Makalah TI Lepra

57
Seorang Laki-Laki Karyawan Pabrik Cat dengan Keluhan Kaki Bengkak dan Kebas KELOMPOK 9 Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Jakarta, 28 Juni 2012

description

Seorang Laki-Laki Karyawan Pabrik Cat dengan Keluhan Kaki Bengkak dan Kebas

Transcript of Makalah TI Lepra

Page 1: Makalah TI Lepra

Seorang Laki-Laki Karyawan Pabrik Cat dengan Keluhan Kaki Bengkak dan Kebas

KELOMPOK 9

Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Jakarta, 28 Juni 2012

Page 2: Makalah TI Lepra

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit kusta

atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya

disebabkan oleh bakteriMycobacterium leprae,hingga ditemukan bakteri Mycobacterium

lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008,yang menyebabkan endemik sejenis

kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous

leprosy. Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan

Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai patogen yang

menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra. Saat ini penyakit lepra lebih

disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya untuk menghargai jerih payah penemunya,

melainkan juga karena kata leprosy dan Lepera mepunyai konotasi yang begitu negatif,

sehingga penamaan yang netra lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak

seharusnya diderita oleh pasien kusta.

Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran

pernapasan atas; danlesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila tidak

ditangani, kusta dapat sangat progresif, menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf,

anggota gerak, dan mati.

Page 3: Makalah TI Lepra

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang laki-laki usia 42 tahun, karyawan pabrik cat. Keluhan Utama kaki bengkak, kebas,

dan kesemutan. Ini sudah berlangsung 1 tahun.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak merah pada perut dan punggung. Lengan dan kaki

bawah terlihat kering dan ichtiosis.

Hasil pemeriksaan laboratorium:

Hb 11,5 g/dl , Leukosit 5.000 /mm³ , LED 30 ml/jam

Hitung jenis : 0/1/7/58/30/4

SGOT 45 IU, SGPT 60 IU

BTA : + , BI : +5, MI : 92%

Page 4: Makalah TI Lepra

BAB III

PEMBAHASAN

MASALAH DAN HIPOTESIS

Masalah Pembahasan Hipotesis

Usia 42 tahun Beresiko untuk memiliki penyakit

akibat bertambahnya usia dan

penurunan fungsi organ.

Diabetic neuropathy

Karyawan pabrik cat Cat banyak mengandung bahan-

bahan yang merusak organ manusia

bila terpapar secara langsung.

Sehingga pada pabrik cat, karyawan

melakukannya di ruangan yang

tertutup dan menggunakan alat dan

pakaian protector khusus. Karena

ruangan yang tertutup

memungkinkan untuk penyebaran

penyakit dari satu karyawan ke

karyawan lain. Selain itu, baju

pelindung yang digunakan secara

bergantian tanpa dicuci dahulu dapat

menularkan penyakit dari satu orang

ke orang yang lainnya, apalagi bila

virus atau bakteri penyebab infeksi

Lepra

Page 5: Makalah TI Lepra

menempel dan bertahan cukup lama

di luar tubuh manusia.

Kaki bengkak Kaki bengkak harus dilihat

konsistensi dan bentuknya. Bisa

disebabkan oleh udem (keluarnya

cairan plasma ke jaringan

interstitial), pembesaran kelenjar

limfe, obstruksi saluran limfe (cth:

filariasis), proses inflamasi jaringan

(diikuti perubahan lainnya : kalor,

rubor, dolor), atau akibat

pembesaran jaringan akibat

keganasan.

Pada infeksi mycobacterium leprae ,

kuman tersebut sangat suka pada

bagian tubuh yang bersuhu rendah

termasuk anggota tubuh bagian

bawah, sehingga bakteri tersebut

akan membentuk jaringan

granulomatous yang akan

mengobstruksi saluran limfatik.

Filariasis

Lepra

Kebas dan kesemutan Paresthesia adalah perasaan sakit

atau abnormal seperti kesemutan,

rasa panas seperti terbakar dan

sejenisnya. Sementara kebas adalah

Lepra

Diabetic neuropathy

Page 6: Makalah TI Lepra

berkurangnya sensasi sensorik pada

kulit. Bisa diakibatkan oleh

terganggunya fungsi syaraf. Dimana

syaraf terjepit, mengalami iritasi,

atau adanya gangguan aliran darah

ke syaraf yang menyebabkan iskemi.

Pada penyakit infeksius yang

menyerang saraf seperti lepra dapat

menimbulkan gejala awal seperti

kebas atau kesemutan.

Penyakit pasien

bersifat kronis

Penyakit pasien bersifat kronis. Lepra

Diabetic neuropathy

Patofisiologi pada masalah

Oedem yang terjadi pada pasien dengan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu

melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah. M. Leprae yang tidak terkompensasi oleh

sistem imun tubuh akan membentuk jaringan granulomatosa yang akan mengendap

pada pembuluh limfe, sedangkan pada pembuluh darah terkait dengan kerusakan

saraf perifer. Pada pembuluh limfe, M. Leprae yang masuk akan dibawa ke nodus

limfatikus sekunder dan akan dihancurkan sehingga membentuk jaringan granuloma

yang dapat menyebabkan obstruksi pada saluran limfe. Obstruksi pada saluran limfe

menyebabkan cairan bergeser ke ruang interstisium dan menyebabkan oedem. Pada

pasien terutama terjadi di kaki dikarenakan M. Leprae lebih suka pada tempat –

tempat yang bersuhu rendah seperti pada kaki. Sedangkan pada pembuluh darah

dikarenakan terjadi kerusakan sistem saraf perifer sehingga berkurangnya kontraksi

Page 7: Makalah TI Lepra

otot. Dengan berkurangnya kontraksi otot yang juga berfungsi membantu vena untuk

memompa darah kembali ke jantung, maka cairan intravaskuler pada vena bergeser

ke ruang nterstisium sehingga menyebabkan oedem.

M. Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang

akan berikatan dengan sel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan

mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan

mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag.

Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang

melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia

bekerja terus – menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi.

Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak

saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah

penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional. Kerusakan pada

saraf inilah yang mengakibatkan terjadinya rasa kesemutan dan kebas.

