Manajemen Cairan Pada Anak

51
KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK A. Konsep Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak 1. Cairan Tubuh Air memiliki presentase yang besar dari badan manusia. Pada bayi prematur sekitar 80% dari barat badannya adalah air. Sedangkan pada bayi yang lahir cukup sekitar 70% dari berat badannya merupakan air. Seiring dengan bertumbuhnya usia maka presentase air menurun. Pada orang dewasa laki- laki kira-kira 60% dari berat badannya adalah air. Sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50% adalah air. Presentase air pada tubuh lansia kira-kira 45% sampai 55% dari berat badannya. (Horner & Swearingen, 2001). Cairan di dalam tubuh manusia tidaklah terkumpul didalam satu tempat saja, melainkan didistribusikan kedalam dua ruangan utama yakni cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang terdapat didalam sel dengan jumlah sekita 40% dari berat badan, dan merupakan bagian dari protoplasma. Pada intraseluler ini terjadi proses metabolisme. Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat diluar sel dengan jumlah sekitar 20% dari berat badan dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel dan membuang sampah sisa metabolisme. Cairan ekstraseluler ini terbagi menjadi dua, yaitu cairan interstisial dan cairan intravaskuler.

Transcript of Manajemen Cairan Pada Anak

Page 1: Manajemen Cairan Pada Anak

KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADA ANAK

A. Konsep Kebutuhan Cairan dan Elektrolit pada Anak

1. Cairan Tubuh

Air memiliki presentase yang besar dari badan manusia. Pada bayi prematur

sekitar 80% dari barat badannya adalah air. Sedangkan pada bayi yang lahir cukup sekitar

70% dari berat badannya merupakan air. Seiring dengan bertumbuhnya usia maka

presentase air menurun. Pada orang dewasa laki-laki kira-kira 60% dari berat badannya

adalah air. Sedangkan pada wanita dewasa sekitar 50% adalah air. Presentase air pada

tubuh lansia kira-kira 45% sampai 55% dari berat badannya. (Horner & Swearingen,

2001).

Cairan di dalam tubuh manusia tidaklah terkumpul didalam satu tempat saja,

melainkan didistribusikan kedalam dua ruangan utama yakni cairan intraseluler dan

cairan ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang terdapat didalam sel dengan

jumlah sekita 40% dari berat badan, dan merupakan bagian dari protoplasma. Pada

intraseluler ini terjadi proses metabolisme.

Cairan ekstraseluler adalah cairan yang terdapat diluar sel dengan jumlah sekitar

20% dari berat badan dan berperan dalam memberi bahan makanan bagi sel dan

membuang sampah sisa metabolisme. Cairan ekstraseluler ini terbagi menjadi dua, yaitu

cairan interstisial dan cairan intravaskuler. Cairan interstisial adalah cairan yang terdapat

pada celah antarsel atau disebut pula cairan jaringan, berjumlah sekitar 15%  dari berat

badan. Pada umumnya cairan interstisial berfungsi sebagai pelumas agar tidak terjadi

gesekan pada saat dua jaringan tersebut bergerak. Contoh dari cairan interstisial yaitu

cairan pleura, cairan perikardial dan cairan peritoneal. Cairan intravaskuler merupakan

cairna yang terdapat didalam pembuluh darah dan merupakan plasma yang berjumlah

sekitar 5% dari berat badan.

Page 2: Manajemen Cairan Pada Anak

2. Komponen Cairan

a. Cairan Nutrien

Cairan nutrien (zat gizi) melalui intravena dapat memenuhi kalori dalam

bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin yang penting untuk metabolisme. Kalori

yang berada pada cairan dapat berkisar antara 200-1500 kalori perliter.

Cairan nutrien terdiri atas :

1) Karbohidrat dan air, contoh : dextrose (glukosa), levulose (fruktosa), invert sugar

(½ dextrose dan ½ levulose)

2) Asam amino, contoh : amigen, amonosol, dan travamin 

3) Lemak, contoh : lipomul dan liposyn.

b. Blood Volume Expanders

Blood volume expanders merupakan bagian dari jenis cairan yang berfungsi

untuk meningkatkan volume pembuluh darah setelah kehilangan darah atau plasma.

Jenis blood volume expanders antara lain human serum albumin dan dextran dengan

konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga

secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.

c. Cairan Elektrolit

Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat

bertegangan tetap dengan bermacam-macam elektrolit. Cairan saline terdiri atas

cairan isotonik, hipotonik dan hipertonik.

Contoh cairan elektrolit adalah :

1) Cairan Ringer’s, terdiri atas : Na+, K+, Cl-, Ca2+

2) Cairan Ringer’s Laktat, terdidri atas : Na+, K+, Mg+, Cl-, Ca2+, HCO3-

3) Cairan Buffer’s, terdiri atas : Na+, K+, Mg2+, Cl-, HCO3-

Page 3: Manajemen Cairan Pada Anak

3. Distribusi Cairan Tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen utama, yaitu

cairan intraselular (CIS) dan cairan ekstra selular (CES). Cairan intraseluler adalah cairan

yang berada didalam sel diseluruh tubuh, sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan

yang berada diluar sel dan terdiri dari tiga kelompok yaitu cairan intravaskuler (plasma),

cairan interstisial dan cairan transeluler. Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di

dalam sistem vaskuler, cairan interstisial adalah cairan yang terletak diantara sel,

sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus seperti cairan serebrospinal,

cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.

Pada orang normal dengan berat 70 kg, total cairan tubuh (TBF) rata-ratanya

sekitar 60% berat badan atau sekitar 42 L. Persentase ini dapat berubah, bergantung pada

umur, jenis kelamin dan derajat obesitas ( Guyton & Hall, 1997).

1) Cairan Intraselular (CIS) = 40% dari BB total

CIS adalah cairan yang terkandung di dalam sel. Pada orang dewasa kira-kira

2/3 dari cairan tubuh adalah intraselular, sama kira-kira 25 L pada rata-rata pria

dewasa (70 kg). Sebaliknya, hanya ½ dari cairan tubuh bayi adalah cairan intraselular.

