Makalah Tugas Bencana

38
PENANGGULANGAN BENCANA SISTEM PENDIDIKAN KEPERAWATAN BENCANA Disusun oleh : 1. Dewi Indriyani P17320312019 2. Eneng Annisa Astuty P17320312080 3. Indah Selfiyansyah P17320312033 4. Mirza Riadiani Surono P17320312041 5. Putri Apriliani P17320312056 6. Okky Rizki P17320312054 7. Yessi Ayu R P173203120 Tingkat II-A POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

description

uhfwekfwehfwe

Transcript of Makalah Tugas Bencana

PENANGGULANGAN BENCANASISTEM PENDIDIKAN KEPERAWATAN BENCANA

Disusun oleh :1. Dewi IndriyaniP173203120192. Eneng Annisa AstutyP173203120803. Indah SelfiyansyahP173203120334. Mirza Riadiani SuronoP173203120415. Putri AprilianiP173203120566. Okky RizkiP173203120547. Yessi Ayu RP173203120

Tingkat II-A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNGPROGAM STUDI KEPERAWATAN BOGORJl. Dr. Semeru No. 116 Bogor Barat, Kota Bogor

5

Kata Pengantar

Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini membahas tentang SISTEM PENDIDIKAN KEPERAWATAN BENCANA. Meskipun banyak hambatan dalam proses pengerjaannya, tetapi kami dapat menyelesaikannya dengan baik.

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah PENANGGULANGAN BENCANA. Keberhasilan kami dalam penulisan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian

Bogor, Mai 2014

Penyusun

Daftar Isi

Kata PengantariDaftar IsiiiBAB I3PENDAHULUAN3A.Latar Belakang3B.Rumusan Masalah4C.Tujuan4BAB II5TINJAUAN TEORI5A.Pentingnya pendidikan keperawatan bencana5B.Pendekatan dasar untuk mengembangkan pendidikan keperawatan bencana6D.Tabel 1 : Contoh Pendidikan Keperawatan Bencana Di Universitas A16E.Tabel 2 : Contoh Tahapan Pendidikan Keperawatan Bencana18F.Menuju Perbaikan Program Pendidikan Keperawatan Bencana20BAB III21PENUTUP21Daftar Pustaka2210

BAB IPENDAHULUANLatar BelakangUndang-Undang No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun manusia, ataupun keduanya (Toha, 2007). Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat. Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam penanganan bencana di Indonesia (Chan, Chan, Cheng, Fung, Lai, Leung, Leung, Li, Yip, Pang, 2010). Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi (pencegahan), tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga tahap recovery. Namun sejauh ini, tidak hanya di Indonesia di negara-negara lain juga dihadapkan pada kondisi kurangnya peran perawat dalam respon terhadap penanganan bencana. Sehingga diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi yang mumpuni oleh seorang perawat untuk mengimbangi potensi dan kompleksitas bencana dan dampaknya yang mungkin akan lebih besar pada masa mendatang. Pertemuan yang dilakukan oleh American Public Health Association pada tahun 2006 telah menyebutkan bahwa diperlukan kesiapan dari tenaga kesehatan dalam mengahadapi kejadian luar biasa melalui pendidikan bencana yang menjadi prioritas dalam kurikulum (WHO dan ICN, 2009). Melihat betapa besarnya peran perawat dan pentingnya kebutuhan akan keperawatan bencana dalam kurikulum maka penulis tertarik mengangkat masalah kompetensi perawat dalam penanganan bencana; implikasi keperawatan bencana dalam kurikulum pendidikan keperawatan. Terdapat beberapa pertanyaan yang ingin diulas dalam kajian ini yaitu kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam penanganan bencana, pembuatan kurikulum disaster nursing, dan aplikasinya di Indonesia. Literature yang digunakan sebagai bahan kajian diperoleh melalui pencarian dengan menggunakan kata kunci disaster, competencies nursing in disaster, disaster nursing. Beberapa jurnal yang mendukung kemudian diambil sebagai bahan kajian dan ditindak lanjuti dengan membaca references dari masing-masing jurnal. Sehingga hasil akhir menemukan enam (6) jurnal yang mendukung pembahasan kompetensi perawat dalam bencana dan kurikulum disaster nursing sebagai bahan kajian.Rumusan Masalah1. Apakah pentingnya pendidikan keperawatan bencana ?2. Apa saja pendekatan dasar untuk mengembangkan pendidikan keperawatan bencana ?3. Bagaimana cara menuju Perbaikan Program Pendidikan Keperawatan Bencana ?

