Makalah Tinjauan GG Dan SPIP
-
Upload
danny-akbar -
Category
Documents
-
view
34 -
download
0
description
Transcript of Makalah Tinjauan GG Dan SPIP
MAKALAHTINJAUAN UMUM GOOD GOVERNANCE DAN SISTIM
PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Governance dan Sistim Pengendalian Internal Pemerintah
Dosen Pengampu : Drs. Sudarno, M, Si, Phd, Akt
Disusun oleh :Danny Akbar NugrohoNim. 12030114410085
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
1
2014
DAFTAR ISI
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,. 1
B. Rumus Masalah ............................................................................ 3
II PEMBAHASAN .................................................................................... 4
A. Pengertian Good Governance dan Sistim Pengendalian Intern
Pemerintah . …….......................................................................... 4
B Prinsip dan Konsepsi Good Governance dan Sistim
Pengendalian Intern .................................................................... 5
C. Penerapan Prinsip dan Karakteristik Good Governance pada
Pemerintahan .............................................................................. 9
D Perubahan Struktur Oranganisasi dan manajemen dalam Good
Governance .................................................................................. 18
E Good Governance dalam kerangka otonomi Daerah ................... 22
F. Pelaksanaan Pemantauan pengendalian intern Pemerintah
pada Instansi Pemerintah …………………………………………… 25
III PENUTUP ........................................................................................... 28
A. Kesimpulan .................................................................................. 28
B Saran ........................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN
2
3
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik, dan
prilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, menjadi salah
satu penghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi dan proses pemulihan
ekonomi Indonesia setelah terjadinya Krisis Ekonomi. Hal ini menimbulkan berbagai
masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah
penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas
pelayanan kepada masyarakat yang memburuk, yang berdampak pada jumlah
pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat
kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di
berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik
Indonesia.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan
antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia
usaha (bisnis).
Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut
redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang
sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami
pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai
fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi
otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus
mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya,
masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries),
harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus
berfungsi sebagai pelaku.
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan
ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata
pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang
terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang
1
tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan
bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk
menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan
yang baik.
lahirnya wacana good governance berakar dari penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada praktik pemerintahan, seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Penyelenggaraan urusan publik yang bersifat sentralistis, non-partisipatif serta tidak
akomodatif terhadap kepentingan publik, telah menumbuhkan rasa tidak percaya dan
bahkan antipati kepada rezim pemerintahan yang ada. Masyarakat tidak puas dengan
kinerja pemerintah yng selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan publik.
Beragam kekecewaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut pada akhirnya
melahirkan tuntutan untuk mengembalikan fungsi-fungsi pemerintahan yang ideal. Good
governance tampil sebagai upaya mewujudkan terciptanya transparansi, akuntabilitas
publik dan velue for money (ekonomis, efisien dan efektif) atas kinerja birokrasi
pemerintahan yang sesungguhnya.
Setiap instansi pemerintah memerlukan sistem pengendalian intern pemerintah
untuk memberikan jaminan dilaksanakannya strategi organisasi secara efektif dan
efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Sistem pengendalian intern
pemerintah harus didukung dengan perangkat yang lain berupa struktur organisasi yang
sesuai dengan tipe pengendalian intern yang digunakan, manajemen sumber daya
manusia, dan lingkungan yang mendukung.
Kegiatan penyelenggaraan yang di laksanakan di Instansi Pemerintah, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban, harus
dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efektif dan efisien. Untuk mewujudkannya
dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa
penyelenggaraan kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dapat
mencapai tujuan. Sistem inilah yang dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP).
Penerapan sistem pengendalian internal pada sektor publik tidak kalah
pentingnya, dikarenakan semakin tingginya tuntutan masyarakat akan transparansi dan
akuntabilitas, untuk itu memaksa seluruh instansi pemerintah untuk menjalankan
institusinya dengan sistem pengendalian yang handal, manajemen risiko, dan sesuai
prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
2
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa pengertian good governance dan Sistim Pengendalian Intern Pemerintah?
2. Bagaimana prinsip dan karekteristik good governance dalam Pengendalian Intern
Pemerintah?
3. Mengapa prinsip-prinsip good governance pada sektor pemerintah perlu
diterapkan?
4. Bagaian Prinsip dan Karakteristik Good Govermence diterapkan Pemerintahan?
5. Bagaimana cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan
pada sektor publik?
6. Bagaimana hubungan antara good governance dengan otonomi daerah?
7. Bagaimana Konsep Sistim Pengendalian Intern (SPI) di terapkan pada Sistim
Pengendalian Instansi Pemerintah (SPIP)?
8. Bagaimana Pemantauan Sistim Pengendalian Intern diterapkan di Instansi
Pemerintah ?
3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Good Governance1. Pengertian Good Governance
Orientasi pembangunan sektor publik (public sector) adalah menciptakan good
governance, hal ini jika mengacu pada World Bank dan United Nation Develepment
Program (UNDP). Pengertian good governance adalah kepemerintahan yang baik,
sedangkan menurut UNDP (United Nation Develepment Program) dapat diartikan
sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik
maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and
political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Gunawan Sumodiningrat (1999;251) menyatakan Good Governance adalah upaya
pemerintahan yang amanah dan untuk menciptakan Good Governance
pemerintahan perlu didesentraliasi dan sejalan dengan kaidah penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
2. Pengertian Sistim Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan kewenangan yang diberikan kepada
daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal. Hal
Ini diharakan agar tidak terjadi penyimpangan dan penyelewengan pemberian
wewenang dan keleluasaan harus diikuti dengan pengawasan dan pengendalian
yang kuat, serta pemeriksaan yang efektif yang dilakukan pihak yang telah
ditentukan melalui perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan dilakukan oleh
pihak luar eksekutif (dalam hal DPR, DPRD dan masyarakat). Pengendalian yang
berupa pengendalian internal dan pengendalian manajemen berada di bawah kendali
eksekutif (pemerintah pusat dan daerah) dan dilakukan untuk memastikan strategi
dijalankan dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai; sedangkan pemeriksaan
(audit) dilakukan oleh badan yang memiliki kompetensi dan indepedensi untuk
mengukur apakah kinerja eksekutif sudah sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan (Mardiasmo, 2001).
Sistem Pengendalian Intern menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
pasal 1 disebutkan bahwa Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral
pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
4
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan laporan
keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan. Sistem Pengendalian Intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi
oleh sumber daya manusia, serta hanya memberikan keyakinan yang memadai,
bukan keyakinan mutlak, sehingga dalam pengembangan dan penerapannya perlu
dilakukan secara komprehensif dan harus memperhatikan aspek biaya manfaat (cost
and benefit), rasa keadilan dan kepatutan, perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan
fungsi Instansi Pemerintah.
Dalam Peraturan tersebut di atas, Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
adalah Sistem Pengendalian Intern yang diselenggarakan secara menyeluruh di
lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal ini,
Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sedangkan
Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara menyelenggarakan sistem
pengendalian intern di bidang perbendaharaan, Menteri/Pimpinan lembaga selaku
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyelenggarakan sistem pengendalian
intern di bidang pemerintahan masing-masing, dan Gubernur/Bupati/Walikota selaku
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah mengatur lebih lanjut dan
meyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah daerah yang
dipimpinnya.
B. Prinsip dan Karekteristik Good Governance dan Sistim Pengendalian Intern.1. Prinsip dan konsep Good Governance
Dari segi administrasi pembangunan, good governance didefinisikan sebagai berikut:
Sebuah kerangka kerja kelembagaan pemerintah dengan warganya untuk
berinteraksi dan bertransaksi secara bebas, pada tingkat perbedaan, untuk
memenuhi apirations politik, ekonomi dan sosial.
