Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

15
Malformasi Anorectal MALFORMASI ANORECTAL 1.Anatomi dan Fisiologi Rektum & Anus Rectum dan anus merupakan susunan saluran pencernaan yang paling akhir. Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os. Koksigis. Sedangkan anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter, yaitu: Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. (Syaifuddin, 1997) Defekasi (buang air besar). Bila rectum bagian atas diregangkan oleh isinya, reseptor tekanan merangsang sensasi defekasi yang mendesak. Aksi defekasi dimulai secara voluntar: otot longitudinal rectum berkontraksi, kedua otot sfingter anal bagian dalam dan luar dan otot puborektal relaksasi; rectum memendek; dan isi tersebut ditekan oleh kontraksi anular dibantu oleh peningkatan tekanan abdomen. Frekuensi defekasi sangat bervariasi, dari tiga kali sehari, sampai tiga kali seminggu, dan tergantung pada bagian terbesar kandungan makanan (“serat”, terutama selulosa). Selulosa dimetabolisis oleh bakteri usus menjadi metada dan gas lainnya yamg menimbulkan flatus menyertai, misalnya kacang-kacangan. Diare (> , dan gangguan asam basa.200 gr feses / hari), bila bila berlebihan dapat mengakibatkan bahaya kehilangan air dan K (Silbernagl, 2000) Rectum dan anus merupakan lokasi dari penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi peristaltic massa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum relaksasi dan hasrat untuk defekasi hilang. Air tetap harus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras, sehingga defekasi selanjutnya menjadi lebih

description

anus

Transcript of Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

Page 1: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

Malformasi AnorectalMALFORMASI ANORECTAL

1.Anatomi dan Fisiologi Rektum & Anus

Rectum dan anus merupakan susunan saluran pencernaan yang paling akhir. Rectum

terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus,

terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os. Koksigis. 

Sedangkan anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3

sfingter, yaitu:

Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak.

Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

(Syaifuddin, 1997)

Defekasi (buang air besar). Bila rectum bagian atas diregangkan oleh isinya, reseptor

tekanan merangsang sensasi defekasi yang mendesak. Aksi defekasi dimulai secara

voluntar: otot longitudinal rectum berkontraksi, kedua otot sfingter anal bagian dalam dan

luar dan otot puborektal relaksasi; rectum memendek; dan isi tersebut ditekan oleh

kontraksi anular dibantu oleh peningkatan tekanan abdomen.

Frekuensi defekasi sangat bervariasi, dari tiga kali sehari, sampai tiga kali seminggu, dan

tergantung pada bagian terbesar kandungan makanan (“serat”, terutama selulosa). Selulosa

dimetabolisis oleh bakteri usus menjadi metada dan gas lainnya yamg menimbulkan flatus

menyertai, misalnya kacang-kacangan. Diare (> , dan gangguan asam basa.200 gr feses /

hari), bila bila berlebihan dapat mengakibatkan bahaya kehilangan air dan K

(Silbernagl, 2000)

Rectum dan anus merupakan lokasi dari penyakit-penyakit yang sering ditemukan pada

manusia. Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi

peristaltic massa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum relaksasi dan hasrat untuk defekasi

hilang. Air tetap harus diabsorpsi dari massa feses, menyebabkan feses menjadi keras,

sehingga defekasi selanjutnya menjadi lebih sukar. Akibat tekanan feses berlebihan

menyebabkan kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna yang merupakan salah satu

penyebab vena varikosa rectum. Inkontinensia feses dapat diakibatkan oleh kerusakan otot

Page 2: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

sfingter ani atau kerusakan medulla spinalis. Daerah anorektal sering merupakan tempat

abses dan fistula. Kanker kolon dan rectum merupakan kanker saluran cerna yang sering

terjadi. Malformasi anorektal adalah kondisi dimana tidak terdapat anus atau anus

abnormal.

(Price, 1995)

2.Definisi Penyakit

Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak

mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan anorektal umum

pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan

tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina. 

(Wong, 2003)

Klasifikasi:

Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain:

a.Yang sering pada laki-laki

1.Fistula pirenium (kutaneus)

Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil

terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum

pada pria / vulva pada perempuan.

2.Fistula rektrovesika

Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing

pada setinggi leher vesika urinaria.

3.Fistula rektrouretra

Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra

bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat).

4.Anus imperforate tanpa vistula

Mempunyai karakteristik sama pada kedua jenis kelamin

Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum

5.Atresium rektum 

Adalah yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomaly anorektum

Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik padakedua jenis kelamin. Tanda yang unik

pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang normal.

Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit

Page 3: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

b.Yang sering pada permpuan

1.Kloaka persisten

Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam satu

saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang

klitoris. 

2.Fistula vestibular 

Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam vestibula

kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara.

Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot

puborektal :

a.Kelainan letak rendah (low anomalies)

Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi

berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria.

b.Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies)

Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter

eksterna normal.

c.Kelainan letak tinggi (high anomalies)

Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat

hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan

rektovaginal.

Malformasi anorektal terdiri dari berbagai macam bentuk. Beberapa bentuk tersebut

diantaranya adalah:

Congenital anal stenosis

Anal membrane atresia. 

Anal agenesis

Rectal atresia

Rectoperitoneal fistula

Rectovaginal fistula

(Nelson, )

Klasifikasi defek menurut Alberto Penan

Laki-Laki

Page 4: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

Perempuan

Detek Komplek

Defek letak rendah

Fistel kutangus, stenosis anal

Membran anal dan malformasi bucket bulbar

Fistel rektouretra bulbar

Fistel rektouretra prostatika

Fistel rektovesika

Anus imferforata tanpa fistel

Atresia dan stenosis rektum

Fistel kutangus (perianal)

Fistel teostibular

Fistel vagina

Anus imferforata tanpa fistel

Atresia dan stenosis rektum

Kloaka persisten

Kelompok

Defek heterogen lain

(Mansjoer, 2000)

3.Etiologi

Penyebab dari penyakit ini adalah:

1.Malformasi Anus

Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

2.Malformasi Rektum

Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital serta gangguan

perkembangan septum anorektal yang memisahkannya (terjadi fistel). 

(Mansjoer, 2000)

4.Manifestasi Klinis

Malformasi anorektal mempunyai manifestasi klinis sebagai berikut:

1.Perut kembung, sedang muntah timbul kemudian.

Page 5: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

2.Cairan muntah mula-mula hijau kemudian bercampur tinja.

3.Kejang usus.

4.bising usus meningkat.

5.Distensi abdomen.

6.Keluar mekonium baik dari vagina atau bersama urine (tergantung letak fistel).

7.Mekonium keluar pada anus seperti pasta gigi.

(Betz, 2002 )

5.Patofisiologi

Kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan

anus dari tonjolan embrionik. Begitu juga pada malformasi rektum berawal dari gangguan

pemisahan kloaka jadi rektum dan sinus urogenital dan perkembangan septum unorektal

yang memisahkannya. Kedua malforamsi membentuk fistel-fistel yang menghambat

pengeluaran mekonium kolon sehingga terjadi obstruksi usus yang nampak gambaran perut

kembung, distensi abdomen, muntah dengan cairan mula-mula berwarna hijau kemudian

bercampur tinja. Distensi abdomen yang terjadi menyebabkan penekanan intra abdomen ke

torakal sehingga klien mengalami gangguan pola nafas.

Kegagalan pengeluaran mekonium menimbulkan refluks kolon sehingga muntah-muntah

didukung ketidaknormalan anus serta rektum. Hal ini mengganggu pola eliminasi feses.

Malformasi harus segera ditangani yang pertama untuk tindakan sementara dengan

kolostomi baru kemudian dilakukan pembedahan definitif sesuai dengan letak defeknya.

Pasca pembedahan pasien tirah baring lama-kelamaan akan menyebabkan intoleransi

aktivitas. Adanya perlukaan pada jaringan akan menimbulkan nyeri serta resiko tinggi

infeksi karena luka merupakan part entry kuman. Selain itu juga menimbulkan kerusakan

integritas kulit. Anestesi yang diberikan juga mempengaruhi penurunan fungsi organ, misal

penurunan sistem pernafasan, penurunan fungsi jantung dan penurunan peristaltik usus.

(Nelson, 1999)

6.Pemeriksaan Penunjang

1.Pemeriksaan colok dubur, pada atresia rektum jari tidak masuk lebih 1–2 cm.

2.Protosigmoidoskopi, anoskopi, radiografi lateral terbalik.

3.Urogram intravena; sistourethrogram: dilakukan pada waktu miksi harus dilakukan karena

seringnya malformasi traktuf urinarius menyertai anomali ini. 

Page 6: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

4.Rontgenologis kolumna vertebralis: untuk mengetahui kelainan yang menyertai yaitu

anomali vertebra. 

5.Pemeriksaan inspeksi dan palpasi daerah perineum secara dini.

6.Ultrasound: dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rektal.

