makalah yuliah asrum
-
Upload
yuliah-asrum -
Category
Documents
-
view
26 -
download
3
description
Transcript of makalah yuliah asrum
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengorganisasian pelayanan kesehatan yang merupakan hubungan kerja sama
yang mengatur berbagai macam kegiatan,menetapkan wewenang baik tugas-tugas
pokok, serta dimana ada pemimpin dan bawahan yang mendiami sebuah oraganisasi
untuk bersama-sama mencapai tujuan organisasi yang sebaik-baiknya seperti halnya
dalam pengorganisasian pada pelayanan kesehatan. Dimana, dalam ruang lingkupnya
dibahas tentang bagaimana sebuah pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas
dan lainnya bisa berjalan dengan baik dimana tiap individu dalam setiap instansi
kesehatan memiliki tugas dan fungsi yang menjadikan wadah tersebut berjalan sesuai
aturan yang dikehendaki organisasi tersebut.
Sedangkan untuk kasus TBC itu sendiri, kita menegtahui bahwa
Penyakit Tuberculosis (TBC) merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar di
seluruh dunia dan menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, bahkan pada tahun 1993 WHO mencanangkan TBC sebagai
kedaruratan global (global emergency).
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari pengorganisasian pelayanan kesehatan?
2. Apa sajakah jenis-jenis pelayanan kesehatan yang ada dimasyarakat?
3. apa sajakah pengorganisasian pelayanan kesehatan untuk penderita TBC?
4. Apa saja hak dan kewajiban pasien TBC dari pelayanan kesehatan?
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa pengertian dari pengorganisasian pelayanan kesehatan?
2. Untuk mengetahui apa sajakah jenis-jenis pelayanan kesehatan yang ada
dimasyarakat?
3. Untuk mengetahui apa sajakah pengorganisasian pelayanan kesehatan untuk
penderita TBC?
4. Untuk mengetahui apa saja hak dan kewajiban pasien TBC dari pelayanan
kesehatan?
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah :
1. Agar kita tahu apa pengertian dari pengorganisasian pelayanan kesehatan?
2. Agar kita tahu apa sajakah jenis-jenis pelayanan kesehatan dan fungsinya yang
ada dimasyarakat?
3. Agar kita tahu apa sajakah pengorganisasian pelayanan kesehatan untuk
penderita TBC?
4. Agar kita tahu apa saja hak dan kewajiban pasien TBC dari pelayanan
kesehatan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari pengorganisasian pelayanan kesehatan
Seperti yang telah kita bahas sebelumnya bahwa pengorganisasian ialah sebuah
hubungan interaksi atau kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih dimana dalam
wadah organisasi didalamnya terdapat berbagai macam bentuk kegiatan baik itu berupa
perencanaan, sampai pada tahap evaluasi semua ada dalam satu tempat dan setiap
individu yang ada dalam tempat tersebut memiliki fungsi atau tugas masing-masing
dan ada status dimana dalam sebuah pengorganisasian pasti ada yang namanya atasan
dan ada yang namanya bawahan dimana atasan bertugas untuk mengarahkan
bawahannya agar bekerja lebih baik serta bawahan yang akan selalu membantu
atasannya dan bersama-sama bekerja untuk mencapai tujuan yang telah disepakati
bersama.
Sedangkan pelayanan kesehatan itu sendiri mencangkup bagaimana upaya
yang dilakukan baik secara individu ataupun berkelompok dalam hal memelihara serta
meningkatkan tarap hidup sehat dimana guna menyembuhkan orang yang sakit,
bagaimana memulihkannya yang tetap harus sesuai dengan standar-standar kesehatan
didalamnya mencankup berbagai macam kegiatan sarta pengorganisasian dimana ada
pelayanan kedokteran dimana pelayanan dokter untuk pasien ada pula pelayanan
masyarakat guna menciptakan masyarakat yang sehat dan bebas dari penyakit, ataupun
meyembuhkan orang yang telah sakit dengan upaya pelayanan yang bisa membuat
orang tersebut menjadi lebih sehat.
