konflik manajemen

57
TUGAS STUDI KASUS MANAJEMEN Konflik pada PTS Adi Jaya Oleh : Ahmad Safiudin S (1210205589) Mochamad Syarib (1210205561) Mochamad Ilham Hardiyanto (1210205606)

description

konflik manajemen

Transcript of konflik manajemen

Page 1: konflik manajemen

TUGAS STUDI KASUS MANAJEMEN

Konflik pada PTS Adi Jaya

Oleh :

Ahmad Safiudin S (1210205589)

Mochamad Syarib (1210205561)

Mochamad Ilham Hardiyanto (1210205606)

Page 2: konflik manajemen

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi dan budaya

mendorong perubahan kebutuhan dan kondisi serta menimbulkan berbagai macam

tantangan yang semakin kompleks. Kondisi tersebut akan membawa dampak luas dan

bervariasinya manajemen pendidikan. Banyaknya tugas manajemen pendidikan akan

menjadi beban berat bagi para pemimpin pendidikan, termasuk pemimpin Perguruan

Tinggi Swasta (PTS). Dalam mendorong visi, misi, dan melakukan inovasi di kampus,

pemimpin akan dihadapkan pada berbagai masalah, termasuk konflik yang timbul sebagai

akibat dari banyaknya permasalahan dan perubahan di kampus. Semakin maju dan

berkembang suatu lembaga pendidikan, semakin banyak pula masalah yang harus

dipecahkan.

Lingkungan kampus dapat dipandang sebagai keluarga yang keharmonisannya

akan tercipta jika tidak ada konflik di antara para warganya. Meskipun demikian, konflik

merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang

hidup sejak zaman dahulu hingga sekarang dan akan datang, manusia senantiasa

dihadapkan dan bergelut dengan konflik. Demikian halnya dalam kehidupan di kampus,

seluruh warga kampus akan dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru menurut

Mulyasa (2003: 238) sangat rentan menimbulkan konflik, apalagi jika tidak disertai dengan

pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang. Dalam pandangan Yukl

(1998: 115) perubahan akan menimbulkan suatu reaksi penolakan dan perlawanan dari

sebagian anggota organisasi, dari sinilah kemudian muncul konflik terbuka di dalamnya.

Teori manajemen klasik yang berkembang tahun 1940-an, memandang bahwa

semua konflik negatif tidak dapat dipertahankan, sehingga dalam perkembangan

selanjutnya konflik dianggap sesuatu yang wajar, terjadinya suatu konflik menandakan

bahwa organisasi tersebut telah retak. Oleh karena itu menurut penganut teori ini konflik

harus dihindarkan terjadinya bahkan dihilangkan sepanjang pendukung finansia l terpenuhi

dan supervisi dilakukan secara efektif. Pandangan ini didasarkan pada realita bahwa

Page 3: konflik manajemen

organisasi yang baik adalah bila di dalamnya tidak dijumpai konflik, sebab konflik terjadi

semata akibat kesalahan manajemen (managenet error). Sedangkan teori hubungan manusia

(human-relation theory) lebih realistis dalam memandang konflik, dan mereka sudah

memperkirakan bahwa akan terjadi di dalam sebuah organisasi. Namun demikian teori

hubungan manusia masih menganggap bahwa terjadinya konflik memang menyebabkan

keretakan dalam organisasi.

Berbeda dengan teori manajemen klasik, para ahli manajemen modern memandang

konflik sebagai sesuatu yang menguntungkan, karena akan dapat meningkatkan kinerja

organisasi jika memang dikelolah dengan baik. Menurut teori ini, organisasi yang bermutu

justru di dalamnya dapat dijumpai muatan-muatan konflik untuk menstimulasi dan

memotivasi anggota organisasi dalam meraih prestasi terbaik. Para ahli manajemen aliran

positif - seperti Stephen Robbins (1974) - memandang konflik sebagai sesuatu yang positif.

Ia mengemukakan hal-hal seperti: bagaimana mengenal perlunya konflik, secara eksplisit

mendorong terjadinya konflik, mendefinisikan konflik manajemen dan cara-cara untuk

mengatasi, serta menentukan manajemen konflik sebagai tanggung jawab yang besar bagi

setiap administrator. Dengan demikian, konflik dipandang sebagai sesuatu yang alamiah,

yang dalam batas-batas tertentu dapat bernilai positif kalau dikelola dengan baik dan hati-

hati, sebab jika melewati batas dapat berakibat fatal, misalnya perpecahan. Oleh karena itu

setiap pemimpin dituntut untuk memperhatikan konflik, karena tidak dapat dihilangkan,

tetapi jika dimanfaatkan dengan tepat akan dapat meningkatkan kinerja organisasi.

Konflik dapat dikatakan sebagai suatu oposisi atau pertentangan pendapat antara

orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, yang disebabkan oleh adanya

berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen, serta munculnya

perbedaan pendapat, keyakinan ide, dan lain sebagainya. Kehadiran konflik biasanya

diawali dengan munculnya bibit konflik, sehingga para pemimpin baik formal maupun

informal bertanggung jawab untuk mengidentifikasi sumber dan tipe-tipe konflik secara

dini, menganalisis akibat yang harus ditanggung, serta mengidentifikasi kekuatan dan

kelemahannya untuk menentukan langkah preventif secara tepat. Konflik dapat diibaratkan

”pedang bermata dua”, di satu sisi dapat bermanfaat bila digunakan untuk melaksanakan

suatu pekerjaan, di sisi lain dapat merugikan dan mendatangkan malapetaka jika digunakan

untuk bertikai (Mulyasa, 2003: 239).

Demikian halnya dalam Perguruan Tinggi, meskipun kehadiran konflik sering

menimbulkan ketegangan, tetapi terkadang diperlukan untuk kemajuan dan perkembangan

kampus. Kampus yang merupakan gudangnya orang bijak (intelektual) ternyata sulit

Page 4: konflik manajemen

menyelesaikan persoaalan ketika terjadi konflik. Kasus tersebut dapat kita lihat pada

Universitas Adi Jaya. Konflik berkembang dengan munculnya dua kubu yakni Rektor dan

Yayasan.

Universitas Adi Jaya yang didirikan oleh KH. Muchtar Wahab, adalah kampus yang

berbasis santri dan dikelola oleh yayasan Barul Ulum. Jadi Universitas ini lahir dari tradisi

keilmuan Islam. Konflik kepemimpinan Universitas Adi Jaya tersebut bermula ketika KH.

Muchtar Wahab sebagai rektor mengundurkan diri dari jabatannya karena faktor kesehatan.

Sebagai hasil konpensasinya anaknya dari istri pertamanya Prof, Dr. Baihaqi, MS

diposisikan menggantikannya sebagai rektor. Namun seiring berjalannya waktu kondisi

yang ada dalam yayasan maupun PTS tersebut mulai tidak kondusif, terjadi kudeta pada

yayasn yang mengelola PTS tersebut dipimpin oleh anak dari isstri kedua KH. Muchtar

Wahab. Dari sini kemudian konflik memuncak dengan adanya dualisme kepemimpinan

yayasan (yaitu antara yayasan yang dipimpin anak dari istri kedua KH. Muchtar Wahab

dengan strukturan kampus yang dipimpin oleh anak dari istri pertama KH. Muchtar Wahab)

yang berujung pada meja hijau/pengadilan. Konflik ini berdampak negatif terhadap prestasi

kampus. Mahassiswa baru berangsur-angsur menyusut, para dosen pun mulai pindah pe

PTS lain, serta berkurangnya aset kampus karna dijual buat mendanai proses persidangan.

Konflik kepemimpinan yang terjadi di Universitas Adi Jaya tersebut, jika dilihat

dari pendekatan kepemimpinan modern sangat bertolak belakang. Karena konflik tersebut

tidak lagi dapat memperkokoh fundamen organisasi dan dapat melancarkan fungsi

organisasi berkat adanya intropeksi, refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi.

Namun sebaliknya, konflik kepemimpinan di Universitas Adi Jaya tersebut sebagai unsur

yang merusak, mengganggu kelancaran proses, dan sifatnya disfungsional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah

ini adalah :

1. Apa langkah-langkah yang akan bisa ditempuh dalam proses pengambilan keputusan

dalam rangkah kesinambungan hidup organisasi tersebut dilihat dari perspektif

manajemen?

Page 5: konflik manajemen

2. Bagaimana langkah pengambilan keputusan yang terprogram dan tidak terprogram

pada organisasi tersebut?

3. Bagaimana keputusan perorangan dan kelompok yang dialakukan pada organisasi

tersebut?

4. Bagaimana tingkat keterbatasan dalam pengambilan keptusan para anggota dalam

organisasi tersebut?

Bab II Tinjauan Teori

2.1 Konflik

2.1.1 Definisi Konflik

Dalam keberadaan bersama dan kehidupan bermasyarakat dengan orang lain, friksi

atau gesekan, perselisihan, tabrakan, pertikaian dan konflik itu merupakan bagian hakiki

dari kehidupan. Karena itu juga menjadi garapan bagi manajemen atau kepemimpinan.

Demikian juga Hendrick (2001: 1) menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang tidak

bisa dihindarkan, konflik selalu melekat erat dalam jalinan kehidupan. Umat manusia

selalu berjuang dengan konflik. Oleh karenanya sampai sekarang kita dituntut untuk

memperhatikan konflik, kita memerlukan jalan untuk meredam konflik. Konflik (dari kata

confligere, conflictum = saling berbenturan) ialah semua bentuk benturan, tabrakan,

ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi dan interaksi-interaksi

yang antagonistik- bertentangan. Kata konflik mengandung banyak pengertian. Ada

pengertian negatif, netral, dan posistif. Dalam pengertian negatif konflik dikaitkan dengan

sifat-sifat animalistic, kebuasan, kekerasan, barbarisme, destruksi, penghancuran,

irrasionalisme, tanpa control emosional, huru-hara, pemogokan, perang, dan seturusnya.

Dalam pengertian positif, konflik dihubungkan dengan peristiwa: petualangan, hal-

hal baru, inovasi,pembersihan, pemurnian, pembaharuan, penerangan batin, kreasi,

pertumbuhan, perkembangan, rasionalitas yang dialektis, mawas diri, perubahan, dan

seterusnya. Sedangkan dalam pengertian netral, konflik diartikan sebagai akibat biasa dari

keanekaragaman individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda, dan tujuan hidup yang

tidak sama pula (Kartono, 1998: 213).