ANAMNESIS

a) Identitas

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,

pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, RS Berguna untuk mengetahui background

pasien yang akan berhubungan dengan tatalaksana dan prognosis terhadap pasien ini, sudah

tertera di atas

b) Keluhan Utama

Page 8: Makalah TI Lepra

Apakah keluhan utama pasien ? Keluhan utama pada pasien ini adalah kaki bengkak, kebas, dan

kesemutan

Anamnesis tambahan

Untuk melengkapi informasi yang kita butuhkan maka diperlukan anamnesis lanjutan.

Baiknya ditanyakan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga serta riwayat pengobatan.untuk membantu penegakan diagnosis.

I.Riwayat penyakit sekarang

Keluhan apa yang timbul pertama kali? Dan bagaimana perjalanan

penyakitnya?

Apakah terdapat gejala penyerta seperti kulit terasa lebih kering, demam, dan

kehilangan bulu halus?

Apakah bercak disertai gatal?

Apakah ada teman kerja yang menderita keluhan yang sama?

Apakah sudah diberi obat sebelumnya? Jika sudah apa obatnya?

II.Riwayat penyakit Dahulu

Apa pasien ini punya riwayat penyakit DM/jantung?

IV.Riwayat Penyakit Keluarga

Apakah keluarga ada yang sakit seperti ini?

Apakah keluarga ada penyakit keturunan seperti DM?

V.Riwayat kebiasaan

Apakah pasien merokok , minum-minuman berakohol dan bagaimana life style

pasien?

Apakah sewaktu bekerja menggunakan protektor?

Bagaimana riwayat sosio-ekonomi dari pasien?

Page 9: Makalah TI Lepra

Apakah pasien pernah terpapar langsung oleh cat?

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah

Pada pemeriksaan fisik ditemukan bercak merah pada perut dan punggung, lesi yang terdapat

pada penyakit lepra. Lengan dan kaki bawah terlihat kering dan ichtiosis yang

memungkinkan terjadinya gangguan fungsi kelenjar keringat karena sistem saraf otonom

yang terganggu.

1) Bercak merah pada perut dan punggung

Terjadi pada penderita tipe MB (multibasilar) dan merupakan reaksi humoral, dimana

kuman kusta yang utuh maupun tidak utuh menjadi antigen. Tubuh membentuk

antibodi dan komplemen (Antigen + antibodi + komplemen = immunokompleks) dan

mengendap di pembuluh darah sehingga menyebabkan reaksi ENL (Eritema

Nodosom Leprosum) pada kulit.

2) Lengan dan kaki bawah terlihat kering dan ichtiosis

M. Leprae memiliki bagian G domain of extracellular matriks protein laminin 2 yang

akan berikatan dengan sel schwaan melalui reseptor dystroglikan lalu akan

mengaktifkan MHC kelas II setelah itu mengaktifkan CD4+. CD4+ akan

mengaktifkan Th1 dan Th2 dimana Th1 dan Th2 akan mengaktifkan makrofag.

Makrofag gagal memakan M. Leprae akibat adanya fenolat glikolipid I yang

melindunginya di dalam makrofag. Ketidakmampuan makrofag akan merangsang dia

bekerja terus – menerus untuk menghasilkan sitokin dan GF yang lebih banyak lagi.

Sitokin dan GF tidak mengenelai bagian self atau nonself sehingga akan merusak

saraf dan saraf yang rusak akan diganti dengan jaringan fibrous sehingga terjadilah

penebalan saraf tepi. Sel schwann merupakan APC non professional. Infiltrasi

Page 10: Makalah TI Lepra

granuloma ke adneksa kulit yang terdiri atas kelenjar keringat, kelenjar palit, dan

folikel rambut dapat mengakibatkan kulit kering dan aloplesia.

Hasil pemeriksaan lab pasien:

Hasil Normal Keterangan

Hb 11,5 g% 13 – 18 g% Menurun, akibat adanya kemungkinan

anemia hemolitik pada pasien

LED 30mm/jam <15mm/jam Meningkat, karna adanya infalamasi

kronis

Lekosit 5000/ul 5000-10000 Normal

Hitung jenis 0/1/7/58/30/4 Terdapat peningkatan pada netrofil

batang yang mengindikasikan adanya

inflamasi atau kerusakan jaringan.

SGOT 45 7-32 Meningkat, diduga akibat M.lepra

menyerang hati yang merupakan organ

yang memiliki banyak makrofag

SGPT 60 6-30 Meningkat, diduga akibat M.lepra

menyerang hati yang merupakan organ

yang memiliki banyak makrofag

BTA + Mengindikasikan adanya bakteri tahan asam, contohnya mycobacterium pada

pemeriksaan bakteriologis

BI +5 101- 1000 BTA rata-rata dalam 1 lapang pandang

Menunjukan Multibasiler BB/LL yang meungkinkan terjadinya ENL

yang terjadi karena respon imun terhadap Antigen dari M. lepra

sehingga terjadi inflamasi dan bengkak pada pasien.

MI 92% Mengindikasikan adanya bakteri yang infeksius. Karena indeks morfologi

Page 11: Makalah TI Lepra

menunjukan bahwa bakteri yang hidup atau infeksius (solid) sebanyak 92%

dari indeks bakteriologis yang didapatkan.

DIAGNOSIS

Lepra tipe Multibasiler

Diagnosis pada pasien ini ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang

karena terdapat keluhan rasa kebas di ekstrimitas yang menunjukkan adanya gangguan

sensoris serta kering dan ichtiosis yang dapat terjadi karena gangguan saraf otonom pada

kelenjar keringat, bercak merah pada perut dan punggung, dan ditemukannya bakteri tahan

asam. Hasil BI +5 terdapat pada lepra tipe Multi Baciler BL/LL, yang memungkinkan

terjadinya Erithema Nodusum Leprosum (ENL) yang terjadi karena respon imun terhadapat

antigen dari M. Leprae sehingga terjadi inflamasi dan mengakibatkan bengkak pada pasien.

Pada reaksi ENL juga terdapat simptom seperti anemia, leukositosis dan tes faal hati yang

abnormal.

