Makalahnya kewarganegaraan

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara kekuasaan masa soekarno (orde lama) dengan masa soeharto. Sebagai masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965. Orde baru atau lebih dikenal dengan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa orde lama. Hal ini menyebabkan presiden soekarno memberikan mandat kepada soeharto untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas maret atau supersemar. Setelah dikeluarkan supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat soeharto sebagai pejabat presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.

Transcript of Makalahnya kewarganegaraan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan antara

kekuasaan masa soekarno (orde lama) dengan masa soeharto. Sebagai masa yang

menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30 September tahun 1965.

Orde baru atau lebih dikenal dengan sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto

di Indonesia. Orde baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan

Soekarno. Salah satu penyebab yang melatarbelakangi runtuhnya orde lama dan lahirnya

orde baru adalah keadaan keamanan dalam negeri yang tidak kondusif pada masa orde

lama. Hal ini menyebabkan presiden soekarno memberikan mandat kepada soeharto

untuk melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah sebelas

maret atau supersemar.

Setelah dikeluarkan supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada

kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan

dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.

Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada

pemerintah karena soeharto berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI.

Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan sidang istimewa untuk

mengukuhkan pengunduran diri Presiden Soekarno dan mengangkat soeharto sebagai

pejabat presiden RI. Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan

pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden Soekarno. 12

Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia.

Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan orde lama dan dimulainya kekuasaan orde

baru.

Orde baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang

dilakukan oleh soekarno pada masa ordelLama. Orde baru berlangsung dari tahun 1966

hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat

meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini.

Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar. Orde

baru lahir sebagai upayauntuk: mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada

masa orde lama, penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara

Indonesia,melaksanakan Pancasila dan UUD1945 secara murni dan konsekuen dan

menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna

mempercepat proses pembangunan bangsa.

Setelah orde baru memegang kekuasaan dan mengendalikan pemerintahan,

muncul suatu keinginan untuk terus-menerus mempertahankan status quo. Hal ini

menimbulkan hal-hal negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal orde baru tersebut.

Akhirnya berbagai macam penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila

dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh

pemerintah orde baru. Penyelewengan dan penyimpangan yang dilakukannya itu

direkayasa untuk melindungi kepentingan penguasa, sehingga hal tersebut selalu

dianggap sah dan benar, walaupun merugikan rakyat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian masa pemerintahan orde baru?

2. Apakah yang melatar belakangi lahirnya masa pemerintahan orde baru?

3. Bagaimana kehidupan politik pada masa pemerintahan orde baru?

4. Bagaimana kehidupan ekonomi pada masa pemerintahan orde baru?

5. Bagaimana kronologis runtuhnya sistem pemerintahan orde baru?

6. Apa saja kelebihan dan kekurangan sistem pemerintahan orde baru?

7. Bagaimana struktur kelembagaan demokrasi pancasila orde baru?

8. Apa tugas dan fungsi MPR?

9. Bagaimana hubungan antar lembaga negara?

10. Apa saja lembaga negara Republik Indonesia?

11. Bagaimana bentuk pemerintahan negara Republik Indonesia?

12. Bagaimana sistem pemerintahan negara Republik Indonesia?

C. Tujuan

Dengan dibuatnya makalah ini kami berharap dapat mencapai tujuan yang kami

inginkan yaitu, dapat mempelajari dan memahami perkembangan masyarakat Indonesia

pada masa orde baru dan sekaligus mengerjakan tugas yang diberikan dosen mata kuliah

pancasila dan kewarganegaraan yang kami hormati.

Semoga makalah yang saya buat dapat memberikan manfaat kepada mahasiswa

Fakultas Farmasi Universitas Halu Oleo, khususnya saya sendiri agar menjadi mahasiswa

yang lebih dapat menghargai nilai-nilai dari sejarah Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru

Orde baru adalah suatu tatanan seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara

yang diletakkan kembali kepada pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan

konsekuen. Dengan kata lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan

tekad untuk mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh

semangat dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.

2.2. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru

1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan 30

September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah berlangsung

lama.

3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%

sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga bahan

bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.

4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan

besar-besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut

agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.

5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dan sebagaimya) yang ada di masyarakat

bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya

lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam

Gerakan 30 September 1965.

6. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10 Januari 1966 di depan gedung DPR-GR

mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri Tuntutan Rakyat) yang berisi :

- Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya

- Pembersihan Kabinet Dwikora

- Penurunan Harga-harga barang.

7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan Kabinet

Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap di kabinet

tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September

1965.

8. Wibawa dan kekuasaan presiden soekarno semakin menurun setelah upaya untuk

mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965

tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar

Biasa(Mahmilub).

