Makalah Kel. 4

28
BELL’S PALSY ILMU PENYAKIT SARAF MAKALAH PEMBIMBING : Dr. dr. YUNUS. SpRM.MARS OLEH : 1. Luh Dina Rossita (08700051) 2. Yessica Valentine (08700055) 3. Davit Soesanto (08700067) 4. Maria Christina Widjaja (08700101) 5. Fenty Sulistyo Ertanti (08700109) 6. Andri Hery Gunawan (08700129) 7. Yuyun Susmiati (08700265) 8. Bakhlul Ilmi (08700275) FAKULTAS KEDOKTERAN

Transcript of Makalah Kel. 4

Page 1: Makalah Kel. 4

BELL’S PALSY

ILMU PENYAKIT SARAF

MAKALAH

PEMBIMBING :

Dr. dr. YUNUS. SpRM.MARS

OLEH :

1. Luh Dina Rossita (08700051)2. Yessica Valentine (08700055)3. Davit Soesanto (08700067)4. Maria Christina Widjaja (08700101)5. Fenty Sulistyo Ertanti (08700109)6. Andri Hery Gunawan (08700129)7. Yuyun Susmiati (08700265)8. Bakhlul Ilmi (08700275)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2011

BAB I

Page 2: Makalah Kel. 4

PENDAHULUAN

Dengan adanya perkembangan pola pikir manusia perubahan terhadap pelayanan

kesehatan pada masyarakat yang diutamakan untuk mencapai dan mewujudkan derajat

kesehatan secara optimal dan terarah. Dengan paradigma baru fisioterapi indonesia yang

sangat relevan dengan tujuan pembangunan kesehatan yaitu mewujudkan derajat kesehatan

masyarakat yang optimal yang merupakan salah satu unsur kesehatan umum dari tujuan

pembangunan nasional, maka terjadi pola perubahan dan fungsi fisioterapi dalam melakukan

intervensi profesi yang mencakup upaya-upaya (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)

sebagai pelaksana, pengelola, pendidik dan peneliti atau pengamat. Hal tersebut nantinya

akan diwujudkan dalam fragmentasi pelayanan fisioterapi di berbagai bidang yang dilakukan

oleh fisioterapi profesional dengan latar belakang kemampuan atau kualifikasi yang berbeda.

Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy

dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui. Biasanya

penderiata mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat

bercermin. Pada saat mereka sadar mengalami kelumpuhan pada wajahnya maka ia mulai

merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadang jiwanya terguncang

terutama pada wanita atau pada seseorang yang memiliki profesi yang mengharuskan ia

untuk tampil dimuka umum. Rehabilitasi yang diperlukan dengan tujuan memantau

memperlancar vaskularisasi pemulihan kekuatan otot fasialis dan mengembalikan fungsi

yang terganggu akibat kelemahan otot – otot fasialis sehingga penderita dapat kembali

melakukan aktifitas kerja sehari – hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.

Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, artinya bukan seperti stroke, jantung

koroner, liver, dll, tetapi menyebabkan cacat dan secara sosial sangat tidak enak. Jadi,

keluhan pasien itu, “ Dok, kalau saya di rumah itu tidak apa-apa tetapi ketika bertemu orang,

saya berbicara atau tersenyum, maka kelihatan sekali wajah saya menceng. Itu tidak enak

secara psikologis”.

Contoh kasus :

Page 3: Makalah Kel. 4

1. Seorang mahasiswa Fakultas kedokteran pada hari pertama berobat sudah

dijelaskan pengobatan dan resiko cacat. Si mahasiswa tidak kembali kontrol

karena pulang ke daerah asalnya. Satu bulan kemudian dia datang lagi dengan

kemencengan wajah akan dia derita untuk seluruh sisa hidup. Jadi, kalau dapat

pasien bell’s palsy harus dijelaskan secara jelas dampaknya akan demikian,

sehingga pasien akan selalu kontrol teratur.

2. Pasien ini sering datang terlambat. Ini dianggap bukan porsi medis (bukan

bidangnya dokter → porsi ‘dukun’) jadi nervus facialis keburu makin terjepit

dan makin irreversibel.

