Makalah_kimed Hormon Estrogen

16
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Estrogen adalah zat yang membangkitkan estrus pada berbagai jenis hewan menyusui. Zat itu penting karena menimbulkan cirri kelamin sekunder pada wanita. Walaupun terdapat baik dalam tubuh pri a maupun wanita, kandungannya jauh lebih tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Pada saat menopause , estrogen mulai berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur , dan kecemasan yang berlebihan. Alien dan Doisy menunjukkan pada tahun 1923 bahwa ekstrak indung telur dapat menghasilkan estrus. Segera setelah itu, ditemukan bahwa sumber estrogen yang baik adalah urin perempuan hamil. Estron [estra-1,3,5(10)- trien-3-ol-17-on] adalah estrogen hablur yang pertama di isolasi dari sumber itu. Dua estrogen C-18 lainnya, 17β- estradiol danestriol, isolasi di isolasi kemudian dan di temukan cirinya untuk membulatkan apa yang di anggap sebagai tiga estrogen klasik. Secara kimia, estrogen yang terdapat di alam mempunyai persamaanya itu cincin Atak jenuh (yang rata) dengan fungsi fenol pada fungsi 3 yang membantu dalam pemisahan 1

description

kimia medicinal

Transcript of Makalah_kimed Hormon Estrogen

Page 1: Makalah_kimed Hormon Estrogen

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Estrogen adalah zat yang membangkitkan estrus pada berbagai jenis hewan

menyusui. Zat itu penting karena menimbulkan cirri kelamin sekunder pada wanita.

Walaupun terdapat baik dalam tubuh pri a maupun wanita, kandungannya jauh lebih

tinggi dalam tubuh wanita usia subur. Pada saat menopause, estrogen mulai

berkurang sehingga dapat menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash,

berkeringat pada waktu tidur, dan kecemasan yang berlebihan.

Alien dan Doisy menunjukkan pada tahun 1923 bahwa ekstrak indung telur dapat

menghasilkan estrus. Segera setelah itu, ditemukan bahwa sumber estrogen yang baik

adalah urin perempuan hamil. Estron [estra-1,3,5(10)-trien-3-ol-17-on] adalah

estrogen hablur yang pertama di isolasi dari sumber itu. Dua estrogen C-18 lainnya,

17β-estradiol danestriol, isolasi di isolasi kemudian dan di temukan cirinya untuk

membulatkan apa yang di anggap sebagai tiga estrogen klasik.

Secara kimia, estrogen yang terdapat di alam mempunyai persamaanya itu cincin

Atak jenuh (yang rata) dengan fungsi fenol pada fungsi 3 yang membantu dalam

pemisahan dan pemurnian terhadap zat-zat non fenolik. Biosintesis estrogen

berlangsung dari kolesterol sesuaidengan persamaan.Oleh karena itu estrogen

merupakan tahap akhir pada penguraian kolesterol dengan kerangka karbon

siklopentahiperhidrofenantrena tetap utuh. Kolesterol yang di pakaidalambiosintesis

estrogen dapat di sintesis di dalam organ dariasetil-CoA, atau di pungutoleh organ

lalu di ubah menjadi estrogen.

Hormon ini dibagi menjadi dua yaitu:

Estrogen alamiah seperti estradiol, estriol, dan estron

Estrogen sintetik seperti etinil estradiol, mestranol, dan sebagainya.

Estrogen sintetik yang tidak memiliki sifat steroid adalah klomifen sitrat

dan siklofenil.

1

Page 2: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Estrogen dibentuk pada:

a.       Fase folikuler

b.      Fase luteal

c.       Kelenjar suprarenal

d.      Jaringan lemak

e.       System saraf pusat

 Manfaat estrogen secara fisiologis

Memicu pertumbuhan payudara

Poliferasi endometrium

Meningkatkan kerja organ  seperti uterus, tuba dan vagina

Perubahan selaput lendir, memperbanyak sekresi, meningkatkan asam laktat

pada vagina.

