Makalah ushul fiqih_kel.1

26
6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, Ushul Fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat. Dan di masa Rasulullah SAW, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum- hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah SAW lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an, atau melalui sunnah beliau SAW. Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di antara mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. (Abu Zahro : 12 ). Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al-Aimmat Al- Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas beragam bentuknya. Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Transcript of Makalah ushul fiqih_kel.1

Page 1: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu Ushul Fiqh tumbuh

dan berkembang dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Sunnah, Ushul Fiqh

tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman

Rosulullah dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqih, seperti

ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah sahabat. Dan

di masa Rasulullah SAW, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu

dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung

merujuk kepada Rasulullah SAW lewat penjelasan beliau mengenai Al-Qur’an,

atau melalui sunnah beliau SAW.

Pada masa tabi’in cara mengistinbath hukum semakin berkembang. Di

antara mereka ada yang menempuh metode maslalah atau metode qiyas di

samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah

mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konskuensi logis

dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu. (Abu Zahro :

12 ).

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau

pada masa Al-Aimmat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath

yang digunakan juga semakin jelas beragam bentuknya. Abu Hanifah misalnya

menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara Imam Malik berpegang pada

amalan mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad (Abu Zahro: 12).

Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah

SAW, sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami

perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan

dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu

disiplin ilmu tersendiri.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 2: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

1.2 RUMUSAN MASALAH

Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di

rumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah perkembangandan periodisasi Ushul Fiqh zaman Nabi,

Sahabat, dan tabi’in?

2. Bagaimana munculnya Ushul Fiqh?

3. Bagaimana aliran-aliran Ushul Fiqh?

4. Apa saja karya-karya ilmiah yang ada dalam perkembangan Ushul Fiqh?

1.3 TUJUAN

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka adapun

tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perkembangan dan periodisasi Ushul Fiqhpada

zaman Nabi, Sahabat, dan tabi’in

2. Untuk mengetahui proses munculnya Ushul Fiqh

3. Untuk mengetahui aliran-aliran Ushul Fiqh

4. Untuk mengetahui karya-karya ilmiah yang ada dalam Ushul Fiqh

BAB II

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 3: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH PERKEMBANGAN DAN PERIODISASI USHUL FIQH

2.1.1 Masa Nabi

Di zaman Rasulullah SAW sumber hukum Islam hanya dua, yaitu Al-Quran

dan Assunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu turunnya wahyu

yang menjelaskan hukum kasus tersebut. Apabila wahyu tidak turun, maka

Rauslullah SAW menetapkan hukum kasus tersebut melalui sabdanya, yang

kemudian dikenal dengan Hadits atau Sunnah.

Hal ini antara lain dapat diketahui dari sabda Rasulullah SAW sebagai

berikut : “Sesungguhnya saya memberikan keputusan kepada kamu melalui

pendapatku dalam hal-hal yang tidak diturunkan wahyu kepadaku.” (HR. Abu

Daud dari Ummu Salamah).

Hasil ijtihad Rasulullah ini secara otomatis menjadi sunnah bagi Umat

Islam. Hadits tentang pengutusan Mu’az Ibn Jabal ke Yaman sebagai qadi,

menunjukkan perijinan yang luas untuk melakukan ijtihad hukum pada masa

Nabi. Dalam pengutusan ini Nabi bersabda :

ب كتا ف تجد لم ن فا قال الله ب بكتا قض ا قال ؟ ء قضا لك ض عر ادا تقض كيفراى اجتهد قال الله ل سو ر سنة في تجد لم فان قال الله ل سو ر فبسنة قال الله؟

ير اللهكما ل رسو فق و لذي ا ا لحمد ا ا وقال صدره على الله ل رسو فضرب لو وال

الله ل سسو ضر“Bagaimana engkau (mu’az) mengambil suatu keputusan hukum terhadap

permasalahan hukum yang diajukan kepadamu? Jawab mu’az saya akan

mengambil suatu keputusan hukum berdasarkan kitab Allah (Al-Quran). Kalau

kamu tidak menemukan dalam kitab Allah?JawabMu’az, saya akan mengambil

keputusan berdasarkan keputusan berdasarkan sunnah Rasulullah. Tanya Nabi,

jika engkau tidak ketemukan dalam sunnah? Jawab Mu’az, saya akan berijtihad,

dan saya tidak akan menyimpang. Lalu Rasulullah menepuk dada Mu’az seraya

mengatakan segala puji bagi Allah yang telah memberi taufik utusan Rasulnya

pada sesuatu yang diridhai oleh Allah dan rasulnya.”

