Maklah Perusahaan

15
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah Berdasarkan paparan di atas dapat kita temukan beberapa masalah, diantaranya: 1. Apakah kontrak jasa pengangkutan udara oleh Air Asia dalam bentuk kontrak baku berklausula eksonerasi dapat dikatakan sah ditinjau Undang-Undang Perlindungan Konsumen? 2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diakibatkan oleh pencantuman kontrak baku berklausula eksonerasi? BAB II

Transcript of Maklah Perusahaan

KATA PENGANTARDAFTAR ISIBAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangB. Identifikasi MasalahBerdasarkan paparan di atas dapat kita temukan beberapa masalah, diantaranya:1. Apakah kontrak jasa pengangkutan udara oleh Air Asia dalam bentuk kontrak baku berklausula eksonerasi dapat dikatakan sah ditinjau Undang-Undang Perlindungan Konsumen?2. Bagaimana tanggung jawab pelaku usaha terhadap kerugian yang diakibatkan oleh pencantuman kontrak baku berklausula eksonerasi?

BAB IITINJAUAN TEORITISA. Perjanjian Secara umum1. Pengertian PerjanjianPerjanjian atau Verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak kepada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi[footnoteRef:2]. [2: M. Yahya harahap, segi-segi hukum perjanjian, Bandung: Alumni, 1986, hlm.6]

Berdasarkan ketentuan pasal 1313 KUHPerdata, pengertian dari perjanjian adalah: suatu perbuatan, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau lebih dari dua, dimana untuk itu diperlukan kata sepakat dari para pihak, tetapi bukan berarti semua perbuatan hukum yang bersegi banyak merupakan persetujuan, missalya pemilihan umum[footnoteRef:3]. [3: R. Setiawan, pokok-poo hukum perikatan, Bandung: Putra A Bardin, 1999, hlm.48]

Pasal 1313 KUHPerdata hanya mengatur mengenai perjanjian-perjanjian yang menimbulkan perikatan yaitu perjanjian obligatoir yang terdiri dari beberapa macam:a. Perjanjian Sepihak atau Timbal Balikb. Perjanjian dengan Cuma-Cuma atau Atas Bbebanc. Perjanjian Konsensuild. Perjanjian Riile. Perjanjian Bernama (Benoemde Overeenkomst)f. Perjanjian Tidak Bernama (onbenoemde Overeenkomst)g. Perjanjian Obligatoirh. Perjanjian Kebendaan (Zakelijk)i. Perjanjian Liberatoirj. Perjanjian Pembuktian (Bewijsovereenkomst)k. Perjanjaian Untung-Untunganl. Perjanjian Publikm. Perjanjian Campuran (Contractus SuiGeneris)

2. Syarat Sah Perjanjian *belum3. Asas-Asas dalam Hukum Perjanjian Berdasarkan pasal 1338 KUH Perdata

Asas-asas hukum perjanjian berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata ada 3, yaitu:[footnoteRef:4] [4: Purwahid Patrik. Hlm.66]

a. Asas bahwa perjanjian yang dibuat itu pada umumnya bukan secara formil tapi konsesual, artinya perjanjian ada karena kesesuaian kehendak atau consensus semata-mata, disebut asas konsensualisme.b. Asas bahwa pihak-pihak harus memenuhi apa yang telah diperjanjikan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 KUH Perdata bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak, maka disebut asas kekuatan mengikat.c. Asas kebebasan berkontrak, orang bebas membuat atau tidak membuat perjanjian, bebas menentuka isi perjanjian, berlakunya dengan syart-syarat perjanjian dengan bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang mana yang akan dipakainya untuk mendasari perjanjian itu.

B. Klausula Baku 1. Pengertian Klausula BakuKlausula baku sangat erat kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas esesnisial dalam hukum perjanjian. Asas ini juga juga tersirat dala pasal 1338 KUH Perdata, yang berbunyi sepakat mereka yang mengikatkan diri. Artinya para pihak bebas mebyuat perjanjian sepanjang perjanjian tersebut didasarkan kesepakatan para pihak yang membuat perjanjian.Asas kebebasan berontrak bukan berarti tidak terbatas, tapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga asas kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat sebagai : asas kebebsan berkontrak yang bertanggung. (edit)Klausul baku merupakan syarat-syarat dalam suatu perjanjian yang telah dipersiapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha dan wajib dipenuhhi oleh pihak lain yang mengikatkan diri pada perjanjian tersebut.