Intesitas respons imun spesifik yang diperantarai sel terhadap M. leprae berkaitan

dengan kelas memiliki imunitas seluler yang dapat di deteksi terhadap basil lepra. Pada

pasien leprometosa kumpulan basilus juga di temukan di hati, limpa,dan sum-sum tulang,

tetapi tidak ada disfungsi sistem organ visceral.20

PENATALAKSANAAN

Page 12: Makalah TI Lepra

Penatalaksaan yang akan diberikan kepada pasien secara medokamentosa dan non-

medikamentosa adalah:

a) Medikamentosa

Pemberian obat multi drug treatment sebagai usaha untuk:

1.Mencegah dan mengobati resistensi

2.Memperpendek masa pengobatan

3.Mempercepat pemutusan mata rantai penularan

Adapun obat yang di gunakan ialah:

- Rifampisin 600mg setiap bulan,dalam pengawasan

- Diaminodifenil sulfon 100mg setiap hari

- Klofazamin 300mg perbulan,dalam pengawasan,diteruskan 50mg sehari atau 100mg

selama sehari atau 3 kali 100mg setiap minggu.

Mula-mula kombinasi obat ini diberikan 24 dosis dalam 24 sampai 36 bulan dengan

syarat bakterioskopis harus negative.apabila bakterioskopis masih positif pengobatan

dilanjutkan samapi hasilnya negative .selama pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan

bakterioskopis mnimal 3 bulan sekali.dan pengobatan ini 2 sampai 3 tahun.

b) Non medikamentosa

1. Pasien di lakukan perawatan di rumah sakit sampai MI turun dan tidak infeksius

2. Diperlukan asupan gizi yang baik

3. Diberikan edukasi berupa:

Page 13: Makalah TI Lepra

- Untuk selalu teratur minum obat dan tidak pernah putus minum obat.

- bila terdapat gangguan sensibilitas dapat diberikan pentunjuk sederhana seperti

sepatu untuk melindungi kaki,sarung tangan untuk pekerjaannya dan kacamata untuk

melindungi matanya.

-tangan dan kaki direndam,disikat dan setelah itu di minyaki agar tidak kering dan

pecah.

4. Pengendalian, diperlukan karena lepra merupakan penyakit yang infeksius:

- Dapat mendeteksi dini gejala-gejala lepra

- Keluarga dan individu yang berhubungan erat perlu diperiksa secara teratur terhadap lepra.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien bila tidak ditangani dengan baik adalah:

1. Terjadinya deformitas dan kecacatan akibat lepra;

2. Trauma psikologis

3.Kerusakan saraf permanen

PROGNOSIS

Ad vitam : ad bonam

Ad fuctionam : dubia ad malam

Page 14: Makalah TI Lepra

Ad sanationam : dubia ad malam

Melihat keadaan pada pasien ini, yaitu tidak ditemukan kelainan tanda vital pada

pemeriksaan fisik, maka dapat dipastikan bahwa prognosis pada pasien ini akan baik. Akan

tetapi, melihat prevalensi prognosis buruk yang besar pada penderita kusta, pada fungsi dan

kekambuhannya. Karena pada penyakit kusta akan mengalami kerusakan saraf yang tidak

bisa berdegenerasi kembali seperti semula.

Page 15: Makalah TI Lepra

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

KUSTA

DEFINISI

Lepra atau kusta adalah penyakit menular kronik yang berkembang lambat,

disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan ditandai dengan pembentukan lesi granulomatosa

atau neurotropik pada kulit, selaput lendir, saraf, tulang, dan organ-organ dalam.

Manifestasinya berupa gejala-gejala klinis dengan spektrum luas, yang terdiri dari dua tipe

utama, dengan jenislepromatous pada ujung spektrum dantuberkuloid di ujung yang lain:

diantara dua tipe ini terdapat tipeborderline, dengan dua sub tipe, borderline tuberkuloid dan

borderlinelepromatous. Disebut juga Hansen’s disease.4

Klasifikasi Ilmiah

Kingdom : Bacteria

Filum : Actinobacteria

Class : Actinomycetales

Ordo : Corynebacterineae

Family : Mycobacteriaceae

Genus : Mycobacterium

Spesies : Mycobacterium leprae

Mycobacterium leprae, juga disebut Basillus Hansen, adalah bakteri yang menyebabkan

penyakit kusta (Morbus Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama ditandai oleh adanya

kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla spinalis), kulit, selaput lendir hidung,

Page 16: Makalah TI Lepra

buah zakar (testis) dan mata. Bakteri ini merupakan bakteri intraselular. M. leprae merupakan

gram-positif berbentuk tongkat (basil). Mycobacterium leprae mirip dengan Mycobacterium

tuberculosis dalam besar dan bentuknya.

Epidemiologi

Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang

diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir

hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:

a. Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah

mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.

b. Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun,

keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama

dan berulang-ulang.

Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yang penting.

Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-

hukum penularan seperti halnya penyakitpenyaki terinfeksi lainnya.

Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak

kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.

Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit

kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mocrobakterillm Leprae

dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan

ini adalah :

- Usia : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa

- Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak dijangkiti

Page 17: Makalah TI Lepra

- Ras : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti

- Kesadaran sosial :Umumnya negara-negara endemis kusta adalah negara

dengan tingkat sosial ekonomi rendah

- Lingkungan : Fisik, biologi, sosial, yang kurang sehat

Pencegahan Penularan Penyakit Kusta

Hingga saat ini tidak ada vaksinasi untuk penyakit kusta. Dari hasil penelitian dibuktikan

bahwa kuman kusta yang masih utuh bentuknya, lebih besar kemungkinan menimbulkan

penularan dibandingkan dengan yang tidak utuh. Jadi faktor pengobatan adalah amat penting

dimana kusta dapat dihancurkan, sehingga penularan dapat dicegah. Disini letak salah satu

peranan penyuluhan kesehatan kepada penderita untuk menganjurkan kepada penderita untuk

berobat secara teratur.

Pengobatan kepada penderita kusta adalah merupakan salah satu cara pemutusan mata rantai

penularan. Kuman kusta diluar tubuh manusia dapat hidup 24-48 jam dan ada yang

berpendapat sampai 7 hari, ini tergantung dari suhu dan cuaca diluar tubuh manusia tersebut.

Makin panas cuaca makin cepatlah kuman kusta mati. Jadi dalam hal ini pentingnya sinar

matahari masuk ke dalam rumah dan hindarkan terjadinya tempat-tempat yang lembab.

