Diskusi Modul 4 Periodontik - Rencana Perawatan Periodontik Kelompok 3 (2)
Makalah_9 Makalah diskusi 4 kel 3 4 klimogram dan klasifikasi iklim 2003
-
Upload
bondan-eddyana -
Category
Education
-
view
1.049 -
download
8
Transcript of Makalah_9 Makalah diskusi 4 kel 3 4 klimogram dan klasifikasi iklim 2003
MAKALAH LAPORAN DASAR PRODUKSI TANAMAN 1KLIMOGRAM DAN KLASIFIKASI IKLIM UNTUK INTRODUKSI DAN EKSTENSIFIKASI TANAMAN JARAK PAGARSEMESTER 2 TAHUN 2009
KELOMPOK 3RADEN BONDAN E.B ( 150110080162 )FAJAR D ( 150110080132 )DELFRITA NAHAMPUN ( 150110080140 )RIZKY AHMAD ANUGRAH ( 150110080145 )REZKA FRADZAN ( 150110080149 )WINDY LASTRI P ( 150110080152 )KELOMPOK 4
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR
PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai wilayah cukup luas sekitar 188,2 juta ha, yang terdiri dari
148 juta ha lahan kering dan 40,2 juta ha lahan basah, didukung oleh sifat tanah,
bahan induk, fisiografi, elevasi, iklim dan lingkungannya yang beragam.
Wilayah barat relatif beriklim basah dan makin ke timur yang makin beriklim kering,
dengan tanah berasal dari bahan volkan yang subur merupakan salah satu
keuntungan wilayah Indonesia. Keragaman tanah dan iklim ini memberikan peluang
cukup besar untuk memproduksi berbagai komoditas pertanian termasuk untuk
pengembangan komoditas penghasil bahan bakar nabati (bio-fuel). Seiring dengan
adanya isue nasional, terutama tentang alternatif pengganti BBM maka energi
alternatif yang dipilih adalah dari sumber-sumber terbarukan dan ramah lingkungan
tetapi harga relatif terjangkau. Sumber yang paling memenuhi syarat tersebut
adalah bio-fuel. Banyak tanaman yang potensial sebagai penghasil
bio-fuel antara lain kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, biji kapas, canola, dan
rapeseed (untuk bio-diesel), serta singkong, tebu, dan sagu (untuk bio-etanol). Jarak
pagar (Jatropha curcas L.) sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai
tanaman obat dan penghasil minyak. Manfaat lain dari minyaknya selain sebagai
bahan bakar juga sebagai bahan untuk pembuatan sabun dan bahan industri
kosmetika. Jarak pagar merupakan tanaman serba guna, tahan kering, dan tumbuh
dengan cepat, dapat juga digunakan untuk kayu bakar, mereklamasi lahanlahan
tererosi atau sebagai pagar hidup di pekarangan atau sebagai pembatas lahan
pertanian (Puslitbangbun, 2006a). Penanaman jarak pagar untuk memproduksi
bahan baku minyak sebaiknya menggunakan bahan tanaman hasil pembibitan dari
biji,
karena tanamannya hidup lebih lama dan produksinya lebih tinggi daripada
tanaman asal stek. Sedangkan untuk tanaman pagar dan pencegah erosi dapat
digunakan bahan tanaman yang ditanam langsung baik berupa stek maupun biji
(Mahmud et al.2006).
tingkat produktivitas dipengaruhi oleh potensi genetik, kondisi lingkungan, dan
teknologi (manajemen) pengelolaan tanaman. Meskipun tanaman jarak pagar
dikenal dapat tumbuh di daerah iklim kering dan lahan marginal, tidak
berarti ia tidak membutuhkan air dan suplai hara yang optimal untuk berproduksi
secara optimal (Allolerung et al. 2006).
PENYEBARAN DAN SYARAT TUMBUH
Jarak pagar (Jatropha curcas L.) diperkirakan berasal dari kawasan Amerika Tengah,
khususnya Meksiko. Tanaman jarak pagar tumbuh secara alami di kawasan
hutan daerah-daerah pinggiran pantai. Sedangkan di Afrika dan Asia, hanya
ditemukan dalam bentuk pertanaman pada pagar-pagar rumah atau batas-batas
lahan pertanian (Heller 1996; Heyne 1950). Penyebaran jarak pagar ke Malaka
sekitar tahun 1700-an dan di Philippina diperkirakan sebelum tahun 1750 (Heller
1996), sedangkan di Thailand penyebarannya juga terjadi pada waktu yang hamper
bersamaan yang dibawa oleh saudagar-saudagar Portugis. Terdapat 5 species jarak
di Thailand, yaitu Jatropha curcas L., J. gossypifolia L., J. multifida L., J. integrrima L.,
dan J. podagrica. Orang Portugis menggunakan biji jarak untuk membuat sabun
pencuci pakaian dan lainnya (Sadakorn 1984). Sedangkan di Indonesia tidak ada
catatan yang pasti kapan jarak pagar ini mulai dimasukkan ke wilayah nusantara.