9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang

bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas

Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil

langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau

dan sulit dikendalikan.

2.3. Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru

2.3.1. Penataan politik dalam negeri

1. Pembentukan Kabinet Pembangunan

Kabinet awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet

AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera

yaitu untuk menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk

melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut

Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut:

a) Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.

b) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.

c) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan

nasional.

d) Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala

bentuk dan manifestasinya.

Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan soeharto sebagai

presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet yang baru dengan

nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut dengan Pancakrida,

yang meliputi :

Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi

Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap

pertama

Pelaksanaan Pemilihan Umum

Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 30 September

Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh

PKI.

2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya

Soeharto sebagai pengemban supersemar guna menjamin keamanan,

ketenangan, serta kestabilan jalannya pemerintahan maka melakukan :

Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan

dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..

Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi

terlarang di Indonesia.

Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang

dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul

keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan

keamanan dan ketertiban.

3. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik

Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanaan jumlah partai tetapi

bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan

(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan

pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan

tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :

a) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII,

dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok

partai politik Islam)

b) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,

Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat

nasionalis).

c) Golongan Karya (Golkar)

4. Pemilihan Umum

Selama masa orde baru telah berhasil melaksanakan pemilihan umum

sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun

1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.

Penyelenggaraan pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan

kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu

berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas,

dan Rahasia).Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu

yaitu Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.

Kemenangan Golkar yang selalu mendominasi tersebut sangat menguntungkan

pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan

tersebut memungkinkan soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama

enam periode pemilihan. Selain itu, setiap pertangungjawaban, rancangan undang-

undang, dan usulan lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR

dan DPR tanpa catatan.

5. Peran Ganda ABRI

Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah menempatkan peran

ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial. Sehingga peran ABRI

dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan adanya pemikiran

bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara. Kedudukan TNI dan Polri

dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR dan DPRD mereka

mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan pengangkatannya

didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

6. Pemasyarakatan P4

Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Soeharto mengemukakan gagasan

mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila yaitu gagasan

Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya ditetapkan sebagai

Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai “Pedoman Penghayatan

dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.

Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan

UUD 1945 secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan

penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat.

Tujuan dari penataran P4 adalah membentuk pemahaman yang sama

mengenai demokrasi Pancasila sehingga dengan pemahaman yang sama

diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan terpelihara.

Melalui penegasan tersebut maka opini rakyat akan mengarah pada dukungan yang

kuat terhadap pemerintah Orde Baru.

Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah

dimanfaatkan oleh pemerintahan orde baru. Hal ini tampak dengan adanya

himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan

Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi

ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem

budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan

disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969.

2.3.2. Penataan politik luar negeri

Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah orde baru

juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-

upaya pembaharuan dalam politik luar negeri:

1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB

Indonesia kembali menjadi anggota PBB dikarenakan adanya desakan dari

komisi bidang pertahanan keamanan dan luar negeri DPR GR terhadap

pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966 akhirnya disepakati bahwa

Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan badan-badan internasional

lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional yang semakin mendesak.

Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia sadar bahwa ada banyak

manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi anggota PBB pada tahun 1950-

1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali menjadi anggota PBB sejak

tanggal 28 Desember 1966.

Kembalinya Indonesia mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia

bahkan dari pihak PBB sendiri hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam

Malik sebagai Ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB dilanjutkan dengan tindakan

pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti India, Filipina, Thailand,

Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat remggang akibat politik

konfrontasi orde lama.

2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)

Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan

RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam

melaksanakan kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam

negeri Indonesia.

3. Normalisasi hubungan dengan beberapa negara

a) Pemulihan hubungan dengan Singapura

Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah

memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur

Rachman (Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia

menyampikan nota pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2

Juni 1966 yang disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya

pemerintah Singapurapun menyampaikan nota jawaban kesediaan untuk

mengadakan hubungan diplomatik.

b) Pemulihan hubungan dengan Malaysia

Normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia dimulai dengan

diadakan perundingan di Bangkok pada 29 Mei – 1 Juni 1966 yang

menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi:

- Rakyat Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah

mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia.

- Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.

- Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.

Peresmian persetujuan pemulihan hubungan Indonesia-Malaysia oleh

Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta tanggal 11 agustus

1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord). Hal ini

dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-masing

negara.

Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu

negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam

Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina,

Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi

Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal

berdirinya organisasi ASEAN.

2.4. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru

Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya

mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-

unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah

berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha

mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan

kebutuhan pokok rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan

harga pada awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 %

setahun. Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang

telah direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai

berikut:

1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

2. Kerja Sama Luar Negeri

3. Pembangunan Nasional

Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:

1. Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun

2. Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),

merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap

pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.