2) Cairan Ekstraselular (CES) = 20% dari BB total

CES adalah cairan diluar sel. Ukuran relatif dari (CES) menurun dengan

peningkatan usia. Pada bayi baru lahir, kira-kira ½ cairan tubuh terkandung didalam

(CES). Setelah 1 tahun, volume relatif dari (CES) menurun sampai kira-kira 1/3 dari

volume total. CES terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

a. Cairan interstisial (CIT)

Cairan disekitar sel, sama dengan kira-kira 8 L pada orang dewasa. Cairan

limfe termasuk dalam volume interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume

CIT kira-kira sebesar 2 kali lebih besar pada bayi baru lahir dibanding orang

dewasa.

b. Cairan intravaskular (CIV)

Cairan yang terkandung didalam pembuluh darah. Volume relatif dari CIV

sama pada orang dewasa dan anak-anak. Rata-rata volume darah orang dewasa

Page 4: Manajemen Cairan Pada Anak

kira-kira 5 – 6 L (8% dari BB), 3 L (60%) dari jumlah tersebut adalah plasma.

Sisanya 2 – 3 L (40%) terdiri dari sel darah merah (eritrosit) yang mentranspor

oksigen dan bekerja sebagai bufer tubuh yang penting; sel darah putih (leukosit);

dan trombosit, tetapi nilai tersebut diatas dapat bervariasi pada orang yang

berbeda-beda, bergantung pada jenis kelamin, berat badan dan faktor-faktor lain.

3) Cairan Transelular (CTS)

CTS adalah cairan yang terkandung didalam rongga khusus dari tubuh. Contoh

CTS meliputi cairan serebrospinal, perikardial, pleural, sinovial, dan cairan

intraokular serta sekresi lambung. Pada waktu tertentu CTS mendekati jumlah 1 L.

Namun, sejumlah besar cairan dapat saja bergerak kedalam dan keluar ruang

transelular setiap harinya. Sebagai contoh, saluran gastro-intestinal (GI) secara

normal mensekresi dan mereabsorbsi sampai 6 – 8 L per-hari. Secara skematis jenis

dan jumlah cairan tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :

Page 5: Manajemen Cairan Pada Anak

Tabel 1Persentase total cairan tubuh dibandingkan berat badan

Umur Total Cairan Tubuh (%) Terhadap

BB

Bayi Baru lahir 77

6 Bulan 72

2 tahun 60

16 Tahun 60

Tabel 2Persentasi total cairan tubuh, cairan intarseluler dan ekstraseluler berdasarkan usia (Kushartono, 2006).

Kompartemen cairan tubuh

UmurBayi baru

lahirBulan Tahun

0 3 6 6 16Total cairan tubuh

78% 75% 70% 65% 60%

Cairan intraseluler

33% 37,5% 40% 42,5% 40%

Cairan ektraseluler

45% 37,5% 30% 22,5% 20%

Tabel 3Perkiraan kebutuhan cairan tubuh berdasarkan usia (Tamsuri, 2008)

Usia Berat badan (kg) Kebutuhan (ml)/

24jam

3 hari 3,0 250 – 300

1 tahun 9,5 1150 – 1300

2 tahun 11,8 1350 – 1500

6 tahun 20,0 1800 – 2000

10 tahun 18,7 2000 – 2500

Page 6: Manajemen Cairan Pada Anak

14 tahun 45,0 2200 – 2700

18 tahun (dewasa) 54 2200 – 2700

Page 7: Manajemen Cairan Pada Anak

4. Konsep Cairan dan Elektrolit

Air merupakan komponen terbesar dalam tubuh yang dinyatakan dalam persen

berat badan dan besarnya berubah menurut umur (Kushartono, 2006). Persentase total

body power (TBW) terhadap berat badan berubah sesuai umur, pada saat lahir TBW

sebesar 78% dari berat badan (Adelman & Solhung dalam Nelson, 2005).

Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap

sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit didalam tubuh adalah merupakan salah satu

bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan

komposisi dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang

terdiri dari air (pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang

menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam

larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman, dan

cairan intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan

elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit kedalam

seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan

yang lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit,

paru-paru dan gastrointestinal.

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan

kebutuhan cairan dan elektrolit. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan

mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel

dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan

keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk

mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal

juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan

mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan.

Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru

Page 8: Manajemen Cairan Pada Anak

dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam

cairan tubuh (Kuntarti, 2012).

b. Kulit

Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan

proses pengaturan panas.

c. Paru-paru

Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan

insensible water loss ± 400ml/ hari.

d. Traktus Gastrointestinal

Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernan yang berperan dalam

mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam keadaan

normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari.

Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus

yang dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni Anti Diuretic Hormone (ADH),

sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.

Ambalayan (2008) menjelaskan komposisi cairan tubuh berubah menurut usia

gestasi dan usia pascanatal bayi. Semakin muda usia gestasi dan semakin kecil berat

badan lahir bayi, maka proporsi cairan pada tubuh akan semakin besar. Intake dirangsang

oleh rasa haus sebagai respon kurang air melalui osmoreseptor di midhipotalamus,

pancreas, dan vena porta hepatika. Hipovolemi dan hipotensi juga dapat merangsang rasa

haus melalui baroreseptor di atrium dan pembuluh darah besar (Adelman & Solhung

dalam Nelson, 2005).

Sumber kehilangan cairan dapat berupa kehilangan cairan yang tidak dapat diukur

kurang lebih sebesar 30% yakni penguapan melalui kulit, saluran pernafasan dan

kehilangan cairan yang dapat diukur meliputi kehilangan cairan melalui urin sebesar

60%, feses sebesar 10%, drainase orogastric atau nasogastric dan cairan serebrospinal

(Ambalayan, 2008). Ini menggambarkan jumlah yang harus diminum perhari untuk

mempertahankan keseimbangan cairan, kehilangan berat badan sekitar 5-10% ini

Page 9: Manajemen Cairan Pada Anak

menunjukkan bayi mengalami kehilangan sejumlah cairan dalam tubuhnya (Craven &

Hirnle, 2000).

5. Proporsi Cairan Tubuh

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara

fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagia tubuh dengan hampir 90%

dari total berat badan. Presentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu

dan tergantung pada umur, kondisi lemak tubuh, dan jenis kelamin.

Rentang kebutuhan air harian tubuh

1. Berdasarkan BB yang berbeda dalam kondisi normal dengan Metode

Holiday: untuk setiap 100 kkal yang dimetabolisme, dibutuhkan 100 ml

air (H2O)

BB (Kg) Penggunaan kalori/hari

Sampai 10

11-20

Diatas 20

100 kkal/kg

1000 kkal + 50 kkal/kg untuk setiap kg diatas 10 kg

1.500 kkal + 20 kkal/kg untuk setiap kg diatas 20 kg

2. Berdasarkan usia yang berbeda pada kondisi normal

Umur Rata-rata BB Jumlah air dalam

24 jam (ml)

Jumlah air/kgBB

dalam 24 jam (ml)

2 tahun 11,8 1350-1500 115-125

4 tahun 16,2 1600-1800 100

6 tahun 20 1800-2000 90-100

10 tahun 28,7 2000-2500 70-85

14 tahun 45 2200-2700 50-60

18 tahun 54 2200-2700 40-50

Page 10: Manajemen Cairan Pada Anak

6. Prinsip-prinsip terapi cairan dan elektrolit

Anak-anak memerlukan cairan dan elekrolit lebih banyak dari pada dewasa,

karena itu mudah terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Hal ini karena:

a. Metabolic rate yang tinggi.

