Makalah Virus Dan Bakteri
-
Upload
prazz-apriliand -
Category
Documents
-
view
438 -
download
12
description
Transcript of Makalah Virus Dan Bakteri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Virus merupakan organisme terkecil yang pernah dikenal. Umumnya tidak
dapat dilihat dengan mikroskop biasa. Pertumbuhan dan perkembangannya
memerlukan sel hidup. Komponen virus dibuat dengan peralatan sel hospes atau
pejamu yang diserangnya, karena itu virus merupakan parasit obligat intrasel.
Pembentukan komponen virus tersebut dimungkinkan karena virus yang
merupakan parasit pada tingkat genetis, setelah menginfeksi sel, genomnya akan
mempengaruhi kontrol mekanisme sintetik sel hospes. Virus adalah parasit pada
tingkat genetis karenanya virus mampu menimbulkan berbagai ragam penyakit.
Banyak penyakit viral yang bersifat menular dan sering menimbulkan kematian
seperti halnya pada flu babi (swine flu).
Berbeda halnya dengan virus, bakteri merupakan organisme yang paling
banyak jumlahnya dan lebih tersebar luas dibandingkan makhluk hidup yang lain.
Bakteri memiliki ratusan ribu spesies yang hidup didarat hingga lautan dan pada
tempat-tempat yang ekstrim. Bakteri memiliki ciri-ciri yang membedakannya
dengan makhluk hidup yang lain. Bakteri adalah organisme uniseluler dan
prokariot serta umumnya tidak memiliki klorofil dan berukuran renik
(mikroskopis). Bakteri ada yang menguntungkan tetapi ada pula yang merugikan.
Namun yang akan kami bahas disini adalah tentang clostridium tetani yaitu
termasuk jenis bakteri yang merugikan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian dari penyakit Flu Babi (swine flu) dan Tetanus?
1.2.2. Apa sajakah etiologi dari virus Influenza A (H1N1) dan bakteri
Clostridium tetani?
1.2.3. Bagaimanakah patogenesis dari virus influenza A (H1N1) dan
Clostridium tetani?
1.2.4. Bagaimanakah gejala klinis penyakit Flu Babi dan Tetanus?
1.2.5. Bagaimanakah diagnosa penyakit Flu Babi dan Tetanus?
1
1.2.6. Bagaimanakah pengobatan dan pencegahan penyakit Flu Babi dan
Tetanus?
1.3 Tujuan
1.3.1. Menjelaskan pengertian dari penyakit Flu Babi dan Tetanus
1.3.2. Menjelaskan etiologi dari virus Influenza A (H1N1) dan Clostridium
tetani.
1.3.3. Menjelaskan patogenesis dari virus Influenza A (H1N1) dan
Clostridium tetani.
1.3.4. Menjelaskan gejala klinis penyakit Flu Babi dan Tetanus.
1.3.5. Menjelaskan diagnosa penyakit Flu Babi dan Tetanus.
1.3.6. Menjelaskan pengobatan dan pencegahan penyakit Flu Babi dan
Tetanus
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENYAKIT FLU BABI
2.1.1 PENGERTIAN
Flu Babi atau Swine Flu/Influenza adalah penyakit saluran pernafasan pada
babi, yang disebabkan virus influenza jenis A. Virus flu ini menyebabkan
kesakitan yang berat pada babi tetapi angka kematiannya rendah. Virus ini (type A
H1N1 virus) pertama kali di isolasi dari babi pada tahun 1930. Seperti semua
virus influenza, virus flu babi berubah secara konstan. Babi bisa terinfeksi virus
avian influenza (virus flu burung) dan virus flu manusia. Jika berbagai virus ini
menyerang babi, maka virus ini akan mampu membentuk spesien2 virus baru,
yang merupakan gabungan virus avian, manusia dan swine. Sampai saat ini sudah
berhasil diisolasi sebanyak 4 sub-type A: H1N1, H1N2, H3N2, and H3N1. H1N1
merupakan virus jebis baru yang baru saja ditemukan padababi. Virus Swine flu
sebetulnya secara normal tidak menginfeksi manusia. Namun secara sporadis
dilaporkan adanya infeksi virus ini pada manusia seperti yang terjadi di US dan
mexico. Seringnya orang yang terkena adalah orang2 yang bekerja pada
peternakan/industri yang berhubungan dengan babi. Juga dilaporkan adanya
penyebaran antar manusia. H3N2 dan H2N3
2.1.2 ETIOLOGI
SWINE INFLUENZA (FLU BABI)
Etiologi/Penyebab (Flu babi klasik/flu pada ternak babi)
Virus Influenza A, subtype :
- H1N1 (diisolasi di USA, tahun 1931)
- H3N2 (diisolasi di Taiwan, tahun 1970
- H1N2 (diisolasi di Prancis, tahun 1987 – 1988)
SIV (Virus Flu Babi) klasik dapat menimbulkan morbiditas (angka kesakitan)
tinggi tetapi mortalitas (angka kematian) rendah
Penyakit dapat persisten --------- endemic
3
Berpotensi zoonotik
2.1.3 PATOGENESIS
Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernafasan
atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan
berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24
jam pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat
pada bronchiol. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9 (ANON., 1991).
