training sensitivitas dan training asertif dapat meningkatkan kemampuan pengelola keperawatan dalam mengatasi perilaku konflik. G. TEKNIK MANAJEMEN KONFLIK1. Menetapkan tujuanApabila ingin terlibat dalam manajemen konflik, maka perawat perlu memahami gambaran yang menyeluruh tentang masalah atau konflik yang akan diselesaikan.Tujuan yang ingin dicapai antara lain : meningkatkan alternatif penyelesaian masalah konflik, bila perlu motivasi fihak yang terlibat untuk mendiskusikan alternatif penyelesaian masalah yang mungkin diambil sehingga pihak yang terlibat konflik dapat bertanggung jawab terhadap keputusan yang dipilih. 2. Memilih strategi a. Menghindar Untuk mencegah konflik yang lebih berat pada situasi yang memuncak, maka strategi menghindar merupakan alternatif penyelesaian konflik yang bersifat sementara yang tepat untuk dipilih. b. Akomodasi Mengakomodasikan pihak yang terlibat konflik dengan cara meningkatkan kerja sama dan keseimbangan serta mengembangkan kemampuan penyelesaian masalah yang tepat dengan cara mengumpulkan data yang akurat dan mengambil suatu kesepakatan bersama. c. Kompromi Dilakukan dengan mengambil jalan tengah di antara kedua pihak yang terlibat konflik. d. Kompetisi Sebagai pimpinan, perawat dapat menggunakan kekuasaan yang terkait dengan tugas stafnya melalui upaya meningkatkan motivasi antar staf, sehingga timbul rasa persaingan yang sehat. e. Kerja sama Apabila pihak - pihak yang terlibat konflik bekerja sama untuk mengatasi konflik tersebut, maka konflik dapat diselesaikan secara memuaskan. H. PERAN PIMPINAN DALAM PENYELESAIAN KONFLIK1. Pemimpin perlu menganalisa jumlah dan tipe konflik yang terjadi dalam organisasi sehingga bisa fokus mengatasinya.2. Manajer kesehatan seharusnya mengevaluasi setiap level konflik yang terjadi dan melihat apakah organisasinya kuat dalam mengahdapi konflik.3. Ketika manajer terlibat konflik seharusnya berfikir eksplisit tentang sejauh mana perhatian mereka terhadap organisasi.Ini menjadi salah satu kunci untuk menentukan strategi pengelolaan konflik.4. Dalam negosiasi,manajer perlu menentukan dan mengidentifikasi isu yang pasti akan dinegosiasikan.5. Manajer seharusnya hati-hati menentukan apakah sikap dalam negosiasi telah memenuhi standar norma sebelum bernegosiasi.6. Manajer seharusnya tidak terlalu tertekan dalam mempersiapkan sebuah negosiasi.7. Jika seorang manajer melibatkan pihak ketiga dalam penanganan konflik mereka harus mengontrol proses dan hasil dari perdebatan/diskusi.

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANKonflik, menurut Deutsch ( 1969 ) didefinisikan sebagai suatu perselisihan atau perjuangan yang timbul bila keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat, dan perilaku seseorang yang terancam.Konflik akan timbul bila terjadi ketidak harmonisan antara seseorang dalam suatu kelompok dan orang lain dari kelompok lain. Pada dasarnya konflik sesuatu yang wajar terjadi. Konflik akan selalu terjadi, karena manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan masing-masing memiliki latar belakang keluarga dan pendidikan yang berbeda-beda. Kadang kala juga ada perbedaan kebiasaan atau pribadi yang kurang baik.B. SARANPenulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, namun walaupun demikian akan mencoba memberi saran yang mungkin akan dapat membangun. Adapun saran penyusun kepada para pembaca kiranya dapat memahami isi tulisan, masukan, kritikan, dan tanggapan guna penyempurnaan tulisan makalah ini.

