ushul fiiqh

58
STANDAR KOM PETENSI KOM PETENSI DASAR Memahami kaidah-kaidah ushul fiqih Menjelaskan macam-macam kaidah Ushul Fiqih dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari TANBIH Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan 17 KAIDAH- KAIDAH PELAJARAN 4

description

tugas MAN

Transcript of ushul fiiqh

Page 1: ushul fiiqh

STANDAR KOMPETENSI

KOMPETENSI DASAR

Memahami kaidah-kaidah ushul fiqih

Menjelaskan macam-macam kaidah Ushul Fiqih dan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari

TANBIH

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-

orang yang beriman.

Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba),

Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu.

dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu

pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)

dianiaya.(Q.S al Baqoroh /2:278-279)

IFTITAHSeorang mujtahid harus memahami nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. Berbagai

bentuk ungkapan hukum di dalamnya harus dikuasainya. Untuk itu ia dituntut untuk

17

KAIDAH-

KAIDAH

USHUL

PELAJARAN 4

Page 2: ushul fiiqh

menguasai gramatika bahasa Arab dan semestinya memahami maqasid syariahnya

(tujuan-tujuan syariah).

Dengan demikian dia dapat menentukan hukum syar’i secara tepat. Bentuk

paling banyak terdapat dalam nash adalah perintah dan larangan ( 48ه6ي و4الن 4م?ر= ?ال ا

) tetapi dalam konteks kalimat tertentu bentuk itu tidak selalu berarti berlaku hukum

halal dan haram. Maka disinilah pentingnya kita memahami materi amar dan Nahi.

Dalam kehidupan sehari-hari terkadang kita sulit memahami kata yang bersifat

umum / ‘am, tidak terikat / mutlaq, dan global / muradif. Tetapi juga sering

menjumpai kata-kata yang sudah jelas maknanya, tegas, dan terbatas. Kata-kata itu

dalam ilmu ushul fiqih disebut khash, muqayyad, dan musytarak. Kita perlu

mempelajari lebih cermat agar dapat menentukan dengan tepat kata-kata tersebut.

Begitu juga kita sering menemui ungkapan-ungkapan yang dapat kita pahami secara

tersurat dan tersirat. Yang tersirat inilah yang membutuhkan kecerdasan emosional

untuk memahami secara benar. Dalam ilmu ushul fiqih inilah yang disebut mantuq

dan mafhum.

Di akhir materi, kita akan belajar tentang nasikh dan mansukh. Untuk lebih

memahami semuanya, simaklah dengan sekasama materi berikut ini.

18

Page 3: ushul fiiqh

A. AMAR DAN NAHI ( 48ه6ي و4الن 4م?ر= ?ال ( ا

1. AMAR ( 4 4م?ر= ?ال ( ا

1. Pengertian Amar ( 4 4م?ر= ?ال ( اAmar menurut bahasa berarti perintah, sedangkan menurut istilah :

4م?ر= ?ف6ع?ل6 ط4ل4ب= اال 4ع?ل4ى م6ن4 ال 6ل4ى اال 4ى ا 4د?ن اال“Amar adalah perkataan meminta kerja dari yang lebih tinggi

tingkatannya kepada yang lebih rendah.”

Amar adalah suatu lafal yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi

kedudukannya kepada orang yang lebih rendah derajatnya agar melakukan

suatu perbuatan. Begitu juga perintah Allah SWT kepada manusia.

2. Bentuk-Bentuk Amar dan Contohnya

Tidak semua amar ditunjukkan dalam kata (kalimat) imperatif. Untuk

mengetahui bentuk amar dalam bahasa Arab, ada beberapa bentuk kata

yang telah dirumuskan oleh ahli bahasa sebagai lafal yang menunjukkan

makna perintah. Bentuk-bentuk tersebut adalah sebagai berikut :

1) Fi’il Amar

Contoh :

“Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (QS Al-Baqarah/2 : 43)

2) Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar : ولتكن

Contoh :

“Dan hendaklah diantara kamu yang menyeru kepada kebajikan,

menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.”

(QS : Ali Imron /3: 104)

3) Isim Fi’il Amar

Contoh :

Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang

sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu Telah

mendapat petunjuk… (Q.S. Maidah /5:105)

4) Isim Masdar pengganti fi’il

19

Page 4: ushul fiiqh

misal kata : = berbuat baiklahContoh :

“Dan kepada kedua orang tuamu berbuat baiklah.” (QS Al-Baqarah/2 :

83)

5) Kalimat Berita (Kalam Khabar) bermakna Insya

Contoh :

4ص?ن4 ب 4ر4 4ت ه6ن8 ي ?ف=س6 4ن 6ا ب“Hendaklah menahan dirinya.” (QS Al-Baqarah/2 : 228)

6) Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintah

4ا ب , و4ج4 4ب4 4ت , ك ,ف4ر4ض4 م44ر44 أ

Contoh :

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa,

sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar

kamu bertakwa.” (QS al-Baqarah/2 : 183)

3. Kaidah-Kaidah Amar dan Maknanya

a) Kaidah pertama

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال ?و=ج=و?ب6 اال 6ل ل

“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”

Tetapi jika ada qarinah yang dapat mengalihkan lafadz Amar itu dari

arti wajib kepada arti yang lain, maka hendaklah dialihkan kepada arti

lain sesuai yang dikehendaki oleh qarinah tersebut, antara lain sebagai

berikut :

a) Nadb 8د4ب 4لن artinya sunah atau anjuran ا

Contoh :

“Maka hendaklah kamu buat perjanjian mukatabah dengan

mereka bila kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka.” (QS

an-Nur/24 : 33)

b) Irsyad =اد ش4 6?ر? 4ال artinya membimbing atau memberi petunjuk ا

Contoh :

20

Page 5: ushul fiiqh

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berhutang sampai

masa yang ditetapkan, hendaklah kamu menulisnya.” (QS-Al-

Baqarah/2 : 282)

c) Do’a (الدعاء) artinya permohonan

Contoh :

“Wahai Tuhan kami, Berilah kami kebajikan di dunia dan

kebajikan di akhirat.” (QS Al-Baqarah/2 : 201)

d) Ibahah (االباحة) artinya membolehkan

Contoh :

“Makan dan minumlah kamu …” (QS Al-Baqarah/2 : 187)

e) Tahdid (التهديد) artinya mengecam

Contoh :

“Kerjakanlah sekehendakmu” (QS. Fushilat/41 : 40)

f) Ta’jiz (التعجيز) artinya melemahkan

Contoh :

“Buatlah satu surat (saja) yang semisal dengan al-Qur’an itu.”

(QS Al-Baqarah/2 : 23)

g) Ikram (االكرام ) artinya menghormat

Contoh :

“Masuklah ke dalamnya (syurga) dengan sejahtera dan aman”

(QS AL-Hijr /15: 46)

h) Tafwidl ( التفويض ) artinya menyerah

Contoh :

“Putuskanlah apa yang hendak kamu putuskan.” (QS Thaha/20 :

72 )

i) Talhif ( التلهيف) artinya menyesal

Contoh :

“Katakanlah (kepada mereka)! Matilah kamu karena

kemarahanmu itu” (QS Ali Imran/3 : 119)

21

Page 6: ushul fiiqh

j) Takhyir (التخيير) artinya memilih

Contoh :

اء4 م4ن? ?خ4ل? ش4 4ب ?ي اء4 م4ن? و4 ف4ل د? ش4 4ج6 6ى ف4لي ان 4mm4ف =م? ك ذ4اك 4mmع6 ع4ن? ن ?mmج4م6ي

الخ6ط4اب6“Barang siapa kikir, kikirlah, siapa mau bermurah hati,

perbuatlah. Pemberian Tuhan mencukupi kebutuhan saya.” (Syair

Bukhaturi kepada raja)

k) Taswiyah (التسوية) artinya persamaan

Contoh :

=و?ه4ا ل =د?خ= وا ا 6ر= 4و? ف4اص?ب 4 ا وا ال 6ر= 4ص?ب ت“Masuklah ke dalamnya (neraka) maka boleh kamu sabar dan

boleh kamu tidak sabar, itu sama saja bagimu.” (QS Thaha/20 :

16)

b) Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan

a) Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak menghendaki berulang-

ulang

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4 اال 4ض6ى ال 4ق?ت ار ي ?ر4 6ك الت“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-

ulangnya pekerjaan yang dituntut.”

Misalnya :

“Dan sempurnakanlah ibadah Haji dan Umrah karena Allah.”

(QS Al-Baqarah/2 : 196)

Perintah haji dan Umrah tidak wajib dikerjakan berulang kali,

tetapi cukup sekali saja, karena suruhan itu hanya menuntut kita

untuk melaksanakannya.

b) Amar (perintah) itu menghendaki berulang-ulang

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4ض6ى اال 4ق?ت ار ي ?ر4 6ك 4ان6 م4ع4 الع=م?ر6 م=د8ة4 الت 6م?ك اال “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya

perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama

hidup.”

Misalnya :

“Jika kamu berjunub maka mandilah.” (QS Al-Maidah/5 : 6)

ٲ

22

Page 7: ushul fiiqh

“Kerjakanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir” (QS Al-

Isra’ /17: 78)

c) Kaidah Ketiga

?ئ6 ي 6الش8 ب 4م?ر= 4م?ر| اال 6ه6 ا 6ل ائ 6و4س4 ب“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan

wasilahnya / perantara.”