Page 6: konflik manajemen

Clinton F. fink (1968) mendefinisikan konflik sebagai berikut:

a) Konflik ialah relasi-relasi psikologis yang antagonistis, berkaitan dengantujuan-

tujuan yang tidak bisa disesuaikan; interest-interest eksklusif dantidak bisa

dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan, dansturktur-struktur nilai

yang berbeda.

b) Konflik adalah interaksi yang antagonistis, mencakup tingkah laku lahiriahyang

tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus, terkontrol,tersembunyi,

tidak langsung; sampai pada bentuk perlawanan terbuka,kekerasan perjuangan

tidak terkontrol, benturan laten, pemogokan, huru-hara, maker, perang dan lain-lain

Dari definisi-definisi konflik di atas, dapat ditarik sebuah konklusi bahwa konflik

adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi, atau dengan kata lain suatu interaksi

yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan, berselisih, berbenturan, bersebrangan,

dst). Definisi tersebut senada dengan apa yang diungkapkan Winardi (1994: 1) yang

memandang konflik sebagai suatu oposisi atau pertentangan-pertentangan pendapat antara

orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi.

2.1.2 Sumber-Sumber konflik

Banyak sekali hal-hal yang dapat menyebabkan timbulnya konflik dalam

organisasi. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli diketahui adanya beberapa

penyebab timbulnya konflik adalah: (a) adanya kesalahfahaman (kegagalan dalam

berkomunikasi); (b) keadaan pribadi individu-individuyang saling konflik; (c) perbedaan

nilai, pandangan dan tujuan; (d) perbedaan standar penampilan (performance); (e)

perbedaan-perbedaan yang berkenaan dengancara; (f) hal-hal yang menyangkut

pertanggung jawaban; (g) kurangnya kemampuan dalam unsur-unsur berkomunikasi; (h)

hal-hal yang berkenaan dengan kekuasaan; (i) adanya frustasi dan kejengkelan; (j) adanya

kompetisi karena memperebutkan sumber yang terbatas; dan (k) tidak menyetujui butir-

butir dalam peraturandan kebijakan.

Lebih spesifik, Arikunto (1990: 236) mengemukakan sumber-sumber konflik

dalam organisasi yang meliputi: (a) bersama-sama menggunakan sumber-sumber daya

organisasi yang sama; (b) perbedaan dalam tujuan antara kelompok dalam organisasi; (c)

saling ketergantungan pekerjaan dalam organisasi; (d) perbedaan nilai-nilai persepsi atau

Page 7: konflik manajemen

persepsi dianut oleh masing-masing bagian dalam organisasi; dan (e) sumber-sumber lain:

seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan masalah komunikasi.

Akan tetapi secara garis besar berdasarkan hasil-hasil penelitian yang ada, sumber-

sumber tersebut dapat disebutkan empat sumber yang paling banyak menimbulkan konflik.

Faktor-faktor tersebut adalah: (a) ketergantungan dan kebersamaan dalam menggunakan

sumber; (b) perbedaan dalam kelompok di dalam tujuan, nilai-nilai atau persepsi; (c)

ketidakseimbangan kekuasaan dan kekaburan.

Menurut pendapat March dan Simon, gagalnya orang dalam memperoleh

kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan telah menyebabkan

orang tersebut mengalami konflik dalam kelompok. Walton dan Dutton memberikan

definisi tentang ketergantungan adalah sebagai keadaan di mana dua unit saling tergantung

dalam hal pemberian bantuan, informasi, kelengkapan, atau lain-lain hal yang memerlukan

adanaya koordinasi di dalam melaksanakan tugas-tugas. Untuk jelasnya alasan, konflik di

dalam kelompok terjadi apabila ada ketidakpuasan antara sesamanya.

Dutton dan Walton mengatakan bahwa ketergantungan antara dua kelompok atau

lebih dapat menyebabkan timbulnya insentif untuk kerja sama, tetapi juga pada suatu

ketika bisa menyebabkan timbulnya konflik. Jadi dengan kata lain ketergantungan dapat

meningkatkan perlawanan dan kesekawanan. Adanya perbedaan dalam tujuan merupakan

sumber konflik yang sudah dikenal oleh umum. Walton mengatakan bahwa sangat sering

terjadi konflik di dalam kelompok yang disebabkan karena beberapa orang mungkin lebih

mengutamakan pada pengabdian, tetapi orang lainnya mementingkan pada perolehan

keuntungan. Sedangkan Dalton lebih menekankan penelitiannya mengenai perbedaan nilai

dan persepsi yang ada pada anggota-anggota kelompok di dalam lembaga. Menurut

Mulyasa (2003:241-242) konflik dapat terjadi karena setiap pihak atau salah satu pihak

merasa dirugikan, baik secara material maupun nonmaterial. Untuk mencegahnya harus

dipelajari peneyababnya, antara lain:

a) Perbedaan pendapat. Konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat dan masing-

masing merasa paling benar. Jika perbedaan pendapat ini meruncing dan mencuat

ke permukaan, maka akan menimbulkan ketegangan.

b) Salah paham. Konflik dapat terjadi karena salah paham (mis understanding),

misalnya tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi dianggap merugikan

Page 8: konflik manajemen

oleh pihak lain. Kesalahpahaman ini akan menimbulkan rasa kurang nyaman,

kurang simpati dan kebencian.

c) Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan. Konflik dapat terjadi karena

tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-

masing pihak merasa dirugikan. Pihak yang dirugikan merasa kesal, kurang

nyaman, kurang simpati atau benci. Perasaan-perasaan ini apat menimbulkan

konflik yang mengakibatkan kerugian baik secara materi, moral, maupun sosial.

d) Terlalu sensitif. Konflik dapat terjadi karena terlalu sensitif, mungkin tindakan

seseorang adalah wajar, tetapikarena pihak lain terlalu sensitif maka dianggap

merugikan, dan menimbulkan konflik, walapun secara etika tindakan ini tidak

termasuk perbuatan yang salah.

Konflik juga dapat terjadi jika para anggota suatu kelompok merasakan tujuan

mereka bertentangan. Alih-alih mempunyai orientasi individualistis, para anggota

hendaknya berusaha mencapai bebrapa tujuan sekaligus. Hal inimungkin tidak sukar,

karena tujuan-tujuan itu sering saling melengkapi.Misalnya, satu orang lain mungkin ingin

belajar sebanyak-banyaknya,sedangkan orang lain ingin membagi pengetahuannya dengan

kelompok itu. Inimerupakan tujuan-tujuan yang saling melengkapi yang kedua-duanya

dapatdipenuhi. Beberapa orang harus juga bersedia untuk menangguhkan tujuanmereka

demi kebaikan kelompok.Seringnya terjadi konflik di dalam kelompok karena

kesukaranmembagi sumber daya yang tersedia.

Para anggota kelompok merasakan keterbatasan sumber daya dan cenderung untuk

memperjuangkan siapa yangharus mendapatkan apa. Tetapi jika orang-orang itu sadar

bahwa sumber daya dapat diperluas, tenaga para anggota dapat digunakan dalam usaha

untukmembaginya. Sekalipun sumber daya itu tidak dapat diperluas, setidaknya sumber

daya tersebut dapat dinikmati bersama.Kekuasaan juga sering dirasakan terbatas. Misalnya,

dalam suatukelompok kedudukan “kedua” mungkin sangat penting, dan orang

yangmemegangnya menjalankan kekuasaan yang terbesar.

Hal ini dapatmenyebabkan kurangnya kepercayaan di antara para anggota,

danmenimbulkan konflik. Jika kedudukan ketua dianggap dapat dibagi, bisa

jadikepercayaan di antara para anggota bertumbuh dan benar-benar menambahkekuasaan

semua anggota.Jika ada konflik idiologi dalam suatu kelompok, akibatnya

orangmembuatstereotype, dan orang-orang akan memainkan “peranan” mereka, danbukan

Page 9: konflik manajemen

bekerjasama demi kebaikan keseluruhan. Jika para anggota kelompokdapat menerima

gagasan bahwa idiologi dapat beranekaragam dan bahwaorang-orang dapat bekerjasama

meskipun berlainan idiologi, hal ini akanmenyebabkan adanya pengertian.Banyak

kelompok bekerja untuk mencapai norma-norma atau standarprilaku yang seragam, namun

harapan akan kseragaman dapat menimbulkansikap yang tidak toleran terhadap pebedaan.

Jika para anggota kelompokmenyadari bahwa selalu tedapat bermacam-macam norma pada

permulaankehidupan kelompok dan bahwa pada waktunya beberapa norma umum

akanberkembang bersama, mereka dapat belajar bersikap toleran terhadapbermacam-

macam norma. Mereka akan menjaga agar perbedaan tidakmenyebabkan perselisihan yang

tidak akan mendorong teracpainya tujuan-tujuan utama kelompok itu.Satu masalah pokok

lainnya, terutama dalam kelompok-kelompokantar-kebudayaan, ialah hubungan antara

orang yang satu dengan yang laindalam suatu struktur hirarkis. Sementara orang merasa

enak saja mendapatkanperan bawahan, tetapi orang lain berjuang keras untuk memperoleh

kedudukanyang berkuasa.

2.1.3 Jenis-Jenis dan Konsekuensi Konflik

Mulyasa (2003: 243-244) mengemukakan bahwakonflik dalam suatu lembaga

(misalnya sekolah dan kampus) dapat terjadidalam semua tingkatan, baik intrapersonal,

interpersonal, intragroup,intergroup, intraorganisasi, maupun interorganisasi.

a) Konflik intrapersonal, yaitu konflik internal yang terjadi dalam diriseseorang.

Konflik intrapersonal akan terjadi ketika individu harusmemilih dua atau lebih

tujuan yang saling bertentangan, dan bimbangmana yang harus dipilih untuk

dilakukan. Misalnya, konflik antar tugaskampus dengan acara pribadi. Konflik ini

bisa diibaratkan seperti makanbuah simalakama, dimakan salah tidakjuga salah,

dan kedua pilihan yangada memiliki akibat yang seimbang. Konflik intrapersonal

juga bisadisebabkan oleh tuntutan tugas yang melebihi kemampuan.

b) Konflik interpersonal, yaitu konflikyang terjadi antara individu.

Konflikinterpersonal terjadi ketika adanya perbedaan tentang isu terntu,

tindakandan tujuan di mana hasil bersama sangat menentukan. Misalnya

konflikantar tenaga kependidikan dalam memilih mata pelajaran unggulan daerah.

c) Konflik intragoup, yaitu konflik antar anggota dalam satu kelompok.Setiap

kelompok dapat mengalami konflik substantif atau efektif. Konfliksubstantif terjadi

Page 10: konflik manajemen

karena adanya latar belakang keahlian yang berbeda,ketika anggota dari satu

komite menghasilkan kesimpulan yang berbedaatas data yang sama. Sedangkan

konflik efektif terjadi karena tanggapanemosional terhadap suatu situasi tertentu.

