Makalah Teori z
-
Upload
muhlisa-nur -
Category
Documents
-
view
170 -
download
0
description
Transcript of Makalah Teori z
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat
dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini
disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama dengan
pasien. Sekarang ini perawat di Indonesia telah mengalami pergeseran persepsi
yang sebelumnya sebagai tenaga vokasional (vocational) berubah persepsi
sebagai tenaga yang profesional (professional). Kinerja seorang perawat dapat
dilihat dari mutu asuhan keperawatan.
Kinerja seorang perawat dapat dilihat dari mutu asuhan keperawatan yang
diberikan pada pasien. Pada dasarnya yang dijadikan acuan dalam menilai
kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan menggunakan standar praktik
keperawatan
Salah satu aspek yang berperan dalam mutu kerja adalah motivasi kerja.
Motivasi berasal dari kata latin “movere” yang berarti “dorongan atau daya
penggerak”. Motivasi ini sangat diperlukan seseorang dalam menjalankan
segala aktivitasnya. Dalam menjalankan hidup, seseorang memerlukan banyak
motivasi agar ia dapat menjalankan segala sesuatu yang dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Hal ini pula dibutuhkan dalam dunia kerja. Seseorang hanya dapat bekerja
dengan baik apabila ia mendapatkan motivasi kerja yang baik pula. Motivasi
kerja tidak hanya bersumber dari dalam diri orang itu saja, melainkan
memerlukan perpaduan baik dari diri sendiri, atasan, maupun lingkungan kerja
itu sendiri.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai motivasi kerja menurut teori Z
oleh William G Ochi.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Jelaskan konsep motivasi !
2. Jelaskan biografi w.ouchi !
3. Jelaskan latar belakang teori Z !
4. Jelaskan konsep dasar teori Z !
5. Bagaimana memodifikasi teori Z di indonesia ?
6. Bagaimana kaitan motivasi dengan kepuasan kerja ?
7. Bagaimana cara menciptakan iklim motivasi ?
C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah manajemen keperawatan serta
memberikan gambaran kepada pemakalah tentang kosep dari motivasi teori
Z oleh William Ochi juga mengetahui cara meningkatkan motivasi dan
hubungan motivasi dengan kepuasan kerja.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep motivasi
b. Untuk mengetahui biografi W.ouchi
c. Untuk mengetahui konsep dasar teori Z
d. Untuk mengetahui dan memahami modifikasi teori Z di indonesia
e. Untuk mengetahui dan memahami kaitan motivasi dengan kepuasan
kerja
f. Untuk mengetahui cara menciptakan iklim motivasi
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP MOTIVASI
Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan.
Motivasi merupakan kekuatan yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi atau mendorong untuk berperilaku. Swansburg menyatakan
bahwa motivasi sebagai konsep yang menguraikan perilaku maupun respon
instrinsik yang ditujukan dalam perilaku. Chaouis menyatakan bahwa motivasi
merupakan suatu kerelaan untuk berusaha seoptimal mungkin dalam
pencapaian tujuan organisasi yang dipengaruhi oleh kemampuan usaha untuk
memuaskan kebutuhan pribadi. Pernyataan diatas menjelaskan bahwa motivasi
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu
untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang
ada pada seseorang akan mewujudkan perilaku yang diarahkan untuk mencapai
kepuasan.
Secara garis besar teori motivasi terbagi menjadi dua, yaitu teori motivasi
isi dan teori motivasi proses. Isi teori motivasi berfokus pada faktor yang ada
dalam individu yang menguatkan, mengatur, mendorong dan menghentikan
perilaku serta menjelaskan kebutuhan spesifik seseorang. Teori yang termasuk
teori motivasi isi adalah hirarki kebutuhan Maslow, teori ERG Alderfer, teori
dua faktor Herzberg, teori kebutuhan Mc. Clelland dan teori Z dari W.Ouchi.
Teori motivasi proses juga disebut sebagai modifikasi perilaku. Teori ini
berdasarkan pada pembelajaran penyebab perilaku, penguatan perilaku melalui
reinforcement perilaku yang baik dengan penghargaan, pujian, dan pengakuan.
Teori proses tidak menjelaskan secara langsung mengenai kebutuhan tetapi
mendeskripsikan bagaimana proses kebutuhan diterjemahkan menjadi perilaku.
Teori yang termasuk teori motivasi proses adalah teori harapan (Expectancy),
teori goal setting dan teori equality. Teori yang menjadi fokus dari makalah ini
adalah teori motivasi Z dari William Ouchi.
3
B. BIOGRAFI W.OUCHI
William G. Ouchi (lahir 1943) adalah seorang profesor Amerika dan
penulis dalam bidang manajemen bisnis. Bill Ouchi lahir dan dibesarkan di
Honolulu, Hawaii. Beliau meraih gelar Sarjana dari Williams College (1965),
gelar MBA dari Stanford University dan gelar Ph.D. di bidang Administrasi
Bisnis dari University of Chicago . Dia adalah seorang profesor di Sekolah
Bisnis Stanford selama 8 tahun dan telah menjadi anggota fakultas dari
Anderson School of Management di University of California, Los Angeles
selama bertahun-tahun.
Ouchi merupakan orang yang pertama kali dan menjadi terkemuka untuk
studi tentang perbedaan antara perusahaan dan gaya manajemen Jepang dan
Amerika. Buku pertamanya pada tahun 1981 merangkum pengamatannya
Teori Z: Bagaimana Manajemen Amerika Bisa Menghadapi Tantangan Jepang
(Theory Z : How American Management Can Meet the Japanese Challenge)
dan menjadi best-seller New York Times selama lebih dari lima bulan.
Peringkatnya saat ini adalah sebagai buku yang paling banyak dipegang
ketujuh dari 12 juta judul yang dimiliki di 4.000 perpustakaan AS. Buku
keduanya: “The M Form Society: How American Teamwork Can Recapture
the Competitive Edge “, menguji berbagai teknik penerapan pendekatan. Ouchi
juga mengemukakan tiga pendekatan untuk kontrol dalam mengelola suatu
organisasi, yaitu: Market control, Bureaucratic control dan Clan control. Dalam
beberapa tahun terakhir Ouchi telah mengalihkan perhatian kepada organisasi
dan efektivitas sekolah dan masalah administrasi sekolah. He published an
overview in 2003 in Making Schools Work . Ia mempublikasikan sebuah
gambaran pada tahun 2003 di Membuat Sekolah Bekerja (Making Schools
Work).