Misalnya, perintah mendirikan shalat berarti perintah untuk berwudhu,

karena wudhu merupakan salah satu syarat sahnya shalat.

d) Kaidah Keempat

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4 اال 4ض6ى ال 4ق?ت الف4و?ر4 ي“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan

segera.”

Misalnya :

“Barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau sedang dalam

bepergian jauh, hendaklah mengqadha puasa itu pada hari yang lain.”

(QS Al-Baqarah/2 : 184)

Puasa Ramadhan yang ditinggalkan itu boleh ditunda mengerjakannya,

asal tidak melalaikan pekerjaan itu dan sebelum masuk Ramadhan

berikutnya.

e) Kaidah Kelima

4م?ر= 4ع?د4 اال 8ه?ي6 ب ?د= الن =ع6ي ة6 ي 4اح4 االب“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

Misalnya :

?ت= =ن =م? ك =ك ?ت 4ه4ي ة6 ع4ن? ن 4ارر4 =و?ر6 ز6ي 4 الق=ب 4ال ه4ا ا و?ر= ف4ز=“Dahulu aku melarang kamu menziarahi kubur, sekarang

berziarahlah.” (HR Muslim)

“Dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, berburulah.”

(QS Al-Maidah/5 : 2)

Berdasarkan dua uraian tersebut, dapat dijelaskan bahwa perintah

setelah larangan itu hukumnya mubah tidak wajib, seperti berziarah

kubur dan berburu setelah ibadah haji.

23

Page 8: ushul fiiqh

2. NAHI ( 8ه6ي ( النa. Pengertian Nahi (larangan)

Nahi menurut bahasa berarti mencegah atau melarang, sedangkan menurut

istilah :

4ه?ي= ك6 ط4ل4ب= ه=و4 الن 8ر? 4ع?ل4ى م6ن4 الت 6ل4ى اال 4ى ا 4د?ن اال

“Larangan ialah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang yang

lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.”

Jumhur Ulama’ sepakat bahwa pada asalnya nahi itu menghasilkan hukum

haram, karena semua bentuk larangan dapat dikatakan akan mendatangkan

kerusakan. Contohnya, larangan merusak alam, larangan berzina, larangan

berlaku riba, dan sebagainya. Jika larangan-larangan ini dilanggar,

kerusakan dan kemusnahan kehidupan manusia jualah akibatnya.

b. Bentuk-Bentuk Nahi dan Contohnya

Pernyataan yang menunjukkan larangan itu ada beberapa bentuk, yaitu

sebagai berikut :

1) Fi’il Mudhari yang didahului dengan “la nahiah” / lam nahi =

janganlah

“Dan jangan engkau memakan harta saudaramu dengan cara batil.”

(QS Al-Baqarah/2 : 188)

“Janganlah engkau berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS Al-

Baqarah/2 : 11)

2) Lafadz-lafadz lain yang memberikan pengertian haram atau perintah

meninggalkan perbuatan / suatu larangan.

Misalnya :

4ه4ى, د4ع?, ذ4ر? , ن ك? ?ر= =ت , ا 6ح?ذ4ر? , ا م4 ح4ر8

“Diharamkan bagi kamu ibu-ibumu dan anak-anak perempuanmu.”

(Qs An-Nisa’ /4: 23)

Ðan dilarang dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS An-Nahl/16 :90)

c. Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya

1) Kaidah Pertama

4ص?ل= 4ه?ي6 ف6ى اال 6 الن ?م 4ح?ر6ي 6لت ل

24

Page 9: ushul fiiqh

“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”

Misalnya :

“Dan janganlah kau mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu

adalah perbuatan keji dan sejelek-jeleknya jalan.” (QS Al-Isra’/4 : 32)

Akal yang sehat dapat memahami secara pasti tentang keharusan

meninggalkan sesuatu yang dilarang, seperti “perbuatan zina” sehingga

perbuatan zina itu hukumnya haram. Kadang-kadang nahi (larangan)

digunakan untuk beberapa arti (maksud) sesuai dengan larangan

perkataan itu, antara lain sebagai berikut :

a) Karahah الكراهة

Misalnya :

4 و4 �وا ال 4ص=ل 4ع?ط4ان6 ف6ى ت 6ل6 ا 6ب اال“Janganlah mengerjakan shalat di tempat peristirahatan unta.”

(HR Ahmad dan At-Tirmidzi)

Larangan dalam hadits ini tidak menunjukkan haram, tetapi hanya

makruh saja, karena tempatnya kurang bersih dan dapat

menyebabkan shalat kurang khusyu’ sebab terganggu oleh unta.

b) Do’aالدعاء

Misalnya :

“Ya Tuhan Kami, Janganlah Engkau jadikan hati kami cenderung

kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami.” QS

Ali Imran /3: 8)

Perkataan janganlah itu tidak menunjukkan larangan, melainkan

permintaan hamba kepada Allah SWT.

c) Irsyad االرشاد artinya bimbingan atau petunjuk

Misalnya :

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan

hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan memberatkan

kamu.” (Qs Al-Maidah/5 : 101)

Larangan di atas hanya merupakan pelajaran, agar jangan

menanyakan sesuatu yang akan memberatkan diri kita sendiri.

d) Tahqir التحقير meremehkan atau menghina

25

Page 10: ushul fiiqh

Misalnya :

“Dan janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu

kepada kenikmatan hidup yang telah kami berikan kepada

beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir)” (QS Al-

Hijr/15 : 88)

e) Tay’is التيئس artinya putus asa

Misalnya :

4 4ذ6ر= ال 4ع?ت 4و?م4 ت الي“Dan janganlah engkau membela diri pada hari ini (hari kiamat)”

(QS At-Tahrim /66: 7)

f) Tahdid ( هديد� artinya ancaman( الت

Misalnya :

4 =ط6ع? ال 4م?ر6ى ت ا“Tak usah engkau turuti perintah kami”

g) I’tinas ( اإلئتاس )artinya menghibur

Misalnya :

“Janganlah engkau bersedih, karena sesungguhnya Allah

SWTbersama kita.” (QS At-Taubah/9 : 40)

2) Kaidah Kedua

ل= ?mm4ص 4ه?ي6 ف6ى اال ق? الن 4mmى الم=ط?ل 6mm4ض 4ق?ت ار4ى ي ر4 ?mm6ك ع6 ف6ى الت ?mmج4م6ي

4ة6 م6ن 4ز? اال“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan

dalam segala zaman.”

Apabila larangan itu tidak dikaitkan dengan batasan waktu atau sebab-

sebab lain, maka berarti disuruh untuk meninggalkan selamanya, tetapi

jika larangan itu terkait dengan waktu, maka larangan itu berlaku bila

ada sebab saja.

Misalnya :

26

Page 11: ushul fiiqh

“Janganlah kamu sholat, sedang kamu dalam keadaan mabuk.” (QS

an-Nisa’ /4: 43)

3) Kaidah Ketiga

4ه?ي= ?ئ� ع4ن? الن ي 4م?ر| ش4 6ض6د6ه6 ا ب“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang

menjadi kebalikannya.”

Misalnya :

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan berlagak

sombong.” (QS Luqman/31 : 18)

Larangan tersebut di atas memberikan pemahaman bahwa kita

diperintahkan untuk berjalan dengan sikap sopan.

4) Kaidah Keempat

4ه?ي= 4د=ل� الن اد6 ع4ل4ى ي ?ه6ى� ف4س4 ?ه= الم=ن ع4ن“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan perbuatan yang dilarang

(baik ibadah maupun mu’amalah).”

Misalnya :

Larangan shalat dan puasa bagi wanita yang haid dan nifas. Jual beli

binatang yang masih dalam kandungan. Hal ini tidak sah dan dilarang

oleh syara’.

B. ‘AM DAN KHAS ( �اص� و� الع�ام الخ� )

1. ‘AM ( �الع�ام)

1. Pengertian ‘Am

Al ‘Am �الع�ام) ) secara bahasa berarti umum, merata, menyeluruh,

sedangkan menurut istilah Ushul Fiqih :

. Misalnya, lafadz al insan ( ن االنسا ) artinya seluruh manusia.

2. Lafadz-Lafadz ‘am dan contohnya

Lafadz-lafadz yang digunakan untuk memberi faedah ‘am antara lain :

a) Lafadz kullun dan jami’un, kaffah, ma’syar (seluruhnya)

Contoh :

=ل� اع� ك =و?ل| ر4 ئ 66ه6 ع4ن? م4س? 8ت ي ع6 ر4

27

Page 12: ushul fiiqh

“Setiap pemimpin (pemelihara) akan dimintai pertanggungjawaban

atas kepemimpinannya (pemeliharaanya)” (HR Bukhari-Muslim)

“Dialah yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu”

(QS Al-Baqarah/2 : 29)

b) Isim mufrad yang dita’rifkan dengan alif lam jinsiyyah.

“Dan Allah SWTmenghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

(QS Al-Baqarah/2 : 275)

Lafadz al bai’a (jual beli) dan ar riba (riba) keduanya disebut lafadz

‘am, karena isim mufrad yang dita’rifkan dengan “al jinsiyyah”.

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu

menghinggakannya.” (QS Ibrahim/14 : 34)

c) Lafadz jama’ yang dita’rifkan dengan alif lam.

Contoh :

“ Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri

(menunggu) tiga kali quru' “

d) Lafadz mufrad dan jam’ yang dita’rifkan dengan idhafah

Contoh dengan idhafah :

“Allah SWTmensyari’atkan bagimu (pembagian warisan untuk) anak-

anakmu.” (QS An-Nisa’/4 : 11)

Lafadz aulad adalah lafadz jama’ yang diidhafahkan dengan lafadz

kum sehingga menjadi ma’rifat. Oleh karena itu lafadz tersebut

dikategorikan lafadz ‘am.

e) Isim-isim mausul seperti al ladzi, al ladzina, al lati, al la’i .

