MALARIA T^tgs

35
KATA PENGANTAR Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dilakukan untuk menjaga tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat atau orang yang bekerja dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Prosedur pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah melyabi klien, menggunakan sarung tangan, menggunakan masker, menggunkan desingfeksi dan sterilisasi, perawatan luka dan pembalut, menjahit luba dab mengurangi transmisi pathogen yang dapat ditularkan, sejalam dengan itu prosedur ini merukan bagian pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan. 1

description

NAIN

Transcript of MALARIA T^tgs

KATA PENGANTAR

Pemenuhan kebutuhan keamanan dan keselamatan dilakukan untuk menjaga

tubuh bebas dari kecelakaan baik pada pasien, perawat atau orang yang bekerja

dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Prosedur pemenuhan kebutuhan keamanan dan

kenyamanan dalam pelayanan keperawatan yang dilakukan adalah melyabi klien,

menggunakan sarung tangan, menggunakan masker, menggunkan desingfeksi dan

sterilisasi, perawatan luka dan pembalut, menjahit luba dab mengurangi transmisi

pathogen yang dapat ditularkan, sejalam dengan itu prosedur ini merukan bagian

pemenuhan kebutuhan keamanan dan kenyamanan.

1

MALARIA

Pengertian Malaria

Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata

lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa

dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin

menggigil) serta demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang

manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang

disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari

gejala meriang (panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.

Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan

residu insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat.

Sejak tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan

di daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih

menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar

100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen

diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan

penyebab utama kematian di negara berkembang.

Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah

yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut.

Pembukaan lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota

(urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang

bermukim didaerah tersebut.

Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia

Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies

parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin

menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan,

gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah

malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam dapat

terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama 2

minggu setelah infeksi).

2

Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga

malaria tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab

sebagian besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi

jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana

yang disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama

daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi

antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan

terulang kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang

paling jarang ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan

malaria tertiana.

Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari sebelum

gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah

merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan demam.

Penanganan

Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon

cinchona, yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan

menekan pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-

obatan Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada

saat itu lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir

perang dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan

demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria

dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar

racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif

tanpa perlu digunakan secara terus menerus.

Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang

menyebabkan malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin

serta obat anti malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam,

dan juga di semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin

kurang efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya

strain parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis

nyamuk pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti

DDT telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa

negara tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan

3

pada para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika

Tengah dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang

datang ke tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat

diberikan obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah).

Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa

minggu setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap

strain malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun

sebagai pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat

menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan

pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria

yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai

pencegahan.

Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria.

Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna

keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya

tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan

tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin,

yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan

tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit

untuk diperbanyak jumlahnya.

Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,

malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk

aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria

( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan

pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan

Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan

plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah Plasmodium

falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan palsmodium

ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara Timor Leste.

Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang mengandung parasit

malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau timbulnya gejala

demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit malaria yaitu

antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )

4

Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung

parasit malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk

masuk kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya,

membentuk stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati

pecah akan keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium

sizon dalam eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison

tua / matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar

masuk kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina

yang siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di

tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara

sel gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut

zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung

nyamuk berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka

keluar sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke

dalam tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di

jaringan hati (sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak

melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut

Hipnosoit (lihat bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria

relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan

daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan

iklim (musim hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus

parasit dari dalam sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan

timbul gejala penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah

menderita P. Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah

bebas malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka

gejala malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P.

Vivax/Ovale.

Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan

seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya

malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak

merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua di

dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat,

sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami

sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir

5

semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele)

pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada

daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering

dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.

PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT

Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :

Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila memungkinkan)

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji

fungsi ginjal dan lain-lain untuk mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi

lain, misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.

Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen

penting yaitu :

Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)

Pengobatan terhadap komplikasi

Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di

puskesmas sebelum dirujuk adalah :

A. Tindakan umum

B. Pengobatan simptomatik

C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM (dosis

tunggal)

A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :

Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas

pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara :

Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila diperlukan beri

oksigen (O2)

Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)

6

Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum, kesadaran,

pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk

mengetahui perkembangannya)

Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai

kriteria diagnostik mikroskopik.

Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi,

warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.

Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk

Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita,

riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding, tindakan &

pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan, dan lain-lain yang

dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak untuk dirujuk maka harus

menandatangani surat pernyataan yang disediakan untuk itu). Catatan vital sign

disatukan kedalam status penderita.

B. Pengobatan simptomatik :

Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15

mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.

Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan

jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan

diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.

Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mg

IM/x

(dewasa) diberikan 2 x sehari.

C. Pemberian obat anti malaria spesifik :

Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk

malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.

Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan

pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM

(dosis tunggal).

7

Cara pemberian :

Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500

mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8

jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8

jam sampai penderita dapat minum obat.

Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral

dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari

dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).

Catatan :

Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan

kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.

Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat

diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2

dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk

pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi

60-100 mg/ml

Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral,

maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan

parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.

Total dosis kina yang diperlukan :

Hari 0 : 30 mg/Kg BB

Hari I : 30 mg/Kg BB

Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.

Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari

hipotensi postural berat.

Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan

penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas),

yaitu :

Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.

Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan

simptomatik). Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.

8

PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI

1. Malaria cerebral

Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu

perubahan sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada

seorang penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak

bentuk yang berat.

Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium,

mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang

sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium

inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran post

iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab ketidaksadaran

masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim ditempat itu, seperti

meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.

Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :

1. Ensefalopathy difus simetris.

2. Kejang umum atau fokal.

3. Tonus otot dapat meningkat atau turun.

4. Refleks tendon bervariasi.

5. Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.

6. Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).

7. Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.

8. Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.

9. Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.

Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi

spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem kadang

terlihat.

Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,

Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus

disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).

Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik

ringan.

9

Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan perubahan sensorium

harus diobati sebagai serebral malaria, sementara menyingkirkan meningoensefalitis

yang biasa terjadi di tempat itu.

Prinsip penatalaksanaan :

Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria

berat. Disamping pemberian obat anti malaria spesifik, beberapa hal penting perlu

diperhatikan :

Perawatan pasien tidak sadar.

Pengobatan simptomatik : pengobatan hiperpireksia dan pengobatan yang

cepat bila ada kejang. Cara pemberian anti piretik dan antikonvulsan seperti sudah

dijelaskan diatas.

Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.

Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien

dengan pemasangan IV-line, intubasi endotracheal atau kateter saluran kemih. Hati-

hati terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.

Perawatan pasien tidak sadar meliputi :

1. Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.

2. Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang

sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.

3. Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter

dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.

4. Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah

aspirasi pneumonia.

5. Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang

dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.

6. Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena

kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.

7. Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan

hypostatic pneumonia.

10

Hal-hal yang perlu dimonitor :

1. Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.

2. Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS)

setiap 6 jam.

3. Hitung parasit setiap 12-24 jam.

4. Hb & Ht setiap hari.

5. Gula darah setiap 4 jam.

6. Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin & kalium darah pada

komplikasi gagal ginjal ).

7. Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)

Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi

menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :

1. ? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya

2. ? Obat anti inflamasi yang lain

3. ? Anti udem serebral (urea, manitol)

4. ? Dextran berat molekul rendah

5. ? Epinephrine (adrenalin)

6. ? Heparin.

Penatalaksanaan pasien koma

Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing, C=Circulation) +

D=Drug [defibrilasi].

Airway ( jalan nafas ) :

1. Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :

2. Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll

3. Pasien posisi lateral

4. Tempat tidur datar/tanpa bantal.

5. Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan

jalan : posisi lateral dan pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung.

Breathing (pernafasan) :

Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi , misal : O2,

dan rujuk ke ICU.

11

Circulation (kardiovaskular) :

Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor kulit, dll.

Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat intake

dan output cairan secara akurat.

Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mengukur

volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga

diketahui dari volume urin. Normal volume urin : 1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila

volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain

dehirasi), maka tambahkan intake cairan melalui IV-line. Bila volume urin > 90

ml/jam, kurangi intake cairan untuk mencegah overload yang mengakibatkan udem

paru.