Ada beberapa obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta. Tetapi kita tidak dapat

menyembuhkan kasus-kasus kusta kecuali masyarakat mengetahui ada obat penyembuh

kusta, dan mereka datang ke Puskesmas untuk diobati. Dengan demikian penting sekali agar

petugas kusta memberikan penyuluhan kusta kepada setiap orang, materi penyuluhan kusta

kepada setiap orang, materi penyuluhan berisikan pengajaran bahwa :

a. Ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit kusta

b. Sekurang-kurangnya 80 % dari semua orang tidak mungkin terkena kusta

c. Enam dari tujuh kasus kusta tidaklah menular pada orang lain

Page 18: Makalah TI Lepra

d. Kasus-kasus menular tidak akan menular setelah diobati kira-kira 6 bulan secara

teratur

e. Diagnosa dan pengobatan dini dapat mencegah sebagian besar cacat fisik

ANATOMI

Struktur Sel Saraf dan Akson

Setiap akson mewakili sebuah perpanjangan sel saraf yang terletak di dalam sistem

saraf pusat. Badan sel berfungsi memelihara kelangsungan hidup akson yang menjadi pusat

seluruh aktivitas metabolik sel.5

Gambar penampang Sel saraf

Beberapa akson diselubungi oleh selubung mielin yaitu suatu selubung membran sel

Schwann. Mielin adalah sebuah kompleks protein mengandung lipid. Membran sel Schwann

tersebut melapisi akson secara berpilin sehingga membentuk lapisan selubung mielin.5

Selubung mielin yang dihasilkan oleh Sel Schwann panjangnya sekitar 250-1000 μm

dan dipisah satu sama lainnya dengan nodus Ranvier. Pada nodus ini, akson telanjang. 5

ETIOLOGI

Page 19: Makalah TI Lepra

Neuritis lepra disebabkan oleh reaksi inflamasi pada saraf perifer oleh kuman

penyebab penyakit lepra yaitu Mycobacterium leprae.1

PATOGENESIS

M. leprae berpredileksi di daerah-daerah tubuh yang relatif lebih dingin.

Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dan derajat penyakit disebabkan oleh respon imun

yang berbeda yang menyebabkan timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh

yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut

sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi

selularnya daripada intensitas infeksinya. Meskipun cara masuk M. leprae ke dalam tubuh

masih belum diketahui dengan pasti, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang

tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu dingin dan melalui

mukosa nasal. Pengaruh, M leprae terhadap kulit bergantung pada faktor imunitas seseorang,

kemampuan hidup M. leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi yang lama, serta

sifat kuman yang avirulens dan nontoksis.1

Masuknya M.Leprae ke dalam tubuh akan ditangkap oleh APC (Antigen Presenting

Cell) dan melalui dua signal yaitu signal pertama dan signal kedua. Signal pertama adalah

tergantung pada TCR- terkait antigen (TCR = T cell receptor) yang dipresentasikan oleh

molekul MHC pada permukaan APC sedangkan signal kedua adalah produksi sitokin dan

ekspresinya pada permukaan dari molekul kostimulator APC yang berinteraksi dengan ligan

sel T melalui CD28. Adanya kedua signal ini akan mengaktivasi To sehingga To akan

berdifferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Adanya TNF α dan IL 12 akan membantu differensiasi

To menjadi Th1.6

Page 20: Makalah TI Lepra

Th 1 akan menghasilkan IL 2 dan IFN γ yang akan meningkatkan fagositosis

makrofag( fenolat glikolipid I yang merupakan lemak dari M.leprae akan berikatan dengan

C3 melalui reseptor CR1,CR3,CR4 pada permukaannya lalu akan difagositosis) dan

proliferasi sel B. Selain itu, IL 2 juga akan mengaktifkan CTL lalu CD8+. Di dalam fagosit,

fenolat glikolipid I akan melindungi bakteri dari penghancuran oksidatif oleh anion

superoksida dan radikal hidroksil yang dapat menghancurkan secara kimiawi. Karena gagal

membunuh antigen maka sitokin dan growth factors akan terus dihasilkan dan akan merusak

jaringan akibatnya makrofag akan terus diaktifkan dan lama kelamaan sitoplasma dan

organella dari makrofag akan membesar, sekarang makrofag seudah disebut dengan sel

epiteloid dan penyatuan sel epitelioid ini akan membentuk granuloma. 6

Th2 akan menghasilkan IL 4, IL 10, IL 5, IL 13. IL 5 akan mengaktifasi dari

eosinofil. IL 4 dan IL 10 akan mengaktifasi dari makrofag. IL 4 akan mengaktifasi sel B

untuk menghasilkan IgG4 dan IgE. IL 4 , IL10, dan IL 13 akan mengaktifasi sel mast.6

Signal I tanpa adanya signal II akan menginduksi adanya sel T anergi dan tidak

teraktivasinya APC secara lengkap akan menyebabkan respon ke arah Th2. Pada Tuberkoloid

Leprosy, kita akan melihat bahwa Th 1 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th2

sedangkan pada Lepromatous leprosy, Th2 akan lebih tinggi dibandingkan dengan Th1.6

GEJALA KLINIS

Gejala dan keluhan penyakit bergantung pada7:

1. multiplikasi dan diseminasi kuman M. Leprae

2. respons imun penderita terhadap kuman M. Leprae

3. komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer

Page 21: Makalah TI Lepra

Manifestasi klinis dari kusta sangat beragam, namun terutama mengenai kulit, saraf,

dan membran mukosa.8 Pasien dengan penyakit ini dapat dikelompokkan lagi menjadi 'kusta

tuberkuloid (Inggris: paucibacillary), kusta lepromatosa (penyakit Hansen multibasiler), atau

kusta multibasiler (borderline leprosy). Penilaian untuk tanda-tanda fisik terdapat pada 3 area

umum: lesi kutaneus, neuropathi, dan mata.8

Untuk lesi kutaneus, menilai jumlah dan distribusi lesi pada kulit. Makula

hipopigmentasi dengan tepian yang menonjol sering merupakan lesi kutaneus yang pertama

kali muncul. Sering juga berupa plak. Lesi mungkin atau tidak mungkin menjadi

hipoesthetik. Lesi pada bokong sering sebagai indikasi tipe borderline.8

Tanda-tanda umum dari neuropathy lepra9 :

1. Neuropathy sensoris jauh lebih umum dibandingkan neuropathy motorik, tapi

neuropathy motorik murni dapat juga muncul.

2. Mononeuropathy dan multiplex mononeuritis dapat timbul, dengan saraf ulna dan

peroneal yang lebih sering terlibat

3. Neuropathy perifer simetris dapat juga timbul

Gejala dari neuropathy lepra biasanya termasuk berikut9:

1. Anesthesia, tidak nyeri, patch kulit yang tidak gatal,: pasien dengan lesi kulit yang

menutupi cabang saraf perifer mempunyai resiko tinggi untuk berkembangnya

kerusakan motoris dan sensoris.