) ئي, اوالئ تي, اللأل ( الذي, الذين, التي, الألMisalnya :

“Dan orang-orang yang meninggal dunia di antara kamu dengan

meninggalkan istri-istri (hendaklah istri-istri itu) menangguhkan diri

(iddah) empat bulan sepuluh hari.” (QS Al-Baqarah/2 : 234)

28

Page 13: ushul fiiqh

f) Isim-isim syarat, seperti man (barang siapa), maa ( apa saja), ayyumaa

(yang mana saja).

) ( من, ما, اي, ايما Contoh :

a) barang siapa =م4ن?

"Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan

diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat

pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari

Allah.” (QS An-Nisa/4 : 123)

b) apa saja = م4ا

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu

nafkahkan (di jalan Allah), Maka pahalanya itu

untuk kamu sendiri.”

(QS Al-Baqarah/2 : 272)

c) 4ي� siapa saja = ا

"Serulah Allah SWTatau serulah Ar-Rahman.

dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia

mempunyai Asmaaul husna (nama-nama yang

terbaik).”

(QS Al-Isra’ /17: 110)

�م4ا 4ي 4ة� ا أ 4ت? ام?ر4 4ل أ ه4ا س4 و?ج4 4ق4 ز4 ?ر6 م6ن? الط4ال س� م4ا غ4ي? أ 4mmم4 ب ر4 4mmف4ح

?ه4ا 4ي ة= ع4ل ?ح4 8ة6 ر6ي ن الج4“Siapa saja perempuan yang meminta ditalaq kepada suaminya tanpa

alasan, maka haram baginya harum-haruman syurga.” (HR Ahmad)

29

Page 14: ushul fiiqh

g) Isim Nakirah yang terletak sesudah nafi’.

Misalnya :

?ت= م4ا 4ي أ � ر4 ج=ال ر4“Aku tidak melihat seorangpun.”

“Jagalah dirimu dari (adzab) hari (kiamat), yang pada hari itu,

seorangpun tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun.” (QS

Al-Baqarah/2 : 48)

Kalimat “nafsun” = seorangpun, yang jatuh sesudah nafi’ (laa = tidak)

yakni tidak tertentu, dan ditunjukkan kepada semua jenis manusia, baik

laki-laki maupun perempuan.

h) Isim Istifham, ialah man (siapa), ma (apa), aina, ayyun (di mana) dan

mata (kapan). Misalnya :

a). من= siapa

“Siapakah yang mau berpiutang kepada Allah SWTdengan piutang

yang baik?” (QS Al-Baqarah/2 : 245)

b). م4ا = apa

“Apa sebab kamu masuk neraka?” (QS Al-Mudatsir/74 : 42)

c). =4ي yang mana =ا

“Siapakah diantara kamu yang bisa membawa kursi tahta kerajaan

(Bulqis) di hadapanku sebelum mereka datang menyerahkan diri

kepadaku?” (QS An-Naml/16 : 38)

d). م4ت8ي = Kapan

4ص?ر= م4ت4ى 4 الله6 ن 4ال 6ن8 ا 4ص?ر4 ا ?ب| الله6 ن ق4ر6ي“Kapan datangnya pertolongan Allah? Ingatlah, sesungguhnya

pertolongan Allah SWTitu sangat dekat.” (QS Al-Baqarah/2 : 215)

e). 4ن? 4ي Diman=ا

?ن4 4ي =ك4 ا 4ن ك م4س?

30

Page 15: ushul fiiqh

“Di manakah tempat tinggalmu?”

3. Kaidah ‘Am

6 ع=م=و?م= 6ي� الع8ام م=و?ل 4ق6 ع=م=و?م= و4 س= 6ي� الم=ط?ل 4د4ل بArtinya : “Keumuman ‘am itu bersifat menyeluruh sedangkan keumuman

mutlaq itu bersifat mengganti / mewakili.”

Ulama ushul fiqih membedakan antara lafadz ‘am dan lafadz mutlaq. Lafadz

‘am dapat mencakup semua satuan sekaligus, sedangkan mutlaq hanya dapat

diterapkan kepada salah satu dari beberapa, yaitu sesuatu yang menonjol

diantara satuan itu.

2. KHASH ( اص� (الخ�

a. Pengertian Khash

Dari segi bahasa khash berarti tertentu atau khusus. Sedangkan menurut istilah

Ushul Fiqih :

4ف?ظ= ه=و4 الخ4ص� 4د=ل� الذ6ى الل �ا ع4ل4ى ي و4اح6د�ا م4ع?نArtinya : “Lafadz yang menunjukkan satu makna tertentu.”

Makna satu tertentu itu bisa menunjukkan perorangan, seperti Ibrahim, atau

menunjukkan satu jenis, seperti Laki-laki atau menunjukkan bilangan, seperti

dua belas, lima belas, sebuah masyarakat, sekumpulan, sekelompok, dll.

b. Pembagian takhsis

Dalil yang mengecualikan dalil ‘am (takhsisi) ada dua macam :

a) Takhsis muttasil (bersambung)

b) takhsis munfasil (terputus /terpisah)

a) Takhsis muttasil (bersambung) adalah dalil pengecualian yang tidak

berdiri sendiri, antara mukhasshish dan yang di takhsis disebut secara

beriringan dalam satu nash/teks. Yang dapat dibedakan menjadi :

(1) Takhsis dengan istisna atau االستشmmنا kecuali seperti firman

Allah SWT :

“Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian”

(2) Takhshis dengan syarat seperti firman Allah SWT :

Artinya :

31

Page 16: ushul fiiqh

“ Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa

menanti itu “

Kalimat jika mereka (para suami) menghendaki ishlah

adalah syarat. Jadi, apabila rujuk itu tanpa maksud ingin

hidup dengan damai dalam rumah tangga tidak

diperbolehkan.

(3) Takhshis ghayah atau ‘hinga batas’, baik waktu

maupun tempat, ghayah itu ada dua macam, yaitu hatta

(sehingga) dan ilaa (sampai).

a. Ghayah dengan hatta yang menunjuk batas waktu

Artinya : “ Dan janganlah kamu mendekati mereka,

sebelum mereka suci “. (QS Al-Baqarah /2:222)

b. Ghayah dengan ilaa yang menunjuk batas tempat

Artinya :

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak

mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan

tanganmu sampai dengan siku “ (QS. Al-Maidah/5 :6)

b) Takhsis Munfasil (terputus/terpisah) adalah antara

mukhashis dan yang di takhsis terpisah, tidak dalam satu

kalimat.

Bentuk-bentuknya sebagai berikut :

1. Ayat Al-Qur’an ditakhsis dengan ayat Al-Qur’an seperti

firman Allah SWT :

Artinya : “Wanita-wanita yang ditalak handaklah

menahan diri (menunggu) tiga kali quru' “ (QS. Al-

Baqarah/2 ; 228)

Ayat ini memberikan pengertian umum, meliputi wanita-

wanita yang dicerai kemudian dikecualikan (ditakhsis) bagi

wanita-wanita yang sedang hamil dengan firman Allah SWT

:

Artinya :

32

Page 17: ushul fiiqh

“ Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya “. (QS

Ath-Thalaq/65:4)

Ayat ‘am diatas disamping ditakhis dengan surah Ath-

Thalaq :4, juga ditakhsis dengan surah Al-Baqarah : 234

tentang wanita-wanita yang ditinggal mati suaminya dan

ditakhsis dengan surah Al-Ahzab :49 tentang wanita yang

dicerai suaminya yang belum mengadakan hubungan

kelamin.

2. Ayat Al-Qur’an yang ditakhsis dengan hadits

“ Allah mensyariatkan bagimu (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu bagian anak laki-laki denga dua bagian anak perempuan ” (QS. An-Nisa’ /4: 11)

Ayat diatas memberi pengertian umm, baik anak msuslim

maupun yang bukan muslim. Ayat ini kemudian ditkhsis

dengan hadits Nabi SAW :

ر6ث= 4mm4ي ص=) ال 8mmم=خ4ص? 4ل 6م= (ا ل ?mmم=س? ا ال 4mmلك? ر4 ا 6mmا ف 4mmك? 4ال و4ال

6م= ل ?م=س? ال ) ولمسلم (رواهالبخري ف6ر4

Artinya :

“Orang Islam tidak menerima waris dari orang kafir dan

orang kafir tidak menerima waris dengan orang Islam “

(HR. Bukhari Muslim)

4. Hadits ditakhsis dengan Al-Qur’an

ل= 4mm4ق?ب 4ي =م? اللmmه4 (العل) ال 4ح4د6ك 4ة4ا ال 4mmد4ث4 ص ?mm4ح 6ذ4اا تي8 ا 4mmح 4و4ض8اء4 4ت ) ومسلم (رواهالبخري ي

Artinya :

“ Allah tidak menerima shalat seseorang diantara kamu

yang berhadas, sehingga dia berwudhu “ ( HR. Bukhori dan

Muslim )

Artinya :

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalan atau datang dari

tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,

kemudian kamu tidak menemukan air maka tayamumlah

dengan tanah yang suci “ ( QS. An-Nisa’/4 : 43)

33

Page 18: ushul fiiqh

C. MUTLAQ DAN MUQAYYAD

1. Pengertian Mutlaq dan Muqayyad ( والمقيد المطلق )

Mutlaq menurut bahasa berarti lepas tidak terikat, adapun menurut istilah

berarti suatu lafadz tertentu yang tidak terikat yang dapat mempersempit

keluasan artinya. Contoh mutlaq

“Maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami

istri itu bercampur.” (QS Al-Mujadalah/58 : 3)

Lafadz budak dalam ayat tersebut adalah lafadz mutlaq, karena tidak dibatasi

dengan sifat tertentu. Sehingga lafadz raqabatin itu mencakup keseluruhan

budak, baik yang mukmin maupun yang kafir.