Tujuan1. Mengetahui pentingnya pendidikan keperawatan bencana.2. Memahami pendekatan dasar untuk mengembangkan pendidikan keperawatan bencana.3. Mengetahui menuju Perbaikan Program Pendidikan Keperawatan Bencana.BAB IITINJAUAN TEORI

A. Pentingnya pendidikan keperawatan bencanaPendidikan keperawatan bencana merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan pada fase tenang (fase dimana bencana belum terjadi) dari siklusbencana. Tugas perawatan dalam situasi darurat adalah bukan tugas yang dapat dilakukan oleh semua perawat. Untuk memberikan tindakan medis dan perawatan yang terbaik kepada korban dan orang-orang yang terluka dalam jumlah banyak pada saat kondisi darurat, maka perlu dilakukan pendidikan keperawatan bencana sebelum bencana terjadi sehingga perawat mendapatkan pemahaman dan keterampilan khusus yang memungkinkan menagani situasi khusus saat bencana secara cepat dan fleksibel.Pada akhir tahun 1990, banyak bencana alam dalam skala besar terjadi diseluruh dunia, menimbulkan kerusakan di Negara-negara secara luas, tidak terikat pada ukuran ataupun status sebagai Negara industry atau pertanian, bahkan Negara-negara yang teknologinya maju pun telah terkena bencana. PBB telah menetapkan periode dari tahun 1990-1999 sebagai Dekade Internasional Pengurangan Bencana Alam (IDNDR: International Decade Natural disaster Reduction) dan melakukan berbagai aktivitas untuk berkontribusi dan mempromosikan upaya untuk mengurangi dampak bencana alam dengan tema Menciptakan Kultur Pencegahan. Pada tahun 2000, Strategi Internasional Pengurangan Bencana (ISDR: International Strategy for Disaster Reduction) telah didirikan untuk meneruskan misi IDNDR.Keadaan ini menunjukkan pentingnya tenaga ahli keperawatan yang meningkatkan kesehatan masyrakat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan bencana, kemudian mningkatkan kesadaran mereka terhadap benacana dalam kehidupan sehari-hari, mempunyai pengetahuan khusus dan tepat tentang keperawatan bencana, dan belajar keterampilan diamana mereka dapat melakukan praktik dalam situasi darurat.

