Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

24
Diabetes Melitus Tipe 2 Roykedona Lisa Triksi Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Pendahuluan Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sudah banyak sekali orang yang menderita penyakit ini. Diperkirakan sekitar 14,57% kelompok pada usia 45-54 tahun meninggal akibat DM. Angka ini menduduki ranking kedua penyebab kematian di daerah perkotaan. Indonesia adalah dengan jumlah penderita DM tertinggi di dunia. Tingginya angka penderita DM ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah pola hidup dan pola makan yang tidak teratur. Selain karena faktor pola makan dan gaya hidup yang tidak diatur dengan baik, DM bisa timbul karena kelainan yang terjadi pada sistem tubuh yang berfungsi untuk mengatur pengeluaran insulin. Sistem tubuh yang mengalami kelainan tersebut adalah pada reseptor hormon insulin. Selain itu, kelainan juga bisa terjadi pada sel pankreas. Jika kelainan ini terjadi, maka organ tubuh tidak akan bisa melakukan tugasnya sebagai pengatur kadar gula dengan baik. Jika pengaturan ini tidak berjalan baik, orang akan bisa mengalami DM. Sesuai dengan skenario, seorang laki-laki 45 tahun datang untuk berkonsultasi karena ia merasa makin lemah sejak 2 minggu 1

description

Makalah Pbl Blok 21 FK UKRIDA - Diabetes Melitus Tipe 2

Transcript of Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Page 1: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes Melitus Tipe 2

Roykedona Lisa Triksi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Pendahuluan

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang sudah tidak asing lagi di telinga kita.

Sudah banyak sekali orang yang menderita penyakit ini. Diperkirakan sekitar 14,57%

kelompok pada usia 45-54 tahun meninggal akibat DM. Angka ini menduduki ranking kedua

penyebab kematian di daerah perkotaan. Indonesia adalah dengan jumlah penderita DM

tertinggi di dunia. Tingginya angka penderita DM ini disebabkan oleh banyak faktor. Salah

satunya adalah pola hidup dan pola makan yang tidak teratur. Selain karena faktor pola makan

dan gaya hidup yang tidak diatur dengan baik, DM bisa timbul karena kelainan yang terjadi

pada sistem tubuh yang berfungsi untuk mengatur pengeluaran insulin.

Sistem tubuh yang mengalami kelainan tersebut adalah pada reseptor hormon insulin.

Selain itu, kelainan juga bisa terjadi pada sel pankreas. Jika kelainan ini terjadi, maka organ

tubuh tidak akan bisa melakukan tugasnya sebagai pengatur kadar gula dengan baik. Jika

pengaturan ini tidak berjalan baik, orang akan bisa mengalami DM. Sesuai dengan skenario,

seorang laki-laki 45 tahun datang untuk berkonsultasi karena ia merasa makin lemah sejak 2

minggu lalu. Pasien memiliki riwayat diabetes sejak 5 tahun lalu. Maka dari itu, untuk

mengetahui secara lengkap dan jelas, penulis akan membahas tentang diabetes melitus mulai

dari anamnesa, pemeriksaan fisik, diagnosis dan lain sebagainya.

Alamat korespondensi: Roykedona Lisa Triksi (102011207)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected]

1

Page 2: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Anamnesa

Menanyakan riwayat penyakit disebut ‘Anamnesa’. Anamnesa berarti ‘tahu lagi’,

‘kenangan’. Jadi anamnesa merupakan suatu percakapan antara penderita dan dokter, peminta

bantuan dan pemberi bantuan. Tujuan anamnesa pertama-tama mengumpulkan keterangan

yang berkaitan dengan penyakitnya dan yang dapat menjadi dasar penentuan diagnosis.

Mencatat (merekam) riwayat penyakit, sejak gejala pertama dan kemudian

perkembangan gejala serta keluhan, sangatlah penting. Perjalanan penyakit hampir selalu khas

untuk penyakit bersangkutan.1 Selain itu tujuan melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik

adalah mengembangkan pemahaman mengenai masalah medis pasien dan membuat diagnosis

banding. Selain itu, proses ini juga memungkinkan dokter untuk mengenal pasiennya, juga

sebaliknya, serta memahami masalah medis dalam konteks kepribadian dan latar belakang

sosial pasien.