Contoh konflik intragroup,misalnya konflik yang terjadi pada beberapa guru dalam

musyawarah gurumata pelajaran (MGMP).

d) Konflik intergroup, yaitu konflik yang terjadi antar kelompok. Konflikintergroup

terjadi karena adanya saling ketergantungan, perbedaanpersepsi, perbedaan tujuan,

dan meningkatnya tuntutan akan keahlian.Misalnya konflik antara kelompok guru

kesenian dengan kelompok gurumatematika. Kelompok guru kesenian memandang

bahwa untukmembelajarkan lagu tertentu dan melatih pernapasan perlu

disuarakandengan keras, sementara kelompo guru matematika merasa

terganggu,karena para peserta didiknya tidak konsentrasi belajar.

e) Konflik intraorganisasi, yaitu konflik yang terjadi antar bagian dalamsuatu

organisasi. Misalnya konflik antara bidang kurikulum demhambidang kesiswaan.

Konflik intraorganisasi meliputi empat subjenis, yaitu(1) konflik vertikal, yang

terjadi antara pimpinan dan bawahan yang tidaksependapat tentang cara terbaik

untuk menyelesaiakan sesuatu. Misalnyaantara kepala sekolah dengan guru; (2)

konflik horisontal, yang terjadiantara karyawan atau departemen yang memiliki

hirarki yang sama dalamorganisasi. Misalnya konflik antar guru; (3) konflik lini-

staf, yang seringterjadi karena adanya perbedaan persepsi tentang keterlibatan staf

dalamproses pengambilan keputusan oleh manager lini. Misalnya konflik

antakepala sekolah dengan tenaga administrasi; (4) konflik peran, yang

terjadikarena seseorang mempunyai lebih dari satu peran. Misalnya kepalasekolah

menjabat sebagai ketua dewan pendidikan.

f) Konflik interorganisasi, yang terjadi antarorganisasi. Konflikinterorganisasi terjadi

karena mereka memiliki saling ketergantungan satusama lain, konflik terjadi

bergantung pada tindakan suatu organisasi yangmenyebabkan dampak negatif

terhadap organisasi lain. Misalnya konflikyang terjadi antara sekolah dengan salah

satu organisasi masyarakat.

Page 11: konflik manajemen

Mulyasa (2003: 245-246) mengemukakan lebih rinci dan jelasmengenai

konsekuensi sebuah konflik. Konsekuensi positifnya adalah:

a) menimbulkan kemampuan instropeksi diri, konflik dapat dirasakan oleh

pihaklain, dan mereka dapat mengambil keuntungan sehingga mampu

melakukaninstropeksi diri, karena mengetahui sebab-sebab terjadinya

konflik;

b) meningkatkan kinerja, konflik dapat menjadi cambuk sehingga

menyebabkanpeningkatan kinerja. Konflik dapat mendorong individu untuk

menunjukkankepada orang lain bahwa dia mampu meningkatkan kinerjanya

dan sukses;

c) pendekatan yang lebih baik, konflik dapat menimbulkan kejutan

karenakehadirannya sering tidak diduga, sehinggasetiap orang berusaha

lebih hati-hati dalam berinteraksi, dan menyebabkan hubungan yang lebih

baik;

d) mengembangkan alternatif yang lebih baik.

Konflik bisa menimbulkan hal-hal yang merugikan pihak tertentu jika terjadi antara

suatu atasan dan bawahan,misalnya tidak memberikan suatu jabatan atau sering menjadi

tantangan untukmengembangkan solusi yang lebih baik.Sedangkan konsekuensi negatifnya

adalah: (a) subyektif danemosional, pada umumnya pandangan pihak yang sedang

berkonflik satusama lain sudah tidak obyektif dan bersifat emosional; (b) apriori, jika

konfliksudah meningkat bukan hanya subjektivitas dan emosional yang muncul tetapidapat

menyebabkan apriori, sehingga pendapat pihak lain selalu dianggapsalah dan dirinya salalu

benar; (c) saling menjatuhkan.

Konflik yang berkelanjutan bisa mengakibatkan saling benci, yang memuncak

danmendorong individu menjatuhkan lawan, fisalnya fitnah, menghambat, danmengadu;

(d) stres, konflik yang berkepanjangan, tidak dapat menurunkankinerja, tetapi bisa

menimbulkan stres. Stres terjadi karena konflik yangberkepanjangan menimbulkan

ketidakseimbangan fisik dan psikis, sebagaibentuk reaksi terhadap tekanan yang

intensitasnya sudah terlalu tinggi; (e)frustasi, konflik dapat memacu berbagai pihak yang

terlibat untuk berprestasi,tetapi jika konflik tersebut sudah padatingkat yang cukup parah

dan di antarapihak-pihak yang terlibat ada yang lemah mentalnya bisa menimbulkan stres.

Page 12: konflik manajemen

2.2 Kepemimpinan

Kepemimpinan atauleadershipmempunyai arti yang berbeda padaorang-orang yang

berbeda. Kata ini merupakan suatu kata yang diambil darikamus dan dimasukkan ke dalam

kamus teknis sebuah disiplin ilmiah tanpadidefinisikan dengan tepat. Sebagai

konsekuensinya, kata ini mempunyaikonotasi-konotasi yang tidak saling berhubungan

yang menciptakanambivalensi pengertian (Janda, 1960). Para peneliti biasanya

medefinisikan kepemimpinan sesuai dengan prespektif-prespektif individual dan aspek

darifenomena yang paling menarik perhatian mereka.

Stogdill (1974: 259)menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya

definisi tentangkepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mendefinisikan

konseptersebut. Kepemimpinan telah didefinisiskan dalam kaitannya dengan ciri-

ciriindividual, perilaku, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi,hubungan peran,

tempatnya pada posisi administratif, serta persepsi olehorang lain mengenai keabsahan dari

pengaruh.

Namun demikian, ada beberapa definisi kepemimpinan yang dapat dianggap cukup

mewakili yaitu sebagai berikut:

a) Hemhill dan Coons (1957: 7) mendefinisikan kepemimpinan sebagaiperilaku dari

seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatukelompok ke suatu tujuan

yang ingin dicapai bersama (shared goal).

b) Tannenbaum, Weschler, dan Massarik(1961: 24) menyimpulkan bahwaadalah

pengaruh antar pribadi yang dijalankan dalam suatusituasi tertentu, serta diarahkan

melalui proses komunikasi ke arahpencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.

c) Katz dan Kahn (1978: 528) menyatakan bahwa kepemimpinan adalahpeningkatan

pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di ataskepatuhan mekanis terhadap

pengarahan-pengarahan rutin organisasi.

d) Rauch dan Behling (1984: 46) mendefinisikan kepemimpinan sebagaiproses

mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yangdiorganisasi ke arah

pencapaian tujuan.

Page 13: konflik manajemen

e) Jacobs dan Jacques (1990: 281) mendefinisikan kepemimpinan sebagaisebuah

proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usahakolektif, dan yang

mengakibatkankesediaan untuk melakukan usaha yangdiinginkan untuk mencapai

sasaran.

Definisi-definisi di atas mencerminkan bahwa kepemimpinan itumenyangkut

sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yangdisengaja dijalankan oleh

seseorang terhadap orang lain untuk menstrukturatau mengorganisir aktivitas-aktivitas

serta hubungan-hubungan di dalamsebuah kelompok atau organisasi. Berbagai definisi

yang telah ditawarkan diatas kelihatannya tidak berisi hal-hal selain itu. Hanya saja

menurut Yukl(1998: 2) definisi-definisi tersebut perbeda dalam berbagai aspek, termasuk

didalamnya siapa yang menggunakan pengaruh, sasaran yang ingin diperolehdari

pengaruh, cara bagaimana pengaruh tersebut digunakan, serta hasil dariusaha

menggunakan pengaruh tersebut.

Beberapa definisi kepemimpinan tersebut menunjukkan bahwa definisi secara

tunggal (a single definition of leadership) sangat sulitditentukan dan tidak ada definisi yang

paling tepat. Tetapi dari perbedaan yangada, kita bisa menarik akar definisi kepemimpinan

sebagaisuatu proses danperilaku untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok

untukmencapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaatindividu dan

organisasi.

Mengenai kepemimpinan ini ada banyak teori yang telahdikemukakan oleh para

pakar ilmu manajemen. Di antaranya adalah House(1977) yang mengajukan sebuah teori

tentang kepemimpinan karismatik.Teori tersebut didasarkan pada hasil penemuan dari

berbagai disiplin ilmusosial. Menurutnya pemimpin karismatik mempunyai dampak yang

dalam dantidak biasa terhadap pengikutnya, mereka merasa bahwa keyakinan

pemimpintersebut adalah benar, mereka menerima pemimpin tanpa menanyakan

lagimereka tunduk pada pemimpin dengan rasa senang, mereka merasa sayangterhadap

pemimpin, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompokatau organisasi, mereka

percaya bahwa mereka dapat memberi konstribusiterhadap keberhasilan misi, dan mereka

mempunyai tujuan-tujuan kinerjayang tinggi.

Adapun perilaku pemimpin karismatik adalah:

Page 14: konflik manajemen

a) perilakunya dirancang untuk menciptakan kesan di antara pengikutnya

bahwapemimpin tersebut adalah kompeten (memperlihatkan rasa percaya diri

akankeberhasilan sebelumnya) untuk meningkatkan kesediaan pengikut agar patuh;

b) menekankan pada tujuan idiologis yang menghubungkan misi kelompokkepada

nilai-nilai atau cita-cita serta aspirasi-aspirasi yang berakar danmendalam yang

dirasakan bersama oleh pengikutnya;

c) menetapkan suatucontoh perilaku mereka sendiri agar diikuti oleh pengikutnya.

Peran yangdemikian lebih dari sekedar imitasi terhadap perilaku pemimpin,

untukmempengaruhi agar bawahan puas dan termotivasi;

d) mengomunikasikanharapan-harapan yang tinggi tentang kinerja para pengikut

danmengekspresikan rasa percaya pada pengikut; dan

e) menimbulkan motivasiyang relevan bagi misi kelompok (Yukl, 1994: 269)

Youse dan Mitchell (1974) menyebutkan perilakukepemimpinan yang efektif itu

ada empat, yaitu:

a) Kepemimpinan instruksi (directive leadership), ciri-cirinya adalah:memberikan

pedoman secara spesifik, memberikan kejelasan peran dantugas, meminta bawahan

untuk mengikuti peraturan, prosedur, mengaturwaktu, dan mengkoordinasi

pekerjaan mereka.

b) Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership), ciri-cirinyaadalah

memberi perhatian pada kebutuhan bawahan, memperlihatkanperhatian terhadap

kesejahteraan merekadan menciptakan suasanabersahabat dalam unit kerja.

c) Kepemimpinan partisipasi (participative leadership), ciri-cirinya

adalahberkomunikasi dengan bawahan dan memperhitungkan opini serta saran

mereka,bawahan memiliki kemampuan rendah namun memiliki kemauan kerja

tinggi.

d) Kepemimpinan yang berorientasi pada keberhasilan (achievement

orientedledership), ciri-cirinya adalah menetapkan tujuan-tujuan yang

menantang,mencari perbaikan dalam kinerja, menekankan keunggulan kinerja,

sertamemperlihatkan kepercayaan bahwa bawahan akan mencapai standar

yangtinggi. Penerapannya bagi bawahan yang memiliki kemampuan dan kemauan

tinggi.