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 4: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Hadits ini secara tersurat tidak menunjukkan adanya upaya Nabi untuk

mengembangkan Ilmu Ushul Fiqh, tapi secara tersirat jelas Nabi telah

memberikan keluasan dalam mengembangkan akal untuk menetapkan hukum

yang belum tersurat dalam Al-Quran dan Sunnah.

Artinya dengan keluwesannya Nabi dalam melakukan pemecahan masalah-

masalah ijtihadiyah telah memberikan legalitas yang kuat terhadap para sahabat.

Dalam sebuah haditsnya yang mengandung kebolehan bagi manusia untuk

mencari solusi terhadap urusan-urusan keduniaan Rasulullah bersabda :

كم نيا د ر مو با علم ا نتم ا“Kamu lebih mengetahui tentang urusan duniamu.”

Dorongan untuk melakukan ijtihad itu tersirat juga dalam hadits Nabi yang

menjelaskan tentang pahala yang diperoleh seseorang yang melakukan ijtihad

sebagai upaya yang sungguh-sungguh dalam mencurahkan pemikiran baik hasil

usahanya benar atau salah.

Selain dalam bentuk anjuran dan pembolehan ijtihad oleh Nabi di atas, Nabi

sendiri pada dasarnya telah memberikan isyarat terhadap kebolehan melakukan

ijtihad setidak-tidaknya dalam bentuk qiyas sebagaimana dapat kita temukan

dalam hadits-haditnya sebagai berikut :

و يحج لم و احغ رضه ف كته ر اد ابى ان لله ا ل سو ر يا لت فقا خثيمية ة ا مر ا جات

ار سلم و عليه الله ل سو ر ل فقا ؟ عنه حج افا ضه لمر لة حا الر على يتمسك ال هو

يقض ان حق ا لله ا فدين قال نعم لت قا عنه اقتضيته دين بيك ا على ن كا لو ايت“Seorang wanita namanya Khusaimiah datang kepada Nabi dan bertanya, Ya

Rasulullah ayah saya seharusnya telah menunaikan haji, dia tidak kuat duduk

dalam kendaraan karena sakit, Apakah saya harus melakukan haji untuknya?

Jawab Rasulullah dengan bertanya bagaimana pendapatmu bila Ayahmu

mempunyai utang? Apakah engkau harus membayar? Perempuan itu menjawab,

Ya, Nabi berkata utang kepada Allah lebih utama untuk dibayar.”

Hadits ini menggambarkan upaya qiyas yang dilakukan oleh Nabi, yaitu

ketika seorang sahabat datang kepada Nabi yang menanyakan tentang keharusan

penunaian kewajiban ibadah haji bapaknya yang mengidap sakit, Nabi

menegaskan keharusan penunaiannya dengan melakukan pengqiyasan terhadap

pembayaran utang antara sesama manusia.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 5: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Ada satu hal yang perlu dicatat, kehadiran Nabi sebagai pemegang otoritas

tunggal dalam permasalahan-permasalahan hukum membuatNabi sangat berhati-

hati disatu pihak, dan terbuka dipihak lain. Sikap hati-hati yang ditempuh oleh

Nabi dalam rangka penerapan hukum Islam bidang ibadah. Penjelasan Nabi yang

berkaitan dengan ini cukup rinci. Wahyu memegang peranan sangat penting.

Sikap terbuka yang ditempuh oleh Nabi dalam upaya pengembangan hukum Islam

di bidang muamalah.

Berbeda dengan ibadah, dalam muamalah penjelasan Nabi lebih banyak

bersifat garis besar, sedangkan perincian dan penjelasan pelaksanaannya

diserahkan kepada manusia. Manusia dengan akal yang dianugerahkan

kepadanya diberi peranan lebih banyak. Artinya, ini pulalah salah satu faktor yang

ikut mendukung terhadap pertumbuhan ilmu ushul fiqh selanjutnya.

Dalam beberapa kasus, Rasulullah SAW juga menggunakan qiyas ketika

menjawab pertanyaan para sahabat. Misalnya ketika menjawab pertanyaan Umar

Ibn Khatab tentang batal atau tidaknya puasa seseorang yang mencium istrinya.

Rasulullah SAW bersabda :

“Apabila kamu berkumur-kumur dalam keadaan puasa, apakah puasamu batal?”