Jadi bisa kita simpulkan bahwa pengorganisasian pelayanan kesehatan ialah
sebuat organisasi atau tempat dimana didalamnya terdapat berbagai macam kegiatan
yang dimulai dari perencanaan hingga evaluasinya yang tidak lepas kaitannya dengan
peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dengan adanya kerja sama yang
baik dan individu-individu yang selalu berpuya untuk memberikan pelayanan-
pelayanan bagi masyarakat baik itu dari dokter untuk msayarakat ataupun petugas
kesehatan lain baik berupa pengobatan langsung atau sekedar promosi yang masing-
masing memiliki satu tujuan yang sama yaitu meningkatkan derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
2.2 Jenis dan sistem pelayanan kesehatan dan fungsinya di masyarakat
Secara garis besar, kita telah mengetahui bahwa jenis-jenis pelayanan yang ada
di masyarakat itu berpariasi tergantung dimana tempatnya dan bagaimana fungsinya.
Meskipun, kita mengetahui setiap jenis pelayanan kesehatan berupaya untuk membantu
masyarakat agar lebih sehat dimana yang sakit disembuhkan dan yang sembuh di obati
agar lebih baik lagi. Jenis – jenis pelayanan kesehatan itu sendiri pun mencangkup dari
pelayanan dokter ke pasien dimana ditandai dengan cara pengorganisasian yang
bersifat sendiri(kuratif) atau bersama-sama dalam satu organisasi dimana bertujuan
untuk meyembuhkan penyakit dan memulihkan sang pasien. Serta pelayanan untuk
masyarakat itu sendiri, dimana ditandai dengan pengorganisasian yang ditandai dengan
kerja yang bersama-sama(preventif) dimana bertujuan untuk memelihara kesehatan
dimana mencegah penyakit serta meningkatkan taraf hidup sehat bagi tiap masyarakat
yang sehta.
Juga ada berbagai program yang terdapat didalamnya guna upaya dalam
pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti KB, kesejahtraan ibu dan anak, kesehatan
sekolah, kesehatan gigi dan mulut, penyakit menular dan masih banyak program
lainnya. Terlepas dari itu, kembali kita bahas tentang sistem pelayanan kesehatan yang
ada dimasyarakat. Mulai dari yang kecil hingga yang besar. Disini hanya akan di bahas
beberapa sistem pelayanan kesehatan yang di paparkan dalam persi saya sendiri. Yaitu
dimulai dari :
1. Puskesmas.
Secara umum, kita telah mengetahui bahwa puskesmas ialah salah satu
sistem pelayanan kesehatan yang lebih banyak di kenal oleh orang di wilayah
tertentu, terutama pedesaan. Puskesmas merupakan suatu organisasi yang
didalamnya terdapat berbagai macam funsi organisasi yang tidak mencangkup
banyak pegai kesehatan dan memberikan secara menyeluruh pelayanan
kesehatan pada masyarakat dalam suatu batas wilaya tertentu dengan bentuk
usaha-usaha pokok yang dimiliki puskesmas tersebut.
Puskesmas sendiri terdiri dari berbagai macam diantaranya puskesmas
tingkat desa, kecamatan dan kabupaten.
Puskesmas sendiri memiliki fungsi yang di tinjau dari puskesmas kecamatan,
antara lain ;
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan
pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
dilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Di samping itu aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan
dari penyelenggaraan setiap pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat,
keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan
dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat,
berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk
sumber pembiayaannya, serta ikut menetap, menyelenggarakan dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan
masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi,
khususnya social budaya masyarakat setempat.
c. Pusat strata pelayanan kesehatan strata pertama
Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat
pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Selain itu, ada beberapa pelayanan kesehatan lain yang menjadi penunjang
tersendiri bagi puskesmas diantaranya ialah :
d. Pustu, dimana pustu sendiri ialah salah satu tempat pelayanan
kesehatan yang berfungsi menunjang dan membantu pelaksanaan
kegiatan seperti KB dan peningkatan gizi yang dilakukan puskesmas
dalam wilaya tertentu yaitu yang lebih dari keci.
e. Pusling, dimana sama dengan pustu yaitu sama-sama tempat
pelayanan kesehatan hanya pada pelayanan ini di lengkapi kendaraan
serta pelayanan kesehatan komunikasi serta tenaga dari puskesmas
sendiri, wilayah kerjanya pada daerah terpencil.
f. Bidan desa, dimana bidan desa yang bertanggung jawab untuk kasus
persalinan pada batas wilaya tertentu yang masih cangkupan dari
puskesmas itu sendi, selain ke 3 macam unit penunjang puskesmas
masih ada diantaranya yang belum saya jelaskan seperti halnya
posyandu dan PSAM.
