Make a Match

36
I. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKAN A. Kajian Pustaka 1. Matematika Matematika adalah suatu pelajaran ysang konsep- konsepnya tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik untuk konsep selanjutnya. Dengan demikian, bila pengertian atau konsep terdahulu belum diketahui, maka sulit untuk memahami pengertian atau konsep selanjutnya. Pada hakikatnya konsep-konsep matematika adalah berkenaan dengan ide-ide yang bersifat abstrak, sehingga dalam memahami setiap konsep tertentu membutuhkan suatu

description

makalah

Transcript of Make a Match

14

I. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS TINDAKANA. Kajian Pustaka1. MatematikaMatematika adalah suatu pelajaran ysang konsep-konsepnya tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik untuk konsep selanjutnya. Dengan demikian, bila pengertian atau konsep terdahulu belum diketahui, maka sulit untuk memahami pengertian atau konsep selanjutnya.

Pada hakikatnya konsep-konsep matematika adalah berkenaan dengan ide-ide yang bersifat abstrak, sehingga dalam memahami setiap konsep tertentu membutuhkan suatu proses dan faktor-faktor lain yang terkait. Proses dalam hal ini, yaitu: proses waktu, ketekunan, kesabaran, dan keamanan dalam mempelajarinya. Sedangkan, faktor-faktor lain yang dimaksud antara lain: peranan guru dalam menyajikan setiap konsep dan buku-buku matematika yang menunjang siswa lebih mendalami konsep-konsep tersebut.

Menurut para ahli yang dikutip oleh Abdurrahman (2003) diantaranya Johnson dan Myklebust menyimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif, sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner menyatakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis, juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kunatitas. Menurut Paling Ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Ada yang mengatakan bahwa matematika hanya perhitungan yang mencakup tambah, kurang, kali, dan bagi. Selanjutnya Paling menyimpulkan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia; suatu cara menggunakan informasi, pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah mengetahui dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa SD hingga SMA bahkan juga di perguruan tinggi. Cockroft (Abdurrahman, 2003) mengemukakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) Selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) Merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara yaitu meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (5) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.Sriyanto (2007) mengemukakan bahwa secara bahasa, kata matematika berasal dari kata mathema dalam bahasa Yunani yang diartikan sains,ilmu pengetahuan atau belajar juga mathematikos yang diartikan sebagai suka belajar.

Dari beberapa penjelasan tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat matematika adalah suatu pola pikir logis, deduktif, dan menyenangkan.2. Pembahasan Simetri Lipat

Simetri Lipat adalah jumlah lipatan yang dapat dibentuk oleh suatu bidang datar menjadi 2 bagian yang sama besar. Untuk mencari simetri lipat dari suatu bangun datar maka dapat dilakukan dengan membuat percobaan dengan membuat potongan kertar yang ukurannya mirip dengan yang akan diuji coba. Lipat-lipat kertas tersebut untuk menjadi dua bagian sama besar. Berikut ini adalah banyak simetri lipat dari bangun datar umum :

a. Persegi Panjang memiliki 2 simetri lipat

b. Bujur Sangkar memiliki 4 simetri lipat

c. Segitiga Sama Sisi memiliki 3 simetri lipat

d. Belah Ketupat memiliki 2 simetri lipat

e. Lingkaran memiliki simetri lipat yang jumlahnya tidak terbatas 3. Model Kooperatif Tipe Make a matcha. Pengertian model kooperatif tipe make a matchFalsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif dalam pendidikan adalah falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi atau sekolah (Anita Lie, 2003:28). Menurut Erman Suherman. dkk (2003:260) pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Menurut Agus Suprijono (2009:57) kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang. Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan, berstruktur, groupness.

Untuk mengoptimalkan pembelajaran kooperatif, keanggotaan sebaiknya heterogen baik dari kemampuannya maupun karakteristik lainnya. Para siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan dapat memberikan keuntungan bagi siswa yang berkemampuan rendah atau sedang (Erman Suherman. dkk, 2003:262). Sedangkan menurut Anita Lie (2003:43) siswa dengan kemampuan akademis tinggi akan menarik manfaat secara kognitif maupun afektif.