2. Deformitas yang disebabkan kelemahan dan mensia-siakan dari otot-otot yang

diinervasi oleh saraf perifer yang terpengaruh (ct. claw hand atau drop foot menyusul

kelemahan otot)

3. Gejala sensoris yang berkurang untuk melengkapi hilangnya sensasi, paresthesia

dalam distribusi saraf-saraf yang terpengaruh, nyeri neuralgia saat saraf memendek

atau diregangkan

Page 22: Makalah TI Lepra

4. Lepuh yang timbul spontan dan ulcus tropic sebagai konsekuensi dari hilangnya

sensoris.

Deformitas pada kusta, sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas

primer dan sekunder. Deformitas primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang

terbentuk sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di

sekitarnya, yaitu kulit, mukosa traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah.

Deformitas sekunder terjadi sebagai akibat kerusakan saraf, umumnya deformitas diakibatkan

keduanya, tetapi terutama karena kerusakan saraf. Gejala-gejala kerusakan saraf1:

1. N. ulnaris: anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawing

kelingking dan jari manis, atrofi hipotenar dan oto interoseus serta kedua otot

lumbrikalis medial

2. N. medianus: anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari

tengah, tidak mampu aduksi ibu jari,clawing ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu

jari kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

3. N. radialis: anestesia dorsum manus, serta ujumg proksimal jari telunjuk, tangan

gantung (wrist drop), tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

4. N. poplitea lateralis: anestesia tungkai bawah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki

gantung (foot drop), kelemahan otot peroneus.

5. N. tibialis posterior: anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intristik kaki dan

kolaps arkus pedis

6. N. fasialis: lagoftalmus ( cabang temporal dan zigomatik), kehilangan ekspresi wajah

dan kegagalan mengaktupkan bibir (cabang bukal, mandibular dan servikal)

7. N. trigeminus: anestesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mataditemukan di klinik

sehari-hari, dengan gejala khas berupa kehilangan sistem sensorik maupun kelemahan

Page 23: Makalah TI Lepra

motorik. Karakter dan distribusi terjadinya gejala tersebut tergantung dari tipe

neuropatinya.

Gejala yang terlihat pada suatu reaksi9:

1. Reaksi reversal – onset yang mendadak dari kulit yang kemerahan dan munculnya

lesi-lesi kulit yang baru

2. Reaksi ENL – nodul pada kulit yang multiple, demam, nyeri sendi, nyeri otot, dan

mata merah

3. Nyeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer yang

menghasilkan claw hand atau drop foot.

Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. Primer mengakibatkan

alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. Sekunder

disebabkan oleh rusaknya N.fasialis yang dapat membuat paralisis N.orbitkularis

palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya,

menyebabkan kerusakan bagian – bagian mata lainnya. Secara sendirian atau bersama – sama

akan menyebabkan kebutaan.10,11

DIAGNOSIS-KRITERIA

Diagnosa dari lepra pada umumnya berdasarkan pada gejala klinis dan symptom.

Lesi kulit dapat bersifat tunggal atau multiple yang biasanya dengan pigmentasi lebih sedikit

dibandingkan kulit normal yang mengelilingi. Kadang lesi tampak kemerahan atau berwarna

tembaga. Beberapa variasi lesi kulit mungkin terlihat, tapi umumnya berupa makula (datar),

papula (menonjol), atau nodul. Kehilangan sensasi merupakan tipikal dari lepra. Lesi pada

kulit mungkin menunjukkan kehilangan sensasi pada pinprick atau sentuhan halus. Saraf

yang menebal, terutama cabang saraf perifer merupakan ciri-ciri lepra. Saraf yang menebal

Page 24: Makalah TI Lepra

biasanya disertai oleh tanda-tanda lain sebagai hasil dari kerusakan saraf. Ini dapat

mengakibatkan berkurangnya sensasi pada kulit dan kelemahan otot-otot yang dipersarafi

oleh saraf yang terserang. Pada ketidakhadiran tanda-tanda tadi, hanya penebalan saraf, tanpa

berkurangnya sensori dan atau kelemahan otot menjadi tanda yang kurang reliable bagi lepra.

Smear pada kulit dengan hasil positif: pada proporsi kecil dari kasus-kasus, bentuk batang,

basil lepra tercat merah, dimana merupakan diagnostic dari penyakit, dapat terlihat pada

sediaan yang diambil dari kulit yang terinfeksi saat diperiksa dibawah mikroskop sesudah

mengalami pengecatan yang tepat.12,13

Seseorang yang menunjukkan kelainan kulit atau dengan symptom yang mengarah

kepada kerusakan saraf, dimana pada dirinya tanda kardinal tidak didapatkan atau diragukan

sebaiknya disebut ‘’suspek kasus’’. Individu dengan hal tersebut sebaiknya diberitahu tentang

fakta-fakta dasar dari lepra dan disarankan untuk kembali ke pusat kesehatan jika gejala tetap

ada selama lebih dari enam bulan atau jika ditemukan gejala makin memburuk. Suspek kasus

dapat dikirim ke klinik rujukan dengan fasilitas yang lebih baik untuk diagnosis13.

Ada 3 tanda kardinal, yang kalau salah satunya ada sudah cukup untuk menetapkan diagnosis

dari penyakit kusta yakni7:

1. Lesi kulit yang anestesi,

2. Penebalan saraf perifer,

3. Ditemukannya M. leprae sebagai bakteriologis positif.

Klasifikasi berdasarkan pada system klinis yang bertujuan pada pengobatan terdiri

dari penggunaan jumlah dari lesi pada kulit dan saraf yang terlibat sebagai dasar untuk

mengkelompokkan pasien lepra kedalam multibasiler lepra(MB) dan pausibasiler lepra(PB).14

Bagan diagnosis klinis menurut WHO (1995)

Page 25: Makalah TI Lepra

Pausibasiler Multibasiler

1. Lesi kulit (makula datar, papul yang

meninggi, nodus)

1-5 lesi

Hipopigmentasi/

eritema

Distribusi tidak simetris

Hilangnya sensasi yang

jelas

>5 lesi

Distribusi lebih

simetris

Hilangnya sensasi

kurang jelas

2. Kerusakan saraf (menyebabkan hilangnya

sensasi/kelemahan otot yang dipersarafi oleh

saraf yang terkena)