Setelah membahas sdikit ruang lingkup dari puskesmas, dilanjutkan ke jenin pelayanan
kesehatan yang lebih besar yaitu:
2. Rumah Sakit
Ditinjau dari berbagai sudut, dapat diketahui bahwa rumah sakit ialah
sebuah bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang cankupannya lebih
komplit dan jauh lebih lengkap dari puskesmas. Relative luas dan menampung
banyak orang, cenderung lebih banyak pada daerah perkotaan dan kabupaten
besar serta dalam pelaksanaannya terdapat pendekatan kuratif dan prefentif
serta menerimah rawat inap maupun jalan serta rawat dirumah sang pasien itu
sendiri.
Dimana rumah sakit memiliki fungsi, melakukan pelaksanaan medis, penunjang
medis, penunjang medis tambahan, pelayanan kedokteran kehakiman, pelayanan
medis khusus, pelayanan rujukan kesehata, pelayanan kedokteran gigi, pelayanan
kedokteran sosial, penyulihan kesehatan, pelayanan rawat jalan, rawat darurat,
dan rawat tinggal, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasu, pendididkan
medis, pelayanan tenaga medis umum, spesialis, penelitian dan pengembangan
kesehatan, penyelidikan dan pengembangan kesehatan serta kegiatan
penyelidikan epidemiologi.
Rumah sakit sendiri memiliki beberapa jenis, antara lain:
a. RSU ( rumah sakit umum), dimana hamper melayani seluruh penyakit pada
umumnya. Serta siaga dalam waktu 24 jam serta mudah di temui dan dengan
kapasitas rawat inap yang besar, fasilitas bedah bersalin dan sebagainya serta
melayani berbagai obat modern. Serta fasilitas rawat jalan.
b. Rumah Sakit Terspesialisasi, rumah sakit ini bisa terdiri dari beberapa
bangunan atau cuman satu kebanyakan memiliki kaitan dengan sebuah
universitas dan kebanyak didirikan dengan tujuan nerlaba.
c. Rumah Sakit Penelitian, rumah sakit ini bertujuan untuk kegiatan penelitian,
biasanya untuk para mahasiswa Fakutas Kedokteran.
d. Rumah Sakit Lembaga/ \perusahaan didirikan untuk penyakit yang berkaitan
dengan kelembagaan seperti rumah sakit untuk para militer. Dan sebagainya.
2.3 Pengorganisasian pelayanan kesehatan untuk penderita TBC serta RS khusus
bagi penderitanya
Sejak dulu kita telah banyak mengetahui seputar tentang dunia penyakit yang
telah memakan banyak korban. Ini menimbulkan kekhawatiran yang besar terutama
bagi WHO, organisasi mendunia yang menangani berbagai masalah kesehtan. Di
Indonesia sendiri Program Penanggulangan Tuberculosis sejak tahun 1995
dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observered Treatment shortcourse
chemotheraphy) yang direkomendasikan WHO,dan terbukti sebagai strategi efektif
(cost effectif) dan menguntungkan (cost benefit). Hal ini ditunjukkan adanya
penurunan insidence rate dari 128/100.000 pada tahun 1999 menjadi 107/100.000 pada
tahun 2005, dan setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program
penanggulangan TBC, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun. Oleh karena
itu integrasi strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi
efisiensi dan efektifitasnya.
Selain program diatas adapula panduan baku yang di sepakati oleh berbagai organisasi
mendunia termaksud di Indonesia, yaitu International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC).
Menyadari akan berbagai masalah TB, para ahlipun dari berbagai organisasi
kesehatan dan medis yang bergerak di bidang TB merasa perlu mengembangkan suatu
panduan baku yang bila dilaksanakan dengan benar akan menghilangkan atau paling
tidak meminimalisasi kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan oleh manajemen TB
yang tidak sesuai pedoman.