Pada dasarnya, pemerintahan yang baik memiliki tiga aspek:
a. Kemampuan warga negara untuk mengekspresikan pandangan dan acces
pengambilan keputusan secara bebas;
b. Kapasitas lembaga pemerintah (baik politik dan birokrasi) untuk menerjemahkan
pandangan-pandangan ini ke dalam rencana yang realistis dan melaksanakannya
biaya efektif; dan
5
c. Kemampuan warga dan lembaga untuk membandingkan apa yang telah meminta
dengan apa yang telah direncanakan, dan membandingkan apa yang telah
direncanakan dengan apa yang telah dilaksanakan ".
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa good governance mensyaratkan
adanya hubungan yang harmonis antara negara (state), masyarakat (civil siciety) dan
pasar (market).
Berdasarkan pengertian Good Governance oleh Mardiasmo dan Bank Dunia
yang disebutkan diatas dan sejalan dengan tuntutan reformasi yang berkaitan
dengan aparatur Negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi
Negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas,
dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan maka menuntut
penggunaan konsep Good Governance sebagai kepemerintahan yang baik, relevan
dan berhubungan satu dengan yang lainnya. Ide dasarnya sebagaimana disebutkan
Tingkilisan (2005:116) adalah bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal
dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai
regulator maupun sebagai Agent of Change.
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa Good Governance awalnya
digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan untuk menyusun
sebuah konsep dalam menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan
manajemen professionalnya, maka ditetapkan Good Corporate Governance.
Sehingga dikenal prinsip-prinsip utama dalam Governance korporat adalah:
transparansi, akuntabilitas, fairness ,responsibilitas, dan responsivitas.
(Nugroho,2004:216)
Transparansi merupakan keterbukaan, yakni adanya sebuah system yang
memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dari korporasi.
Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban secara bertingkat keatas, dari
organisasi manajemen paling bawah hingga dewan direksi, dan dari dewan direksi
kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara luas diberikan oleh dewn komisaris
kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas secara sempit dapat diartikan secara
financial.
Fairness agak sulit diterjemahkan karena menyangkut keadilan dalam
konteksmoral. Fairness lebih menyangkut moralitas dari organisasi bisnis dalam
menjalankan hubungan bisnisnya, baik secara internal maupun eksternal.
Responsibilitas adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan.
Dalam konteks ini, penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada etika
korporat, termasuk dalam hal etika professional dan etika manajerial. Sementara itu
komite governansi korporat di Negara-negara maju menjabarkan prinsip governansi
6
korporat menjadi lima kategori, yaitu: (1) hak pemegang saham, (2) perlakuan yang
fair bagi semua pemegang saham, (3) peranan konstituen dalam governansi
korporat, (4) pengungkapan dan transparansi dan (5) tanggungjawab komisaris dan
direksi.
2. Karakteristik Dasar Good GovernanceUNDP memberikan beberapa karekteristik pelaksanaan good governance, meliputi:
Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara
langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat
menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan
berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
Tranparancy, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh
informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung
dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.
Responsiveness, lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam
melayani stake holders.
Concensus orientation, berorientasi pada kepentingan masyarakat luas
Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperleh
kesejahteraan dan keadilian.
Efficiency dan effectiveness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan
secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
Accountbility, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang
dilakukan.
Strategic vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat memiliki visi
jauh ke depan.
3. Karakteristik Konsep SPI dalam SPIPDalam mengembangkan SPIP pimpinan instansi pemerintah perlu memahami
karakteristik konsep SPIP sehingga dalam pengembangannya dapat mewujudkan
tujuan dari pengendalian tersebut.
Karakteristik Konsep SPI dalam SPIP yang perlu dipahami antara lain sebagai
berikut:
1. Holistik, atau integral.
SPI dijabarkan dalam lima komponen utama yang saling terintegrasi, yaitu
lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk
assessment), aktivitas pengendalian (control activities),informasi dan komunikasi
(information and communication) serta pemantauan (monitoring), di mana
efektivitas penerapan sistem sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen
7
tersebut dengan tingkatan yang berbeda-beda (non liniear), dan Kelemahan
dalam satu komponen dapat mempengaruhi efektivitas komponen pengendalian
intern lainnya;
2. Proses.
Sistem pengendalian intern adalah suatu proses bukan tujuan. SPI
merupakan suatu proses yang apabila dijalankan dengan baik akan dapat
memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan organisasi akan dapat dicapai.
Jadi, evaluasi terhadap efektivitas penerapannya dilakukan terhadap proses,
bukan outcome-nya.
3. Tujuan organisasi sebagai pengarah (A business Objective – Driven Approach).
Dalam membangun sistem pengendalian intern pimpinan instansi
pemerintah wajib memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menetapkan tujuan organisasi yang ingin dicapai;
b. Mengidentifikasi risiko-risiko yang mungkin timbul/menghambat pencapaian
tujuan;
c. Menjabarkan bagaimana jajaran pimpinan akan mengendalikan risiko-risiko
yang teridentifikasi;
d. Mendesain sistem yang dapat diterapkan untuk menghindari atau
memperkecil dampak yang mungkin timbul dari terjadinya risiko yang tidak
dapat dihindari dalam usaha pencapaian tujuan.
4. Memiliki dua tingkatan pengendalian
SPI terdiri dari 2 (dua) tingkatan pengendalian yaitu:
a. Pengendalian tingkat organisasi (the entity level), di mana pengendalian ini
apabila tidak diterapkan dengan baik akan mempengaruhi secara
keseluruhan terhadap pencapaian tujuan pengendalian.
b. Pengendalian tingkat aktivitas (the business process activity level),
merupakan tingkatan penerapan pengendalian yang apabila tidak diterapkan
dengan baik hanya berdampak pada kegiatan atau transaksi tersebut.
5. Fleksibel, adaptif, dan tidak ada satu model dapat diterapkan untuk semua jenis
organisasi (no “one-size-fits-all” approach).
SPI bukan merupakan hal yang kaku. Dalam penerapannya
memperhatikan ukuran, karakteristik, kompleksitas, tingkat kebutuhan, tujuan
organisasi, dan cost-benefit-nya.
6. Memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut (Reasonable
Assurance).
SPI hanya memberikan keyakinan yang memadai bukan jaminan absolut
atas tercapainya tujuan pengendalian, yaitu
8
a. Efektivitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan;
b. Keandalan pelaporan keuangan;
c. Pengamanan aset negara;
d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku
7. Bergantung pada faktor manusia (The People Factor).
Efektivitas penerapan sistem pengendalian intern sangat dipengaruhi oleh
orang sebagai pelaksananya yaitu jajaran pimpinan dan staf di unit organisasi
tersebut. Dokumentasi penerapan pengendalian intern memang penting, namun
yang lebih penting adalah efektivitas peran dari tiap – tiap pegawai di instansi
pemerintah untuk menerapkan SPI secara bertanggung jawab sesuai dengan
tingkatan tanggung jawabnya.
8. Memiliki keterbatasan.
Efektivitas penerapan SPI pada instansi pemerintah tidak akan tercapai,
apabila terjadi :
1. kesalahan manusia (human error);
2. pengabaian oleh pihak manajemen (management overide);
3. kolusi (collusion).
C. Penerapan Prinsip dan Karekteristik Good Governance pada PemerintahanPenerapan prinsip-prinsip good governance sangat penting dalam pelaksanaan
anggaran belanja pemerintah pusat, untuk mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan.
Hal ini disebabkan karena pemerintah merancang konsep keadilan sosial melalui
anggaran negara untuk meningkatkan potensi perubahan dalam birokrasi agar
mewujudkan komitmen terhadap kesejahteraan rakyat.