Make A-Match merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif. Model Make A-Match adalah bentuk pengajaran dengan cara mencari pasangan kartu yang telah dimiliki dan pasangan bisa dalam bentuk orang perorang apabila jumlah siswa banyak, kemudian berhadapan untuk saling menjelaskan makna kartu yang dimiliki (Lukman Nadjamudin, 1999). Dalam pembelajaran teknik make a-match terdapat unsur pencocokan kartu yang dimiliki dengan kartu lain yang sesuai. Teknik make a-match digunakan untuk memperdalam atau review materi yang telah dipelajari melalui latihan-latihan soal yang disajikan dalam kartu-kartu. Model pembelajaran kooperatif tipe make a-match dikembangkan oleh Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Pembelajaran kooperatif tipe make a-match memotivasi belajar siswa dengan teknik: menimbulkan rasa ingin tahu kepada siswa dengan cara menugaskan siswa untuk menemukan pasangan dari kartu yang dimilikinya, pemberian penghargaan bagi siswa yang mampu menemukan pasangan dari kartu yang dimilikinya sebelum batas waktu yang ditentukan dan penghargaan bagi kelompok terbaik, menciptakan suasana permainan dalam pembelajaran yang memperpadukan motivasi-motivasi belajar yang kuat melalui kerja kelompok dan membuat suasana persaingan yang sehat di antara para siswa serta mengembangkan persaingan dengan diri sendiri pula melalui pemberian tugas. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a-match ini dimulai dari teknik yaitu siswa ditugaskan mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal, siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktunya diberi poin (Tarmizi Ramadhan, 2008). Selain dapat membangkitkan aktivitas siswa, pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat memberikan beberapa manfaat yang bagi siswa selama mengikuti proses pembelajaran yaitu:

(1) mendorong siswa belajar, bekerja dan bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas; (2) menumbuhkembangkan sikap dan perilaku demokratis dan saling ketergantungan secara positif; (3) mendorong siswa yang pendiam atau pasif untuk ikut berperan aktif dalam proses belajar mengajar (Pudjiastuti dalam Lukman, 2006).

b. Keunggulan dan kelemahan pembelajaran model kooperatif tipe make a matchSecara teoritis model kooperatif dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Beberapa keunggulan pembelajaran kooperatif, yaitu:

(1) guru lebih mudah memberikan bimbingan karena dalam model kooperatif pengelompokkan siswa dalam jumlah kecil; (2) memberikan kesempatan kepada siswa pasif menjadi aktif, karena siswa harus mengemukakan pendapatnya mengenai masalah yang ditugaskan kelompok; (3) memberikan kemungkinan kepada siswa untuk saling berinteraksi, kemudian masing-masing anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama dalam memecahkan masalah; (4) mengembangkan suasana demokratis, karena masing-masing anggota kelompok memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pendapat. (Pujiastuti dalam Lukman, 2006)

Adapun kelebihan dari pembelajaran dengan model kooperatif tipe make a match adalah:

1) Meningkatkan harga diri tiap individu.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu yang lebih besar.

3) Konflik antar pribadi berkurang.

4) Sikap apatis berkurang.

5) Pemahaman yang lebih mendalam.

6) Retensi atau penyimpanan lebih lama.

7) Meningkatkan kebaikan budi kepekaan dan toleransi.

8) Pembelajaran kooperatif dapat mencegah keagresifan dalam sistem kompetisi dan keterasingan dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.

9) Meningkatkan kemajuan belajar (pencapaian hasil belajar).

10) Meningkatkan kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif.

11) Menambah motivasi dan percaya diri.

12) Menambah rasa senang berada di sekolah serta menyenangi teman-teman sekelasnya.

13) Mudah diterapkan dan tidak mahal. (Hidayat, Wahyu. 2010).

Sedangkan kekurangan pembelajaran dengan model kooperatif tipe make a match , yaitu:

1) Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas. Kondisi seperti ini dapat diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakukan di luar kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.

2) Banyak siswa tidak senang apabila disuruh bekerjasama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab dalam pembelajaran kooperatif bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada kelompok.

3) Perasaan was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.

4) Banyak siswa takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara individu.