Hanya satu cabang

saraf

Banyak cabang saraf

Adapun klasifikasi yang banyak dipakai pada bidang penelitian adalah klasifikasi

menurut Ridley dan Jopling yang mengelompokkan penyakit kusta menjadi 5 tipe yaitu Tipe

tuberculoid- tuberculoid (TT), Tipe borderline tuberculoid (BT), Tipe borderline- borderline

(BB), Tipe borderline lepromatous (BL) dan Tipe lepromatous- lepromatous (LL)

berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis,histopatologis, dan imunologis15. Sekarang

klasifikasi ini juga secara luas dipakai di klinik dan untuk pemberantasan16. Untuk program

pengobatan, WHO membaginya atas kelompok Pausibasiler (PB) dan kelompok multibasiler

(MB)14

Pada tuberkuloid leprosy, tipe lesinya adalah adanya makula yang hipopigmentasi,

anestesi, dengan pinggir yang agak tinggi dan bervariasi ukurannya dari mm sampai lesi

besar yang menutupi seluruh tubuh. Warna lesinya adalah eritema atau ungu pada pinggirnya

dan hipopigmentasi di tengah. Distribusi lesinya adalah dimana saja termasuk wajah.

Keterlibatan saraf yaitu dapat terjadinya penebalan saraf pada pinggir lesi dan sering terjadi

pembesaran saraf perifer pada nervus Ulnaris.16

Page 26: Makalah TI Lepra

Pada lepromatous Leprosy, tipe lesinya adalah makula kecil yang eritematous atau

hipopigmentasi yang akan menjadi papul, plak, nodul, dan penebalan kulit yang difus. Selain

itu, kita juga bisa menjumpai hilangnya rambut pada alis dan bulu mata (madarosis). Facies

lionina (Lion’s face) karena penebalan, nodul, dan plak yang mengubah wajah yang normal.

Warna lesinya adalah warna kulit, eritema, dan hipopigmentasi. Distribusinya adalah bilateral

simetris termasuk cuping telinga, wajah , lengan, dan pantat atau nyang paling jarang di

badan dan ekstremitas bawah. Pada membran mukosa tepatnya di lidah dijumpai plak, nodul,

atau fisura.17

Pada borderline, lesinya terdapat diantara tuberkuloid dan lepromatous dengan

makula, papul, dan plak. Ditemukan adanya anestesi dan penurunan keringat pada lesi.17

Tabel gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta Multibasiler1

Sifat Lepromatosa (LL) Borderline lepromatosa

(BL)

Mid Borderline (BB)

Lesi

Bentuk

Jumlah

Distribusi

Permukaan

Batas

Anestesia

Makula

Infiltrat difus

Papul

Nodus

Tidak terhitung, praktis

tidak ada kulit sehat

Simetris

Halus berkilat

Tidak jelas

Biasanya tidak jelas

Makula

Plakat

Papul

Sukar dihitung masih ada

kulit sehat

Hampir simetris

Halus berkilat

Agak jelas

Tidak jelas

Plakat

Dome-shaped (kubah)

Punched-out

Dapat dihitung, kulit

sehat jelas ada

Asimetris

Agak kasar, agak berkilat

Agak jelas

Lebih jelas

Page 27: Makalah TI Lepra

BTA

Lesi kulit

Sekret hidung

Tes lepromin

Banyak (ada globus)

Banyak (ada globus)

Negatif

Banyak

Biasanya negatif

Negatif

Agak banyak

Negatif

Biasanya negatif

Tabel gambaran klinis, bakteriologik, dan imunologik kusta Multibasiler1

Sifat Tuberkuloid (TT) Borderline Tuberkuloid

(BT)

Indeterminate (I)

Lesi

Bentuk

Jumlah

Distribusi

Permukaan

Batas

Anestesia

Makula saja; makula

dibatasi infiltrat

Satu, dapat beberapa

Asimetris

Kering bersisik

Jelas

Jelas

Makula dibatasi infiltrat;

infiltrat saja

Beberapa atau satu dengan

satelit

Masih asimetris

Kering bersisik

Jelas

Jelas

Hanya infiltrat

Satu atau beberapa

Variasi

Halus, agak berkilat

Dapat jelas atau dapat

tidak jelas

Tak ada sampai tidak

jelas

BTA

Lesi kulit

Tes lepromin

Hampir selalu negatif

Positif kuat (3+)

Negatif atau hanya 1+

Positif lemah

Biasanya negatif

Dapat positif kuat atau

Page 28: Makalah TI Lepra

negatif

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium17

1. Hitung sel darah lengkap

2. Glukosa darah, BUN, creatinine, liver function tests

3. HIV status, terutama nonresponder

4. Kerokan kulit dan atau mukosa hidung untuk AFB

5. Keluarga dan atau screening kontak untuk bukti terjangkit

Pemeriksaan bakterioskopik1

Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan

pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan

mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil tahan asam, antara lain

dengan pewarnaan Ziehl-Neelsen. Jumlah tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn

sebaiknya minimal 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian bawah dan 2-4 lesi lain

yang paling aktif (yang paling eritematosa dan infiltratif).

M. leprae tergolong basil tahan asam (BTA) akan tampak merah pada sediaan.

Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular).

Bentuk solid adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan granular merupakan bentuk mati.

Kepadatan BTA tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan

dinyatakan dengan indeks bakteri (IB) dengan nilai dari 0 sampai 6+ menurut Ridley. 0 bila

tidak ada BTA dalam 100 lapang pandang (LP). 1+ bila 1-10 BTA dalam 100 LP, 2+ bila 1-

10 BTA dalam 10 LP, 3+ bila 1-10 BTA rata-rata dalam 1 LP, 4+ bila 11-100 BTA rata-rata

dalam 1 LP, 5+ bila 101-1000 BTA rata-rata dalam 1 LP, 6+ bila >1000 BTA rata-rata dalam

1 LP. Pemeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada

Page 29: Makalah TI Lepra

pembesaran lensa obyektif 100x. IB seseorang adalah IB rata-rata semua lesi yang dibuat

sediaan.