Muqayyad menurut bahasa berarti terikat. Menurut istilah adalah suatu lafadz

tertentu yang terikat oleh lafadz lain yang dapat mempersempit keluasan

artinya.

Contoh Muqayyad

“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah, hendaklah ia

memerdekakan seorang budak yang beriman dan membayar diyat yang

diserahkan kepada keluarganya.” (QS An-Nisa/4 : 92)

Pada ayat ini teradapat lafadz muqayyad yaitu : 4ه= 4ة�م=ؤ?م6ن ق4ب sehingga ر4

kalau seseorang membunuh orang mukmin karena tersalah maka wajib

memerdekakan budak yang mukmin sebagai kifaratnya. Kalau budaknya

bukan orang mukmin maka kifarat itu tidak sah.

2. Hukum Lafadz Mutlaq dan Muqayyad

Apabila dalam nash Al-Qur’an atau As-Sunnah disebutkan dengan lafadz

mutlaq, sedangkan di tempat lain disebutkan dengan bentuk muqayyad, maka

menurut Ulama’’ ada empat alternatif pemecahannya :

a) 4ق= =ح?م4ل= الم=ط?ل 8ف4ق4ا ع4لى4 ي 6ذاات 8د6ا ?م=ق4ي 4ب6 6في ال ب الس8

6 =م ?لح=ك و4اArtinya :

“Mutlaq dibawa ke muqayyad jika sebab dan hukumnya sama. Jika antara

mutlaq dan muqayyad sama dalam materi dan hukunya, maka hukum

mutlaq disandarkan kepada muqayyad “

34

Page 19: ushul fiiqh

Berarti kalau keduanya mempunyai persamaan dalam sebab dan hukum,

maka harus berpegang pada muqayyad.

Contoh :

“Diharamkan atas kamu bangkai, darah, dan daging babi.” (QS. Al-

Maidah /5: 3)

Lafadz (darah) disebut dengan lafadz (mutlaq), sementara pada ayat yang

lain disebutkan dengan lafadz muqayyad yaitu : (darah yang mengalir)

sebagaimana firman Allah SWTsebagai berikut.

“Katakanlah, tiada aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku

sesuatu yang diharamkannya bagi orang yang hendak memakannya

kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir atau daging

babi.” (Qs Al-An’am/6 : 145)

Dengan melihat ketentuan di atas, maka yang mutlaq diikutkan pada yang

muqayyad, karena mempunyai sebab yang sama yaitu keadaannya sama-

sama darah dan juga hukumnya sama yaitu haram. Sehingga yang

dijadikan pegangan hukum adalah surah Al-An’am 145 karena lafadznya

yang muqayyad (darah yang mengalir). Dijadikan pegangan hukum adalah

surah Al-An’am 145 karena lafadznya muqayyad (darah yang mengalir)

b) ق= 4mmmل= الم=ط?ل 4mmmح?م= 6ن6 ع4لى4 ي دا 8mmmم=ق4ي? ا ال 4mmm4ف 4ل ت 6في اح?

4ب6 ب الس8Artinya :

“ Mutlaq itu dibawa ke muqayyad jika sebabnya berbeda “

Apabila terdapat nash yang demikian, yang mutlaq tidak boleh diikutkan

pada yang muqayyad, sementera Ulama’’ Syafi’iyah berpendapat

sebaliknya yang mutlaq diikutkan pada yang muqayyad.

Contoh :

“Orang-orang yang mendzihar istri mereka, kemudian mereka hendak

menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka wajib atas mereka

memerdekakan seorang budak sebelum suami istri itu bercampur.” (QS

Al-Mujadalah/58 : 3)

Ayat lain menjelaskan sebagai berikut :

35

Page 20: ushul fiiqh

“Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah

(hendaklah) memerdekakan budak yang mukmin dan membayar diyat yang

diserahkan kepada keluarganya.” (QS An-Nisa’/4 : 92)

Masalah yang ada dalam dua ayat ini berbeda yaitu tentang dzihar dan

pembunuhan tersalah. Kifarat terhadap keduanya sama yaitu

memerdekakan hamba sahaya. Oleh karena itu, yang dijadikan pegangan

adalah memerdekakan hamba sahaya yang beriman, baik terhadap dzihar

maupun pembunuhan tersalah.

c) 4ق= =ح?م4ل= الم=ط?ل 4ف4ا ع4لى4 ي 4ل ت 6ذ4اح? 8دا ?م=ق4ي 6 6في ال =م ?لح=ك 4اArtinya :

“ Mutlaq itu tidak dibawa ke muqayyad jika yang berbeda hanya

hukumnya “

Sama sebabnya tetapi hukumnya berbeda, Ulama’ Hanafiyah dan

Syafi’iyah berpegang pada yang muqayyad, sedangkan Ulama’ Malikiyah

dan Hanabillah berpegang pada masing-masing yaitu yang mutlaq tetap

mutlaq dan muqayyad tetap muqayyad.

Contoh :

“Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku.” (QS Al-

Maidah /5: 6)

Ayat yang lain dinyatakan

“Sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.” (QS Al-Maidah/5 :

6)

Menurut Ulama’ Syafi’iyah dan Hanafiyah berpegang pada muqayyad,

baik wudhu maupun tayamum harus sampai siku. Ulama’ Malikiyah dan

Hanabilah berpendapat untuk wudhu sampai siku (muqayyad) dan untuk

tayamum sampai pergelangan tangan (mutlaq).

d) ق= 4mmmل= الم=ط?ل 4mmmح?م= 6ذ6 ع4لى4 ي دا 8mmmم=ق4ي? ا ال 4mmm4ف 4ل ت 6في اح?

4ب6 ب الس8Artinya :

“ Mutlaq tidak dibawa ke muqayyad jika sebab dan hukumnya berbeda “

36

Page 21: ushul fiiqh

Jika sebab dan hukumnya berbeda, maka mayoritas Ulama’ berpendapat

bahwa mutlaq tidak boleh diikutkan dengan muqayyad. Artinya yang

mutlaq tetap dan yang muqayyad sesuai dengan muqayyadnya.

Contoh :

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, maka potonglah

kedua tangannya.” (QS Al-Maidah/5 : 38)

Ayat yang lain :

“Maka basuhlah wajahmu dan kedua tanganmu sampai ke siku.” (QS Al-

Maidah/5 : 6)

Karena sebab dan hukumnya berbeda, maka hendaklah dijalankan sesuai

dengan hukum masing-masing.

3. Kaidah yang berhubungan dengan Mutlaq dan Muqayyad

4ق= ?ق4ى الم=ط?ل 4ب 4ق6ه6 ع4ل4ى ي 6ط?ال 4م? م4ا ا 4ق=م? ل ?ل| ي 6ي ?د6ه6 ع4ل4ى د4ل 6ي 4ق?ي ت Artinya : “Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum

ada dalil yang membatasinya.”

8د= 4اق� الم=ق4ي ?د6ه6 ع4ل4ى ب 6ي 4ق?ي 4م? م4ا ت 4ق=م? ل ?ل| ي 6ي 4ق6ه6 ع4ل4ى د4ل 6ط?ال اArtinya : “Hukum muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti

yang memutlakannya.”

D. MANTUQ DAN MAFHUM ( والمفهوم المنطوق )

1. Pengertian Mantuq dan Mafhum

Mantuq secara bahasa berarti yang diucapkan, secara istilah ialah suatu

makna yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri (menurut

ucapannya). Mantuq bermakna tekstual / yang tersirat. Apabila suatu hal

atau hukum diambil berdasarkan bunyi dari dalil (ucapan dalil) maka yang

demikian itu dinamakan mantuq.

Contoh :

“Allah SWT menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-

Maidah/5 : 275)

Hukum jual beli itu halal dan riba itu haram. Langsung ditunjukkan secara

jelas oleh lafadz ayat tersebut.

Mafhum menurut bahasa artinya dipahami, sedangkan menurut istilah

suatu makna yang tidak ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri, tetapi

37

Page 22: ushul fiiqh

menurut pemahaman terhadap ucapan lafadz tersebut. Mafhum bermakna

kontekstual (yang tersirat) apabila suatu hal atau hukum diambil

berdasarkan pemahaman terhadap suatu ucapan maka dinamakan mafhum.

Contoh

“Janganlah engkau katakan kepada keduanya (ibu bapakmu)

perkataan “cih”.” (QS Al-Isra’/17 : 23)

Secara mantuq ayat ini mengharamkan mengucapkan kata “cih”

kepada kedua orang tua. Namun bagaimana kalau memukul orang tua ?

kita dapat memahami dari ayat tersebut, bahwa mengucapkan kata

“cih” saja yang begitu ringan diharamkan apalagi kalau sampai

memukulnya, tentu lebih berat. Tetapi hukum haram memukul

orangtua tidak ditunjukkan oleh lafadz ayat, melainkan ditunjukkan

oleh pemahaman terhadap ayat tersebut.