Lesi akibat infeksi sekunder dapat terjadi pada paruparu karena aliran eksudat
yang berlebihan dari bronkhi. Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa
meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi ini berbeda dengan lesi pneumonia
enzootica babi yang dapat bertahan lama. Pneumonia sekunder biasanya karena
serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada beberapa kasus dan merupakan
penyebab kematian. (BLOOD and RADOSTITS, 1989)
2.1.4 GEJALA KLINIS
Gejala dan bahaya dari flu ini
Gejala yang ditunjukkan pada berjangkitnya Influenza A (H1N1) pada manusia
sama dengan yang dihasilkan oleh flu biasa dan musiman yaitu:
Demam tinggi sampai 38 derajat Celcius.
Batuk
hidung tersumbat
radang tenggorokan
sakit kepala
4
rasa sakit pada otot dan sendi
badan terasa kedinginan
lesu
nafsu makan berkurang
diare
mual dan muntah-muntah
Pada beberapa kasus yang diumumkan di sejumlah penjuru dunia masih ringan,
tetapi di Meksiko sudah menimbulkan korban dan yang terbaru sudah ada korban
jiwa juga di Texas. Flu ini menjadi mematikan terkait dengan komplikasi yang
ditimbulkan terutama dengan masalah pernafasan (otitis, sinusitis, rhinitis, radang
paru-paru, Bronchopneumonia) dan jantung.
Bagaimana kalau sudah merasa terjangkit virus ini?
Siapa saja yang menunjukkan gejala yang mirip dengan flu ini yang mana
telah melakukan kontak dengan penderita Influenza A (H1N1) atau yang
telah tinggal dan berpergian dari Meksiko harus segera memeriksakan diri
ke dokter.
Dianjurkan pasien tidak perlu pergi sendiri ke tempat praktek dokter untuk
meminimalkan kemungkinan menularkan penyakit ini ke lainnya. Lebih
baik mereka tetap di rumah dan menghubungi petugas kesehatan untuk
meminta penanganan lebih lanjut.
Tinggallah di rumah dan hindari berpergian ke pusat keramaian agar tidak
menjangkiti orang lain.
Beristirahatlah dan minumlah banyak air.
Terus pantau suhu tubuh 2 kali sehari (jangan setengah jam setelah makan
atau minum).
Tutup mulut dan hidung dengan tisu/sapu tangan ketika berbicara, batuk,
dan bersin.
Buang tisu hasil bersin ke kantong plastik dan bersinlah jauh dari orang
lain.
Hindari menyentuh mata, mulut dan hidung orang lain agar virus tidak
menyebar
5
Hindari debu, asap dan zat lainnya yang dapat mengganggu pernafasan
terutama pada anak-anak yang lebih rentan terhadap penyakit.
Kebanyakan kondisi akan membaik selama 5-10 hari. Mintalah perawatan lebih
lanjut jika
gejala sakit masih ada setelah 10 hari
sakit makin parah setelah 5 hari
nafas menjadi makin sulit atau ketika batuk menghasilkan dahak berwarna
kuning/hijau atau darah.
jika muntah cukup parah
jika demam semakin tinggi dan tidak turun-turun
Pada kejadian wabah penyakit, masa inkubasi sering berkisar antara 1-2
hari (TAYLOR, 1989), tetapi bisa 2-7 hari dengan rata-rata 4 hari (BLOOD dan
RADOSTITS, 1989). Penyakit ini menyebar sangat cepat hamper 100% babi yang
rentan terkena, dan ditandai dengan apatis, sangat lemah, enggan bergerak atau
bangun karena gangguan kekakuan otot dan nyeri otot, eritema pada kulit,
anoreksia, demam sampai 41,8oC. Batuk sangat sering terjadi apabila penyakit
cukup hebat, dibarengi dengan muntah eksudat lendir, bersin, dispnu diikuti
kemerahan pada mata dan terlihat adanya cairan mata. Biasanya sembuh secara
tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah gejala klinis.