Organisasi yang mempunyai inisiatif awal di antaranya WHO, International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yang biasa disebut The
Union, American Thoracic Society (ATS), CDC Amerika dan lain-lain. Pengembangan
panduan baku ini juga mendapat dukungan dari berbagai LSM internasional bidang
kesehatan seperti USAID, KNCV (Royal Netherlands Tuberculosis Foundation),
Global Fund dan lain-lain.
Panduan baku ini disebut dengan International Standards for Tuberculosis Care
(ISTC). Sebagaimana tuntutan saat ini, maka penyusunan ISTC juga berdasarkan
Evidence based medicine (EBM). ISTC tidak dimaksudkan untuk menggantikan
berbagai pedoman (guideline) manajemen TB yang telah disusun secara rinci oleh
masing-masing organisasi profesi, tetapi berperan sebagai rambu-rambu minimal untuk
tenaga medis yang mengelola kasus TB. ISTC memuat hal-hal apa (what) yang
seharusnya dilakukan dokter dalam mengelola pasien TB, sedangkan pedoman
organisasi profesi berisi panduan bagaimana (how) mengelola pasien TB.
ISTC berisi 17 standar yang terdiri dari 6 standar diagnosis, 9 standar terapi,
dan 2 standar kesehatan masyarakat. Naskah ISTC asli dapat dibagi menjadi dua,
bagian pertama adalah naskah singkat berisi 17 butir standar ISTC dan bagian kedua
memuat keterangan rinci yang mengulas masing-masing standar, rasionalisasi dan
EBM yang relevan. Sebenarnya jika seorang dokter menjalankan pedoman manajemen
TB yang disusun oleh organisasi profesinya, dengan sendirinya akan selaras dengan
ISTC. Namun masalahnya masih banyak dokter yang dalam mengelola kasus TB tidak
mengikuti pedoman yang ada. Itulah mengapa diperlukan adanya panduan baku
minimal yaitu ISTC.
ISTC di Indonesia
Sejak sekitar 2 tahun yang lalu, ISTC mulai diperkenalkan di Indonesia. Pada
awalnya Departemen Kesehatan yang berinisiatif untuk menerapkan ISTC di Indonesia.
Sebagaimana segala sesuatu hal yang ’baru’, selalu mendapat sorotan dari para pihak
terkait. Pentingnya penerapan ISTC sangat nyata dan diakui oleh berbagai organisasi
profesi medis. IDAI sebagai salah satuorganisasi profesi medis yang terkait erat dalam
manajemen TB anak juga mencermati dan mengkritisi ISTC. Ada dua hal utama yang
menjadi perhatian IDAI. Hal pertama adalah bahwa ada beberapa standar baik dalam
aspek diagnosis maupun terapi yang kurang tepat untuk keadaan di Indonesia.
Hal kedua adalah dengan adanya kata standar, maka dikhawatirkan akan
mempunyai dampak hukum bila dokter dalam menjalankan profesinya tidak sesuai
dengan standar. Apalagi saat ini masyarakat yang sedang euforia reformasi yang
kebablasan, cenderung mudah menuding terjadinya malpraktek bila ada hasil pelayanan
kesehatan yang tidak sesuai harapan. Belum lagi hal ini ditunggangi oleh berbagai
LSM yang melihat peluang mencari dana melalui jalur ini.
Perlu proses yang panjang serta berbagai pertemuan dan diskusi di antara
berbagai organisasi profesi medis yang berlangsung cukup sengit dan alot dalam
rangka penerapan ISTC di Indonesia. Aspek hukum juga telah dikaji oleh para pakar
hukum di bidang kesehatan. Sebagai jalan keluar, ISTC versi Indonesia adalah
terjemahan langsung dan lengkap dari versi aslinya, namun di depannya dicantumkan
wewanti (disclaimer) yang menerangkan bahwa penerapan ISTC di Indonesia
disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Selain itu di bagian belakang
ditambahkan adendum yang berisi penjelasan perbedaan standar untuk penerapan di
Indonesia sesuai dengan asupan dari berbagai organisasi profesi.