2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )

Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :

Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan

menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor

kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat

memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan furosemide 20

mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume transfusi

dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.

3. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)

Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu hamil

sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina menyebabkan hiperinsulinemia),

maupun penderita malaria berat lain dengan terapi kina. Penyebab lain diduga karena

terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit malaria.

Tindakan :

a. Berikan 10 ? 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus (anak-anak : 1 ml/Kg

BB)

b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia

berulang.

c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.

12

Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya diberikan

berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.

4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria? dan

septikaemia

Sering terlihat pada pasien-pasien dengan :

1. Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan

kurang)

2. Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria)

3. Perdarahan masif GI tract

4. Mengikuti ruptur limpa

5. Dengan komplikasi septikaemia gram negative

Kolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory

distress dan gangguan fungsi / kerusakan jaringan.

Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik < 70 mm Hg pada orang dewasa dan < 50

mm Hg pada anak-anak, konstriksi vena perifer.

Gejala khas : kulit dingin, suhu 38-40 oC, mata cekung, cianosis pada bibir dan kuku,

nafas cepat, nadi cepat dan dangkal, nyeri ulu hati, dapat disertai mual/muntah, diare

berat.

Tindakan :

Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat (NaCL 0,9 %, ringer

laktat, dextrose 5 % in saline), plasma expander (darah segar, plasma, haemacell atau

bila tidak tersedia dengan dextran 70) dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama 500 ml, bila

tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri 1000 ml, tetes diperlambat

dan diulang bila dianggap perlu.

Bila memungkinkan, monitor dengan CVP ( tekanan dipelihara antara 0 s/d +5 cm)

Bila terjadi hipovolemia menetap, diberikan Dopamin dengan dosis inisial 2

ug/Kg/menit yang dilarutkan dalam dextrose 5 %. [pada hipovolemia kontra indikasi

untuk pemberian inotropik karena tidak akan menaikkan TD malah menimbulkan

takikardi yang justru akan merugikan. Bila hipovolemia sudah teratasi tapi TD belum

naik, kemungkinan kontraktilitas miokard yang jelek ? diperbaiki dengan pemberian

13

Dobutamin, bukan Dopamin, dengan dosis sampai 20 µg/kg BB/m] dosis dinaikkan

secara hati-hati sampai tekanan sistolik mencapai 80-90 mm Hg.

Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglokemia.

Buat kultur darah dan resistensi test. Mulai segera pemberian antibiotik broad

spektrum, misal : generasi ketiga sefalosporin bila tersedia, yang dapat dikombinasi

dengan aminoglikosida bila fungsi renal sudah dipastikan baik (periksa juga ureum &

kreatinin darah)

Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balas

cairan secara akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.

Pada Anak-anak :

Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 %

atau NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit.

Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB

(23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10

ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit

Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.

5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )

Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan

mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi gagal

ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal renal akibat

tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun ARF sering

terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload (dekompensasi kordis)

akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada penderita dengan oliguria/anuria,

dan karena tidak tercatatnya balans cairan secara akurat.

Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar serum

kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.

Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada

dewasa atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak setelah diobservasi/diukur selama

4-6 jam) disertai tanda klinik dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan

terus berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload.

14

Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans cairan, pemeriksaan

auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP) bila

tersedia dan observasi volume urin.

Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg IV, observasi

urin output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid ditingkatkan progresif sampai

maksimum 200 mg [dosis furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit. Bila

masih tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar ureum &

kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF.

Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis

bila terjadi ARF. ARF biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan

tepat.

ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat berbahaya

bila tidak ditanggulangi secara cepat.

Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-batuk, tensi

meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi paru ada ronki basah di basal

bilateral paru, auskultasi jantung mungkin terdengar bunyi jantung tambahan (bunyi

ke 3) dan JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak nafas berat.

Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian cairan.

Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS

dengan fasilitas dialisis.

Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk mencari

terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik serta gangguan keseimbangan asam-basa.

Catatan :

Normal kadar ureum darah : 20 - 40 mg/dl, kreatinin N : 0,8 ? 1,1 mg/dl.

Indikasi dialisis :

Klinik :

Tanda-tanda uremik

Tanda-tanda volume overload

Pericardial friction rub

Pernafasan asidosis setelah rehidrasi

Indikasi laboratorium :

Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga didiagnosis melalui EKG)

15

Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.