Selama masa orde baru terdapat 6 Pelita, yaitu :

1. Pelita I

Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi

landasan awal pembangunan orde baru.Tujuannya adalah untuk meningkatkan

taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan

dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalm bidang pangan, sandang, perbaikan

prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.

2. Pelita II

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran

utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan, sarana dan prasarana,

mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II

cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7% per tahun. Pada

awal pemerintahan orde baru laju inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I

laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi

turun menjadi 9,5%.

3. Pelita III

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III

pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan

lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur

Pemerataan, yaitu:

Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,

pangan, dan perumahan.

Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Pemerataan pembagian pendapatan

Pemerataan kesempatan kerja

Pemerataan kesempatan berusaha

Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi

generasi muda dan kaum perempuan

Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air

Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

4. Pelita IV

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik

beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan

industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal

tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah

akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan

pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5. Pelita V

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik

beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi

yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi

perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.

Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.

6. Pelita VI

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik

beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan

industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya

manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak

utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda

negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan

peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan

rezim orde baru runtuh.

2.5. Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru

1. Krisis Moneter

Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih baik.

Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan devisa

masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar menggunakan

hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan ketika Rupiah

masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi kekuatan

penghasilan Rupiah.

Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada US Dollar di bulan Juli

1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk membeli US Dollar yang

menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah dari US Dollar, serangan

meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju dengan paket bantuan

US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan hutang perusahaan,

pelepasan Rupiah besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh. Dalam setengah

tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar.

2. Tragedi “TRISAKTI”

Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa Universitas

Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para mahasiswa di

seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang. Tahun demi

tahun kasus ini selalu timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun berdemo

menuntut diselesaikannya kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Namun semua

itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah apapun. Seperti suatu hal

yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan jelas

terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada.

Mereka yang telah pergi adalah :

Elang Mulia Lesmana

Heri Hertanto

Hafidin Royan

Hendriawan Sie

Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain mahasiswa lainnya yg ikut

berjuang pada saat itu.

3. Penjarahan

Pada tanggal 14 Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah

di jalanan. Mereka merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun

pemerintah. Masa pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi

yang terjadi di tanah air pada saat itu.

Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina. Tarakhir,

banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian lainnya bertahan

dalam ketakutan dan munculah isu-isu tidak jelas bahwa pada hari itu terjadi

perkosaan masal warga keturunan tionghoa.

4. Mahasiswa Menduduki Gedung MPR

18 Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua Partai Golkar,

Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan suara tegas

menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik Ketua

maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri

secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua DPR,

yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid, Abdul Gafur, dan Fatimah

Achmad.

Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima

Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga

berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet

Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka

yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat

itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan,

“Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan

tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di

masyarakat.

Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto

mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden

Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,

meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan

pembentukan “Dewan Reformasi”.Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ

dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR.

5. Soeharto Meletakkan Jabatannya.

21 Mei Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah

Amien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid (almarhum) pagi dini hari

menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan selamat datang

pemerintahan baru”.

Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada pukul

9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan terima kasih dan mohon maaf kepada

seluruh rakyat dan meninggalkan halaman Istana Merdeka didampingi ajudannya,

Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol) Sutanto (kemudian menjadi Kepala

Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B

2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie menjadi presiden baru Indonesia.

Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap melindungi presiden dan

mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga keselamatan dan kehormatan

para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk mantan Presiden Soeharto

beserta keluarga.”

Terjadi perdebatan tentang proses transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah

satu yang pertama mengatakan bahwa proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan

konstitusional.

2.6. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

1. Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru

Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya

AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565

a. Sukses transmigrasi

b. Sukses KB

c. Sukses memerangi buta huruf

d. Sukses swasembada pangan

e. Pengangguran minimum

f. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

g. Sukses Gerakan Wajib Belajar

h. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

i. Sukses keamanan dalam negeri

j. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

k. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

2. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

a. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

b. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan

pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan

daerah sebagian besar disedot ke pusat

c. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan

pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

d. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang

memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun

pertamanya

e. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata

bagi si kaya dan si miskin)

f. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat

Tionghoa)

g. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

h. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang

dibredel

i. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan

program "Penembakan Misterius"

j. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/presiden

selanjutnya)

k. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit “Asal

Bapak Senang”, hal ini kesalahan paling fatal orde baru karena tanpa birokrasi

yang efektif negara pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit

terlalu sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak

buah.

l. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara

dipegang oleh swasta.