Judul : Longitudinal Spillover Pengaruh Gaya Resolusi Konflik Hubungan AntaraRemaja-Orang Tua dan Persahabatan RemajaPenulis :1. Muriel D. Van Doorn, Susan J. T. Branje, and Inge E. VanderValk (Utrecht University)2. Irene H. A. De Goede (The Netherlands Institute for Social Research)

Tahun : 2011Nama jurnal : Journal of Family PsychologyVolume dan halaman : Vol. 25, No. 1, 157161

PermasalahanKonflik merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari remaja. Mengelola konflik sangat penting dalam menjaga hubungan konstruktif. Penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan tingkat yang lebih tinggi agresif atau avoidant resolusi konflik dengan orang tua mereka melaporkan tingkat yang lebih tinggi masalah perilaku, sedangkan remaja yang ditangani konflik dengan orang tua mereka dengan kompromi yang dilaporkan lebih rendah tingkat masalah perilaku. Selain itu, remaja yang tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan konflik secara konstruktif dengan rekan-rekan yang ditemukan berada pada risiko ketidakmampuan dan penolakan sosial. Metode penelitianPeserta : Peserta adalah 559 remaja awal (usia rata-rata 13,4) dan 327 remaja menengah (usia rata-rata 17,7). Peserta direkrut dari berbagai (SMP) tinggi sekolah yang terletak di provinsi Utrecht, Belanda.Penelitian ini menggunakan dua gelombang dengan interval tiga tahun. Para remaja awal yang relatif berpendidikan tinggi dengan kira-kira sepertiga dari mereka mempersiapkan diri untuk kerja atau pelatihan kejuruan, dan dua pertiga mempersiapkan tinggi pendidikan atau universitas. Tujuan penelitianTujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spillover efek antara penggunaan gaya resolusi konflik pada hubungan remaja-orangtua dan persahabatan remaja. Landasan teoriPenelitian ini menggunakan teori1. Teori attachment (bowlbly) yaitu : menyatakan bahwa remaja membangun model kerja internal hubungan berdasarkan pengalaman dalam hubungan dengan orang tua mereka dan bahwa mereka akan menggunakan model hubungan untuk memahami dan membangun hubungan mereka dengan teman-teman.2. Teori pembelajaran sosial (bandura) yaitu : menekankan peran orang tua sebagai agen sosialisasi penting bagi anak-anak mereka, dan menganggap lingkungan rumah untuk menjadi yang pertama konteks di mana anak-anak mencapai keterampilan resolusi konflik. Hasil penelitianPenelitian ini memperoleh hasil bahwa Hasil jelas menunjukkan bahwa konflik remaja ' Resolusi gaya dengan orangtua mereka terkait dengan konflik Resolusi gaya remaja gunakan dengan teman-teman mereka atas waktu. penelitian menemukan hasil ini baik untuk kelompok awal-ke-menengah dan menengah-ke-akhir remaja dan untuk semua konflik tiga gaya resolusi, menyiratkan bahwa hubungan dengan orang tua adalah dan tetap menjadi sumber penting dari pengaruh pada anak-anak. Hal ini sejalan dengan teori attachment (Bowlby, 1969) dan teori pembelajaran sosial (Bandura, 1977), yang menekankan peran penting orang tua-anak interaksi bermain di membangun dan memelihara hubungan. Selain itu, Hasil dari penelitian ini dapat dijelaskan oleh gagasan umum bahwa meskipun sementara peningkatan konflik parentadolescent dan penurunan dukungan orangtua dirasakan dari remaja awal, kebanyakan hubungan orangtua-remaja tetap dekat dan dengan demikian memiliki potensi untuk tetap berpengaruh. Dengan demikian, seperti hubungan dengan orang tua akan memperpanjang meskipun konflik yang intens, remaja mungkin mencoba dan melaksanakan strategi konflik dengan orang tua mereka dan generalisasi strategi dengan teman-teman mereka. Di tengah-ke-akhir remaja kami menemukan membujur spillover efek positif pemecahan masalah dan konflik keterlibatan dari persahabatan remaja terhadap adolescentparent hubungan, yang sejalan dengan meningkatnya kemenonjolan persahabatan selama masa remaja. Sebagai persahabatan remaja semakin ditandai dengan individualitas dari seterusnya tengah remaja, perbedaan pendapat yang diperbolehkan dan tidak diperlukan untuk memimpin pembubaran persahabatan. Ketika persahabatan yang cukup aman, remaja 'pengalaman dan interaksi dengan teman-teman memiliki potensi untuk generalisasi ke interaksi dengan orang tua juga.

TEORI KONFLIK (RALF DAHRENDORF)

Sebelum melangkah lebih jauh, kita harus mengetahui apakah konflik social itu, terus kemudian baru kita melangkah ke teori konflik yang di kemukakan oleh Ralf Dahrendorf dan menguraikannya.