Anamnesa yang baik akan terdiri dari identitas (mencakup nama, alamat, pekerjaan,

keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan), keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga. Anamnesa yang

dapat dilakukan pada pasien di skenario adalah sebagai berikut:

1. Anamnesa Umum

Seorang laki-laki, umur 45 tahun, alamat, pekerjaan.

2. Keluhan Utama: gangguan atau keluhan yang terpenting, yang dirasakan penderita

sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta

menjelaskan tentang lamamnya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar

untuk memulai evaluasi pasien.

Merasa makin lemah sejak 2 minggu lalu

3. Riwayat Penyakit Sekarang: apakah ada keluhan lainnya seperti

Poliuria. Apakah pasien merasakan volume urin yang meningkat. Biasanya

sering disertai dengan adanya nokturia yang membangunkan pasien dari

tidurnya dan sering menganggu kualitas tidur

Polidipsi. Tanyakan apakah pasien sering merasa haus. Polidipsi disebabkan

oleh banyaknya volume urin yang dikeluarkan

Poliphagia. Tanyakan apakah pasien sering merasa lapar

Penurunan berat badan

Neuropati. Tanyakan apakah pasien mengalami kesemutan, hilang rasa pada

bagian distal tubuh seperti kaki.

2

Page 3: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Infeksi. Tanyakan apabila pasien mendapat luka, apakah luka tersebut sukar

sembuh, terutama pada bagian kaki

Retinopati. Tanyakan pada pasien apakah ia mengalami gangguan penglihatan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat Diabetes Melitus sejak 5 tahun lalu

5. Riwayat Penyakit Keluarga:

Apakah di keluarganya pernah ada yang mengalami hal yang sama.

6. Riwayat Pengobatan: Sudah mengkonsumsi obat apa saja, atau sudah mendapat

pengobatan apa dan apakah keadaan membaik atau tidak, sedang mengkonsumsi suatu

obat atau tidak

Sedang mengkonsumsi metformin dan glibenklamid

Pemeriksaan

Diagnosis suatu penyakit dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang ditemukan

pada pemeriksaan fisik, terutama sekali bagi penyakit yang memiliki gejala klinik spesifik.

Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan fisik namun, bagi penyakit yang tidak

memiliki gejala klinik khas, untuk menegakkan diagnosisnya kadang-kadang diperlukan

pemeriksaan laboratorium (diagnosis laboratorium).

1. Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan umum dan fisik sering didapat keterangan – keterangan yang

menuju ke arah tertentu dalam usaha membuat diagnosis. Pemeriksaan fisik

dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat keadaan umum pasien, kesadaran,

tanda-tanda vital (TTV), pemeriksaan mulai dari bagian kepala dan berakhir pada

anggota gerak yaitu kaki. Pada pemeriksaan fisik ditemukan beberapa hal berikut:

Keadaan umum pasien baik

TTV: TD 120/ 80, nadi 88x/ menit, suhu afibris, RR 16x/ menit

Inspeksi: hiperpigmentasi pada daerah leher dan ketiak (merupakan salah satu

ciri khas dari resisten insulin)

IMT: 22,5 (normal)

2. Pemeriksaan Penunjang3

Page 4: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Kegunaan dari pemeriksaan penunjang adalah untuk keakuratan diagnosis

suatu penyakit. Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk kasus ini adalah.

- Glukosa Darah

Nilai normal glukosa darah puasa bervariasi antara 60 hingga 110 mg/dL (3,3-6,1

mmol/L). Kadar plasma atau serum adalah 10-15% lebih tinggi karena komponen-

komponen struktural sel darah dihilangkan, sehingga akan lebih banyak glukosa

perunit volume. Jadi, nilai normal glukosa plasma atau serum puasa adalah 70-120

mg/dL (3,9-6,7 mmol/L). Penentuan kadar glukosa darah penuh dilakukan di tempat

untuk menguji glukosa pada keadaan-keadaan darurat dan juga pada prosedur

pemantauan sendiri glukosa kapiler. Suatu teknik yang telah diterima luas dalam

penatalaksanaan diabetes melitus.2

Uji Toleransi Glukosa Oral:

Tes ini digunakan untuk mendiagnostik DM awal secara pasti, namun tes ini tidak

dibutuhkan untuk penapisan dan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien dengan

manifestasi klinik DM dan hiperglikemia.2

- Kadar Insulin

Untuk mengukur kadar insulin saat melakukan uji toleransi glukosa, maka serum

atau plasma perlu dipisahkan dalam waktu 30 menit sesudah pengambilam spesimen

sebelum diassay. Kadar insulin imunoreaktif normal berkisar antara 5 - 20µU/mL

dalam keadaan puasa, dan mencapai 50 – 130 µU/mL sesudah satu jam, dan biasanya

turun kembali dibawah 30µU/mL sesudah 2 jam. Kadar insulin selama TTGO jarang

memiliki manfaat klinis karena alasan-alasan berikut ini : bila kadar glukosa puasa

melampaui 120 mg.dL, hiperinsulinemia dapat timbul secara terlamabat sebagai

akibat resistensi insulin pada penderita DM II; akan tetapi juga dapat terjadi pada

bentuk ringan ataupun fase-fase awal dari DM I dimana pelepasan insulin dini yang

lambat dapat menyebabkan hiperglikemia tertunda yang dapat merangsang pelepasan

insulin berlebihan setelah 2 jam.2

Homeostasis Model of Assessment - Insulin Resistance (HOMA-IR):

Merupakan parameter untuk mengukur kualitas / mutu insulin. Jika Homa IR

dibawah nilai normal, berarti kualitas insulin bagus, maka otomatis HbA1C turun

sehingga Gula darah 2 jamPP pasti TURUN. Artinya Homa IR dikatakan baik jika

hasilnya < Nilai normal (2,77)

4

Page 5: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

International Formula: fasting glucose (mmol/L) x fasting insulin

(mU/L) / 22.5

US Formula: fasting glucose (mg/dL) x fasting insulin (µU/mL) / 405

State Glukosa Darah Puasa

(GDP)

TTGO HbA1C

Normal < 100mg/dL < 140mg/dL < 5.7 %

Pre-

diabetes

100-125mg/dL 140-199mg/dL 5.7 – 6.4%

Diabetes ≥ 126mg/dL ≥ 200mg/dL >6.5%

Tabel 1. Diagnosis DM Tipe 2 (ADA, 2011)

Selain berdasarkan kriteria dari ADA, DM bisa dilihat dari hasil glukosa darah

sewaktu (GDS) dan glukosa darah puasa (GDP). Kriteria DM tipe 2 ini bisa ditegakan

berdasarkan:

- Gejala klasik DM + GDS ≥ 200mg/dL (cukup u/ menegakan WD)

- Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/dL (mudah dilakukan)

- TTGO ≥ 200mg/dL (TTGO dilakukan jika gejala klasik tidak terlihat)

Berdasarkan skenario didapatkan hasil pasien sebagai berikut:

GDS = 252mg/dL, HbA1C = 10%, HOMA-IR = 8

Diagnosis

Proses diagnosa medis merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk menangani

suatu penyakit. Proses diagnosa adalah proses yang dilakukan seorang ahli kesehatan untuk

menentukan jenis penyakit yang diderita oleh pasien, kemudian menentukan diagnosis

penyakit pasien tersebut sehingga dapat memberi pengobatan yang tepat dengan jenis

penyakit (etiologik) maupun gejalanya (simptomatik).3

Diagnosa dilakukan berdasarkan prinsip bahwa suatu penyakit dapat dikenali dengan

memperhatikan ciri gejala klinis pada tubuh pasien yang ditimbulkan penyakit tersebut.

Keadaan penyakit yang diderita dapat juga di ukur dengan memperhatikan gejala klinis.

Semua gejala yang teramati kemudian dibandingkan dengan pengetahuan menenai penyakit

dan ciri-cirinya yang dimiliki ahli tersebut, bila terdapat kecocokan maka ahli tersebut dapat

menentukan jenis penyakitnya.3

I. Differential Diagnosis

5

Page 6: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Differential diagnosis atau diagnosis pembanding merupakan diagnosis yang

dilakukan dengan membanding-bandingkan tanda klinis suatu penyakit dengan tanda

klinis penyakit lain. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik dan gejala yang dialami

pasien, pasien bias dicurigai menderita beberapa penyakit seperti:

a. Diabetes Melitus Tipe-1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile-onset dan tipe dependent

insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes

tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam dua

subtipe: (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan

(b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.4 Penderita

diabetes mellitus tipe I (diabetes yang tergantung kepada insulin) menghasilkan sedikit

insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sebagian besar diabetes mellitus

tipe I terjadi sebelum usia 30 tahun. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan

(mungkin berupa infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau dewasa

awal) menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di

pankreas. Untuk terjadinya hal ini diperlukan kecenderungan genetik. Pada diabetes

tipe I, 90% sel penghasil insulin (sel beta) mengalami kerusakan permanen. Terjadi

kekurangan insulin yang berat dan penderita harus mendapatkan suntikan insulin

secara teratur. Biasanya orang yang mengalami DM tipe ini di haruskan menggunakan

insulin ( Injeksi pastinya) sebagai pengobatannya, penggunaan insulin ini, agar jumlah

gula yang menumpuk tadi, jadi berkurang akibat penambahan insulin ini.

b. Diabetes Awitan Dewasa Muda (MODY)

Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) adalah kelainan genetik dan klinik

yang heterogen dan merupakan salah satu tipe dari DM yang ditandai dengan onset

yang cepat, kelainan genetik autosomal dominan dan defek utama pada sekresi insulin

- Genetic defects of beta cell function. Mutasi pada pada enam gen merupakan

penyebab MODY terbanyak. Kelainan gen tersebut adalah :

  1. Hepatocyte nuclear transcription factor (HNF) 4 (MODY 1)

         2. Glucokinase (MODY 2)

         3. HNF-1 (MODY 3)

         4. Insulin promoter factor-1 (IPF-1; MODY 4)

         5. HNF-1 (MODY 5)

      6. NeuroD1 (MODY 6)

6

Page 7: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

MODY seperti DM tipe 2 yang disebabkan oleh kelainan gen autosomal dominan dan

terjadi pada usia muda dengan riwayat DM dalam keluarga. MODY merupakan

kelainan genetik diwariskan melalui keturunan. MODY sering dibandingkan dengan

DM tipe 2 dan memiliki beberapa kesamaan gejala. Tetapi bagaimanapun, MODY

tidak ada hubungannya dengan obesitas, penderitanya biasanya muda dan tidak ada

kaitannya dengan kelebihan berat badan. Onset terjadi sebelum usia 25 tahun. Dapat

terjadi dari satu generasi ke generasi berikutnya dalam keluarga. MODY tidak selalu

membutuhkan pengobatan insulin.

Manifestasi klinis yang digunakan untuk menegakkan diagnosis MODY :

Hiperglikemik ringan sampai sedang (tpically 130–250 mg/ dl, atau 7–14

mmol/ l) dan ditemukan sebelum usia 30 tahun. Tetapi bagaimanapun, MODY

masih dapat berkembang sampai dibawah usia 50 tahun.

Gejala awal sama seperti gejala DM pada umumnya.

Tidak ada autoantibodi atau kelainan autoimun lainnya.

Kadar insulin yang Persita rendah.

Tidak ada obesitas atau kelainan lainnya yang berhubungan dengan DM tipe

2.

Resistensi insulin jarang terjadi.

Adanya kista pada ginjal pasien juga sering ditemukan.

Non-transient neonatal DM.

c. Diabetes Autoimun Laten pada Dewasa (LADA)

Latent Autoimmune Diabetes of Adults (LADA) adalah sebuah konsep yang

diperkenalkan pada tahun 1993 untuk menggambarkan slow-onset autoimun DM tipe

1 pada dewasa. Biasanya individu dewasa yang menderita LADA sering salah

didiagnosa menderita DM tipe 2 karena mungkin pengaruh dari umur tetapi bukan

etiologi. Pasien dengan LADA memiliki gejala lebih sedikit dibanding DM tipe 2. Ciri

khas lainnya adalah pada pasien LADA ada kesulitan untuk mengontrol kadar glukosa

darah menggunakan obat standar hipoglikemi oral.

Pasien LADA memiliki marker autoimmun dalam darahnya seperti marker

pada DM tipe 1 tetapi bisanya pada awal diagnosis, pasien LADA tidak membutuhkan

terapi insulin – bukan insulin dependen. Tetapi ketika kelainan metaboliknya terus

berlanjut, maka pasien dengan LADA akan membutuh terapi insulin (insulin

7

Page 8: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

dependen) seperti pada DM tipe 1. Gejala ketoasidosis juga mulai timbul pada

keadaan lanjut pasien dengan LADA yang tidak terkontrol.