2.7. Struktur kelembagaan demokrasi pancasila orde baru

Perkembangan sejarah penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dalam

kurun waktu 60 tahun Indonesia merdeka mengalami pasang surut sejalan dengan

perkembangan kehidupan konstitusional dan politik yang selama ini telah tiga kali

hidup dalam konstitusi dan sistem politik yang berbeda. Perkembangan sistem politik

di Indonesia secara umum dapat dikatagorikan pada empat masa dengan ciri-ciri yang

mewarnai penyelenggaraan negara, yaitu Sistem Politik Demokrasi Liberal-

Parlementer (1945-1959), Terpimpin (1959-1966) [Orde lama], dan Demokrasi

Pancasila (1966-1998) [Orde Baru] dan Demokrasi berdasarkan UUD [Orde

Reformasi].

Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut

dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan

hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan

negara, baik dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip

yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya

pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan

MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD.

Dengan perubahan tersebut, jelas bahwa UUD yang menjadi pemegang

kedaulatan rakyat yang dalam prakteknya dibagikan pada lembaga-lembaga dengan

pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang legislatif terdapat DPR dan

DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh

rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan

Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK.

Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat

kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya

kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.

Menelaah hasil perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR mulai tahun

1999-2002, terdapat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan negara. Salah satu

perubahan mendasar tersebut adalah MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga

tertinggi karena prinsip kedaulatan rakyat tidak lagi diwujudkan dalam kelembagaan

MPR tapi oleh UUD [Pasal 1 ayat (2)].

UUD 1945 salah satunya mengatur mengenai pemegang cabang kekuasaan

pemerintahan negara dengan prinsip pemisahan kekuasaan secara tegas yang

tercermin pada lembaga negara yang menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif,

legislatif, dan yudikatif dengan mengedepankan prinsip checks and balances system.

Adanya perubahan kedudukan MPR, berimplikasi pada berubahnya struktur

kelembagaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Saat ini lembaga negara yang

memegang fungsi kekuasaan pemerintahan (eksekutif) adalah Presiden, yang

memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang adalah DPR, dan yang memegang

Kekuasaan Kehakiman adalah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

Adanya perubahan terhadap fungsi dan kedudukan lembaga membawa

implikasi pada hubungan tata kerja antar lembaga negara karena pada prinsipnya

UUD 1945 mengatur lembaga negara sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan

secara tegas.

Pada kesempatan ini, saya hanya akan menyampaikan mengenai tugas dan

fungsi MPR yang dengan perubahan tersebut berimplikasi pada perubahan tugas

lembaga negara lainnya. Sedangkan tugas dan fungsi lembaga negara lainnya selain

MPR akan disampaikan dalam bentuk pola hubungan antar masing-masing lembaga.

2.8. Tugas dan Fungsi MPR

Perubahan tugas dan fungsi MPR dilakukan untuk melakukan penataan ulang

sistem ketatanegaraan agar dapat diwujudkan secara optimal yang menganut sistem

saling mengawasi dan saling mengimbangi antarlembaga negara dalam kedudukan

yang setara, dalam hal ini antara MPR dan lembaga negara lainnya seperti Presiden

dan DPR.

Saat ini MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang

berbentuk GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi

memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan

perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat

yang memiliki program yang ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon Presiden

dan Wakil Presiden itu menang maka program itu menjadi program pemerintah

selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik

Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini

MPR tidak boleh tidak melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden yang sudah

terpilih.

Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun

1945 adalah:

1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;

2. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden;

3. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya

menurut Undang-Undang Dasar;

4. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila

terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;

5. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara

bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan

calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai

politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih

suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya,

sampai berakhir masa jabatannya.

2.9. Hubungan antar Lembaga Negara

2.9.1. MPR dengan DPR, DPD, dan Mahkamah Konstitusi

Keberadaan MPR dalam sistem perwakilan dipandang sebagai ciri yang khas

dalam sistem demokrasi di Indonesia. Keanggotaan MPR yang terdiri atas anggota

DPR dan anggota DPD menunjukan bahwa MPR masih dipandang sebagai lembaga

perwakilan rakyat karena keanggotaannya dipilih dalam pemilihan umum. Unsur

anggota DPR untuk mencerminkan prinsip demokrasi politik sedangkan unsur

anggota DPD untuk mencerminkan prinsip keterwakilan daerah agar kepentingan

daerah tidak terabaikan. Dengan adanya perubahan kedudukan MPR, maka

pemahaman wujud kedaulatan rakyat tercermin dalam tiga cabang kekuasaan yaitu

lembaga perwakilan, Presiden, dan pemegang kekuasaan kehakiman.

Sebagai lembaga, MPR memiliki kewenangan mengubah dan menetapkan

UUD, memilih Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan

jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden,

serta kewenangan memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.