Page 15: konflik manajemen

Dijelaskan lebih lanjut oleh Yukl (1998: 13) bahwa perilaku dalammenerima tugas

dari pimpinan menurutnya ada tiga, yaitu:

a) Komitmen merupakan suatu hasil yang dituju, sepakat pada suatukeputusan yang

telah diberikan atasannya.

b) Kepatuhan merupakan suatu hasil yang di dalam target bersedia untukmelakukan

apa yang diberikan atasannya.

c) Penolakan merupakan suatu penghindaran terhadap tugas yang diberikan.

2.3 Pendekatan-Pendekatan Kepemimpinan dalam Memandang Konflik

Untuk menangani konflik disemua bidang kehidupan, para pakar mengembangkan

tiga macam pendekatan pemimpin, yaitu: (a) pendekatan pemimpin yang tradisional; (b)

pendekatan pemimpin yang netral atau “behavioral”; dan (c) pendekatan pemimpin yang

modern atau intraksional. Pandangan tradisional menyatakan bahwa konflik itu sifatnya

negatif, destruktif, dan merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan, demi kerukunan

dan harmoni hidup. Pendapat semacam ini banyak dilontarkan orang pada tahun-tahun 40-

an. Menurut padangan tradisional, bentuk tingkah laku manusia sepanjang hidupnya,

sebagian besar merupakan bentuk penyesuaian tingkah laku terhadap orang lain, dan

menghindari konflik serta perselisihan. Keluarga, sekolah, dan agama selaku lembaga

social selalu menekankan adaptasi diri (penyesuaian diri), prinsip anti konflik dan

kerukunan. Otoritas orang tua menekankan peraturan-peraturan dan norma-norma yang

harus dipatuhi oleh anak-anak; anak harus menyesuaikan diri terhadap kemauan orang tua.

Sekolah dan kampus tradisional juga mencerminkan adanya paternalistik. Guru

atau dosen ditampilkan dalam sosok ”maha-kuasa”, patut dipercaya dan ditiru. Kreteria

guru atau dosen merupakan kadar kebenaran, dan pendapat mereka tidak boleh disanggah.

Sikap tidak setuju terhadap pendapat guru atau dosen dianggap tabu, dan sebagai sikap

pemberontak terhadap kebenaran. Sekolah atau kampus mengharuskan siswa/mahasiswa

menerima semua informasi dengan sikap ”terimakasih” dan ”suamaa”, tanpa bertanya-

tanya.

Untuk hidup secara tenang orang harus menjahui konflik. Maka jika konflik

muncul, harus segeradilenyapkan, ditekan dalam alam ketidaksadaran atau dilupakan.

Page 16: konflik manajemen

Ringkasnya, bagi masyarakat tradisional, konflik itu mengandung pengertian negatif,

karena mengandung unsur ketidaksesuaian, pertentangan, perselisihan dan permusuhan

yang harus diberantas dari muka bumi. Masyarakat manusia harus dibangun atas fundamen

anti-konflik. Semua tokoh otoritas, orang tua, guru/dosen, pemimpin dan manajer secara

tegas menyatakan: konflik menyebabkan ketidakpuasan, perpecahan dan kerusakan. Maka

anak manusia harus dibesarkan dengan pendidikan dan gizi “anti-konflik”, supaya

hidupnya tentram, dan selaras dengan lingkungannya.

Pandangan tradisional tersebut di atas kemudian diikuti dengan pandangan

behavioral, yang melihat konflik sebagai ciri hakiki tingkah laku manusia yang

berkembang sebagai built in element. Konflik bersumber dari perbedaan kodrati masing-

masing individu dan kelompok. Penghapusan terhadap perbedaan berarti penghapusan

terhadap individu-individudan kelompok-kelompok itu sendiri. Maka kita mengenal

peristiwa konflik dalam bentuk: macam-macam perbedaan, aneka tujuan, kompetisi,

persaingan dan

rivalitas.

Dengan demikian, pandangan kaum behavioris merasionalisir konflik. Tujuan

mereka ialah untuk mengurung, membatasi, dan menjinakkan konflik sebagai unsur netral,

atau unsur biasa dan tidak berbahaya. Namun, ketika mereka diharapkan agar bertindak

lebih jauh, yaitu untuk mengelolah dan memanage konflik, mereka lalu menjadi ragu-ragu.

Pernyataan mereka ialah: Konflik-konflik di antara individu-individu dan sesama

kelompok itu jelas mempunyai fungsi sosial. Kaum intraksionis mengadakan pendekatan

yang lebih positif dan lebih aktif. Mereka menyatakan bahwa: (a) konflik itu penting dan

perlu dalam kehidupan; (b) secara eksplisit konflik itu merangsang oposisi; (c) orang harus

mengembangkan manajemen konflik, menstimulir konflik; dan harus bias memecahkannya

dengan bantuan manajemen konflik; dan (d) manajemen konflik merupakan tanggung

jawab pemimpin dan manajer. Jika pandangan tradisional menyatakan konflik sebagai

unsur yang merusak, menagganggu kelancaran proses, dan sifatnya disfungsional, maka

kaum intraksionis menyatakan bahwa: konflik itu memperkokoh fundamen organisasi, dan

dapat melancarkan fungsi organisasi (bada, lembaga, jawatan) berkat adanya intropeksi,

refleksi, wawasan kembali, revisi dan reorganisasi. Inilah konflik dalam wujudnya yang

positif, konstruktif, dan fungsional.

Page 17: konflik manajemen

Dengan begitu ada pandangan yang fungsional dan disfungsional mengenai konflik.

Kaum intraksionis menyatakan bahwa organisasi yang tidak mendorong adanya konflik,

cenderung akan macet, mengalami stagnasi, tidak mampu mengambil keputusan tepat,

condong menjadi dekadent atau merosot, dan menjadi mundur. Jikalau hal tersebut ekstrim

sifatnya, dapat menyebabkan kematian atau kebangkrutan organisasi. Organisasi yang

terus maju berkembang itu pada umumnya lebih banyak didukung oleh unsur konflik-

konflik kecil dikalangan para pemimpinnya, jika dibandingkan dengan hanya ada

persetujuan belaka. Pada masa sekarang ini orang menyakini adanya relasi antara konflik

yang konstruktif dengan suksesnya organisasi. Tanpa konflik, tidak akan banyak kita

dapati tantangan, dan tidak terdapat kemajuan. Juga tidak ada dorongan untuk mawas

kembali, tidak ada koreksi; selanjutnya organisasi akan mengalami stagnasi total. Selalu

bersikap setuju dan ”mengamini” semua keputusan walaupun salah dan tidak cocok, tanpa

mengadakan oposisi dan koreksi, semuanya itu akan menampilkan indikasi adanya

otokrasi, kemacetan, uniformitas, kebekuan mental, indolensi psikis (kelambanaan,

kemalasan psikis), dan apatisme. Sebaliknya konflik pada batas-batas yang wajar itu

mencerminkan adanya demokrasi, kebinekaan, perbedaan, keragaman, perkembangan,

pertumbuhan, progres, aktualisasi diri dan transendesi diri. Karena itu konflik menjadi

benih vital bagi pertumbuhan dan suksesnya lembaga serta organisasi (Kartono, 1989: 214-

216).

Langkah-langkah penyelesaian konflik, yaitu:

1.Pencairan

Dua kelompok yang sedang konflik mungkin “beku” dalam suatu hubungan yang

stereotype. Kecuali jika harapan-harapan dan pola-pola hubungan ini dicairkan, tidaklah

mungkin diadakan suatu gerakan menuju perundingan. Untuk menjadikan suasana lebih

lunak para anggota kelompok dapat membangkitkan citra yang mereka punyai tentang para

anggota kelompok sendiri dan para anggota kelompok lainnya. Perundingan yang terjadi

bisa memberikan peluang bagi para anggota dari kedua kelompok itu untuk

mengungkapkan banyak hal yang kalau tidak demikian tak mungkin mereka katakan. Atau,

para anggota dari kedua kelompok dapat dicampur untuk membicarakan beberapa masalah.

Page 18: konflik manajemen

Dengan cara demikian, orang-orang akan menambah pengertian mereka tentang perspektif

masing-masing.

2. Keterbukaan

Para anggota kelompok mungkin “tertutup” satu dari yang lain dan mungkin

memerlukan pengembangan norma-norma untuk mengemukakan segi pandagan yang

berbeda atau berbagai alternative, tanpa takut akibatnya. Keterbukaan biasanya paling sulit,

jika perselisihan itu melibatkan soal-soal kritis dan jika suasana emosional, namun

keterbukaan bahkan lebih penting lagi pada waktu-waktu itu.

3.Belajar empati

Para anggota kelompok mungkin hanya melihat segi pandangan mereka sendiri,

tetapi dapat memperoleh empati untuk orang lain dengan mengetahui keprihatinan utama

meeka, kecemasan mereka, atau tujuan mereka. Saling pengetahuan seperti itu dapat

membantu orang-orang untuk memperoleh pengertian baru tentang diri mereka sendiri dan

tentang orang-orang lain.

4.Mencari tema bersama

Kelompok-kelompok yang terlibat dalam konflik dapat dibantu mencari tujuan-

tujuan bersama atau bidang-bidang lain yang saling isi dengan membuat daftar harapan,

kecemasan, tujuan mereka, dan sebagainya.

5. Mengambil alternative

Setelah kelompok-kelompok itu menyadari perspektif yang satu dan yang lain,

mereka dapat menghsilakan berbagai alternatif untuk menyelesaikan beberapa persoalan

mereka. Jika kedua kelompok ikut serta menyusun berbagai alternatif, sehingga mungkin

merasa sama-sama bertanggungjawab untuk menemukan atau menyelesaikan.

6. Menanggapi berbagai alternatif

Setelah beberapa laternatif disusun, para anggota dari kedua kelompok itu

hendaknya mempelajarinya dan memberikan tanggapan mereka. Harus diadakan segala

usaha untuk

melihat persoalan secara positif, cara yang mengarah pada penyelesaian persoalan.