Berdasarkan The UK Prospective Diabetes Study menemukan bahwa antibodi

spesifik LADA dapat ditemukan pada 6% - 10% pasien yang didiagnosis menderita

DM tipe 2. Diagnosis LADA ditegakkan ketika ditemukan peningkatan kadar marker

autoantibodi dalam darah pasien seperti pada DM tipe 1.

Karakteristik LADA yang mungkin dapat digunakan pada diferensial diagnosis :

Onset biasanya umur 25 tahun atau lebih tua.

Bergejala awal seperti DM tipe 2 pada orang yang bukan obese. (pasien LADA

biasanya memiliki berat badan yang ideal.

Sering tetapi tidak selalu, pasien LADA jarang memiliki riwayat DM tipe 2

dalam keluarganya.

Individu dengan LADA kelihatannya seperti resisten insulin.

HLA gen berhubungan dengan DM tipe 1 bukan DM tipe 2.

Biasanya sekitar 12 tahun setelah salah didiagnosa sebagai DM tipe 2, pasien

LADA akan dependen insulin.

II. Working Diagnosis

Working Diagnosis atau diagnosis kerja merupakan suatu kesimpulan berupa

hipotesis tentang kemungkinan penyakit yang ada pada pasien. Berdasarkan gejala-

gejala yang timbul dan hasil dari pemeriksaan fisik serta penunjang, dapat ditarik

kesimpulan kalau pasien tersebut menderita diabetes melitus tipe 2.

Diabetes melitus (DM) mengacu pada sekelompok kelainan metabolik dengan

gejala hiperglikemia. Terdapat beberapa jenis DM dan disebabkan oleh interaksi

antara faktor genetic dan lingkungan. Berdasarkan etiologi yang menyebabkan DM,

faktor yang ikut berperan dalam terjadinya hiperglikemia adalah berkurangnya

sekresi insulin, pengurangan kemampuan menggunakan glukosa, dan peningkatan

produksi glukosa. Kelainan metabolik yang menyertai DM dapat menyebabkan

perubahan patofisiologik sekunder pada berbagai sistem organ. Di US, DM adalah

penyebab utama terjadinya End-Stage Renal Disease (ESRD), amputasi ekstremitas

bawah non-trauma, kebutaan pada orang dewasa. DM juga merupakan faktor

predisposisi terjadinya kelainan kardiovaskular.5,6

8

Page 9: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Etiologi

Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis yang lebih sering terjadi, tetapi jauh lebih

sedikit yang telah dipahami karena bersifat multifaktorial. Defek metabolik karena gangguan

sekresi insulin atau karena resistensi insulin di jaringan perifer.7 Agaknya, diabetes melitus

tipe 2 terjadi ketika gaya hidup diabetogenik (yaitu, asupan kalori berlebihan, pengeluaran

tidak memadai obesitas, kalori) yang ditumpangkan di atas genotipe rentan. Indeks massa

tubuh di mana berat badan berlebih meningkatkan risiko untuk diabetes bervariasi dengan

kelompok-kelompok ras yang berbeda. Sekitar 90% pasien yang mengidap diabetes mellitus

tipe 2 adalah obesitas.

Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:

Umur lebih dari 45 tahun (meskipun, seperti disebutkan di atas, diabetes mellitus tipe

2 terjadi dengan frekuensi yang meningkat pada orang muda)

Bobot yang lebih besar dari 120% dari berat badan yang diinginkan

Riwayat keluarga diabetes tipe 2 pada seorang saudara tingkat pertama (misalnya,

orang tua atau saudara)

Sejarah toleransi glukosa terganggu sebelumnya (IGT) atau glukosa puasa terganggu

(IFG)

Hipertensi (> 140/90 mm Hg) atau dislipidemia (high-density lipoprotein [HDL]

tingkat kolesterol <40 mg / dL atau tingkat trigliserid> 150 mg / dL)

Sejarah diabetes mellitus gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir ≥ 4000

gram

Sindrom ovarium polikistik (yang mengakibatkan resistensi insulin)

Epidemiologi

Prevalensi DM di dunia meningkat secara dramatis dalam dua dekade terakhir,

diperkirakan dari 30 juta kejadian pada tahun 1985 menjadi 285 juta kasus pada tahun 2010.