Tes lainnya

a. Tes Imunologi

Lepromin test15

Tes lepromin adalah tes non spesifik untuk klasifikasi dan prognosis lepra, tapi tidak

untuk diagnosis, berguna untuk menunjukkan sistem imun penderita terhadap M.

leprae.0,1 ml lepromin, dipersiapkan dari extraks basil organisme, disuntikkan

intradermal. Kemudian dibaca pada setelah 48 jam / 2 hari (Reaksi Fernandez), atau 3-4

minggu (Reaksi Mitsuda).

Reaksi Fernandez positif, bila terdapat indurasi dan erytema, yang menunjukkan kalau

penderita bereaksi terhadap M. leprae yaitu respon imun tipe lambat, ini seperti Mantoux

test (PPD) pada M. tuberculosis.

Sedangkan Reaksi Mitsuda bernilai :

0 : Papul berdiameter 3 mm atau kurang

+1 : Papul berdiameter 4-6 mm

+2 : Papul berdiameter 7-10 mm

+3 : Papul berdiameter lebih dari 10 mm atau papul dengan ulserasi.

Reaksi Mitsuda berkorelasi baik dengan respon imun penderita yang bernilai

prognosis. Klasifikasi histologi pada biopsi jaringan dari reaksi mitsuda memiliki

kemungkinan klinis lebih baik daripada histologi dari lesi kulit lepra itu sendiri.

b.Tes serologi1

Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh

seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik

Page 30: Makalah TI Lepra

terhadap M. leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi antiprotein

16 kD serta 35 kD. Sedangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti-

lipoarabinomanan (LAM), yamg juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis. Macam-macam

pemeriksaan serologik kusta ialah:

Uji MLPA (M. leprae Particle Aglutination)

Uji ELISA

ML dipstick (M. leprae dipstick)

REAKSI KUSTA

Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang

sebenarnya sangat kronik. Adapun patofisiologinya belum jelas betul, terminologi dan

klasifikasinya masih bermacam-macam. Mengenai patofisiologi yang belum jelas itu akan

diterangkan secara imunologik.1

Reaksi ini terbagi atas dua bentuk, yaitu reaksi tipe 1 (reaksi reversal) dan reaksi tipe

2 (ENL). Reaksi tipe 1 dapat ditandai oleh adanya neuritis akut dan atau inflamasi akut pada

kulit. Reaksi ini disebabkan oleh peningkatan respon CMI terdahap M. leprae yang

melibatkan sistem imunologi seluler. Umumnya dijumpai pada penderita kusta tipe non polar

yaitu Borderline Tuberculoid (BT), Borderline Borderline (BB), dan Borderline Lepromatosa

(BL). Gejala klinis reaksi reversal adalah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada

bertambah aktif dan atau timbul lesi yang baru dalam waktu relatif singkat. Artinya lesi

hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi menjadi makin eritematosa, lesi

makula menjadi infiltrat dan lesi lama bertambah luas. Adanya neuritis akut penting

diperhatikan karena sangat menentukan pemberian kortikosteroid.15

Page 31: Makalah TI Lepra

Sedangkan reaksi tipe 2 (ENL) melibatkan sistem imunologi humoral, terutama

timbul pada tipe Lepromatosa polar dan dapat juga pada BL, berarti makin tinggi tingkat

multibasilarnya makin besar kemungkinan timbulnya ENL.10

Secara imunopatologis ENL berupa fenomena kompleks imun akibat reaksi antara

antigen M. leprae + antibodi (IgG, IgM) +komplemenkompleks imun. Hal ini dapat terjadi

karena pada pengobatan, banyak basil lepra yang mati dan hancur berarti banyak antigen

yang dilepaskan dan bereaksi dengan antibodi, serta mengaktifkan sistem koplemen. Pada

kulit akan timbul gejala klinis berupa nodus eritema, dan nyeri dengan tempat predileksi di

lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti iridosiklitis,

neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis, dan nefritis akut.1

FENOMENA LUCIO

Fenomena Lucio merupakan reaksi kusta akut di kusta lepromatosa difus ditandai

dengan infark kulit sekunder ke vaskulitis nekrosis. Fenomena Lucio secara klinis tampak

bintik-bintik tidak beraturan dengan warna merah tua disertai sensasi luka bakar, sangat jelas,

dan pusatnya berubah-ubah, yang berubah menjadi purpurik dan menjadi nekrotik

menyisakan scar stellar atropi. Secara histologi, fenomena Lucio telah dilaporkan memiliki

dua pola. Satu melibatkan vaskulitis leukositoklastis sebagai perubahan patologi mendasar,

dan yang lainnya, proliferasi sel endothelial, thrombosis, sebuah infiltrat sel mononuklear

ringan dan nekrosis ischemic. Pola pertama dianggap disebabkan oleh penyakit kompleks

imun yang disebabkan oleh leprae atau antigen kulit. Pada pola kedua, kerusakan vaksular

dianggap disebabkan oleh invasi M. leprae secara tidak langsung.11

Page 32: Makalah TI Lepra

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama yaitu memutuskan mata rantai penularan untuk menurunkan insiden

penyakit, mengobati dan menyembuhkan penderita, mencegah timbulnya penyakit, untuk

mencapai tujuan tersebut, srategi pokok yg dilakukan didasarkan atas deteksi dini dan

pengobatan penderita. Dapson, diamino difenil sulfon bersifat bakteriostatik yaitu

menghalangi atau menghambat pertumbuhan bakteri. Lamprene atau Clofazimin, merupakan

bakteriostatik dan dapat menekan reaksi kusta. 11

Rifampicin, bakteriosid yaitu membunuh kuman. Rifampicin bekerja dengan cara

menghambat DNA- dependent RNA polymerase pada sel bakteri dengan berikatan pada

subunit beta. Prednison, untuk penanganan dan pengobatan reaksi kusta. Sulfas Ferrosus

untuk penderita kusta dgn anemia berat. Vitamin A, untuk penderita kusta dgn kekeringan

kulit dan bersisik (ichtyosis). Ofloxacin dan Minosiklin untuk penderita kusta tipe PB I.17

Regimen pengobatan kusta disesuaikan dengan yang direkomendasikan oleh

WHO/DEPKES RI (1981) dengan memakai regimen pengobatan MDT/= multi drug

treatment. Kegunaan MDT untuk mengatasi resistensi Dapson yang semakin meningkat,

mengatasi ketidakteraturan penderita dalam berobat, menurunkan angka putus obat pada

pemakaian monoterapi Dapson, dan dapat mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam

jaringan.1

Tipe Indeterminate, Tuberkuloid, Borderline Tuberkuloid: Kombinasi DDS dan

Rifampisin. DDS 100mg/hari dan rifampisin 600 mg/bulan. Diberikan 6-9 bulan, setelah itu

dilakukan pemeriksaan bakteriologi. Pengobatan dilakukan selama 2 tahun. Jika tidak ada

aktivasi secara klinis dan bakteriologi tetap negative dinyatakan relief from control (RFC)

(bebas dari pengamatan).12

Page 33: Makalah TI Lepra

Tipe Mid Borderline, Borderline Lepromatosa, Lepromatosa: Kombinasi DDS,

rifampisin, Lampren. DDS 100 mg/hari; rifampisin 600 mg/bulan; Lampren 300 mg/bulan,

diteruskan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg selang sehari, atau 3×100 mg/minggu .