6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)

Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada

negara-negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria.

Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan pada

kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi dan saluran

pencernaan.

Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.

Tindakan :

Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau partial

tromboplastin time memanjang.

Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20 ml /kgBB

Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.

Perbaiki keadaan gizi penderita.

7. Edema paru

Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya.

Edema paru terjadi akibat :

ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda ARDS: timbul akut,

ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 < 200,

tidak ada gejala gagal jantung kiri]

Over hidrasi akibat pemberian cairan.

ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan permeabilitas kapiler di paru.

ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan.

Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal

- Pernafasan dalam

- Sputum : ada darah dan berbusa.

- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.

Perbedaan ARDS dengan fluid overload :

ARDS Fluid overload

16

Balans cairan Normal Input > output

CVP Normal Meninggi

Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi

JVP Normal Meninggi

Tindakan :

Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya

dilakukan tindakan sebagai berikut :

1. Akibat ARDS

a. Pemberian oksigen

b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.

2. Akibat over hidrasi :

- Pembatasan pemberian cairan

- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis

ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan

tanda-tanda vital.

- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.

- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan

tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :

? Posisi pasien ½ duduk.

? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak 250-

500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien sudah

normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.

8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)

Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia

yang mempunyai prognosis jelek.

Tindakan :

1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb

sangat menurun maka beri transfusi darah.

2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.

9. Asidosis metabolik

17

Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk

diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis, anemia,

hipoksia, dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan

bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF, hipovolemia, udem

paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi (cepat dan

dalam), penurunan PH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan

dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan

mengakibatkan kematian.

Tindakan :

a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb < 5 g

%), maka beri transfusi darah segar atau PRC.

b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi dengan

pemberian larutan natrium bikarbonat [hati-hati koreksi dengan bicarbonat dapat

meningkatkan PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium

bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2

jam

c. Bila sesak nafas, beri O2.

d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk

10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)

Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravascular dan

hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang dipakai

sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis. Tidak

berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater biasanya

sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal

ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.

Tindakan :

1. ? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.

2. ? Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah

3. ? Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.

4. ? Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas

hemodialisis.

11. Hiperparasitemia.

18

Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 % dan adanya

skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Tetapi di daerah endemik

tinggi, sebagian anak-anak imun dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30 %)

sering tanpa gejala.

Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya

komplikasi berat.

Tindakan :

1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.

2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.

3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :

? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat

? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti : serebral malaria,

ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.

? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian

kemoterapi anti malaria yang optimal.

? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut usia, adanya late stage

parasites/skizon pada darah perifer)

4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)

V. PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)

Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada

tingkat eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat

harus digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat

sampai 4 ? 6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.

OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :

Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman

untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini

aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract

seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan

meminum obat sesudah makan.

Pencegahan pada anak :

19

OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5

mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya

dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk suspensi.

Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.

Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak

digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.

Pencegahan perorangan

Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap

penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin.

Cara pengobatannya :

- Bagi pendatang sementara :

Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selama berada

di daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah

malaria.

- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :

Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat

dilakukan tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau

selama musim penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali

seminggu dianjurkan hanya untuk 3 ? 6 bulan saja.

Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.

Lihat tabel berikut :

Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)

( frekuensi 1 x seminggu )

1. 0 ? 1 ¼

2. 1 ? 4 ½

3. 5 ? 9 1

4. 10 ? 14 1 ½

> 15 2

Pencegahan kelompok

Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang

berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan

20

yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos

pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau

melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain

obat anti malaria.

Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.

VI. PROGNOSIS

1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan

pengobatan.

2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan

pada anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.

3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada

kegagalan 2 fungsi organ

? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %

? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %

? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:

? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %

? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %

? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %

VI. RUJUKAN PENDERITA

Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.

Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap

dengan

konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.

Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.

Cara merujuk :

1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang

diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang

sudah diberikan.

2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.

Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :

21

Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :

1. Malaria dengan komplikasi

2. Malaria congenital pada bayi

3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %)

DAFTAR PUSTAKA

22

www. Google.com,

23