Dalam konteks pelaksanaan kewenangan, walaupun anggota DPR mempunyai

jumlah yang lebih besar dari anggota DPD, tapi peran DPD dalam MPR sangat besar

misalnya dalam hal mengubah UUD yang harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR dan

memberhentikan Presiden yang harus dihadiri oleh 3/4 anggota MPR maka peran

DPD dalam kewenangan tersebut merupakan suatu keharusan.

Dalam hubungannya dengan DPR, khusus mengenai penyelenggaraan sidang

MPR berkaitan dengan kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil

Presiden, proses tersebut hanya bisa dilakukan apabila didahului oleh pendapat DPR

yang diajukan pada MPR.

Selanjutnya, Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu

wewenang Mahkamah Konstitusi adalah untuk memutus sengketa kewenangan

lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD. Karena kedudukan MPR

sebagai lembaga negara maka apabila MPR bersengketa dengan lembaga negara

lainnya yang sama-sama memiliki kewenangan yang ditentukan oleh UUD, maka

konflik tersebut harus diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi.

2.9.2. DPR dengan Presiden, DPD, dan MK

Berdasarkan UUD 1945, kini dewan perwakilan terdiri dari DPR dan DPD.

Perbedaan keduanya terletak pada hakikat kepentingan yang diwakilinya, DPR untuk

mewakili rakyat sedangkan DPD untuk mewakili daerah. Pasal 20 ayat (1)

menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Selanjutnya untuk menguatkan posisi DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif

maka pada Pasal 20 ayat (5) ditegaskan bahwa dalam hal RUU yang disetujui

bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari semenjak RUU tersebut

disetujui, sah menjadi UU dan wajib diundangkan.

Dalam hubungan dengan DPD, terdapat hubungan kerja dalam hal ikut

membahas RUU yang berkaitan dengan bidang tertentu, DPD memberikan

pertimbangan atas RUU tertentu, dan menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan

UU tertentu pada DPR.

Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, terdapat hubungan tata

kerja yaitu dalam hal permintaan DPR kepada MK untuk memeriksa pendapat DPR

mengenai dugaan bahwa Presiden bersalah. Disamping itu terdapat hubungan tata

kerja lain misalnya dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya,

proses pengajuan calon hakim konstitusi, serta proses pengajuan pendapat DPR yang

menyatakan bahwa Presiden bersalah untuk diperiksa oleh MK.

2.9.3. DPD dengan DPR, BPK, dan MK

Tugas dan wewenang DPD yang berkaitan dengan DPR adalah dalam hal

mengajukan RUU tertentu kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu bersama

dengan DPR, memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tertentu, dan

menyampaikan hasil pengawasan pelaksanaan UU tertentu pada DPR. Dalam kaitan

itu, DPD sebagai lembaga perwakilan yang mewakili daerah dalam menjalankan

kewenangannya tersebut adalah dengan mengedepankan kepentingan daerah. Dalam

hubungannya dengan BPK, DPD berdasarkan ketentuan UUD menerima hasil

pemeriksaan BPK dan memberikan pertimbangan pada saat pemilihan anggota BPK.

Ketentuan ini memberikan hak kepada DPD untuk menjadikan hasil laporan

keuangan BPK sebagai bahan dalam rangka melaksanakan tugas dan kewenangan

yang dimilikinya, dan untuk turut menentukan keanggotaan BPK dalam proses

pemilihan anggota BPK. Disamping itu, laporan BPK akan dijadikan sebagai bahan

untuk mengajukan usul dan pertimbangan berkenaan dengan RUU APBN. Dalam

kaitannya dengan MK, terdapat hubungan tata kerja terkait dengan kewenangan MK

dalam hal apabila ada sengketa dengan lembaga negara lainnya.

2.9.4. MA dengan lembaga negara lainnya

Pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh

sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya serta oleh sebuah

Mahkamah Konstitusi. Ketentuan tersebut menyatakan puncak kekuasaan kehakiman

dan kedaulatan hukum ada pada MA dan MK. Mahkamah Agung merupakan lembaga

yang mandiri dan harus bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan yang lain.

Dalam hubungannya dengan Mahkamah Konstitusi, MA mengajukan 3 (tiga) orang

hakim konstitusi untuk ditetapkan sebagai hakim di Mahkamah Konstitusi.