B. Pendekatan dasar untuk mengembangkan pendidikan keperawatan bencanaPembahasan tentang pendidikan dan pelatihan dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu berkelanjutan, bertahap, dan jenis/pola.1. Sifat berkelanjutan/ kontinuitas pendidikan dan pelatihanPerspektif yang penting dalam pengembangan pendidikan bencana adalah sifat berkelanjutan/ kontinuitas pendidikan dan pelatihan. Aktifitas praktik keperawatan baik yang berkaitan dengan keperawatan bencana atau sebaliknya, tidak dapat dilakukan apabila program pendidikan hanya dilakukan sekali. Dalam masyarakat yang terus berubah, yang paling penting adalah tenaga ahli keperawatan secara berkelanjutan mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dan mereka harus secara terus menerus mempelajarinya sehingga mereka akan siap memanfaatkan kapabilitasnya ketika hal itu diperlukan. Melanjutkan pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam menghadapi situasi bencana, dimana keadaan lingkungan spesifik yang berbeda dari biasanya (ditandai dengan terbatasnya penyediaan obat, SDM dan fasilitas). Dalam situasi yang demikian tenaga professional perlu menangani aktifitas diluar ruang lingkup dari tugas pokok sehari-hari.Untuk memastikan bahwa pendidikan keperawatan bencana terus berjalan dan meningkatkan tingkat kesiapsiagaan bencana diantara perawat, hal penting yang dilakukan adalah melihat situasi dari perspektif keduanya baik pendidikan keperawatan dasar maupun pendidikan berkelanjutan melalui pertanyaan sbb: 1) Bagaimana caranya supaya pendidikan keperawatan bencana dimasukkan kedalam pendidikan keperawatan dasar sebelum menjadi mahasiswa perawat? 2) Bagaimana caranya supaya pendidikan keperawatan bencana dimasukkan kedalam pendidikan perwatan berkelanjutan setelah lulus?Dan penting juga menetapkan kesempatan pendidikan dan pelatihan sehingga perawat dapat mengembangkan pengetahuan mereka secara sistematis dalam bidang ini. Di Jepang, Palang Merah Jepang (JRCS: Japanese Red Cross Society) dan pasukan bela diri Jepang (SDF: Self-Defense Force) telah menangani pemberian pendidikan keperawatan bencana secara aktif di pendidikan keperawatan dasar dan pendidikan keperawatan berkelanjutan. Misalnya, JRCS diminta untuk membantu dalam koordinasi aktivitas pertolongan sesuai dengan perjanjian bantuan bencana dan berdasarkan sejumlah konvensi Jenewa, keputusan konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Undang-undang Palang Merah Jepang, dan anggaran dasar JRCS. Dan JRCS juga diartikan sebagai badan resmi saat bencana melalui Undang-undang Pokok Penanganan Gempa Bumi Berskala Besar. Untuk melaksanakan tugas tersebut, JRCS telah merekrut, melatih dan membina tenaga pertolongan dan menyiapkan perlengkapan/materi pertolongan, dan telah berhasil dalam melaksanakan program pendidikan medis dan keperawatan bencana. Didalam program pendidikan dasar di Akademi Keperawatan dan Universitas Keperawatan Palang Merah si seluruh jepang terdapat mata kuliah metode pertolongan pertama Palang Merah dan keperawatan bencana, maka mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar tentang keperawatan bencana selama masa kuliah. Dalam hal pendidikan keperawatan berkelanjutan, kurikulum pendidikan keperawatan bencana yang harus diambil untuk menjadi tenaga pertolongan dimasukkan kedalam pendidikan pelayanan di rumah sakit (PBL: Praktik Belajar Lapngan) dan program pelatihan bencana juga dilakukan secara berkala.Gempa bumi besar di Hanshin-Awaji (1995) membawa peralihan pada pendidikan keperawatan bencana yang sebelumnya hanya diberikan pada kelompok perawat tertentu. Pengalaman dari gempa bumi besar di Hanshin-Awaji ini membuat perawat di seluruh jepang memiliki kepedulian yang tinggi tentang pentingnya pendidikan keperawatan bencana. Sebagai akibatnya banyak institusi pendidikan yang mulai mengimplementasikan pendidikan keperawatan bencana kedalam kurikulum keperawatan dasar mereka.Namun demikian, metode implementasinya berbeda-beda disetiap institusi karena tidak ada standar pelaksanaan yang jelas. Contohnya, beberapa institusi telah mendirikan keperawatan bencana sebagai mata kuliah tersendiri, di lain pihak telah memperkenalkannya sebagai sebuah unit dalam mata kuliah keperawatan komunitas. Juga, beberapa institusi telah menjadikannya sebagai materi kuliah wajib untuk semua mahasiswa, sedangkan ada juga yang menjadikannya sebagai mata kuliah pilihan. Institusi-institusi lain juga juga memasukkannya diluar kurikulum akademik normal, dan sebagai gantinya merekomendasikan mahasiswa untuk belajar langsung didalam latihan gabungan siap siaga bencana yang dilakukan oleh berbagai institusi dan didalam latihan itu mahasiswa berperan sebagai korban bencana. Kalau memikirkan bencana dapat terjadi dimanapun dan kapanpun, dan bencana alam skala besar bertambah dewasa ini, maka semua mahasiswa keperawatan diharapkan mengembangkan kepedulian terhadap bencana dan mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan dibidang ini. Mempelajari keperawatan bencana selama penddikan keperawtan dasar termasuk penting dari sisi pemberian motivasi mahasiswa untuk melanjutkan pelajarannya setelah lulus.

2. Pendekatan secara bertahap dalam pendidikan dan pelatihan keperawatan bencanaKunci perspektif kedua dalam pengembangan pendidikan keperawatan bencana adalah pendekatan secara bertahap, yaitu pendidikan perlu diberikan berdasarkan setiap tahap. Sama seperti keterampilan praktik keperawatn yang dibina secara bertahap, keterampilan praktik keperawatan pada saat bencana juga perlu dibina dengan cara yang sama supaya memperoleh efektivitas yang optimal. Hal ini berkaitan dnegan pertanyaan yang telah disebutkan sebelumnya: bagaimana caranya supaya pendidikan keperawatan bencana dimasukkan kedalam pendidikan berkelanjutan setelah lulus. Itu juga berkaitan dengan perluasan peran yang harus diaminkan oleh perawat selama terjadi bencana sebagai contoh, dalam keadaan darurat, perawat biasa dan manajer/ kepala perawat seharusnya memainkan peran yang berbeda.

Jika dibuat system pendidikan secara bertahap, seperti melaksanakan pendidikan dan pelatihan secara bertahap sesuai dengan perkembangan dari perawat dan perluasan peran yang harus diaminkan oleh perawat, atau perawat yang sudah menyelesaikan/ lulus pendidikan dan pelatihan tahap 1 akan diikutsertakan pada pendidikan dan pelatihan tahap berikut, maka efektifitas dari pendidikan dapat ditingkatkan.

