makalah+skenario+5+kel.4

download makalah+skenario+5+kel.4

of 17

description

makalah

Transcript of makalah+skenario+5+kel.4

MAKALAH SKENARIO 5ADUH, SAKITNYA KALAU MEMBUKA MULUT

KELOMPOK 4Yunny MahrianiI1D109202Fitri Shoufia I1D109203Retno Andriani I1D109204Melissa Ariana I1D109205Sella Puteri Ariza I1D109208Insan Akbar Nurhakim I1D109210Nida Ul Azkiya I1D109223Tri Nurrahman I1D109234M. Iqbal Baihaqi I1D109241Endytiastuti I1D109244Mery Oktalida I1D109245Tutor :drg. I Wayan Arya

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATDesember 2011KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya lah maka penyusun dapat menyelesaikan makalah tutorial berjudul Aduh, Sakitnya Kalau Membuka Mulut ini.Pembuatan makalah ini bertujuan agar memenuhi tugas tutorial. Dengan selesainya makalah ini dapat menjadi referensi baik pada institusi pendidikan dokter gigi guna kelancaran kegiatan belajar mengajar.Kami mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang membantu penyelesaian makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Fakultas yang telah memfasilitasi praktikum sehingga terlaksana dengan baik dan lancar.Penyusun menyadari keterbatasan akan literature dan sumber informasi terkait kajian dalam makalah, untuk itu kritik dan saran sangat kami harapkan.Semoga makalah ini dapat dipergunakan dan bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, Desember 2011

Penyusun

BAB IPENDAHULUAN

Diagnosis dari penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula tergantung pada pemerikssan klinis dan riwayat penyakit yang menyeluruh, serta evaluasi gambaran radiografis. Kelainan bentuk kepala prosessus condylaris jennis kongenital ataupun perkembangan dapat menimbulkan ganggauan fungsi dan gangguan pertumbuhan serta perkembangan mandibula yang parah. Neoplasia dan ankilosis dini dari prosessus condylaris juga menimbulkan malformasi mandibula. Sendi temporomandibula, sebagaimana sendi-sendi lainnya pada tubuh, merupakan sasaran dari artritis, baik artritis reumatoid maupun penyakit degenerasi sendi (osteoartritis). Regio sendi temporomandibula seringkali menanggung akibat taruma pada mandibula, yang menimbulkan hemartrosis, dislokasi, fraktur prosessus condylaris, dan prosessus subcondylaris serta dislokasi akibat fraktur prosessus condylaris. Dan terakhir, karena pada sendi temporomandibula terdapat discus intraarticularis, maka fungsi sendi bisa berjlan dengan baik apabila terdapat keserasian antara unsur-unsur tulang dan discus dari sendi. Pergerakan yang harmonis antarasendi bilateral juga penting untuk berfungsinya mandibula secara normal. (Pedersen, 1996)Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan (clicking) atau keluhan sendi lainnya. (Pedersean, 1996)Evaluasi struktur ekstra-artikular yang terkait merupakan bagian kesatuan pemeriksaan klinis lengkap. Hal-hal ini diteliti karena penyakit sendi temporomandibula dan gangguan fungsinya berhubungan erat dengan oklusi. Sedangkan pemeriksaan otot-otot yang berhubungan dilakukan karena gangguan fungsi otot dan ketidaknyamanan merupakan unsur yang paling sering terjadi pada kelompok simptom tersebut. Walaupun gejala dan hasil pemeriksaan sering kali saling berhubungan dan menunjang, penentuan diagnosis banding antara penyakit intraarticular dan ekstraarticular tetap diperlukan, agar mendapatkan pendekata perawatan yang benar. (Pedersen, 1996)Diagnosis penyakit/gangguan fungsi TMJ tergantung pada pemerikssan klinis dan riwayat yang menyeluruh serta ketepatan interpretasi hasil rontgen dan pemeriksaan khusus lainnya. Keluhan utama yang paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan (clicking) atau keluhan sendi lainnya. (Pedersen, 1996)Setelah di dapat gambaran klinis dan diagnosis kerja, maka terdapat dua kategori umum dan penanganannya, yaitu : perawatan konservatif dan perawatan bedah. Perawatan konservatif meliputi cara terapi fisik, obat-obatan dan mekanis. Sedangkan penanganan secara bedah di tujukan untuk kasus trauma dan patologi tertentu, untuk rekonstruksi dan untuk kelainan susunan bagian dalam. (Pedersen, 1996)