Terjadi tingkat kematian tinggi pada anak-anak babi yang dilahirkan dari
induk babi yang tidak kebal dan terinfeksi pada waktu beberapa hari setelah
dilahirkan. Tingkat kematian pada babi tua umumnya rendah, apabila tidak diikuti
dengan komplikasi. Total kematian babi sangat rendah, biasanya kurang dari 1%.
Bergantung pada infeksi yang mengikutinya, kematian dapat mencapai 1-4%
(ANON., 1991). Beberapa babi akan terlihat depresi dan terhambat
pertumbuhannya. Anak-anak babi yang lahir dari induk yang terinfeksi pada saat
bunting, akan terkena penyakit pada umur 2-5 hari setelah dilahirkan, sedangkan
induk tetap memperlihatkan gejala klinis yang parah. Pada beberapa kelompok
babi terinfeksi bisa bersifat subklinis dan hanya dapat dideteksi dengan sero
konversi. Wabah penyakit mungkin akan berhenti pada saat tertentu atau juga
dapat berlanjut sampai selama 7 bulan.
6
Wabah penyakit yang bersifat atipikal hanya ditemukan pada beberapa
hewan yang mempunyai manifestasi akut. Influensa juga akan menyebabkan
abortus pada umur 3 hari sampai 3 minggu kebuntingan apabila babi terkena
infeksi pada pertengahan kebuntingan kedua. Derajat konsepsi sampai dengan
melahirkan selama tejadi wabah penyakit akan menurun sampai 50% dan jumlah
anak yang dilahirkan pun menurun.
2.1.5 DIAGNOSIS
Bagaimana cara diagnosa flu babi?
Diagnosa terhadap virus dilakukan dengan mengidentifikasi hasil sekresi dari
hidung atau pangkal tenggorokan selama 24-72 jam pertama sejak menunjukkan
gejala penyakit ini atau melalui pengecekan darah untuk mengidentifikasi zat
antibodinya.
Diagnosis sementara terhadap penyakit influensa babi didasarkan pada
gejala klinis dan perubahan patologi. Diagnosi laboratorium dapat berdasarkan
isolasi virus pada alantois telur ayam berembrio dan dilihat hemaglutinasi pada
cairan alantois. Spesimen yang paling baik untuk isolasi virus pada influensa babi
adalah cairan hidung yang diambil sedini mungkin atau organ paru yang diperoleh
dari bedah bangkai (FENNER et al.,1987) dan tonsils (SANFORD et al., 1989).
Mendiagnosis influensa babi dengan metoda imunohistokimia sudah dilaporkan
HAINES et al., (1993) dengan menggunakan antibody poliklonal kemudian
VINCENT et al., (1997) menggunakan antibodi monoklonal. Kualitas pengujian
dengan antibodi monoklonal tersebut lebih konsisten, karena latar belakang
pewarnaan yang rendah dan tidak terbatasnya penyediaan antibibodi.
Pada kasus penyakit influensa babi yang khronis, diagnosis dapat
dilakukan secara serologi dengan memperlihatkan peningkatan antibodi pada
serum ganda (paired sera) yang diambil dengan selang waktu 3-4 minggu. Untuk
memeriksa antibodi terhadap virus influensa dapat digunakan uji
haemagglutination inhibition (HI) (BLOOD dan RADOSTITS, 1989),
Immunodifusi single radial dan virus netralisasi. Kenaikan titer 4x lipatnya sudah
dianggap adanya infeksi. Pada uji serologis digunakan kedua antigen H1N1 dan
H3N2 (OLSEN et al., 2002).
