laporan akhir pelatihan kader kesehatan peduli tb dalam penemuan ...
Manajemen-Kesehatan-TB PARU.doc
-
Upload
indah-puspita-sari-pane -
Category
Documents
-
view
141 -
download
1
description
Transcript of Manajemen-Kesehatan-TB PARU.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di masa yang akan datang, pembangunan kesehatan akan menghadapi
berbagai permasalahan dan tantangan yang cukup berat. Jika dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN, status kesehatan masyarakat Indonesia masih jauh
tertinggal.1
Penyakit menular merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
Indonesia yang bersamaan dengan mulai meningkatnya masalah penyakit tidak
menular. Salah satu penyakit menular yang menjadi masalah utama di Indonesia
dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi adalah Tuberkulosis Paru (TB
Paru).1
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di
dunia ini. Penyebarannya yang sangat mudah yakni melalui droplet dari penderita
yang terhirup ke saluran nafas menyebabkan penyakit ini sangat mudah menular.
Bila tidak diobati penyakit ini akan berakibat fatal.2,3
Lebih dari lima juta kasus baru dari tuberkulosis dilaporkan ke WHO
pada tahun 2005 dimana 90% diantaranya berasal dari negara berkembang. WHO
memperkirakan bahwa dikarenakan oleh kurangnya deteksi kasus-kasus baru,
hanya 60% yang terlapor sehingga diestimasikan sekitar 8,8 juta kasus baru terjadi
di seluruh dunia pada tahun 2005. Kasus baru ini 95% terjadi di Asia, termasuk
Indonesia. 2
Di Indonesia sendiri pada tahun 2008 prevalensi tuberkulosis mencapai
253 per 100.000 penduduk, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan
jumlah penderita tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah
pasien tuberkulosis di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien
tuberkulosis dunia. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus tuberkulosis
baru di Indonesia dengan kematian sekitar 91.000 orang.4
Oleh sebab itu, diperlukan suatu manajemen kesehatan yang baik untuk
mencegah dan mengendalikan sumber penularan pada TB paru, agar tidak
menjadi sumber infeksi dan mencegah terjadinya KLB.
1
1.2. Tujuan
Makalah ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
senior di Departemen Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran
Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
1.3. Manfaat
Bagi penulis, penulisan makalah ini untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penerapan ilmu kesehatan masyarakat yang diperoleh semasa
perkuliahan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. TB Paru
2.1.1. Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, biasanya mengenai paru meski pada sepertiga kasus
didapati keterlibatan organ lainnya. Bila tidak diobati penyakit ini akan berakibat
fatal. Transmisi penyakit terjadi melalui penyebaran droplet di udara yang berasal
dari pasien yang terinfeksi tuberkulosis paru.2,3
2.1.2 Etiologi
M. tuberculosis berbentuk batang, tidak berspora dan berukuran 3-5 µm.
Mycobacterium termasuk M. tuberculosis seringkali netral dengan pewarnaan
gram. Namun, apabila diberi zat warna basilnya tidak bisa luntur dengan alkohol
asam. Hal ini disebabkan karena organisme ini terdiri dari asam mikolik, asam
lemak rantai panjang yang bercabang dan lipid pada dinding sel. Lipid pada
dinding sel ini terhubung dengan arabinoalaktan dan pertidoglikan di bawahnya.