7.Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rektal dengan cara menusukkan jarum tersebut

sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5

cm, defek itu disebut defek tingkat tinggi. 

8.Penatalaksanaan 

Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal ada dua

macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut:

1.Tindakan Sementara

a.Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera dipuasakan untuk

pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah

yaitu dilakukan kolostomi transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi yang dianjurkan

dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus

untuk defek tipe kloaka pada perempuan selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan

diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun).

b.Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya pada garis

hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan

dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung

rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung

dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan

kolostomi sementara. 

2.Tindakan Definitif

a.Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan

mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan

dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP).

b.Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ;

1)Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple dilakukan insisi

dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus. 

Page 7: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

2)Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi lebih dulu

fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai

kasus malformasi rektum. 

c.Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan mencapai 10 kg

tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino perineal dimana

kolon distal ditarik ke aneterior ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada

anomali ini, sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga

kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak

dengan kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin

didapat secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang

ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan

memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai. 

(Wong, 1999)

9.Komplikasi.

1.Asidosis hiperkloremia

2.Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan

3.Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah )

4.Komplikasi jangka panjang :

a.Eversi mukosa anal

b.Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)

c.Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid)

d.Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training

e.Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)

f.Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)

g.Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )

(Betz, 2002 )

10. Konsep Keperawatan

1.Pengkajian

a.Pengkajian Pre Operatif

1)Pemeriksaan fisik :

a)Daerah perineum

Page 8: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

Inspeksi dengan cermat daerah perineum secara dini 

untuk mencari hubungan fistula ke kulit

untuk menemukan muara anus ektopik atau stenatik

untuk memperbaiki bentuk luar jangka panjang

untuk melihat adanya mekonium (apakah keluar dari vagina atau keluar bersama urine ?)

untuk melihat adanya garis hitam yang menentukan letak fistel dan terapi segeranya. 

b)Abdomen

Memeriksa tanda-tanda obstruksi usus (perut kembung)

Amati adanya distensi abdomen

Ukur lingkar abdomen

Dengarkan bising usus ( 4 koadran)

Perkusi abdomen

Palpasi abdomen (mungkin kejang usus)

c)Kaji hidrasi dan status nutrisi

Timbang berat badan tiap hari

Amati muntah proyektif (karakteristik muntah)

d)TTV

Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)

Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takipnea atau dispnea)

Ukur nadi (terjadinya takikardia)

e)Observasi manifestasi malformasi anorektal 

2)Pemeriksaan colok dubur pada anus yang tampak normal, tapi bila tidak dapat masuk

lebih 1 – 2 cm berarti terjadi atresia rektum.

3)Pemeriksaan dengan kateter untuk membedakan fistel uretra dan fistel vesika. 

b.Pengkajian Post Operatif

1)Kaji integritas kulit meliput tekstur, warna, suhu kulit.

2)Amati tanda-tanda infeksi

3)Amati pola eliminasi dan keadaan umum pasien.

2.Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan 

a.Pra Operatif

1)Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah.

Tujuan : Klien menunjukan keseimbangan cairan elektrolit setelah dilakukan tindakan

Page 9: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

keperawatan selama 2 x 24 jam, dengan kriteria hasil : keseimbangan jumlah input dan out

put, turgor kulit elastis, TTV normal (suhu:36,5 – 37,RR: 35x/menit),tidak didapatkan distensi

abdomen.

Intervensi : 

a)Ukur jumlah Input –Output cairan.

Rasionalisasi : Mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan.

b)Inspeksi turgor kulit.

Rasionalisasi : Pada keadaan dejidrasi turgor kulit tidak elastis.

c)Ukur tanda- tanda vital.

Rasionalisasi : Keadaan dehidrasi diidentifikasi dg adanya perubahan

TTV :takikardi,hipotensi,peningkatan suhu.

d)Inspeksi adanya distensi abdomen.

Rasionalisasi : Peningkatan tekanan abdomen ditandai dengan adanya distenai abdomen

e)Kolaborasi berikan cairan IV.

Rasionalisasi : Menganti cairan dan elektrolit yang hilang.

2)Gangguan pola nafas berhubungan dengan penekanan torakal sekunder terhadap distensi

abdomen.

Tujuan : Pola nafas normal/ terpenuhi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x

24 jam dengan kriteria hasil: RR normal (30 – 60 x/ menit), reguler, tidak menggunakan otot

bantu pernafasan, tidak ditujukkannya penggunaan cuping hidung dalam bernafas.

Intervensi : 

a)Posisikan anak pada posisi yang nyaman dengan penggunaan bantal 30°.