Di samping itu, memberi kesempatan yang luas kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam merealisasikan belanja untuk pembangunan yang telah ditetapkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dikelola pemerintah
pusat. Secara filosofis-yuridis anggaran negara merupakan wujud kedaulatan rakyat.
Arifin P. Soeria Atmadja lebih lanjut menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) sebagai pemegang kedaulatan di bidang budget (hak begrooting) memberikan
persetujuan kepada pemerintah setelah pembahasan rancangan anggaran negara yang
disusun pemerintah. Anggaran negara merupakan produk hukum dengan penetapan
APBN setiap tahun dalam bentuk undang-undang yang mengikat pemerintah.
Pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat merupakan salah satu tahapan
dari siklus anggaran. APBN dilaksanakan oleh pemerintah melalui kementerian
negara/lembaga sebagai pengguna anggaran setelah UU APBN ditetapkan.
Pelaksanaan anggaran diawasi oleh DPR, auditor internal dan auditor eksternal.
9
Peningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik, berdaya guna, berhasil
guna, bersih dan bertanggung jawab; dan untuk lebih memantapkan pelaksanaan
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban dalam
mencapai misi dan tujuan instansi pemerintah, serta dalam rangka mewujudkan Good
Governance, telah dikembangkan media pertanggungjawaban laporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah melalui;1) implementasi dari Instruksi Presiden Nomor 7
tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,2) Keputusan Kepala LAN
Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan 3) Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara Nomor Kep/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Pertanggungjawaban dimaksud berupa laporan yang disampaikan kepada atasan
masing-masing, lembaga – lembaga pengawasan dan penilai akuntabilitas, dan
akhirnya disampaikan kepada Presiden selaku kepala pemerintahan. Laporan tersebut
menggambarkan kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan melalui Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP terdiri dari beberapa
komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategi, perencanaan
kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Hal ini sejalan dengan Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang menyatakan bahwa
masalah lain yang tidak kalah pentingnya dalam upaya memperbaiki proses
penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja.
Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis prestasi kerja/hasil memerlukan
kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi dalam
penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga/ perangkat
daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem
penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga/perangkat daerah.
Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian/ lembaga/perangkat
daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi
kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementerian/lembaga/perangkat daerah yang
bersangkutan. Tujuan SAKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang
baik dan terpercaya Good Governance. Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan dan didasarkan pada TAP MPR RI
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme, dan Undang- Undang No. 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
10
Dalam Pasal 3 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa asas-asas
umumpenyelenggaraan negara meliputi asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan,asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas.
Dalam penjelasan mengenai pasal tersebut, dirumuskan bahwa asas akuntabilitas
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
penyelenggaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
C.1. Sasaran SAKIP :
1. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi
secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan
lingkungannya;
2. Terwujudnya transparansi instansi pemerintah;
3. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional;
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
C.2. Ruang lingkup SAKIP :
1. SAKIP dilaksanakan atas semua kegiatan utama yang memberikan kontribusi
bagi pencapaian visi dan misi instansi Pemerintah. Kegiatan yang menjadi
perhatian utama mencakup :
a. Tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah;
b. Program kerja yang menjadi isu nasional;
c. Aktifitas yang dominan dan vital bagi pencapaian visi dan misi instansi
Pemerintah.
2. SAKIP yang meliputi ruang lingkup tersebut di atas dilakukan oleh setiap Instansi
Pemerintah sebagai bahan pertanggungjawabannya kepada Presiden.
C.3. Implementasi SAKIP
1. Mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategis (Renstra);
2. Merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan
strategi Instansi Pemerintah;
3. Merumuskan indikator kinerja instansi Pemerintah dengan berpedoman pada
kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi pencapaian visi dan
misi instansi Pemerintah;
4. Memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan
seksama;
5. Mengukur pencapaian kinerja dengan:
a. Membandingkan kinerja aktual dengan rencana atau target;
11
b. Membandingkan kinerja aktual dengan tahun-tahun sebelumnya;
6. Melakukan evaluasi kinerja dengan :
a. Menganalisis hasil pengukuran kinerja;
b. Menginterpretasikan data yang diperoleh;
c. Membuat pembobotan (rating) keberhasilan pencapaian program;
d. Membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi
pemerintah.
C.4. Komponen SAKIP
1. Perencanaan Strategi (Renstra)Renstra merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi
pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategi lokal,
nasional dan global, dan tetap berada dalam tatanan Sistem Administrasi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan pendekatan perencanaan
strategi yang jelas dan sinergis, instansi pemerintah lebih dapat
menyelaraskan visi dan misinya dengan potensi, peluang, dan kendala
yang dihadapi dalam upaya peningkatan akuntabilitas kinerjanya.
Dokumen Renstra setidaknya memuat berisi visi, misi, tujuan, sasaran, dan
strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran). Untuk memudahkan
penyusunan rencana strategi sebagaimana diuraikan di atas, dapat
digunakan alat bantu antara lain berupa formulir Rencana Strategi (RS) yang
menunjukkan keterkaitan visi, misi, tujuan, sasaran serta kebijakan dan
program, sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 1.
2. Perencanaan Kinerja (Renja / RKT)Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja
sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam
rencana stratejik, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui
berbagai kegiatan tahunan. Di dalam rencana kinerja ditetapkan rencana
capaian kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja yang ada pada
tingkat sasaran dan kegiatan. Penyusunan rencana kinerja dilakukan seiring
dengan agenda penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan
komitmen bagi instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu.
Dokumen Rencana Kinerja memuat informasi tentang: sasaran yang ingin
dicapai dalam tahun yang bersangkutan; indikator kinerja sasaran, dan
rencana capaiannya; program, kegiatan, serta kelompok indikator kinerja
dan rencana capaiannya. Selain itu dimuat pula keterangan yang antara
lain menjelaskan keterkaitan kegiatan dengan sasaran, kebijakan dengan
12
programnya, serta keterkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan
oleh instansi/sektor lain.
Dokumen Rencana Kinerja dituangkan dalam Formulir Rencana Kinerja
Tahunan (RKT) sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 2.
3. Pengukuran KinerjaPengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi instansi pemerintah.
Pengukuran dimaksud merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan
didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-
indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak, sebagaimana
diuraikan pada bagian sebelumnya.
Penilaian tersebut tidak terlepas dari proses yang merupakan kegiatan
mengolah masukan menjadi keluaran atau penilaian dalam proses penyusunan
kebijakan/program/kegiatan yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap
pencapaian sasaran dan tujuan.
Pengumpulan data kinerja diarahkan untuk mendapatkan data kinerja yang
akurat, lengkap, tepat waktu, dan konsisten, yang berguna bagi
pengambilan keputusan dalam rangka perbaikan kinerja instansi pemerintah
tanpa meninggalkan prinsip-prinsip keseimbangan biaya dan manfaat,
efisiensi dan efektivitas. Untuk itu perlu dibangun sistem informasi kinerja
yang mengintegrasikan data yang dibutuhkan dari unit-unit yang
bertanggungjawab dalam pencatatan, secara terpadu dengan sistem
informasi yang ada. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan mewajibkan menyampaikan laporan
data kinerja secara reguler, mingguan, bulanan, triwulanan, dan seterusnya.