Skenario 5Aduh, Sakitnya Kalau Membuka MulutSeorang laki-laki berusia 14 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sulit membuka mulut dengan lebar sejak seminggu yang lalu. Pasien mengeluh saat makan terasa sakit pada sendi di depan telinga kiri sejak sebulan yang lalu dan sering mencari posisi yang enak pada saat menutup mulut. Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan, tetapi banyak gigi giginya yang hilang karena dicabut untuk perawatan kawat gigi 3 tahun yang lalu, tetapi pasien tidak melanjutkan perawatannyaBAB IIPEMBAHASAN

Temporomandibular disorders (TMD) adalah gangguan unilateral atau bilateral dari fungsi normal sendi temporomandibular. Gejalanya bisa berupa clicking, pembengkakan, dan kepekaan disekitar sendi. Terdapat nyeri didaerah muka, leher, dan otot-otot pengunyahan. Gejala yang lain adalah rasa sakit terjadi pada saat makan atau saat bangun tidur, sakit kepala, dan trismus. (Harty, 1995; Coulthard, 2003 ; Birnbaum, 2010)1. Anatomi Sendi Temporomandibula

Sendi temporomandibula terdiri atas artikulasi (persendian) yang dibentuk oleh tulang, yang terdiri dari fossa gleinodalis ossis temporalis dan processus condylaris mandibulae. Processus condylaris berbentuk elips yang tidak rata pada potongan melintang, dengan lebar mediolateral dua kali lebar anteroposterior. Permukaan artikular persendian dilapisi oleh jaringan fibrous avaskuler (fibrokartilago) yang lebih banyak daripada jaringan kartilago hialin. Permukaan arikular yang cekung dari temporal dibatasi di bagian anterior oleh eminentia articularis yang cembung, dan bagian posterior dibatasi oleh labrum articular. Di antara struktur tulang tersebut terdapat meniskus articularis (discus articularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous yang tak berpermbuluh dan tak bersaraf. (Pedersen, 1996)Discus tersusun dari tiga bagian yaitu pita posterior dengan ketebalan 3mm, zona intermediat yang tipis, dan pita anterior dengan ketebalan 2mm. Bagian paling tipis terdapat pada bagian tengah (1mm) dan menebal pada bagian tepi, sementara tonjolan terbesar terdapat pada perlekatan posterior, yaitu zona bilaminar. Zona bilaminar ini sangat menonjol karena tediri atas dua lapis serabut yang dipisahkan oleh jaringan ikat renggang aerolar, yaitu bagian atas (superior) terbentuk terutama dari selabut elastis dan bagian bawah (inferior) terbentuk terutama dari jaringan fibrous. Jaringan pelekat bagian posterior mendapat banyak persarafan dari n.auriculotemporalis. Permukaan superior discus berbentuk cekung-cembung, sementara permukaan bawah berbentuk cekung anteroposterior. Meniscus melekat erat pada kutub lateral dan medial processus condylaris, sementara bagian posterior dari perlekatan tersebut bersifat elastis untuk memungkinkan pergeseran ke depan bersama dengan processus condylaris. Pada bagian anterior, discus bersambung dengan fasia pterigoid eksternal dan kapsula sendi. Di sebelah posteroanterior terhadap processus condylaris dan anterior dari zona bilaminar, meniscus mengandung banyak pembuluh darah (vaskular knee). Daerah perlekatan m.pterygoideus lateralis superior di anterior dari meniscus juga bersifat vaskular (mengandung banyak pembuluh darah). (Pedersen, 1996)Kapsula merupakan struktur ligamen tipis yang memanjang dari bagian temporal fossa gleinodalis di bagian atas, bergabung dengan tepi meniscus, dan mencapai bawah leher processus condylaris untuk mengelilingi seluruh sendi. Kapsula ini di bagian lateral diperkuat oleh ligamentum temporomandibularis, yang berfungsi membatasi pergerakan processus condylaris ke anterior dan posterior. Rongga sendi superior dan inferior, yang dipisahkan oleh discus dan berada dalam kapsula dilapisi oleh jaringan sinovial yang menghasilkan cairan yang dibutuhkan untuk pelumasan permukaan persendian. Rongga sebelah atas lebih lebar, dengan kapasitas sekitar 1 ml, sementara rongga bagian bawah besarnya kurang lebih setengah dari rongga bagian atas. Jika kapsula bagian anterior tidak memadai, maka peranannya akan digantikan oleh jaringan ikat renggang areolar di dekatnya. (Pedersen, 1996)Ligamen ialah sendi temporomandibula yang berdekatan dengan meatus auditorius externus dan dengan telinga tengah serta telinga bagian dalam. Ligamen malleolar anterior melekat pada prosessus anterior dari malleolus di bagian superior, sementara bagian inferior menyatu dengan kapsula sendi dan ligamentum sphenomandibulare, yang melekat pada lingula mandibula. ligamen temporomandibula (ligamentum laterale), yang tersusun dari serabut jaringan ikat superfasial yang oblik dan profundus yang horizontal, keluar dari basis arcus zygomaticus, dan memanjang posteroinferior hingga melekat pada permukaan posterior dari leher prosessus condylaris. Ligamen ini mendukung atau menyangga sendi dan berfungsi untuk menahan/membatasi gerak satuan discus-processus condylaris. Ligamentum stylomandibulare menghubungkan prosessus styloideus dengan angulus mandibulae, tapi peranannya atau fungsinya belum jelas. (Pedersen, 1996)Suplai saraf sensoris ke sendi temporomandibula di dapat dari nervus auriculotemporalis dan m./ masseter cabang dar n. Mandibularis. Jaringan pembuluh darah untuk sendi berasal dari a. Temporalis superficialis cabang dari a. carotis externa. (Pedersen, 1996)