1) Aktivitas

Aktivitas hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap kebutuhan cairan

dan elektrolit. Aktivitas menyebabkan peningkatan proses metabolisme dalam

tubuh. Hal ini mengakibatkan peningkatan haluaran cairan melalui keringat

sehingga jumlah cairan yang dibutuhkan juga meningkat. Kehilangan cairan yang

tidak disadari (insensible water loss) juga mengalami peningkatan akibat

peningkatan laju pernafasan dan aktivitas kelenjar keringat.

2) Stres

Kondisi stress berpengaruh pada kebutuhan cairan dan elektrolit tubuh.

Saat stress, tubuh akan mengalami peningkatan metabolism seluler, peningkatan

konsentrasi glukosa darah, dan glikolisis otot. Mekanismeini mengakibatkan

retensi air dan natrium. Disamping itu, stress juga meningkatkan hormon

antidiuretic yang dapat mengurangi produksi urin.

b. Kemampuan konsenrasi urin rendah.

Kemampuan bayi-bayi mengekskresi air juga rendah, hal ini dikarenakan

imaturitas ginjal (usia kurang dari 1 tahun) dan mempunyai kecendrungan ADH

tinggi. Kesalahan tersering adalah terjadinya water overload yang mengakibatkan

hiponatremi simptomatik.

c. Kebutuhan cairan perhari

Kebutuhan rumatan = IWL + urin + cairan tinja

Kebutuhan cairan perhari bisa diperkirakan berdasarkan energy expenditure:

1 kcal = 1 ml H2O. Berdasarkan perhitungan energi expenditure rata-rata pada pasien

yang dirawat di rumah sakit didapatkan kebutuhan cairan perhari sebahai berikut:

- Bayi 1 hari = 50 ml H2O /kgBB/hari

Page 11: Manajemen Cairan Pada Anak

- Bayi 2 hari = 75 ml H2O / kgBB/hari

- Bayi ≥ 3 hari = 100 ml H2O/ kgBB/hari

- Berat badan 10 kg pertama = 100 ml H2O/ kgBB/hari

- Berat badan 10 kg kedua = 1000 ml + 50 ml H2O/ kgBB/hari

- Berat badan lebih dari 20 kg = 1500 ml + 20 ml H2O/ kgBB/hari

Pada pasien dengan kesulitan kompensasi terhadap kelebihan atau

kekurangan cairan dan elektrolit (kelainan jantung, ginjal) harus dilakukan dilakukan

perhitungan secara ketat atau titrasi.

d. Faktor-faktor yang bisa mengurangi kebutuhan cairan

- Humidifikasi

- Kelumpuhan

- ADH tinggi (misalnya koma)

- Hipotermi – 12% per0C suhu rectal < 37

- Kelembapan lingkungan tinggi

- Gagal ginjal x 0.3 (+ produksi urin)

e. Faktor-faktor yang bisa meningkatkan kebutuhan cairan

- Aktivitas penuh dan diet oral

- Demam – 12% per 0C suhu rectal > 37

- Suhu ruangan lebih dari 310C

- Hiperventilasi

- Neonates preterm (kurang dari 1,5 kg)

- Radiant heater

- Phototherapy

- Luka bakar hari ke 1: + 4% per 1 % luas luka bakar

- Luka bakar ≥ 2: + 2% per 1 % luas luka bakar

Page 12: Manajemen Cairan Pada Anak

f. Kebutuhan elektrolit per hari

Perkiraan kebutuhan elektrolit perhari didasarkan pada kebutuhan

metabolisme, atau dengan kebutuhan cairan perhari:

Natrium : 2-4 mEq/100ml H2O/ hari

Kalium : 1-2 mEq/100ml H2O/ hari

Klorida : 2-4 mEq/100ml H2O/ hari

Walaupun dalam beberapa kondisi bisa terjadi kehilangan banyak elektrolit

melalui kulit ataupun gastrointestinal, tetapi sebagian besar kehilangan elektrolit

perhari adalah melalui urin. Karena itu pada penderita oliguri memerlukan elektrolit

lebih sedikit untuk penggantiannya, sebaliknya pada penderita poliuri. Pada penderita

dengan unusual losess memerlukan monitoring dan penyesuaian kebutuhan

penggantian elektrolit.

Persamaan-persamaan untuk menentukan kebutuhan rumatan cairan dan

elektrolit didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu:

- Rata-rata kehilangan cairan insensible

- Rata-rata energy expenditure dan metabolisme

- Rata-rata kehilangan cairan melalui produksi urin

- Dianggap tidak ada sumber kehilangan cairan dan elektrolit dari

tempat lain.

- Fungsi ginjal dianggap normal.

g. Pengaturan Volume Cairan Tubuh

Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan antara

jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.

1) Asupan Cairan

Asupan (intake) cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa adalah

±2500 cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa cairan atau ditambah dari

makanan lain. Pengaturan mekanisme keseimbangan cairan ini menggunakan

mekanisme haus. Pusat pengaturan rasa haus dalam rangka mengatur

Page 13: Manajemen Cairan Pada Anak

keseimbangan cairan adalah hipotalamus. Apabila terjadi ketidakseimbangan

volume cairan tubuh yang dimana asupan cairan kurang atau adanya perdarahan,

maka curah jantung menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.

2) Pengeluaran Cairan

Pengeluaran (output) cairan sebagai bagian dalam mengimbangi asupan

cairan pada orang dewasa, dalam kondisi normal adalah ±2300 cc. Jumlah air

yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi ginjal (berupa urine), sebanyak

±1500 cc per hari pada orang dewasa. Hal ini juga dihubungkan dengan

banyaknya asupan air melalui mulut. Asupan air melalui mulut dan pengeluaran

air melalui ginjal mudah diukur, dan sering dilakukan dalam praktik klinis.

Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit (berupa keringat) dan

saluran pencernaan (berupa feses).

Pasien dengan ketidakadekuatan pengeluaran cairan memerlukan

pengawasan asupan dan pengeluaran cairan secara khusus. Peningkatan jumlah

dan kecepatan pernapasan, demam, keringat, dan diare dapat menyebabkan

kehilangan cairan secara berlebihan. Kondisi lain yang dapat menyebabkan

kehilangan cairan secara berlebihan adalah muntah secara terus-menerus.