Pengumpulan data kinerja untuk indikator kinerja kegiatan yang terdiri dari
indikator-indikator masukan, keluaran, dan hasil, dilakukan secara terencana
dan sistematis setiap tahun untuk mengukur kehematan, efektifitas, efisiensi
dan kualitas pencapaian sasaran. Sedangkan pengumpulan data kinerja
untuk indikator manfaat dan dampak dapat diukur pada akhir periode
selesainya suatu program atau dalam rangka mengukur pencapaian tujuan-
tujuan instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja mencakup: (1) kinerja kegiatan yang merupakan tingkat
pencapaian target (rencana tingkat capaian) dari masing-masing kelompok
indikator kinerja kegiatan, dan (2) tingkat pencapaian sasaran instansi
13
pemerintah yang merupakan tingkat pencapaian target (rencana tingkat
capaian) dari masing-masing indikator sasaran yang telah ditetapkan
sebagaimana dituangkan dalam dokumen Rencana Kinerja. Pengukuran
tingkat pencapaian sasaran didasarkan pada data hasil pengukuran kinerja
kegiatan.
Pengukuran kinerja dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan formulir
Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK) dan Formulir Pengukuran Pencapaian
Sasaran (PPS) sebagaimana dapat dilihat pada Lampiran 3.
4. Pelaporan KinerjaSetiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan
menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan
kinerja dimaksudkan untuk mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah
dalam suatu tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan
sasaran. Instansi pemerintah bersangkutan harus mempertanggungjawabkan,
menjelaskan keberhasilan dan kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan
kinerja ini kemudian dituangkan dalam dokumen Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP).
LAKIP adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan
melembaga. Penanggung Jawab penyusunan LAKIP adalah pejabat yang secara
fungsional bertanggung jawab melakukan dukungan administratif di instansi masing-
masing. Sebagaimana tertuang dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 yang
menyatakan bahwa setiap pemimpin Kementerian/Lembaga Pemerintah Non
Kementerian, Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib
membuat laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk
disampaikan kepada atasannya.
Tujuan penyusunan LAKIP adalah :
a. Pertanggungjawaban dari unit yang lebih rendah ke unit yang lebih tinggi, atau
pertanggungjawaban dari bawahan kepada atasan.
b. Pengambilan keputusan dan pelaksanaan perubahan-perubahan kearah
perbaikan dalam mencapai kehematan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, dalam rangka pelaksanaan misi kementerian/lembaga lainnya.
c. Perbaikan dalam perencanaan, khususnya perencanaan jangka pendek dan
menengah.
Ruang lingkup LAKIP meliputi pengungkapan mengenai :
14
a. Fakta/profil;
b. Perencanaan strategis yang meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai
sasaran, dan sasaran program/kegiatan;
c. Kinerja instansi;
d. Evaluasi kinerja instansi.
Mengingat luasnya cakupan dan lingkup yang dilaporkan, maka LAKIP
hendaknya lebih banyak melaporkan penyajian data dan fakta serta analisis kinerja
instansi, dan lebih ditekankan/perhatian lebih besar kepada kinerja unit utama atau
program-program utama instansi, tanpa mengurangi unit program penunjang.
Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip-prinsip pelaporan pada umumnya, yaitu
laporan harus disusun secara jujur, obyektif, akurat dan transparan. Disamping itu,
perlu pula diperhatikan :
a. Prinsip lingkup pertanggungjawaban. Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional
dengan lingkup kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dan memuat
mengenai kegagalan atau keberhasilan.
b. Prinsip prioritas. Yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi
pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk
upaya-upaya tindak lanjut.
c. Prinsip manfaat. Manfaat laporan harus lebih besar dari biaya penyusunannya
dan laporan harus mempunyai manfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja.
Perlu juga diperhatikan bahwa laporan yang baik adalah relevan, tepat waktu,
dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat), dalam bentuk
yang menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antar bagian), berdaya
berbanding tinggi (reliable), berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan
mengikuti standar laporan yang ditetapkan.
LAKIP disampaikan melalui mekanisme pelaporan yang melibatkan pihak yang
berwenang membuat dan menerima LAKIP serta pengguna LAKIP. Instansi yang
harus dan berwenang membuat LAKIP adalah instansi yang dibiayai dari anggaran
negara. Adapun mekanisme LAKIP adalah sebagai berikut :
a. Setiap pemimpin Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Kementerian,
Pemerintah Daerah, Satuan Kerja atau Unit Kerja didalamnya wajib membuat
laporan akuntabilitas kinerja secara berjenjang serta berkala untuk disampaikan
kepada atasannya;
b. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari tiap Kementerian/Lembaga
Pemerintah Non Kementerian, masing-masing Menteri/Pemimpin Lembaga
Pemerintah Non Kementerian menyampaikannya kepada Presiden dan Wakil
Presiden dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
15
dan Reformasi Birokrasi serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan;
c. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari setiap daerah Tingkat I disampaikan
kepada Presiden/Wakil Presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam
Negeri dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan;
d. Laporan akuntabilitas kinerja tahunan dari setiap daerah Tingkat II disampaikan
kepada Gubernur/Kepala Daerah yang terkait dengan tembusan kepada Kepala
Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Penyusunan LAKIP harus dilandasi dengan pengertian dan kesadaran bahwa
laporan akan dapat bermanfaat bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik, bersih,
dan produktivitas di lingkungan instansi pemerintah. LAKIP harus dibuat secara
tertulis dan disampaikan secara periodik serta disampaikan selambat-lambatnya 3
(tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Agar LAKIP dapat memberi masukan (umpan balik) bagi pihak-pihak
berkepentingan (stakeholders), maka format dan isi LAKIP diseragamkan tanpa
mengabaikan substansi kinerja dari masing-masing instansi pemerintah. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi dan cara penyajian LAKIP sehingga
memudahkan pembandingan ataupun evaluasi yang dilakukan. Selain menyajikan
keberhasilan dan kegagalan, LAKIP juga menyajikan aspek keuangan untuk
mengetahui hubungan antara realisasi anggaran yang dibelanjakan dengan hasil
atau manfaat yang diperoleh.
Format LAKIP minimal terdiri atas :
Ikhtisar eksekutif
I. Pendahuluan
II. Rencana strategi
III. Akuntabilitas kinerja
IV. Penutup
V. Lampiran-lampiran
Seiring dengan kebijakan pemerintah untuk melihat sampai sejauhmana suatu
instansi pemerintah melaksanakan dan memperlihatkan kinerja organisasinya, serta
sekaligus untuk mendorong adanya peningkatan kinerja instansi pemerintah, maka
Sistem AKIP termasuk didalamnya LAKIP dilakukan penilaian/evaluasi oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Hasil
evaluasi akuntabilitas kinerja tersebut dilakukan dengan menerapkan pola
pemeringkatan. Dengan adanya pemeringkatan ini diharapkan dapat mendorong
instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah untuk secara konsisten
16
dapat meningkatkan akuntabilitas kinerjanya dalam rangka mewujudkan pencapaian
kinerja hasil organisasinya sesuai yang diamanahkan dalam RPJM
Nasional/RPJMD.
Evaluasi atas akuntabilitas kinerja instansi menyimpulkan hasil penilaian atas fakta
objektif instansi pemerintah dalam mengimplementasikan perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, pelaporan kinerja, evaluasi kinerja dan capaian kinerja sesuai
dengan kriteria masing-masing komponen yang ada dalam Lembar Kriteria Evaluasi
(LKE).
Komponen-komponen yang menjadi unsur penilaian adalah :
No Komponen Bobot Sub-Komponen1 Perencanaa
n Kinerja 35 % a
.
b.
c.
Rencana Strategis 15%, meliputi : Pemenuhan Renstra, Kualitas Renstra, dan Implementasi Renstra Rencana Kinerja Tahunan 10%, meliputi : Pemenuhan RKT, Kualitas RKT, dan Implementasi RKT Penetapan Kinerja 10%, meliputi:Pemenuhan PK, Kualitas PK, dan Implementasi PK
2 Pengukuran Kinerja
20 % a.bc.