Setiap rumah sakit melakukan berbagai usaha untuk memberikan pendidikan dan pelatihan secara bertahap. Misalnya, mahasiswa yang baru direkrut oleh rumah sakit dilibatkan dalam pelatihan pemula dan belajar materi dasar. Berdasarkan hal ini rumah sakit telah membentuk beberapa tingkatan pelatihan dimana perawat dapat mengikuti pelatihan untuk perawat tingkat menengah yang telah bekerja 3-5 tahun, pelatihan untuk kepala perawat, dan pelatihan untuk perawat ahli keperawatan bencana yang berposisi membimbing perawat bencana yang lain.

Sebagai tambahan, di jepang, pendidikan keperawatan bencana juga dilakukan diluar rumah sakit dimana perawat bekerja. Sebagai contoh, Asosiasi Keperawatan Jepang (JNA: Japanese Nursing Association) sebagai organisasi fungsional (professional) perawat mulai memberikan pendidikan keperawatan bencana sebagai bagian mata dari mat kuliah keperawatan berkelanjutan sejak bulan juni 2000. Tujuan dari pelatihan yang biasanya dilakukan 2 hari ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai bencana dan kemampuan, mempersiapkan serta menciptakan organisasi yang dapat merespon segala situasi bencana. Topic utama yang diangkat adalah dasar-dasar dari pengobatan pada saat bencana, keperawatan bencana yang nyata, manajemen krisis didalam masyarakat/ komunitas, kegiatan perawatan yang ditempat pengungsian, dan kegiatan pelayanan kesehatan mental pada saat bencana. Sesi pelatihan ini dibuka untuk seluruh anggota perawat yang telah terdaftar sebelumnya. Selama empat tahun, sejak tahun 2000 hingga tahun 2003, pelatihan ini telah memberikan kesempatan bagi banyak perawat untuk belajar pengetahuan dan keterampilan yang khusus yang diperlukan untuk keperawatan bencana.

3. Jenis-jenis dan pola pendidikan dan pelatihanKunci perspektif ketiga dalam pengembangan pendidikan keperawatan bencana adalah jenis/pola pendidikan dan pelatihan. Ada bermacam-macam jenis pendidikan dan strategi yang perlu diadopsi dalam rangka meningkatkan efektifitas pendidikan dengan memilih jenis pendidikan khusus yang didasari pada tujuan pelatihan, kesiapan partisipan, dan kebutuhan pelajaran.a. Pengkategorian melalui tingkat ketetapan rencana dan isi terhadap partisipan pelatihanJenis-jenis dari pendidikan dan pelatihan dapat dikategorikan atas dasar tingkat ketetapan partisipan dengan rencana dan isi sebagai berikut. Hal ini berdasarkan buku pedoman untuk pembentukan organisasi kesehatan dan pengobatan pada saat bencana yang disusun oleh Pan American Health Organization (PAHO)1) Latihan yang telah direncanakan sebelumnyaIni adalah latihan-latihan yang dilakukan atas dasar skenario yang telah direncanakan. Gladi resik kadang-kadang dilakukan. Dengan pelaksanaan pelatihan beberapa kali, yang berdasarkan manual penanganan bencana, maka hal itu akan membantu partisipan untuk lebih mengenali tugas dan perannya sendiri.2) Pelatihan mendadak (tanpa diberitahukan secara rinci)Pada jenis latihan ini partisipan hanya mengetahui informasi mengenai pelaksanaan pelatihan dan hal-hal yang utama saja.3) di tempat kerja yang dirahasiakan (dilakasanakan secara mendadak ditempat kerja)Hanya sedikit yang mengetahui pelatihan itu dilakukan di tempat kerja. Jenis pelatihan ini adalah tidak efektif jika peserta menerima pelatihan yang secukupnya melalui latihan-latihan yang berulang-ulang sebelumnya dari jenis latihan pertama dan kedua yang telah dijelaskan di atas.

b. Pengkategorian melalui metode pendidikanJenis pendidikan dan pelatihan yang dikategorikan melalui metode pelatihan seperti (1) kuliah (2) praktik. Praktik termasuk pelatihan dasar, simulasi di dalam kelas, dan simulasi di luar kelas.1) Kuliah Kuliah merupakan hal penting dalam rangka membantu peserta mendapatkan pengetahuan pokok yang mereka butuhkan untuk mendukung praktik keperawatan bencana dan memotivasi pembelajaran peserta. Perkuliahan yang menggunakan alat / mendapatkan gambaran situasi bencana dan lebih memahami materi yang telah dipelajari.