Umar menjawab:”Tidak apa-apa” (tidakbatal). Rasulullah kemudian bersabda

“maka teruskan puasamu.”(HR al-Bukhari, muslim, dan Abu Dawud).

Hadits ini mengidentifikasikan kepada kita bahwa Rasulullah SAW jelas

telah menggunakan qiyas dalam menetapkan hukumnya, yaitu dengan

mengqiyaskan tidak batalnya seseorang yang sedang berpuasa karena mencium

istrinya sebagaimana tidak batalnya puasa karena berkumur-kumur.

2.1.2 Pada Masa Sahabat

Memang, semenjak masa sahabat telah timbul persoalan-persoalan baru

yang menuntut ketetapan hukumnya. Untuk itu para sahabat berijtihad, mencari

ketetapan hukumnya. Setelah wafat Rasulullah SAW sudah barang tentu

berlakunya hasil ijtihad para sahabat pada masa ini, tidak lagi disahkan oleh

Rasulullah SAW, sehingga dengan demikian semenjak masa sahabat ijtihad sudah

merupakan sumber hukum.

Sebagai contoh hasil ijtihad para sahabat, yaitu : Umar bin Khattab RA tidak

menjatuhkan hukuman potong tangan kepada seseorang yang mencuri karena

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 6: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

kelaparan (darurat/terpaksa). Dan Ali bin Abi Thalib berpendapat bahwa wanita

yang suaminya meninggal dunia dan belum dicampuri serta belum ditentukan

maharnya, hanya berhak mendapatkan mut'ah. Ali menyamakan kedudukan

wanita tersebut dengan wanita yang telah dicerai oleh suaminya dan belum

dicampuri serta belum ditentukan maharnya, yang oleh syara' ditetapkan hak

mut'ah baginya, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah :

عوهن ومت فريضة لهن تفرضوا أو تمسوهن لم ما ساء الن قتم طل إن عليكم جناح ال

المحسنين على حقا بالمعروف متاعا قدره المقتر وعلى قدره الموسع علىArtinya :

"Tidak ada sesuatupun (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu

sebelum kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan

maharnya. Dan hendaklah kamu memberikan mut'ah (pemberian) kepada mereka.

Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin menurut

kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu

merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan." (Al-Baqarah :

236).

Dari contoh-contoh ijtihad yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, demikian

pula oleh para sahabatnya baik di kala Rasulullah SAW masih hidup atau setelah

beliau wafat, tampak adanya cara-cara yang digunakannya, sekalipun tidak

dikemukakan dan tidak disusun kaidah-kaidah (aturan-aturan)nya; sebagaimana

yang kita kenal dalam Ilmu Ushul Fiqh ; karena pada masa Rasulullah SAW,

demikian pula pada masa sahabatnya, tidak dibutuhkan adanya kaidah-kaidah

dalam berijtihad dengan kata lain pada masa Rasulullah SAW dan pada masa

sahabat telah terjadi praktek berijtihad, hanya saja pada waktu-waktu itu tidak

disusun sebagai suatu ilmu yang kelak disebut dengan Ilmu Ushul Fiqh karena

pada waktu-waktu itu tidak dibutuhkan adanya. Yang demikian itu, karena

Rasulullah SAW mengetahui cara-cara nash dalam menunjukkan hukum baik

secara langsung atau tidak langsung, sehingga beliau tidak membutuhkan adanya

kaidah-kaidah dalam berijtihad, karena mereka mengetahui sebab-sebab turun

(asbabun nuzul) ayat-ayat Al-Qur'an, sebab-sebab datang (asbabul wurud) Al-

Hadits, mempunyai ketazaman dalam memahami rahasia-rahasia, tujuan dan

dasar-dasar syara' dalam menetapkan hukum yang mereka peroleh karena mereka

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 7: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

mempunyai pengetahuan yang luas dan mendalam terhadap bahasa mereka sendiri

(Arab) yang juga bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dengan pengetahuan yang

mereka miliki itu, mereka mampu berijtihad tanpa membutuhkan adanya kaidah-

kaidah.

2.1.3 Pada Masa Tabi’in

Pada masa tabi'in, tabi'it-tabi'in dan para imam mujtahid, di sekitar abad II

dan III Hijriyah wilayah kekuasaan Islam telah menjadi semakin luas, sampai ke

daerah-daerah yang dihuni oleh orang-orang yang bukan bangsa Arab atau tidak

berbahasa Arab dan beragam pula situasi dan kondisinya serta adat istiadatnya.