Dia memimpin sebuah panel reformasi pendidikan untuk Gubernur Arnold
Schwarzenegger dari California, dan beberapa usulannya sedang
dipertimbangkan saat ini. Pada tahun 1990, ia menjabat sebagai penasihat dan
kepala staf untuk mantan Walikota Los Angeles, Richard Riordan . Pada tahun
2009 bukunya, The Secret of TSL:The Revolutionary Discovery That Raises
4
School Performance, telah dipublikasikan berkenaan dengan potensi
revolusioner pemahaman, dan pengurangan total beban siswa, pengukuran
yang mengukur jumlah siswa seorang guru yang diharapkan berinteraksi secara
intensif. Dalam komunitas yang lebih besar, Ouchi melayani di Dewan
Penasihat Komisi Debat Presiden AS, di Dewan Pengawas Nasional Meseum
Amerika Jepang, dan Dewan Direksi The Alliance for College-Ready Public
Schools - sebuah operator dari sekolah dalam kota di Los Angeles. Sebelumnya
menjabat pada dewan Williams College, KCET Public Television, The
California Community Foundation, Leadership Education for Asian-Pacifics,
the Consumer Advisory Committee of the US Securities and Exchange
Commission, Walt Disney Concert Hall, dan dari Harvard-Westlake School.
Dalam komunitas bisnis, ia menjabat sebagai dewan direksi The Hilton
Foundation, AECOM, FirstFed Financial, Sempra Energy, dan Water-Pik
Technologies.
C. LATAR BELAKANG TEORI Z
Pada tahun 1970 s.d 1980 banyak industri Amerika yang kehilangan pasar
karena munculnya kompetitor yaitu perusahaan perusahaan Jepang. Oleh
karena itu para ahli mulai menyelidiki rahasia manjemen orang Jepang yang
dapat menyaingi kekuatan Amerika. Teori Z dicetuskan pertama kali oleh
William Ouchi (1981). Teori Z muncul dari hasil observasi terhadap perbedaan
perbedaan, antara bekerja di perusahaan Jepang dan di perusahaan Amerika
Serikat.
Minat William Ouchi untuk mengkaji bagaimana cara orang Amerika dan
orang Jepang mengelola perusahaannya diawali dari pengetahuan yang ia
peroleh dari dosennya yang mengatakan bahwa sejak Perang Dunia II,
produktivitas Jepang telah meningkat dua sampai tiga kali secepat
produktivitas di Amerika Serikat. Keajaiban tersebut disebabkan pembangunan
pabrik dan peralatan yang lebih efisien, sedangkan Amerika dibebani oleh
persediaan barang modal yang tua dan inefisien. Dan beberapa argumen lain
yang digunakan untuk menjelaskan keberhasilan Jepang “menyalip”
5
produktivitas Amerika ternyata belum mampu menjawab permasalahan yang
ada.
Dalam pengamatan Ouchi, banyak perusahaan milik orang Jepang di
Amerika berhasil mencapai produktivitas yang tinggi dan menang dalam
kompetisi bisnis sedangkan kantor cabang perusahaan Amerika di Jepang yang
dikelola orang Amerika ternyata tidak setangguh saudaranya yang berada di
dalam negeri. Selain itu, fakta menarik yang dilihat William Ouchi adalah
ketika orang Jepang yang bekerja sebagai karyawan perusahaan Amerika di
Jepang menuntut hak dan melakukan aksi mogok, ternyata mereka masih
peduli dengan “perusahaannya” yang ditunjukkan aktivitas membersihkan
tempat kerja setelah mereka pergi dan kemudian datang lagi bekerja mengejar
target keesokan harinya tanpa lembur, sebagaimana dikemukakan berikut ini:
“Kami mempunyai keluhan pada manajemen,”....satu satunya cara untuk
menyampaikannya kepada anda adalah dengan melakukan pemogokan. Tapi
perusahaan ini juga perusahaan kami, dan kami tidak ingin memberikan kesan
pada anda bahwa kami tidak setia kepada perusahaan. (William Ouchi,
1987:17)
Pernyataan di atas semakin menguatkan motivasi William Ouchi
melakukan pencarian lebih lanjut guna menerangkan hubungan antara
perusahaan dan karyawan dan bagaimana sebuah budaya dapat mempengaruhi
produktivitas sehingga diperlukan pendekatan manajemen yang berbeda dalam
setiap budaya yang berbeda.
Penyelidikan yang mendalam William Ouchi terhadap praktek manajemen,
khususnya manajemen bisnis Jepang menyimpulkan bahwa kunci
keunggulanya bersandar pada sumber daya manusia yang menjalankan bisnis
tersebut, bukan sumber daya yang lain. Dan, manusia yang yang unggul
tersebut bukanlah manusia secara individual, melainkan manusia secara
kelompok, manusia yang terikat dalam keakraban suatu keluarga besar
perusahaan, yang saling berhubungan secara luwes didasari rasa saling percaya
yang tinggi. Ciri khas dengan kata kunci kepercayaan, keakraban, dan
keluwesan kemudian membawa Ouchi pada suatu kesimpulan perbedaan
6
praktek manajemen dalam organisasi-organisasi Jepang versus praktek
manajemen dalam organisasi-organisasi Amerika.
Perbandingan Praktek Manajemen Organisasi-Organisasi Jepang dan
Organisasi-Organisasi Amerika :
Organisasi- organisasi Jepang Organisasi- organisasi Amerika
- Mempekerjakan seumur
hidup
- Evaluasi dan promosi yang
lamban
- Jalur-jalur karir non
spesialisasi
- Mekanisme-mekanisme
pengawasanyang
selengkapnya
- Pengambilan keputusan
secara kolektif
- Tanggung jawab kolektif
- Perhatian menyeluruh
- Mempekerjakan jangka
pendek
- Evaluasi dan promosi yang
cepat
- Jalur- jalur karir
spesialisasi
- Mekanisme-mekanisme
pengawasan yang jelas
- Pengambilan keputusan
secara perorangan
- Tanggung jawab
perorangan
- Perhatian yang terbagi-bagi
Dari tabel di atas, tampak bahwa ada tujuh prinsip yang sangat kontras.