Berdasarkan pada trendnya, International Diabetes Federation memperkirakan bahwa pada

tahun 2030 akan ada 438 juta individu yang terkena diabetes. DM tipe 2 prevalensinya

meningkat lebih cepat daripada tipe 1. Mungkin disebabkan oleh peningkatan obesitas,

pengurangan aktivitas fisik dan usia harapan hidup yang meningkat.

9

Page 10: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

gambar 1. Prevalensi DM di Indonesia

Patofisiologi

Insulin resistensi dan kelainan sekresi insulin berperan utama pada perkembangan DM

tipe 2. Meskipun efek utama masih menjadi kontroversi, kebanyakan studi mendukung

pandangan bahwa resistensi insulin mendahului defek insulin sekresi tetapi diabetes mulai

terjadi hanya ketika sekresi insulin menjadi inadekuat. DM tipe 2 dicirikan dengan kelainan

insulin sekresi, resistensi insulin, produksi glukosa oleh hati yang berlebihan dan kelainan

metabolisme lemak.

Kegemukan, terutama visceral atau sentral sangat sering menderita DM tipe 2. Pada

kelainan tahap awal, toleransi glukosa cukup normal, meskipun terjadi resistensi karena cell

beta pankreas mengkompensasi dengan meningkatkan pengeluaran insulin. Ketika insulin

resistensi dan kompensasi hiperinsulinemia terus terjadi, sel beta pankreas pada beberapa

individu tidak dapat menopang keadaan hiperinsulinemia. Hal tersebut menyebabkan

terjadinya IGT, ditandai dengan meningkatnya glukosa post prandial. Pada keadaan yang

lebih lanjut, penurunan sekresi insulin dan peningkatan produksi glukosa oleh hati

menyebabkan diabetes yang jelas dengan hiperglukosa pada saat keadaan puasa. Yang paling

terakhir adalah terjadi kerusakan cell beta.

10

Page 11: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Gambar 2. Patofisiologi DM tipe 2

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis diabetes klasik adalah rasa haus yang berlebihan yang

mengakibatkan banyak minum (polidipsi), sering kencing (poliuria) terutama pada malam hari

(nokturia) yang dapat mengganggu kehidupan, banyak makan (poliphagi) tapi berat badan

menurun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada

jari tangan dan kaki (neuropati), cepat lapar, penglihatan jadi kabur, gairan seks menurun,

infeksi dan luka yang sukar sembuh dan pada ibu-ibu sering melahirkan bayi di atas 4 kg.

Komplikasi

Komplikasi akut sebagai penyulit pada diabetes melitus adalah :

1. Ketoasidosis diabetik

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik

yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh

defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi

akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat.

Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat

sampai menyebabkan syok. Pada pasien KAD dijumpai pernapasan cepat dan dalam

11

Page 12: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

(Kussmaul), berbagai derajat dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering),

kadang-kadang disertai hipovolemia sampai syok. Bau aseton dari hawa napas tidak

terlalu mudah tercium. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab

penurunan kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alkohol). Infeksi

merupakan faktor pencetus yang paling sering.5

2. Hiperosmolar Hiperglikemik non ketotik

Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai adanya

ketosis. Gejala klinis utama adalah dehidrasi berat, hiperglikemia berat dan seringkali

disertai gangguan neurologis dengan atau tanpa adanya ketosis. Perjalanan klinis

HHNK biasanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu (beberapa hari sampai

beberapa minggu), dengan gejala khas meningkatnya rasa haus disertai poliuri,

polidipsi dan penurunan berat badan. Koma hanya ditemukan kurang dari 10% kasus.

HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang mempunyai penyakit

penyerta yang mengakibatkan menurunnya asupan makanan.5

3. Hipoglikemia

Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 (DMT 1) dan diabetes tipe 2 (DMT 2)

merupakan faktor penghambat utama dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah

normal atau mendekati normal. Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik

dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia. Risiko hipoglikemia timbul

akibat ketidaksempurnaan terapi saat ini, di mana kadar insulin di antara dua makan

dan pada malam hari meningkat secara tidak proporsional dan kemampuan fisiologis

tubuh gagal melindungi batas penurunan glukosa darah yang aman. Faktor paling

utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes

adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.5

Penatalaksanaan

Pengobatan dibagi atas atas medica mentosa (menggunakan obat–obat yang di minum)

dan juga non-medica mentosa (tidak mengonsumsi obat).