Pemenuhan pengukuran 4%Kualitas pengukuran 10% Implementasi pengukuran 6%
3 Pelaporan Kinerja
15 % a.bc.
Pemenuhan pelaporan 3% Penyajian informasi kinerja 8% Pemanfaatan informasi kinerja 4%
4 Evaluasi Kinerja
10 % a.bc.
Pemenuhan evaluasi 2% Kualitas evaluasi 5% Pemanfaatan hasil evaluasi 3%
5 Capaian Kinerja
20 % a.bc.
Kinerja yang dilaporkan (output) 5%Kinerja yang dilaporkan (outcome) 5% Kinerja Lainnya 10%
TOTAL 100%
LAKIP juga harus menyajikan data dan informasi relevan bagi pembuat
keputusan agar dapat menginterpretasikan keberhasilan dan kegagalan secara
lebih luas dan mendalam. Oleh karena itu, perlu dibuat suatu analisis tentang
pencapaian akuntabilitas kinerja instansi secara keseluruhan. Analisis tersebut
meliputi uraian keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dengan program dan
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, dan misi serta visi sebagaimana
ditetapkan dalam rencana strategi . Dalam analisis ini perlu pula dijelaskan
17
perkembangan kondisi pencapaian sasaran dan tujuan secara efisien dan efektif,
sesuai dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang telah ditetapkan. Analisis
tersebut dilakukan dengan menggunakan informasi/data yang diperoleh secara
lengkap dan akurat. Bila memungkinkan dilakukan pula evaluasi kebijakan untuk
mengetahui ketepatan dan efektivitas baik kebijakan itu sendiri maupun sistem dan
proses pelaksanaannya.
D. Perubahan Struktur Organisasi dan Manajemen Sektor Publik dalam Good GovernanceMenurut Lukman Hakim Saifuddin, (2004) good governance (G) di Indonesia adalah
penyelenggaraan peerintahan yang baik yang dapat diartikan sebagai suatu
mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang
diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif secara adil. Oleh
karena itu, good governance akan tercipta di antara unsur-unsur negara dan institusi
kemasyarakatan (ormas, LSM, pers, lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan
lain-lain) memiliki keseimbangan dalam proses checks and balances dan tidak boleh
satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol absolute.
Pengembangan publil good governance di Indonesia akan menunjuk pada
sekumpulan nilai (cluster of values), yang notabane sudah lama hidup dan
berkembang di masyarakat Indonesia. Sekumpulan nilai yang dimaksud tersebut
adalah 11 (sebelas) nilai good governance yakni (1) check and balances, (2)
decentralization; (3) effectiveness; (4) efficiency, (5) equity, (6) human rights
protection, (7) integrity, (8) participation, (9) pluralism, (10) predictability, (11) rule of
law, dan (12) transparency.
Pertanyaan yang muncul kemudian dalam implementasinya adalah bagaimana
mendekati, mengidentifikasi, mengurai, dan mengupayakan pemecahan persoalan
penegakan good governance. Menurut Lukman Hakim, ada tiga faktor determinan
pencapaian good governance, yakni lembaga atau pranata (institutions/system),
sumber daya manusia (human factor), dan budaya (cultures).
Terkait dengan tiga faktor determinan tersebut, pada subbab ini akan dibahas
tentang lembaga atau pranata, budaya dan sumber daya manusia dalam dua bagian,
yaitu struktur organisasi dalam good governance dan manajemen perubahan yang
diperlukan oleh organisasi.
1. Struktur Organisasi dalam Good Governance
Globalisasi dan perkambangan informasi akan mempercepat perubahan organisasi.
Menurut Tulis (2000), perubahan terhadap sumber daya manusia sebesar 10 persen
18
saja dapat mengubah struktur organisasi, selain perubahan ang disebabkan faktor
teknologi, ekonomi, politik, dan sosial. Praktik manajemen yang lama baik menyangkut
struktur organisasi, personel, dan tugas pokok, akan menyebabkan resistensi terhadap
perubahan dan menyebabkan sulitnya melakukan restrukturisasi organisasi dalam
rangka mencapai efisiensi. Dalam rangka menghadapi perubahan yang begitu cepat,
maka beberapa hal yang penting dilakukan adalah :
a. Memelihara kesadaran yang tinggi akan urgensi
Perubahan besar dalam organisasi, baik struktur dan budaya tidak akan pernah sukses
bila organisasi tersebut cepat puas. Kesadaran tinggi akan tingkat urgensi yaitu
memahami hak yang mendesak dan menempatkannya sebagai prioritas dalam
menghadapinya, sangat membantu proses mengatasi masalah dan langkah perubahan
yang besar. Peningkatan fungsi organisasi akan menyebabkan tingginya tingkat
organisasi. Untuk memelihara urgensi tingkat tinggi maka diperlukan sistem informasi
manajemen yang menyangkut sistem informasi akuntansi, untuk keuangan, sistem
informasi sumber daya manusia (SDM) untuk mengukur kinerja SDM, dan sistem
informasi lain yang diperlukan oleh organisasi. Sistem informasi ini akan menjamin
kecermatan dan kejelian data, sehingga data yang digunakan untuk pengambilan
keputusan yang valid.
b. Penyusunan pranata organisasi
Misi dan tujuan setiap organisasi sektor publik adalah memuaskan para pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan publik serta melestarikan tingkat kepuasan
masyarakat. Tanangan untuk mencapai kepuasan adalah melalui mutu pelayanan yang
prima atas pelayanan dan kepercayaan publik. Permasalahan dalam peningkatan mutu
ini pada birokrasi terkendala dengan sumber informasi yang terbatas, tingkat
pengetahuan aparat yang tidak memadai, budaya birokrasi, dan pengambilan keputusan
yang tidak efektif karena delegasi wewenang yang tidak optimal serta tidak adanya
insentif dan berkorelasi dengan sistem penggajian.
Permasalahan dalam penyusunan pranata organisasi adalah masalah keagenan, yaitu
kebijaksanaan yang salah dan berjalan terus-menrus, program yang tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakat, serta pekerjaan yang tidak berkonstruksi terhadap
pencapaian tujuan organisasi. Singkatnya, tantangan utama dalam mendesain dan
pengembangan pranata organisasi pemerintah dan sistem nasional adalah
mengoptimalkan informasi pengambilan keputusan serta menciptakan sistem
penggajian yang sepadan dengan kinerja. Perbaikan sistem informasi dan sistem
penggajian berbasis kinerja ini akan meningkatkan mutu layanan dan kepercayaan
publik.
c. Perubahan Struktur Organisasi
19
Perubahan kondisi pasar, teknologi, sistem sosial, regulasi, dan pelaksanaan Good
Governance dapat memengaruhi struktur pengembangan organisasi. Untuk perubahan
struktur organisasi perlu dilakukan analisis biaya dan manfaat terhadap pengaruh
pelayanan public terhadap organisasi melalui perubahan yang bersifat strategis.
Perubahan struktur organisasi mencakup tiga unsur sebagai determinan, yaitu: (a)
sistem pendapatan wewenang, tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab, (b) sistem
balas jasa yang sepadan, dan (c) sistem evaluasi indikator atau pengukuran kinerja
untuk individu dan unit organisasi.