Ketujuh hal yang membedakan Jepang dengan Amerika tersebut, menurut
Ouchi saling mengait, tidak dapat dilihat dan ditafsirkan secara terpisah, dan
ketujuh hal ini pula kita kenal dengan prinsip sebuah teori baru dalam
mengelola organisasi yaitu Teori Z.
D. KONSEP DASAR TEORI Z
Banyak uang yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam riset: teknologi,
mesin, model ekonomi yang rumit tapi sedikit yang dikeluarkan untuk riset
tentang bagaimana mengelola atau mengatur manusia atau orang bekerja. “ ada
banyak orang yang bekerja giat dan bahkan ada orang yang sangat giat bekerja,
7
tapi produktivitas merupakan “ hasil kerja sama” individu berpeluang kecil
untuk meningkatkan produktivtas perusahaan dalam jangka panjang.
Pola penekanan dalam sistem kompensasi sangat berbeda dengan USA, di
Jepang bonus sangat besar (bisa 5 –6 kali kaji) dan dibayarkan biasanya 6
bulan sekali dan setiap tahun akan meningkat. Namun bonus diberikan seragam
artinya bila perusahan mendapat untung, maka bonus akan meningkat bila
perusahan mendapat kerugian maka bonus tidak dibagikan (jadi bonus
didasari pada pemerataan), di USA bonus didasari pada individu, sehingga
walaupun rugi maka bonus tetap diberikan sesaui dengan kontribusi dari
karyawannya.
Pada aspek pengambilan keputusan maka orang Jepang bersifat
partisipatif, maka jangan heran, bila ditanya siapayang bertanggungjawab
dalam penyelesaian suatu perkerjaan maka mereka akan menjawab “ kita
semua”, tapi siapa yang dominan “ semua yang dominan”. Proses
pengambilan keputusan di Jepang sangat lambat karena melibatkan nilai,
manfaat dan keperrcayaan.
Teori Z didasari pada satu filosopi dasar bahwa “ Pekerja Yang
Menciptakan Produktivitas”. Manajemen teori Z memiliki tujuan utama yaitu
bagaimana mengelola, mengatur dan mengarahkan agar karyawan mau bekerja
dengan giat dan produktif.Baik perusahaan, rumah sakit maupun lembaga
pemerintah adalah “ mahluk sosial”. Sehingga perlu diuraikan hal –hal
kepercayaan, keluwesan dan keakraban. Manajemen gaya Jepang telah
menciptakan loyalitas bekerja tertinggi di dunia, melebihi perusahaan
perusahan Amerika dan Eropa.
Teori Z adalah teori yang lebih menekankan pada peran dan posisi
pegawai atau karyawan dalam perusahaan yang dapat membuat para pekerja
menjadi nyaman, betah, senang dan merasa menjadi bagian penting dalam
perusahaan. Dengan demikian maka karyawan akan bekerja dengan lebih
efektif dan efisien dalam melakukan pekerjaannya. Teori Z ini pertama kali
diusulkan oleh William Ouchi (1981), muncul dari hasil observasi terhadap
8
perbedaan-perbedaan, antara bekerja di perusahaan Jepang dan di perusahaan
Amerika Serikat.
Teori Z menganggap, rasa aman (security) secara khusus punya arti
penting. Dalam sistem manajemen Jepang, keamanan itu terjamin karena
sebagian besar pekerja memiliki masa kerja seumur hidup (lifetime
employment) di satu perusahaan. Organisasi gaya Jepang ini berkomitmen
pada hubungan jangka panjang tersebut, dengan tinjauan kinerja secara reguler
dan tegas, yang memberikan umpan-balik yang dituntut sebagian besar
karyawan, agar bisa berfungsi efektif.
Teori Z juga menekankan perkembangan hubungan kepercayaan (trust
relationship) antara pemimpin dan yang dipimpin. Penekanan itu didasarkan
pada asumsi bahwa motivasi orang pertama-tama bersifat internal. Namun,
perasaan perasaan itu harus diperkuat oleh komitmen jelas terhadap karyawan
dari pihak majikan atau pimpinan. Teori Z melihat pengambilan keputusan
kolektif dan tanggung jawab kelompok memberikan dukungan sosial yang
diperlukan bagi tercapainya kinerja puncak. Hal itu terjadi lewat penciptaan
rasa aman, yang memungkinkan para karyawan membangkitkan ide-ide baru
tanpa takut ditolak atau takut gagal.
Sebagaimana konsep atau teori pada umumnya, Teori Z juga diajukan oleh
William Ouchi dari data empiris yang dirinci menjadi beberapa prinsip dan
penjelasan yang logis. Secara keseluruhan dan utuh Teori Z diwujudkan dalam
tujuh prinsip, yaitu: Pemekerjaan seumur hidup, Evaluasi dan Promosi yang
lamban, Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi, Mekanisme-mekanisme
pengawasan yang selengkapnya, pengambilan keputusan secara kolektif,
tanggungjawab kolektif, perhatian menyeluruh.
1. Prinsip teori Z :
a. Pemekerjaan Seumur Hidup (Life Time Employment)
Prinsip life time employment merupakan ciri yang paling
menonjol pada organisasi Jepang. Menurut Ouchi, hubungan kerja
seumur hidup, lebih dari hanya suatu kebijaksanaan tunggal,
merupakan dasar di atas mana banyak segi kehidupan dan pekerjaan di
9
integrasikan. Hubungan kerja seumur hidup berarti bahwa sebuah
perusahaan besar atau badan pemerintah menerima karyawan baru
sekali setahun, pada musim semi, ketika orang-orang muda lulus dari
sekolah menengah dan universitas.
Sebuah perusahaan besar hanya menerima “lulusan terbaik”
menerima sejumlah besar karyawan baru pada saat yang sama,
walaupun perusahaan tersebut tidak mempunyai pekerjaan untuk
mereka semua pada saat penerimaan. Promosi sepenuhnya dijalankan
dari dalam, dan seorang yang mempunyai pengalaman satu, lima, atau
dua puluh lima tahun pada perusahaan lain tidak akan diterima atau
bahkan dipertimbangkan sama sekali. Sekali diterima, karyawan baru
tetap dipertahankan sampai masa pensiun. Seorang karyawan tidak
akan diberhentikan kecuali melakukan suatu tindakan kriminal yang
besar, dan pemberhentian merupakan suatu hukuman yang sangat
berat, karena seorang yang diberhentikan tidak ada harapan untuk
memperoleh pekerjaan pada suatu perusahaan yang sebanding dan dia
harus pindah pada perusahaan kecil yang memberikan upah yang kecil
dan jaminan sosial yang kurang, atau dia harus kembali ke kota
asalnya.