Konflik social adalah proses social antar perorangan atau kelompok masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan keentingan yang sangat mendasar. Sehingga menimbulkan adanya semacam adanya gap atau semacam jurang pemisahyang menganjal interaksi social di antara mereka yang bertikai tersebut. Upaya untuk menghilangkan ganjalan tersebut dilakukan oleh masing masing pihak melalui cara cara yang tidak wajar, tidak konstitusional sehingga menimbulkan adanya semacam pertikaian kea rah bentuk fisik dan kepentingan yang saling menjatuhkan. Misalnya, perbedaan kepentingan politik, baik politik kenegaraan dalam satu Negara maupun antar Negara.

Teori konflik bertujuan mengatasi watak yang secara dominant bersifat arbiter dari peristiwa peristiwa sejarah yang tidak dapat dijelaskan dengan menurunkan peristiwa peristiwa tersebut dari elemen elemen struktur social.[1]

Teori konflik yang dikemukakan Ralf Dahrendorf seringkali disebut teori konflik dialektik yang artinya masyarakat mempunyai dua wajah, yakni konflik dan consensus (kita tidak akan mengalami konflik kalau sebelumnya tidak ada consensus). Contoh Badshah dan Aisyah dalam kelas ini tidak mungkin terlibat dalam konflik karena mereka tidak pernah hidup bersama dan mengenal satu sama lain, dan sebaliknya, konflik biasa menghantar seseorang pada consensus.[2]

Kemudian teori konflik berorientasi ke study struktur dan instansi social. Dalam karyanya ini tori konflik dan fungsional di sejajarkan, yang menurut fungsionalis masyarakat adalah setatis atau mesyarakat berada dalam keadaan berubah secara seimbang, akan menurut teori konflik masyarakat setiap saat akan tunduk pada proses perubahan. Fungsionalisme menekankan pada keteraturan masyarakat, sedangkan konflik melihat konflik dan pertikaian dalam system social.fungsionalisme menyatakan bahwa setiap elemen masyarakat berperan dalam menjaga stabilitas, sedangkan teori konflik melihat berbagai element kemasyarakatan menyumbang terhadap Disintegrasi dan perubahan.

Fungsionalis cnderung melihat masyarakat secara informal di ikat oleh nilai, norma dan nilai, teori konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat terdapat diri pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas, fungsionalis memusatkan perhatian terhadap kohesi yang di ciptakan oleh nilai bersama masyerakat. Tori konflik menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat.[3]

Dalam hal itu berarti bahwa dalam masyarakat ada beberapa posisi yang mendapatka kekuasaan dan otoritas untuk menguasai orang lain sehingga kestabilan bias di capai. Factor social ini mengarahkan peda tesisnya , bahwa distribusi otoritas atau kekuasaan yang berbeda-beda maerupakan factor yang menentukan bagi terciptanya konflik social yang sistematis, yang menurutnya berbagai posisi yang ada didalam masyarakat memiliki otoritas atau kekuasaan dengan institusi yang berbeda

Perbedaan antara otoritas dan kekuasaan, kekuasaan bisanya cenderung menaruh kepercayaan pada kekuatan sedangkan otoritas adalah kekuasaan yang dilegitimasikan atau kekuasaan yang mendapat pengakuan umum.

Kekuasaan atau otoritas tidak bersifat tetap karena melekat pada posisi dan bukan pada pribadi, oraang bias saja berkuasa atau mempunyai otoritas dalam latarbelakang tertentu dan tidak mampunyai kekuasaan atau otoritas tertentu dalam latarbelakng yang lain misalnya: dalam kelas seorang dosen mempunyai otoritas atas mahasiswanya akan tetapi dalam pengaturan lain, mahasiswa juga mempunyai otoritas atas dosennya, dimana sang dosen adalah salah seorang diantara audiensinya.

2. OTORITAS

Ralf Dahrendorf memusatkan perhatiaanya pada struktur social yang lebih luas, inti tesisnya adalah bahwa berbagai posisi didalam masyarakat mempunya kualitas otoritas berbeda tak tertarik pada struktur posisi saja tetapi juga pada konflik antar berbagi struktur posisi itu. Sumber struktur konflik harus di cari di dalam tatanan peran social yang berpotensi untuk mendominasi atau ditundukkan (1959:163)

Menurut Ralf Dahrendorf tugas pertama analilis konflik adalah mengidentifikasi beberapa peran otoritas di dalam masyarakat. Otoritas yang melekat pada posisi adalah merupakan unsure kunci dalam analisis Ralf Dahrendorf. Otoritas secara tersirat Smenyatakan super ordinasi dan Subordinasi mereka yang menduduki posisi otoritas diharap mengendalikan bawahan yang artinya mereka berkuasa karena harapan dari orang yang berada di sekitar mereka bukan karena ciri-ciri psikologinya.