Hendaknya dihindari penolakan dari alternatif-alternatif itu, tetapi semuanya hendaknya

dibicarakan oleh seluruh kelompok demi kejelasan dan pemikiran bersama.

7. Mencari penyelesaian

Page 19: konflik manajemen

Sejumlah alternative dapat dijelajahi secara mendalam oleh kelompok-kelompok

kecil yang teridiri dari beberapa anggota dari kedua kelompok besar. Kelompok-kelompok

kecil itu dapat mencapai consensus atau suatu penyelesaian, lalu melapor pada kelompok

yang lebih besar. Karena banyak dari segi pandangan diwakili dalam sub-kecil itu, mereka

mungkin akan dating dengan beberapa kemungkinan alternatif.

8. Membuka jalan buntu

Kadang-kadang kelompok-kelompok yang berkonflik itu begitu terlibat secara

emosional sehingga mereka tidak dapat maju menuju penyelesaian sendiri. Dalam hal

demikian, pihak ketiga yang obyektif dan berpengalaman denganjelas masalah seperti itu

dapat diikutsertakan.

9. Mengikat diri pada penyelesaian di dalam kelompok

Setelah dihasilkan penyelesaian oleh sub-sub kelompok, kelompok-kelompok dapat

memperdebatkan dan mempertimbangkan penyelesaian ini dan mengikatkan diri pada

penyelesaian itu. Keterbukaan antara para anggota kelompok akan membantu adanya

keikatan yang sungguh-sungguh. Semua keragu-raguan harus dihilangkan dan

dikesampingkan pada titim ini.

10. Mengikat seluruh kelompok

Tahap akhir dari suatu penyelesaian konflik ialah penerimaan kedua kelompok

bersama-sama atas suatu penyelesaian, dan secara terbuka menyatakan keikatan mereka

untuk melaksanakannya. Para anggota kelompok dapat saling memberitahukan mekanisme

yang akan mereka tempuh untuk mengadakan tindakan lanjutan terhadap keikatan itu. Pada

titik ini dapat diadakan persiapan bagi tinjauan bersama atas masalah-masalah yang masih

tertinggal di kemudian hari.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Gambaran Umum Objek

Universitas adi jaya merupakan perguruan tinggi swasta ternama di jawa timur,

PTS ini didirikan oleh yayasan islam, universitas dikelolah oleh yayasan barul ulum,

Page 20: konflik manajemen

pendirinya adalah seorang kyai dari aliran NU, beliau memilih untuk tidak duduk dijajaran

pengurus yayasan namun memilih dibagian structural yaitu sebagai rector, beliau adalah

orang yang mempuni dibidang akademik, (KH. Muhctar wahab). Latar belakang

pendidikanya adalah ilmu agama yang didalami di Negara timur tengah (Maroko) mulai

dari S-1, S-2 dan S-3. Gaya kepemimpinanya sangat arif dan berwibawa, sifatnya yang

terbuka dan familier pada semua staf maupun dosen serta mahasiswa sangat mendukung

kapasitasnya sebagai pemimpin. Beliau memiliki 2 orang anak dari istri pertama dan 2

orang anak dari istri kedua.

Meskipun pada masa kepemimpinannya beliau tidak sejalan dengan pihak yayasan

tetapi beliau selalu mengambil langkah positif untuk kemajuan dan kepentingan PTS yang

beliau pimpin. Jumlah mahasiswa sebanyak 8000, kiprahnya sebagai rector sangat dibatasi

oleh wewenang pengurus yayasan, seringkali untuk merealisasikan idenya mendapat

kendala dari yayasan, kontradiksi atas berjalannya program untuk kemajuan kampus

sering terjadi antara strukturan kampus dan yayasan. Pihak yayasan sangat yakin dengan

nama besar kampus dan berfikir sebaiknya program untuk menerima mahasiswa sebanyak-

banyaknya harus merupakan konsentrasi utama namun pihak rector berpandangan bahwa

kebesaran nama kampus yang didukung oleh program yang diselenggarakan DIKTI seperti

PHK ( program hibah kompetisi), program soft skill dll. Program-program tersebut

merupakan program yang didanai oleh DIKTI dengan nilai Rp 4 milyar, tujuannya adalah

untuk pengembangan kampus. Mengingat banyaknya pertentangan maka beliau

mengundurkan diri sebagi rector, disamping itu beliau merasa kurang mampu mengingat

kondisi kesehatannya yang mulai menurun. Akhirnya universitas ini dipimpin oleh

putranya ( Prof, Dr. Baihaqi. MS ) beliau adalah anak sulung dari istri pertama KH.

Muhctar wahab.

Kebesaran universitas ini makin berkembang pesat, adanya S-2 dan S-3 serta

program-program keprofesionalan yang diselenggarakan. Namun seiring berjalannya

waktu kondisi yang ada dalam yayasan maupun pada PTS tersebut mulai tidak kondusif,

terjadi kudeta dalam yayasan maupun PTS tersebut diantara keturunan KH. Muhctar

wahab dari istri pertama dan kedua akhirnya dalam organisasi tersebut ada 2 rektor dan 2

yayasan sengketa tetap berlanjut sampai ke pengadilan, hingga penjualan asset dilakukan

untuk mebiayai dana proses pengadilan, mahasiswa baru berangsur-angsur menurun

jumlahnya, para dosen mulai pindah ke PTS lain karena merasa kondisi dalam organisasi

Page 21: konflik manajemen

tersebut tidak aman lagi. Pihak mahasiswa maupun dosen mulai bingung dengan 2

kepemimpinan baik rector maupun yayasan sudah tidak konsentrasi dalam menjalankan

tugas dan wewenangnya masing-masing.

3.2 Analisis Empiris

3.2.1 Terjadinya konflik kepemimpinan di Universitas Darul Ulum

Dari paparan data mengenai terjadinya konflik kepemimpinan di Universitas Darul

Ulum Jombang di atas, maka nampak jelas bahwa konflik yang mengakibatkan dualisme

kepemimpinan tersebut terjadi karena disebabkan oleh berbagai faktor, di antara faktor

yang paling mendasar adalah:

a) Kebijakan atau keputusan sepihak

Kebijakan yang diambil oleh KH. Muhctar wahab selaku pendiri dan rektor

Universitas Adi Jaya - dengan mengangkat anak sulungnya dari istri pertamanya, dapat

menimbulkan kecemburuan dan kekecewaan kelompok lain (yaitu pihak keluarga istri

kedua), dan yang paling fatal adalah kesalahpahan persepsi di antara keluarga itu sendiri

yang menganggap Universitas Darul Ulum sebagai ‘warisan’ atau ‘milik’ keluarga. Karena

dianggap sebagai warisan keluarga, maka kompetisi atau persaingan yang kurang sehat di

antara keluarga dalam memperjuangkan siapa yang mendapatkan apa tidak dapat

dihindarkan.

b) Perebutan kekuasaan

Munculnya dualisme kepemimpinan antara pihak struktural PTS yang diketuai oleh

anak dari istri pertama dengan pihak Yayasan Universitas Adi Jaya yang diketuai oleh

anak dari istri kedua, merupakan bentuk perebutan kekuasan di antara keluarga.

c) Ketidaksimbangan kekuasaan

Page 22: konflik manajemen

Akibat dari perebutan kekuasaan antara individu keluarga tersebut, maka terjadilah

ketidakseimbangan kekuasaan. Semua kekuasaan dan kewenangan lembaga terpecah

menjadi dua yakni dari pihak PTS dan dari pihak yayasan.

d) Issue keuangan/dana

Salah satu alasan KH. Muhctar wahab mengudurkan dirinya dari posisi rektor

adalah terkait dengan issue keuangan. Issue keuangan ini mencuat karena selama

kepengurusan Yayasan Universitas Darul Ulum ditangani oleh keluarga, belum pernah

sekalipun ada laporan keuangan secara transparan. Pihak yayasan sangat yakin dengan

nama besar kampus dan berfikir sebaiknya program untuk menerima mahasiswa sebanyak-

banyaknya harus merupakan konsentrasi utama namun pihak rector berpandangan bahwa

kebesaran nama kampus yang didukung oleh program yang diselenggarakan DIKTI seperti

PHK ( program hibah kompetisi), program soft skill dll. Program-program tersebut

merupakan program yang didanai oleh DIKTI dengan nilai Rp 4 milyar, tujuannya adalah

untuk pengembangan kampus. Pengunduran KH. Muhctar wahab selain karna faktor usia

adalak karna faktor keuangan tersebut. Beliau merasa ragu bisa merealisasikan dana

tersebut demi tercapainya target progam.

e) Salah satu pihak merasa dirugikan

Bila salah satu pihak merasa dirugikan atas pihak lainnya, maka pihak yang merasa

dirugikan tersebut akan berontak dan menolak keputusan yang dianggap telah merugikan

kelompoknya itu. Dalam kasus ini, pihak yang merasa dirugikan adalah pihak keluarga istri

kedua. Merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya, maka mereka melakukan kudeta

melalui kubu yayasan.

f). Budaya paternalistik

Dalam budaya pesantren, jika seorang ketua mengundurkan diri ato meninggal,

maka keturunannyalah yang berhak menggantikan posisi tersebut. Demikian pula yang

terjadi di Universitas Darul Ulum, meskipun berstatus sebagai perguruan tinggi, budaya

paternalistic tersebut tetap berlaku bagi sebagian civitas akademika. Seorang rektor atau

ketua Yayasan harus berasal dari keluarga KH. Muhctar wahab. Kondisi demikian ini

Page 23: konflik manajemen

membuat senat Univeritas tidak memiliki banyak pilihan untuk mengajukan calon-calon

rektor Universitas Adi Jaya pada Yayasan. Sementara masing-masing putra-putri KH.

Muhctar wahab baik dari istri pertama maupun dari istri kedua sama-sama merasa berhak

mendapatkan ‘jatah’ rektor atau ketua yayasan Universitas Adi Jaya tersebut.

g) Rendahnya komitmen pemimpin (Inkonsisten)

penyerahan posisi rektor kepada putra dari istri pertama adalah tidakan yang dapat

menimbulkan keresahan bahkan perpecahan. Tidak semua kelompok dapat menerima

keputusan yang tersebut. Kelompok yang merasa kepentingannya tergagngu dengan

keputusan-keputusan tersebut akan melawan dengan cara apapun. Dapat dikatakan bahwa

pemimpin yang komitemen rendahnya (inkonsisten), maka kepercayaan bawahanpun

semakin rendah, dan jika kepercayaan bawahan rendah, reaksi penolakan akan muncul dari

bawahan, dan reaksi ini akan menyebabkan timbulnya konflik.