Pada saat mencapai umur 55 tahun, karyawan kecuali beberapa
karyawan yang paling tinggi seperti managing director, harus
menjalani pensiun. Setiap karyawan yang menjalani pensiun,
perusahaaan membayar sebanyak lima atau enam tahun, tidak ada
uang pensiun atau jaminan sosial. Seperti halnya negara industri
lainnya Jepang dalam beberapa dekade yang lalu telah sangat
memperbaiki makanan, kebersihan, dan perawatan kesehatan sehingga
panjang umur meningkat. Akibatnya seorang yang pensiun pada umur
55 tahun dengan nilai gaji sebanyak lima atau enam tahun gaji tapi
dengan kemungkinan lima belas atau dua puluh tahun lagi dalam masa
inflasi yang tinggi. Jelaslah bahwa terdapat suatu kesenjangan dalam
keuangan peorangan, dan mengisi kesenjangan ini memainkan suatu
10
pertimbangan yang penting pada organisasi dan masyarakat. Oleh
karena itu, karyawan yang pensiun akan dikirim untuk bekerja pada
perusahaan satelit yang menyediakan input bagi perusahaan utama.
Cara kerja ini didorong oleh semangat Zaibatzu yang menjadi struktur
industri Jepang selama Perang Dunia II.
b. Evaluasi dan Promosi yang lamban (Slow Promotion and Evaluation)
Bagian yang kompleks dan saling berkaitan dalam organisasi
Jepang adalah pendekatan-pendekatan untuk evaluasi dan promosi.
Penilaian formal atas seorang karyawan hanya dilakukan setelah 10
tahun, dan tidak ada seorangpun yang memperoleh promosi yang lebih
besar dari teman seangkatannya.
Kelambatan proses penilaian yang sangat tidak memungkinkan
jenis-jenis tertentu permainan perusahaan dalam jangka pendek,
walaupun ini tidak menghilangkan sama sekali kemungkinan tersebut.
Karyawan bisa saja kehilangan dorongan untuk memulai proyek atau
mendesak keputusan yang kelihatannya baik dalam jangka pendek
tetapi mungkin tidak dapat diterima dalam jangka yang lebih panjang.
Tidak ada alasan bagi karyawan baru untuk memajukan karirnya
dengan merugikan orang lain, karyawan muda tahu bahwa dia tidak
akan dievaluasi sampai waktu yang lama, dan dia mengetahui bahwa
setiap orang yang diperlakukan dengan tidak adil masih tetap bekerja
di perusahaannya, karena kebijaksanaan hubungan kerja seumur
hidup. Walaupun proses ini kadang-kadang kelihatannya sangat
menyakitkan dan lambat bagi manejer muda yang berbakat di
perusahaan Jepang, proses ini merangsang suatu sikap yang sangat
terbuka bagi kerjasama, hasil pekerjaan, dan evaluasi, karena sistem
tersebut memungkinkan bahwa prestasi yang sebenarnya akan muncul
setelah masa pengujian tersebut.
Susunan kantor Jepang pada umumnya sangat mendukung sikap
penilaian prestasi ini. Seperti tata letak ruangan kerja divisi pemasaran
salah satu perusahaan mobil Jepang yang terkemuka, ruangan
11
kerjanya adalah ruangan yang besar tanpa dinding pemisah. Deretan
meja panjang mengisi ruangan dengan staff untuk penjualan Amerika
selatan pada satu meja, penjualan Eropa pada meja lain dan
sebagainya. Kepala seksi duduk di ujung setiap meja, dan general
manager mempunyai meja pada ujung ruangan, seperti seorang kepala
sekolah. Mengelilingi setiap meja staff dan sekretarisnya duduk
berdampingan, dengan telepon dan buku pesanan terletak di tengah
meja. Dengan demikian sambil bekerja mereka berbicara dan
bergurau, dan setiap orang dapat melihat apa yang dikerjakan orang
lain. Dan bahkan setelah jam kerja di kantor berakhir, setiap karyawan
masih bisa bersama-sama ke toko buku atau ke tempat main pachinco
sekitar satu jam lamanya sambil menunggu waktu ke stasiun kereta
api. Dengan kondisi lingkungan dan pergaulan yang akrab antara
sesama karyawan sangat mendukung penilaian yang sangat adil,
sehingga semua karyawan tahu siapa yang patut dihargai pendapatnya
dan siapa yang perlu dibimbing.
c. Jalur-jalur Karir Non Spesialisasi (Non Specialized Career Path)
Kebijakan pengembangan karir bagi setiap karyawan muda
Jepang merupakan salah satu yang membedakannya dengan
perusahaan Amerika. Menurut hasil pengamatan Ouchi, setiap orang
muda yang bergabung menjadikaryawan suatu perusahaan akan
mengikuti suatu jabatan latihan maanajemen dalam setahun dan
mungkin hanya datang menemui orang dan belajar seluk beluk setiap
pekerjaan pada berbagai penugasan. Setelah itu, karyawan tersebut
akan ditugaskan ke sebuah cabang perusahaan untuk mempelajari
operasi perusahaan, termasuk bekerjasama dengan karyawan lainnya
(termasuk bekerja sama dengan kasir kalau perusahaan bank) dan
mengatur arus informasi, surat menyurat, dan manusia. Kemudian
ditarik ke kantor pusat untuk belajar suatu tugas khusus, kemudian
ditugaskan lagi ke kantor cabang lainnya untuk mempraktekkan tugas
khusus yang sudah dipelajari di kantor pusat mulai dari
12
tanggungjawab yang kecil ke tanggungjawab yang lebih besar,
kemudian ditarik lagi ke kantor pusat untuk bekerja pada bidang
personalia suatu pekerjaan baru yang berbeda dari tanggungjawab
sebelumnya.