ISTC telah disepakati oleh organisasi profesi untuk diterapkan dalam
penanganan tuberkulosis di Indonesia. Meskipun demikian mengingat keterbatasan
dalam hal sarana, prasarana, dan letak geografis serta belum meratanya sumber daya
manusia dan masih terdapatnya penyulit penyakit selain TB yang mengenai para pasien
tersebut, maka dalam pelaksanaannya ISTC ini dapat disesuaikan dengan situasi dari
kondisi yang ada demi kepentingan terbaik pasien.
Salah satu pelayanan kesehatan di dalam system rujukan ialah rumah sakit.
Di rumah sakit terdapat berbagai upaya yang ditujukan guna pemulihan penderita.
Upaya tersebut adalah upaya penyembuhan, di samping upaya lain seperti promotif,
preventif dan rehabilitatif. Dengan demikian salah satu usaha untuk meningkatkan
kesehatan masyarakat adalah dengan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Terdapat dua jenis rumah sakit, yaitu rumah sakit umum dan rumah sakit
khusus. Rumah sakit umum yaitu rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua jenis penyakit dari yang bersifat dasar sampai dengan sub
spesialistik. Rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi tipe A sampai D.
Sedangkan rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan berdasarkan jenis penyakit tertentu atau disiplin ilmu. Rumah
sakit khusus Tuberkulosis (RSK TBC) yang direncanakan tersebut masuk dalam
kategori rumah sakit khusus atau rumah sakit tipe E.
Pada rumah sakit khusus Tuberkulosis terutama dilakukan aktivitas kuratif
(penyembuhan), sehingga diharapkan dapat menurunkan angka penyakit TBC.
Aspek yang tak kalah pentingnya dalam memenuhi kebutuhan akan wadah
pelayanan kesehatan dalam rangkaian kegiatan penyembuhan dan pemulihan
kesehatan adalah sangat dimungkinkan adanya unsur-unsur lain yang bersifat non
medis, antara lain berupa pengaturan lingkungan fisik sekitarnya yang dalam
bahasa arsitekturnya adalah “landscape lingkungan” atau “ruang luar”.
Penataan lingkungan rumah sakit sebagai lingkungan terapi akan
memberikan dampak psikologi pada pasien yang dapat membantu proses
pemulihan dan penyembuhan. Untuk memenuhi kebutuhan psikologi tersebut,
maka unsur-unsur psikologi antara lain : social, stabilisasi, individual, ekspresi diri
dan peningkatan nilai dikaitkan dengan faktor psikologisnya, yaitu : visual,
orientasi dan jarak (interpersonal distance).
Menciptakan landscape lingkungan yang sebaik-baiknya sehingga
mendekati atau mencapai zona nyaman adalah salah satu pendukung dari
lingkungan terapetik. Untuk mencapai hal tersebut, iklim mikro, vegetasi menjadi
bagian yang penting untuk dikembangkan sebagai suatu solusi penciptaan kondisi
nyaman. Pengolahan tata hijau tidak hanya sebatas memanfaatkan ruang-ruang sisa
tetapi lebih dari itu tata hijau harus berinteraksi secara positif dengan ruang dalam.
Dalam RSK TBC, hal tersebut sangat penting, sebagai ventilasi.
Untuk ruangan. Ruangan khusus untuk perawatan penderita TBC MDR
disiapkan, agar si pasien tidak menularkan penyakit tersebut pada orang lain.
"Ruangannya masih dibangun. Yang disiapkan satu ruangan, berisi delapan ranjang
pasien. Untuk masuk ke rumah sakit, pasien TBC MDR juga tidak melalui jalan umum
pasien. Ada jalan khusus. Ini juga mencegah agar penyakit tersebut tidak menular,"
katanya.
Dengan adanya ruangan tersebut, diharapkan penanganan pasien TBC MDR
bisa lebih intensif, sehingga pengobatan terhadap pasien bisa tuntas.
Dijelaskannya, TBC MDR dialami penderita TBC yang penanganan
penyakitnya belum tuntas. Karena belum tuntas, kuman penyebab TBC yang bersarang
di tubuh pasien belum mati. Saat TBC kambuh lagi, kuman tersebut sudah tidak bisa
diatasi dengan obat-obatan biasa karena sudah kebal.
"Kumannya bermutasi, menjadi lebih kebal dengan obat biasa. Jika terjadi
seperti itu, maka penyakit harus ditangani dengan obat khusus. Obat yang diberikan
juga bantuan dari Belanda," jelasnya.