3.2.2. Berlarut-Larutnya Konflik Kepemimpinan di Universitas Darul Ulum

Konflik kepemimpinan yang terjadi di Universitas Adi Jaya, rasanya sangat sulit

untuk didamaikan/disatukan kembali, mengingat telah dilakukan berbagai kompromi

antara kedua kelompok yang bertikai, dan hasilnya masih tetap nihil. Berdasarkan temuan

data dilapangan, berlarut-larutnya konflik kepemimpinan di Universitas Adi Jaya tersebut

disebabkan oleh:

a) Perbedaan prinsip dan masalah kehormatan

Meskipun berbagai upaya damai telah dilakukan oleh kedua belah pihak yang

berkonflik melalui berbagai pertemuan keluarga hingga campur tangan permerintah

bahkan pengadilan, tidak akan berhasil jika permasalahan sudah menyentuh pada level

perbedaan prinsip dan kehormatan. Kedua pihak sama-sama mempertahankan prinsipnya

yang diyakini benar. Jika salah satu pihak menerima atas kepemimpinan pihak lainnya,

maka hal itu sudah menyangkut masalah kehormatan. Padahal mereka merasa sama-sama

orang terhormat dan dari kalangan keluarga terhormat pula.

b) Masalah figur kepemimpinan

Page 24: konflik manajemen

Meskipun realita kerja semua kegiatan akademik dan administrasi Universitas Adi

Jaya dijalankan sepenuhnya oleh kelompok pendukung Rektor, namun realitas tersebut

belum diterima sepenuhnya oleh kelompok pendukung yayasan. Kenyataan tersebut

diperparah dengan kekhawatiran masing-masing kelompok, dimana bila kelompok mereka

kalah, maka kelompoknya tidak akan terakomodasi dalam struktural Universitas Adi Jaya,

atau dengan kata lain kawatir kehilangan perkerjaan.

c) Perbedaan pendapat/persepsi

Kedua kelompok yang berkonflik, saling mengklaim bahwa merekalah yan sah dan

benar. Dipihak Rektor yang dijadikan dalih sebagai legal formalnya penyelenggaraan

Universitas Darul Ulum adalah tercantumnya struktural Universitas Adi Jaya dibawah

kepemimpinan putra dari istri pertama KH. Muhctar. Sedangkan bukti yang dijadikan

dasar legal formalnya yayasan adalah adanya kasasi yang memenangkan putra dari istri

kedua. Sementara Pihak Dikti dan Kopertis sendiri menganggap bahwa masalah tersebut

adalah masalah intern Universitas Darul Ulum

3.3 Langkah-Langkah Yang Ditempuh Dalam Proses Pengambilan Keputusan Dalam

Rangka Kesinambungan Organisasi Berdasarkan Dimensi Manajemen

Pembuatan keputusan merupakan salah satu unsur yang sangat esensial dalam

organisasi dan manajemen. Pembuatan keputusan bukan hanya fungsi pimpinan, tapi juga

suatu proses partisipasi seluruh anggota untuk meningkatkan fungsi-fungsi manajemen.

Bagi pimpinan pembuatan keputusan itu merupakan salah satu fungsi untuk yang tidak

dapat dihindari untuk tidak melakukannya, sebab tanpa pembuatan keputusan fungsi

kepemimpinan tidak dapat dilaksanakan dan pungsi manajemen tidakdapat berjalan untuk

mewujudkantujuan organisasi.

Herbent Simon (1978) mengemukakan bahwa keputusan itu adalah suatu

manifestasi kewenangan pimpinan yang sangat diharapkan oleh bawahan, sebab tanpa

pembuatan keputusan, seluruh kegiatan bawahan menjadi tidak pasti. Ketidakpastian ini

menyebabkan lemahnya pimpinan yang dapat mengakibatkan labilnya organisasi.

Kelabilan ini merupakan titik awal kehancuran organisasi. Dalam bidang pendidikan,

Page 25: konflik manajemen

penyelenggaraan pendidikan hanya mungkin dilaksanakan bila didasarkan atas kebijakan

dan perencanaan yang menyeluruh dan mantap untuk menghadapi masa depan. untuk

menghasilkan keputusan yang bermutu, keputusan itu menuntut dipenuhinya persyaratan

professional yang harus di miliki oleh setiap pemimpin atau manager yang. Salah satu

sudut pandang yang tepat adalah bahwa organisasi itu merupakan suata sistem sosial yang

sangat diperlukan oleh manusia terutama dalam abad ini untuk mengatasi berbagai

permasalahan, dan untuk mewujudkan berbagai aspirasi dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara. Melalui organisasi kerjasama, dan koordinasi secara komprehensif dapat

diwujudkan,dan pemanfaatan sumber-sumber daya yang diperlukan dapat pula dikelola

lebih efisien dan efektif. Karena itu organisasimerupakan kebutuhan dalam kehidupan

manusia dalam mewujudkan tujuan hidupnya.

Manajemen merupakan bagian integral dari organisasi. Manejemen adalah proses

fungsional yang menggerakan organisasi. Dalam manajemen terdapat distribusi fungsi dan

tugas, pengaturan wewenang dan tanggung jawab, pemimpin dan yang dipimpin,yang

secara fungsional berfungsi untuk menggerakan organisasi sebagai suatu sistem dalam

upaya mewujudkan tujuan yang akan dicapai. Manajemen adalah’’soul’’organisasi. Dalam

konteks organisasi dan manajemen terdapat pembuatan keputusan. Para ahli

mengemukakan bawa pembuatan keputusan adalah langkah awal suatu kegiatan. Tanpa

keputusan, tidak akan ada kegiatan, dan tanpa kegiatan tidak ada kehidupan dalam

organisasi, dan bila tidak ada kehidupan maka organisasi itu mati. Ini mengandung arti

bahwa pembuatan keputusan adalah fungsi utama manajemen yang perlu dilaksanakan

oleh pemimpin dalam organisasi itu.

Karena keputusan itu pangkal suatu kegiatan yang akan mempengaruhi gerak

langkah seluruh anggota untuk menghadapi berbagai tugas, maka proses pembuatan

keputusan tidak hanya berperan sebagai fungsi pemimpin tapi juga mengkait kepentingan

anggota dan kepentingan seluruh organisasi. Karena berbagai faktor yang inherent pada

anggota dan pada kondisi organisasi, seperti masalah kematangan, kemanusiaan dan

pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas, maka kepentingan anggota atau

needsdijabarkan dalam bentuk partisipasi dalam berbagai jenis serta tingkat hingga

pembuatan keputusan itu efektif baik dalam arti perumusan keputusan maupun

implementasi keputusan tersebut.

Page 26: konflik manajemen

Pembuatan keputusan mengenal berbagai prinsip dasar sehingga baik dalam

tahapan perumusan maupun implementasinya pembuatan keputusan tersebut memenuhi

syarat sebagai alat manajemen yang dapat memberikan panduan bagi anggota dalam

bertindak dan berprilaku. Adapun Prinsip-Prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keputusan pada dasarnya ditujukan untuk memecahkan masalah, karena itu setiap

alternatifsolusi hendaknya tepat untuk masalah yang dituju.

2. Setiap keputusan hendaknya merupakan alternatif terbaik dengan resiko yang amat

minial.

3. Keputusan hendaknya sudah mempertimbangkan lingkup dan resiko secara

sistematik dan sistemik.

4. Keputusan hendaknya tidak berada diluar zona of acceptance manusia.

5. Keputusan yang efektif adalah keputusan yang dapat dilaksanakan.

6. Keputusan hendaknya memecahkan masalah yang generik bukan masalah yang

oprasional teknis.

7. Pembuatan Keputusan terdiri dari tahap perumusan keputusan dan implementasi

keputusan.

8. Pembuatan keputusan hendaknya menghasilkan suatu hasil yang dapat diukur.

9. keputusan tidak selalu harus dimulai dari data,tapi dari judgement.

Keseluruhan prinsip di atas dapat dijadikan dasar dalam setiap pembuatan

keputusan. Dengan menerapkan prinsip tersebut pembuat keputusan dapat terhindar dari

berbagai kesalahan dalam menggunakan pembuatan keputusan. Ini mengandung arti bahwa

kekacauan manajemen yang acap kali disebabkan oleh pembuatan keputusan yang tidak

didasarkan kepada prinsip yang tepat dapat dihindari. Proses pembuatan keputusan terdiri

dari dua tahapan yaitu: tahapan perumusan keputusan dan tahapan implementasi

keputusan. Setiap tahapan terdiri dari berbagai langkah atau kegiatan yang secara

sistematik dan runtun perlu diikuti oleh setiap pembuat keputusan. Keseluruhan rincian

tahapan dan kegiatan pembuatan keputusan tersebut tercantum di bawah ini

3.3.1 Perumusan Keputusan

A. Identifikasi masalah

Page 27: konflik manajemen

Keputusan diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah. Langkah pertama

yang harus dilakukan oleh pembuat keputusan adalah masalah-masalah apa saja yang harus

diputuskan.

Analisa konflik dualisme kepemimpinan di universitas Adi Jaya:

Konflik kepemimpinan yang terjadi di Universitas Adi Jaya adalah sebuah upaya

"revolusi" kepemimpinan. manajerial pengelolaan lembaga (Yayasan dan Universitas)

terpusat pada satu keluarga, kewenangan antara Yayasan dan Universitas menjadi kabur,

dan pada akhirnya konflik individu keluarga dalam memperebutkan siapa yang

mendapatkan apa sulit untuk dihindarkan. Revolusi sistem kepemimpinan tersebut

dimaksudkan agar kepemimpinan tidak lagi terpusat pada satu keluarga, manajemen

pengelolaan lebih transparan, kewenangan antara Yayasan dan Universitas lebih jelas, dan

yang paling utama adalah untuk menghindarkan bahaya laten perebutan kekuasaan antar

individu keluarga dikemudian hari.

Secara teoritis, realita konflik yang terjadi di Universitas Adi Jaya tidak relevan

dengan pandangan kaum interaksionis yang menganggap konflik sebagai sesuatu yang

konstruktif-fungsional. Karena kenyataannya konflik tersebut tidak lagi mengokohkan

fundamen organisasi dan melancarkan fungsi organisasi, tetapi sebaliknya cenderung

macet, mengalami stagnasi, tidak mampu mengambil keputusan tepat, condong menjadi

dekaden atau merosot. Akibat konflik tersebut jumlah mahasiswanya menurun drastis,

bahkan sebagian fakultas tidak memiliki mahasiswa. Karena mahasiswanya relatif sedikit

jumlahnya, otomatis pemasukan keuangannya pun rendah sedangkan biaya operasionalnya

tinggi, sehingga pengembangan akademik berjalan tertatih-tatih bahkan terkesan lumpuh.