Merubah konsistensi lendir serviks

Khasiat pemberian Estrogen

Khasiat estrogen pada masing-masing organ adalah :

Ovarium : memicu pematangan folikel dan ovum

Uterus : memicu proliferasi endometrium dan memperkuat kontraksi otot

uterus

 Vagina : menyebabkan perubahan selaput lendir vagina, memperbanyak

sekresi, dan meningkatkan kadar glikogen

Serviks : memperbanyak sekresi seluler serviks, mengubah konsentrasi lendir

pada saat ovulasi

 Payudara : menyebabkan terjadinya proliferasi pada mammae

2

Page 3: Makalah_kimed Hormon Estrogen

2. PERMASALAHAN

a. Penyakit yang bersangkutan dengan hormon

b. Patogenesis

c. Gejala

d. Obat/Terapi hormon yang digunakan

e. Hubungan struktur dan aktifitas

f. Mekanisme

3

Page 4: Makalah_kimed Hormon Estrogen

BAB II

PEMBAHASAN

a. Penyakit yang bersangkutan dengan hormon

OSTEOPOROSIS

A. EPIDEMIOLOGI

Osteoporosis sebenarnya merupakan kondisi yang dapat dicegah, namun

dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan umum yang mengganggu. Penurunan

massa, kualitas, dan kekuatan tulang berkontribusi meningkatkan risiko

osteoporosis dan fraktur. Patah tulang (fraktur) yang berkaitan dengan

osteoporosis umumnya menyebabkan nyeri, kifosis, keterbatasan fisik, bahkan

kematian.

Prevalensi tepatnya tidak diketahui, namun hampir separuh dari penduduk

amerika usia 50 tahun ke atas ,atau 44 juta orang, memiliki massa tulang yang

rendah. Jumlah ini diperkirakan meningkat hingga lebih dari 60 juta orang selama

15 tahun ke depan. Kejadiannya sangat bervariasi dalam subpopulasi dan

tergantung dari banyak faktor risiko, daerah rangka yang diukur, dan teknologi

radiologi yang digunakan. Pada akhir tahun 1990an, berdasarkan pengukuran

densitas mineral tulang (BMD) periferal, 40% wanita postmenopause mengalami

osteopenia dan 7% mengalami osteoporosis.

Saat klasifikasi BMD WHO diaplikasikan pada data dari National Health

and Nutrition Examination Survey ketiga (NHANES III, dari tahun 1988-1994),

prevalensi osteopenia dan osteoporosis pada penduduk Amerika adalah sebagai

berikut :

- Wanita non hispanic kulit putih : 52% dan 20%

- Wanita non hispanik kulit hitam : 35% dan 5%

- Wanita Amerika-meksiko : 49% dan 10%

- Pria dari segala ras : 47% dan 6%, menggunakan rerata BMD pria usia muda

- Pria dari segala ras : 33% dan 4%, menggunakan rerata BMD wanita usia muda

4

Page 5: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Kejadian osteoporosis meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi

osteoporosis bahkan lebih tinggi pada penghuni panti jompo. Ratusan dan ribuan

fraktur terjadi setiap tahun di Amerika Serikat. Risiko seumur hidup wanita kulit

putih mengalami fraktur adalah 50%. Risiko fraktur meningkat seiring

meningkatnya usia dan rendahnya massa densitas tulang.

B. DEFINISI

Osteoporosis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan penurunan

kepadatan tulang, penurunan kekuatan tulang, dan mengakibatkan tulang rapuh.

Arti osteoporosis secara harfiah adalah terjadinya keropos tulang membentuk

porus-porus seperti spons. Gangguan ini melemahkan tulang dan mengakibatkan

sering terjadinya patah tulang (Ikawati, 2011).

WHO mengklasifikasikan massa tulang berdasarkan T-scores. T-scores

merupakan bilangan standar deviasi dari rata-rata densitas mineral tulang pada

populasi muda normal. Massa tulang yang normal memiliki nilai T-score lebih

besar dari -1, osteopenia memiliki nilai T-score -1 sampai -2,5, sedangkan

osteoporosis memiliki nilai T-score kurang dari -2,5 (Dipiro et al, 2005).

Tulang yang terkena osteoporosis dapat patah (fraktur) karena cedera kecil yang

biasanya tidak akan menyebabkan tulang patah. Fraktur tersebut dapat berupa

retak/remuk, seperti patah tulang pinggul, atau patah (seperti pada tulang

belakang. Bagian punggung, pinggul, rusuk, dan pergelangan tangan merupakan

daerah umum terjadinya patah tulang akibat osteoporosis, meskipun fraktur

osteoporosis dapat terjadi pada semua tulang rangka (Ikawati, 2011).

C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab terjadinya osteoporosis adalah multifaktorial, dengan banyak

faktor risiko. Namun dari berbagai faktor risiko tersebut, yang paling banyak dan

umum dijumpai adalah :

1.Osteoporosis postmenopause

Dalam keadaan normal estrogen akan mencapai sel osteoblas dan

beraktivitas melalui reseptor yang terdapat dalam sitosol, mengakibatkan

5

Page 6: Makalah_kimed Hormon Estrogen

menurunnya sekresi sitokin seperti IL-1, IL-6, dan TNF α yang berfungsi dalam

penyerapan tulang. Di lain pihak, estrogen akan meningkatkan sekresi TGF β

yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas ke daerah tulang yang

mengalami penyerapan oleh osteoklas.