Beberapa bentuk hasil pengeluaran cairan adalah:

a) Urine

Pembentukan urine terjadi di ginjal dan dikeluarkan melalui vesika

urinaria. Proses ini merupakan proses pengeluaranm cairan tubuh yang utama.

Cairan dalam ginjal disaring pada glomerulus dan dalam tubulus ginjal untuk

kemudian diserap kembali ke dalam aliran darah. Hasil eksresi terakhir proses

ini adalah urine.

Jika terjadi pennurunan volume dalam sirkulasi darah, reseptor

antrium jantung kiri dan kanan akan mengirimkan impuls ke otak, kemudian

otak akan mengirimkan impuls kembali ke ginjal dan memproduksi ADH

sehingga memengaruhi pengeluaran urine.

Page 14: Manajemen Cairan Pada Anak

b) Keringat

Keringat terbentuk bila tubuh menjadi panas akibat pengaruh suhu

yang panas. Keringat dapat mengandung garam, urea, asam laktat, dan ion

kalium. Banyaknya jumlah keringat yang keluar akan memengaruhi kadar

natrium dalam plasma.

c) Feses

Feses yang keluar mengandung air dan sisanya berbentuk padat.

Pengeluaran air melalui feses merupakan pengeluaran cairan yang paling

sedikit jumlahnya. Jika cairan yang keluar melalui feses jumlahnya

berlebihan, maka dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas. Jumlah rata-rata

pengeluaran cairan memalui feses adalah 100 ml/hari.

d) Insensible Water Loss (IWL) yang tinggi (minute ventilation tinggi, rasio

surface area: volume tinggi, epidermis imatur pada bayi preterm.

Bila ingin mengetahui IWL, maka kita dapat menggunakan rumus

penghitungan sebagai berikut (Tamsuri, 2008):

1) Dewasa : 15 cc/kg BB /hari

2) Anak-anak = (30- usia dalam tahun) cc/kg BB/ hari

3) Jika ada kenaikan suhu : IWL = 200 (suhu badan sekarang – 36,8oC)

Usia Besar IWL (mg/kg BB/hari)

Bayi baru lahir 30

Bayi 50-60

Anak-anak 40

Remaja 30

Dewasa 20

Page 15: Manajemen Cairan Pada Anak

h. Metode Pemenuhan Kebutuhan Cairan dan Elektrolit

Keseimbangan cairan dalam tubuh tidak boleh dianggap sepele karena dapat

mengganggu vitalitas fungsional tubuh. Apabila tidak segera ditanggulangi maka

akan menyebabkan kematian. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional

harus tanggap dan cakap dalam mengatasi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

Perawat harus memiliki kompetensi yang baik dalam beberapa hal terkait

dengan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit guna penanggulangan gangguan

cairan dan elektrolit. Kompotensi tersebut meliputi terapi intravena, mengukur intake

dan output cairan, dan transfusi darah.

1) Menghitung Cairan Intravena (Infus)

Pemberian cairan intravena yaitu memasukkan cairan atau obat langsung

kedalam pembuluh darah vena dalam jumlah dan waktu tertentu dengan

menggunakan infus set. Tindakan ini dilakukan pada klien dengan dehidrasi,

sebelum transfusi darah, pra dan pasca bedah sesuai pengobatan, serta klien yang

tidak bisa makan dan minum melaui mulut.

2) Mengukur Intake dan Output Cairan

Pengukuran intake dan output cairan merupakan suatu tindakan yang

dilakukan untuk mengukur jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh (intake) dan

jumlah cairn yang keluar dari tubuh (output). Tujuan dari mengukur intake dan

output cairan yaitu untuk menentukan status keseimbangan cauran tubuh klien dn

juga untuk menetukan tingkat dehidrasi klien.

i. Cara Perpindahan Cairan

1) Difusi

Difusi merupakan tercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas atau

zat padat secara bebas atau acak.

2) Osmosis

Osmosis adalah proses perpindahan pelarut murni (seperti air) melalui

membran semipermeabel.

Page 16: Manajemen Cairan Pada Anak

3) Transpor aktif

Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis

yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk

menggerakkan berbagai materi guna menembus membran sel.

j. Keseimbangan Asam Basa

Keseimbangan asam basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas

dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah

vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosis, dan jika pH darah >7,45 dikatakan

alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H

secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:

1) pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan

bikarbonat.

2) katabolisme zat organic

3) disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada

metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini

akan berdisosiasi melepaskan ion H (Kuntarti, 2012).

Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal

sel, antara lain:

1) perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf

pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.

2) mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh

3) mempengaruhi konsentrasi ion K

Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha

mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara:

1) mengaktifkan sistem dapar kimia

2) mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan

3) mekanisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan

Page 17: Manajemen Cairan Pada Anak

Ada 4 sistem dapar pada cairan, antara lain:

1) Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk

perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat

2) Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel

3) Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan

asam karbonat

4) Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel.

Sistem dapar kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa

sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan,

maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat

terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor

dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal

menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi

ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan

menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan

ammonia (Kuntarti, 2012).

k. Ketidakseimbangan Asam-Basa

Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu:

1) Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi.

Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan

konsentrasi ion H.

2) Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat

hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H

menurun.

3) Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi

paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis

uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat

sehingga kadar ion H bebas meningkat.

Page 18: Manajemen Cairan Pada Anak

4) Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena

defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal

ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat

alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk

menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat.

l. Jenis Cairan Intravena pada Beberapa Penyakit Anak

1) Jenis-Jenis Cairan Intravena

Umumnya terapi cairan yang dapat diberikan berupa cairan kristaloid dan

koloid atau kombinasi keduanya. Cairan kristaloid adalah cairan yang

mengandung air, elektrolit dan atau gula dengan berbagai campuran. Cairan ini

bisa isotonik, hipotonik, dan hipertonik terhadap cairan plasma. Sedangkan

cairan koloid yaitu cairan yang BM nya tinggi 7,83.

a) Cairan Kristaloid

- Cairan Hipotonik

Cairan ini didistribusikan ke ekstraseluler dan intraseluluer. Oleh

karena itu penggunaannya ditujukan kepada kehilangan cairan

intraseluler seperti pada dehidrasi kronik dan pada kelainan

keseimbangan elektrolit terutama pada keadaan hipernatremi yang

disebabkan oleh kehilangan cairan pada diabetes insipidus. Cairan ini

tidak dapat digunakan sebagai cairanresusitasi pada kegawatan.