2.9.5. Mahkamah Konstitusi dengan Presiden, DPR, BPK, DPD, MA, KY

Kewenangan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan ketentuan Pasal 24C ayat

(1) dan (2) adalah untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir untuk menguji

UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang

kewenangannya diberikan UUD, memutus pembubaran partai politik, dan memutus

perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Disamping itu, MK juga wajib

memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden

atau Wakil Presiden menurut UUD. Dengan kewenangan tersebut, jelas bahwa MK

memiliki hubungan tata kerja dengan semua lembaga negara yaitu apabila terdapat

sengketa antar lembaga negara atau apabila terjadi proses judicial review yang

diajukan oleh lembaga negara pada MK.

2.9.6. BPK dengan DPR dan DPD

BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri untuk memeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara dan hasil pemeriksaan

tersebut diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD. dengan pengaturan BPK dalam

UUD, terdapat perkembangan yaitu menyangkut perubahan bentuk organisasinya

secara struktural dan perluasan jangkauan tugas pemeriksaan secara fungsional.

Karena saat ini pemeriksaan BPK juga terhadap pelaksanaan APBN di daerah-daerah

dan harus menyerahkan hasilnya itu selain DPR juga pada DPD dan DPRD. Selain

dalam kerangka pemeriksaan APBN, hubungan BPK dengan DPR dan DPD adalah

dalam hal proses pemilihan anggota BPK.

2.9.7. Komisi Yudisial dengan MA

Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) menegaskan bahwa calon hakim

agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan.

Keberadaan Komisi Yudisial tidak bisa dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dari

ketentuan ini bahwa jabatan hakim merupakan jabatan kehormatan yang harus

dihormati, dijaga, dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga

bersifat mandiri. Dalam hubungannya dengan MA, tugas KY hanya dikaitkan dengan

fungsi pengusulan pengangkatan Hakim Agung, sedangkan pengusulan pengangkatan

hakim lainnya, seperti hakim MK tidak dikaitkan dengan KY.

2.10. Lembaga Negara Republik Indonesia

1. MPR Lembaga ini berdasarkan UUD psl 1,2,3. Anghota terdiri dari anggota DPR

dan DPD

2. Kekuasaan /fungsi MPR mengangkat ,melantik dan memberhentikan presiden

dan wakilnya. Dan berhak menetapkan dan mengubah

UUD(konstitusi),danGBHN Mempertahankan pembukaan

3. Presiden memegang kekuasan menurut UUD,Kewajiban dibantu oleh wapres dan

sekaligus presiden sebagai kepala Negara dan kepala pemerintah

4. Tugas dan tangungjawab sebagai kepala Negara :serimonial dan protokoler

kenegaraan

5. Kekuasaan dan kewenangan presiden sebagai kepala pemerintah, adalah tugasnya

karena fungsinya sebagai penyelenggaraan legislative

6. Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR dan menetapkan PP utk mnjlnkn

UU tersebut

7. MA/MK/KY, Kekuasaan merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakan hokum dan peradilan MA badan peradilanlingkungan bawah adalah

peradilan umum, agama, militer, TU Negara oleh MK dan MA Berwenang

mengadili tgkt katasi danmenguji UU peraturan dibawah UU dan 4 FUNGSI

peradilan, pengawasan, pengaturan dan pemberian nasihat.

a. Ketatanegaraan Sebelum Perubahan UUD 1945

1. UUD 1945

2. MPR (Konsultatif)

3. DPR (Legislatif)

4. Presiden (eksekutif)

5. BPK (Inspektif)

6. DPA dihapus

7. MA (Yudikatif)

b. Ketatanegaraan Setelah Amademen UUD 1945

1. UUD 1945

2. BPK

3. Legislatif terdiri dari MPR,DPD,dan DPR

4. Eksekutif terdiri dari Presiden dan Wakil Presiden

5. Yudikatif terdiri dari MK,MA,dan KY

c. Dalam 4 Kali Amademen UUD 1945, Maka Lahirlah 3 Lembaga Negara

1. DPD : Dewan Perwakilan Daerah Berdasarkan UUD 1945 PSL 22 Tahun

2004 Tentang DPD

2. MK : Mahkamah Konstitusi Berdasar UURI No 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi

3. KY : Komisi Yudisial Berdasarkan UU RI No 22 Tahun 2004 Tentang

Komisi Yudisial

2.11. Bentuk Pemerintahan

Setiap negara memiliki bentuk pemerintahan masing-masing. Bentuk

pemerintahan adalah rangkaian institusi politik yang dipakai untuk

mengorganisasikan suatu negara untuk menegakkan kekuasaan atas suatu komunitas

politik. Bentuk pemerintahan didunia ini secara umum diklasifikasikan menjadi

bentuk pemerintahan klasik dan bentuk pemerintahan modern.

Bentuk Pemerintahan Indonesia - Republik Konstitusional. Indonesia

menerapkan bentuk pemerintahan republik konstitusional sebagai bentuk

pemerintahan. Dalam konstitusi Indonesia Undang-undang Dasar 1945 pasal 1 ayat(1)

disebutkan "Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik".