2. Macam-Macam Mafhum

Mafhum dibagi menjadi dua yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum

mukhalafah.

a) Mafhum muwafaqah, yaitu menetapkan hukum dari makna yang

sejalan atau sepadan dengan makna yang tersurat (mantuq) berarti

sesuatu yang tidak diucapkan itu sama hukumnya dengan yang

diucapkan.

Misalnya, khamr itu diharamkan karena memabukkan. Maka semua zat

yang memabukkan itu hukumnuya haram, mengucapkan kata “Cih”

kepada kedua orangtua adalah haram, menurut mafhumnya memukul

kedua orangtua juga haram, karena keduanya mempunyai illat yang

sama, yaitu sama-sama memabukkan.

Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi 2 macam

a) Fahwal Khitab yaitu apabila yang tidak diucapkan (mafhum) lebih

utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti larangan

memukul ibu bapak itu haram hukumnya, sebab mengucapkan kata

“cih” saja (lebih ringan dari memukul) juga diharamkan, apalagi

memukul kedua orangtua.

b) Lahnal khitab yaitu apabila yang tidak diucapkan (mafhum) itu

sama hukumnya dengan yang diucapkan. Seperti membakar harta

anak yatim itu hukumnya haram, sebab memakannya juga

38

Page 23: ushul fiiqh

dihukumi haram. Keduanya mempunyai illat yang sama yaitu

sama-sama merusak harta anak yatim .

b) Mafhum Mukhalafah, yaitu menetapkan hukum kebaikan dari hukum

mantuqnya yang tidak diucapkan itu bertentangan/kebalikan dengan

apa yang diucapkan baik dalam menetapkan hukum maupun

meniadakannya. Mafhum mukhalafah terdiri dari enam, macam :

a) Mafhum sifat, yaitu menetapkan hukum tentang sesuatu

berlawanan dengan sifat yang ditetapkan.

Misalnya :

“…Hendaklah memerdekakan hamba sahaya yang mukmin.” (QS

An-Nisa/4 : 92)

Membayar kifarat pembunuhan tersalah dengan memerdekakan

budak yang mukmin, maka kalau dengan hamba sahaya yang tidak

mukmin (kafir) hukumnya tidak sah.

b) Mafhum syarat, yaitu menetapkan hukum atas suatu perkara

dikaitkan dengan syarat. Misalnya, suami boleh memakai sebagian

dari mas kawin istrinya dengan penyerahan senang hati,

mafhumnya adalah apabila istri tidak menyerahkan dengan senang

hati, hukumnya haram.

c) Mafhum ‘adad (bilangan), yaitu menetapkan hukum suatu perkara

dikaitkan dengan bilangan tertentu. Misalnya, orang yang menuduh

perempuan baik-baik berbuat zina tidak dapat menghadirkan empat

saksi, maka terkena hukuman berupa didera delapan puluh kali.

Mafhumnya adalah apabila dapat menghadirkan empat orang saksi,

maka tidak dihukum dera.

d) Mafhum Ghayah (batas), yaitu menetapkan suatu hukum dengan

batasan tertentu dan berlaku sebaliknya bila batasan tersebut

dilampaui. Misalnya, makan dan minum pada bulan Ramadhan

dibatasi sampai terbitnya fajar. Mafhumnya adalah kalau melebihi

waktu fajar maka makan dan minum itu dilarang.

e) Mafhum Hashr (pembatas/penyingkat) yaitu menetapkan suatu

hukum disertai pembatasan tidak melampaui sesuatu di luar batas

tersebut. Misalnya, tuan yang telah membebaskan budaknya berhak

mewarisi harta peninggalan budak tersebut. Mafhumnya selain tuan

yang telah membebaskannya, tidak ada yang berhak mendapatkan

warisan dari budak yang telah dimerdekakan itu.

39

Page 24: ushul fiiqh

f) Mafhum Laqab, yaitu menetapkan hukum dikaitkan dengan isim

alam, nama jenis dan sebagainya. Selain yang disebutkan berlaku

sebaliknya. Misalnya, menukar emas dengan emas, perak dengan

perak, gandum dengan gandum, beras dengan beras, kurma dengan

kurma, garam dengan garam, yang serupa (sifatnya) dan sama

(jumlahnya) suka sama suka, dengan berat jumlah sama maka

bukan riba

Apabila penukaran barang yang sejenis itu tidak berarti

diperbolehkan sama jumlahnya, maka hukumnya riba, mafhumnya

adalah selain yang enam jenis tersebut di atas hukumnya bukan

riba.

3. Berhujjah dengan Mafhum

Menjadikan mafhum sebagai dasar hukum pada dasarnya dibedakan

sebagai berikut :

a) Para Ulama’ sepakat membolehkan berhujjah dengan mafhum

muwafaqah.

b) Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa berhujjah dengan mafhum

mukhalafah diperbolehkan kecuali mafhum laqab.

c) Ulama’ Hanafiyah, ibnu Hazm, dan golongan Zahiriyah

berpendapat bahwa semua mafhum mukhalafah tidak dapat

dijadikan hujjah/alasan.

4. Kaidah terkait dengan Mantuq dan Mafhum

ة| الم=و4اف4ق4ة6 م4ف?ه=و?م= ح=ج8Artinya : “Mafhum muwafaqah (makna tersirat yang sesuai) dapat dijadikan

hukum.”

Maksud kaidah ini adalah bahwa hasil dari mafhum muwafaqah yang tidak

bertentangan dengan hukum syariat dapat dijadikan pegangan hukum. Contohnya,

keharaman berkata “ah” kepada kedua orang tua. Maka menghardik, menghina,

bahkan memukulnya juga diharamkan.

E. MUJMAL DAN MUBAYYAN ( ن المجمل� والمبي )

1. Pengertian Mujmal dan Mubayyan

Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti

sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Ia bersifat

global dan menyeluruh sehingga membingungkan. Abdul Wahab Khallaf

mendefinisikan mujmal sebagai “lafadz” yang pengertiannya tidak dapat

dipahami dari lafadz itu sendiri apabila tidak ada qorinah/tanda-tanda yang

40

Page 25: ushul fiiqh

menjelaskannya. contoh perintah sholat dalam Al-Qur’an ( ( و4

cara ...اقيموالصmmلواة melaksanakanya tidak dapat diketahui hanya

berdasarkan ayat tersebut. Berarti ayat itu bersifat mujmal. Untuk memperjelas

perintah tersebut kita membutuhkan ketereangan lain.

Mubayyan ialah lafadz yang jelas makna dan maksudnya, tanpa memerlukan

keterangan lain untuk menjelaskannya.

Contoh :

“Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari setelah

pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS Al-Baqarah : 196)

Lafadz “tsalatsati ayyamin” (tiga hari), “sab ‘atin (tujuh) dan “’asyaratun”

(sepuluh) adalah sangat jelas sehingga tidak perlu penjelasan lagi.

2. Macam-Macam Bayan

a) Bayan dengan perkataan, misalnya :

“Maka wajib puasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari setelah

pulang. Itulah sepuluh hari yang sempurna.” (QS Al-Baqarah/2 : 196)

Lafadz “tsalatsati ayyamin” (tiga hari), “sab ‘atin (tujuh) dan “’asyaratun”

(sepuluh) adalah sangat jelas sehingga tidak perlu penjelasan lagi.

Ayat ini sebagai bahan (penjelas) dari rangakaian kalimat sebelumnya

tentang pengganti denda/dam bagi orang yang melaksanakan haji

tamattu’.

b) Bayan dengan perbuatan, misalnya penjelasan Nabi SAW dalam masalah

shalat.

�وا 4م4ا ص4ل 6ى ك =م=و?ن ?ت ي4 أ ص4ل�ى ر4

= أ“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku mengerjakan shalat.”

(HR Bukhari).

Cara shalat ini dijelaskan Rasulullah SAW.dengan perbuatan shalat dan

sambil menyuruh orang lain untuk menirukannya. Oleh karena itu,

penjelasan semacam ini disebut “Bayan dengan perbuatan”.

c) Bayan dengan isyarat, misalnya hadits Nabi, “ Aku dan orang yang

menanggung anak yatim seperti ini”. Rasulullah menunjukkan ibu jari dan

jari tengah untuk menunjukka kedekatannya para penyantun anak yatim.

41

Page 26: ushul fiiqh

d) Bayan dengan diam setelah ada pertanyaan, seperti ketika Rasulullah

SAW. menerangkan tentang kewajiban haji di muka umum, kemudia ada

salah seorang yang bertanya, apakah kewajiban haji itu tiap-tiap tahun?

Kemudian beliau diam tidak memberikan jawaban. Maka diamnya

Rasulullah SAW itu menjadi bayan bahwa kewajiban haji itu tidak setiap

tahun.

e) Bayan dengan meninggalkan perbuatan, seperti hadits riwayat Ibnu Hibban

yang artinya : “Adalah akhir dua perkara pada Nabi SAW adalah tidak

berwudhu karena makan apa yang dipanaskan oleh api.”

Hadits ini sebagai penjelaskan bahwa Nabi SAW tidak berwudhu setiap

kali selesai makan daging yang dimasak.

3. Kaidah terkait dengan Mujmal dan Mubayyan

?ر= ي خ6? 4أ 4ان6 ت 4ي ة6 و4ق?ت6 ع4ن? الب 4 الح4اج4 و?ز= ال 4ج= ي

Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan.”

Maksudnya, dalam keadaan mendesak, memberikan penjelasan sesegera dan

secepat mungkin menjadi keharusan.