Pada saat sepuluh tahun berlalu, karyawan tersebut akan
memperoleh promosi penting pertama, mungkin menjadi seorang
kepala seksi, kemudian ia mungkin dipindahkan lagi ke cabang lain
untuk bertugas pada bidang pekerjaan yang berbeda, demikian
seterusnya kemudian ditarik kembali ke kantor pusat dan kali ini ia
bertanggungjawab pada divisi Internasional, dimana ia akan
membantu kebutuhan operasional perusahaan yang melakukan
operasional di luar negeri. Pada akhirnya, ia akan mencapai puncak
karirnya, ia menjadi ahli dalam setiap fungsi, setiap spesialisasi, dan
setiap kantor di perusahaan tempatnya bekerja dan menjalinnya
menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Intinya adalah bahwa setiap
karyawan perusahaan Jepang akan mengikuti jalur pengembangan
karir dengan berbagai penugasan di setiap bidang pekerjaan, setiap
kantor cabang, dan setiap tingkatan tanggungjawab. Dengan menjalani
penugasan yang beragam dalam waktu yang lama, karyawan
diharapkan mampu memahami perusahaan secara keseluruhan
sehingga ketika mencapai karir puncak, ia mampu mengambil
kebijakan yang menyuluruh dan terpadu.
d. Mekanisme-mekanisme Pengawasan Yang Selengkapnya (Implicit
Control Mechanism)
Sebagai efek dari pekerjaan seumur hidup, evaluasi dan promosi
yang lamban (yang juga transparan), serta kebijakan jalur-jalur karir
yang luas, maka “watak” karyawan perusahaan Jepang pun terbentuk
dengan sendirinya untuk mengontrol dirinya sendiri dan menjaga
kekompakan kelompok. Bagaimana mekanisme “pengawasan
melekat” ini terjadi?. Ada beberapa bukti empiris yang menunjukkan
13
bahwa hal ini dibentuk oleh lingkungan dan budaya organisasi
perusahaan Jepang.
Faktor pendukung yang pertama dapat dilihat dari penataan ruang
kerja, yaitu ruang kerja tidak disekat oleh ruangan yang memisahkan
karyawan yang satu dengan yang lainnya, demikian juga atasan
langsungnya. Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa tata
letak ruangan kerja divisi pemasaran salah satu perusahaan mobil
Jepang yang terkemuka, ruangan kerjanya adalah ruangan yang besar
tanpa dinding pemisah. Deretan meja panjang mengisi ruangan
dengan staff untuk penjualan Amerika selatan pada satu meja,
penjualan Eropa pada meja lain dan sebagainya. Kepala seksi duduk
di ujung setiap meja, dan general manager mempunyai meja pada
ujung ruangan, seperti seorang kepala sekolah. Mengelilingi setiap
meja staff dan sekretarisnya duduk berdampingan, dengan telepon dan
buku pesanan terletak di tengah meja. Dengan demikian sambil
bekerja mereka berbicara dan bergurau, dan setiap orang dapat melihat
apa yang dikerjakan orang lain. Dan bahkan setelah jam kerja di
kantor berakhir, setiap karyawan masih bisa bersama-sama ke toko
buku atau ke tempat main pachinco sekitar satu jam lamanya sambil
menunggu waktu ke stasiun kereta api. Dengan kondisi lingkungan
dan pergaulan yang akrab antara sesama karyawan sangat mendukung
penilaian yang sangat adil, sehingga semua karyawan tahu siapa yang
patut dihargai pendapatnya dan siapa yang perlu dibimbing, sehingga
setiap karyawan senantiasa mengawasi diri sendiri dan kelompoknya
tanpa harus ada aturan tertulis dari perusahaan.
e. Pengambilan Keputusan Secara Kolektif (Collective Decision
Making)
Prinsip pengambilan keputusan secara kolektif ini bekerja dengan
baik pada perusahaan-perusahaan Jepang didasarkan hasil pengamatan
dan wawancara Willam Ouchi terhadap beberapa karyawan
perusahaan Jepang. Menurut Ouchi, ketika ia melakukan wawancara
14
dengan satu atau lebih direktur pelaksana, eksekutif puncak pada suatu
perusahaan, tentang “siapakah diantara beberapa direktur pelaksana
yang paling berpengaruh?” dan jawabannya selalu sama, yaitu: “kami
mengatur sebagai kelompok, kami sama pentingnya”. Fakta ini
menunjukkan bahwa budaya pengambilan keputusan secara kolektif
tumbuh kuat menjadi filosofi yang hidup dalam diri setiap karyawan
di setiap level atau bagian, bukannya pengaruh dari jabatan atau ego
setiap divisi yang berbeda serta perhatian terhadap semua karyawan
adalah yang utama, karena yang paling dihargai adalah orang yang
mengatur personalia.
f. Tanggungjawab Kolektif (Collective Responsibility)
Prinsip tanggungjawab kolektif dalam manajemen perusahaan
Jepang merupakan berkaitan erat dengan prinsip-prinsip yang telah
diuraikan sebelumnya. Keputusan berarti masa depan perusahaan.
Untuk mengambil satu keputusan, manajemen Jepang mengambil
waktu yang lama karena semua bagian harus dilibatkan.Karena itu,
tanggungjawab terhadap itu secara otomatis menjadi tanggung
bersama guna tercapainya tujuan perusahaan.
g. Perhatian Menyeluruh (Wholictic Concern)
Pelaksanaan prinsip perhatian menyeluruh ini tampak dari cara
kerja organisasi perusahaan Jepang mulai merencanakan perekrutan
karyawan. Waktu pemerimaan karyawan sudah direncanakan dengan
baik, yaitu pada saat orang muda baru lulus SMU atau Perguruan
Tinggi. Tidak ada lowongan bagi mereka yang berpengalaman bekerja
di perusahaan lain, yang dibutuhkan adalah anak muda yang benar-
benar baru lulus dan disaring secara ketat. Anak muda yang lolos
seleksi dibentuk melalui penugasan latihan manajemen di berbagai
bidang, divisi, maupun kantor cabang perusahaan. Sesuai gilirannya
masing-masing, setiap karyawan mendapat kesempatan untuk
mempelajari seluk beluk setiap bidang pekerjaan dan tanggungjawab
perusahaan di setiap tingkatan secara keseluruhan, sampai karyawan
15
itu dianggap matang dan memahami perusahaan secara keseluruhan
sehingga pada puncak karirnya akan diberi tanggung jawab yang lebih
luas untuk mengelola perusahaan.