Dalam penanganan TBC MDR, selama 18 bulan masa pengobatan harus dalam
pantuan perawat saat meminum obat. Selama enam bulan masa pengobatan, pasien
juga harus disuntik. Setelah enam bulan, dahak pasien dicek untuk mengetahui apakah
kuman penyebab penyakitnya masih aktif atau tidak. Jika hasilnya negatif, maka
pengobatan lanjutan dengan meminum obat yang diberikan dokter. Tapi jika masih
positif, penyuntikan masih dilakukan.
Ia menambahkan, pasien TBC MDR digratiskan dari biaya pengobatan dan
perawatan.
Untuk evalusi, WHO mengevaluasi pasien yang terkena TBC. World Health
Organization (WHO) mendatangi RSUD Prof W.Z Yohannes Kupang untuk
melakukan evaluasi terkait penurunan pasien penyakit tubercolosis (TBC). Pasalnya
beberapa tahun terakhir, TBC dilaporkan terus mengalami penurunan, padahal
sesungguhnya penderita TBC di NTT cukup tinggi.
Untuk itu tim WHO ingin mengetahui apakah ada penurunan pasien ataukah
ada kesalahan manajemen, sehingga laporan yang diterima WHO mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Demikian dikatakan Koordinatot DOTS RSUD Prof
W.Z Yohannes Kupang, dr Andreas Fernandes, usai melakukan pertemuan bersama tim
WHO di RSUD Prof W.Z Yohannes Kupang.
Terang Andreas, WHO merupakan organisasi yang bekerjasama dengan
Indonesia untuk menurunkan kasus TBC sejak tahun 2008 lalu. Untuk itu jika ada
keganjilan laporan maka mereka akan turun untuk melakukan evaluasi.
"Mereka datang untuk cari tahu apakah penurunan pasien TBC karena memang
penderita TBC menurun ataukah ada kesalahan lain. Sekarang mereka masih evaluasi
sistem yang dilakukan selama dijalankan. Kalau memang ada kesalahan sistem, berarti
penderita TBC masih banyak, tapi tidak terjangkau atapun tidak dilaporkan,"urai
Andreas.
Lanjut dia, para penderita TBC yang melakukan perawatan di RSUD Prof W.Z
Yohannes Kupang, cukup tinggi hanya saja biasanya ada sebagian pasien yang
dipulangkan untuk menjalani perawatan medis di Puskesmas-Puskesmas terdekat.
"Bisanya kami ikut keinginan pasien. Kalau pasien mau rawat di sini, ya nanti
kami rawat di sini. Tapi kalau dia mau pulang ke kampungnya, nanti kami pulangkan
ke rumahnya dan kami akan bersurat kepada Puskesmas terdekat untuk pasien
menjalani perawatan medis di Puskesmas setempat,"ungkap dia.
Sementara Kepala ruangan Poli DOTS RSUD Prof W.Z Yohannes Kupang,
Katarina S Bethan kepada wartawan membeberkan, pengunjung TBC dari bulan ke
bulan terus mengalami peningkatan. Sebutnya, bulan Januari 2012 pasien dewasa yang
dinyatakan positif mengidap TBC sebanyak 18 orang, sedangkan pada bulan Februari,
meningkat menjadi 21 pasien, dan pada bulan Maret sudah delapan orang dinyatakan
positif TBC.
Sedangkan pasien anak yang dinyatakan positif TBC pada Januari 2012
sebangak 11 orang, bulan Februari 15 orang dan pada bulan Maret hingga tanggal
(13/3) sebanyak lima orang.
"Orang yang dinyatakan positif TBC itu jika sudah menjalani rontgen dan
pemeriksaan darah dan dinyatakan positif. Kalau rontgen dan darahnya positif TBC,
baru dilakukan pengobatan. Tapi kalau rontgen dan positif tetapi darahnya tidak, nanti
diobati tapi tidak masuk dalam pengobatan TBC,"kata Katarina.