Jarak pagar telah menyebar luas di daerah tropis dan sub-tropis, kisaran
curahhujan bervariasi yaitu dari 200-2.000 mm/tahun (Heller, 1996), 480-
2.380 mm/tahun (Jones dan Miller, 1992), tetapi pertumbuhan terbaik
dengan curah hujan 900 – 1.200 mm/tahun (Beeker dan Makkar, 1999). Di
Indonesia dijumpai dibeberapa daerah dengan curah hujan lebih dari 3.000
mm/tahun seperti di Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa. Dijumpai pada
ketinggian 0-1.700 m dpl, dengan suhu 11-38oC. Jarak pagar tidak tahan cuaca
yang sangat dingin (frost) dan tidak sensitif terhadap panjang hari (daylength). Hal
ini bisa dipahami karena tanaman ini berasal dari daerah tropis, sehingga tidak
tergolong tanaman ”long day” (Heller1996). Menurut Henning (2004) jarak pagar
membutuhkan curah hujan paling sedikit 600 mm/tahun untuk tumbuh
baik dan jika curah hujan kurang dari 600 mm/tahun tidak dapat tumbuh.
Di daerah-daerah dengan kelengasan tanah tidak menjadi factor pembatas
(misalnya irigasi atau curah hujan cukup merata) jarak pagar dapat berproduksi
sepanjang tahun, tetapi tidak dapat bertahan dalam kondisi tanah jenuh air.
Meskipun iklim kering meningkatkan kadar minyak biji, masa kekeringan yang
berkepanjangan akan menyebabkan jarak menggugurkan daunnya untuk
menghemat air yang akan menyebabkan stagnasi pertumbuhannya (Jones dan
Miller, 1992). Sebaliknya, pada daerah-daerah basah dengan curah hujan
yang terlalu tinggi seperti di Bogor, maka tanaman jarak pagar akan memiliki
pertumbuhan vegetative lebat tetapi pembentukan bunga dan buah
kurang.
Arivin et al. (2006) melaporkan bahwa di Desa Cikeusik Malingping, Banten
dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/tahun, umumnya ditemukan tanaman
jarak pagar yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering
dalam satu cabang. Akan tetapi hal ini masih perlu diamati dalam jangka waktu
satu atau beberapa tahun untuk memastikan apakah pembungaan tersebut
berlangsung sepanjang tahun. Walaupun curah hujan daerah ini cukup tinggi, yang
memungkinkan radiasi rendah, pembuahan tampaknya cukup baik. Hal ini diduga
merupakan hasil interaksi potensi genetik dengan faktor-faktor lingkungan seperti
temperatur yang selalu panas (±27oC) karena letaknya di tepi pantai, serta tekstur
tanahnya yang berpasir sangat menjamin drainase dan aerasi yang baik
Puslitbangbun (2006b) mengemukakan bahwa tipe iklim sangat
berpengaruhterhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Jarak pagar
tumbuh baik di lahan kering dataran rendah beriklim kering dengan
ketinggian tempat < 500 m dpl., dan curah hujan 300-1.000 mm/tahun,
serta suhu > 20ºC. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh pada semua jenis
tanah, tetapi pertumbuhan yang lebih baik dijumpai pada tanah-tanah
ringan atau lahan-lahan dengan drainase dan aerasi yang baik (terbaik
mengandung pasir 60-90%). Tanaman jarak pagar dapat beradaptasi di
lahan marginal dan dapat tumbuh pada tanah berbatu, berpasir, berliat,
dan pada lahan yang tererosi (Mal dan Joshi, 1991).
Tanaman ini dapat pula dijumpai pada daerah-daerah berbatu, wilayah perbukitan
atau sepanjang saluran air dan batas-batas kebun (Heller 1996; Arivin et al. 2006).
Menurut Okabe dan Somabhi (1989) tanaman jarak pagar yang ditanam pada tanah
bertekstur lempung berpasir memberikan hasil biji tertinggi daripada tanah
bertekstur lainnya. Selanjutnya Jones dan Miller (1992) mengemukakan bahwa
meskipun jarak pagar terkenal dapat tumbuh dengan baik di tanah yang dangkal
dan pada umumnya ditemukan tumbuh di tanah berkerikil, berpasir, dan berliat,
tetapi pada tanah yang tererosi berat pertumbuhannya mungkin kerdil. Jarak pagar
yang ditemukan di daerah sangat kering, umumnya tidak lebih dari 2 – 3 m
tingginya. Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah-tanah yang ketersediaan air dan
unsur-unsur haranya terbatas atau lahan-lahan marginal, tetapi lahan dengan air
tidak tergenang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman ini untuk tumbuh
dan berproduksi secara optimal. Bila perakarannya sudah cukup berkembang, jarak
pagar dapat toleran terhadap kondisi tanah-tanah masam atau alkalin (terbaik pada
pH tanah 5.5-6.5) (Heller, 1996; Arivin et al., 2006). Jones dan Miller (1998)
menyatakan untuk mendapatkan produksi yang baik pada tanah miskin hara dan
alkalin, tanaman ini perlu dipupuk dengan pupuk buatan atau pupuk organic
(kandang), yang mengandung sedikit kalsium, magnesium dan sulfur. Sedangkan
pada daerah-daerah dengan kandungan fosfat yang rendah, penggunaan mikoriza
dapat membantu pertumbuhan tanaman jarak.