Pengobatan diberikan selama 2-3 tahun. Pemeriksaan bakteriologi tiap 3 bulan. Sesudah 2-3

tahun bakteriologi tetap negative, pemberian obat dihentikan (release from treatment= RFT).

Jika setelah pengawasan tidak ada aktivitas klinis dan pemeriksaan bakteriologi selalu

negative, maka dinyatakan bebas dari pengawasan.12

Bila reaksi tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat timbul kecacatan

berupa kelumpuhan yang permanen seperti claw hand , drop foot , claw toes , dan kontraktur.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut diatas dilakukan pengobatan. “Prinsip pengobatan reaksi

Kusta yaitu immobilisasi / istirahat, pemberian analgesik dan sedatif, pemberian obat-obat

anti reaksi, MDT diteruskan dengan dosis yang tidak diubah. Pada reaksi ringan, istirahat di

rumah, berobat jalan, pemberian analgetik dan obat-obatan penenang bila perlu, dapat

diberikan Chloroquine 150 mg 3 x sehari selama 3-5 hari, dan MDT diteruskan dengan dosis

yang tidak diubah. Reaksi berat, immobilisasi, rawat inap di rumah sakit, pemberian

analgesik dan sedatif, MDT diteruskan dengan dosis tidak dirubah, pemberian obat-obat anti

reaksi dan pemberian obat-obat kortikosteroid misalnya prednison.17

KOMPLIKASI

Di dunia, lepra mungkin penyebab tersering kerusakan organ tangan. Trauma dan

infeksi kronik sekunder dapat menyebabkan hilangnya jemari ataupun ekstremitas bagian

distal. Juga sering terjadi kebutaan. Hilangnya hidung dapat terjadi pada kasus LL. 18

Page 34: Makalah TI Lepra

PROGNOSIS

Dengan adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih sederhana dan lebih

singkat. Serta prognosis menjadi lebih baik. Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik,

prognosis menjadi kurang baik. 19

Page 35: Makalah TI Lepra

BAB IV

KESIMPULAN

Pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita lepra yang bersifat kronis

sehingga membutuhkan pengobatan yang adekuat dan dibutuhkan kooperatif dari pasien

untuk mengontrol perjalanan penyakit lepra yang cukup panjang.

Page 36: Makalah TI Lepra

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. 2007; 73-88.

2. Amiruddin, M Dali. Marwali Harahap. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta : Penerbit

Hipokrates 2000; 260-271.

3. Kosasih, A, Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin, Kusta, FK-UI, 1988.

4. Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokteran Dorland edisi kedua puluh sembilan.

Jakarta: EGC. 2002; 1195

5. Huges, Richard. Epidemiology Of peripheral Neuropathy. Current Opinion in

Neurology: October 1995 - Volume 8 - Issue 5 - ppg 335-338. As seen as source at :

http://journals.lww.com/co-neurology/Citation/1995/10000/Epidemiology_of_periphe

ral_neuropathy.1.aspx. Cited on March 4th, 2011.

6. Murray, Rose Ann dkk. Mycobacterium leprae inhibits Dendritic Cell Activation and

Maturation. Available at : www.jimmunol.org . Cited on March 19th, 2011

7. World Health Organization. WHO Expert Committe on Leprosy Six Report. World

Health Organization, Geneva. 1988

8. Naafs B, Silva E, Vilani-Moreno F, Marcos E, Nogueira M, Opromolla D “Factors

influencing the development of leprosy: an overview”. Int j Lepr Other Mycobact Dis.

2001; 69 (1): 26-33

9. Sridharan R, Lorenzo NZ. Neurophaty of Leprosy. 2007. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1171421-overview Cited on March 19th, 2011

10. Martodihardjo S, Susanto RS. Reaksi Kusta dan Penanganannya. In: Sjamsoe-Daili

ES, Menaldi SI, Ismanto SR, Nilasari Hanny, editors. Kusta. 2nd ed. Balai Penerbit

FKUI Jakarta;2003.p.75-82.

Page 37: Makalah TI Lepra

11. Lewis Felisa S, Conologue T, Harrop E. Leprosy : mycobacterial infection. 2008.

Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1104977-overview Cited on

March 19th, 2011

12. Sridharan R, Lorenzo NZ. Leprosy : Neurological infection. 2007. Available at

http://emedicine.medscape.com/article/1165419-overview Cited on March 19th, 2011

13. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization. 2009.

Available at : http://www.who.int/lep/diagnosis/en/index.html Cited on March 19th,

2011

14. World Health Organization. Leprosy elimination. World Health Organization. 2009.

Available at : http://www.who.int/lep/classification/en/index.html Cited on March

19th, 2011

15. McDougal AC. Leprosy : Clinical Aspects. Dalam : Harahap M. (ed), New Clinical

Applications Dermatology, Mycobacterial Skin Disease. Kluwer academic Publisher,

Dordrecht. 1989 : 119-136

16. Pfaltzgraff RE, Ramu G. Clinical Leprosy. In : Hastings RC. (ed). Leprosy. 2nd ed.

Churchill livingstone, Edinburgh. 1994 : 237-287

17. Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aeusculapius FKUI.

2000; 74-75

18. Fitzpatrick. Thomas B dkk. Leprosy in Color Atlas and Synopsys of Clinical

Dermatology. Singapore : McGraw Hill. 2008; 1794

19. Siregar, RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. 2005;155.

20. Longo LD, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL Loscalzo J. In: Isselbacher

KJ, editor. Harrison's Principles of Internal Medicine. 13rd ed. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC; 1999 )

Page 38: Makalah TI Lepra