7
Pada suatu percobaan, strain H1N1 (A/Swine/England/195852/92) yang
diisolasi dari babi pada saat terjadi kasus wabah, dicoba disuntikkan pada babi
SPF umur 6 minggu, hasil menunjukkan bahwa diantara 1 dan 4 hari setelah
inokulasi terlihat adanya pireksia, batuk, bersin, anoreksia. Sero konversi dapat
dideteksi 7 hari setelah infeksi. Virus dapat diisolasi dari swab hidung dan
jaringan sampai 4 hari setelah infeksi tetapi tidak dari feses. Virus hanya dapat
diisolasi dari serum yang diambil pada hari pertama setelah infeksi. Perubahan
patologi pneumonia intersisial dapat dilihat sampai 21 hari setelah infeksi,
lesibronchi dan bronchus sampai 7 hari setelah infeksi dan limfoglandula
mengalami hemoragik. Seperti juga yang ditulis BROWN et al., (1993) bahwa
sampel untuk isolasi virus dapat berasal dari swab hidung/ tonsil, trachea dan
paru-paru yang diambil 2-5 hari dari sejak munculnya gejala klinis.
Semua sampel disimpan dalam media transpor. Selain isolasi virus,
diagnosis juga dapat dilakukan dengan mendeteksi antigen dengan uji fluorescent
antibody technique (FAT) pada sampel paruparu, tetapi mempunyai kekurangan
olehkarena lesi akibat virus sangat menyebar sehingga lesi dapat mendapatkan
hasil sampel yang negatif dan sampel harus benar-benar segar dengan sedikit
perubahan otolisis serta FA slide tidak dapat disimpan lama, warna akan pudar
sehingga ditawarkan VINCENT et al., 1997, metode deteksi swine influenza virus
(SIV) pada jaringan yang difiksasi dengan metode imunohistokimia yang
menggunakan antibodi monoklonal.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit influensa A pada babi yang ringan akan dapat menjadi parah
karena penyakit lain seperti Pseudorabies (Aujeszky's disease), Haemophillus
parasuis, Mycoplasma hyopneumonia, Actinobacillus (H) pleuropneumonia atau
Pasteurella multocida. Keganasan dari infeksi influensa A babi dapat meningkat
pula bersamaan dengan adanya infestasi cacing paru-paru, migrasi larva ascaris
melalui paru-paru dan serbuan bakteria sekunder. Pada beberapa kasus penyakit
mirip influensa (influenza-like illness), tidak dibarengi terisolasinya virus
influensa babi ataupun organisme lain, juga terlihat adanya gejala klinis yang
sama. Hasil observasi lapangan diperkirakan bahwa terdapat kemungkinan adanya
8
hubungan virus influensa babi (SIV) dengan porcine respiratory coronavirus
(PRCV) pada letupan penyakit pernafasan. Pada observasi di tingkat laboratorium
gambaran klinik akan terlihat lebih parah apabila berbarengan dengan penyakit
PRCV. Adanya suhu tubuh yang lebih tinggi dari pada infeksi tunggal, juga akan
terlihat bersin dan batuk pada infeksi ganda PRCV dan babi yang terinfeksi H3N2
(LANZA et al., 1992). Sedangkan gejala demam, dispnu, pernafasan perut, batuk
yang terus menerus dilaporkan merupakan kombinasi penyakit porcine
reproductive and respiratory syndrome (PRRS) dan SIV (REETH et al., 1996).
2.1.6 PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN
Bagaimana mencegah penularan? Hindari berdekatan dengan orang yang nampak tidak sehat dan sedang
demam dan batuk-batuk. Jangan mencium tangan penderita dan juga saling berbagi makanan serta
peralatan makan. Tutuplah hidung dan mulut Anda ketika sedang batuk atau bersin dengan
tisu dan segera buang setelah memakainya. Sangat penting untuk sering-sering mencuci tangan dengan sabun dan air
bersih untuk mencegah penyebaran virus dari tangan Anda ke wajah atau ke orang lain.
Bersihkan permukaan dari barang-barang yang ada di rumah seperti sering membersihkan pegangan pintu menggunakan produk pembersih yang ada seperti sabun, deterjen atau lebih baik lagi dengan alkohol.
Jika merawat seseorang yang menunjukkan gejala seperti sakit flu, Anda harus menggunakan masker untuk menutupi hidung dan mulut untuk mengurangi resiko tertular.
Buatlah agar sinar matahari bisa memasuki ruang dalam rumah, kantor, dan ruang-ruang tertutup lainnya agar virus segera mati terbakar.
Begitu terserang demam mendadak, batuk-batuk, sakit kepala, sakit pada otot dan sendi, segera hubungi dokter untuk pemeriksaan selanjutnya.
Hindari perubahan suhu mendadak yang bisa menyebabkan kondisi tubuh menjadi tidak stabil sehingga mudah kena flu.