Sedangkan efek estrogen normal pada osteoklas adalah menekan

diferensiasi dan aktivasi sel osteoklas dewasa. Defisiensi estrogen setelah

menopause meningkatkan proliferasi, diferensiasi, dan aktivasi osteoklas baru dan

memperpanjang masa hidup osteoklas lama, sehingga resorpsi tulang melebihi

pembentukannya (Dipiro et al, 2005).

2.Osteoporosis terkait usia

Hampir separuh masa hidup terjadi mekanisme penyerapan dan

pembentukan tulang. Selama masa anak-anak dan dewasa muda pembentukan

tulang jauh lebih cepat dibanding penyerapan tulang. Titik puncak massa tulang

terjadi pada usia sekitar 30 tahun, dan setelah itu mekanisme resorpsi tulang

menjadi lebih jauh lebih cepat dibanding pembentukan tulang. Penurunan massa

tulang yang cepat akan menyebabkan kerusakan mikroarsitektur tulang, terutama

pada tulang trabekular. Progresifitas resorpsi tulang merupakan kondisi normal

dalam proses penuaan. Peristiwa ini diawali pada antara dekade 3 sampai 5

kehidupan. Perkembangan resorpsi tulang lebih cepat pada tulang trabekular

dibanding tulang kortikal, dan pada wanita akan mengalami percepatan menjelang

menopause.

Progresifitas resorpsi pada usia tua juga diperburuk dengan penurunan

fungsi organ tubuh, termasuk penurunan absorbsi kalsium di usus, meningkatnya

hormon paratiroid dalam serum, dan menurunnya laju aktivasi vitamin D yang

lazim terjadi seiring proses penuaan.

3.Osteoporosis sekunder

Merupakan osteoporosis yang disebabkan oleh penyakit atau penggunaan

obat tertentu. Penyebab paling umum osteoporosis sekunder adalah defisiensi

vitamin D dan terapi glukokortikoid (Dipiro et al, 2005).

6

Page 7: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Defisiensi vitamin D akan menyebabkan penurunan absorpsi kalsium di usus,

sehingga kalsium dalam darah akan turun, sehingga untuk memenuhi kalsium

darah akan diambil kalsium dari tulang yang dapat menyebabkan kerapuhan

tulang.

Terapi dengan glukokortikoid secara terus menerus juga menyebabkan

efek samping berupa osteoporosis. Kortikosteroid menyebabkan penurunan

penyerapan kalsium dari usus, peningkatan hilangnya kalsium dari usus,

peningkatan hilangnya kalsium melalui ginjal dalam air seni dan peningkatan

hilangnya kalsium tulang. Sehingga diperlukan pengukuran kepadatan tulang

pasien untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis.

D. GEJALA DAN TANDA

1. Gejala :

Nyeri

Imobilitas

Depresi, ketakutan, dan rasa rendah diri karena keterbatasan fisik

2. Tanda

Pemendekan tinggi badan (> 1,5 inchi), kifosis, atau lordosis

Fraktur tulang punggung, panggul, pergelangan tangan

Kepadatan tulang rendah pada pemeriksaan radiografi

E. DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosa osteoporosis pada pasien diperlukan :

1. Riwayat penyakit dan pengobatan pasien

2. Identifikasi faktor risiko

3. Pemeriksaan fisik lengkap

4. Tes laboratorium untuk mengidentifikasi kemungkinan osteoporosis

sekunder. Parameter laboratorium yang umum digunakan adalah kadar 25 (OH)

vitamin D serum, sebagai indikator status vitamin D total tubuh. Kadar 25 (OH)

vitamin D serum dalam berbagai kondisi :

Normal : ≥ 30 ng/mL

7

Page 8: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Insufisiensi : 11 – 29 ng/mL

Defisiensi vit D : < atau sama dengan 10 ng/mL

5. Pengukuran massa tulang

Terdapat berbagai metode pengukuran massa tulang, namun yang menjadi standar

diagnosis osteoporosis saat ini adalah pengukuran densitas mineral tulang sentral

(tulang punggung dan panggul) dengan Dual Energy X-Ray Absorptiometry

(DXA). Tulang punggung dan pinggul dikelilingi berbagai jaringan halus, termasuk

lemak, otot, pembuluh darah, dan organ-organ perut. DXA memungkinkan untuk

melakukan pengukuran massa tulang di permukaan maupun bagian yang lebih

dalam.