Pada contoh penerapannya, teori Z sering dilawankan antara budaya
Jepang dengan budaya Amerika. Hal tersebut sangat dimaklumi karena
selain pencetus idenya, William Ouchi, adalah orang Amerika yang
melakukan penelitian di Jepang, juga karena memang budaya Jepang dan
Amerika sangat bertolak belakang. Bila dikaitan dengan tujuh prinsip teori
Z maka gaya Amerika akan sangat bertolak belakang yakni :
a. Sistem kerja jangka pendek
b. Evaluasi dan promosi cepat
c. Sistem bonus dan upah berdasarkan produktivitas
d. Karier berdasarkan spesialisasi
e. Mekanisme pengawasan: hierarki
f. Pengambilan kepusan oleh pimpinan
g. Tanggung jawab individual
Perbedaan gaya Jepang dan gaya Amerika dalam proses ogranisasi.
Kalau menurut gaya Jepang, semua berawal dari imperative budaya, yang
mampu menciptakan life time employment. Jepang dapat menciptakan life
time employment karena budaya di Jepang, bekerja seumur hidup, tidak
mengenal pindah-pindah kerja. Hal ini berbeda dengan gaya Amerika yang
proses organisasi diawali dengan managerial decision atau keputusan
manajerial. Keputusan awal ini datangnya bisa dari pemilik atau pendiri
perusahaan. Keputusan ini akan menghasilkan filosofi perusahaan yang
kemudian menciptakan suku-suku dalam industri. Pada gaya Amerika,
setelah filosofi perusahaan terbentuk maka selanjutnya menghasilkan
pendorong untuk pekerjaan jangka panjang (long term employment).
Perbedaan kedua gaya tersebut sebenarnya terletak pada bagaimana
menciptakan incentives pendorong pada masing-masing gaya. Tetapi
setelah incentives terbentuk maka proses berikutnya akan menghasilkan
intimacy (kerukunan), involvement (keterlibatan), cooperation
16
(kerjasama), closeness (kedekatan). Apabila keempat hal ini dapat
diwujudkan maka akan ada trust antara pekerja dengan perusahaan, dan
juga trust antara sesama pekerja. Dan ketika trust (kepercayaan) tersebut
tercapai pada suatu organisasi selanjutnya hasil yang akan diperoleh
adalah employee satisfaction (kepuasan pekerja) dan rasa memiliki. Untuk
selanjutnya hasil akhirnya adalah peningkatan produktivutas organisasi.
2. Nilai budaya dalam teori Z
a. Kerja sama
Kerjasama dalam manajemen Jepang dibina dalam suatu
kesadaran bukan atas paksaan. Orang Jepang percaya bahwa hanya
dengan kerjasama maka setiap proses produksi menjadi efisien. Dalam
proses produksi, Jepang mengenal “ Cell work” atau kerja sel
(kaaban), dimana proses produksi dibentuk dalam “Lay out” yang
menyerupai “ setengah lingkaran” dimana dalam setiap cell berisi
pekerja dengan multi keahlian. Multi keahlian ini menjadi efektif
karena kerjasama itu berarti capai produktivitas dengan gotong
royong (kerja sama). Jadi intinya bahwa : “ kerja sama baik,
produktivitas akan turun atau hilang” .
b. Kekeluargaan
Sistem budaya Jepang yang sejak nenek moyang yang
menghargai dan menjunjung tinggi rasa kekeluargaan telah
menimbulkan perasaan yang “memiliki”. Hal ini yang menerangkan
pertanyaan “Mengapa Pekerja Jepang mau bekerja seumur hidupnya
di suatu perusahaan (life time work) ?”. Konsep dasar kekeluargaan
telah mem\nciptakan persepsi di kalangan keryawan bahwa “ bila saya
bekerja dengan baik kepada perusahan maka perusahaan akan
memperhatikan kesejahtraan saya”. Inilah kehebatan Jepang, mereka
memiliki Turn over karyawan yang sangat kecil. Karyawan keluar dari
suatu perusahaan lebih diutamakan karena pensiun atau merasa malu
akibat berbuat kesalahan. Hubungan kekeluargaan ini diwujudkan
dengan sangat perhatiannya perusahaan terhadap karyawan yang
17
pensiun. Mereka bisa mendapat tunjangan sebesar 6 kali dari gaji
setahun. Dan lebih lebat lagi, karyawan yang telah pensiun akan
“direkomendasikan “ untuk beekerja sembilan “ di perusahaan yang
lebih kecil (perusahaan satelit), jadi keinginan untuk bekerja
tersalurkan dimasa tuanya. Kolektifitas menjadi aspek penting yang
dapat mempengaruhi aspek manajemen Jepang. Orrang jepang tidak
mau memberikan saran secara pribadi, mereka menganggap bahwa
“one for all and all for one”. Mereka lebih suka memberikan saran
secara kelompok. Jadi untuk menajemen harus diarahkan pada
pendekatan kelompok, orang jepang sangat taat pada aspek
kekeluargaan.
c. Saling percaya
Saling percaya (kepercayaan) merupakan elemen pokok dalam
manajemen Jepang. Saling percaya telah menimbulkan rasa aman
dalam bekerja dan menjalani kehidupan sehari-hari. Rasa aman dapat
menghantar seseorang pada konsentrasi bekerja sehingga karyawan
dapat menyumbang atau memberikan segala yang dimilikinya dalam
bekerja dan dalam kondisi ini maka peningkatan produktivitas akan
otomatis tercipta.