Perkuat tubuh Anda dengan makan buah-buahan dan sayuran yang kaya vitamin A dan C.
Terapkan hidup yang sehat dengan tidur yang cukup, makan makanan bergizi dan rajinlah berolahraga.
Jauhi daerah yang sudah terkontaminasi virus tersebut. Jangan merokok di tempat tertutup atau di dekat anak-anak, orang tua atau
pasien.
9
Berikut langkah yang bisa kita ambil agar terhindar dari penyakit Flu babi yang berbahaya.
Memakai masker jika hal tersebut memang diperlukan. Tidak melakukan kontak langsung dengan para penderita Flu babi atau
hewan yang terkena flu babi Sesering mungkin selalu membersihkan tangan dengan sabun atau obat antiseptic
lainnya
Pengobatan
Apakah sudah ada vaksinnya?
Masih belum jelas seberapa efektif vaksin flu yang sudah ada sekarang
terhadap strain baru sekarang, karena ada perbedaan secara genetika dengan strain
flu lain. Satu vaksin baru sedang dikerjakan oleh para ilmuwan di Inggris dan
Amerika, tetapi butuh berbulan-bulan untuk menyempurnakannya dan
memproduksinya dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kemungkinan
adanya permintaan yang sangat besar.
Sebuah vaksin sudah digunakan untuk melindungi manusia dari flu babi
jenis tertentu yang terjadi di Amerika pada tahun 1976. Akan tetapi vaksin ini
menyebabkan efek samping yang serius, termasuk perkiraan munculnya 500 kasus
sindrom Guillain-Barré. Lebih banyak korban yang ditimbulkan vaksin ini
daripada penyakitnya sendiri.
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk penyakit influensa. Hanya saja
pengobatan dengan antibiotika seperti dengan penisilin, sulfadimidin atau
mungkin antibiotik yang berspektrum luas dapat menghadang infeksi bakteri
dalam mencegah infeksi sekunder. Pengamanan yang sangat penting adalah tidak
membuat stres hewan, seperti dengan membuat bersih lingkungan yang bebas dari
debu dan menjaga hewan jangan sampai berdesakan, memperbaiki system
kandang seperti alas yang baik, memberikan air minum yang banyak dan bersih
(BLOOD dan RADOSTITS, 1989). Usaha pengendalian dalam mengantisipasi
datangnya penyakit, terutama pada sekumpulan atau kelompok ternak sangat sulit,
karena sekali penyakit datang, sangat sedikit sekali yang dapat dikerjakan.
Penyakit dengan sangat cepat menulari babi yang lain. Hewan yang
sembuh biasanya hanya dapat tahan atau kebal sampai 3 bulan (EASTERDAY,
10
1972). RWEYEMAMU, 1970 melaporkan bahwa vaksin inaktif yang berasal dari
unggas dengan menggunakan adjuvan sudah mulai digunakan, namun oleh karena
adanya perbedaan antigenic maka harus dipikirkan kemungkinan penggunaan
vaksin lain yang mengandung strain virus yang didapat dari daerah terkena.
Pencegahan penyakit influensa babi yang telah dicoba dengan perlakuan vaksinasi
dilaporkan oleh TAYLOR (1986). Dua dosis vaksin oil adjuvan (SuvaxynFlu-3,
Duphor) yang diaplikasikan dengan jarak pemberian 3 minggu. Cara ini banyak
digunakan di Eropa dengan tujuan untuk melindungi dari penyakit dengan gejala
dan penurunan produksi. Vaksin tersebut mengandung A/Swine Ned/25/80 yang
dapat melindungi terhadap serangan virus Eropa H1N1 dan A/Port Chalmers/1/73
yang akan melawan hampir seluruh virus strain H3N2. Sementara itu vaksin
A/Philippines/2/82 berguna untuk melindungi babi terhadap virus dari strain
Bangkok H3N2.
Sedangkan Maxi VacTM FLU merupakan vaksin inaktif, oil adjuvant
H1N1 yang diaplikasikan pada babi umur 4-5 minggu, kemudian di vaksin ulang
setelah 2-3 minggu kemudian. Perlakuan dapat menekan gejala klinis batuk dan
anoreksia. Penyembuhan dilakukan secara simptomatis dan pengobatan dengan
antimikrobial untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Babi harus dipelihara
dalam keadaan sanitasi yang baik, kondisi kandang yang memadai dan eradikasi
cacing askaris dan cacing paru-paru. Desinfektan dapat digunakan untuk
melindungi hewan dari serangan kutu. Pada kasus-kasus penyakit yang dilakukan
eradikasi, juga harus dilaksanakan pengurangan populasi dan restocking
2.2 PENYAKIT TETANUS
2.2.1 PENGERTIAN
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang
disebabkan oleh Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa
gangguan kesadaran dan merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa
Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini
11
menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya
punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan paralisis pernapasan.