Banyak diantara para ulama yang bertebaran di daerah-daerah tersebut dan tidak

sedikit penduduk daerah-daerah itu yang memeluk agama Islam. Dengan semakin

tersebarnya agama Islam di kalangan penduduk dari berbagai daerah tersebut,

menjadikan semakin banyak persoalan-persoalan hukum yang timbul. Yang tidak

didapati ketetapan hukumnya dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Untuk itu para

ulama yang tinggal di berbagai daerah itu berijtihad mencari ketetapan hukumnya.

Karena banyaknya persoalan-persoalan hukum yang timbul dan karena pengaruh

kemajuan ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang yang berkembang dengan

pesat yang terjadi pada masa ini, kegiatan ijtihad juga mencapai kemajuan yang

besar dan lebih bersemarak.

Dalam pada itu, pada masa ini juga semakin banyak terjadi perbedaan dan

perdebatan antara para ulama mengenai hasil ijtihad, dalil dan jalan-jalan yang

ditempuhnya. Perbedaan dan perdebatan tersebut, bukan saja antara ulama satu

daerah dengan daerah yang lain, tetapi juga antara para ulama yang sama-sama

tinggal dalam satu daerah.Kenyataan-kenyataan di atas mendorong para ulama

untuk menyusun kaidah-kaidah syari'ah yakni kaidah-kaidah yang bertalian

dengan tujuan dan dasar-dasar syara' dalam menetapkan hukum dalam berijtihad.

Demikian pula dengan semakin luasnya daerah kekuasan Islam dan

banyaknya penduduk yang bukan bangsa Arab memeluk agama Islam. Maka

terjadilah pergaulan antara orang-orang Arab dengan mereka. Dari pergaulan

antara orang-orang Arab dengan mereka itu membawa akibat terjadinya

penyusupan bahasa-bahasa mereka ke dalam bahasa Arab, baik berupa ejaan,

kata-kata maupun dalam susunan kalimat, baik dalam ucapan maupun dalam

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 8: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

tulisan. Keadaan yang demikian itu, tidak sedikit menimbulkan keraguan dan

kemungkinan-kemungkinan dalam memahami nash-nash syara'. Hal ini

mendorong para ulama untuk menyusun kaidah-kaidah lughawiyah (bahasa), agar

dapat memahami nash-nash syara' sebagaimana dipahami oleh orang-orang Arab

sewaktu turun atau datangnya nash-nash tersebut.

Dengan disusunnya kaidah-kaidah syar'iyah dan kaidah-kaidah lughawiyah

dalam berijtihad pada abad II Hijriyah, maka telah terwujudlah Ilmu Ushul

Fiqh.Dikatakan oleh Ibnu Nadim bahwa ulama yang pertama kali menyusun kitab

Ilmu Ushul Fiqh ialah Imam Abu Yusuf -murid Imam Abu Hanifah- akan tetapi

kitab tersebut tidak sampai kepada kita.

Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf, bahwa ulama yang pertama kali

membukukan kaidah-kaidah Ilmu Ushul Fiqh dengan disertai alasan-alasannya

adalah Muhammad bin Idris asy-Syafi'iy (150-204 H) dalam sebuah kitab yang

diberi nama Ar-Risalah. Dan kitab tersebut adalah kitab dalam bidang Ilmu Ushul

Fiqh yang pertama sampai kepada kita. Oleh karena itu terkenal di kalangan para

ulama, bahwa beliau adalah pencipta Ilmu Ushul Fiqh.

2.2 MUNCULNYA USHUL FIQHDAN TAHAPAN PERKEMBANGNYA

Secara garis besarnya, ushul fiqh dapat di bagi dalam tiga tahapan yaitu:

2.2.1 Tahap Awal (abad 3H)

Pada abad 3 H di bawah pemerintahan Abassiyah wilayah Islam semakin

meluas kebagian timur.khalifah-khalifah yang berkuasa dalam abad ini adalah :

Al-Ma'mun(w.218H), Al-Mu'tashim(w.227H), Al Wasiq(w.232H), dan Al-

Mutawakil(w.247H) pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah

dikalangan Islam yang dimulai dari kekhalifahan Arrasyid. salah satu hasil dari

kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan Islam ketika itu adalah

berkembangnya bidang fiqh yang pada giliranya mendorong untuk disusunya

metode berfikir fiqih yang disebut Ushul Fiqh.