Masalah utama dalam perubahan struktur organisasi adalah meyakinkan diri bahwa
pengambilan keputusan dan akuntabilitas semua pihak yang berkepentingan terhadap
organisasi mempunyai informasi dan pengetahuan yang relevan mengambil keputusan
yang baik dan benar serta adanya insentif sepadan yang menggunakan informasi
secara produktif dan terpercaya. Perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap
perubahan struktur organisasi, biaya, dan manfaat langsung maupun tidak langsung
harus dianalisis secara cermat dan hati-hati
Perubahan struktur organisasi sebelum GG dan sesudah GG
Sebelum GG Sesudah GGStruktur bersifat :
1. Birokratik,2. Multilevel3. Disorganisasi dengan
manajemen4. Kebijakan, program, dan
prosedur ruwet
Struktur bersifat :1. Nonbirokratik, sedikit aturan2. Lebih sedikit level3. Manajemen berfungsi baik4. Kebijakan, program dan
prosedur sederhana, tidak menimbulkan ketergantungan
Sistem :1. Tergantung pada beberapa
sistem informasi kinerja2. Distribusi informasi terbatas
pada eksekutif3. Pelatihan manajemen hanya
pada karyawan senior
Sistem :1. Tergantung pada sistem
informasi kinerja2. Distribusi informasi luas, 3. Memberikan pelatihan kepada
karyawan yang membutuhkan
Budaya Organisasi :1. Orientasi ke dalam2. Tersentralisasi3. Lambat dalam pengambilan
keputusan4. Realistis-idiologi5. Kurang berani mengambil
keputusan
Budaya Organisasi :1. Orientasi ke luar2. Memberdayakan sumber
daya3. Pengambilan keputusan cepat4. Terbuka dan berintegrasi5. Berani mengambil risiko
Dalam rangka pelaksanaan Good Governance, maka organisasi modern dapat
melakukan.:
1. Kesadaran yang tinggi terhadap tingkat urgensi
2. Kerja sama tim yang baik dalam tatanan staf dan manajemen
20
3. Bisa menciptakan dan mengomunikasikan visi, misi, dan program dengan baik
4. Pemberdayaan semua karyawan dengan memerhatikan minat dan bakat
5. Memberikan delegasi wewenang dengan efektif
6. Mengurangi ketergantungan yang tidak perlu, dan
7. Mengembangkan budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja
2. Manajemen Perubahan
Sesuai dengan pertimbangan TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999, masalah krisis
multidimensi yang melanda negara Indonesia merupakan penghambat perwujudan
cita-cita dan tujuan nasional. Reformasi di segala bidang, diharapkan dapat menjadi
suatu langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan
pembangunan serta penguatan kepercayaan diri
Kemampuan para pemimpin penyelenggara pemerintahan dan masyarakat yang
mengelola perubahan menjadi sangat krisis dan strategis, terutama sensitifitas dan
responsibilitas terhadap tanda dan waktu perubahan tersebut diperlukan, khususnya
dalam langkah penyelamatan, pemulihan, dan pengembangan. Ada dua hal yang perlu
ditekankan dalam manajemen perubahan, yaitu mengapa ada perubahan yang berhasil
dan ada yang gagal?
Perubahan yang gagal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Terlalu cepat puas
b. Team work yang gagal
c. Merumuskan visi, misi, dan program dengan kurang tepat
d. Gagal menciptakan harapan sukses kepada seluruh anggota organisasi
e. Menganggap perubahan sudah selesai dan hanya sekali memerlukan perubahan,
dan
f. Tidak bisa mengubah symbol, nilai, sikap dan norma organisasi dari yang lama
menjadi budaya yang baru dalam organisasi.
Untuk mengurangi kegagalan dalam perubahan budaya organisasi, maka harus
dihilangkan atau dikurangi dampak negatif dari perubahan seperti bubarnya organisasi,
dan bagaimana peran serta dari setiap anggota organisasi dalam perubahan.
Untuk mencapai keberhasilan dalam perubahan, ada beberapa hal yang
diperlukan, yaitu.:
1. Menetapkan strategi, pentingnya, dan tahapan perubahan
2. Mengembangkan semangat kerja sama tim yang tinggi
3. Mengembangkan strategi komunikasi untuk menyampaikan visi, misi, program perubahan, sehingga anggota dapat termotivasi, dan
21
4. Memberdayakan setiap anggota organisasi sesuai dengan kompetensi minat, dan bakat.
E. Good Governance dalam Kerangka Otonomi DaerahSesuai dengan UU No 32 tahun 2004 jo UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang
Pemerintahan Daerah merupakan salah salu instrumen yang merefleksikan
keinginan pemerintah unluk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya
penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan
hukum, UU Nomor 12 Tahun 2008 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi
para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan
penyimpangan.
Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7
elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung dan bersinergi satu
sarna lainnya, yaitu :
1. Urusan Pemerintahan;
2. Kelembagaan;
3 Personil;
4. Keuangan;
5. Perwakilan;
6. Pelayanan Publik dari
7. Pengawasan.
Ketujuh elemen di atas merupakan elemen dasar yang akan ditata dari
dikembangkan serta direvitalisasi dalam koridor UU Nomor 12 Tahun 2008. Namun
disamping penataan terhadap tujuan elemen dasar diatas, terdapat juga hal-hal yang
bersifat kondisional yang akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari grand
strategi yang merupakan kebutuhan nyata dalam rangka penataan otonomi daerah di
Indonesia secara keseluruhan yaitu penataan Otonomi Khusus NAD dari Papua,
penataan daerah dari wilayah perbatasan , serta pemberdayaan masyarakat.
22
Gambar.Krangka
Reformasi Sektor Publik
Untuk mewujudkan Good Governance dalam Konteks otonomi daerah
sekaligus bagaimana upaya sisitim pelayanan publik yang berorientasi pada
kebutuhan dan kepuasan serta kesejahteraan masyarakat, hal ini mengacu pada
krangka Reformasi sektor publik yang mengarah pada Pembenahan Reformasi
Kelembagaan dari seluruh alat-alat pemerintahan di daerah baik struktur maupun
infrastrukturnya, dan yang menyangkut Reformasi Manajemen Publik.
Selain reformasi kelembagaan dan reformasi manajemen publik untuk
mendukung terciptanya Good Governace maka diperlukan serangkaian reformasi
lanjutan terutama yang terkait dengan sistim pengelolaan keuangan pemerintah
daerah. Tuntutan pembaharuan sistim keuangan tersebut adalah agar pengelolaan
uang rakyat (Public Velue) dilakukan secara transparan dengan mendasarkan
konsep velue for mone, sehingga tercipta akuntabilitas publik (public accountability)
yang pada akhirnya dapat mencipatakan kesejahteraan pada masyarakat.
Ciptanya Setiap elemen tersebut disusun penataannya dengan langkah-
langkah menyusun target ideal yang harus dicapai, memotret kondisi senyatanya dari
mengidentifikasi perbandingan yang ada antara target yang ingin dicapai
23
dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini. Meskipun dalam pencapaian Good
Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat
mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai
organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk
menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerintah mempunyai peran yang
sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang
menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU Nomor 32 tahun 2004 jo UU Nomor 12
Tahun 2008 yang memberikan hak otonami kepada daerah, juga menjadi salah satu
bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah
perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan
keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah
masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10
tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat. Sementara itu dalam upaya
mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa1
27 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan
kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan
pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Keuntungan dari Sistim Akuntabilitas semacam ini lebih dapat diukur dan tidak
hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Sistem akuntabilitas semacam ini
maka terdapat keuntungan yang dapat diperoleh yakni, akuntabilitas lebih dapat
terukur tidak hanya dilihat dari sudut pandang politis semata. Hal ini bertentangan
dengan sistem akuntabilitas dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian
terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak
berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas
didasarkan pada indikator kinerja yang terukur, maka laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah tidak mempunyai dampak politis ditolak atau diterima. Dengan
demikian maka stabilitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat lebih terjaga.
Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat
dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi
dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau
nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat
dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas
masalah.
24
Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang
dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001,
masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah
yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk
memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan.