Ditemukan bahwa faktor-faktor penyebab konflik kepemimpinan PTS Adi Jaya adalah:

a) Kebijakan atau keputusan sepihak

Kebijakan yang diambil oleh KH. Muhctar wahab selaku pendiri dan rektor

Universitas Adi Jaya - dengan mengangkat anak sulungnya dari istri pertamanya, dapat

menimbulkan kecemburuan dan kekecewaan kelompok lain (yaitu pihak keluarga istri

kedua), dan yang paling fatal adalah kesalahpahan persepsi di antara keluarga itu sendiri

yang menganggap Universitas Darul Ulum sebagai ‘warisan’ atau ‘milik’ keluarga. Karena

dianggap sebagai warisan keluarga, maka kompetisi atau persaingan yang kurang sehat di

Page 28: konflik manajemen

antara keluarga dalam memperjuangkan siapa yang mendapatkan apa tidak dapat

dihindarkan.

b) Perebutan kekuasaan

Munculnya dualisme kepemimpinan antara pihak struktural PTS yang diketuai oleh

anak dari istri pertama dengan pihak Yayasan Universitas Adi Jaya yang diketuai oleh

anak dari istri kedua, merupakan bentuk perebutan kekuasan di antara keluarga.

c) Ketidaksimbangan kekuasaan

Akibat dari perebutan kekuasaan antara individu keluarga tersebut, maka terjadilah

ketidakseimbangan kekuasaan. Semua kekuasaan dan kewenangan lembaga terpecah

menjadi dua yakni dari pihak PTS dan dari pihak yayasan.

d) Issue keuangan/dana

Salah satu alasan KH. Muhctar wahab mengudurkan dirinya dari posisi rektor

adalah terkait dengan issue keuangan. Issue keuangan ini mencuat karena selama

kepengurusan Yayasan Universitas Darul Ulum ditangani oleh keluarga, belum pernah

sekalipun ada laporan keuangan secara transparan. Pihak yayasan sangat yakin dengan

nama besar kampus dan berfikir sebaiknya program untuk menerima mahasiswa sebanyak-

banyaknya harus merupakan konsentrasi utama namun pihak rector berpandangan bahwa

kebesaran nama kampus yang didukung oleh program yang diselenggarakan DIKTI seperti

PHK ( program hibah kompetisi), program soft skill dll. Program-program tersebut

merupakan program yang didanai oleh DIKTI dengan nilai Rp 4 milyar, tujuannya adalah

untuk pengembangan kampus. Pengunduran KH. Muhctar wahab selain karna faktor usia

adalak karna faktor keuangan tersebut. Beliau merasa ragu bisa merealisasikan dana

tersebut demi tercapainya target progam.

e) Salah satu pihak merasa dirugikan

Bila salah satu pihak merasa dirugikan atas pihak lainnya, maka pihak yang merasa

dirugikan tersebut akan berontak dan menolak keputusan yang dianggap telah merugikan

kelompoknya itu. Dalam kasus ini, pihak yang merasa dirugikan adalah pihak keluarga istri

kedua. Merasa tidak mendapatkan apa yang seharusnya, maka mereka melakukan kudeta

melalui kubu yayasan.

f. Budaya paternalistik

Page 29: konflik manajemen

Dalam budaya pesantren, jika seorang ketua mengundurkan diri ato meninggal,

maka keturunannyalah yang berhak menggantikan posisi tersebut. Demikian pula yang

terjadi di Universitas Darul Ulum, meskipun berstatus sebagai perguruan tinggi, budaya

paternalistic tersebut tetap berlaku bagi sebagian civitas akademika. Seorang rektor atau

ketua Yayasan harus berasal dari keluarga KH. Muhctar wahab. Kondisi demikian ini

membuat senat Univeritas tidak memiliki banyak pilihan untuk mengajukan calon-calon

rektor Universitas Adi Jaya pada Yayasan. Sementara masing-masing putra-putri KH.

Muhctar wahab baik dari istri pertama maupun dari istri kedua sama-sama merasa berhak

mendapatkan ‘jatah’ rektor atau ketua yayasan Universitas Adi Jaya tersebut.

g) Rendahnya komitmen pemimpin (Inkonsisten)

penyerahan posisi rektor kepada putra dari istri pertama adalah tidakan yang dapat

menimbulkan keresahan bahkan perpecahan. Tidak semua kelompok dapat menerima

keputusan yang tersebut. Kelompok yang merasa kepentingannya tergagngu dengan

keputusan-keputusan tersebut akan melawan dengan cara apapun. Dapat dikatakan bahwa

pemimpin yang komitemen rendahnya (inkonsisten), maka kepercayaan bawahanpun

semakin rendah, dan jika kepercayaan bawahan rendah, reaksi penolakan akan muncul dari

bawahan, dan reaksi ini akan menyebabkan timbulnya konflik.

B. Perumusan tujuan

Tujuan apakah yang harus dicapai melalui pemecahan suatu masalah? Asumsi

dasar untuk setiap keputusan adalah bahwa suatu keputusan dibuat oleh seorang pemimpin

untuk mencapai tujuan tertentu. Ini berarti tidak hanya masalah yang dipecahkan saja yang

perlu jelas, tapi juga tujuan yang akan dicapainya harus labih jelas lagi. Kejelasan tujuan

ini diperlukan sebagai pedoman untuk menentukan pilihan-pilihan keputusan yang paling

tepat untuk suatu masalah. Keberhasilan suatu keputusan ditentukan oleh “apakah tujuan

yang sudah ditetapkan itu akhirnya dapat dicapai atau tidak”. Tujuan untuk masalah-

masalah yang generik harus dirumuskan secara umum dan mendasar, yang kemudian

diterjemahkan kedalam tujuan-tujuan yang lebih operasional yang disebut dengan objektif.

Setiap objektif perlu pula dijabarkan kedalam target-target baik yang bersifat kuantitatif

maupun kualitatif.

Page 30: konflik manajemen

Analisa perumusan tujuan dalam kesinambungan di PTS Adi Jaya:

Dari masalah yang telah diidentifikasi diatas, jelaslah bahwa sebagian masalah

yang timbul merupakan masalah inernal keluarga. Untuk itu pihak manajemn harus

berusaha terlebih dahulu menyelesaikan konflik intern tersebut.

Adapun faktor penting dalam proses pengambilan yakni:

1.keadaan internal organisasi

2.tersedianya informasi yangdiperlukan

3.keadaan eksternal organisasi

Berdasarkan uraian di atas faktor internal PTS Adi Jaya, dalam hal ini keluarga

merupakan faktor kunci bagi terselesaikannya konflik yang terjadi. Untuk itulah para

dewan manajemen hendaklah membantu menyelesaikan masalah tersebut demi tercapainya

tujuan PTS Adi Jaya. Penyelesaian konflik internal ini bisa jadi merupakan tujuan utama

dari pihak manajemen.

C. Identifikasi Alternatif Solusi

Alternatif solusi atau pemecahan untuk suatu masalah sangat penting karena setiap

masalah tidak mungkin dipecahkan hanya oleh suatu cara pemecahan saja. Alternatif-

alternatif ini diperlukan untuk sampai kepada pilihan keputusan yang tepat dengan resiko

yang sangat minimal. Identifikasi alternatif solusi ini ditentukan oleh: latar belakang

pendidikan, pengalaman hidup, tingkat kecerdasan, kemampuan antisipatif, kemampuan

berfikir kedepan, imaginasi, cita-cita, kreativitas,dan kemampuan untuk melihat secara jeli

setiap resiko dan dampak serta peluang yang mungkin diciptakan oleh suatu alternatif

keputusan tertentu.

Analisa pada konflik PTS Adi Jaya:

Sebenarnya, banyak strategi untuk mendamaikan konflik yang menyangkut usaha

untuk memperbaiki hubungan dan menghindari rasa permusuhan. Konflik dapat

diselesaikan melalui beberapa proses atau tahap, di antaranya:

1) memecahkan masalah mendasar dengan sikap kooperatif, artinya bila dua

kelompok atau dua individu mempunyai pendirian dan tujuan yang berbeda karena

masing-masing menganut sistem nilai yang tidak sama, maka masalah dapat

diselesaikan dengan duduk bersama, berunding dan bermusyawarah, melihat

Page 31: konflik manajemen

masalahnya dengan kepala dingin, ’legawa’ melepas perbedaan dan tidak menang

sendiri;

2) menyatukan tujuan (goal), tujuan bersama ini harus bisa dicapai karena itu sifatnya

memaksa (inperative);

3) ekspansi sumber daya (energi);

4) kompromi, yaitu saling berjanji di mana kedua belah pihak bersedia ”melepaskan”

sebagian dari tuntutannya; dan

5) mengubah struktur individu dan struktu rorganisasi (Kartono, 1998: 224-227).

D. Penentuan Kriteria Pemilihan Alternatif

Solusi Kriteria suatu alternatif pemecahan sangat sulit dikembangkan secara pasti,

karena sangat bergantung kepada kondisi dan visi pembuat dan pelaksana keputusan untuk

mencapai tujuan yang telah ditentukan. Namun demikian kriteria umum dapat diungkap

seperti dibawah ini:

a) Alternatif solusi itu harus tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan

b) Altertnatif solusi itu harus jelas dampak, resiko dan peluang yang mungkin

diciptakan

c) Alternatif solusi itu harus fleksible untuk dilaksanakan

d) Alternatif solusi itu harus tidak bertentangan dengan nilai, etika, moral yang

dipegang oleh anggota organisasi dan oleh organisasi.

e) Alternatif solusi itu harus membawa perubahan bagi organisasi menuju yang lebih

baik dari keadaan sekarang.

Secara operasional akhirnya kriteria ini sangat ditentukan oleh pembuat keputusan.

Alternatif solusi yang dipilih mungkin mempunyai resiko tinggi dan sulit dilaksanakan,tapi

dapat membawa perubahan yang diinginkan. Dalam manajemen acapkali ditemukan suatu

alternatif solusi yang sangat mahal yang harus diambil untuk suatu hasil yang mempunyai

nilai sangat tinggi.

E. Penentuan Pilihan Alternatif Solusi (Keputusan)

Penentuan pilihan solusi atau keputusan ini dalam tahapan pembuatan keputusan

merupakan tahapan yang sangat kritis dan sangat menentukan.Pembuat keputusan atas

dasar semua pilihan yang tersedia,dengan berbagai resiko,dampak dan peluang akhirnya

Page 32: konflik manajemen

harus sampai pada suatu titik pilihan keputusan.Pilihan ini harus diambil dengan

kecermatan, kejelian, keberanian, tanggung jawab,dan komitmen yang besar.Tanpa sikap-

sikap seperti itu suatu keputusan tidak akan mempunyai makna apa-apa. Sikap seperti

inilah yang menciptakan berbagai dinamika dan perubahan dalam suatu organisasi.