Contohnya dextrosa 5%.

- Cairan Isotonik

Cairan isotonik terdiri dari cairan garam faal (NaCl 0,9%), ringer

laktat dan plasmalyte. Ketiga jenis cairan ini efektif untuk

meningkatkan isi intravaskuler yang adekuat dan diperlukan jumlah

cairan ini 4x lebih besar dari kehilangannya. Cairan ini cukup

efektif sebagai cairan resusitasi dan waktu yang diperlukanpun relatif

lebih pendek disbanding dengan cairan koloid.

Page 19: Manajemen Cairan Pada Anak

- Cairan Hipertonik

Cairan ini mengandung natrium yang merupakan ion ekstraseluler

utama. Oleh karena itu pemberian natrium hipertonik akan menarik

cairan intraseluler ke dalam ekstra seluler .Peristiwa ini dikenal

dengan infus internal. Disamping itu cairan natrium

hipertonik mempunyai efek inotropik positif antara lain

memvasodilatasi pembuluh darah paru dan sistemik. Cairan ini

bermanfaat untuk luka bakar karena dapat mengurangi edema pada

luka bakar, edema perifer dan mengurangi jumlah cairan yang

dibutuhkan, contohnya NaCl 3%.

Beberapa contoh cairan kristaloid antara lain:

- Ringer Laktat (RL)

Larutan yang mengandung konsentrasi Natrium 130 mEq/L,

Kalium 4 mEq/l, Klorida 109mEq/l, Kalsium 3 mEq/l dan Laktat 28

mEq/L. Laktat pada larutan ini dimetabolisme didalam hati dan

sebagian kecil metabolisme juga terjadi dalam ginjal. Metabolisme ini

akan terganggu pada penyakit yang menyebabkan gangguan fungsi

hati. Laktat dimetabolisme menjadi piruvat kemudian dikonversi

menjadi CO2 dan H2O (80% dikatalisis oleh enzimpiruvat

dehidrogenase) atau glukosa (20% dikatalisis oleh piruvat

karboksilase). Kedua proses ini akan membentuk HCO3. Sejauh ini

Ringer Laktat masih merupakan terapi pilihan karena komposisi

elektrolitnya lebih mendekati komposisi elektrolit plasma. Cairan ini

digunakan untuk mengatasi kehilangan cairan ekstra seluler yang akut.

Cairan ini diberikan pada dehidrasi berat karena diare murni dan

demam berdarah dengue. Pada keadaan syok, dehidrasi atau DSS

pemberiannya bisa diguyur.

- Ringer Asetat

Cairan ini mengandung Natrium 130 mEq/l, Klorida 109 mEq/l,

Kalium 4 mEq/l, Kalsium 3mEq/l dan Asetat 28 mEq/l. Cairan ini

Page 20: Manajemen Cairan Pada Anak

lebih cepat mengoreksi keadaan asidosis metabolik dibandingkan

Ringer Laktat, karena asetat dimetabolisir di dalam otot, sedangkan

laktat didalam hati. Laju metabolisme asetat 250 ± 400 mEq/jam,

sedangkan laktat 100 mEq/jam. Asetat akan dimetabolisme menjadi

bikarbonat dengan cara asetat bergabung dengan ko-enzim A untuk

membentuk asetil ko-A, reaksi ini dikatalisis oleh asetil ko-A sintetase

dan mengkonsumsi ion hidrogen dalam prosesnya. Cairan ini bisa

mengganti pemakaian Ringer Laktat, Glukosa 5%, 10% dan 20%.

Larutan yang berisi Dextrosa 50 gr/liter , 100 gr/liter , 200 gr/liter.

Glukosa 5% digunakan pada keadaan gagal jantung sedangkan

Glukosa 10% dan 20% digunakan pada keadaan hipoglikemi, gagal

ginjal akut dengan anuria dan gagal ginjal akut dengan oliguria .

- NaCl 0,9%

Cairan fisiologis ini terdiri dari 154 mEq/L Natrium dan 154

mEq/L Klorida, yang digunakan sebagai cairan pengganti dan

dianjurkan sebagai awal untuk penatalaksanaan hipovolemia yang

disertai dengan hiponatremia, hipokloremia atau alkalosis metabolik.

Cairan ini digunakan pada demam berdarah dengue dan renjatan

kardiogenik juga pada sindrom yang berkaitan dengan kehilangan

natrium seperti asidosis diabetikum, insufisiensi adrenokortikal dan

luka bakar. Pada anak dan bayi sakit penggunaan NaCl biasanya

dikombinasikan dengan cairan lain, seperti NaCl 0,9% dengan

Glukosa 5 %.

b) Cairan Koloid

- Albumin

o Albumin endogen

Albumin endogen merupakan protein utama yang dihasilkan

dihasilkan di hati dengan B Mantara 66.000 sampai dengan

69.000, terdiri dari 584 asam amino. Albumin merupakan protein

serum utama dan berperan 80% terhadap tekanan onkotik plasma.

Page 21: Manajemen Cairan Pada Anak

Penurunan kadar Albumin 50 % akan menurunkan 1/3 tekanan

onkotik plasmanya.

o Albumin eksogen

Albumin eksogen ada 2 jenis yaitu human serum albumin,

albumin eksogen yang diproduksi berasal dari serum manusia dan

albumin eksogen yang dimurnikan (Purified protein fraction)

dibuat dari plasma manusia yang dimurnikan. Albumin ini

tersedia dengan kadar 5% atau 25% dalam garam fisiologis.

Albumin 25% bila diberikan intravaskuler akan meningkatkan isi

intravaskuler mendekati 5x jumlah yang diberikan. Hal ini

disebabkan karena peningkatan tekanan onkotik plasma.

Peningkatan ini menyebabkan translokasi cairan intersisial ke

intravaskuler sepanjang jumlah cairan intersisial mencukupi.

Komplikasi albumin adalah hipokalsemia yang dapat

menyebabkan depresi fungsi miokardium, reaksi alegi terutama

pada jenis yang dibuat dari fraksi protein yang dimurnikan. Hal

ini karena faktor aktivator prekalkrein yang cukup tinggi dan

disamping ituharganya pun lebih mahal dibanding dengan

kristaloid. Larutan ini digunakan pada sindroma nefrotik dan

dengue syok sindrom.

c) HES (Hidroxy Ethyl Starch)

Senyawa kimia sintetis yang menyerupai glikogen. Cairan ini

mengandung partikel dengan BM beragam dan merupakan campuran yang

sangat heterogen. Tersedia dalam bentuk 6% dalam garam fisiologis.