Struktur yang terbentuk menyebabkan permeabilitas dinding sel yang sangat
rendah sehingga menurunkan efektivitas sebagian besar antibiotik.3
M. tuberculosis berkembang biak dengan lambat. Bila spesimen
diisolasikan ke media sintesis padat, diperlukan 3-6 minggu untuk tumbuh,
sedangkan tes suspektibilitas obat membutuhkan tambahan 4 minggu.3
2.1.3 Epidemiologi
Lebih dari lima juta kasus baru dari tuberkulosis dilaporkan ke WHO pada
tahun 2005 dimana 90% diantaranya berasal dari negara berkembang. WHO
memperkirakan bahwa dikarenakan oleh kurangnya deteksi kasus-kasus baru,
hanya 60% yang terlapor sehingga diestimasikan sekitar 8,8 juta kasus baru terjadi
di seluruh dunia pada tahun 2005. Kasus baru ini 95% terjadi di Asia, termasuk
Indonesia.3
3
Di Indonesia sendiri pada tahun 2008 prevalensi tuberkulosis mencapai
253 per 100.000 penduduk, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara dengan
jumlah penderita tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah
pasien tuberkulosis di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien
tuberkulosis dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus
tuberkulosis baru dengan kematian sekitar 91.000 orang.4
2.1.4 Patogenesis
Penularan TB terjadi karena menghirup udara dengan partikel-partikel
yang mengandung M. Tuberculosis dan mencapai alveolus. M. Tuberculosis akan
difagositosis oleh makrofag alveolus dan dibunuh. Tetapi kalau M. Tuberculosis
yang dihirup virulen dan makrofag alveoli lemah, maka M. Tuberculosis akan
berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari
darah akan ditarik secara kamostaksis ke arah M. Tuberculosis berada, kemudian
memfagositosis basil TB tetapi tidak membunuhnya. Makrofag dan basil TB
membentuk tuberkel yang juga mengandung sel–sel epiteloid, makrofag yang
menyatu (sel datia Langhans) dan limfosit T. 4,5
Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di
dalamnya dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. M. Tuberculosis atau basil TB
menyebar ke kelenjar limfe hilus. Lesi pertama di alveolus , infeksi kelenjar limfe
dan limfadenitis yang bersangkutan membentuk kompleks primer. Basil TB
setelah dari limfe dapat menyebar melalui saluran limfe dan saluran darah ke
organ-organ lain seperti hepar, lien, ginjal, tulang, otak dan lain-lainnya. 4,5
Basil TB dapat langsung menyebabkan penyakit di organ-organ atau hidup
dorman di dalam makrofag jaringan dan dapat menyebabkan TB aktif bertahun-
tahun kemudian. Tuberkel juga dapat hilang dengan resolusi, berkalsifikasi
membentuk kompleks Ghon, atau terjadi nekrosis dengan material kiju yang
dibentuk dari makrofag. Kalau masa kiju mencair maka basil dapat berkembang
biak ekstraseluler sehingga dapat meluas di jaringan paru dan dapat menyebar
secara bertahap menyebabkan lesi di organ-organ lainnya atau disebut sebagai TB
milier. 4,5
Respon imun terdiri dari delayed type hypersensitivity (DTH) dan cell-
mediated immunity (CMI) yang akan terjadi dalam 4 sampai 6 minggu setelah 4
infeksi primer. Antigen memproses antigen presenting cell (APC) untuk
memproduksi major histocompability complex (MHC). Terdapat 2 kelas MHC
yaitu sel T yang membantu fungsi imun/T-helper yang dikenal sebagai CD4
masuk ke dalam MHC kelas II dan sel T yang berfungsi sebagai supressor atau
sitotoksik dikenal sebagai CD8 berhubungan dengan MHC kelas I. Daya tahan
tubuh terhadap TB tergantung fungsi CD4, dimana bila terjadi defisiensi CD4
maka individu tersebut akan rentan terhadap infeksi TB. 4,5
Limfadenitis biasanya merupakan komplikasi awal TB primer, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama setelah infeksi. Penyebaran infeksi pada kelenjar
superfisial tersering adalah melaui pembuluh limfe dan pembuluh darah.