Rasionalisasi : untuk efisiensi ventilasi maksimum

b)Catat TTV dan irama jantung

Rasionalisasi : takikardi, disritmia dan perubahan tekanan dapat menunjukkan efek hipoksia

sistemik pada fungsi jantung. 

c)Berikan O2 sesuai dengan kebutuhan

Rasionalisasi : dapat memperbaiki dan mencegah hipoksia

d)Auskultasi bunyi nafas catat adanya bunyi nafas adventisius seperti : krekel,mengi .

Rasionalisasi : biasanya bunyi nafas menurun.

e)Inspeksi adanya sianosis.

Rasionalisasi : Mengindikasikan adanya kekurangan oksigen ke jaringan.

Page 10: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

3)Ansietas pada orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan.

Tujuan : Orang tua mengungkapkan penerimaan tindakan/prosedur (ansietas berkurang),

setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam, dengan kriteria hasil keluarga

mampu mengungkapkan rasa sakit,penerimaan atas pembedahan,dan memahami prosedur

pembedahan.

Intervensi :

a)Identifikasi ketidaktahuan.

Rasionalisasi : Dengan memberikan kejelasan dari keluarga agar sedikit tenang.

b)Peningkatan support terhadap keluarga “tindakan atau prosdur tsb tindakan tepat”.

Rasionalisasi : Dengan support akan menurunkan cemas.

c)Menjelaskan tentang prosedur tepat waktu.

Rasionalisasi : Meningkatkan rasa optimis dengan pembedahan.

b.Post Operasi

1)Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder

terhadap pemberian anestesi.

Tujuan : Pernafasan kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24

jam dengan kriteria hasil: klien tidak mengalami sianosis, tidak ada hipoksia, respirasi rate

normal (30 – 60 x/ menit) dan reguler. Tidak ada suara ngorok. 

Intervensi : 

a)Catat kecepatan/ kedalaman pernafasan, auskultasi bunyi nafas, amati adanya pucat,

sianosis. 

Rasionalisasi : pernafasan mengorok/ pengaruh anestesi menurunkan ventilasi dan dapat

mengakibatkan hipoksia.

b)Posisikan klien dengan meninggikan kepala 30°.

Rasionalisasi : Dapat mendorong ekspansi paru optimal dan meminimalkan tekanan isi ke

abdomen pada rongga thorak. 

c)Ubah posisi secara periodik

Rasionalisasi : Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru.

d)Berikan O2 sesuai kebutuhan

Rasionalisasi : Memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran gas dan penurunan kerja

pernafasan. 

Page 11: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

2)Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24

jam. Dengan kriteria hasil: klien tidak cemas dan tegang lagi, klien tidak menangis terus,

ekspresi wajah wajar (tidak menahan nyeri).

Intervensi : 

a)Kaji dan catat adanya peningkatan nyeri

Rasionalisasi : Digunakan untuk mengetahui keadaan nyeri klien untuk menentukan

tindakan pengurangan nyeri. 

b)Hindari palpasi area pembedahan kecuali jika diperlukan

Rasionalisasi : Agar terhindar dari peningkatan rasa nyeri pasca operasi.

c)Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasionalisasi : Berkurangnya stimulus nyeri. 

d)Kolaborasi pemberian analgesi sesuai ketentuan dan pantau keefektifannya. 

Rasionalisasi : Digunakan untuk farmakoterapi untuk nyeri. 

3)Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan perlukaan jaringan pada pembedahan. 

Tujuan : Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.

Dengan kriteria hasil: suhu normal; 36,5°C – 37°C, tidak ada tanda-tanda radang (merah,

bengkak, panas area luka), balutan kering dan bersih. 

Intervensi : 

a)Ukur suhu tubuh setiap 4 jam

Rasionalisasi : Peningkatan suhu tubuh menunjukkan terjadinya infeksi sistemik.

b)Gunakan teknik septik dan aseptik medik

Rasionalisasi : Mencegah terjadinya infeksi dan sepsis.

c)Lakukan perawatan luka dengan hati-hati agar luka tetap bersih

Rasionalisasi : Untuk meminimalkan resiko infeksi.

d)Ganti balutan luka setelah 3 hari post operasi secara "kering-kering" dengan cara; luka

dialas betadin dan tutup dengan kasa kering. 

Rasionalisasi : Dengan balutan dapat meningkatkankelembaban dan memperlambat

penyembuhan luka. 

e) Kolaborasi pemberian antimikrobial/ antibiotik sesuai kebutuhan.