A. Macam-macam Obat Hipoglikemik Oral:

1) Golongan Insulin Sensitizing2

Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai adalah metformin.

Glitazone

12

Page 13: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

Golongan Thiazolidinediones atau glitazone adalah golongan obat yang juga

mempunyai efek farmakologis untuk meningkatkan sensitivitas insulin.

2) Penghambar Alfa Glukosidase2

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim alfa glukosidase di dalam

saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan

menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di lumen usus dan tidak

menyebabkan hipoglikemia dan juga tidak berpengaruh pada kadar insulin.

3) Golongan Sekretagok Insulin2

Sekretagok insulin mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi

insulin oleh sel beta pancreas. Golongan ini meliputi sulfonylurea dan glinid.

Sulfonilurea

Sulfonylurea sering digunakan sebagai terapi kombinasi karena kemampuannya untuk

meningkatkan atau mempertahankan sekresi insulin.

Glinid

Repaglinid dapat menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh

yang singkat karena lama menempel pada kompleks sulfonylurea sehingga dapat

menurunkan ekuivalen A1C pada SU. Sedang nateglinid mempunyai masa tinggal

lebih singkat dan tidak menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya

merupakan sekretagok yang khusus menurunkan glukosa postprandial dengan efek

hipoglikemik yang minimal.

B. Insulin

Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan diabetes

tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Obat hipoglikemik oral (misalnya

metformin) terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk penderita diabetes tipe 2

untuk memperbaiki sensitivitas terhadap insulin.

Non-medica mentosa

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan diabetes mellitus terdiri dari: terapi non

farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola makan

yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan edukasi berbagai

masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus. kedua

terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat ati diabetes oral dan injeksi insulin.

13

Page 14: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

- Terapi Gizi

Terapi gizi medis ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang

didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan

kebutuhan individual.15

Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:

1. menurunkan berat badan

2. menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik

3. menurunkan kadar glukosa darah

4. memperbaiki profil lipid

5. meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

6. memperbaiki system koaguasi darah

Gambar 3. Rekomendasi nutrisi untuk pasien diabetes dewasa.

Prognosis

Sepanjang dapat dikontrol dengan baik, prognosis DM dapat memuaskan. Selain itu

juga ketaatan pasien sangat menentukan juga prognosis kelainan ini. Kadar glukosa darah

harus dijaga agar selalu optimal; tidak berlebihan ataupun kekurangan. Pencegahan atau

penanganan komplikasi yang cepat juga dapat menurunkan angka mortalitas dari penyakit ini.

Kesimpulan

Diabetes melitus terutama yang tipe 2 merupakan kelainan metabolik gabungan dari

penurunan sekresi insulin, peningkatan resistensi insulin dan pembentukan glukosa

berlebihan. Manifestasi utamanya adalah kadar glukosa darah yang sangat tinggi. Diagnosis 14

Page 15: Makalah Pbl Blok 21 - Diabetes Melitus Tipe 2

DM 2 ditegakkan berdasarkan klasifikasi ADA dengan melihat kadar GDS ataupun GDP dan

juga gejala klasik DM. Maka berdasarkan keluhan utama, pemeriksaan fisik dan penunjang

dapat disimpulkan bahwa pasien menderita DM tipe 2.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jong WD. Kanker, apakah itu? Jakarta: Arcan; 2005.h.104.

2. Karam JH, Forsham PH. Hormon-hormon pankreas dan diabetes melitus. Dalam:

Greenspan FS, Baxter JD, editor. Endokrinologi dasar dan klinis. Edisi ke-4. Jakarta:

EGC; 2008.h.754-72.

3. Nelson WE, Behrman ER, Kliegman R, Arvin MA. Nelson ilmu kesehatan anak.

Volume 2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2012.h.1658-63, 1455-8.

4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC;

2006.h.1261-70.

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S. Buku ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit

Dalam; 2009.h.1880-82, 1900-13.

6. Powers AC. Diabetes melitus. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed.

USA: McGraw-Hill; 2008.p.2293.

7. Achmad T, Sutisna H, Kurniawan A.N. Diabetes melitus. Buku saku dasar patologi

penyakit. Edisi ke-5. Jakarta: EGC; 2004.h.557- 8.

15