Tambahnya, TBC pada umumnya menular dari orang dewasa kepada anak
kecil. Untuk itu, jika ada keluarga yang menderita TBC, maka harus ditelusuri lebih
jauh lagi mengenai silsilah penyakitnya. Dengan demikian, akan diketahui dari mana
datangnya TBC itu. Jika dari keluarga, maka harus segera melakukan perawatan.
"Biasanya TBC menular melalui air liur. Jadi kalau orang yang mengidap TBC, hati-
hati supaya Anda jangan terkena air liurnya,"pungkas dia.
2.4 Hak dan kewajiban pasien TBC dari pelayanan kesehatan
Sebagai pasien, pasti kita akan memninta hak dan kewajiban kita dari pelayanan
kesehatan. Dimana khusus untuk penyakit TBC di Indonesia mechanism hak dan
kewajibannya mencangkup dari pada,
1. Hak pasien mendapatkan Akses pelayanan dimana mendapatkan akses
terhadap pelayanan yang baik dan manusiawi, mulai dari diagnosis penyakit
sampai pengobatan selesai, tanpa memandang asal usul, suku, jender, usia,
bahasa, status hukum, agama, kepercayaan, jenis kelamin, budaya dan penyakit
lain yang diderita. Hak untuk memperoleh akses pelayanan kesehatan yang
bermutu dalam suasana yang bersahabat dengan dukungan moral dari keluarga,
teman dan masyarakat.Hak untuk memperoleh nasihat dan pengobatan
berdasarkan kaidah yang berlaku sesuai dengan kebutuhan pasien, termasuk
mereka yang menderita TB yang kebal obat (TB-MDR) atau menderita TB-
HIV. Dan Hak untuk mendapatkan penyuluhan tentang pencegahan dan
penularan TB sebagai bagian dari program perawatan yang menyeluruh.
2. Hak pasien mendapatkan Informasi dimana hak mendapatkan semua informasi
mengenai pelayanan TB, termasuk pembiayaannya. Hak untuk memperoleh
gambaran secara jelas, singkat dan tepat waktu mengenai keadaan kesehatan,
pengobatan dan akibat yang biasa terjadi serta penanganan yang tepat. Hak
untuk mengetahui nama dan dosis obat dan tindakan yang akan dilakukan, serta
akibat yang mungkin terjadi dan berpengaruh terhadap keadaan pasien. Hak
untuk mendapatkan informasi tentang isi rekam medis bila diperlukan oleh
pasien. Hak untuk berbagi pengalaman dengan sesama pasien TB dan pasien
lainnya serta mendapatkan bimbingan (konseling) sukarela, mulai dari
diagnosis sampai selesai pengobatan.
3. Hak pasien menentukan pilihannya dimana hak untuk memperoleh pendapat
dokter yang lain atau ahli kesehatan yang lain (second medical opinion)
disertai isi rekam medis sebelumnya. Hak untuk menerima atau menolak
tindakan bedah jika pengobatan masih memungkinkan dan mendapatkan
informasi tentang akibatnya dari segi medis dalam kaitan dengan penyakit
menular. Hak untuk memilih menerima atau menolak ikut dalam kegiatan
penelitian tanpa membahayakan perawatannya.
4. Hak pasien untuk Kerahasiaan dimana hak untuk dihargai dalam kebebasan
pribadi, martabat, agama, kepercayaan, serta sosial budaya. Hak untuk
memperoleh informasi yang berkaitan dengan keadaan kesehatan yang
dirahasiakan, kecuali kepada pihak lain dengan persetujuan pasien.
5. Hak pasien mendapat Keadilan dimana Hak untuk menyampaikan keluhan
melalui saluran yang tersedia dan hak untuk mendapatkan penanganan keluhan
dengan tepat dan adil.Hak untuk menyampaikan kepada pimpinan sarana
pelayanan kesehatan jika keluhannya tidak ditanggapi.
6. Hak pasien untuk berorganisasi Hak untuk bergabung atau mendirikan
kelompok pasien TB dan masyarakat peduli TB untuk mencari dukungan
petugas kesehatan dan pihak terkait lainnya. Hak untuk ikut aktif dalam
perencanaan, pengembangan, pemantauan dan penilaian, baik dalam hal
kebijakan maupun pelaksanaan program TB.