2.2.2 ETIOLOGI (CIRI DARI CLOSTRIDIUM TETANI)
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Division : Firmicutes
Class : Clostridia
Order : Clostridiales
Family : Clostridiaceae
Genus : Clostridium
Species : Clostridium tetani
Clostridium tetani adalah jenis bakteri berbentuk batang lurus,
langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Bakteri ini
membentuk eksotoksin yang disebut tetanospasmin. Kuman ini terdapat di tanah
terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang. Clostridium tetani
termasuk bakteri gram positif anaerobic berspora, mengeluarkan eksotoksin.
Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin.
Tetanospaminlah yang dapat menyebabkan penyakit tetanus. Perkiraan dosis
mematikan minimal dari kadar toksin (tenospamin) adalah 2,5 nanogram per
kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70 kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase, tidak
memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif. Spora dari
Clostridium tetani resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis.
Sporanya juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama
10–15 menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya.
12
2.2.3 PATOGENESIS
Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk
vegetatif bila ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan
yang rendah. Kuman ini dapat membentuk metalo-exotosin tetanus, yang
terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin. Gejala klinis timbul sebagai
dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta
syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah
masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi,
kemudian ke kornu anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap
susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut berupa gangguan terhadap inhibisi
presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter inhibisi yaitu GABA
dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan dimulai
pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin
masuk ke sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas,
otot-otot bergaris pada dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin
mencapai korteks cerebri, penderita akan mulai mengalami kejang umum yang
spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga
terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal,
saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi,
gangguan irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat
gangguan saraf otonom, yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah
meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan
pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus
dikenali dan dikelola dengan teliti.
Cara Penularan
Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit
infeksi yang penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang
masih tinggi . Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan
13
kematian. Bakteri ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang. Infeksi
ini muncul (masa inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka yang dalam dan
sempit sehingga terjadi suasana anaerob. Clostridium tetani berkembang biak
memproduksi tetanospasmin suatu neurotoksin yang kuat. Toksin ini akan
mencapai system syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian anterior
spinal cord.
Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium
tetani sehingga harus mendapatkan perawatan khusus adalah:
a) Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas
b) Luka baker tingkat 2 dan 3
c) Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya
d) Luka-luka di bawah kuku
e) Ulkus kulit yang iskemik
f) Luka bekas suntikan narkoba
g) Bekas irisan umbilicus pada bayi
h) Endometritis sesudah abortus septic
i) Abses gigi
j) Mastoiditis kronis
k) Ruptur apendiks
l) Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja
2.2.4 GEJALA KLINIS
Gejala klinik yang dominan adalah kekakuan otot bergaris yang disusul
dengan kejang tonik dan klonik. Masa inkubasi 5-14 hari, period of onset (waktu
antara gejala pertama sampai timbul kejang pertama) yang pendek dapat dijadikan
14
indikator tetanus berat dengan berbagai penyulit.
Gejala awal adalah trismus; pada neonatus tidak dapat/sulit menetek, mulut
mencucu. Pada anak besar berupa trismus, akibat kekakuan otot masseter. Disertai
dengan kaku kuduk, risus sardonikus (karena kekakuan otot mimik, opistotonus,
perut papan. Selanjutnya dapat diikuti kejang apabila dirangsang atau menjadi
makin berat dengan kejang spontan, bahkan pada kasus berat terjadi status
konvulsivus. Spasme larynx merupakan penyebab kematian yang sering dijumpai,
bronchopneumonia akibat kekakuan rongga dada, gagal nafas nafas dan status
konvulsivus.
Perubahan derajat berat penyakit dapat terjadi sangat cepat, sehingga
seringkali memerlukan perubahan dosis antikonvulsan yang sesuai dengan
perjalanan klinik. Penilaian klinis yang menitik beratkan pada perbedaan jenis
kejang, dapat dilakukan oleh paramedik, sehingga perubahan dosis dapat
dilakukan lebih cepat dan tepat.