BAB II

Page 4: Makalah Kel. 4

DEFINISI

Bell’s palsy harus didefinisikan sebagai berikut, kelumpuhan fasialis perifer akibat

proses non-supuratif, non- neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin

akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit

proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa

pengobatan.

Kondisi ini pertama kali dikemukakan pada tahun 1830 oleh seorang ahli anatomi

dan neulogi asal Skotlandia Sir Charles Bel (1774- 1842). Kata palsy berasal perubahan

struktur bahasa Perancis paralysie yang berarti paralisis (kelumpuhan)

BAB III

Page 5: Makalah Kel. 4

PENYEBAB DAN FAKTOR PATOFISIOLOGI

3. 1 PENYEBAB DAN FAKTOR

Sampai saat ini penyebab Bell’s palsy masih belum diketahui. Beberapa

sumber menyatakan, penyebab Bell’s palsy yakni suatu kejinakan penyakit dan pada

proses edema bagian nervus fasialis di sekitar foramen stilomastoideus. Mungkin

sekali edema tersebut merupakan gejala reaksi terhadap proses yang disebut “masuk

angin” (“catch cold”, “exposed to chill”). Angin dingin yang masuk membuat saraf

di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan saraf fasialis ini

mengakibatkan pasokan darah ke saraf tersebut terhenti. Hal ini menyebabkan

kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangan terganggu.

Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan oto-otot wajah tidak dapat diteruskan.

Saraf fasialis ini terjepit hingga akhirnya kelumpuhan terjadi. Pada kebanyakan

penderita dapat diperoleh data bahwa paresis fasialis timbul setelah duduk di mobil

dengan jendela terbuka, tidur di lantai, atau setelah “bergadang”. Bell’s palsy hampir

selalu unilateral.

Beberapa teori yang secara umum diajukan sebagai penyebab Bell’s palsy, yaitu:

a. Teori Ischemia Vaskuler

Teori ini menjelaskan bahwa telah terjadi gangguan regulasi sirkulasi darah ke

saraf fasialis. Gangguan ini menyebabkan vasokonstriksi arteriole dan adanya

statis vena.

b. Teori Infeksi Virus

Teori ini menjelaskan bahwa Bell’s palsy dapat disebabkan oleh karena virus

herpes simplek.

c. Teori Herediter

Teori ini menjelaskan bahwa Bell’s pelsy bisa disebabkan karena keturunan,

dimana kelainannya berupa kanalis fasialis yang sempit dan system enzim.

Page 6: Makalah Kel. 4

3.2 PATOFISIOLOGI

Proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s palsy

adalah proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis.

Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan

permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian

terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah

sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan

sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik

dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika

dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen.

Salah satu nervus cranialis yang keluar dari otak adalah nervus VII (nervus

fasialis). Nervus fasialis pada saat keluar dari tengkorak melalui lubang yaitu foramen

stylomastoideus. Bila terjadi pembengkakan di foramen stylomastoideus maka nervus

VII tertekan pada foramen stylomastoideus. Penekanan ini berdampak pada

kelemahan otot-otot yang diinervasi oleh nervus VII.

BAB IV

Page 7: Makalah Kel. 4

PENATALAKSANAAN

4.1. ANAMNESIS

1) Identitas pasien yang berisikan nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,

alamat tempat tinggal.

2) Keluhan utama

Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien dengan kondisi Bell’s palsy. Misalnya

pasien merasa separuh/ satu sisi mukanya terasa tebal, muka yang asimetris, susah

merasakan sensasi rasa(manis, asam, asin), susah untuk berbicara, dan susah untuk

menelan makanan dan munuman karena setiap makanan yang dimakan akan

terkumpul pada sisi yang sakit dan air liurselalu menetes.

Keluhan pasien :

• Tidak bisa menutup salah satu kelopak mata.

• Bila berbicara atau tersenyum, tampak sudut mulut tidak simetris kanan - kiri

disertai dengan rasa kurang enak pada sisi yang sakit.

3) Riwayat penyakit sekarang

Pasien mengeluh bibir sebelah tidak dapat bergerak, alis juga tidak bisa bergerak

dan saat memejamkan mata tidak bisa rapat, wajah sebelah terasa kesemutan dan

tebal-tebal, setelah pasien di berikan terapi berupa arus faradik dan laser. Kondisi

pasien wajahnya mencong ke sebelah dan mengeluh telinga sebelah bagian

belakang terasa nyeri.