Seperti telah dikemukakan, kitab Ushul Fiqh yang pertama-tama tersusun

seara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah karangan As-Syafi'i.

kitab ini dinilai oleh para ulama sebagai kitab yang bertnilai tinggi. Ar-Razi

berkata "kedudukan As-Syafi'i dalam ushul fiqh setingkat dengan kedudukan

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 9: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Aristo dalam ilmu Manthiq dan kedudukan Al-Khalil Ibnu Ahmad dalam ilmu Ar-

rud".

Ulama sebelum As-Syafi'i berbicara tentang masalah-masalah ushul fiqh

dan menjadikanya pegangan, tetapi mereka belum memperoleh kaidah-kaidah

umum yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syari'at dan cara

memegangi dan cara mentarjih kanya: maka datanglah Al-Syafi'i menyusun ilmu

ushul fiqih yang merupakan kaidah-kaidah umum yang dijadikan rujukan-rujukan

untuk mengetahui tingkatan-tingkatan dalil syar'I, kalaupun ada orang yang

menyusun kitab ilmu ushul fiqh sesudah As-Syafi;I, mereka tetap bergantung

pada Asy-Syafi'i karena Asy-Syafi'ilah yang membuka jalan untuk pertama

kalinya.

Selain kitab Ar-Risalah pada abad 3 H telah tersusun pula sejumlah kitab

ushu fiqh lainya. Isa Ibnu Iban (w.221H/835 M) menulis kitab Itsbat Al-Qiyas.

Khabar Al-Wahid, ijtihad ar-ra'yu. Ibrahim Ibnu Syiar Al-Nazham

(w.221H/835M) menulis kitab An-Nakl dan sebagainya.

Namun perlu diketahui pada umumnya kitab ushul-fiqh yang ada pada abad

3 h ini tidak mencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan

mencakup segala aspeknya kecuali kitab Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah

lah yang mencakup permasalahan-permasalahan ushuliyah yang menjadi pusat

perhatian Para Fuqoha pada zaman itu.

Disamping itu, pemikiran ushuliyah yang telah ada, kebanyakan termuat

dalam kitab-kitab fiqh, dan inilah salah satu penyebab pengikut ulama-ulama

tertentu mengklaim bahwa Imam Madzhabnya sebagai perintis pertama ilmu

ushul fiqh tersebut. Golongan Malikiyah misalnya mengklaim imam madzhabnya

sebagai perintis pertama Ushul Fiqh dikarenakan Imam Malik telah menyinggung

sebagian kaidah-kaidah ushuliyyah dalam kitabnya Al Muwatha. Ketika ia ditanya

tentang kemungkinan adanya dua hadits shoheh yang berlawanan yang datang

dari Rasulluloh pada saat yang sama, Malik menolaknya dengan tegas, karena ia

berperinsip bahwa kebenaran itu hanya terdapat dalam satu hadits saja

2.2.2 Tahap Perkembangan (abad 4 H)

Pada masa ini abad(4H) merupakan abad permulaan kelemahan Dinasty

abaSsiyah dalam bidang politik. Dinasty Abasiyah terpecah menjadi daulah-

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 10: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian

tidak berpengaruh terhadap perkembangan semangat keilmuan dikalangan para

ulama ketika itu karena masing-masing penguasa daulah itu berusaha memajukan

negrinya dengan memperbanyak kaum intelektual.

Khusus dibidang pemikiran Fiqh Islam pada masa ini mempunyai

karakteristik tersendiri dalam kerangka sejarah tasyri' Islam. Pemikiran liberal

Islam berdasarkan ijtihad muthlaq berhenti pada abad ini. mereka mengangagap

para ulama terdahulu mereka suci dari kesalahan sehingga seorang faqih tidak

mau lagi mengeluarkan pemikiran yang khas, terkecuali dalam hal-hal kecil saja,

akibatnya aliran-aliran Fiqh semakin mantap exsitensinya, apa lagi disertai

fanatisme dikalangan penganutnya. Hal ini ditandai dengan adanya kewajiban

menganut madzhab tertentu dan larangan melakukan berpindahan madzhab

sewaktu-waktu.

Namun demikian, keterkaitan pada imam-imam terdahulu tidak dikatakan

taqlid, karena masing-masing pengikut madzhab yang ada tetap mengadakan

kegiatan ilmiah guna menyempurnakan apa yang dirintis oleh para

pendahulunya.dengan melakukan usaha antara lain:

1. Memperjelas ilat-ilat hukum yang di istinbathkan oleh para imam

mereka mereka disebut ulama takhrij

2. Mentarjihkan pendapat-pendapat yang berbeda dalam madzhab baik

dalam segi riwayat dan dirayah.