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-
2 hari dan kadang lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk
prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium
tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan
permulaan penyakit; makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang.
Penyakit ini khas dengan adanya tonik pada otot seran lintang, biasanya dimulai
dari daerah sekitar perlukaan, kemudian otot-otot pengunyahan, sehingga akan
mengalami kesukaran dalam mengunyah mulut.
Secara bertahap kejang tersebut akan melibatkan semua otot seran lintang
sehingga akan terjadi kejang tonik. Adanya ransang dari luar dapat memacu
timbulnya kekejangan. Kesadaran penderita tetap baik dan penyakit terus
berlanjut. Kematian biasanya terjadi akibat kegagalan fungsi pernafasan, yang
umumnya 50%.
2.2.5 DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas.
Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali
mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat kecil
15
dan sulit dikenal kembali oleh penderita sekalipun. Diagnosis tetanus dapat
diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :
1.Gejala klinik:
- Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur: C. tetani (+).
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
2.2.6 PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik
tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih
lanjut. Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan
kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit
dan ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai
berat, mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.
Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk
membuang kotoran, dipasang kateter. Penderita sebaiknya berbaring bergantian
miring ke kiri atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya
pneumonia.
Untuk mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan
untuk mengendalikan tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus
diberikan vaksinasi lengkap karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan
terhadap infeksi berikutnya.
Derajat penyakit
Derajat I (tetanus ringan)
Trismus ringan sampai sedang
16
Kekakuan umum: kaku kuduk, opistotonus, perut papan
Tidak dijumpai disfagia atau ringan
Tidak dijumpai kejang
Tidak dijumpai gangguan respirasi
Derajat II (tetanus sedang)
Trismus sedang
Kekakuan jelas
Dijumpai kejang rangsang, tidak ada kejang spontan
Takipneu
Disfagia ringan
Derajat III (tetanus berat)
Trismus berat
Otot spastis, kejang spontan
Takipne, takikardia
Serangan apne (apneic spell)
Disfagia berat
Aktivitas sistem autonom meningkat
Derajat IV (stadium terminal), derajat III ditambah dengan
Gangguan autonom berat
Hipertensi berat dan takikardi, atau
Hipotensi dan bradikardi
Hipertensi berat atau hipotensi berat
Penatalaksanaan
1. Antibiotik (penisilin prokain, ampisilin, tetrasiklin, metronidazol,
eritromisi Bila terdapat sepsis/ pneumonia dapat ditambahkan sefalosporin.
2. Netralisasi toksi
17
Anti tetanus serum (ATS), dilakukan uji kulit lebih dulu.
Bila tersedia, dapat diberikan human tetanus immunoglobulin (HTIG)
3. Anti konvulsan (diazepam).
4. Perawatan luka atau port d’entree dilakukan setelah diberi antitoksin dan
anti-konvulsan
5. Terapi suportif
Bebaskan jalan napas
Hindarkan aspirasi dengan mengisap lendir perlahan-lahan dan
memindah-mindahkan posisi pasien
Pemberian oksigen
Perawatan dengan stimulasi minimal
Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila trismus berat dapat dipasang
sonde nasogastrik
Bantuan napas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum
Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit
Tetanus ringan dan sedang
- Diberikan pengobatan tetanus dasar.
Tetanus sedang
- Terapi dasar tetanus.
- Perhatian khusus pada keadaan jalan napas (akibat kejang dan aspirasi).
- Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.
Tetanus berat
Terapi dasar seperti di atas
Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi dan ventilator.
Keseimbangan cairan dimonitor secara adekuat.
18
Apabila spasme sangat hebat, berikan pankuronium bromida 0,02 mg/kg
IV, diikuti 0,05 mg/kg/kali, diberikan tiap 2-3 jam.
Apabila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker
seperti propranolol/a dan b- blocker labetalol.
PENCEGAHAN
I. Imunisasi aktif
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6
minggu, ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun.
II. Pencegahan pada luka
1. Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang.
2. Luka ringan dan bersih
Imunisasi lengkap: tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin
Imunisasi tidak lengkap: imunisasi aktif DPT/DT.