F. Pelaksanaan Pemantauan pengendalian intern pemerintah pada Instansi Pemerintah.
Pelaksanaan pemantauan pengendalian intern dilakansakan instansi
pemerintah untuk memastikan apakah sistem pengendalian intern pada suatu
instansi pemerintah telah berjalan sebagai yang diharapkan dan apakah
perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan telah dilaksanakan sesuai dengan
perkembangan. Unsur ini mencakup penilaian desain dan operasi
pengendalian serta pelaksanaan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan SPIP
dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.
Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengendalian
intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas pelaksanaan
tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan pengawasan intern
ini mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber daya manusia,
kode etik, standar audit, pelaporan, dan telaahan sejawat. Sedangkan
Pembinaan penyelenggaraan SPIP meliputi penyusunan pedoman teknis
penyelenggaraan, sosialisasi, pendidikan dan pelatihan, pembimbingan dan
konsultansi SPIP, serta peningkatan kompetensi auditor aparat pengawasan
intern pemerintah (APIP) pada setiap instansi Pemerintahan.
Tahapan pada pelaksanaan Sistim Pengendalian Intansi Pemerintah
yang perlu diperhatikan pimpinan instansi dan lembaga untuk dapat
mengimplementasikan SPIP secara efektif dan efisien, sebagai berikut:
1. Tahapan menumbuhkan kepedulian dan pemahaman
Untuk mengetahui apakah suatu instansi pemerintah telah memiliki
pemahaman dan kepedulian terkait penerapan SPIP secara efektif dan
efisien di instansinya terdapat beberapa hal mendasar yang perlu
diperhatikan oleh jajaran pimpinan, yaitu
1. Apakah instansi pemerintah telah menerapkan sistem pengendalian
intern (SPI)?
25
2. Apakah instansi pemerintah telah paham keinginan yang dicapai
dalam penerapan SPI?
3. Apakah instansi pemerintah paham manfaat SPI?
4. Apakah kebijakan dan filosofi pengendalian intern telah
dikembangkan oleh pimpinan instansi pemerintah?
Guna mengetahui hal tersebut jajaran pimpinan instansi pemerintah
dapat melakukan survai tingkat pemahaman SPI kepada seluruh jajaran
pimpinan dan staf.
Apabila berdasarkan hasil survei menunjukkan adanya
keberagaman pemahaman dan atau sebagian besar anggota organisasi
masih memiliki pemahaman di level 3, 2 atau 1, pimpinan instansi perlu
mengambil tindakan untuk segera melakukan sosialisasi ke seluruh
jajaran anggota organisasi agar memiliki kesamaan pemahaman dalam
penerapan SPI.
2. Tahapan Membangun desain SPIP
Dalam tahapan ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan,
yaitu
1. Pimpinan instansi pemerintah wajib menegaskan/mendefinisikan
proses-proses untuk penerapan SPI;
2. Pimpinan instansi pemerintah wajib mengidentifikasi tujuan strategis
dari penerapan SPI;
3. Pimpinan instansi pemerintah wajib mengembangkan metodologi
untuk mengevaluasi pencapaian tujuan strategis penerapan SPI.
Dalam mendesain sistem pengendalian intern yang akan diterapkan
di instansi pemerintah terkait pimpinan instansi pemerintah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan
ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas fungsi instansi pemerintah
tersebut.
3. Tahapan Menjalankan dan mereview SPIP
Tahapan berikut setelah instansi pemerintah mendisain dan
mengembangkan sistem pengendalian internnya adalah
mengimplementasikan sistem pengendalian tersebut. Untuk mengetahui
apakah sistem pengendalian intern telah dapat dijalankan dengan baik
diperlukan suatu review atau monitoring atas implementasinya. Berkaitan
26
dengan tahapan menjalankan dan mereview SPI, Pimpinan instansi
pemerintah harus memetakan faktor-faktor penghambat efektivitas
penerapan SPI dan mengevaluasi apakah desain sistem yang dibangun
dapat efektif mewujudkan tercapainya tujuan organisasi.
4. Tahapan Peningkatan Keandalan Sistem
Dalam tahapan ini hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan
instansi pemerintah adalah menerapkan SPI bukanlah suatu tujuan
melainkan suatu proses yang dibangun untuk memberikan keyakinan
yang memadai atas pencapaian tujuan instansi pemerintah yang
ditetapkan. Hal tersebut menekankan bahwa SPI merupakan satu hal
yang dinamis dan menuntut adanya continous improvement seiring
dengan tujuan instansi pemerintah yang juga selalu mengalami
pengembangan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur sesuai amanah undang-undang dasar.
Untuk melakukan pengembangan SPI, instansi pemerintah perlu
mempertimbangkan aspek biaya-manfaat (cost and benefit), sumber daya
manusia, kejelasan kriteria pengukuran efektivitas dan perkembangan
teknologi informasi, serta dilakukan secara komprehensif
27
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian–uraian tersebut diatas dapat diambil kesimpulan yaitu:
1. Pemerintahan yang baik tidak dilihat dari sistem yang berbuat atau rancanggan
undang-undang yang dirumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam
menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal
tersebut harus dilakukan.
2. Good Governance merupakan pengertian dalam hal yang luas sehingga untuk
memberikan arti serta defenisi tidak semudah mengartikan kata perkata melainkan
perlunya aspek –aspek serta pemikiran yang luas menyangkut bidang tersebut.
3. Perlunya pengertian menggenai aspek-aspek dalam Good Governance sehingga
tidak ada kesalahan dalam aplikasinya.
4. Penerapan Good Governance dalam sistem kepemerintahan saat ini sangat di
perlukan karena peranan perintah dalam memajukan suatu negara sangatlah
besar.
5. Dalam sistem pengendalian internal pemerintah untuk memperkuat dan
menunjang efektifitas penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal dilakukan
pengawasan internal dan pembinaan penyelenggaran SPIP. Oleh sebab itu
diterbitkanya Peraturan Pemerintah No 60 tentang standar pengendalian internal
pemerintah yang disebut Standar Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP). PP
No 60 mengatur dan melengkapi pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
PP No.58/2005, dalam hal akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pada
Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
memerintahkan pengaturan lebih lanjut ketentuan mengenai sistem pengendalian
internal pemerintah secara menyeluruh dengan peraturan pemerintah dalam
rangka meningkatkan kinerja,transparansi dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh.
6. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah yang disusun sedemikian rupa dalam
implentasinya pada aktivitas pengelolaan keuangan belum menggambarkan
efektifitas saat ini. Tidak berjalannya secara efektif peraturan perundang-
undangan disebabkan oleh kualitas SDM di lingkungan pemerintah dan tidak
adanya singkronisasi antara peraturan pemerintah pusat dengan peraturan
pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan dan mensejahterakan rakyat.
28
Apabila pengelolaan keuangan baik yang didukung dengan sistem pengendalian
yang handal, akuntabilitas dan transparansi pertanggungjawaban pemerintah
kepada rakyat tidak diragukan lagi. Hal ini kembali lagi pada pimpinan pusat
(presiden) dan pimpinan daerah (gubernur, bupati/walikota) dengan tegas untuk
meperaiki sistem pengelolaan keuangan dan pengendalian internal pemerintah.
Keuangan Negara salah satu departemen atau entitas yang harus diperhatikan
karena berhubungan dengan uangnya rakyat.
B. SaranAtas kesimpulan di atas, tindak lanjut dalam penegakkan prinsip good governance di
Indonesia yaitu:
1. Integritas dan nilai etika perlu ditingkatkan atau dikomunikasikan dengan perilaku
yang terbaik dan melibatkan pihak terkait. Karena sebaik apapun desain sebuah
pengawasan tidak akan terlaksana dengan efektif, efisien dan ekonomis jika
dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki integritas dan nilai etika yang
rendah.