?ر= ي خ6? 4أ 4ان6 ت 4ي و?ز= الخ6ط4اب6 و4ق?ت6 ع4ن? الب 4ج= ي

Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat diperintahkan hukumnya boleh.”

Contoh, perintah salat, puasa, zakat, dan haji. Semua dijelaskan secara bertahap

dan mendetail. Ia tidak langsung serta merta dijelaskan, tetapi penjelasannya

diakhirkan. Dalam hal ini, yang lebih dipentingkan adalah kejelasan dari suatu

hukum, bukan kesegeraannya.

F. MURADIF DAN MUSYTARAK ( والمشترك المرادف )

1. Pengertian Muradif dan Musytarak

Muradif ialah beberapa lafadz yang menunjukkan satu arti. Misalnya

lafadznya banyak, sedang artinya dalam peribahasa Indonesia satu, sering

disebut dengan sinonim.

a) د= 4س4 , اال ?ث= 8ي singa: الل

b) االستاذ, المدر4س, المعلم, المؤد�ب : pendidik (guru)

c) , القط kucing : الهر�

2. Pengertian Musytarak

42

Page 27: ushul fiiqh

musytarak ialah satu lafadz yang menunjukkan dua makna atau lebih.

Maksudnya satu lafadz mengandung maknanya yang banyak atau berbeda-

beda.

a) و?ء= ق=ر= :suci

b) 4د| ي :tangan secara keseluruhan, telapak tangan, lengan tangan

c) ذ4ه4ب4 : pergi, hilang

d) ?ن| ع4ي : mata, sumber mata air dan mata-mata 3. Muradif dan Musytarak

a.

?ق4اع= 6ي =ل³ ا ?ن6 م6ن4 ك اد6ف4ي 4ان4 الم=ر4 و?ز= االخر6 م4ك =mm4ج 6ذ4ا ي 4م? ا 4ق=م? ل ه6 ي ?mm4ي ع4ل

6ع| ع6ي� ط4ال ر? ش4Artinya: Mendudukkan dua muradit pada tempat yang lain

(mempertukarkannya) itu diperbolehkan jika tidak ada ketetapan syara’.

Mempertukarkan dua muradif satu sama lain itu diperbolehkan jika

dibenarkan oleh syara’. Namun kaidah ini tidak berlaku bagi Al-Qur’an,

karena ia tidak boleh diubah. Bagi mazhab malikiah, takbir salat tidak

boleh dilakukan kecuali dengan lafal “Allah akbar.” Imam syafi’I

membolehkan dengan lafal “Allahu Akbar”. Sementara imam Abu Hanifah

membolehkan lafal “Allah Akbar” diganti dengan lafal “Allah Al-Azim”

atau “Allah Al-Ajal”.

Ulama’ yang tidak membolehkan beralasan karena adanya halangan syar’i

yaitu bersifat ta’abudi (menerima apa adanya tidak boleh diubah). Sedang

yang membolehkan, beralasan karena adanya kesamaan makna dan tidak

mengurangi maksud ibadah tersebut.

b.

6ع?م4ال= ت 6س? ك6 ا 4ر4 ت ?ه6 ف6ى الم=ش? 4ي 4و? م4ع?ن 6ه6 ا و?ز= م4ع4ان 4ج= ي

Artinya : Penggunaan musytarak menurut makna yang dikehendaki

ataupun untuk beberapa maknanya itu diperbolehkan.

Jadi, menetapkan salah satu makna dari suatu lafal musytarak tidak

dibatasi. Beberapa makna musytarak tersebut boleh dipergunakan.

Contohnya, kata “sujud”. Kata ini bisa berarti meletakkan kepala di tanah

dan bisa pula berarti inqiyad (kepatuhan). Lihat misalnya, QS Al-Hajj

[22] : 2, “Dan ingatlah ketika kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah

(dengan mengatakan), ‘Janganlah engkau mempersekutukan dengan apa

43

Page 28: ushul fiiqh

pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-

orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud’.”

Jumhur Ulama’ termasuk Imam Syafi’i, Qodi Abu Bakar dan Al Juba’i

berpendapat bahwa pemakaian lafadz musytarak untuk dua atau beberapa

makna hukumnya boleh, dengan alasan Firman Allah SWT.

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kepada Allah sujud apa yang ada

di langit dan di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-

pohon, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar manusia?”

(QS Al-Haj : 18)

Lafadz د= ج= 4س? itu ي mempunyai dua arti yang sama-sama hakiki yaitu

tunduk dan meletakkan dahi di bumi. Bagi makhluk-makhluk yang tidak

berakal seperti matahari, bulan, bintang, gunung, pohon dan binatang

melata, kata sujud berarti tunduk, tetapi bagi manusia yang berakal sujud

berarti meletakkan dahi di atas bumi. Apabila arti sujud ini hanya tunduk

maka Allah SWT tidak mengakhiri firman-Nya dengan

4اس6 الن م6ن4 ?ر| 6ي 4ث . ك oleh karena itu, imam Syafi’i mengartikan kata

“mulamasah” dalam firman Allah SWT: اء �س4 الن =م= ت 4م4س? ل dengan arti او?

menyentuh dengan tangan dan menyentuh dengan bersetubuh secara

bersama-sama.

G. ZAHIR DAN TAKWIL

1. Pengertian Zahir dan Takwil

Zahir menurut bahasa berarti jelas, sedangkan menurut istilah ialah suatu

lafadz yang jelas, lafadznya menunjukkan kepada suatu arti tanpa memerlukan

keterangan lain di luar lafadz itu.

Contoh Zahir:

Firman Allah SWT:

“Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-

Baqarah /2: 275)

Ayat tersebut secara zahir menjelaskan halalnya jual beli dan haramnya riba

tanpa memerlukan keterangan atau penjelasan lain.

Sedangkan takwil secara bahasa berarti berbelok atau berpaling apabila

kembali. Menurut istilah adalah memalingkan arti zahir kepada makna lain

yang memungkinkan berdasarkan dalil/bukti, sehingga menjadi lebih jelas.

44

Page 29: ushul fiiqh

Contoh Takwil : seperti lafadz 4د| lafadz ini bisa diartikan kepada ,(tangan) ي

tangan atau makna yang lain yaitu kekuasaan.

Agar lafadz tersebut menjadi jelas, maka masih diperlukan keterangan lain,

sehingga tidak menyimpang dari makna zahirnya.

2. Masalah yang dapat ditakwil

Para Ulama’ sepakat bahwa masalah-masalah yang bersifat furu’ (cabang)

dapat menerima takwil. Sedangkan masalah-masalah ushul (pokok) atau

aqidah terdapat perbedaan pendapat.

a) Golongan Musyabbihah berpendapat bahwa masalah-masalah yang

berhubungan dengan aqidah tidak perlu ditakwilkan karena sudah jelas

dan berlaku menurut zahir, seperti mengartikan tangan Allah SWT

disamakan dengan tangan manusia / makhluk-Nya.

b) Golongan salaf seperti Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa masalah-

masalah ushul atau aqidah dapat ditakwilkan, tapi takwilnya diserahkan

kepada Allah SWT. jadi, menurut pendapat ini Allah SWT memang

bertangan tetapi tangan Allah SWT itu berbeda dengan tangan makhluk-

Nya, karena hakekatnya yang paling tahu adalah Allah.

c) Golongan Khalaf berpendapat bahwa boleh mentakwilkan dan

pentakwilannya dilakukan oleh manusia sendiri, seperti mengartikan

“tangan Allah” ditakwilkan dengan “kekuasaan Allah”, “mata Allah”

ditakwilkan dengan “pengawasan Allah”, dan “Allah SWT bersemayam

di Arsy” ditakwilkan dengan “Allah SWT berkuasa di Arsy”, dan

sebagainya.

3. Syarat-syarat Takwil

Takwil harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Takwil harus sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa dan sastra Arab.

b) Takwil harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan syara’

c) Takwil harus dapat menunjukkan dalil (alasan) tentang takwilnya itu.

d) Jika takwil berdasarkan qiyas haruslah memakai qiyas yang jelas dan

kuat.

4. Kaidah berhubungan dengan Takwil

و?ع= =ه= الف=ر= ل 4د?خ= ?ل= ي و6ي? 8أ �ف4اق�ا الت ات

Artinya : “Masalah cabang (furu’) dapat dimasuki takwil berdasarkan

konsensus.”

=ص=و?ل= 4 اال =ه= ال ل 4د?خ= ?ل= ي و6ي? 8أ الت

Artinya : “Masalah ushuluddin (akidah) tidak dapat menerima takwil.”

45

Page 30: ushul fiiqh

H. NASIKH DAN MANSUKH

Sebagaimana kita ketahui bahwa Al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus tetapi

bertahap untuk memudahkan umat Islam menyesuaikan diri dengan hukum-

hukum yang ditetapkan Allah SWT. sehingga kadang ada hukum yang dulu sudah

ditetapkan dianggap tidak berlaku lagi karena ada hukum baru yang datang

kemudian. Hukum terdahulu yang dianggap tidak berlaku lagi disebut mansukh =

yang dihapus, dan hukum yang datang kemudian disebut nasikh = yang

menghapus.