Bentuk pemerintahan republik sebenarnya masih dapat dibedakan menjadi

republik absolut, republik parlementer dan republik konstitusional. Bentuk

Pemerintahan Republik Konstitusional yang diterapkan di Indonesia memiliki ciri

pemerintahan dipegang oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan yang dibatasi oleh

konstitusi (UUD). Pasal 4 ayat(1) UUD 1945 dijelaskan "Presiden Republik

Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar."

Presiden dibantu oleh wakil presiden saat menjalankan tugas dan kewajiban. Di

negara yang menggunakan bentuk pemerintahan republik konstitusional, kekuasaan

presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan tidak diwariskan. Terdapat

masa jabatan tertentu dan ketika masa jabatan tersebut habis, untuk menentukan

presiden selanjutnya dilakukan melalui cara tertentu sesuai konstitusi yang berlaku.

Di Indonesia cara memilih presiden adalah secara langsung melalui Pemilihan

Umum(PEMILU). Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan yang

diusung partai politik atau koalisi parpol. Baca selengkapnya > Sistem Pemilu

Indonesia. Presiden dibatasi oleh UUD1945 sebagai konstitusi yang menjadi ladasan

utama menjalankan pemerintahan. UUD adalah sebuah kontrak sosial antara rakyat

dan penguasa. UUD mengatur pembagian kekuasaan, menjalankan kekuasaan, hak

dan kewajiban, dan aturan lain tentang kehidupan bernegara.

2.12. Sistem Pemerintahan

1) Sistem Parlementer

Sistem parlementer adalah sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen

memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki

wewenang dalam mengangkat perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan

pemerintahan, yaitu dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Berbeda

dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden

dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.

Dalam presidensiil, presiden berwenang terhadap jalannya pemerintahan, namun

dalam sistem parlementer presiden hanya menjadi simbol kepala negara saja.

Sistem parlementer dibedakan oleh cabang eksekutif pemerintah tergantung

dari dukungan secara langsung atau tidak langsung cabang legislatif, atau parlemen,

sering dikemukakan melalui sebuah veto keyakinan. Oleh karena itu, tidak ada

pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang eksekutif dan cabang legislatif,

menuju kritikan dari beberapa yang merasa kurangnya pemeriksaan dan

keseimbangan yang ditemukan dalam sebuah republik kepresidenan. Sistem parlemen

dipuji, dibanding dengan sistem presidensiil, karena kefleksibilitasannya dan

tanggapannya kepada publik. Kekurangannya adalah dia sering mengarah ke

pemerintahan yang kurang stabil, seperti dalam Republik Weimar Jerman dan

Republik Keempat Perancis. Sistem parlemen biasanya memiliki pembedaan yang

jelas antara kepala pemerintahan dan kepala negara, dengan kepala pemerintahan

adalah perdana menteri, dan kepala negara ditunjuk sebagai dengan kekuasaan sedikit

atau seremonial. Namun beberapa sistem parlemen juga memiliki seorang presiden

terpilih dengan banyak kuasa sebagai kepala negara, memberikan keseimbangan

dalam sistem ini. Negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer adalah

Inggris, Jepang, Belanda, Malaysia, Singapura dan sebagainya.

Ciri-ciri pemerintahan parlemen yaitu:

1. Dikepalai oleh seorang perdana menteri sebagai kepala pemerintahan sedangkan

kepala negara dikepalai oleh presiden/raja.

2. Kekuasaan eksekutif presiden ditunjuk oleh legislatif sedangkan raja diseleksi

berdasarkan undang-undang.

3. Perdana menteri memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan

memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-

departemen.

4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

5. Kekuasaan eksekutif bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

6. Kekuasaan eksekutif dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kelebihan dan kelemahan sistem parlementer:

a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer

1. Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi

penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan

eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.

2. Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik

jelas.

3. Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga

kabinet menjadi berhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.

4. Pembuatan keputusan memakan waktu yang cepat.

b. Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer

1. Kedudukan badan eksekutif atau kabinet sangat tergantung pada mayoritas

dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh

parlemen.

2. Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bisa ditentukan

berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat

bubar.

3. Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota

kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai mayoritas. Karena

pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat

mengusai parlemen.

4. Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif.

Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi

bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.

2) Sistem Presidensial

Sistem presidensial (presidensiil), atau disebut juga dengan sistem

kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan

eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif. Untuk

disebut sebagai sistem presidensial, bentuk pemerintahan ini harus memiliki tiga

unsur yaitu:

1. Presiden yang dipilih rakyat

2. Presiden secara bersamaan menjabat sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan dan dalam jabatannya ini mengangkat pejabat-pejabat

pemerintahan yang terkait.