Masuknya basil TB ke dalam aliran limfe selama fase awal TB primer paru dapat
tertahan pada satu atau lebih kelenjar superfisial. Dalam beberapa bulan,
penyebaran secara hematogen dapat diketahui jika ditemukan pembesaran seluruh
kelenjar limfe yang bersifat sementara. 5
Pada sebagian besar kasus, infeksi pada kelenjar limfe ini regresi dan
sembuh sempurna, sedangkan pada sebagian kecil basil berkembang biak dalam
kelenjar limfe atau membentuk fokus TB yang tidak aktif, tetapi basil tetap hidup
di dalamnya. Fokus laten ini akan menjadi aktif beberapa bulan atau tahun
kemudian tergantung dari basil yang masuk, faktor imunitas bawaan maupun
didapat, faktor hipersensitivitas dan suseptibilitas kelenjar limfe yang terkena.5
Limfadenitis TB juga bisa disebabkan oleh penyebaran limfatik langsung
dari fokus primer TB di luar paru. Bila kelenjar limfe merupakan bagian dari
kompleks primer, pembesaran akan timbul pertama kali di dekat tempat masuk
basil TB. Limfadenitis TB inguinal atau femoral yang unilateral merupakan
penyebaran dari fokus primer di kulit atau subkutan paha. Limfadenitis TB dileher
pada beberapa kasus dapat disebabkan oleh infeksi primer di tonsil, akan tetapi
kasus ini jarang terjadi kecuali di beberapa negara yang mempunyai prevalensi TB
oleh M.bovine yang tinggi.5
2.1.5 Strategi Pengobatan
5
Komponen Strategi DOTS2
1.Komitmen politis dari pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2.Pemeriksaan TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3.Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkolosis (OAT) jangka
pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat
(PMO).
4.Kesinambungan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5.Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program pengendalian TB
2.2 Manajemen Kesehatan
Menurut Notoatmodjo, manajemen kesehatan adalah suatu kegiatan atau
suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan dan nonpetugas kesehatan guna
meningkatkan kesehatan masyarakat. Dengan kata lain, manajemen kesehatan
masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan
6
kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen
adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.6
Ruang lingkup manajemen kesehatan secara garis besar mengerjakan
kegiatan yang berkaitan dengan, 6
a. Manajemen sumber daya manusia.
b. Manajemen keuangan (mengurusi cash flow keuangan).
c. Manajemen logistik (mengurusi logistik-obat dan peralatan).
d. Manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen (mengurusi
pelayanan kesehatan).
2.3 Manajemen Kesehatan pada TB Paru
Kebijakan Pengendalian TB paru di Indonesia7
1. Pengendalian TB paru di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas
desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kbupaten/Kota sebagai
titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana,
tenaga, sarana dan prasarana)
2. Pengendalian TB paru dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS
dan memperhatikan strategi Global Stop TB partnership
3. Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen daerah
terhadap program pengendalian TB paru
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya MDR-TB
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyenkes), meliputi
Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah Balai/Klinik Pengobatan, Dokter
Praktek Swasta (DPS) dan fasilitas kesehatan lainnya.
6. Pengendalian TB paru dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama dan
kemitraan di antara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta, dan
7
masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian TB
(Gedurnas TB)
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan
ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan
8. Obat anti tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan secara
cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistik yang efektif demi
menjamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk
meningkatkan dan mempertahankan kinerja program
10. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan lainnya terhadap TB
11. Penderita TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya
12. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.
Strategi nasional pengendalian TB paru di Indonesia 2010-20147
1. Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu
2. Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan
masyarakat miskin serta rentan lainnya
3. Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat
(sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Publik-Private Mix
dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB care
4. Memberdayakan masyarakat dan penderita TB
5. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen
program pengendalian TB
6. Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB
7. Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi
strategis
Manjemen Terpadu Pengendalian TB MDR , antara lain meliputi7 :
1. Persyaratan wilayah
Komitmen dari seluruh pihak yang terlibat
8
Telah melaksanakan strategi DOTS dengan hasil baik.
Mempunyai UPK rujukan “spesialistik”.
Mempunyai akses ke laboratorium rujukan TB biakan & uji kepekaan yg
telah tersertifikasi.