3. Setiap golongan mentarjihkanya dalam berbagai masalah khilafiyah.

Mereka menyusun kitab al-khilaf.

Akan tetapi tidak bisa di ingkari bahwa pintu ijtihad pada periode ini telah

tertutup, akibatnya dalam perkembangan Fiqh Islam adalah sebagai berikut:

1. Kegiatan para ulama terbatas terbatas dalam menyampaikan apa yang

telah ada, mereka cenderung hanya mensyarahkan kitab-kitab

terdahulu atau memahami dan meringkasnya.

2. Menghimpun masalah-masalah furu yang sekian banyaknya dalam

uaraian yang sungkat

3. Memperbanyak pengandaian-pengandaian dalam beberapa masalah

permasalahan.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 11: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Keadaan tersebut sangat, jauh berbeda di bidang Ushul Fiqh. Terhentinya

ijtihad dalam Fiqh dan adanya usaha-usaha untuk meneliti pendapat-pendapat para

ulama terdahulu dan mentarjihkanya. Justru memainkan peranan yang sangat

besar dalam bidang ushul fiqh.

Sebagai tanda berembangnya ilmu ushul fiqh dalam abad 4 H ini ditandai

dengan munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karaya ulama-

ulama fiqh diantara kitab yan terekenal adalah:

1. Kitab Ushul Al-Kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubaidillah Ibnu

Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi (w.340H.)

2. Kitab Al –Fushul Fi-Fushul Fi-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali

Abu Baker Ar-Razim yang juga terkenal dengan Al-Jasshah (305H.)

3. Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh abu Muhammad Badr Ad-

Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.

Ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dalam perkembangan Ushul Fiqh

pada abad 4 H yaitu munculnya kitab-kitab Ushul Fiqh yang membahas Ushul

Fiqh secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa-masa

sebelumnya. Kalaupun ada yang membahas hanya kitab-kitab tertentu, hal itu

semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah

itu.

Selain itu materi berpikir dan penulisan dalam kitab-kitab yang ada

sebelumnya dan menunjukan bentuk yang lebih sempurna, sebagaimana dalam

kitab fushul-fi al-ushul karya abu baker ar-razi hal ini merupakan corak tersendiri

corak tersendiri dalam perkembangan ilmu Ushul Fiqh pada awal abad 4 H, juga

tampak pula pada abad ini pengaruh pemikiranyang bercorak filsafat, khususnya

metode berfikir menurut ilmu manthiq dalam ilmu Ushul Fiqih.

2.2.3 Tahap Penyempurnaan ( 5-6 H )

Kelemahan politik di Baghdad, yang ditandai dengan lahirnya beberapa

daulah kecil, membawa arti bagi perkembanangan peradaban dunia Islam.

Peradaban Islam tak lagi berpusat di Baghdad, tetapi juga di kota-kota seperti

Cairo, Bukhara, Ghaznah, dan Markusy. Hal itu disebabkan adanya perhatian

besar dari para sultan, raja-raja penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap

perkembangan ilmu dan peradaban.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 12: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Hingga berdampak pada kemajuan dibidang ilmu Ushul Fiqih yang

menyebabkan sebagian ulama memberikan perhatian khusus untuk mndalaminya,

antara lain Al-Baqilani, Al-Qhandi, abd. Al-jabar, abd. Wahab Al-Baghdadi, Abu

Zayd Ad Dabusy, Abu Husain Al Bashri, Imam Al-Haramain, Abd. Malik Al-

Juwani, Abu Humaid Al Ghazali dan lain-lain. Mereka adalah pelopor keilmuan

Islam di zaman itu. Para pengkaji ilmu keislaman di kemudian hari mengikuti

metode dan jejak mereka, untuk mewujudkan aktivitas ilmu ushul fiqih yang tidak

ada bandinganya dalam penulisan dan pengkajian keislaman, itulah sebabnya pada

zaman itu, generasi Islam pada kemudian hari senantiasa menunjukan minatnya

pada produk-produk ushul fiqih dan menjadikanya sebagi sumber pemikiran.

Dalam sejarah pekembangan ilmu Ushul Fiqh pada abad 5 H dan 6 H ini

merupakan periode penulisan Ushul Fiqh terpesat yang diantaranya terdapat kitab-

kitab yang mnjadi kitab standar dalam pengkajian ilmu Ushul Fiqh slanjutnya.