2. Patofisiologi Sendi TemporomandibulaFungsi normal sendi temporomandibula yaitu interfase antara processus condylaris dan discus merupakan tempat gerak engsel, yang dimungkinkan terutama oleh perlekatan discus pada processus condylaris melalui ligamen discus. Stabilitas tambahan dari discus diberikan oleh gerakan resiprokal (berbalasan) lapisan superior zona bilaminar (serabut elastis), yang melawan tarikan dari m.pterygoideus lateralis superior. M. Pterygoideus lateralis superior ini pada prinsipnya bersifat pasif, dan berkontraksi hanya pada penutupan paksa saja. Kontraksi musculus pterygoideus lateralis inferior terjadi selama pergerakan membuka mulut, dan mengakibatkan pergeseran processus condylaris ke anterior. Komponen processus condylaris atau discus bergerak berlawanan dengan tonjolan fossa sebagai suatu sendi dengan pergerakan bebas (translasi). Kerjasama antara sendi pada kedua sisi memungkinkan diperolehnya rentang gerakan mandibula yang menyeluruh. (Pedersen, 1996)Dislokasi, misalnya luksasi, terjadi bila kapsula (ligamen kolateral) dan ligamen temporomandibula mengalami gangguan sehingga memungkinkan processus condylaris untuk bergerak lebih ke de;pan dari eminentia articularis dan ke superior pada saat membuka mulut. Kontraksi otot dan spasme yang terjadi selanjutnya akan mengunci prosessua condylaris dalam posisi ini, sehingga menyebabkan terhalangnya gerakan menutup. Dislokasi dapat terjadi satu sisi (unilateral) atau dua sisi (bilateral), dan kadang terjadi secara spontan bila mulut dibuka lebar, misalnya pada saat makan atau menguap. Dislokasi dpata juga ditimbulkan oleh trauma saat penahanan mandibula waktu dilakukan anestesi umum atau akibat pukulan. Dislokasi dapat bersifat kronis dan kambuhan, dimana pasien akan mengalami serangkaian serangan yang menyebabkan kelemahan abnormal kapsula pendukung dan ligamen (subluksasi kronis). (Pedersen, 1996)Kelainan internal terjadi jika perlekatan meniskus pada kutub prosessus condylaris lateralMengendur atau terputus, atau jika zona bilaminar mengalami kerusakan atau degenerasi akibat trauma atau penyakit sendi (terutama stratum superior, yaitu serabut elastis), atau keduanya, maka stabilitas sendi akan terganggu. Akibatnya akan terjadi pergeseran discus ke arah antero medial akibat tidak adanya penahan terhadap pergerakan musculus pterygoideus lateralis superior. Berkurangnya pergeseran ke arah anterior yang spontan dari discus ini akan menimbulkan kliking yang khas, yang akan terjadi bila jarak antar insisal meningkat. Sumber kliking sendi ini berhubungan dengan pergeseran prosessus condylaris melewati pita posterior meniscus yang tebal. Dengan memendeknya pergeseran anterior dari meniscus, terjadi kliking berikutnya. Pada tahap inilah discus akan bersifat fibrokartilagenus, yang mendorong terbentuknya konfigurasi cembung-cembung. (Pedersen, 1996)Closed lock merupakan akibat dari pergeseran discus ke anterior yang terus bertahan. Bila pita posterior dari discus yang mengalami deformasi tertahan dianterior prosessus condylaris, akan terbentuk barier mekanis untuk pergeseran prosessus condylaris yang normal. Jarak antara insisal jarang melebihi 25 mm, tidak terjadi translasi, dan fenomena kliking hilang. Closed lock dapat terjadi sebentar-sebentar dengan disela oleh kliking dan locking atau, bisa juga bersift permanen. Pada kondisi persisten, jarak antara insisal secara bertahap akan meningkat akibat peregangan dari perlekatan posterior discus, dan bukannya oleh karena pengurangan pergeseran yang terjadi. Keadaan ini dpat berkembang ke arah perforasi discus yang disertai dengan osteoartritis pada prosessus condylaris dan eminentia aricularis. (Pedersen, 1996)Keadaan closed lock akut biasanya diakibatkan oleh trauma yang ,menyebabkan prosessus condylaris terdorong ke posterior dengan akibat terjadi cidera pada perlekatan posterior. Rasa sakit atau tidak enak yang ditimbulkannya dapat sangat parah, dan keadaan ini kadang disebut sebagai discitis. Discitis ini lebih menggambarkan keradangan pada perlekatan discus daripada keadaan discus yang avaskular atau aneural. (Pedersen, 1996)