1. Pengertian Nasikh dan Mansukh

Nasikh menurut bahasa dari kata 4ح 4س4 berarti menghapus, memindahkan atau ن

membatalkan, sedangkan menurut istilah ushul fiqih ialah

ح= ?mm8س و4 الن =mmع4 ه 6mmف ?م| ر= ع6ي� ح=ك ر? 4mmف6 ع4ن6 ش 8mm4ل � الم4ك ?م 6ح=ك ب

ع6ى³ ر? 6ه6 ش4 ?ل ر6 م6ث 4خ64 4أ م=تArtinya : “menghapus hukum syara’ yang ditetapkan terdahulu dengan hukum

syara’ yang datang kemudian.”

Yang membatalkan disebut nasikh dan yang dibatalkan disebut mansukh.Contoh Nasikh dan Mansukh

Sabda Nabi SAW :

?ت= =ن =م? ك =ك ?ت 4ه4ي ة6 ع4ن? ن 4ارر4 =و?ر6 ز6ي 4 الق=ب 4ال ه4ا ا و?ر= ف4ز=

“Dahulu aku melarang kamu berziarah kubur, sekarang berziarahlah ke

kuburan karena hal itu dapat mengingatkan kamu tentang akherat.” (HR

Muslim dan Abu Dawud).

Menurut hadits di atas semula ziarah kubur itu hukumnya haram. Kemudian,

hukum haram itu sudah dihapus. Yang menghapuskan haramnya ziarah kubur

adalah hadits Nabi SAW sendiri dengan sabdanya.

2. Dasar Hukum Nasakh

Firman Allah SWT :

“Ayat mana saja yang kami hapuskan atau kami jadikan (manusia) lupa

padanya, Kami datangkan yang lebih baik dari padanya atau yang sebanding

46

Page 31: ushul fiiqh

dengannya. Tidaklah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah SWTMaha

Kuasa atas segala sesuatu?” (QS Al-Baqarah : 106)

“ Allah SWTmenghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa

yang Dia kehendaki) dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh

Mahrfudz).” (QS Ar-Ra’ad/13 : 39)

3. Syarat-syarat Nasakh

Nasakh harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a) Yang dinasakh (dibatalkan) itu hukum syara’

b) Pembatalan itu datangnya dari Khithab (tuntunan) syara’

c) Nasikh harus terpisah / muntashil dari Mansukh, dan datangnya

terkemudian dari mansukhnya.

d) Mansukh tidak terikat oleh waktu

e) Nasikh harus lebih kuat atau sama kuatnya dengan mansukh. Misalnya,

Al-Qur’an dengan al-Qur’an yang sama-sama qath’i.

4. Macam-macam Nasakh

Para ulama ushul fiqih membagi nasakh menjadi 3 macam.

a) QS. Al-Qur’an dengan Al-Qur’an

QS. Al-Anfal [8] : 65

Artinya : “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk

berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya

mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada

seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat

mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir

itu kaum yang tidak mengerti”.

Dinasakh dengan surat QS Al-Anfal [8] : 66

Artinya : “Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah

beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran mereka

taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan

mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.”

47

Page 32: ushul fiiqh

b) Sunnah dengan Al-Qur’an

4ه= 4ل 6ق?ب ت 6س? 8ة4 الص8الة6 ف6ى ا ت ر4 س6 ا ع4ش4 ه?ر� ش4Artinya : “Bahwasannya Nabi SAW menghadap (Baitul Maqdis) dalam

shalat enambelas bulan.”

ط?ر4 و4ج?ه4ك4 ف4و4ل�ى د6 ش4 ج6 6 الم4س? ام الح4ر4Artinya : “Hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.” (QS Al-

Baqarah, ayat 144)

c) Sunnah dengan Sunnah

?ت= =ن =م? ك =ك ?ت 4ه4ي ة6 ع4ن? ن 4ارر4 =و?ر6 ز6ي 4 الق=ب 4ال ه4ا ا و?ر= ف4ز=

5. Hikmah Naskh

Menurut Abdul Wahhab Khallaf, hikmah adanya naskh adalah sebagai

berikut:

a) Hukum Allah diturunkan untuk mewujudkan kepentingan hidup manusia.

Kepentingan hidup manusia selalu berubah disebabkan perubahan hidup,

waktu, dan tempat. Maka naskh sebagai salah satu jalan memperjelas

hukum hasilnya sejalan dengan kepentingan hidup manusia di mana saja

manusia hidup.

b) Pembentukan hukum memerlukan adanya tahapan sehingga manusia tidak

merasa kaget dan tidak merasa berat. Misalnya, proses keharaman khamar.

6. Kaidah berhubungan dengan Naskh

4 الق4ط?ع6ي� ه= ال خ4 ?س4 4ن الظ8ن� يArtinya : “Dalil qath’I tidak dapat dihapus dnegan dalil zanni.”

1. Pengertian Amar ( 4 4م?ر= ?ال ( ا

4م?ر= ?ف6ع?ل6 ط4ل4ب= اال 4ع?ل4ى م6ن4 ال 6ل4ى اال 4ى ا 4د?ن اال“Amar adalah perkataan meminta kerja dari yang lebih tinggi

tingkatannya kepada yang lebih rendah.”

2. Bentuk-Bentuk Amar dan Contohnya

a. Fi’il Amar

48

Page 33: ushul fiiqh

b. Fi’il Mudhari’ yang didahului dengan huruf lam amar :

ولتكن

c. Isim Fi’il Amar

d. Isim Masdar pengganti fi’ile. misal kata : = berbuat baiklahf. Kalimat Berita (Kalam Khabar) bermakna Insya

g. Fi’il madhi atau mudhori’ yang mengandung arti perintah

4ا ب , و4ج4 4ب4 4ت , ك ,ف4ر4ض4 م44ر44 أ

3. Kaidah-Kaidah Amar dan Maknanya

a. Kaidah pertama

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال ?و=ج=و?ب6 اال 6ل ل

“Pada dasarnya perintah itu menunjukkan wajib.”

b. Kaidah Kedua : Perulangan dalam Suruhan

1) Pada prinsipnya Amar (perintah) tidak

menghendaki berulang-ulang

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4 اال 4ض6ى ال 4ق?ت ار ي ?ر4 6ك الت“Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki berulang-

ulangnya pekerjaan yang dituntut.”

2) Amar (perintah) itu menghendaki

berulang-ulang

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4ض6ى اال 4ق?ت ار ي ?ر4 6ك 4ان6 م4ع4 الع=م?ر6 م=د8ة4 الت 6م?ك اال “Pada dasarnya perintah itu menghendaki berulang-ulangnya

perbuatan yang diminta selagi masih ada kesanggupan selama

hidup.”

c. Kaidah Ketiga

?ئ6 ي 6الش8 ب 4م?ر= 4م?ر| اال 6ه6 ا 6ل ائ 6و4س4 ب“Perintah mengerjakan sesuatu berarti juga perintah mengerjakan

wasilahnya / perantara.”

d. Kaidah Keempat

4ص?ل= 4م?ر6 ف6ى اال 4 اال 4ض6ى ال 4ق?ت الف4و?ر4 ي“Pada dasarnya perintah (Amar) itu tidak menuntut dilaksanakan

segera.”

e. Kaidah Kelima

4م?ر= 4ع?د4 اال 8ه?ي6 ب ?د= الن =ع6ي ة6 ي 4اح4 االب“Perintah sesudah larangan menunjukkan kebolehan.”

49

Page 34: ushul fiiqh

4. Pengertian Nahi (larangan)

4ه?ي= ك6 ط4ل4ب= ه=و4 الن 8ر? 4ع?ل4ى م6ن4 الت 6ل4ى اال 4ى ا 4د?ن اال

“Larangan ialah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang yang

lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.”

5. Bentuk-Bentuk Nahi

a. Fi’il Mudhari yang didahului dengan

“la nahiah” / lam nahi = janganlah

b. Lafadz-lafadz lain yang memberikan

pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan /

suatu larangan.

6. Kaidah-Kaidah Nahi dan Maknanya

a. Kaidah Pertama

4ص?ل= 4ه?ي6 ف6ى اال 6 الن ?م 4ح?ر6ي 6لت ل“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan haram.”

b. Kaidah Kedua

ل= ?mm4ص 4ه?ي6 ف6ى اال ق? الن 4mmى الم=ط?ل 6mm4ض 4ق?ت ار4ى ي ر4 ?mm6ك ع6 ف6ى الت ?mmج4م6ي

4ة6 م6ن 4ز? اال“Pada dasarnya larangan mutlaq itu menghendaki pengulangan

dalam segala zaman.”

c. Kaidah Ketiga

4ه?ي= ?ئ� ع4ن? الن ي 4م?ر| ش4 6ض6د6ه6 ا ب“Melarang dari sesuatu itu berarti memerintahkan sesuatu yang

menjadi kebalikannya.”

d. Kaidah Keempat

4ه?ي= 4د=ل� الن اد6 ع4ل4ى ي ?ه6ى� ف4س4 ?ه= الم=ن ع4ن“Pada dasarnya larangan itu menunjukkan perbuatan yang dilarang

(baik ibadah maupun mu’amalah).”

7. Al ‘Am (الع�ام� ) secara bahasa berarti umum, merata, menyeluruh,

sedangkan menurut istilah Ushul Fiqih :

8. Kaidah ‘Am

6 ع=م=و?م= 6ي� الع8ام م=و?ل 4ق6 ع=م=و?م= و4 س= 6ي� الم=ط?ل 4د4ل بArtinya : “Keumuman ‘am itu bersifat menyeluruh sedangkan keumuman

mutlaq itu bersifat mengganti / mewakili.”