Saling percaya menimbulkan suatu pengorbanan untuk
kesuksesan masa depan . Kantor cabang rela berkorban untuk
kesuksesan kantor pusat dalam jangka panjang. Keberhasilan
perusahaan Jepang di Luar Negeri dapat membina suatu rasa percaya
antara karyawan dengan perusahaan, perusahaan dengan klien atau
konsumennya. Saling percaya menimbuilkan : keterbukaan dan
kejujuran di masa depan. Saling percaya dapat terjadi pada hubungan
1) Antara pimpinan dengan karyawan
2) Antara karyawan dengan karyawan
3) Antara karyawan dengan konsumen
4) Antara pimpinan dengan konsumen
5) Antara departemen dengan departemen
18
6) Antara bagian dengan bagaian
7) Antara kantor pustat dengan kantor cabang
Produktivitas berjalan seiring dengan kepercayaan, konsep ini
sangat tidak mungkin untuk negara yang kapitalis. Tanpa rasa saling
percaya maka kapitalisme akan hancur. Contoh : inggris kapitalisme
yang mengabaikan saling percaya menjurus pada tingkat kehancuran
dan rendahnya standar hidup.orientasi menyeruluh dari perusahan-
perusahan Jpeang dipenagruhi oleh aspek sosial dan budaya. Pada
awalnya (sejarah sejarah) perusahan-perusahan di Jepang dibangun
secara tergesa-gesa. Pada kondisi itu diperoleh dua kondisi nyata yaitu
banyak penduduk Jepang yang ada dipedesaan dan laju industri yang
pesat saat itu. Untuk mengembangkan desa Jepang mendirikan pabrik
di sekitar desa dan mengimbau para orang tua untuk mengirimkan
anaknya bekerja di Pabrik sejauh dua sampai tiga puluh mil ( 25 s/d
45 km) dari desanya. Pada mulanya orang tua tidak merelakan
anaknya bekerja jauh dari desa, untuk itu perusahaan menyediakan
asrama, makanan yang sehat, pendidikan dan jaminan pada orang tua
akan pengembangan aspekmental dan fisik anaknya untuk tetap sehat.
Disini mulai terjalin kepercayaan antara orang tua dengan pemilik
usaha. Konsep ini menjadi suatu konsep bahwa perusahan
menyediakan kemakmuran dan dibalas oleh karyawan
dengankesetiaan. Tradisi ini yang membuat orang Jepang menjadi
intim antar karyawan.
d. Keluwesan
Keluwesan akan menghasilkan pengertian antara sesama
karyawan. Seorang pengawas yang memahami kondisi karyawan
maka dapat dengan luwes untuk mengarahkan dan berkomunikasi
tentang ide-ide dalamperbaikan kerja. Keluwesan hanya dapat dicapai
apabila seseorang mengerti kejiwaan dari orang lain. Keluwesan juga
ternyata berdampak pada segi pengaturan mesin-mesin yang ada di
pabrik. Keluwesan juga ditunjukkan pada karuyawan wanita, contoh:
19
pabrik sony menerapkan shif jam 08.00 – 16.00, 08.00- 15.00 untuk
memberikan kesempatan wanita untuk melakukan dulu urusan rumah
tangga dan mengurus anak di pagi hari sebelum bekerja.
E. MODIFIKASI TEORI Z DI INDONESIA
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa budaya Indonesia jelas berbeda
dengan budaya Jepang atau budaya Amerika. Karena itu apabila ingin
menerapkan teori Z dengan budaya Jepangnya yang kental ke dalam budaya
Indonesia maka perlu memodifikasi teori Z sehingga cocok dan sesuai dengan
budaya Indonesia. Hal ini juga menjadi rekomendasi Hermawan Kertajaya
dalam Christiananta (1994) bahwa untuk menerapkan teori Z di Indonesia perlu
adanya teori Z aksen atau teori I (Indonesia). Sebagaimana dijelaskan Bob
Widyahartono, (Christiananta, 1994), bahwa paling tidak ada tiga ciri budaya
Indonesia yang berbeda dengan teori Z yakni employment. Kalau di Jepang,
life time employment. Sedangkan di Indonesia, untuk wilayah perkotaan lebih
cenderung middle term employment, dan untuk wilayah pedesaan lebih
cenderung life time employment. Kedua, rasa tanggungjawab yang cenderung
individual seperti dalam organisasi Amerika. Sedangkan yang ketiga adalah
pembuatan keputusan yang lebih banyak berasal dari atas (pimpinan).
Modifikasi memang perlu dilakukan. Untuk menambahkan rekomendasi Bob
Widyahartono, perlu dicermati pula tentang implicit control mechanism. Pada
prinsip ini control atau pengendalian tetap lebih besar peranannya di pimpinan
atas. Hal ini tidak mengherankan karena gaya paternalistik yang merupakan
budaya bangsa Indonesia, utamanya budaya Jawa. Modifikasi juga perlu
dilakukan terhadap teori Z karena adanya perkembangan zaman yang berubah.
Merujuk pada rekomendasi Pierce (1991) bahwa teori Y telah berumur lebih
dari 40 tahun, teori Z telah berumur lebih dari 20 tahun. Dengan demikian
mengikuti perkembangan zaman, maka teori Z juga harus dimodifikasi. Hal
tersebut sangat wajar karena bagaimanapun juga manajemen harus mengikuti
perkembangan zaman. Adanya globalisasi yang telah meruntuhkan batas-batas
wilayah dan negara juga harus dipertimbangkan. Globalisasi juga
20
menghilangkan batas-batas budaya di suatu daerah. Padahal budaya sangat
mempengaruhi gaya manajemen suatu bangsa.
21
BAB III
PEMBAHASAN
A. KASUS
Salah satu Rumah Sakit di Makassar yaitu Rumah Sakit Pendidikan UIN
Alauddin Makassar menjadi impian para tenaga kesehatan untuk menjadi
bagian di dalamnya dikarenakan Rumah sakit ini menerapkan system kerja
dimana para tenaga kerja didalamnya merasa nyaman, betah, senang dan
merasa bagian penting di Rumah Sakit ini. Dalam proses perekrutan karyawan
dilakukan dengan ekstra ketat, utamanya ditinjau dari segi kecerdasan
emosional, spiritual, kegigihan dan sosial. Ini dikarenakan system yang berlaku
didalamnya para karyawan dituntut untuk bertanggung jawab penuh pada
tugasnya masing-masing. Selain itu di Rumah sakit ini karyawan bekerja
sampai masa pensiunnya tiba dan ketika masa pensiun mereka diberikan
tunjangan pensiun. Di Rumah Sakit ini, semua karyawan juga dilibatkan
dalam pengambilan keputusan.Adapun ketika akan dilakukan promosi jabatan,
ini dilakukan secara adil dan sangat hati-hati.
B. KAITAN MOTIVASI DENGAN KEPUASAN KERJA
Motivasi adalah dorongan di dalam diri manusia yang mengaktifkan,
menggerakkan serta mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan, karena itu
kunci untuk mengerti motivasi adalah memahami hubungan kebutuhan,
dorongan dan tujuan. Nelson dan Spitzer mendefinisikan motivasi sebagai
energi internal manusia yang mendorong manusia memuaskan kebutuhannya.