2) PraktikPraktik adalah cara yang penting supaya pengetahuan yang telah mereka pelajari melalui kuliah akan diterapkan pada saat pelaksanaan yang nyata. Bahkan praktiknya akan lebih efektif ketika mengikuti tahap-tahap seperti berikut ini. Praktik pelatihan dasar didesain untuk membantu peserta mendapatkan keterampilan dasar yang penting dalam situasi darurat seperti triage, pertolongan pertama, cara memindahkan/mengangkut pasien, dan pembukaan dan manajemen tempat pertolongan. Kemudian simulasi dikelas dengan kerja kelompok dilakukan berdasarkan skenario hipoten, seperti menetapkan jenis bencana dan skala bencana, fase siklus bencana, dan tempat aktivitas. Lebih lanjut, informasi yang diperoleh dari simulasi di kelas dapat digunakan untuk menciptakan simulasi di luar kelas sebagai kesempatan belajar yang praktis dan komprehensif. Ketika simulasi dimanfaatkan contoh bencana sebelumnya yang familier bagi peserta, maka simulasi cenderung lebih mudah bagi peserta untuk mengikuti pelatihan tersebut dan menjadi sangat efektif.

c. Pengkategorian Melalui Peserta PelatihanPendidikan pelatihan dapat dikategorikan berdasarkan lingkup para peserta sebagai berikut :1) Pendidikan dan pelatihan untuk perawatPendidikan dan pelatihan ini ditujukan kepada perawat, dan sisinya telah dijelaskan sebelumnya, maka tidak dibahas lagi disini. Yang perlu diperhatikan adalah untuk memperlihatkan kemampuan seseorang di dalam situasi darurat, peserta harus berpartisipasi secara aktif dalam kesempatan belajar dan latihan, belajar tengtang cara menghadapi situasi bencana, dan meningkatkan tingkat kesiagaan diri pada saat normal. Pada waktu yang sama, penting juga menegmbangkan praktek keperawatan yang berbasis dalam praktik keperawatan setiap hari. Perawat dapat membuat observasi secara teliti dengan mengguakan seluruh panca indera selama melakukan aktivitas keperawatan yang biasa mereka lakukan, dan dapat membuat keputusan yang akurat yang didasari pada observasi ini, akan mendapatkan kemampuan untuk memutuskan secara cepat dan mengambil tindakan yang tepat pada saat bencana. Akumulasi dari pengalaman keperawatan yang dilakukan setiap hari akan menjadi daya penggerak yang menyokong praktik keperawatan bencana.

2) Pendidkan dan pelatihan untuk tim medisKetika bencana terjadi, rumah sakit yang ada di dekat lokasi bencana akan memainkan peran untuk mengirim tim medis ke lokasi bencana, menerima korban luka/sakit, bekerjasama dengan rumah sakit yang mendukung untuk membantu dan menerima staf medis dari/ke institusi medis, memasok persedian obat-obatan, dan menerima perpindahan pasien.Agar pengiriman tim medis kelokasi bencana berjalan lancar, rumah sakit perlu membentuk tim medis di dalam rumah sakit itu sebelumnya dan tim medis tersebut harus di beri pendidikan dan pelatihan. Sebagai contoh, rumah sakit B yang menjadi RS basis pada saat bencana selalu membentuk 9 tim yang terdiri dari 2 dokter, 3 perawat, 2 petugas administrasi (kadang-kadang termasuk tenaga farmasi), dan mereka telah mengembangkan sebuah sistem untuk pengiriman tim ini dalam pengaturan shift ketika bencana terjadi. Selain itu, setahun sekali, rumah sakit melakukan program pelatihan selama 2 hari penuh yang terfokus pada pelatihan dasar (termasuk pemasang tenda) dan triage,sehingga tim ini siap bertugas pada saat darurat.Penting juga mengembangkan sistem ini untuk akomodasi jumlah yang besar dari pasien yang terkena luka dan membuat latihan untuk sistem implementasi. Ini memerlukan kontrol pada perencanaan internal dirumah sakit dalam menghadapi bencana, sebagai contoh bagaimana aktivitas harus dikoordinasikan pada saat institusi medis, pendirian pusat penanganan bencana internal, penempatan area triage dan tempat tindakan, pengalokasian SDM dan material, dan pemanggilan staf secara darurat.

3) Pelatihan gabungan dengan institusi lain yang terkaitKetika bencana terjadi, 1 tim medis dapat beroperasi sendiri atau ada kalanya bekerjasama dengan beberapa tim medis, pemadam kebakaran, tenaga pasukan militer, pemerintas, dan organisasi relawan untuk mengatasi situasi bencana tersebut. Oleh karena itu, tidak hanya melakukan pendidikan dan pelatihan untuk tim individu medis yang telah di jelaskan di atas, tetapi penting juga melakukan aktivitas pelatihan gabungan yang bertujuan untuk melakukan kerja sama antar institusi terkait. Di jepang, dilaksanakan pelatihan gabungan bencana ditingkat prefektur, kota, dan rukun tetangga (RT). Sebaiknya latihan-latihan ini dilakukan secara berkala dimana telah dibuat skenario berkenaan dengan jenis dan skala yang diperkirakan, dan juga jumlah korban, identifikasi peranan dan ruang lingkup tanggung jawab dari setiap institusi dan peserta yang terlibat, dan metode komunikasi satu sama lain.4) Pelatihan gabungan yang dilibatkan penduduk setempat dan organisasi relawanPenting sekali melibatkan penduduk setempat dalam latihan bencana. Dengan partisipasi penduduk setempat sebagai pemeran pasien pada latihan-latihan yang dijelaskan di atas, maka penduduk setempat diberikan kesempatan penyuluhan terhadap pencegahan bencana, dan pada saat yang sama pelatihan gabungan menjadi lebih dinamis dan realistis bagi instansi yang terkait.Ada juga upaya-upaya melakukan latihan yang diikuti kelompok wanita, anggota pemaam kebakaran, dan kelompok relawan lokal untuk melatih diri di dalam peran khusus yang dapat mereka mainkan seperti mempersiapkan makanan (bagian dapur), pengiriman dan pembagian barang bantuan kepada korban.

d. Pendidikan dan Pelatihan KhususSebagai tambahan di atas, berikut ini adalah jenis-jenis pendidikan dan pelatihan khusus.1. DMAT (Disaster Medical Assistane Team)DMAT adalah tim medis ang dikirim pada saat bencana yang telah dilatih khusus dan dapat bergerak dalam fase akut bencana (dalam 48 jam pertama). Di jepang, sertifikat DMAT diberikan oleh Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan dimulai pada tahun 2006, dan sampai 2007 sebanyaj 386 tim pada 272 organisasi/sarana telah menyelesaikan pelatihan ini, menghasilkan 2391 petugas DMAT. Dari jumlah ini, 992 orang adalah perawat.

2. MMIS ( Major Incident Medical Management and Support)MMIS adalah program pelatihan selama 3 hari dimana personil medis dan kesehatan (dokter, perawat, tenaga ambulan, dll) mempelajari cara-cara yang sistematis dari pendekatan kecelakaan besar dan bencana. Program ini sedang diterapkan secara luas di Inggris dan Australia dan sekarang sedang berkembang dan menjadi standar umum di Eropa.Bagian ini telah dipertimbangkan dari 3 perspektif fundamental, yakni berkelajutan, sebagai pemikiran pengembangan pendidikan keperawatan bencana. Pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang harus ada untuk bersiap pada bencana yang terjadi secara tiba-tiba. Berdasarkan ini , kita harus menciptakan kesempatan pendidikan dan pelatihan dan mengembangkan sistem-sistem pendidikan keperawatan bencana.

(Perencanaan) (Perbaikan) ( Pelaksanaan )(Evaluasi)

PlanDoPlan

DoAction

Check

Tabel 1 : Contoh Pendidikan Keperawatan Bencana Di Universitas AKeperawatan bencana membutuhkan keterampilan khusus supaya dapat memberi respon dengan cepat, fleksibel, dan tepat dalam situasi yang tidak menentu dan tak terduga. Melengkapi perawat untuk memberikan perawatan dalam situasi darurat membutuhkan pelatihan secara bertahap, namun beberapa keterampilan dasar yang diperlukan adalah kemampuan untuk melakukan sebuah pengkajian fisik dan bantuan pertama dasar di dalam ruang kelas melalui praktik, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka dapat menerapkan keterampilan keperawatan bencana. Hal penting dalam keperawatan bencana adalah menyadari perlunya pengembangan lebih lanjut dari pendidikan perawat dan mengeuasai keterampilan khusus serta berupaya untuk membina diri akan keterampilan dasar termasuk kemampuan membuat keputusan yang tepat.Mahasiswa diharapkan telah mempelajari bagaimana melakukan pengkajian fisik dan bentuan pertama dasar di dalam ruang kelas melalui praktik, tetapi ini tidak berarti bahwa mereka dapat menerapkan keterampilan keperawatan bencana. Hal penting dalam keperawatan bencana adalah menyadari perlunya pengembangan lebih lanjut dari pendidikan perawat dan menguasai keterampilan khusus serta berupaya untuk membina diri akan keterampilan dasar termasuk kemampuan membuat keputusan yang tepat.Universitas kami menganggap bahwa, Bencana dan Keperawatan adalah mata kuliah komprehensip dimana mahasiswa berupaya mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan sebelumnya, serta harus diambil oleh mahasiswa semester 8. Berdasarkan kondisi pelajaran tersebut, tujuan dari mata kuliah ini adalah supaya mahasiswa belajar siklus bencana secara keseluruhan; memahami masalah-maslaah kesehatan, kebutuhan keperawatan dan peran perawat dalam setiap siklus bencana serta mendapatkan keterampilan dasar yang mereka butuhkan untuk memberikan pelayanan keperawatan bencana. Untuk meningkatkan kemampuan mengambil keputusan yang tepat, hal-hal yang penting adalah mahasiswa perlu memahami bencana, pendekatan manajemen, dan perbedaan antara situasi darurat dan yang normal (walaupun keduanya kondisi kritis), dan juga memiliki kemampuan untuk berfikir tentang peranan perawat di dalam situasi darurat. Gambaran umum dari kelas atau mata kuliah ini seperti di bawah ini. Akhirnya setelah melakukan simulasi di ruang kelas kita akan berkerja sama dengan Red Cross Society/ Palang Merah untuk melakukan latihan di luar sehingga mahasiswa dapat menyadari perbedaan bagaimana mereka membayangkan situasi darurat, dan keadaan darurat yang sesungguhnya seperti apa,sehingga mereka di beri motivasi untuk melanjutkan pendidikannya di bidang ini di masa depan.1. Gambaran umum bencana , 1 pertemuan (90 menit) Mempelajari definisi dan jenis bencana Memahami pengaruh bencana terhadap kesehatan masyarakat dan kehidupan sehari-hari Memikirkan mengenai rawan bencana2. Gambaran umum manajemen bencana, 1 pertemuan (90 menit) Mempelajari ciri-ciri siklus bencana dan setiap fase bencana. Memikirkan peran perawat dalam manajemen bencana3. Gambaran umum keperawatan bencana, 1 pertemuan (90 menit) Mamahami perbedaan antara keperawatan bencana dan keperawtan darurat Memikirkan kebutuhan keperawatan dalam setiap fase bencana4. Topik keperawatan bencana, 11 pertemuan (90 menit x 11 pertemuan) Memahami ciri-ciri keperawatan selama fase akut bencana, 1 pertemuan (90 menit) Mempelajari dasar-dasar trige, 2 pertemuan (90 menit x 2) Memahami pentingnya kesehatan mental pada korban dan para penolong: dan mempelajari metode dukukan, 2 pertemuan (90 menit x 2) Memikirkan dukungan kepeda penduduk daerah paling lemah pada bencana, 2 pertemuan (90 menit x 2) Praktek umum (simulasi di dalam kelas dan latihan di luar menggunakan studi kasus), 4 pertemuan (90 menit x 4).

Tabel 2 : Contoh Tahapan Pendidikan Keperawatan BencanaTarget pelatihanTujuan pelatihanKomponen pelatihan utama

Pelatihan untuk perawat pemula (baru mulai bertugas)1. Mengembangkan kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap kesiapsiagaan pada bencana2. Mempelajari pengetahuan dasar yang dibutuhkan pada saat bencana dan melengkapi keterampilan dasar Pemahaman seluruh struktur fasilitas atau sarana rumah sakit dari sisi keamanan Mengkomfirmasikan jalur evakuasi dan jaringan komunikasi Pengkajian fisik (asesmen fisik) Latihan membalut, pertolongan pertama, dan metode pemindahan atau pengangkutan pasien

Pelatihan untuk perawatan menengah (berpengalaman 3 tahun)1. Mempelajari pengetahuan khusus yang diperlukan pada saat bencana dan melengkapi keterampilan2. Memahami peran yang harus dimainkan oleh perawat pada saat bencana Definisi dan jenis bencana Pengetahuan dasar keperawatan bencana Pelatihan triage Sistem pencegahan bencana, perlengkapan, dan persediaan pada saat bencana di dalam rumah sakit Pelatihan evakuasi untuk simulasi bencana Pengetahuan dan keterampilan tentang pengobatan darurat