5) Dalam diskusi kelompok ide-ide yang muncul lebih sedikit jika di bandingkan dengan kelompok yang lebih besar.

6) Jika terjadi perselisihan tidak ada siswa yang menjadi penengah. (Hidayat, Wahyu. 2010).

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang dapat memotivasi belajar siswa dimana kekurangan yang mungkin terjadi dapat diminimalisirkan.c. langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a-match1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.

2) Setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban.

3) Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.

4) Setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya. Misalnya: pemegang kartu yang bertuliskan nama tumbuhan dalam bahasa Indonesia akan berpasangan dengan nama tumbuhan dalam bahasa latin (ilmiah).

5) Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.

6) Jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.

7) Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

8) Siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.

9) Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.4. Hasil belajarHasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu.Hasil belajar pada dasarnya berkaitan pula dengan hasil yang dicapai dalam belajar. Pengertian hasil belajar itu sendiri dapat diketahui dari pendapat ahli pendidikan. Menurut Indra (2009) hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu:1) Faktor Internal ( dari dalam individu yang belajar)

Adapun faktor dari dalam individu yang belajar yang mempengaruhi kegiatan tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian, pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.

2) Faktor Eksternal (dari luar individu yang belajar)

Adapun faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, pemahaman konsep dan keterampilan serta pembentukan sikap.

Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa.Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa, (Nana Sudjana, 2004: 111).

Hamalik (2003: 159) menyatakan bahwa hasil belajar menunjuk pada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa. Sedangkan hasil belajar adalah hasil yang telah diperoleh siswa berdasarkan pengalaman-pengalaman atau latihan-latihan yang diikutinya selama pembelajaran yang berupa keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotorik

Berdasarkan pengertian hasil belajar diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang sebagai hasil proses belajar yang dicapai dalam bentuk pengetahuan dan pemahaman terhadap ilmu yang dipelajari.B. Kerangka Pikir

Salah satu tujuan pembelajaran matematika, yaitu mengembangkan aktivitas kreatif siswa dalam memahami konsep matematika. Dari identifikasi masalah diperoleh fakta lapangan berupa hasil observasi awal, yang menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika tentang simetri lipat relatif masih kurang. Identifikasi masalah tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk rumusan masalah penelitian. Permasalah penelitian yang telah dirumuskan, akan dipecahkan melalui penerapan model kooperatif tipe make a match. Model kooperatif tipe make a match memiliki potensi yang lebih besar untuk memaksimalkan aktivitas siswa dalam belajar matematika karena siswa mengikuti dan melakukan seluruh rangkaian kegiatan mulai dari mencari pasangan, melakukan pembahasan sampai kepada presentasi hasil kerja kelompok. Melalui penerapan model kooperatif tipe make a match, diharapkan mampu mencapai tujuan penelitian yakni meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematikan tentang simetri lipat.

Alur kegiatan dari identifikasi masalah, strategi yang ditempuh dalam memecahkan masalah, sampai kepada hasil yang diharapkan yakni peningkatan hasil belajar, dapat digambarkan dalam bentuk bagan kerangka pikir, sebagai berikut:

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan rumusan masalah maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika model pembelajaran kooperatif tipe make a match diterapkan, maka hasil belajar matematika siswa kelas IV pada pokok bahasan simetri lipat dapat meningkat.II. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu pendekatan penelitian tindakan kelas yang bersifat deskriptif. Menurut Umar dan Kaco (dalam Khalik, 2009: 32) bahwa PTK bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan layanan profesional guru dalam menangani kegiatan belajar mengajar. PTK dipilih untuk mengungkapkan hasil penelitian sesuai dengan data dan fakta yang diperoleh di kelas. Bentuk PTK yang dipilih adalah bentuk kolaborasi antara guru dan peneliti (Wardani, 2006). Pelaksanaan penelitian ini melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Daur PTK ditujukan sebagai perbaikan atas hasil refleksi tindakan sebelumnya yang dianggap belum berhasil, maka masalah tersebut dipecahkan kembali dengan mengikuti daur sebelumnya.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk menjelajah, menemukan, dan membangun teori (Jufri, 2007:4). Hal ini sejalan dengan tujuan diadakannya penelitian ini, yaitu untuk menemukan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran simetri lipat kelas IV.B. Fokus Penelitian

Pada pelaksanaannya, penelitian memfokuskan pada aspek yaitu:1. Fokus pada aspek proses belajar mengajar, yaitu aktivitas pembelajaran matematika tentang perkalian bilangan bulat, yang dilaksanakan dengan menerapkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe make a match. Aktivitas pembelajaran melibatkan dua komponen yang menjadi subjek pengamatan, yakni guru dan siswa. 2. Fokus pada aspek hasil belajar matematika tentang perkalian bilangan bulat, yaitu dengan melakukan penilaian terhadap tes hasil belajar matematika pada setiap siklus penelitian.C. Setting Penelitian

1. Setting Penelitian

Penelitian ini dimulai pada semester ganjil (semester 1) tahun ajaran 2012/2013 selama 1 (satu) bulan di SDN 160 Lembang. Dengan alasan bahwa untuk memperbaiki hasil belajar siswa, harus didahului dengan memperbaiki proses belajarnya. Oleh karena itu, melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran matematika secara optimal, diharapkan hasil belajar siswa dapat ditingkatkan.

2. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV . Jumlah siswa yang berada di kelas IV yang dijadikan subjek dalam penelitian adalah berjumlah 18 orang siswa, yang masing-masing terdiri dari 11 siswa perempuan dan 7 siswa laki-laki.D. Rancangan TindakanPenelitian ini menggunakan rencana penelitian tindakan kelas yaitu rancangan penelitian berdaur ulang (siklus). Hal ini mengacu pada pendapat Wardani (2007) bahwa Penelitian tindakan kelas mengikuti proses siklus atau daur ulang mulai dari perencanaan tindakan, tindakan, pengamatan dan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi). Rancangan tersebut di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Berdasarkan gambar desain rencana tindakan penelitian di atas, maka tahap-Tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:Identifikasi Masalah

Yaitu mengidentifikasi masalah sebelum tindakan penelitian dilakukan sehingga menghasilkan gagasan untuk melakukan perbaikan-perbaikan praktek guru mengajar di kelas. Pada tahap ini peneliti mengamati informasi-informasi aktual yang sedang banyak dibicarakan, khususnya yang dipandang sebagai hal yang tidak sesuai dengan praktik di lapangan kemudian dijadikan bahan dasar rencana tindakan. Hasil observasi ini kemudian dikonfirmasikan dengan hasil-hasil kajian teori yang relevan, sehingga menghasilkan suatu program pengembangan tindakan yang dipandang akurat, sesuai situasi lokasi di mana program tindakan dikembangkan.Siklus I

Pelaksanaan siklus I direncanakan dalam satu kali pertemuan atau du jam pelajaran dengan alokasi waktu 2 x 35 menit.

1. Perencanaan

Menentukan materi yang akan diajarkan dalam siklus I melalui pendekatan kooperatif tipe make a match. Membuat perencanaan pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe make a match. Mengembangkan alat bantu pengajaran sesuai dengan materi yang akan diajarkan yakni tentang operasi bilangan bulat. Membuat lembar kerja siswa untuk masing-masing kelompok dalam melakukan pengamatan terhadap materi yang dipilih. Membuat lembar observasi baik untuk siswa maupun untuk guru selama proses belajar mengajar berlangsung. Menyusun butir-butir soal atau alat evaluasi untuk tes tindakan siklus I.

2. Pelaksanaan Tindakan

Tahap ini merupakan implementasi pelaksanaan rancangan yang telah disusun secara kolaborasi antara Pra Peneliti dengan Guru Kelas. Mengidentifikasi keadaan awal siswa sebelum penelitian. Menyampaikan tujuan-tujuan pembelajaran. Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Memberi tugas terhadap masing-masing kelompok. Mengembangkan bahan pelajaran yang akan dilaksanakan atau yang akan diajarkan. Melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan skenario yang disusun berdasarkan pendekatan kooperatif tipe make a match. Memantau keaktifan dan kesungguhan siswa dalam proses pembelajran berdasarkan pedoman observasi.