Rasionalisasi : Digunakan untuk pencegahan infeksi secara sistemik.

Page 12: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

4)Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penumpukan asam laktat sekunder terhadap

tirah baring.

Tujuan : Toleransi aktivitas meningkat setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x

24 jam dengan kriteria hasil; setelah beraktivitas klien tidak mengalami kelelahan

dibuktikan dengan (RR: 30 – 60 x/ menit, Nadi: 120 – 140x/ menit). 

Intervensi : 

a)Periksa tingkat toleransi fisik anak

Rasionalisasi : Dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kelelahan anak.

b)Beri periode istirahat dan tidur yang sesuai dengan kondisinya

Rasionalisasi : Istirahat digunakan untuk menghemat energi dan kelelahan dapat

berkurang. 

c)Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman

Rasionalisasi : Lingkungan yang tenang dapat meningkatkan rentang istirahat klien untuk

penghematan energi. 

5)Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam tidak didapat

kerusakan integritas kulit, dengan kriteria hasil : meningkatnya persembuhan luka,bebas

tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

a)Inspeksi warna ukuran luka.

Rasionalisasi : Kemerahan bengkak mengidentifikasi adanya kerusakan integritas kulit.

b)Bersihkan permukaan kulit dg menggunakan hydrogen/air dg sabun lunak/petrolatum.

Rasionalisasi : Petrolatum membersihkan feses yang menempel.

c)Gunakan balutan teknik aseptik.

Rasionalisasi : Menurunkan iritasi kulit.

6)Perubahan terhadap pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya

kemampuan fisik dan proses hospitalisasi.

Tujuan : tumbang tercapai sesuai usia setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x

24 jam dengan kriteria hasil : pasien memperlihatkan peningkatan karakteristik

fisik,perkembangan sensoris, perilaku sosialisasi, perkembangan kognitif.

Page 13: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

Intervensi : 

a)Kaji tingkat perkembangan anak dalam seluruh area fungsi .

Rasionalisasi : penting untuk mengetahui apakah anak sudah mencapai tumbangnya.

b) Ajarkan orang tua tentang tugas perkembngan normal anak sesuai kelompok usianya.

Rasionalisasi : keluarga (ibu ) menjadi perawat anak selama dirumah, diharapkan mampu

memantau perkembangan anak setiap waktu.

c)Berikan kesempatan bagi seorang anak sakit untuk memenuhi tugas perkambangan

sesuai kelompok usia.

Rasionalisasi: Mencegah terjadinya regresi karena proses shospitalisasi.

(Doengoes, 1999)

Penatalakanaan yang bisa dilakukan adalah :

1.Tindakan sementara tergantung jenis kelainan

a.Pada malforamsi anus dilakukan insisi pada tipe covered anal.

b.Pada malformasi rektum dilakukan kolostimi segera.

c.Pada defek letak rendah dilakukan PSAVRP baru sisanya dilakukan kolostomi sementara. 

2.Tindakan definitif

a.Malformasi bila sudah berumur 6 bulan dilakukan pembedahan PSAVURP.

b.Malformasi anus tanpa fistel dengan insisi dianal dimple.

c.Agenesis anorektal kelainan tinggi dan bayi sudah 20 pon diperbaiki dengan operasi

sakroperineal atau abdominoperineal.

d.Bila kelainan tinggi muskulatur tidak ada atau buruk dapat dilakukan dulu pelatihan

intensif dengan menggunakan otot-otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan

levatorplasti, dan nasihat tentang diet serta memelhara "neorektum tetap kosong". 

Masalah keperawatan yang muncul : 

1.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kapasitas paru sekunder

pemberian anestesi.

2.Nyeri berhubungan dengan vasodilatasi pembuluh darah sekunder terhadap

pembedahan. 

3.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan pada pembedahan. 

4.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya perlukaan jaringan.

5.Ansietas orang tua berhubungan dengan tindakan / prosedur pembedahan.

Page 14: Malformasi Anorectal, Anus Imperforata

6.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya

kemampuan fisik dan proses hospitalisasi .

DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta.

Nelson, 1999. Ilmu Kesehatan Anak. EGC, Jakarta.

Silbernagl, Stefan. Atlas Berwarna & Teks Fisiologi. 2000. Hipokrates, Jakarta.

Syaifuddin, 1997. Anatomi Fisiologi. EGC, Jakarta.

Syamsudin, R. Song. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, Jakarta.

Wong, Dona L. 2003. Pedoman Keperawatan Pediatrik. EGC, Jakarta