7. Hak mendapatkan Keamanan dimana hak untuk dijamin tetap bekerja (tidak
dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja) dan tidak dikucilkan.Hak untuk
memperoleh gizi atau makanan tambahan jika diperlukan, untuk memenuhi
pengobatan dari berbagai sumber yang memungkinkan.
Selain hak, pasien juga berhak menerima kewajibannya dari pelayanan kesehatan
yaitu :
1. Kewajiban berbagi Informasi diman berkewajiban memberikan informasi yang
lengkap dan jujur tentang kondisi kesehatan, penyakit-penyakit yang pernah
diderita sebelumnya, semua alergi dan informasi lain yang dibutuhkan kepada
petugas kesehatan. Berkewajiban memberikan informasi kepada petugas
kesehatan mengenai kontak langsung dengan keluarga dekat, teman atau siapa
pun yang mungkin mudah tertular TB. Berkewajiban mencari informasi ke
berbagai sumber yang berhubungan dengan penyakit TB.
2. Kewajiban Mematuhi Pengobatan diman berkewajiban mematuhi rencana
pengobatan yang telah disetujui, serta selalu taat pada petunjuk yang diberikan
untuk melindungi dirinya dan orang lain. Berkewajiban menginformasikan
kepada petugas kesehatan mengenai kesulitan atau masalah yang timbul dalam
menjalani pengobatan atau jika ada yang tidak dipahami dengan jelas.
3. Kewajiban Pencegahan Penularan dimana berkewajiban menutup mulut bila
batuk, tidak membuang dahak di sembarang tempat. Berkewajiban untuk
mempertimbangkan hak-hak pasien lain dan para petugas kesehatan, dengan
pengertian bahwa hal ini merupakan landasan martabat dan kehormatan dari
masyarakat TB.
4. Kewajiban Peran Serta dalam Kesehatan Masyarakat dimana berkewajiban
berperan serta dalam kesejahteraan masyarakat dengan mengajak orang lain
untuk mendapatkan informasi kesehatan apabila mereka menunjukkan gejala
TB.Berkewajiban menghargai hak sesama pasien dan para petugas kesehatan.
5. Kewajiban Kesetiakawanan dimana berkewajiban untuk setia kawan pada
sesama pasien dan bersama menuju kesembuhan.Berkewajiban untuk berbagi
informasi dan pengetahuan yang diperoleh selama pengobatan, dan
menyampaikannya kepada orang lain, sehingga pemberdayaan semakin kuat.
Berkewajiban untuk ikut serta dalam upaya mewujudkan masyarakat bebas TB.
6. Dan kewajiban Mematuhi Ketentuan yang Berlaku du Sarana Pelayanan
Kesehatan seperti administrasi, pembiayaan, prosedur pemeriksaan, dan tata
tertib setempat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan tentang pengertian dari
pengorganisasian pelayanan kesehatan dimana ialah sebuah wadah yang didalamnya
terdapat berbagai jenis kegiatan dari perencanaan hingga evaluasi yang bertujuan untuk
meningkatkan tarap kesehatan dalam sebuah organisasi pelayanan kesehatan tersebut.
Ada 2 jenis pelayanan kesehatan yaitu pelayanan keseharan kedokteran dan
masyarakat. Sistem pelayanan nya mencangkup puskesmas dan rumah sakit.
Tentang masalah TBC, di Indonesia sudag ada berapa program pelayanan dan
organisasi duniapun ikut prihatin dengan penyakit yang menyebabkan kematian yang
cukup besar di dunia ini dan dari makalah ini juga kita mengetahui hak dak kewajiban
para penderita TBC pada ruang lingkup pelayanan kesehatan.
3.2 Saran
Saran dari para pembaca untuk kelengkapan makalah ini, dan semoga apa yang
dipaparkan oleh penulis dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi semuanya dalam
mengetahui lebih jelas tentang pelayanan dan pembagian pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
file:///E:/New%20Folder/Piagam%20Hak%20dan%20Kewajiban%20Pasien
%20TB%20di%20Indonesia_Yayasan%20Spiritia.htm
file:///E:/New%20Folder/International%20Standards%20for%20Tuberculosis
%20Care%20%28ISTC%29_STANDAR%20INTERNASIONAL
%20DIAGNOSIS%20DAN%20TERAPI%20TBC%20_%20dokter82.htm