3. Observasi

Hasil observasi selama kegiatan pembelajaran berlangsung berdasarkan pedoman observasi yang telah dibuat oleh pra peneliti. Hasil belajar siswa berdasarkan tes di akhir pembelajaran. Analisis data hasil observasi dan tes akhir di akhir pelajaran.4. Refleksi Hasil Kegiatan

Refleksi penelitian berdasarkan hasil observasi dan evaluasi akhir dalam pembelajaran. Mendiskusikan hasil refleksi dengan guru kelas V agar ada perbaikan pada siklus berikutnya.Siklus II

Pada dasarnya, hal-hal yang dilakukan di Siklus II ini adalah mengulang kegiatan yang telah dilakukan pada Siklus I, di samping itu dilakukan juga rencana baru untuk memperbaiki atau merancang tindakan baru sesuai dengan pengalaman dan hasil refleksi yang diperoleh pada Siklus I. Siklus II ini direncanakan juga selama satu minggu atau 2 kali tatap muka, dengan pelaksanaan meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.Siklus III

Pada dasarnya, hal-hal yang dilakukan pada Siklus III ini adalah mengulang kegiatan yang telah dilakukan pada Siklus II, di samping itu dilakukan juga rencana baru untuk memperbaiki atau merancang tindakan baru sesuai dengan pengalaman dan hasil refleksi yang diperoleh pada Siklus II. Siklus III ini direncanakan juga selama satu minggu atau 2 kali tatap muka, dengan pelaksanaan meliputi: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi.E. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian, digunakan teknik yang paling tepat untuk penelitian kualitatif, yakni: 1) tes, 2) observasi, dan 3) dokumentasi. Teknik tersebut digunakan secara profesional mengarah pada sasaran yang diharapkan.1. Tes. Tes dilaksanakan di akhir pelaksanaan tindakan pada setiap siklus. Instrumen tes yang digunakan adalah soal dan kunci jawaban2. Observasi. Hasil observasi terdiri dari aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran, keterampilan kooperatif siswa selama belajar kooperatif, dan kemampuan guru mengelola belajar kooperatif. Instrumen observasi yang digunakan adalah lembar observasi guru dan lembar observasi siswa.3. Studi Dokumentasi. Studi dokumentasi dilakukan untuk mencari data hasil belajar siswa pada prapenelitian. Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan pokok bahasan simetri lipat dan guru mata pelajaran matematika kelas IV SD.F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan1. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.

a. Untuk analisis secara kuantitatif digunakan analisis deskriptif terhadap:1) Hasil belajar matematika, yaitu: skor tes/evaluasi, kemudian skor tersebut dikelompokkan berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah, yakni nilai minimal 70 dan ketuntasan kelas 70%. Untuk nilai 70 ke atas dikategorikan tuntas dan untuk nilai di bawah 70 dikategorikan tidak tuntas. Dari pengelompokan ketuntasan siswa tersebut, diperoleh ketuntasan kelas.

2) Hasil pengamatan/observasi guru dan siswa yang memberikan hasil penilaian dalam bentuk persentase taraf keberhasilan (%).

Nilai-nilai persentase di atas diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

b. Untuk analisis data secara kualitatif, digunakan analisis deskriptif dengan mengkategorikan data-data kuantitatif di atas (persentase) ke dalam nilai kualifikasi yang mendeskripsikan kualitas hasil belajar siswa kelas IV (berdasarkan ketuntasan minimal), kualitas pelaksanaan pembelajaran oleh peneliti, dan kualitas aktivitas siswa kelas IV selama mengikuti proses belajar mengajar. Pengkategorian tersebut dilakukan dengan melihat pedoman pengkategorian tingkat keberhasilan, sebagai berikut.Tabel 3.1 Tingkat Keberhasilan

Taraf KeberhasilanKualifikasi

85%-100%Sangat Baik (SB)

70%-84%Baik (B)

55%-69%Cukup (C)

46%-54%Kurang (K)

0%-45%Sangat Kurang (SK)

Sumber : Arikunto (2007)

2. Indikator Keberhasilan

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe make a match pada pembelajaran matematika siswa kelas IV SD, adalah tindakan penelitian yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar matematika. Untuk mengukur keberhasilan tindakan penilaian tersebut maka dapat ditentukan indikator penelitian, dan lebih khusus indikator keberhasilan tersebut mengarah kepada indikator proses dan indikator hasil.