3. Etiologi Temporomandibular Disorder Etiologi TMD kebanyakan tidak diketahui. Tetapi ada dua hipotesa yang ada yaitu disharmoni oklusi dan stres psikologi. Selain itu, etiologi juga karena riwayat trauma dan riwayat dari dental treatment. Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab TMD yaitu:1. Kebiasaan parafungsional (eg : bruxism, tooth clenching, menggigit bibir dan pipi)2. Stress3. Trauma akut dari tubrukan atau pukulan 4. Trauma akibat hiperekstensi (eg : dental prosedur, intubasi oral untuk general anastesi, menguap) 5. Tidak stabilnya hubungan dari maksilomandibular 6. Lemahnya joint7. Gaya hidup yang tidak sehat 8. Komorbiditas dengan musculoskeletal disorders.(Greenberg, 2003; Birnbaum, 2010)

4. Epidemiologi Temporomandibula DisorderAntara laki-laki dan wanita sama frekuensinya, tetapi pasien wanita lebih banyak (5kali lipat) yang mencari pengobatan. Terjadi paling banyak pada usia 20-40 tahun. Hanya 12% dari penderita TMD mengeluhkan gejala yang terjadi.(Greenberg, 2003 ; Scully, 2010 ; Manfredini, 2007; Birnbaum, 2010)

5. Manifestasi Klinis Temporomandibula Disorder1. Sakit tumpul didalam temporomandibula dan atau otot disekitarnya2. Clicking3. Sakit pada saat bangun tidur, makan, atau berbicara4. Sakit kepala yang biasanya berlokasi didaerah temporal saat bangun tidur, dapat berlanjut di siang hari5. Rasa sakit meningkat bila dilakukan palpasi pada TMJ dan otot pengunyahan6. Kebiasaan dalam mulut misalnya parafungsi7. Ketidakharmonisan oklusal8. Bisa bilateral dan unilateral(Birnbaum, 2010)

6. Cara Mendiagnosis Temporomandibula DisorderA. Anamnesa1. Riwayat keluhan utama2. Riwayat medis3. Riwayat gigi geligi terdahulu4. Riwayat keluarga5. Riwayat sosial

B. Pemeriksaan Klinis1. Inspeksi Geligi dan RM Oklusi Jarak pergerakan membuka mandibula jarak maksimum membuka mulut: - laki-laki : 57.5 mm - wanita : 54 mm - 40 mm juga merupakan ukuran normal pada org dewasa. Pergerakan mandibula - pergerakan lateral -> 7-10 mm ke kanan-kiri - jarak normal protrusif 7-10 mm.

2. Palpasi Otot yang terlibat Telinga -> adanya inflamasi/tdk Tes neurogical -> mendiagnosa myfacial pain3. AuskultasiPemeriksaan pada daerah TMJ yang menggunakan stetoskhope untuk mendengarkan adanya bunyi kliking atau krepitus.

C. Pemeriksaan Radiografi1. MRI2. CT Scan3. Transcranial radiographs4. Panoramic radiography5. Tomograms6. Magnetic resonance imaging7. Nuclear imaging