Menurut Ralf Dahrendorf otoritas atau kekuasaan di dalam suatu perkumpulan bersifat dialektik dalam sitiap perkumpulan hanya akan ada dua kelompok yang bertentangan yakni kelompok yang berkuasa atau atasan dan kelompok yang dikuasai atau bawahan. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan yang berbeda bahkan menurutnya mereka dipersatukan oleh kepentingan yang sama. Ralf Dahrendorf tetap menyatakan bahwa kepentingan itu yang sepertinya tampak sebagai fenomena psikologi,

Menurut Ralf Dahrendorf, otoritas atau kekuasaandi dalam suatu perkumpulan bersifat dialektik, dalam setiap perkumpulan hanya akan terdapat dua kelompok yang bertentangan, yakni kelompok yang mempunyai kekuasaan atau atasan dan kelompok yang di kuasai atau bawahan. Kedua kelompok ini mempunyai kepentingan yang berbeda, bahkan menurutnya mereka dipersatukan oleh kepentinganyang sama, Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa kepentingan itu yang sepertinya tampak sebagai fenomena psikologi,pada dasarnya adalah fenomena berskala luas. Mereka yang brada dalam kelompok atas atau penguasa ingin tetap mempertahankan status quo sedangkan mereka berada di bawah,(yang di kuasai atau bawahan) ingin supaya ada perubahan.

Konflik kepentingan pasti selalu ada dalam setiap kehidupan bersama atau perkumpulan ataunegara walaupun secara sembunyi0sembunyi.yang berarti legitimasi selalu tidak tetap dan selalu terancam.[4]

3. KONFLIK DAN PERUBAHAN

Menurut Ralf Dahrendorf ada toga tipe utama kelompok dalam konflik dan perubahan, pertama adalah kelompok semu (guasi group) sejumlah pemegang posisi dengan kepentingan yang sama( Ralf Dahrendorf 1959: 180) kelompok semu ini adalah calon anggota tipe kedua, yakni kelompok kepentingan yang keduanya di lukiskan oleh Dahrendorf seperti berikut metode perilaku yang sama adalah karekteristik daro kelompok kepentingan yang di rekrut dari kelompok yang yang lebih besar, kelompok kepentingan adalah kelompok dalam pengertian sosiologi yang ketat, dan kelompok ini adalah agen riil dari konflik kelompok, kelompok ini mempunyai struktur, bentuk organisasi, tujuan dan program dan anggota peroranga. (Ralf Dahrendorf 1959 : 180)

Konflik berfungsi untuk menciptakan perubahan dan perkembangan, Ralf Dahrendorf mengatakan bahwa sekali kelompok-kelompok yang bertentangan muncul, maka mereka akan terlibat dalam tindakan-tindakan yang terarah kepada perubahab di dalam struktur social, jika konflik itu adalah intensif atau hebat, maka perubahan yang terjadi akan bersifat radikal. Dan jika konflik itu di wujudkan dalam bentuk kekerasan maka akan terjadi perubahan struktur akan tiba-tiba.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Teori fungsionalisme structural adalah teory dominan dalam sosiologi, teori konflik adalah penantangutamanya dan menjadi alternative menggantikan posisi dominant itu, dalam teory konflik ini setiap orang mempunyai angka dasar kepentingan, mereka ingin dan mencoba mendapatkannya dimana masyarakat selalu terlibat dalam situasi yang di ciptakan oleh keinginan-keinginan dalam setiap orang dalam meraih kepentingannya. Dan pusat pada persepektif teori konflik secara keseluruhan adalah suatu pemusatan pada kekuasaan atau otoritas sebagai inti dari hubungan social.

Kemudian menjelaskan konflik dan perubahan, konflik konflik berfungsi untuk mnciptakan perubahan dan perkembangan, dia mengatakan bahwa apabila kelompok-kelompok, pertentangan muncul, maka mereka akan terlibat terhadap tindakan-tindakan yang terarahkepada perubahan di dalam struktur social jika konflik itu adalah intensif, maka perubahan akan bersifat radikal dan jika konflik itu di wujudkan dalam bentuk kekerasan maka perubahan struktur akan berubah dengan tiba-tiba.