Kitab-kitab Ushul Fiqh yang ditulis pada zaman ini, disamping

mencerminkan adanya kitab Ushul Fiqh bagi masing-masing madzhabnya, juga

menunjukan adanya alioran Ushul Fiqh, yakni aliran hanafiah yang dikenal

dengan aliran fuqoha, dan aliran Mutakalimin

2.3 ALIRAN-ALIRAN USHUL FIQH

2.3.1 Aliran Syafi’iyah dan Jumhur Mutakalimin (Ahli Kalam)

Membangun usul fiqih secara teoritis murni tanpa dipengaruhi oleh

masalah-masalah cabang keagamaan. Dalam menetapkan kaidah,menggunakan

alasan yang kuat,baik dari dalil naqli/aqli,tanpa di pengaruhi masalah furu’

madzhab,sehingga kaidah ada kalanya sesuai dan sesuai dengan masalah furu’.

Permasalahan yang di dukung naqli dapat di jadikan kaidah.

Terlalu difokuskan pada masalah teoritis,sering tidak bisa menyentuh

permasalahan praktis. Aspek bahasa sangat dominan seperti penentuan tentang

tahsin (menganggap sesuatu itu baik dan dicapai akal atau tidak),dan taqbih

(menanggap sesuatu itu buruk dan dicapai akal atau tidak ). Biasanya berkaitan

dengan pembahasan tentang hakim (pembuat hukum syara) yang berkaitan pula

dengan masalah aqidah. Seringkali terjebak terhadap masalah yang tidak mungkin

terjadi dan terhadap kema’shuman Rosulallah SAW.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 13: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

Kitab : Ar-Risalah (Imam Asy-Syafi’i), Al-Mu’tamad (Abu Al-husain

muhammad ibnu Ali Al-Bashri), Al-Burhabn fi usul fiqih (Imam Al-Haramain Al-

Jawaini),Al-mankhul min ta’liqat Al-Ushul,Shifa Al-ghalil fi Bayan Asy-Syabah

wa Al-Mukhil wa Masalik At-Ta’lil,Al-Mushfa fi ilmi Al-Ushul (Imam Abu

Hamid Al-Ghazali).

2.3.2 Aliran Fuqaha (Ulama Madzhab Hanafi )

Karena dalam menyusun teorinya aliran ini banyak di pengaruhi oleh furu’

yang ada dalam mazhab mereka.

Berusaha untuk menetapkan kaidah-kaidah yang mereka susun terhadap

furu’ apabila sulit,mereka mengubah kaidah baru agar bisa diterapkan pada

masalah furu’ tersebut.

Kitab : Al-ushul (Imam Abu Hasan Al-karkhi), Al-ushul (Abu Bakar Al-

Jashshash),Ushul Al-sarakhsi (Imam Al-sarakhsi), ta’sis n-nazhar (Imam Abu

Zaid Al-Dabusi) dan Al-kasyaf Al-Asrar (Imam Al-Bazdawi).

Kitab-kitab ushul yang menggabungkan kedua teori :

1. At-tahrir disusun oleh kalam Ad-din Ibnu Al-Humam Al-Hanafi

(w.861 H)

2. Tanqih al-ushul ,disusun oleh Shadr Asy-Syari’ah (w.747.H)

3. Jam’u Al-Jawami , disusun oleh Taj Ad-din Abdul Al-Wahab As-

Subki Asy-Syafi’i (w.771 H)

4. Musallam Ats-tsubut, disusun oleh Muhibullah Ibnu Abd.Al-Syakur

(w.1119 H) (Ad-Dimasyqi : 42-43)

2.4 KARYA ILMIAH USUL FIQH

Aliran fuqaha, munculah nama-nama usuiy berikut karyanya, antara lain,

seperti di bawah ini. 1

1. Abu al-hasanUbaidillah al-Karakhi (w.340 H), dengan karyanya Risalt

al-Karakhi fi al Usul.

2. Abu Bakr Ahmad al- Jashhash (w.370), dengan karyanya al-Usul atan

Usul al-Jassas.

3. Abu Zayd Abdillah al-Dabusi (w.430), dengan karyanya taqwin al-

adilllah

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 14: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

4. Abu al- Hasan Ali al-Bazdawi (w.482), dengan karyanya Kanz al-

wusul ila Ma’rifat al-Usul

5. Abu Bakr Muhammad al-Sarkhasi (w.483), dengan karyanya al-Usul

atau Usul al-Sarkhasi

6. Abu al-Barakat Abdillah Hafizudddin al-Nasafi,( 710), dengan

karyanya Manar al-Anwar, yang kemudian diberi syarah oleh beliau

sendiri dengan judul Kasyf al-Asrar Syarh Manar al-Anwar.