(Scully et al, 2010)7. TerapiPenatalaksanaan penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula (TMJ) merupakan tanggung jawab bersama antara dokter gigi keluarga, ahli ortodonsi, periodonsi dan bedah maksilofasial serta spesialis tertentu, khususnya THT, bedah tenggorokam, ahli saraf, radiologis dan tenaga kesehatan yang terkait, terutama ahli terapi fisik. (Pedersen, 1996)Terapi TMD (Temoromandibular Disorder) ini sendiri meliputi :1. Terapi fisikPendekatan paling dasar untuk gangguan fungsi/penyakit TMJ adalah secara fisik. Kompres panas/ dingin pada otot yang kaku seringkali dapat menghilangkan nyeri otot dan kaku. Panas diberikan melalui bantalan pemanas atau botol air panas dengan lama dan frekuensi ditentukan sendiri oleh pasien. Istirahat dan pembatasan luas pergerakan mandibula untuk mengurangi nyeri otot dan rasa tidak enak. Hindari makanan yang membutuhkan pembukaan mulut yang lebar, atau pengunyaha yang berat. Memotong motong makanan menjadi potongan kecil kecil sebelum memakannya dapat mengurangi berat pengunyahan. Juga dihindarkan mengunyah permen karet, menggigit kuku, memecah es atau kacang dengan gigi dan kebiasaan jelek lainnya. Pasein intruksikan untuk membatasi jarak antar insisal pada saat membuka mulut untuk menghindari kliking. Pemijitan otot yang nyeri dapat membantu dan menghilangkan gejala nyeri kronis. 2. Intraoral appliance therapy Dapat digunakan splint, perawatan ortodontik, bite guard, night guard, atau bruxing guard) -> melindungi gigi Mengembalikan stabilitas mandibular Menghindari perubahan posisi mandibula.3. Behavioral terapi Terapi relaksasi Hipnosis Kognitive-behavioral therapy4. Obat - obatan Penggunaan NSAIDs -> tdk lbh dr 2 mgg (e.g : Ibuprofen 400 mg/4x @hari) Terjadi spasme otot bisa menggunakan relaksan otot seperti Chlorzoxazone, metaxalone dan diazepam. Bila terjadi spasme akut pada otot elevator mandibular, penyembuhan secara langsung didapatkan dengan penyuntikan diazepam i.v (5 10 mg). Penggunaan acetaminophen, obat antianxienty, clonazepam, tricylic antidepressant.Box 18-11 Medications Used 10 Treat tireSymptoms of Temporomandibularloint Dysftltlctiotl

Aspirin

Acetaminophen (with or with ou t codeine)

Other no nsteroidal anti-inflammatory agents

Centra lly acting muscle relaxan t s (methoca rbamol,chlorzoxazo ne)

Benzodiazepine de rivative s (diazepam, chlo rdiazepoxide)

Clucocorticoids (cortiso ne, pred nisone)

(Greenberg, 2003 ; Pedersen, 1996 dan Neville, 2003)8. Prognosis Temporomandibula Disorder75-88% pasien TMD dengan perawatan konservatif memberikan reaksi yang signifikan dalam mengurangi gejala. Prognosis tergantung dari etiologi, keparahan, dan terapi yang dilakukan. (Neville, 2003)

BAB IIIPENUTUPKesimpulanTemporomandibular disorders (TMD) adalah gangguan unilateral atau bilateral dari fungsi normal sendi temporomandibular. Gejalanya bisa berupa clicking, pembengkakan, dan kepekaan disekitar sendi. Terdapat nyeri didaerah muka, leher, dan otot-otot pengunyahan. Gejala yang lain adalah rasa sakit terjadi pada saat makan atau saat bangun tidur, sakit kepala, dan trismus.SaranApabila terjadi TMD, terapi yang dapat dilakukan adalah terapi konservatif dan terapi bedah. Terapi bedah dapat menimbulkan komplikasi yang tidak sedikit, oleh karena itu terapi konservatif biasanya disarankan sebagai terapi utama.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedersen, Gordon W, DDS., MSD. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC: Jakarta. 19962. Greenberg, Martin S and Michael Glick. 2003. Burket Oral Medicine: Diagnosis and Treatment. Spain: BC Decker.3. Coulthard, Paul. Horner, Keith. Phillip, Sloan. Theaker, Elizabeth. 2003. Master Dentistry : Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, Pathology, and Oral Medicine Volume 1. Spain : Churchill Livingstone.4. Balaji, S. M. 2007. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. New Delhi : Elssevier. P : 451-453.5. Birnbaum, W. Dunne, S M. 2010. Diagnosis Kelainan Dalam Mulut ; Petunjuk Bagi Klinisi. Jakarta : EGC.6. Scully, Crispian, et al. 2010.Oral Medicine and Pathology at a Glance. Blackwale Publishing.7. Neville BW et.al. 2003. Oral and Maxillofacial Pathology. London: BC Decker Inc. 8. Manfredini, Daniele, et al. 2007. The Diagnostic Process of Temporomandibular Disorder. Stomalogija, Baltic Dental Maxillofacial journal, 9:35.39.