4) Riwayat penyakit dahulu

Pasien pasti belum pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya.

5) Riwayat penyakit penyerta

Tidak ada riwayat penyakit lain yang menyertai kondisi pasien.

6) Riwayat keluarga

Riwayat keluarga diketahui bahwa tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah

menderita penyakit serupa.

7) Anamnesis system

Page 8: Makalah Kel. 4

Dari anamnesis sistem diperoleh informasi sebagai berikut:

(1) kepala dan leher, tidak ada keluhan pusing, leher tidak merasa kaku,

(2) kardiovaskuler, tidak ada keluhan,

(3) respirasi, tidak ada keluhan,

(4) gastrointestinal, tidak ada keluhan,

(5) urogenitalis, tidak ada keluhan,

(6) muskuloskeletal, terdapat kelemahan otot wajah sebelah kanan,spasme

otot wajah bagian kiri

(7) nervorum, tidak ada kesemutan pada wajah kiri, terdapat nyeri di belakang

telinga kanan karena adanya penekanan nerves facialis.

GEJALA KLINIS

Gejala – gejala dan tanda – tanda klinis yang sering dijumpai pada Bell’s palsy

semuanya terjadi di wajah, adapun semua hal yang sering dijumpai di klinis:

1. Otot-otot wajah satu sisi lumpuh sehingga wajah menjadi miring/condong/tidak

seimbang pada satu sisi (asimetris)

2. Salah satu kelopak mata tidak dapat menutup sempurna sehingga bola mata akan

berair terus-menerus, sebaliknya akan kering di malam hari (sewaktu tidur)

3. Kesulitan berbicara dapat terjadi akibat mulut/bibir yang tertarik ke satu sisi.

Suara-suara terdengar lebih keras di satu sisi yang mengalami paralisis.

4. Gangguan pengecapan serta sensasi mati rasa (baal/kebas) pada salah satu sisi

wajah.

5. Telinga berdenging, kadang terjadi hiperakusis (sensasi pendengaran yang

berlebihan).

6. Nyeri kepala dan perasaan melayang

Page 9: Makalah Kel. 4

4.2 PEMERIKSAAN FISIK

1. Inspeksi

Inspeksi statis didapatkan kondisi umum pasien baik, mata sebelah sisi yang sakit

berair, wajah pasien deviasi/ mencong kesisi sehat atau asimetris, alis pada sisi

yang lesi atau sakit lebih rendah daripada yang sehat. Inspeksi dinamis didapatkan

saat mengangkat alis, kerutan dahinya hanya terlihat pada sisi yang sehat, saat

menutup mata sisi yang sakit belum dapat menutup mata dan terlihat pergerakan

bola mata, saat bersiul dan tersenyum wajah sisi yang sakit belum bisa simetris

atau masih mencong ke sisi yang sehat.

2. Palpasi

Dari palpasi dirasakan suhu wajah antara sisi kanan dan kiri teraba sama, ada

spasme pada wajah sebelah sisi yang sakit, terdapat nyeri pada bagian belakang

telinga, pada sisi yang lesi atau yang sakit terasa lebih kendor daripada sisi yang

sehat, selain itu pasien mengeluh adanya rasa kaku dan tebal pada wajah sisi lesi.

Adanya gangguan pengecapan lidah (manis, asin, asam) pada saat pasien diminta

untuk menjulurkan lidahnya dan ditaruh sedikit garam atau gula di ujung lidah,

mula- mula pada satu sisi dan sisi yang lain.

Page 10: Makalah Kel. 4

3. Perkusi

Perkusi dilakukan pada daerah wajah sisi yang sakit dan belakang telinga bagian

bawah dan hasilnya tidak ada keluhan.

4. Auskultasi

Dilakukan dengan alat stetokop pada daerah lapang paru dan hasilnya vaskuler.