2. Lahirnya klausula BakuLahirnya klasula baku dinilai telah member kemudahan dalam menjalanjkan dunia usaha dewasa ini, karena setiap pihak yang hendak melakukan kerja sama tidak perlu melaui negosiasi yang panjang dengan terlebih dahulu merumuskan klausula-klausula terlebih dahulu yang akan mengikat para pihak. Namu dengan dengan disiapkannya klausula-klausula baku yang akan menjadi dasar dalam pelaksanaan perjanjian, para pihak hanya tinggal mengadakan kesepakatan apakah akan mengikatkan diri dalam perjasnjian atau tidak.Pembuatan klausula baku dalam praktek dunia usaha sering berat sebelah yang terwujud sebagai berikut :a. Dicetak dengan huruf kecilb. Bahasa yang tidak jelas artinyac. Tulisan yang kurang jelas dan susah bacad. Kalimat yang komplekse. Ada kalimat yang ditempatkan pada tempat-tempat yang kemungkinan besar tidak dapat dibaca oleh salah satu pihak

3. Ketentuan Pencantuman Klausula Baku Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan konsumenPasal 1 butir 10 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa :Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.Pada dasarnya perjanjian dalam bentuk klausula baku yang sudah dibakukan tidak menjadi persoalan lagi, mengingat perjanjian baku sudah merupakan kebutuhan dalam praktek sehari-hari yang sudah diterima secara hukum. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah apabila kalusula-klausula baku tersebut mengandung unsur-unsur yang tidak adil bagi salah satu pihak. Pengaturan mengenai pencatuman klausula baku diriumuskan di dalam pasal 18UUPK, yakni :(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan *9396 konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.4. Klausula EksonerasiRijken mengatakan bahwa klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum.

Klausula eksonerasi yang biasanya dimuat dalam perjanjian sebagai klausula tambahan atas unsure esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula yang sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen, karena beban yang seharusnya dipikul oleh produsen, dengan adanya klausula tersebut manjadi beban konsumen.

Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-klausula tertentu dalam perjanjian baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat/ dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam perjanjian baku, karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.

Oleh karena yang merancang format dan isi perjanjian adalah pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat, maka dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan baginya, atau meringankan/menghapuskan beban-beban/kewajiban-kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.

Penerapan klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih kuat yang mengakibatkan sangat merugikan pihak lemah, biasa dikenal dengan penyalahgunaan keadaan.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian baku dengan klausula eksonerasi yang meniadakan atau membatasi kewajiban salah satu pihak (kreditur) untuk membayar ganti kerugian kepada debitur, memiliki cirri sebagai berikut:

a. isinya ditetapkan secara sepihak oleh kreditur yang posisinya relatif kuat daripada kreditur;b. debitur sama sekali tidak ikut menentukan isi perjanjian ituc. terdorong oleh kebutuhannya, debitur terpaksa menerima perjanjian tersebut;d. bentuknya tertulis;e. dipersiapkan terlebih dahulu secara missal atau individual.

Pendapat Marian Darus Badrulzaman di atas memposisikan kreditur selalu dalam posisi yang lebih kuat, padahal dalam kenyataan, kreditur tidak selamanya memiliki posisi yang lebih kuat daripada debitur, karena dalam kasus tertentu posisi debitur justru lebih kuat daripada kreditur, dan justru debiturlah yang merancang perjanjian baku. Dengan demikian pendapat diatas tidak selamanya dapat dibenarkan.

Selain itu, salah satu ciri perjanjian baku yang dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, yaitu bahwa debitur sama sekali tidak menentukan isi perjanjian itu, juga tidak dapat dibenarkan, karena perjanjian baku pada umumnya dibuat dengan tetap memungkinkan pihak lain (bukan pihak yang merancang perjanjian baku) untuk menentukan unsur esensial dari perjanjian, sedangkan klausula yang pada umumnya tidak dapat ditawar adalah klausula yang merupakan unsur aksidentalia dalam perjanjian.

Berdasarkan alasan di atas, maka perjanjian baku yang mengandung klausula eksonerasi cirinya, yaitu:a. pada umumnya isinya ditetapkan oleh pihak yang posisinya lebih kuat;b. pihak lemah pada umumnya tidak ikut menentukan isi perjanjian yang merupakan unsur aksidentalia dari perjanjian;c. terdorong oleh kebutuhannya, pihak lemah terpaksa menerima perjanjian tersebut;d. bentuknya tertulis;e. dipersiapkan terlebih dahulu secara massal atau individual.

Oleh karena perjanjian baku ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang secara teoritis masih mengundang perdebatan, khususnya dalam kaitan dengan asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian, maka di bawah ini juga akan dikemukakan berbagai pendapat tentang perjanjian baku.C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen