Makalah Tipe Makna
-
Upload
halmzalone -
Category
Education
-
view
84 -
download
0
Transcript of Makalah Tipe Makna
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semantik merupakan salah satu bidang semantik yang mempelajari tentang
makna. Pengertian dari makna sendiri sangatlah beragam. Mansoer Pateda
(2001:79) mengemukakan bahwa istilah makna merupakan kata-kata dan istilah
yang membingungkan. Makna tersebut selalu menyatu pada tuturan kata maupun
kalimat. Dalam hal ini Ferdinand de Saussure (dalam Abdul Chaer, 1994:286)
mengungkapkan pengertian makna sebagai pengertian atau konsep yang dimiliki
atau terdapat pada suatu tanda linguistik. Pemahaman semantik sangat penting
untuk mempelajari bahasa akuisisi (bagaimana pengguna bahasa memperoleh
makna, sebagai pembicara dan penulis, pendengar dan pembaca) dan perubahan
bahasa (bagaimana mengubah makna dari waktu ke waktu). Sangat penting untuk
memahami bahasa dalam konteks sosial, karena ini cenderung mempengaruhi arti,
dan untuk memahami jenis bahasa Inggris dan efek gaya. Oleh karena itu salah
satu konsep yang paling mendasar dalam linguistik.
Kajian semantik meliputi studi tentang bagaimana makna dibangun,
diinterpretasikan, diklarifikasi, tertutup, ilustrasi, disederhanakan, dinegosiasikan,
bertentangan dan mengulangi. Makna bahasa, khususnya makna kata, terpengaruh
oleh berbagai konteks. Makna kata dapat dibangun dalam kaitannya dengan benda
atau objek di luar bahasa. Dalam konsepsi ini, kata berperan sebagai label atau
pemberi nama pada benda- benda atau objek-objek yang berada di alam semesta.
Makna kata juga dapatdibentuk oleh konsepsi atau pembentukan konsepsi yang
terjadi dalam pikiran pengguna bahasa.
1
Sedangkan pembahasan dalam makalah ini mengkaji mengenai tipe makna
serta stilistika dan majas, baik dari segi kata ataupun pemakaiannnya. Tipe makna
(bhs. Inggris – type of meaning) adalah kajian makna berdasarkan tipenya. Tipe
adalah pengelompokan sesuatu berdasarkan kesamaan objek, kesamaan ciri atau
sifat yang dimiliki benda, hal peristiwa, atau aktivitas lainnya. (Djajasudarma,
1999: 17).
B. Rumusan Masalah
a) Apa saja yang termasuk ke dalam tipe makna?
b) Apa yang dimaksud dengan stilistika dan majas?
C. Tujuan Penulisan
a) Untuk mengetahui tipe makna?
b) Untuk mengetahui stilistika dan majas ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tipe Makna
Tipe makna (bhs. Inggris – type of meaning) adalah kajian makna
berdasarkan tipenya. Tipe adalah pengelompokan sesuatu berdasarkan kesamaan
objek, kesamaan ciri atau sifat yang dimiliki benda, hal peristiwa, atau aktivitas
lainnya.
Tipe-tipe makna dikemukakan oleh Leech (1974), yang membagi tipe
makna menjadi tiga bagian besar: (1) makna konseptual, (2) makna asosiatif, dan
(3) makna tematis. Kemudian asosiatif dibagi menjadi lima tipe yaitu: (4) makna
konotatif, (5) makna stilistika, (6) makna afektif, (7) makna refleksif, dan (8)
makna kolokatif. Berikut adalah penjelasannya:
1) Makna konseptual ini bersifat logis, kognitif, atau denotative.
2) Makna asosiatif:
- makna konotatif yakni makna yang muncul dibalik makna kognitif.
- makna stilistika adalah makna yang melibatkan situasi social (mis.
lafal akhiran-kan di dalam Bahasa Indonesia, atau daripada sebagai
pengganti posesif yang Ø);
- makna afektif adalah makna yang melibatkan perasaan dan sikap
pembiara atau penulis,
- makna refleksif dihubungkan dengan asosiasi lain, mis. kata-kata tabu
atau kata-kata tentang seks;
- makna kolokatif (sanding kata) adalah makna yang muncul akibat kata-
kata tertentu memiliki pasangan (sanding), misalnya kata cantik
berkolokasi dengan perempuan menjadi perempuan itu cantik, dan
tidak akan berterima bila dikatakan pemuda itu cantik, akan tetapi
ekspresi pemuda itu ganteng akan berterima di dalam Bahasa
Indonesia.
3
Bandingkanlah contoh berikut dan tentukan kolokasinya:
Mentega tengik jangan kau beli.
Nasi basi tidak baik untuk perut.
Baju apek begitu harus dicuci.
Wajah manis disukai banyak orang.
Watak cengeng itu menyebalkan.
3) Makna tematik adalah makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur
atau penulis menata pesannya (menurut urutan, focus, dan penekanan).
BAGAN TIPE MAKNA
4
Di bawah ini adalah bagan tipe makna menurut leech (1974) sebagai
berikut:
Associative meaning
1. Konseptual meaning or sense
Logical, cognitive, or denotative
conten
2. 3. Connotative
meaning
What is communicated by virtue
of what languagerefers to
4. 5. Stylistic
meaning
What is communicated of the
social circumstancesof language
use
6. 7. Affectif
meaning
What is communicated of the
feeling and attitudes of the
speker/writer
8. 9. Reflected
meaning
What is communicated throught
association with another sense
of the same expression
10. 11. Collocative
meaning
What is communicated throught
association with words which
tend to occur in the environment
of another words
12. Thematic meaning
What is communicated by the
way in which the message is or
ganized interms of order and
em phasis
(seven types of meaning, leech, 1974:26)
5
Associative
meaning
B. Stilistika dan Majas
Makna stilistika (bhs. Inggris- stylistic meaning) adalah makna yang
berhubungan dengan situasi sosial para penutur bahasa. Stylistika di dalam bahasa
inggris stylistik (style, istik, o) adalah cabang dari linguistik yang mempelajari
ciri-ciri pembeda secara situasional sebagai varietas bahasa, dan styilistika
mencoba menyusun prinsip-prinsip yang dipertimbangkan untuk pilihan tertentu,
disusun oleh individu atau kelompok sosial dalam menggunakan bahasanya.
Di dalam bahasa dikenal generalstylistics yang berhubungan dengan seluruh
kerangka varietas non-dialektis yang didapatkan di dalam bahasa; literary
stylistics berhubungan dengan ciri-ciri variasi sebagai genre sebagai ‘style’ (gaya)
individual pengarang; stylostatistic atau stylometry-adalah bidang yang bisanya
mempelajari struktur teks susastra, sering dengan penghitungan komputer;
phenostylistics mempelajari fungsi ekspresif atau fungsi estetik dari bunyi-bunyi.
Istilah ‘stylistics’ biasanya digunakan dalam pengertian yang luas, yang
menginklusikan ciri-ciri bahasa-secara situasional-bahwa ke dalamnya termasuk
variasi dialek regional, sosial, sejarah. Tetapi gaya ini lebih lazim digunakan
dalam pengertian yang terbatas-meskipun penggunaan istilah tersebut dalam
penggunaan yang lebih luas dalam bahasa sehari- hari tidak menjadikan kata
tersebut setatusnya sebagai istilah teknis di dalam bahasa, hal tersebut masih
memerlukan pertimbangan.
Klasifikasi varietas bahasa menurut para penganut Halliday (Hal-lidayan-
bhs. Inggris) mis., ‘style’ gaya (lebih lengkap ‘style of discourse) mengacu kepada
relasi antara partisipan di dalam aktivitas bahasa, terutama tataran dari formalitas
yang didapatkan (colloquial, formal,etc) istilah alternatif digunakan oleh beberapa
linguis, dianggap untuk menghindari ketaksaan dari tambahan pengertian untuk
istilah gaya ‘style’ termasuk, MANNER dan TENOR (sikap, keadaan, dan
6
tujuan). Istilah utama yang berkontras di dalam model Hallidayan adalah MODE
dan FIELD (cara(kecaraan), dan klasifikasi kata-kata berdasarkan bidangnya:
kimia, agama, iklan). Konsepsiyang sama ‘style’ adalah istilah ‘vertical’ tatran
formal di dalam penelitian sosiolinguistik.
Statistika dapat bervariasi (lihat Leech. 1978:31, kutipan dari Crystal dan
Davy) di dalam bahasa inggris a.1:
(1) Stilistika yang berhubungan dengan gaya-gaya tetap, meliputi:
- Individualitas (bahasa tertentu)
- Dialek
- Bahasa berdasarkan waktu tertentu
(2) Wacana (discourse) meliputi:
- Ragam bahasa (lisan atau tulisan)
- Cara berbahasa (monolog atau dialog)
(3) Stilistika berhubungan dengan gaya bahasa yang dihubungkan dengan waktu,
meliputi:
- Ragam bahasa (bidang tertentu: bhs. hukum, bhs. agama, bhs. iklan, dst)
- Status (prokem, slang, dst)
Modalitas (kecaraan: gaya bahasa ceramah, khotbah, humor)
Perseorangan (gaya Charles Dicknes, gaya Abdul Muis)
Makna stalistika yang lazim digunakan terbatas pada makna yang
digunakan di dalam karya sastra. Dengan demikian makna stalistika lebih
berhubungan dengan gaya bahasa. Gaya bahasa di dalam buku pelajaran bahasa
Indonesia sebenarnya adalah majas (figureof speech) tetapi selalu dikatakan gaya
bahasa karena salah kaprah. Kata dan ungkapan dapat ditafsirkan menurut arti
harfiahnya dan menurut arti majasi.
Majas (figure of speech) dibedakan dari style ‘gaya’. Untuk
mengkongkretkan atau menghidupkan karangan pengarang dapat menggunakan
majas. Arti majasi diperoleh jika denotasi kata atau ungkapan dialihkan dan
mencakupi juga denotasi lain bersamaan dengan tautan pikiran lain. Majas mampu
7
menghimbau indera pembaca karena sering lebih kongkret daripada ungkapan
yang harfiah. Lagi pula, majas sering lebih ringkas daripada padanannya yang
terungkap dalam kata biasa.
Jenis majas yang terpenting adalah 1) majas perbandingan, 2) majas
pertentangan, 3) majas pertautan. Bandingkanlah jenis majas tersebut di dalam
bagan berikut.
Majas
Perbandingan
- Perumpamaan
- Kiasan
- Penginsanan
Pertentangan
- Hiperbol
- Litotes
- Ironi
Pertautan
- Metonimia
- Sinekdoke
- Kilasan (allusion)
- Eufemisme
1. Perbandingan :
a. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakikatnya
berlainan dan yang dengan sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu
secara eksplisit dijelaskan dengan pemakaian kata seperti, sebagai,
ibarat, umpama, bak, laksana. Misalnya, seperti gajah masuk kampung
– orang berkuasa dapat berbuat seenaknya di lingkungan yang lemah.
b. Kiasan atau metaphor ialah perbandingan yang implisit – jadi tanpa kata
seperti atau sebagai – di antara dua hal yang berbeda. Misalnya, sumber
ilmu, kuli di antara bangsa-bangsa, buah hati, mata jarum, anak emas.
c. Penginsaan atau personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-
sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Misalnya, angin yang meraung, penelitian menuntut kecermatan, cinta
itu buta.
2. Pertentangan:
8
a. Hiperbol ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya
dimaksudkan: jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya. Misalnya, sejuta
kenangan indah; terkejut setengah mati, berhari-hari tidak
mengejapkan mata barang sesaat.
b. (litotes bahasa Inggris – understatement) ialah majas yang di dalam
pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk
yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau
melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya. Misalnya,
hasilnya tidak mengecewakan (maksudnya hasilnya baik) orang tidak
bodoh atau orang sama sekali tidak bodoh (maksudnya, orang yang
pandai, atau yang sangat pandai).
c. Ironi ialah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan
maksud berolok-olok. Maksud itu dapat dicapai dengan
mengemukakan 1) makna yang berlawanan dengan makna yang
sebenarnya, 2) ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan, dan 3)
ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan atau kenyataan yang
mendasarinya. Misalnya, sudah pulang engkau, baru pukul dua
malam, (ayah dengan kesal menunggu anak gadisnya pulang).
Laporanmu yang terakhir waktu Lebaran yang lalu, bukan?, (atasan
yang menantikan laporan yang tak kunjung datang). Bukan main
bersihnya di sini, di mana-mana ada sampah.
3. Pertautan:
a. Metonomia berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditaukan
dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya. Kita dapat
menyebut pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan
atau buatannya, ataupun jika menyebut bahannya jika yang kita
maksudkan barangnya. Misalnya, karya Chairil Anwar dapat kita
nikmati; Amir hanya mendapat (medali) perunggu.
9
b. Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai
pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya. Misalnya, atap
(rumah), (kesebelasan) Jakarta lawan (kesebelasan) Medan.
c. Kilatan (bahasa Inggris allusion) disebut juga alusi ialah majas yang
menunjuk secara tidak langsung ke suatu peristiwa atau tokoh
berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki
oleh pengarang dan pembaca dan adanya kemampuan pada pembaca
untuk menangkap pengacuan itu. Misalnya, apakah peristiwa Madiun
akan terjadi lagi? (kilatan yang mengacu ke pemberontakan kaum
komunis). Tidak usah menjadi Sidik untuk membongkar korupsi itu
(kilatan yang merajuk ke peristiwa ketika Menteri Penerbitan Aparatur
Negara menyamar sebagai orang kebanyakan).
d. Eufemisme ialah ungkapan yang elbih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan atau yang
tidak menyenangkan. Misalnya, meninggal, bersanggama, tinja,
tunakarya. Namun eufemisme dapat juga dengan mudah melemahkan
kekuatan diksi karangan. Misalnya, penyesuaian harga, kemungkinan
kekurangan makan, membebastugaskan.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tipe adalah pengelompokan sesuatu berdasarkan kesamaan objek,
kesamaan ciri atau sifat yang dimiliki benda, hal peristiwa, atau aktivitas lainnya.
(Djajasudarma, 1999: 17). Sedangkan makna stalistika yang lazim digunakan
terbatas pada makna yang digunakan di dalam karya sastra. Dengan demikian
makna stalistika lebih berhubungan dengan gaya bahasa.
Namun berbagai kenyataan yang ada menunjukkan bahwa batasan apapun
yang diberikan terhadap pengertian style atau gaya bahasa tidak akan pernah
memuaskan semua pihak. Hal ini mungkin saja dikarenakan masing-masing pihak
memiliki pemahaman yang berbeda-beda.
11