5. Secara fisik ditemukan

a. Muka yang asimetris antara kanan dan kiri

b. Sisi muka yang sakit terlihat mendatar dan tidak melihatkan perasaan

c. Air liur dapat keluar dari sudut mulutnya

d. Sudut mulut tertarik kesisi yang sehat sehingga menganggu aktivitas

fungsional misalnya saat makan makanan terkumpul disisi yang sakit dan saat

minum air tumpah kesisi yang sakit. Selain itu juga pasien susah untk

berbicara.

e. Kelopak mata yang sakit tidak bisa menutup rapat dengan baik sehingga mata

sering iritasi

f. Gangguan psikologis

4.3 PEMERIKSAAN SPESIFIK

1. Tanda bell

Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan dahi, lipatan kulit

dahi hanya terlihat pada sisi sehat, dan saat memejamkan mata, bola mata hanya

terlihat sedikit.

2. Pemeriksaan kekuatan otot- otot wajah dengan MMT (Manual Muscel Testing)

Untuk penilaian kekuatan otot - otot wajah digunakan skala Daniels-

Worthingham yang meliputi empat tingkatan penilaian yaitu:

(1) zero (nol) : tidak ada kontraksi ;

(2) trace (satu) : kontraksi minimal;

(3) fair (tiga) : kontraksi nyata tapi dilakukan dengan susah payah;

(4) normal (lima) : kontraksi penuh dan terkontrol (Daniels and

Worthingham’s, 1986).

Pada penilaian ini pasien diminta untuk melakukan gerakan yang menggunakan

otot-otot wajah, seperti mengkerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, menutup

mata, mengkerutkan hidung, tersenyum, dan mencucu.

Page 11: Makalah Kel. 4

3. Pemeriksaan kemampuan fungsional dengan Skala Ugo Fisch

Pemeriksaan kemampuan fungsional otot wajah dengan Skala Ugo Fisch dinilai

dalam 5 posisi yang berbeda, yaitu saat diam, mengkerutkan dahi, menutup mata,

tersenyum, dan bersiul. Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

(1) 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter;

(2) 30% : simetris ringan, kesembuhan kearah asimetris, ada gerakan volunter,

(3) 70% : simetris sedang, kesembuhan kearah simetris;

(4) 100% : simetris komplit.

Kemudian angka prosentase pada masing- masing posisi harus diubah menjadi

score dengan kriteria sebagai berikut :

(1) diam : 20 ;

(2) mengkerutkan dahi: 10 ;

(3) menutup mata : 40 ;

(4) tersenyum : 30 ;

(5) bersiul : 10.

4.4 HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM STUDI

Tidak ada tes laboratorium khusus ada untuk mengkonfirmasikan diagnosis dari

Bell's palsy. Pengaturan klinis menentukan tes yang mungkin dinilai. Hasil tes

laboratorium berikut mungkin mengkonfirmasi atau menunjukkan penyebab potensial

lainnya dalam diagnosis diferensial:

Hitung darah lengkap

Tingkat sedimentasi eritrosit

Fungsi tiroid studi

Lyme titer

Serum glukosa tingkat

Rapid plasma reagin (RPR) atau kelamin Penyakit Research Laboratory

(VDRL) uji

Human immunodeficiency virus (HIV) antibodi

Analisis cairan cerebral spinal

Imunoglobulin M (IgM), imunoglobulin G (IgG), dan imunoglobulin A (IgA)

titer untuk CMV, rubella, HSV, virus hepatitis A, virus hepatitis B; hepatitis C

virus, VZV, M. pneumoniae, dan Borrelia burgdorferi.

Page 12: Makalah Kel. 4

Contoh hasil Penyelidikan Laboratorium :

Dasar metabolik profil dan CBC - normal

Antineutrophil panel antibodi sitoplasma untuk proses peradangan - normal

Serum protein elektroforesis - normal

Faktor V - normal

HIV - negatif

Anticardiolipin antibodi - negatif

Vitamin B12 - normal

Folat - normal

Anti Ro / La - normal

ESR - 2

Hepatitis B Sag - negatif

Rasio normalisasi internasional (INR) - 1,1

Protein C - normal

Protein S - normal

Russell viper venom (antikoagulan lupus) - normal

Angiotensin converting enzyme (ACE) - 76

Lumbar Punksi: 77 protein, glukosa 52, jumlah sel darah putih 10 (limfosit), jumlah

sel darah merah 1, anti-GQ1b - negatif

Chest x-ray - normal

Anti-asetilkolin reseptor antibodi, antibodi anti-Musk - negatif

Edrophonium uji - normal

Lyme, reagin plasma cepat, VDRL – negatif

Studi Imaging

Bell's palsy tetap merupakan diagnosis klinis. Imaging studi tidak ditunjukkan di

UGD. Tidak termasuk penyebab lain kelumpuhan wajah mungkin memerlukan

satu studi pencitraan berikut yang tergantung pada pengaturan klinis.