Densitas mineral tulang dari pengukuran tersebut dapat dinyatakan dengan T-score.

Nilai T-score dalam berbagai kondisi :

Tulang normal : ≥ -1 (10% di bawah SD rata-rata atau lebih tinggi)

Osteopenia : -1 sampai -2,5 (10-25% di bawah SD rata-rata)

Osteoporosis : < atau samadengan – 2,5 (25% di bawah SD rata-rata)

F. PROGNOSIS

Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika

terapi farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan

bila terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang

(bertahun-tahun). Penggunaan bifosfonat dapat memperbaiki keadaan

osteoporosis pada penderita, serta mampu mengurangi risiko terjadinya patah

tulang.

Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas

pada pasien. Pada penelitian Hannan et al (2001) dilaporkan bahwa nilai

mortalitas pada subjek penelitian (571 orang dengan usia 50 tahun atau lebih)

dalam 6 bulan setelah mengalami patah pada tulang pinggul adalah sekitar 13.5%

dan sejumlah penderita membutuhkan bantuan secara sepenuhnya dalam

mobilitas mereka setelah mengalami patah tulang pinggul.

8

Page 9: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas, serta

dapat mengakibatkan nyeri kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol. Meskipun

jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat mengakibatkan bungkuk

(kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan mengganggu

sistem pernafasan dari penderita.

G. SASARAN TERAPI

Sasaran terapi osteoporosis bagi individu dengan kategori usia hingga 20-

30 tahun adalah mencapai kepadatan tulang yang optimal. Sedangkan untuk

individu dengan kategori usia diatas 30 tahun, sasarannya adalah

mempertahankan kepadatan mineral tulang (bone mineral density / BMD) dan

meminimalkan keropos pada tulang yang diakibatkan karena pertambahan usia

(age-related) atau karena keadaan post-menopause.

Pencegahan terjadinya osteoporosis penting dilakukan pada individu

dengan keadaan osteopenia (keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah

nilai normal), karena individu yang telah mengalami osteopenia dapat memiliki

kemungkinan berlanjut menjadi osteoporosis bila tak ditangani sedini mungkin.

Sedangkan untuk penderita osteoporosis dengan risiko patah tulang, sasaran

terapinya adalah meningkatkan kepadatan mineral tulang, menghindari terjadinya

keropos tulang lebih lanjut dan menjaga agar tidak sampai terjadi patah tulang

atau menghindari kegiatan-kegiatan yang memiliki risiko tinggi menyebabkan

patah tulang, contohnya olahraga berat.

Bagi individu yang mengalami patah tulang berkaitan dengan

osteoporosis, sasaran terapi adalah untuk mengontrol rasa nyeri, memaksimalkan

proses rehabilitasi untuk mengembalikan kualitas hidup dan kemandirian pasien,

serta mencegah terjadinya patah tulang kembali atau bahkan kematian.

H. STRATEGI TERAPI

Terapi farmakologi dan non farmakologi osteoporosis memiliki tujuan :

1. mencegah terjadinya fraktur dan komplikasi

2. pemeliharaan dan meningkatkan densitas mineral tulang

9

Page 10: Makalah_kimed Hormon Estrogen

3. mencegah pengeroposan tulang

4. mengurangi morbiditas dan mortalitas yang berhubungan dengan

osteoporosis

Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)

Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi merupakan

antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan BMD tulang

belakang dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur tulang belakang.

Fraktur non-vertebral tidak dapat dicegah dengan raloxifene.

Mekanisme kerja

Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi tulang

dan menurunkan pembengkokan tulang.

Data farmakokinetik

1. Absorpsi

Raloxifene diabsorpsi secara cepat setelah pemberian oral dengan sekitar 60%

dosis oral absorpsi.

2. Distribusi

Volume distribusi nyata sebesar 2348L/kg dan tidak tergantung dosis. sekitar 95%

raloxifene dan konjugat monoglukoronid terikat pada protein plasma.

3. Metabolisme

Raloxifene mengalami metabolisme lintas pertama menjadi konjugat glukoronid

dan tidak dimetabolisme melalui jalur sitokrom P450.

4. Ekskresi

Raloxifene terutama diekskresikan pada feses dan urin.

Kontraindikasi

10

Page 11: Makalah_kimed Hormon Estrogen

Kontraindikasi pada SERMs ini yaitu pada wanita hamil dan menyusui.

hipersensitif raloxifene.

11