F. Sosialisasi dan Komunikasi

Langkah ini dipandang strategis untuk memasyarakatkan keputusan agar setiap

orang memahami dalam rangka memenangkan dukungan untuk upaya yang mengandung

pembaharuan. Tujuan yang perlu dicapai adalah support atau dukungan dari segenap

anggota atau masyarakat organisasi terhadap upaya yang akan dilaksanakan. Sosialisasi

dan komunikasi ini harus dirancang secara sistematik untuk menciptakan kondisi dan

suasana yang favourable. Kritikan dan resistansi harus diantisipasi dan langkah-langkah

penanggulangannya sudah harus disiapkan. Keseluruhan jalur komunikasi organisasi dan

media teknologi yang diperlukan harus dimobilisir sedemikian rupa sehingga suasana yang

favourable itu dapat diciptakan.Winning the support dari masyarakat begitu penting untuk

ikut mendorong terwujudnya hasil yang diharapkan.

analisa konflik PTS Adi Jaya:

dalam hal ini perlu adanya komunikasi intern antar pihak-pihak yang bersengketa.

Pihak manajemen perlu melakukan sosialisasi dan komunikasi pada kedua keluarga.

Manajemen perlu melakukan pendekatan internal dengan kedua keluarga melalui

komunikasi, guna keberlangsungan PTS Adi Jaya.

G. Pengawasan

Pengawasan adalah salah satu unsur yang dapat dimanfaatkan untuk membantu

kelancaran implementasi. Pengawasan ini mencakup pemantauan atau monitoring, evaluasi

dan intervensi untuk meluruskan apa yang ditemui tidak sesuai dengan ketentuan dan

aturan yang telah ditentukan. Pengawasan ini dapat dilakukan oleh aparat yang ditunjuk

untuk itu, atau langsung oleh unsur pimpinan kepada bawahannya.

3.4 Langkah Pengambilan Keputusan Terprogram Dan Tidak Terporgram di PTS

Adi Jaya

Page 33: konflik manajemen

3.4.1 Keputusan terprogram

Keputusan terprogram adalah keputusan yang berulang dan rutin yang diambil

mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan. dalam keputusan terprogram prosedur

dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami organisasi. Keputusan

terprogram memiliki struktur yang baik karena pada umumnya kriteria bagaimana suatu

kinerja diukur sudah jelas, informasi mengenai kinerja saat ini tersedia dengan baik,

terdapat banyak alternatif keputusan, dan tingkat kepastian relatif yang tinggi. Tingkat

kepastian relatif adalah perbandingan tingkat keberberhasilan antara 2 alternatif atau lebih.

Dalam pengambilan keputusan terprogram di PTS Adi Jaya, langkah-langkah yang

dilakukan sudah tidak relevan lagi. Terbukti dengan terjadinya kemunduran prestasi PTS

tersebut. Hal ini disebabkan karena pihak rektor maupun yayasan sudah tidak konsentrasi

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing. Program-program kampus,

seperti program keprofesionalan dan program dikti sudah tidak berjalan dengan baik lagi,

karena biaya buat program-program tersebut habis dipakai untuk biaya persidangan.

Keputusan-keputusan terprogram yang diambil pun sudah tidak menyeleweng dari

prosedur-prosedur yang telah ditentukan.

3.4.2 keputusan tidak terprogram

Keputusan tidak terprogram adalah keputusan yang tidak terstruktur dan tidak

berurutan, diambil untuk menangani masalah-masalah tidak terstruktur. Penyelesaiannya

memerlukan cara-cara khusus yang sama sekali baru. Keputusan ini belum ditetapkan

sebelumnya dan pada keputusan tidak terprogram tidak ada prosedur baku yang dapat

digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Keputusan ini dilakukan ketika organisasi

menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, sehingga organisasi tidak

dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, sehingga terdapat

ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau

tidak, akibatnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif

keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram selain itu tingginya kompleksitas

dan ketidakpastian keputusan tidak terprogram pada umumnya melibatkan perencanaan

strategik.

Page 34: konflik manajemen

Dari uraian diatas sangat jelaslah bahwa PTS Adi Jaya belum mampu melakukan

pengambilan keputusan tidak terprogram, Karena masih adanya konflik dualisme

kepemimpinan dalam PTS tersebut. Kudeta pihak yayasan yang diketuai oleh keluarga istri

kedua KH. Muhctar wahab merupakan suatu masalah yang tidak terduga. Pihak

manajemen baik dr pihak rektor maupun yayasan belum mampu membuat suatu keputusan

tidak terprogram. Hal ini terbukti dengan semakin panasnya konflik yang terjadi hingga

berakhir di meja persidangan serta makin memburuknya situasi operasional kampus yang

ditandai dengan makin berkurangnya mahasiswa baru dan dosen-dosen yang memilih

keluar atau pindah ke PTS yang lebih menjanjikan.

3.5 Pengambilan Keputusan Perorangan Dan Kelompok

3.5.1 pengambilan keputusan perorangan

Pengambilan keputusan individu adalah pengambilan keputusan dilakukan oleh

perorangan dan biasanya diambil oleh pimpinan/manajer perorang-n sesuai dengan

wewenangnya. Pengambilan keputusan di PTS Adi Jaya tersebut cenderung berdasarnya

pengambilan keputusan perorangan. Terbukti dengan pengangkatan anak pertama KH.

Muhctar wahab sebagai rektor menggantikannya. Menurut pengamatan saya

pengeangkatan rektor tersebut cenderung merupakan keputusan individu KH. Muhctar

wahab sendiri tanpa konfirmasi yayasan atau pihak keluarga istri kedua.

Gaya pengambilan keputusan individual ini cenderung mengikuti pola Kewenangan

Tanpa Diskusi (Authority Rule Without Discussion). Metode pengambilan keputusan ini

seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik atau dalam kepemimpinan militer.

Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu cepat, dalam arti ketika organisasi tidak

mempunyai waktu yang cukup untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu,

metode ini cukup sempurna dapat diterima kalau pengambilan keputusan yang

dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan

diskusi untuk mendapatkan persetujuan para anggotanya.

Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan,

ia akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para

anggota organisasi terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka

Page 35: konflik manajemen

kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan

keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-

sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok,daripada keputusan yang diambil

secara individual.

Dalam kaitannhya dengan konflik dualisme PTS Adi Jaya, pengambilan keputusan

individu ini cenderung merupakan keputusan sepihak. Hal inilah yang menimbulkan

kecemburuan intern antar keluarga kedua istri KH. Muhctar wahab tersebut. Dari

kecemburuan dan rasa kurang keadilan tersebut, maka munculnya kudeta dr pihak keluarga

istri kedua. Akibat kudeta tersebut kondisi operasional kampus tidak berjalan efektik dan

makin memburuk.

3.5.2 pengambilan keputusan kelompok

Pengambilan keputusan kelompok/ organisasi berdasar pada pengambilan

keputusan secara individu anggota kelompok. Banyak keputusan diambil melalui grup,

tim, panitia, dll. Pengambilan keputusan secara kelompo ini dalam PTS Adi Jaya sangat

minim. Karena, PTS tersebut telah tebagi menjadi dua pihak yang tidak sejalan lagi.

Akibatnya pengambilan keputusan hanyalah dikalangan kelompok-kelompok mereka saja

tanpa ada konfirmasi dan komunikasi antara pihak PTS dan yayasan.

Pengambilan keputusan kelompok ini cenderung mengikuti pola Kewenangan

Setelah Diskusi (authority rule after discussion). Sifat otokratik dalam pengambilan

keputusan ini lebih sedikit. Karena metode authority rule after discussion ini

pertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota organisasi dalam proses

pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode ini

akan mengingkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga

munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil dari

usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain, pendapat

anggota organisasi sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan, namun

perilaku otokratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh.

Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu pada

anggota organisasi akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil atau pembuat

keputusan. Artinya bagaimana para anggota organisasi yang mengemukakan pendapatnya

Page 36: konflik manajemen

dalam proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa

pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.

Melihat uraian diatas, metode pengambilan keputusan kelompok tidak efektif

dilakukan guna memperbaiki keadaan PTS. Karena hasil keputusan yang diperoleh hanya

berlaku bagi angggota kelompoknya saja tanpa persetujuan pihak lainnya. Tidak adanya

komunikasi antara pihak yayasan dan PTS membuat kemungkinan terjadi persaiangan di

dalam kampus, dan memungkinkan adanya 2 keputusan yang sama. Hal ini bisa

menyebabkan para sasaran keputusan bingung melaksanakan keputusan yang mana.

3.6 Tingkat Keterbatasan Dalam Pengambilan Keputusan Para Anggota Dalam

Organisasi

Konflik juga dapat terjadi jika para anggota suatu kelompok merasakan tujuan

mereka bertentangan. Alih-alih mempunyai orientasi individualistis, para anggota

hendaknya berusaha mencapai beberapa tujuan sekaligus. Hal ini mungkin tidak sukar,

karena tujuan-tujuan itu sering saling melengkapi. Misalnya, satu orang lain mungkin ingin

belajar sebanyak-banyaknya, sedangkan orang lain ingin membagi pengetahuannya dengan

kelompok itu. Ini merupakan tujuan-tujuan yang saling melengkapi yang kedua-duanya

dapat dipenuhi. Beberapa orang harus juga bersedia untuk menangguhkan tujuan mereka

demi kebaikan kelompok.

Seringnya terjadi konflik di dalam kelompok karena kesukaran membagi sumber

daya yang tersedia. Para anggota kelompok merasakan keterbatasan sumber daya dan

cenderung untuk memperjuangkan siapa yang harus mendapatkan apa. Tetapi jika orang-

orang itu sadar bahwa sumber daya dapat diperluas, tenaga para anggota dapat digunakan

dalam usaha untuk membaginya. Sekalipun sumber daya itu tidak dapat diperluas,

setidaknya sumber daya tersebut dapat dinikmati bersama.

Dalam pengambilan keputusan para anggota kedua belah pihak sangat terbatas.

Karena tida semuanya mendukung sepenuhnya keputusan pimpinan mereka. Bisa saja

salah satu lainnya mementingkan kepentingan kampus ketimbang mementingkan

kepentingan kelompok masing-masing. Tapi karena melihat kondisi yang tidak

memungkinkan untuk menyampaikan pendapatnya tersebut, maka kebanyakan memilih

diam dan ikut-ikutan saja. Persaingan antara kelompok PTS dan yayasan tersebut

Page 37: konflik manajemen

menciptakan keterbatasan anggota dalam menyampaikan pendapatnya. Semakin sedikit

pendapat anggota, maka semakin sedikit pula pertimbangan yang dilakukan pemimpin. Hal

inilah yang mendasari pengambilan keputusan cenderung individual.