1. Indikator Proses (kualitas belajar matematika)

Terhadap aktivitas guru, dimana penelitian dikatakan berhasil bila minimal 80% langkah model pembelajaran kooperatif make a match telah dilaksanakan guru dengan baik. Taraf keberhasilan 80% berdasarkan tabel keberhasilan (berada pada rentang 70%-84%) dikualifikasikan baik (B).

Terhadap aktivitas siswa, dimana penelitian dikatakan berhasil bila minimal 80% siswa memberikan respon perilaku aktif dalam kegiatan pembelajaran. Taraf keberhasilan 80% berdasarkan tabel keberhasilan (berada pada rentang 70%-84%) dikualifikasikan baik (B).2. Indikator HasilIndikator hasil dapat dilihat pada ketuntasan kelas, dimana nilai hasil belajar siswa ditentukan nilai minimal 70, dan penelitian dianggap berhasil apabila minimal 75% siswa di kelas yang memperoleh nilai minimal 70. Taraf keberhasilan 75% berdasarkan tabel keberhasilan (berada pada rentang 70%-84%) dikualifikasikan baik (B).

DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.Depdikbud. 1999. Kurikulum Pendidikan Dasar Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) Sekolah Dasar (SD) Kelas V. Jakarta: Depdikbud.

Hamalik, Oemar. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Hidayat, Wahyu. 2010. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika pada Pokok Bahasan Perkalian Bilangan Bulat Siswa Kelas V SDN 1 Mojong Kabupaten Sidrap. Skripsi. Tidak diterbitkan. Makassar: PGSD FIP UNM.Indra, 2009. Hasil Belajar.( Pengertian dan definisi). http://indramunawar. Blogspot.com diakses 10 Maret 2012.Khalik, Abdul. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Parepare. UPP PGSD Parepare FIP UNM.Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.Lukman. 2006. Mengoptimalkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran Sejarah melalui Penerapan Cooperatif Learning dengan Model Make a Match di SMAN 4 Palu. Palu: Lembaga Penelitian Untad.Sudjana, Nana. 2004. Penilaian Hasil Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Raja Rosakarya.Suharjo, 2006. Mengenal Sekolah Dasar Teori dan Aplikasi. Jakarta: Depdiknas.

1

Langkah-langkah Pembelajaran

Model Kooperatif Tipe Make A Match:

Menyampaikan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa dan mengadakan apersepsi.

Menyajikan informasi kepada siswa.

Mengorganisasi siswa ke dalam kelompok-kelompok berpasangan dengan cara memilih kartu, memilih pasangan.

Memberi tugas kepada setiap kelompok.

Membimbing kelompok untuk bekerja.

Setiap kelompok mempresentasikan hasil kerjanya dan kelompok lain menanggapi.

Mengarahkan ke jawaban yang benar.

Merangkum hasil pembahasan.

Memberi tugas.

Aspek guru :

Cenderung dalam proses pembelajarannya masih bersifat tekstual

Penggunaan model Pembelajaran yang kurang maksimal

Aspek siswa:

Kurang paham dalam pembelajaran simetri lipat Cenderung pasif dalam menerima pelajaran

Hasil Belajar Siswa tentang Simetri lipat Meningkat

Hasil Belajar Siswa tentang Simetri lipat Rendah

Gambar 3.1. Skema alur tindakan penelitian diadaptasi siklus tindakan kelas Mc.Taggart (Arikunto. 1997)

Persiapan

siklus I

Pelaksanaan siklus I Observasi dan Evaluasi

IdentifikasiMasalah

Belum berhasil

Refleksi

siklus I

Persiapan

siklus II

Refleksi

siklus II

Belum berhasil

Persiapan

siklus III

Refleksi

siklus III

Berhasil

Selesai

Pelaksanaan siklus III Observasi dan Evaluasi

Pelaksanaan siklus II Observasi dan Evaluasi

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir

13

22

_1306161417.unknown