50

Page 35: ushul fiiqh

9. Pengertian Khash menurut istilah Ushul Fiqih :

4ف?ظ= ه=و4 الخ4ص� 4د=ل� الذ6ى الل �ا ع4ل4ى ي و4اح6د�ا م4ع?نArtinya : “Lafadz yang menunjukkan satu makna tertentu.”

10. Mutlaq menurut bahasa berarti lepas tidak terikat, adapun menurut

istilah berarti suatu lafadz tertentu yang tidak terikat yang dapat

mempersempit keluasan artinya.

11. Muqayyad menurut bahasa berarti terikat. Menurut istilah adalah suatu

lafadz tertentu yang terikat oleh lafadz lain yang dapat mempersempit

keluasan artinya.

12. Nash Al-Qur’an atau As-Sunnah disebutkan dengan lafadz mutlaq,

sedangkan di tempat lain disebutkan dengan bentuk muqayyad,

13. Kaidah yang berhubungan dengan Mutlaq dan Muqayyad

4ق= ?ق4ى الم=ط?ل 4ب 4ق6ه6 ع4ل4ى ي 6ط?ال 4م? م4ا ا 4ق=م? ل ?ل| ي 6ي ?د6ه6 ع4ل4ى د4ل 6ي 4ق?ي ت Artinya : “Hukum mutlaq ditetapkan berdasarkan kemutlakannya sebelum

ada dalil yang membatasinya.”

8د= 4اق� الم=ق4ي ?د6ه6 ع4ل4ى ب 6ي 4ق?ي 4م? م4ا ت 4ق=م? ل ?ل| ي 6ي 4ق6ه6 ع4ل4ى د4ل 6ط?ال اArtinya : “Hukum muqayyad tetap dihukumi muqayyad sebelum ada bukti

yang memutlakannya.”

14. Mantuq secara bahasa berarti yang diucapkan, secara istilah ialah suatu

makna yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri (menurut ucapannya).

Mantuq bermakna tekstual / yang tersirat.

15. Mafhum menurut bahasa artinya dipahami, sedangkan menurut istilah

suatu makna yang tidak ditunjukkan oleh bunyi lafadz itu sendiri, tetapi

menurut pemahaman terhadap ucapan lafadz tersebut. Mafhum bermakna

kontekstual (yang tersirat) apabila suatu hal atau hukum diambil berdasarkan

pemahaman terhadap suatu ucapan maka dinamakan mafhum. .

16. Mafhum dibagi menjadi dua yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum

mukhalafah.

17. Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi 2 macam

1) Fahwal Khitab.

2) Lahnal khitab.

18. Mafhum Mukhalafah, terdiri dari enam, macam :

1) Mafhum sifat,

2) Mafhum syarat,

3) Mafhum ‘adad (bilangan),

4) Mafhum Ghayah (batas),.

51

Page 36: ushul fiiqh

5) Mafhum Hashr (pembatas/penyingkat)

itu.

6) Mafhum Laqab

19. Mujmal ialah lafadz yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan

arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan.

20. Mubayyan ialah lafadz yang jelas makna dan maksudnya, tanpa

memerlukan keterangan lain untuk menjelaskannya.

21. Macam-Macam Bayan

a. Bayan dengan perkataan,

b. Bayan dengan perbuatan,

c. Bayan dengan isyarat.

d. Bayan dengan diam setelah ada

pertanyaan,.

e. Bayan dengan meninggalkan

perbuatan,

22. Kaidah terkait dengan Mujmal dan Mubayyan

?ر= ي خ6? 4أ 4ان6 ت 4ي ة6 و4ق?ت6 ع4ن? الب 4 الح4اج4 و?ز= ال 4ج= ي

Artinya : “Mengakhirkan penjelasan pada saat dibutuhkan tidak dibolehkan.”

23. Muradif ialah beberapa lafadz yang menunjukkan satu arti.

24. Zahir menurut bahasa berarti jelas, sedangkan menurut istilah ialah

suatu lafadz yang jelas, lafadznya menunjukkan kepada suatu arti tanpa

memerlukan

25. Takwil menurut istilah adalah memalingkan arti zahir kepada makna

lain yang memungkinkan berdasarkan dalil/bukti, sehingga menjadi lebih

jelas.

26. Kaidah berhubungan dengan Takwil

و?ع= =ه= الف=ر= ل 4د?خ= ?ل= ي و6ي? 8أ �ف4اق�ا الت ات

Artinya : “Masalah cabang (furu’) dapat dimasuki takwil berdasarkan

konsensus.”

=ص=و?ل= 4 اال =ه= ال ل 4د?خ= ?ل= ي و6ي? 8أ الت

Artinya : “Masalah ushuluddin (akidah) tidak dapat menerima takwil.”

27. Nasikh menurut bahasa dari kata ح4 4س4 berarti ن menghapus,

memindahkan atau membatalkan, sedangkan menurut istilah ushul fiqih ialah

52

Page 37: ushul fiiqh

ح= ?mm8س و4 الن =mmع4 ه 6mmف ?م| ر= ع6ي� ح=ك ر? 4mmف6 ع4ن6 ش 8mm4ل � الم4ك ?م 6ح=ك ب

ع6ى³ ر? 6ه6 ش4 ?ل ر6 م6ث 4خ64 4أ م=تArtinya : “menghapus hukum syara’ yang ditetapkan terdahulu dengan hukum syara’ yang datang kemudian.” . Yang membatalkan disebut nasikh dan yang dibatalkan disebut mansukh.

28. Macam-macam Nasakh

a. QS. Al-Qur’an dengan Al-Qur’an

b. Sunnah dengan Al-Qur’an

c. Sunnah dengan Sunnah

29. Kaidah berhubungan dengan Naskh

4 الق4ط?ع6ي� ه= ال خ4 ?س4 4ن الظ8ن� يArtinya : “Dalil qath’I tidak dapat dihapus dnegan dalil zanni.”

KAMUS ISTILAH

1. Dalalah ; petunjuk2. Kaidah : rumusan yang menjadi dasar hukum, aturan yang sudah pasti3. Tersirat : tersimpul, tersembunyi4. Muskil : tidak jelas5. Sigat : ucapan

Berilah tanda silang pada jawaban yang benar (X) diantara huruf a, b, c, d atau e!

1. Suatu lafadz menjadi mujmal dikarenakan …a. memiliki lebih dari satu pengertianb. dipindah makna bahasa kepada makna khususc. memiliki satu pengertiand. bersifat umume. a dan b benar

2. Bila ada lafadz mujmal sedang tidak ada keterangan dari syara’ maka hukumnya …a. tawakkufb. diambil salah satuc. ditarjihd. dipakai semuanyae. semuanya benar

3. Kalimat 4ك? 6ل ة| ت ر4 4ة| ع4ش4 4ام6ل ك dalam bahasa Arab adalah …

53

Page 38: ushul fiiqh

a. mujmalb. bayyanc. ijmald. mutlake. muqayyad

4. Muradif sama artinya dengan …a. sinonimb. antinimc. majazd. metaforae. denotatif

5. Beberapa lafadz yang memiliki arti yang sama adalah …a. muradifb. musytarakc. mujmald. mubayyane. mutlaq

6. Perbedaan pendapat dalam maslah lafadz muradif terjadi dalam hal …a. istinbat hukum b. penggunaannya dalam bacaan shalatc. penggunaanya dalam dzikird. kehujjahannyae. b dan c benar

7. Bila ada lafadz musytarak tanpa adanya penjelasan mana yang dikehendaki oleh syara’ maka …a. ditarjihb. dinasakhc. ditinggalkan (Tawaquf)d. digunakan semuanyae. dita’wil

8. Lafadz =د ج= 4س? adalah musytarak karena memiliki dua (bersujud) يpengertian yaitua. sujud dan shalatb. meletakkan dahi diatas bumi dan tundukc. shalat dan ibadahd. tunduk dan patuhe. tunduk dan beribadah

9. Dzahir dalam istilah fuqaha adalah …a. lafadz yang mengandung pengertian hakikib. lafadz yang mengandung pengertian majasc. lafadz yang tertuju pada dua makna tetapi lebih berat menuju

kepada salah satunya yang lebih jelasd. lafadz yang memiliki arti yang jauhe. lafadz yang memiliki lebih dari satu pengertian

10. Ta’wil menurut istilah adalah …a. memalingkan lafadz dari makna majas menuju makna haqiqib. menafsirkan makna lafadz supaya lebih jelasc. membelokkan lafadz dari makna dhahir kepada makna laind. penggunaan lafadz dari makna khusus menjadi makna umume. sama dengan pengertian tafsir

II. Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan jelas ?

1. Sebutkan kaidah-kaidah amar dan contohnya

2. Sebutkan contoh contoh lafadz khas

54

Page 39: ushul fiiqh

3. Berikan contoh lafadz muqoyyad

4. Jelaskan perbedaan mutlaq dan muqoyyad

5. Bedakan antara nasikh dan mansukh

B. TUGAS Individu

Isilah kolom di bawah ini dengan benar!

No Kaidah Ushul Fiqih Contoh ayat / hadits

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Amar

Nahi

‘Am

Khash

Mutlaq

Muqayyad

Muradif

Musytarak

Zahir

Ta’wil

C. TUGAS Kelompok

Diskusikan dengan temanmu kemudian tulislah hasilnya!

1. 5 Ayat Al-Qur'an yang berbentuk Amr

2. 5 Ayat Al-Qur'an yang berbentuk Nahi

3. 5 Ayat / hadits nasikh dan mansukh

4. 5 Ayat / hadits yang berbentuk mantuq

5. 5 Ayat / hadits yang berbentuk mafhum

55