Tekanan onkotiknya adalah 30 mmHg dan osmolaritasnya 310 mosm/l.

HES dibentuk dari hidroksilasi aminopektin, salah satu cabang polimer

glukosa. Pada penelitian klinis dilaporkan bahwa HES merupakan volume

ekspander yang cukup efektif. Efek intarvaskulernya dapat berlangsung 3-

24 jam. Pengikatan cairan intravasuler melebihi jumlah cairan yang

diberikan oleh karena tekanan onkotiknya yang lebih tinggi. Komplikasi

Page 22: Manajemen Cairan Pada Anak

yang dijumpai adalah adanya gangguan mekanisme pembekuan darah. Hal

ini terjadi bila dosisnya melebihi 20 ml/ kgBB/ hari.

d) Dextran

Campuran dari polimer glukosa dengan berbagai macam ukuran dan

berat molekul. Dihasilkan oleh bakteri Leucomostoc mesenteriodes yang

dikembang biakkan di media sukrosa. BM bervariasi dari beberapa ribu

sampai jutaan Dalton. Ada 2 jenis dextran yaitu dextran 40 dan 70.

Dextran 70 mempunyai BM 70.000 (25.000-125.000). Sediaannya terdapat

dalam konsentrasi 6% dalam garam fisiologis. Dextran ini lebih lambat

dieksresikan dibandingkan dextran 40. Oleh karena itu dextran 70 lebih

efektif sebagai volume ekspander dan merupakan pilihan

terbaik dibandingkan dengan dextran 40. Dextran 40 mempunyai BM

40.000 tersedia dalam konsentrasi 10% dalam garam fisiologis atau

glukosa 5%. Molekul kecil ini difiltrasi cepat oleh ginjal dan dapat

memberikan efek diuretik ringan. Sebagian kecil dapat menembus

membran kapiler dan masuk ke ruang intersisial dan sebagian lagi melalui

sistim limfatik kembali ke intravaskuler. Pemberian dextran untuk

resusitasi cairan pada syok dan kegawatan menghasilkan perubahan

hemodinamik berupa peningkatan transpor oksigen. Cairan ini digunakan

pada penyakit sindroma nefrotik dan dengue syok sindrom. Komplikasi

antara lain payah ginjal akut, reaksi anafilaktik dan gangguan pembekuan

darah.

e) Gelatin

Cairan ini banyak digunakan sebagai cairan resusitasi terutama pada

orang dewasa dan pada kondisi bencana alam. Terdapat 2 bentuk sediaan

yaitu Modified Fluid Gelatin (MFG) dan Urea Bridged Gelatin (UBG).

Kedua cairan ini punya BM 35.000. Kedua jenis gelatin ini punya efek

volume expander yang baik pada kegawatan. Komplikasi yang sering

terjadi adalah reaksi anafilaksis. Cairan kombinasi KaEn 1 B (GZ 3 : 1).

Larutan yang mengandung Natrium 38,5 mEq/L, Klorida 38,5 mEq/L dan

Page 23: Manajemen Cairan Pada Anak

Dextrose 37,5 gr/L. Cairan ini digunakan sebagai cairan rumatan pada

penyakit bronkopneumonia, status asmatikus dan bronkiolitis.

f) Cairan 2A

Larutan yang terdiri dari glukosa 5% dan NaCl 0,9 % dengan

perbandingan 1 : 1 yang terdiri dari dextrosa monohidrat 55gr/L, dextrosa

anhidrat 50 gr/L, Natrium 150 mmol/L dan klorida150 mmol/L. Cairan ini

digunakan pada diare dengan komplikasi dan bronkopneumoni dengan

komplikasi. Sedangkan campuran glukosa 10% dan NaCl 0,9 % dengan

perbandingan 1:1 digunakan pada bronkopneumoni dengan dehidrasi oleh

karena intake kurang. Cairan G:B 4:1 merupakan larutan yang terdiri dari

glukosa 5% dan Natrium Bikarbonat 1,5 % yang merupakan campuran dari

500 cc Glukosa 5% dan 25 cc Natriun Bikarbonat 8,4%. Cairan ini

digunakan pada neonatus yang sakit.

g) Cairan DG

Cairan ini terdiri dari Natriun 61 mEq/L, Kalium 18mEq/L serta

Laktat 27 mEq/L dan Klorida 52 mEq/L serta Dextrosa 25 g/L. Cairan ini

digunakan pada diare dengan komplikasi. Cairan Natrium Bicarbonat

(Meylon), cairan ini mengandung natrium 25 mEq/25ml dan bicarbonat 25

mEq/25ml. Cairan ini digunakan pada keadaan asidosis akibat defisit

bicarbonat. Sediaan dalam bentuk flakon sebanyak 25 ml dengan

konsentrasi 8,4% (84 mg/ml). Cairan RLD, cairan yang terdiri dari I

bagian Ringer laktat dan 1 bagian Glukosa 5% yang bisa digunakan pada

demam berdarah dengue. Cairan G:Z 4:1, cairan yang terdiri dari 4 bagian

glukosa 5-10% dan 1 bagian NaCL 0,9% yang bias digunakan pada

dehidrasi berat karena diare murni.

Page 24: Manajemen Cairan Pada Anak

B. Jenis Gangguan Cairan dan Elektrolit pada Anak

Tiga kategori umum yang menjelaskan abnormalitas cairan tubuh adalah :

1. Volume

Ketidakseimbangan volume terutama mempengaruhi cairan ekstraseluler

(ECF) dan menyangkut kehilangan atau bertambahnya natrium dan air dalam

jumlah yang relatif sama, sehingga berakibat pada kekurangan atau kelebihan volume

ekstraseluler (ECF).

a. Kekurangan Volume Cairan Ekstraseluler (ECF)

1) Pengertian

Kekurangan volume ECF atau hipovolemia didefinisikan sebagai

kehilangan cairan tubuh isotonik, yang disertai kehilangan natrium dan air

dalam jumlah yang relatif sama. Kekurangan volume isotonik sering kali

diistilahkan dehidrasi yang seharusnya dipakai untuk kondisi kehilangan

air murni yang relatif mengakibatkan hipernatremia.

Hipovolume atau dehidrasi merupakan kekurangan cairan eksternal

yang dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan

pengeluaran cairan.

2) Jenis-jenis dehidrasi

Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan banyaknya

cairan yang hilang dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

a) Dehidrasi ringan : bila penurunan berat badan kurang dari 5%

b) Dehidrasi sedang : bila penurunan berat badan antara 5% - 10%

c) Dehidrasi berat : bila penurunan berat badan lebih dari 10% (rata-rata

11%).