Terdapat jejaring antar UPK rujukan – UPK pelayanan kesehatan dasar
yang berfungsi
2. Persiapan Petugas Rumah Sakit
Pembentukan Tim Ahli Klinis yang terlatih (ahli paru/penyakit dalam) dan
Tim Terapeutik (ahli jiwa, farmakologi klinik, THT, mikrobiologist)
Dokter pelaksana
Perawat
Petugas farmasi
Social Worker
Petugas laboratorium
Petugas data
3. Persiapan Sarana Pelayanan
RS Rujukan TB MDR
a. Memiliki ruang perawatan dengan spesifikasi khusus untuk infeksi air
borne
b. Memiliki ruang rawat jalan dengan spesifikasi khusus untuk infeksi
air borne
c. Fasilitas penunjang (Lab, rontgen, audiometri)
d. Akses laboratorium kultur dan DST yang tersertifikasi
e. Memiliki gudang penyimpanan OAT Lini 2
f. Komputer yang terhubung dengan internet9
g. Komunikasi telepon
Fasyankes Satelit
a. Memiliki ruang rawat jalan dengan spesifikasi khusus untuk infeksi
air borne
b. Memiliki tempat penyimpanan OAT Lini 2
c. Komunikasi telepon
4. Dukungan pendanaan
PROGRAM TB
NASIONAL
Diagnosis
Pengobatan
Obat
Pemeriksaan penunjang
Efek samping
Transport (optional)
LOKAL
Dukungan Gizi
Transport
Efek samping yang samping yang tidak didukung program nasional
International Standards for Tuberculosis Care (ISTC). berperan sebagai rambu-
rambu minimal untuk tenaga medis yang mengelola kasus TB. ISTC memuat hal-
hal apa yang seharusnya dilakukan dokter dalam mengelola pasien TB, sedangkan
pedoman organisasi profesi berisi panduan bagaimana mengelola pasien TB.
ISTC berisi 21 standar yang terdiri dari 6 standar diagnosis (1-6), 7 standar terapi
10
(7-13), 4 standar penanganan TB dengan infeksi HIV dan kondisi komorbid lain
(14-17), dan 4 standar kesehatan masyarakat (18-21).2
BAB III
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kompleks
Mycobacterium tuberculosis, biasanya mengenai paru meski pada sepertiga kasus
didapati keterlibatan organ lainnya. Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara
dengan jumlah penderita tuberkulosis terbanyak di dunia setelah India dan China.
Jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah
pasien tuberkulosis dunia.
M. tuberculosis umumnya ditularkan dari orang ke orang lain melalui
droplet yang terhirup di udara. Droplet dengan ukuran < 10 µm dapat mencapai
alveoli dan menginisiasi infeksi. Lokasi infeksi primer di paru disebut “kompleks
primer fokus Gohn”.
Untuk mencegah penularan dan untuk pengendalian, maka diperlukan
manajemen yang tepat. Persiapan wilayah, petugas, sarana dan prasarana
kesehatan, serta pendanaan yang baik merupakan kunci manajemen dalam
pengendalian TB paru.Peran serta masyarakat dan lintas sektor terkait harus
ditingkatkan secara berkesinambungan melalui penyuluhan dan promosi
kesehatan untuk mengendalikan sumber penularan dari M. tuberculosis . Untuk
meningkatkan daya ungkit pengendalian TB paru akan terlaksana dengan baik
kalau digerakkan oleh Kementrian Dalam Negeri termasuk pemerintah daerah di
semua tingkat administrasi dan dukungan dukungan teknik dari sektor kesehatan.
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Kesehatan Dan Gizi Masyarakat. 2006. Kajian Kebijakan
Penanggulangan (Wabah) Penyakit Menular Studi Kasus DBD. Available
from: kgm.bappenas.go.id/index.php [accessed 17th July 2013]
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis Pedoman diagnosis dan
penatalaksanaan di Indonesia. 2011. Indonesia
3. Fauci, et al.Harrison's Principles of Internal Medicine - 17ed. New York,
USA. Mc Graw-Hill. 2008. Ch 158
4. Kemenkes RI , 2012. Pengendalian TB Di Indonesia Mendekati Target MDG.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/857-pengendalian-tb-
di-indonesia-mendekati-target-mdg.html [Akses 17 Juli 2013]
5. World Health Organization, 2013. Map available at
http://www.who.int/hiv/topics/tb/tbhiv_facts_2013/en/index.html [Akses 17
Juli 2013]
6. Herlambang, S., Murwani, A., 2012. Manajemen Kesehatan dan Rumah
Sakit. Ed. 1. Yogyakarta : Gosyen Publishing, 39-40.
7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kemenkes RI, 2011. Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia tahun 2011-2014.
12