2. Kinerja Inspektorat atau pengendalian intern perlu terus ditingkatkan, baik sistim
pengendalian sampai dengan pengendalian intern pemerintah.
29
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto, Sahmudin, Arifmudin, 2007, Akuntansi Sektor Publik,
Mardiasmo. 2009 Akuntansi Sektor Publik
Halim,Abdul, 2008, Akuntansi Sektor Publik
Undang – Undang Nomor 17 tahun 2007
Undang –undang Nomor 25 Tahun 2009
Undang –undang Nomor 12 Tahun 2008
Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor Kep/135/M.PAN/9/2004 tentang Pedoman Umum Evaluasi Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah
30
LAMPIRAN 1
FORMULIR RENSTRA
Rencana StratejikTahun ….. s.d ……
Instansi :Visi :Misi :
TujuanSasaran
Cara Mencapai Tujuan dan Sasaran Keterangan
Uraian Indikator Kebijakan Program
1 2 3 4 5 6
Cara pengisian:Tahun : Ditulis dengan tahun Rencana Stratejik.Instansi : Ditulis dengan nama instansi.Visi : Ditulis dengan Visi instansi.Misi : Ditulis dengan Misi Instansi.Kolom 1 : Ditulis uraian tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka
merealisasikan misi.Tujuan mengindikasikan sasaran, serta kebijakan dan program yang akan dilaksanakan.
Kolom 2 : Ditulis uraian sasaran dalam rangka operasionalisasi tujuan yang telah ditetapkan.
Kolom 3 : Ditulis indikator sasaran yang telah ditetapkan/ diidentifikasi untuk diwujudkan.Indikator ini dapat berupa keluaran (outputs) atau hasil (outcomes). Setiap sasaran dapat memiliki lebih dari satu indikator sasaran.
Kolom 4 : Ditulis uraian mengenai kebijakan dalam upaya mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan instansi pemerintah.
Kolom 5 : Ditulis nama program yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kebijakan yang melingkupinya. Program dimaksud ditetapkan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai.
Kolom 6 : Ditulis mengenai berbagai keterangan yang berkaitan dengan rencana stratejik, seperti : keterkaitan antara visi, misi, tujuan, sasaran serta kebijakan dan program; dan sebutkan sektor atau instansi lain atau pihak lain yang terkait.
31
LAMPIRAN 2
FORMULIR RKT
Rencana Kinerja TahunanTahun …..
Instansi :Sasaran
Program
Kegiatan
KeteranganUraian Indikator
Rencana Tingkat capaian (Target)
Uraian Indikator kinerja
SatuanRencana Tingkat capaian (Target)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Cara pengisian:Tahun : Ditulis dengan tahun rencana kinerja.Instansi : Ditulis dengan nama instansi yang bersangkutan.Kolom 1 : Ditulis uraian sasaran yang telah ditetapkan dan direncanakan
untuk tahun yang yang bersangkutan. Sasaran dimaksud sebagaimana telah ditetapkan pada dokumen Rencana Stratejik.
Kolom 2 : Ditulis indikator sasaran yang mengindikasikan tercapainya sasaran. Indikator ini adalah sebagaimana telah dirumuskan pada dokumen Rencana Stratejik. Setiap sasaran dapat memiliki lebih dari satu indikator sasaran.
Kolom 3 : Ditulis rencana tingkat capaian (target) masing-masing indikator sasaran sebagaimana terlulis pada kolom 2. Rencana tingkat capaian (target) harus ditetapkan secara realistis sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh instansi pemerintah.
Kolom 4 : Ditulis nama program yang akan dilaksanakan dalam tahun bersangkutan. Program dimaksud ditetapkan sesuai dengan sasaran yang akan dicapai pada tahun bersangkutan. Program dimaksud adalah sebagaimana ditetapkan dalam dokumen Rencana Stratejik.
Kolom 5 : Ditulis nama kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun bersangkutan sesuai dengan program sebagaimana ditulis pada kolom 4.
Kolom 6 : Ditulis uraian indikator kinerja kegiatan berdasarkan kelompok masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
Kolom 7 : Ditulis satuan dari setiap indikator kinerja kegiatan.Kolom 8 : Ditulis rencana tingkat capaian (target) dari masing-masing
indikator kinerja kegiatan (kolom 6) pada tahun yang bersangkutan.
Kolom 9 : Ditulis hal-hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan.
32
LAMPIRAN 3
FORMULIR PKK
Pengukuran Kinerja KegiatanTahun …..
Instansi :
Program
Kegiatan Persentase Pencapaian
Rencana Tingkat Capaian (Target)
Keterangan
Uraian
Indikator
kinerja
Satuan
Rencana
Tingkat capaian (Target)
Realisasi
1 2 3 4 5 6 7 8
Cara pengisian :Tahun : Ditulis dengan tahun pengukuran kinerja.Instansi : Ditulis dengan nama instansi yang bersangkutan.Kolom 1 : Ditulis nama program yang akan dilaksanakan dalam tahun
bersangkutan. Program dimaksud ditetapkan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan dan sasaran yang akan dicapai pada tahun bersangkutan. Program dimaksud sebagaimana ditulis dalam kolom 4 formulir Rencana Kinerja Tahunan dan yang telah ditetapkan dalam dokumen Rencana Stratejik.
Kolom 2 : Ditulis nama kegiatan dalam lingkup program sebagaimana ditulis pada kolom 1 yang akan dilaksanakan pada tahun bersangkutan. Nama kegiatan yang ditulis pada kolom ini harus sesuai dengan kegiatan yang ditulis pada kolom 5 formulir Rencana Kinerja Tahunan (RKT).
Kolom 3 : Ditulis indikator kinerja kegiatan berdasarkan kelompok masukan, keluaran dan hasil, maupun indikator manfaat dan dampak. Jika instansi pemerintah yang menyusun rencana kinerja ini belum dapat menerapkan rencana untuk indikator kinerja manfaat dan dampak, maka kedua indikator ini cukup diidentifikasi saja. Dengan adanya identifikasi ini memungkinkan instansi pemerintah melihat keterkaitannya dengan sasaran
Kolom 4 : Ditulis satuan dari setiap indikator kinerja kegiatan.Kolom 5 : Ditulis rencana tingkat capaian (target) untuk setiap indikator
kinerja yang ditetapkan, baik rencana kuantitatif maupun kualitatif, sebagaimana ditulis dalam kolom 8 Formulir Rencana Kerja Tahunan.
Kolom 6 : Ditulis realisasi dari masing-masing indikator kinerja.Kolom 7 : Ditulis persentase pencapaian rencana tingkat capaian
(target) dari masing-masing indikator kinerja kegiatan sebagaimana ditetapkan melalui realisasi yang berhasil dicapai
33
pada indikator dimaksud.
Penghitungan prosentase pencapaian rencana tingkat capaian (kolom 7) perlu memperhatikan karakteristik komponen reafisasi. Dalam kondisi : (1) semakin tinggi realisasi menunjukkan pencapaian kinerja
yang semakin baik, maka digunakan rumus:
Persentase pencapaian rencana tingkat capaian =
Realisasi *)x 100%
Rencana **)
(2) semakin tinggi realisasi menunjukkan semakin rendah pencapaian kinerja, maka digunakan rumus:
Persentase pencapaian rencana tingkat capaian =
Rencana **) - (Realisasi **) - Rencana **)) x
100%Rencana **)
*) = kolom 6**) = kolom 5, rencana tingkat capaian
Kolom 8 : Ditulis berbagai hal yang perlu dijelaskan berkaitan dengan realiasasi dan pencapaian target.
34