Sementara dari aliran moderat-kompromistis, muncul pula nama-nama

usuliy berikut karyanya antara lain, seperti di bawah ini. 2

1. Muzhafaruddin Ahmad al-Hanafi (w.649H), populer dengan

panggilan Ibnu al-sa’ati, dengan karyanya Badi’al al-Nizam al-Jami’

bain al-Bazdawi wa al-Ihkam

2. Shadr al-Syari’ah Ubaidillah al-Hanafi (w. 747 H) dengan karyanya

al-tanqih. Kitab ini kemudian diberi syarah oleh Sa`duddin Mas1ud

al- Taftazani melalui karyanya al-Talwih Syarh al- tanqih.

3. Tajuddin al-Subki (w. 771 H), dengan karyanya Jam’al-Jawamu’.

4. Kamaluddin Muhammad al-Hanafi (w.861 H), populer dengan

panggilan al-kamal bin al-Hummam, dengan karyanya al-Tahri.

5. Muhibbuddin al-Bihari al-Hanafi (w.1119 H), dengan karyanya

Musallam al-Tsubut. Kitab ini kemudian diberi syarah oleh Abdul Ali

Muhammad al-Anshari melalui karyanya Fawatih al-Rahmat.

Varian lain dari aliran moderat-kompromistis ii ialah pola pikir yang

bertumpu pada takhrij al-furu ‘ala al-usul. Varian poapikir ini dimunculkan oleh

ulama usuliy kondang berikut karyanya, antara lain, yaitu sebagai berikut:3

1. Syihabudin Mahmud al-zanjani (w.656 H), dengan karyanya takhrij

al-Furu ‘ala al-Usul.

2. Abu Abdillah Muhammad al Maliki al-Tilimsani (w.771H), dengan

karyanya miftah al-Wusul ila Bina al-Furu ‘ala al-Usul.

3. Jamaluddin Abdurrahim al-Isnawi al-syafi’i (w.772H), al-Tamhid fi

Takhrij al-Furu ‘ala al-Usul.

4. Muhammad bin Abdillah al-Timirtasyi al-Hanafi (w.1004 H), dengan

karyanya al-Wusul ila Qawa’id al-Usul.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 15: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

5. Ali bin Muhammad Al-Hanbali (w. 803 H), populer dengan panggilan

Ibnu al-Lahham, dengan karyanya al-Qawa’id wa al-Fawai’id al-

Usuliyyah.

Demikian sebagian tokoh pemikir Ushul Fiqh berikut karyanya, yang lahir

mengiringi dinamika sejarah Ushul Fiqh, sebagai salah satu tonggak penting ilmu

syariah.

1. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li al-Fiqh wa Usulihi wa

al-Ittijahat Zaharat Fihina. Hlm. 205-207

2. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li al-Fiqh wa Usulihi wa

al-Ittijahat Zaharat Fihina. Hlm. 209-216

3. Lihat Musthafa Sa’id al-Khin, Dirasat Tarikhiyah li al-Fiqh wa Usulihi wa

al-Ittijahat Zaharat Fihina. Hlm. 209-216

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 16: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan :

1. Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman

Rasulullah SAW, Sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum

Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode

pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan

kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

2. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui

hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-

kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam

menggali dan menetapkan hukum maka disusunlah kitab Ushul Fiqh.

3. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan Ushul Fiqh merupakan salah

satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara. Dan menjabarkanya

kehidupan sosial yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali

pada abad ketiga hijriyah. Ushul Fiqh terus berkembang menuju

kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal abad 6H abad tersbut

merupakan abad keemasan penulisan ilmu Ushul Fiqh karena banyak

ulama yang memusatkan perhatianya pada bidang Ushul Fiqh dan

juga muncul kitab-kitab Fiqh yang menjadi standar dan rujukan untuk

Ushul Fiqh selanjutnya.

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I

Page 17: Makalah ushul fiqih_kel.1

6

DAFTAR PUSTAKA

Rahmat Syafi’i, Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung, 2007

Hasim Kamali, Muhammad, Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam, Pustaka

Pelajar Offset, 1996

Ushul Fiqh Kelompok 1/MTK-C/I