3. Luka sedang/berat dan kotor
Imunisasi (-)/tidak jelas: ATS 3000-5000 U, IV, tetanus imunoglobulin
250-500 U. Toksoid tetanus pada sisi lain.
munisasi (+), lamanya sudah >5 tahun: ulangan toksoid, ATS 3000-5000
U, IV, tetanus imunoglobulin 250-500 U.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
19
Penyakit influensa babi adalah penyakit yang dapat menular ke manusia
disebabkan oleh virus influensa tipe A, sub tipe H1N1, H1N2 dan H3N2, sampai
saat ini belum terbukti ada di Indonesia.
Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut dan fatal yang disebabkan
oleh Clostridium tetani dengan tanda utama spasme tanpa gangguan kesadaran
dan merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi sistem
urat saraf dan otot.
3.2 Saran
Penyakit influensa babi harus selalu diwaspadai dengan banyaknya
penyakit baru yang menyerang babi dan telah terdeteksi di Indonesia. Demikian
juga dengan merebaknya penyakit influensa unggas di Indonesia,
sehingga dalam mencegah dan menghindari penyakit influensa babi tersebut,
harus dilaksanakan tata cara dan pelaksanaan pemeliharaan babi secara baik.
Kandang babi harus diisolasi dan dipelihara jauh dari perkandangan unggas
maupun perumahan penduduk, tambahan pula biosekuritas harus dilaksanakan
secara ketat karena sangat penting dalam menjaga penularan virus.
Pengamanan yang sangat penting adalah tidak membuat stres hewan,
seperti dengan membuat bersih lingkungan yang bebas dari debu dan menjaga
hewan jangan sampai berdesakan, memperbaiki system kandang seperti alas yang
baik, memberikan air minum yang banyak dan bersih.
Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Berhati-hatilah jika kita berada di
tempat tersebut, contohnya dengan menggunakan sandal. Tempat masuknya
kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan
kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Entjang, Indan. 2003.MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI UNTUK
AKADEMI KEPERAWATAN. Citra Aditya Bakti:Bandung
20
Syahru, rachman, Agus. 1993. BUKU AJAR MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN.
Binarupa Aksara: Jakarta
www.wikipedia.org
www.klikdokter.com
www.pediatrik.com
www.tibereas.or.id
www.tanyadokter.com
www.medicastore.com
www.dakiunta.com
www.kapanlagi.com
VIRUS INFLUENZA A dan CLOSTRIDIUM
TETANI serta PENYAKIT YANG
DITIMBULKAN
21
Disusun Oleh:
Kelompok 3
1. Eko Prasetya A. (08600016)
2. Faridatul Istibsaroh (08600019)
3. Khoirul Abidin (08600026)
4. Mufidatus Solihah (08600037)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA2009
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “ VIRUS INFLUENZA
22
A DAN CLOSTRIDIUM TETANI SERTA PENYAKIT YANG
DITIMBULKAN “ ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memberikan penjelasan secara
lengkap dan pengetahuan tentang jenis bakteri penyebab penyakit tetanus dan
virus penyebab flu babi (swine flu).
Dalan penyelesaian makalah ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terutamanya teman-teman dari
kelompok 3.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna, maka saran dan
kritik dari pembaca sangat diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat kepada
seluruh lapisan masyarakat.
Surabaya, Juni 2009
Kelompok 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. ....................................................................................i
DAFTAR ISI. ...................................................................................................ii
23
BAB I PENDAHULUAN. ...............................................................................1
1.1. Latar Belakang. ....................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah. ...............................................................................1
1.3. Tujuan. .................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN. ................................................................................3
2.1 Penyakit Flu Babi ( Swine Flu ). ................................................................3
2.1.1 Pengertian. ........................................................................................3
2.1.2 Etiologi. .............................................................................................3
2.1.3 Patogenesis.........................................................................................4
2.1.4 Gejala Klinis. ....................................................................................4
2.1.5 Diagnosis. ..........................................................................................7
2.1.6 Pengobatan dan Pencegahan. ............................................................9
2.2 Penyakit Tetanus. .......................................................................................11
2.2.1 Pengertian. ........................................................................................11
2.2.2 Etiologi. .............................................................................................12
2.2.3 Patogenesis. .......................................................................................13
2.2.4 Gejala Klinis. ....................................................................................15
2.2.5 Diagnosis. ..........................................................................................16
2.2.5 Pengobatan dan Pencegahan. ............................................................16
BAB III PENUTUP. ........................................................................................20
3.1 Kesimpulan. ...............................................................................................20
3.2 Saran. .........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA. .....................................................................................21
24