KELAS KESESUAIAN LAHAN
sumber (Heyne 1950; Heller 1996; Jones dan Miller 1992; Henning 2004; Arivin et
al. 2006). Kelas kesesuaian lahan digolongkan atas 4 kelas yaitu sangat sesuai
(S1), cukup sesuai (S2), kurang sesuai atau sesuai marginal (S3), dan
tidak sesuai (N). S1 terdapat pada lahan dengan ketinggian tempat < 400
m dpl, curah hujan tahunan 1.000-2.000 mm dengan bulan kering 4-5
bulan (tipe iklim II-B dan IIC) atau curah hujan 2.000-3.000 mm dengan
bulan kering 5-6 bulan (tipe iklim IIIA). S2 terdapat pada lahan pada
ketinggian tempat < 400 m dpl, curah hujan 1.000-2.000 mm dengan
bulan kering 6-8 bulan (tipe iklim II-A) atau curah hujan 2.000-3.000 mm
dengan tipe iklim III-B. Sedangkan yang termasuk kelas S3 adalah lahan
yang terdapat pada ketinggian < 700 m dpl., curah hujan < 1.000 dengan
bulan kering > 8 bulan (tipe iklim I-A, I-B, dan I-C), atau curah hujan 2.000-
3.000 mm dengan bulan kering 3-4 bulan (tipe iklim III-C), atau curah
hujan 3.000-4.000 mm dengan bulan kering 3 bulan (tipe iklim IV-C).
Daerah yang tidak sesuai (N) adalah lahan yang terletak pada ketinggian
tempat > 700 m dpl, curah hujan 3.000- 4.000 mm dengan bulan kering 0-
2 bulan (tipe iklim IV-A, IV-B, dan IV-C), atau curah hujan > 4.000 mm
dengan tipe iklim V-A, B, C, D; VI-A, B, C, D).
Kriteria selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria Klasifikasi Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Tanaman Jarak Pagar
Pengembangan jarak pagar secara besar-besaran (perkebunan), dapat diarahkan ke
lahan yang saat ini terlantar dan belum dimanfaatkan secara optimal, sebagian
besar berupa alang-alang dan semak belukar. Lahan-lahan terlantar tersebut sudah
diidentifikasi kesesuaiannya untuk pengembangan lahan pertanian, yaitu seluas
1,08 juta ha (Mulyani et al. 2000). Lahan alang-alang tersebut berada pada
ketinggian tempat < 400 m dpl, dengan bentuk wilayah datar-bergelombang
(lereng < 15%). Lahan alang-alang yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan jarak pagar adalah yang mempunyai curah hujan < 3.000
mm/tahun, sesuai dengan persyaratan untuk pertumbuhan jarak pagar. Sebagian
lahan terlantar tersebut, terletak pada kawasan transmigrasi dan dimiliki oleh
petani transmigran yang belum dimanfaatkan secara optimal, dan saat ini masih
berupa alang-alang seperti banyak dijumpai di Provinsi Kalimantan Selatan yaitu di
Kabupaten Banjar, Tanah Laut dan Tanah Bumbu, serta di Provinsi Sulawesi
Tenggara yaitu di Kabupaten Kendari, Buton, dan Kolaka.
DAFTAR PUSTAKA
www.google.com / klasifikasi iklim untuk ekstensifikasi tanaman
Allolerung, D., Z. Mahmud, A.A. Rivaie, D.S. Effendi dan A. Mulyani. 2006. Peta
kesesuaian lahan dan iklim jarak pagar (Jatropha curcas L.). Makalah disampaikan
pada Lokakarya Status Teknologi Budidaya Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Badan
Litbang Pertanian, Jakarta, 11-12 April 2006. 14 hal.
Arivin, A. R., Allorerung, D., Mahmud, Z., Effendi, D. S., Sumanto, dan Isa, F. 2006.
Karakterisasi Faktor Iklim dan Tanah Pada Pertanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas
L.) di Desa Cikeusik-Banten (in press).
Arivin, R.A. 2006. Teknik Pemangkasan Tanaman Jarak