DAFTAR PUSTAKA

Craib, Ian, Teory-Teory Social Modern. Jakarta; CV Rajawali

Goodman, Douglas J dan Ritzart, George, Teori Sosiologi Modern, Jakarta, Prenada Media Group 2007

Raho, Bernard, Teori Sosiologi Modern, Jakarta. Prestasi Pustaka, 2007

Tim Sosiologi, Sosiologi Kelas 1 SMU, Jakarta, Yudistira. 2000

WWW. Filsafat Kita, F2G, Net[1] Tim sosiologi, sosiologi kelas 1 SMU, yudistira. (Jakarta. 2000.) hal 58

[2] Bernard Raho, teori sosiologi modern, prestasi pustaka,( Jakarta ,2007), hal 78

[3] George ritzart, Douglas J. Goodman, teori sosiologi modern, prenada media group.(Jakarta, 2007 hal 153)

[4] Ibid hal 15

KEKUASAAN

Dialektika KonflikTeori Konflik DialektikaMEMANDANG BAHWA PERUBAHAN SOSIAL TIDAK TERJADI MELALUI PROSES PENYESUAIAN NILAI-NILAI YANG MEMBAWA PERUBAHAN, TETAPI TERJADI AKIBAT ADANYA KONFLIK YANG MENGHASILKAN KOMPROMI-KOMPROMI YANG BERBEDA DENGAN KONDISI SEMULA

ASUMSI DASAR TEORI KONFLIK DIALEKTIKA- PERUBAHAN SOSIAL merupakan gejala yang melekat di setiap masyarakat- KONFLIK adalah gejala yang melekat pada setiap masyarakat- SETIAP UNSUR didalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya -DISINTEGRASI dan PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIALSetiap masyarakat terintegrasi diatas PENGUASAAN atau DOMINASI oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang yang lain

UNSUR-UNSUR yang BERTENTANGAN dalam MASYARAKAT atau KONTRADIKSI INTERN akibat PEMBAGIAN KEWENANGAN/OTORITAS yang TIDAK MERATA dapat menyebabkan terjadinya PERUBAHAN SOSIAL

KONFLIK bersifat MELEKAT kepada MASYARAKAT, namun dalam kenyataannya SISTEM dalam masyarakat tetap bisa berjalanmengapa demikian ??Karena kepentingan-kepentingan anggota masyarakat sudah terwakili melalui mekanisme yang terlembaga sehingga menghasilkan kompromi-kompromi baru yang diterima

menurut dahrendorf, Karena adanya ASSOSIASI TERKOORDINASI secara IMPERATIV (IMPETARATIVELY COORDINATED ASSOCIATIONS/ICA) yang mewakili ORGANISASI-ORGANISASI yang berperan penting di dalam MASYARAKAT

ICATerbentuk atas HUBUNGAN-HUBUNGAN KEKUASAAN antara beberapa KELOMPOK PEMERAN KEKUASAAN YANG ADA DALAM masyarakatKEKUASAAN menunjukkan adanya faktor PAKSAAN oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain. Dalam ICA hubungan kekuasaan menjadi TERSAHKAN atau TERLEGITIMASIDalam ICA terdapat RULING dan RULED (pemeran yang berkuasa dan pemeran yang dikuasai) yang berkuasa berusaha mempertahankan STATUS QUO, yang dikuasai berusaha mendapatkan STATUS QUOTerdapat DIKOTOMI antara DOMINATOR dan SUB DOMINATOR (DOMINATED GROUP dengan SUBJUGATED GROUP)

Dalam pandangan teori KONFLIK DIALEKTIKA: KEKUASAAN (POWER) dan OTORITAS (AUTHORITY) merupakan sumber yang langka dan selalu DIPEREBUTKAN dalam sebuah IMPERATIVELY COORDINATED ASSOCIATIONS

TEORI KONFLIK DIALEKTIKA LEBIH SESUAI DENGAN REALITAS SOSIALDAHRENDORF dengan teori KONFLIK DIALEKTIKA berusaha menyempurnakan pendapat KARL MARX mengenai REALITAS SOSIALRealitas SosialSISTEM SOSIAL selalu berada dalam KONFLIK yang terus menerus (CONTINUAL STATE OF CONFLICT)Konflik tercipta karena KEPENTINGAN yang saling BERTENTANGAN dalam struktur sosialKepentingan yang saling bertentangan merupakan refleksi dari perbedaan dalam DISTRIBUSI KEKUASAAN antar kelompok yang MENDOMINASI dan TERDOMINASIKepentingan cenderung mempolarisasi kedalam dua kelompok kepentingan