Pelatihan untuk kepala atau manajer perawat1. Mempelajari pengetahuan dan keterampilan supaya bisa menunjukan sifat kepemimpinan sebagai kepala atau manajer perawat pada saat bencana, menyelamatkan nyawa orang, dan mencegah bencana sekunder2. Memahami respon organisasi terhadap saat terjadi bencana Peran kepala/ manajer dalam pada saat bencana. (penataan struktur organisasi ketika bencana terjadi memanfaatkan sumber dan SDM yang efektif, mengumpulkan dan menyampaikan informasi, dll) Perawatan ketika bencana terjadi Penyusunan jaringan dengan institusi trkait pada saat bencana

Pelatihan perawat ahli bencana1. Memahami dan peranan dan tanggung jawab dari tenaga ahli keperawatan bencana2. Mampu memberikan bimbingan pada keperawatan bencana 3. Mampu memahami dan melakukan praktik dan memainkan peran sebagai perawat dalam berbagai fase siklus bencana Ciri-ciri khusus dari pengobatan bencana Jenis bencana dan ciri-ciri penyakit khusus Perubahan siklus bencana dan kebutuhan keerawatan Perawatan untuk orang-orang yang lemah pada bencana Psikologi pada saat bencana, kesehatan mental korban dan penyelamat Perencanaan dan praktek pendidikan dan pelatihan untuk keperawatan bencana

Menuju Perbaikan Program Pendidikan Keperawatan BencanaAkhirnya, dibagian ini akan didiskusikan upaya-uapaya yang sedang dilakukan mengenai pengembangan lebih lanjut dari pendidikan keperawatan bencana.Pertama, menangani upaya-upaya yang sedang berlangsung dalam mengevaluasi dan mengembangkan program pelatihan dan penidikan yang sedang diimplementasikan dalam bidang pendidikan keperawatan bencana adalah hal penting, sama seperti pentingnya mengevaluasi bagaimana aktivitas pendidikan yang baik dalam menyampaikan tujuan yang telah di desain dan membuat perbaikan yang diperlukan. Tanpa evaluasi ini, tidak mungkin mendapatkan informasi tentang bagian mana yang memerlukan perbaikan. Sama dengan seluruh aktivitas pendidikan, harus mengikuti siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act) (Gb. 2). Dalam proses ini, harus dipertanyakan apakah isi dari pendidikan yang diberikan untuk menghasilan tujuan pendidikan yang khusus telah tepat atau belum, dan apakah metode pengajarannya telah efektif atau belum.Kunci kedua adalah pengembangan materi pelajaran. Materi pelajaran yang digunakan ketika meneruskan pendidikan keperawatan bencana termasuk teks dan materi video yang digunakan dalam kuliah, studi kasus yang digunakan pada saat latihan di kelas dan simulasi di luar kelas, serta berbagai alat peraga/model yang digunakan untuk menambahn realitas selama pelatihan dilakukan. Untuk meningkatkan efek pendidikan itu, penting untuk mengembangkan materi ini, maka hal ini perlu dipertimbangkan.Kunci ketiga adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM). Dalam hal ini penting untuk mengambangkan keterampilan pengajar yang melakukan aktivitas pendidikan keperawatan bencana. Pembinaan spesialis pendidikan keperawatan bencana merupaka tantangan besar untuk masa depan.

BAB IIIPENUTUP KesimpulanPendidikan keperawatan bencana adalah salah satu aktivitas yang dilakukan selama masa tenang dari siklus bencana. Perawata mempunyai peranan penting dalam fase ini, yakni meningkatkan kesadarannya, dan pada saat normal memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk keperawatan bencana. Untuk melakukan tugas ini, perlu mengembangan kesiap-siagaan pada bencana dengan mempertahankan dan mengingatkan keterampilan diri sendiri melalui program pendidikan dan pelatihan secara berkala dan berkelanjutan, dan perlu terus melanjutkan praktik keperawatan didalam aktivitasnya sehari-hari. Untuk mengambangkan kemampuan praktik pada keperawatan bencana bagi perawat, maka hal ini menjadi penting untuk mengambangkan program pendidikan bencana yang menekankan berkelanjutan, secara bertahap dan jenis/pola, mengevaluasi terhadap program pendidikan dan pelatihan yang sedang / yang sedang dilaksanakan, serta melakukan upaya yang berkelanjutan untuk perbaikannya.

Daftar Pustaka

D.Pusponegoro, Prof. DR dr Aryono.2011.The Silent Disaster Bencana dan Korban Massal.Jakarta:Sagung SetoJapanese red cross society dan PMI.2009.Keperawatan Bencana.Banda Aceh:Forum Keperawatan Bencana