Page 13: Makalah Kel. 4

o CT scan wajah atau radiografi polos: Lakukan untuk menyingkirkan patah

tulang atau metastasis tulang.

o CT scan: Lakukan bila diagnosis diferensial termasuk keterlibatan stroke

atau SSP dari acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)

o MRI: Lakukan pada pasien dengan neoplasma diduga tulang temporal,

otak, kelenjar parotis, atau struktur lainnya, atau untuk mengevaluasi

multiple sclerosis. MRI dapat memvisualisasikan perjalanan saraf wajah

melalui daerah intratemporal dan extratemporal dari otak ke otot-otot

wajah dan kelenjar. MRI juga dapat dianggap sebagai pengganti hasil CT

scan.

o Darah tidak spesifik, yang kira-kira bisa melihat pembengkakan di

foramen stylomastoideus adalah MRI.

Tes Lainnya

Electrodiagnosis dari saraf wajah: Studi-studi ini menilai fungsi saraf wajah. Tes

ini jarang dilakukan.

o Elektromiografi (EMG) dan kecepatan konduksi saraf

menghasilkan pembacaan grafik arus listrik ditampilkan dengan

merangsang saraf wajah dan rekaman rangsangan otot-otot wajah.

Perbandingan ke sisi kontralateral membantu menentukan luasnya cedera

saraf dan memiliki implikasi prognostik. Ini bukan bagian dari hasil

pemeriksaan akut.

o Uji rangsangan saraf menentukan ambang stimulus listrik yang dibutuhkan

untuk menampilkan otot yang terlihat.

o Electroneurography (ENoG) membandingkan membangkitkan potensi

pada sisi paretic versus sisi sehat.

Page 14: Makalah Kel. 4

MRI otak dengan gadolinium - peningkatan saraf kranial 7 bilateral, kiri lebih besar dari kanan.

4.5 DIAGNOSIS

Awal dari diagnosis Bell’s Palsy ditegakkan melalui inspeksi dari gejala dan

penyebab kelumpuhannya. Bell’s palsy selalu mengenai unilateral wajah, sehingga

wajah tampak tidak seimbang / miring, terjadi tiba-tiba dan dapat melibatkan baik

bagian atas ataupun bagian bawah wajah.

Dilakukan beberapa pemeriksaaan penunjang untuk lebih memastikan

diagnosis Bell’s palsy, diantaranya test laboratorium untuk penyakit Lyme, test fungsi

tyroid, tes HIV, dan Hepatitis. Selain itu dianjurkan tes neurologi lengkap pada

telinga, hidung dan tenggorokan. Hal ini untuk memastikan tidak ada penyakit lain,

yang menyebabkan kelumpuhan pada wajah selain Bell’s palsy, semisal stroke.

Lebih mutakhir dilakukan pemeriksaan dengan CT scan (Computed Tomography),

MRI (Magnetis Resonansi Imaging), dan ENoG (electromyography dan

elektroneurography) untuk semakin mempertegas diagnosis Bell’s palsy.

Gambar Contoh – Contoh Bell’s Palsy:

4.6 TERAPI

1. Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih

kontroversi. Juga dapat diberikan neurotropik.

2. Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.

3. Rehabilitatif medik

Page 15: Makalah Kel. 4

Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy:

Sebelum kita membahas mengenai rehabilitasi medik pada Bell’s palsy maka akan

dibicarakan mengenai rehabilitasi secara umum. Rehabilitasi medik menurut WHO

adalah semua tindakan yang ditujukan guna mengurangi dampak cacat dan handicap

serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mencapai integritas sosial.

Tujuan rehabilitasi medik adalah:

1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja

dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka

diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapis, okupasi terapis,

ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi

medik.

Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi

medik, sosial, dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bell’s palsy adalah

untuk mengurangi / mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi

problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas

kegiatan sehari- hari. Program - program yang diberikan adalah program fisioterapi,

okupasi terapi, sosial medik, psikologi, dan ortotik prostetik, sedang program perawat

rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.

Page 16: Makalah Kel. 4

1. Program fisioterapi

a. Pemanasan superfisial dengan infra red.

b. Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy.

c. Stimulasi listrik : tujuan pemberian yaitu menstimulasi otot untuk mencegah /

memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan

memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang

tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, redukasi dari aksi otot, melatih

fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah / meregangkan

perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

d. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah: latihan gerak volunter otot wajah

diberikan setelah fase akut. Latihan berupa mengangkat alis 5 detik,

mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum,

bersiul / meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh). Massage

adalah manipulasi sistemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud

untuk perbaikan / pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle

massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek

mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus

otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan

gerak volunter otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek

mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan

sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-

serabut otot dan meningkatkan gerakan intramusculer sehingga melepaskan

Page 17: Makalah Kel. 4

perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung,

dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas lamanya 5-10 menit.

2. Program terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerak pada wajah. Latihan

diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu

diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penerita, jangan sampai

melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum

dengan memggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan

mengerutkan dahi di depan cermin.

3. Program Sosial Medik

Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial.

Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas

sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja,

mungkin untuk sementara waktu dapat bekerja pada bagian yang tidak banyak

berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya dibantu dengan mencarikan

fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan

penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat

penting untuk kesembuhan penderita.

4. Program Psikologik

Untuk kasus - kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa

cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda, wanita atau

penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan

umum, maka bantuan seseorang psikolog sangat diperlukan.

5. Program Ortotik- Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan”Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang

sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan

reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan “y” plester dilakukan jika

dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan pada penderita setelah menjalani

Page 18: Makalah Kel. 4

fisioterapi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terenggannganya otot Zygomatikus

selama parese dan mencegah terjadinya kontraktur.

4.7 SARAN DAN LARANGAN

Pada intinya, larangan dan saran bagi penderita Bell’s Palsy adalah untuk

mencegah terpaan angin terus menerus kearah wajah. Sebab angin yang rutin menerpa

bagian muka akan masuk ke

dalam tengkorak atau Foramen

Stilo Mastoideum, angin

dingin dari arah depan ini

membuat syaraf di sekitar

wajah sembab lalu membesar

mengakibatkan syaraf nomor

tujuh mengalami

pembengkakan, syaraf itu

bernama Nervus Facialis,

akibatnya syaraf terjepit.

Pembengkakan syaraf

nomor VII atau nervus facialis ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut

terhenti, hal ini mengakibatkan kematian sel syaraf sehingga fungsi menghantar

impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya perintah otak untuk menggerakkan

otot-otot wajah tidak dapat diteruskan, wajah menjadi lumpuh sebelah. Biasanya

penderita mengalami gejala awal rasa nyeri di kepala, di dalam telinga dan sudut

rahang. Timbulnya mendadak dan di pagi hari.

Beberapa contoh saran dan larangan bagi penderita Bell’s Palsy adalah :

1. Menggunakan helm tertutup (full face) ketika mengendarai motor.

2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah

langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di

langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan

rendah saat pengoperasian kipas.

Page 19: Makalah Kel. 4

3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain

tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung

mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi

tinggi menyebabkan Anda menderita Bell's Palsy.

5. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung.

Tutupi wajah dengan kain atau penutup.

6. Orang orang yang bekerja di ruangan ber AC, sebaiknya tidak terkena aliran angin

AC secara langsung.

7. Hindari tiduran di lantai dengan menempelkan sebelah pipi di lantai.

Page 20: Makalah Kel. 4

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik Pemeriksaan

Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004

Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang :

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990

Sidharta P. NEUROLOGI KLINIS DLM PRAKTEK UMUM cetakan 5. Jakarta : Dian

Rakyat, 2004

Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bell’s Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bell’s

Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991

Thamrinsyam. Penilaian Derajat Kekuatan Otot Fasialis. Dalam : Thamrinsyam dkk.

Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR,   1991