Konflik bersifat DIALEKTIKA (suatu konflik menciptakan suatu kepentingan yang baru, yang dibawah kondisi tertentu akan menurunkan konflik yang berikutnya)Perubahan sosial adalah ciri/karakter yang selalu berada dimanapun (UBIQUITOUS FEATURE) dalam setiap sistem sosial dan akibat dari konflik.Konflik dapat diatasi oleh kekuasaan yang dihimpun di dalam ICA. ICA yang dominan dapat meredam konflikDalam tinjauan KONFLIK DIALEKTIKA, suatu KEPENTINGAN bisa dinegoisasikan antar kelompok dalam ICA jika sudah menjadi KELOMPOK KEPENTINGAN yang bersifat RIILSehingga,Bersatunya INDIVIDU yang memiliki KEPENTINGAN yang SAMA dalam sebuah kelompok yang TERORGANISIR menjadi hal yang penting.Kepentingan yang SAMA dari beberapa INDIVIDU, jika tidak DIORGANISASI secara FORMAL kedalam suatu KELOMPOK, merupakan KEPENTINGAN SEMU karena tidak ada yang bisa mewakili/mengatasnamakan pemilik kepentinganPRASYARAT KELOMPOK SEMU TERORGANISIR MENJADI KELOMPOK KEPENTINGANKONDISI TEKNIS dari suatu organisasi/ TECHNICAL CONDITIONS OF ORGANIZATIONS (sejumlah orang yang mampu mengorganisasikan dan merumuskan LATENT INTEREST menjadi MANIFEST INTEREST)KONDISI POLITIS dari suatu organisasi/ POLITICAL CONDITIONS OF ORGANIZATION (adanya KEBEBASAN POLITIK untuk berorganisasi yang diberikan oleh masyarakat)KONDISI SOSIAL bagi suatu organisasi/SOCIAL CONDITIONS OF ORGANIZATIONS (adanya SISTEM KOMUNIKASI yang memungkinkan para anggota dari suatu kelompok semu berkomunikasi satu sama lain dengan mudah)Menurut penganut teori KONFLIK: KONFLIK TIDAK BISA DILENYAPKAN, TETAPI HANYA BISA DI KENDALIKAN, AGAR KONFLIK LATENT TIDAK MENJADI MANIFEST DALAM BENTUK VIOLENCE/KEKERASANBENTUK PENGENDALIAN KONFLIK: KONSILIASI (CONCILIATION), TERWUJUD MELALUI LEMBAGA-LEMBAGA TERTENTU YANG MEMUNGKINKAN TUMBUHNYA POLA DISKUSI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DIANTARA FIHAK-FIHAK YANG BERKONFLIK, LEMBAGA-LEMBAGA berfungsi EFFEKTIF jika:Bersifat OTONOM dengan WEWENANG untuk MENGAMBIL KEPUTUSAN tanpa CAMPUR TANGAN fihak lainKedudukan lembaga tersebut dalam masyarakt bersifat MONOPOLISTIS (hanya lembaga tersebut yang berfungsi demikian)Peran lembaga harus mampu MENGIKAT KELOMPOK KEPENTINGAN yang BERLAWANAN. Termasuk KEPUTUSAN-KEPUTUSAN yang di HASILKANHarus bersifat DEMOKRATISPRASYARAT KELOMPOK KEPENTINGAN UNTUK KONSILIASI: Masing-masing kelompok SADAR sedang BERKONFLIKKelompok-kelompok yang berkonflik TERORGANISIR secara JELASSetiap kelompok yang berkonflik harus PATUH pada RULE OF THE GAMES

; Mediasi (Mediation),Fihak yang berkonflik sepakat menunjuk fihak KETIGA untuk memberi nasehat-nasehat penyelesaian konflik tujuannya MENGURANGI IRASIONALITAS KELOMPOK YANG BERKONFLIK

; dan PERWASITAN (ARBITRATION), Dilakukan/terjadi jika fihak yang bersengketa bersepakat untuk menerima atau terpaksa menerima hairnya fihak ketiga yang akan memberikan keputusan-keputusan tertentu untuk mengurangi konflik

Jika pengendalian konflik efektif maka, KONFLIK AKAN MENJADI KEKUATAN PENDORONG TERJADINYA PERUBAHAN-PERUBAHAN SOSIAL YANG TERUS BERLANJUT

James W. Vander Zanden, Menurut Zanden dalam bukunya Sociology, konflik diartikan sebagai suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status atau wilayah tempat yang saling berhadapan, bertujuan untuk menetralkan, merugikan ataupun menyisihkan lawan mereka.