Pada dehidrasi berat volume darah berkurang sehingga dapat terjadi

hipovolemik dengan gejala seperti denyut jantung dan nadi cepat, tekanan

darah menurun, lemah, kesadaran menurun.

Berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

Page 25: Manajemen Cairan Pada Anak

a) Dehidrasi hipotonik

Dehidrasi hipotonik terjadi bila kadar natrium dalam plasma

kurang dari 130 mEq/I atau keadaan kehilangan natrium lebih

besar daripada kehilangan air. Dehidrasi hipotonik umumnya

disebabkan oleh terapi IV yang tidak tepat, gastroenteritis, dan

lain-lain. Gambaran utama dehidrasi hiponatremi/hipotonik :

- Adanya kekurangan cairan dan natrium, tetapi kekurangan

natriumnnya secara relative lebih banyak

- Konsentrasi natrium serum rendah (< 130 mmol/L)

- Osmolaritas serum rendah (< 75 mOsmol/L)

- Anak letargi, kadang-kadang kejang

b) Dehidrasi isotonic

Dehidrasi isotonik terjadi bila kadar natrium dalam plasma

130- 150 mEq/I. Hal ini terjadi bila kehilangn air dan natrium

dalam proporsi yang sama. Dehidrasi isotonic mengurangi volume

plasma dan bisa menimbulkan syok hipovolemik. Gambaran

dehidrasi isotonic adalah sangat cepat, ekstermitas dingin dan

berkeringat, kesadaran menurun dan muncul gejala lain syok

hipovolemik.

c) Dehidrasi hipertonik

Dehidrasi ini terjadi bila kadar natrium dalam plasma lebih

dari 150 mEq/I. Ini biasanya akibat dari pemasukan cairan

hipertonik pada saat diare (mempunyai kandungan natrium, gula

atau bahan aktif osmotic lain yang tidak diabsorpsi secara efisien

dan pemasukan air yang tidak cukup atau minum cairan yang

hipotonik). Ini merupakan tipe yang berbahaya dari tipe dehidrasi

karena strategi pergantian cairan sangat sulit ditentukan dan diatur.

Dehidrasi hipertonik bisa juga terjadi jika anak mengalami muntah

hebat, diabetes insipidus.

Page 26: Manajemen Cairan Pada Anak

3) Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pasien yang mengalami dehidrasi antara lain:

- Lesu, lemah dan lelah

- Anoreksia, haus, hipotensi

- Mukosa mulut kering, lidah kering, turgor kulit menurun

- Oliguria

- Takikardia, pusing, sinkop

- Kesadaran menurun

4) Penatalaksanaan dehidrasi

a) Ketentuan umum:

- Berikan maintenance cairan dan ganti cairan yang hilang

- Ganti kehilangan cairan yang masih berlangsung, volume per

volume

- Pemberian cairan dibagi rata dalam 24 jam, kecuali keadaan

khusus

b) Kebutuhan volume 24 jam/m2

- Maintenance: 1500 ml/m2 BSA (Body Surface Area)

- Kekurangan volume cairan sedang + maintenance (penurunan BB

mendadak < 5%) 2400 ml/m2 BSA

- Kekurangan volume cairan yang berat + maintenance (penurunan

BB mendadak > 5%) 3000 ml/m2 BSA

b. Kelebihan Volume ECF

1) Pengertian

Kelebihan cairan ekstraseluler dapat terjadi bila natrium dan air

kedua-duanya tertahan dengan proporsi yang kira-kira sama. Dengan

terkumpulnya cairan isotonik yang berlebihan pada ECF (hipervolumia)

maka cairan akan berpindah ke kompartement cairan interstisial sehingga

Page 27: Manajemen Cairan Pada Anak

menyebabkan edema. Edema adalah penunpukan cairan interstisial yang

berlebihan. Edema dapat terlokalisir atau generalisata. 

Edema disebabkan oleh 4 mekanisme, yaitu peningkatan tekanan

hidrostatis kapiler (gagal jantung kongestif), COP (colloid osmotic

pressure) yang menurun (hipoalbumin pada sirosis), peningkatan

permeabilitas kapiler pada peradangan, dan obstruksi aliran limfe.

Terdapat dua manifestasi hipervolume atau overhidrasi yang

ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan

volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial), yaitu

hiperkalemia dan hipokalsemia. Hiperkalemia merupakan suatu keadaan

dimana kadar kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini sering terjadi pada

pasien luka bakar, penyakit ginjal, hiperkalemia ditandai dengan adanya

mual, hiperaktifitas sistem pencernaan. Sedangkan hipokalsemia,

merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah. Hipokalsemia

ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung.

2) Gambaran klinis pasien dengan overload

a) Distensi vena jugularis

b) Peningkatan tekanan vena sentral (>11 cm H2O)

c) Peningkatan tekanan darah

d) Denyut nadi penuh, kuat

e) Melambatnya waktu pengosongan vena tangan (> 3 – 5 detik)

f) Edema perifer

g) Asites, efusi pleura

h) Edema paru akut : dispnea, takipnea, ronki basah di seluruh lapang

paru

3) Hasil pemeriksaan laboratorium

a) Penurunan hematokrit

b) Protein serum rendah

Page 28: Manajemen Cairan Pada Anak

c) Ion Na serum normal, Na urine rendah (< 10 mEq/24 jam)

d) Penambahan BB 2 % = kelebihan ringan

Penambahan BB 5 % = kelebihan sedang

Penambahan BB 8 % = kelebihan berat

4) Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gangguan ini tergantung penyebabnya, prinsip

pembatasan asupan ion Na dan cairan edema paru perlu tindakan yang

cepat untuk menghindari preload yang besar (beban yang masuk jantung)

dengan cara pemberian posisi fowler, pemberian diuretik kuat, dan

pemberian oksigen.

2. Ketidakseimbangan Osmolalitas dan Perubahan Komposisional

a. Pengertian

Ketidakseimbangan osmotik terutama mempengaruhi cairan intraseluler

(ICF) dan menyangkut bertambahnya atau kehilangan natrium dan air dalam

jumlah yang relatif tidak seimbang. Gangguan osmotik umumnya berkaitan

dengan hiponatremia dan hipernatremia sehingga nilai natrium serum penting

untuk mengenali keadaan ini.

Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam

cairan-cairan tubuh. Karena natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif

secara osmotik dalam ECF maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas

(overhidrasi) adalah hiponatremia yaitu rendahnya kadar natrium didalam

plasma dan hipernatremia yaitu tingginya kadar natrium di dalam plasma.

b. Macam-macam gangguan osmolalitas cairan

Beberapa macam gangguan osmolalitas cairan antara lain :

1) Hiponatremia

Disebabkan oleh cairan yang berlebihan atau ion Na yang berkurang (Na+

serum < 135 mEq/L). Keadaan ini menyebabkan pembengkakan sel (karena

perpindahan air dari ECF ke ICF). Jika edema terjadi di sel otak, dapat

Page 29: Manajemen Cairan Pada Anak

menyebabkan peningkatan TIK dan akan mengancam jiwa. Terapi dari

hiponatremia adalah dengan membuang air yang berlebihan atau mengganti

ion Na.

2) Hipernatremia

Keadaan ini disebabkan oleh kadar Na serum > 145 mEq/L yang

dapat menyebabkan hiperosmolalitas (ECF) sehingga psien akan mengalami

dehidrasi ICF dan pengerutan sel. Penyebab utama dari keadaan ini adalah

kehilangan air yang mengandung Na dan penambahan ion Na dengan

kekurangan air.

Penatalaksanaan hipernatremia dapat dilakukan dengan menurunkan

ion Na serum, sebelum mencapai kadar kritis (> 160 mEq/L). Pada

hipernatremia dengan normovolemia dapat diberikan cairan D5 per oral atau

IV. Pada hipernatremia dengan hipervolemik dapat diberikan cairan D5 dan

diuretik. Sedangkan pada pasien diabetes insipidus dapat diberikan

desmopresin.

3) Hipokalemia

Hipokalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum < 3,5

mEq/L (K ion utama ICF). Hipokalemia berkaitan dengan alkalosis (karena

alkalosis menyebabkan ion K berpindah dari ECF ke ICF). Penyebab dari

keadaan ini adalah penurunan asupan kalium, kehilangan ion K lewat saluran

cerna, ginjal, dan akibat luka bakar.

Penatalaksanaan hipokalemia dapat dilakukan dengan prinsip

memulihkan ke normovolemia dengan peningkatan asupan ion K per oral

atau IV (tidak boleh > 20 mEq/L). Pemberian bolus KCl tidak boleh

dilakukan secara IV karena dapat menyebabkan henti jantung.

4) Hiperkalemia

Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum > 5,5

mEq/L. keadaan ini merupakan keadaan darurat medis yang perlu segera

dikenali dan ditangani untuk menghindari disritmia dan henti jantung

Page 30: Manajemen Cairan Pada Anak

(cardiac arrest). Keadaan hiperkalemia dapat disebabkan oleh bebrapa hal,

antara lain:

a) Pengambilan darah vena yang buruk sehingga menyebabkan lisis sel

darah dan ion K keluar dari sel.

b) Ekskresi yang tidak memadai pada keadaan GGA dan GGK,

insufisiensi adrenal, hipoaldosteronisme, penyakit addison, dan

diuretik hemat kalium (sprironolakton).

c) Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF pada kondisi asidosis metabolik

(pada gagal ginjal) dan kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera

remuk berat, dan perdarahan internal).

d) Asupan yang berlebihan pada pemberian cepat larutan infus IV yang

mengandung ion K, pemberian cepat transfusi darah yang disimpan,

dan makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal.

Manifestasi klinis dari hiperkalemia antara lain kelemahan otot

(paralisis flasid pada tungkai bawah lalu ke badan dan lengan), parestesia

wajah, lidah, kaki, dan tangan, adanya mual, diare, kolik usus, oliguria dan

anuria.

Penatalaksanaan hiperkalemia pada kondisi ion K sangat tinggi (7 –

8 mEq/L) atau keadaan yang menunjukkan perubahan EKG sangat

mencolok dan menunjukkan adanya ancaman henti jantung, penurunan ion

K harus dilakukan dalam waktu 5 menit dengan memberikan 10 ml kalsium

glukonat 10% IV secara perlahan dengan pemantauan EKG atau dengan

pemberian 500 ml glukosa 10% dengan insulin dalam waktu 30 menit.

C. Prinsip Pengkajian

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:

a) Riwayat Keperawatan Sekarang

Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan dehidrasi, muntah, tinja

bercampur lendir dan atau darah, napsu makan menurun, penurunan BB, mata

Page 31: Manajemen Cairan Pada Anak

cekung, mukosa bibir dan mulut kering, kulit kering, suhu badan meningkat,

volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.

b) Riwayat Keperawatan Sebelumnya

Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan

pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang,

imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual,

interaksi dan lain-lain.

c) Riwayat Kesehatan Keluarga

Meliputi pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas,

pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota

keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan,

persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.

d) Pengkajian Fisik

Pengakajian secara umum dilakukan dengan metode head to too yang meliputi:

keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah,

dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria.

D. Masalah keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan keseimbangan volume cairan: kurang dari

kebutuhan tubuh

2. Gangguan keseimbangan volume cairan tubuh: berlebihan

3. Kerusakan membran mukosa mulut

4. Gangguan integritas kulit

5. Gangguan perfusi jaringan

6. Pola nafas tidak efektif

7. Penurunan kardiak output

Page 32: Manajemen Cairan Pada Anak
Page 33: Manajemen Cairan Pada Anak

DAFTAR PUSTAKA

Adelman, R.D., & Solhung , M.J. (2005). Patofisiologi cairan tubuh dan terapi cairan dalam

Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM: Ilmu Kesehatan anak. Alih bahasa:

Wahab AS. Jakarta: EGC.

Ambalayan, N. (2008). Fluid, electrolyte, and nutrition management of the newborn. Diakses

pada tanggal 22 Maret 2013 dari http://emedicine.medscape.com/article/976386-

overview.

Craven, A., & Hirnle, K. (2000). Fundamental of Nursing: Human health and function (3nd).

Philadhelpia: Lippincott.

Kuntarti. (2012). Keseimbangan cairan, elektrolit, asam dan basa. Diakses pada tanggal 22

Maret 2013 dari https://sites.google.com/site/asidosis/Home/keseimbangan-cairan-

elektrolit.

Kushartono, H. (2006). Terapi cairan dan elektrolit pada anak. Surabaya: Open Urika Creative

Multimedia and Presentation Division.

Nelson, W.E., Behrman, R.E., Kliegman, R., Arvin, A.M. (2005). Ilmu Kesehatan anak. Alih

bahasa: Wahab AS. Jakarta: EGC.

Tamsuri, A. (2008). Klien gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Jakarta: EGC.

Wong, D.L., &- Hockenberry, M.J. (2003). Nursing care of infant and children 7th edition. Philadhelphia: Mosby.