3. Presiden harus dijamin memiliki kewenangan legislatif oleh UUD atau

konstitusi.

Dalam sistem presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak

dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun

masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan

pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal,

posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran

tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya. Model ini

dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara

Amerika Latin dan Amerika Tengah.

Ciri-ciri pemerintahan presidensial yaitu:

1. Dikepalai oleh seorang presiden sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala

negara.

2. Kekuasaan eksekutif presiden diangkat berdasarkan demokrasi rakyat dan dipilih

langsung oleh mereka atau melalui badan perwakilan rakyat.

3. Presiden memiliki hak prerogratif (hak istimewa) untuk mengangkat dan

memberhentikan menteri-menteri yang memimpin departemen dan non-

departemen.

4. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada kekuasaan eksekutif (bukan

kepada kekuasaan legislatif).

5. Kekuasaan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada kekuasaan legislatif.

6. Kekuasaan eksekutif tidak dapat dijatuhkan oleh legislatif.

Kelebihan dan kelemahan sistem presidensial:

a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada

parlemen.

2. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu.

Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden

Filipina adalah enam tahun dan Presiden Indonesia adalah lima tahun.

3. Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa

jabatannya.

4. Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat

diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.

b. Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Kekuasaan eksekutif di luar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat

menciptakan kekuasaan mutlak.

2. Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.

3. Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar

antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas.

4. Pembuatan keputusan memakan waktu yang lama.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sejalan dengan dasar empirik sebelumnya, masa awal orde baru ditandai oleh

terjadinya perubahan besar dalam pegimbangan politik di dalam negara dan

masyarakat, sebelumya pada era orde lama kita tahu bahwa pusat kekuasaan ada di

tangan presiden, militer dan PKI. Namun pada orde baru terjadi pergeseran pusat

kekuasaan dimana dibagi dalam militer, teknokrat, dan kemudian birokrasi. Namun

harapan itu akhirnya menemui ajalnya ketika pada pemilu 1971, golkar secara

mengejutkan memenangi pemilu lebih dari separuh suara dalam pemilu.Itulah

beberapa sekelumit cerita tentang orde lama dan orde baru, tentang bagaimana

kehidupan sosial, politik dan ekonomi di masa itu. Yang kemudian pada orde baru

akhirnya tumbang bersamaan dengan tumbangnya Pak Soeharto atas desakan para

mahasiswa di depan gendung DPR.

3.2. Saran

Perjalanan kehidupan birokrasi di Indonesia selalu dipengaruhi oleh kondisi

sebelumnya. Budaya birokrasi yang telah ditanamkan sejak jaman kolonialisme

berakar kuat hingga reformasi saat ini. Paradigma yang dibangun dalam birokrasi

Indonesia lebih cenderung untuk kepentingan kekuasaan. Struktur, norma, nilai, dan

regulasi birokrasi yang demikian diwarnai dengan orientasi pemenuhan kepentingan

penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Budaya birokrasi yang korup

semakin menjadi sorotan publik saat ini. Banyaknya kasus KKN menjadi cermin

buruknya mentalitas birokrasi secara institusional maupun individu.

Sejak orde lama hingga reformasi, birokrasi selalu menjadi alat politik yang

efisien dalam melanggengkan kekuasaan. Bahkan masa orde baru, birokrasi sipil

maupun militer secara terang-terangan mendukung pemerintah dalam mobilisai

dukungan dan finansial. Hal serupa juga masih terjadi pada masa reformasi, namun

hanya di beberapa daerah. Beberapa kasus dalam Pilkada yang sempat terekam oleh

media menjadi salah satu bukti nyata masih adanya penggunaan birokrasi untuk

suksesi. Sebenarnya penguatan atau ”penaklukan” birokrasi bisa saja dilakukan

dengan catatan bahwa penaklukan tersebut didasarkan atas itikad baik untuk

merealisasikan program-program yang telah ditetapkan pemerintah. Namun

sayangnya, penaklukan ini hanya dipahami para pelaku politik adalah untuk

memenuhi ambisi dalam memupuk kekuasaan.

Mungkin dalam hal ini, kita sebagai penerus bangsa harus mampu dan terus

bersaing dalam mewujudkan Indonesia yang lebih baik dari sebelumnya , harga diri

bangsa Indonesia adalah mencintai dan menjaga aset negara untuk dijadikan

simpanan buat anak cucu kelak. Dalam proses pembangunan bangsa ini harus bisa

menyatukan pendapat demi kesejahteraan masyarakat umumnya.