Pengertian lain tentang motivasi adalah sesuatu di dalam diri manusia yang
memberi energi, aktivitas dan gerakan yang mengarahkan perilaku untuk
mencapai tujuan.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan dimana para pekerja memandang pekerjaannya. Kepuasan
kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaannya. Hal
ini tampak dalam sikap positif pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi dan
22
lingkungannya. Sebaliknya, pekerja yang tidak puas akan bersikap negatif
terhadap pekerjaan dengan bentuk yang berbeda-beda satu dengan yang
lainnya. Kepuasan kerja merupakan suatu hal yang bersifat individual. Masing-
masing individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Semakin banyak aspek aspek yang
sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat
kepuasan kerja. Dan sebaliknya semakin sedikit keinginan yang dapat
dipenuhi, maka semakin berkurang pula tingkat kepuasan kerjanya.
Pada kasus di atas dimana manajemen kesehatan yang tercipta yaitu dapat
membuat para tenaga kesehatan menjadi nyaman, betah, senang dan merasa
menjadi bagian penting dalam organisasi kesehatan. Dengan demikian maka
tenaga kesehatan akan bekerja dengan lebih efektif dan efisien dalam
melakukan pekerjaannya. Selain itu dengan jaminan kerja jangka panjang tentu
mereka akan selalu bersemangat dalam bekerja. Mereka tidak akan terbebani
dengan masalah pemecatan yang berucung terhadap tertekannya meraka dalam
bekerja. Tentu ini akan mengganggu kinerja mereka. Mereka bekerja secara all
out sehingga tidak ada tekanan dalam pikiran mereka. Mereka juga dilibatkan
dalam musyawarah atau pengambilan keputusan sehingga mereka akan merasa
bahwa mereka adalah bagian dari organisasi dan tidak akan merasa di abaikan
oleh anggota lain yang mana memiliki jabatan lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Hendra Indy H dan Dr. Seger Handoyo
menyimpulkan bahwa variabel kepuasan kerja memiliki korelasi yang positif
dengan variabel motivasi kerja. Korelasi yang positif dapat diartikan bahwa
naiknya nilai pada variabel kepuasan kerja juga diikuti oleh naiknya nilai pada
variabel motivasi kerja. Kemudian arah hubungan antara kedua variabel adalah
postif. Yang memiliki arti bahwa semakin bertambah kepuasan kerjamaka
semakin meningkat juga motivasi kerja.
Sedangkan penelitian yang dilakuakn oleh Idris dalam jurnal psikologi
universitas Diponegoro menyimpulkan bahwa kepuasan kerja dan kualitas
kehidupan kerja antara individu satu dengan individu lainnya dapat berbeda.
Perbedaan ini salah satunya dapat dikarenakan perbedaan dalam mempersepsi
23
iklim organisasi tempat dirinya bekerja. Bagi mereka yang mempersepsi secara
positif, maka dengan sendirinya akan tercipta rasa nyaman dan nikmat dalam
bekerja. Perasaan-perasaan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan rasa
puas dalam bekerja dan pada akhirnya akan menghasilkan kualitas kehidupan
kerja yang baik. Sebaliknya mereka yang mempersepsi iklim organisasinya
secara negatif, maka akan menyebabkan rasa bosan dalam bekerja,
menurunnya gairah kerja, jika sudah demikian yang terjadi adalah
meningkatnya kemangkiran dalam bekerja, produktivitas kerja yang rendah
dan akhirnya indikasi kesejahteraan ataupun kualitas kehidupan kerja yang
baik tidak dapat dicapai dengan sempurna.
C. CARA MENCIPTAKAN IKLIM MOTIVASI
Hubungan interpersonal antara karyawan dan pengawas merupakan faktor
penting yang mempengaruhi kepuasan kerja. Walaupun manajer tidak dapat
secara langsung memotivasi karyawan, mereka dapat memungkinkan ekspresi
bebas dari inovasi dan kreativitas, yang merangsang motivasi individu.
Manajer perawat dapat meningkatkan kerja bawahan mereka dengan
menyediakan lebih banyak kesempatan untuk tantangan yang membuat
pekerjaan mereka lebih menarik. Melalui pemberdayaan dan manajemen
partisipatif, manajer dapat memiliki dampak langsung pada motivasi di tingkat
unit.
Kadang-kadang mendorong motivasi bawahan itu sederhana dengan
menciptakan lingkungan yang mendukung dan mendorong. Biaya dari strategi
ini hanyalah waktu dan energi manajer. Losoncy mengidentifikasi karakteristik
encouraging person or encouraging manager yaitu individu pendorong atau
manajer yang dapat menciptakan iklim yang memotivasi:
1. Melihat manusia sebagai individu. Ketika dihadapkan dengan sekelompok
orang, setiap orang dipandang sebagai sesuatu yang unik, menarik, sebagai
masalah, dan tujuan yang harus diterima dan diakui.
24
2. Merupakan individu yang menerima setiap orang. Dia percaya bahwa orang
yang putus asa adalah orang yang mengalami hubungan yang tidak nyaman
dan karena itulah membuat mereka menjadi tertutup.
3. Merupakan individu yang terampil mencari keunikan atau perbedaan orang
lain. Setelah melihat keunikan seseorang, dia mulai mengembangkan rasa
harga diri dan menemukan keberanian untuk mengambil risiko atas
perubahan.
4. Tidak hanya memiliki kepercayaan dalam diri sendiri tetapi juga memiliki
kepercayaan terhadap orang lain.
5. Tulus serta antusias terhadap perkembangan orang lain terutama bagi yang
sedang putus asa dan berkomunikasi dengan antusiasme kepada orang lain.
6. Sangat sensitif terhadap tujuan dan nilai orang yang telah putus asa dan
menyerah, serta percaya bahwa perilaku masing-masing individu itu selalu
memiliki resiko. Encourager membantu orang ini belajar untuk melihat
dirinya sendiri dan memotivasinya.
7. Menyadari bahwa pengetahuan tentang masa lalu seseorang adalah penting
untuk membangun identitas baru yang lebih positif, didorong untuk merasa
lebih berharga dan mengevaluasi pertumbuhan sendiri.
8. Sensitif terhadap ketergantungan dalam hubungan dan membantu orang
yang berputus asa untuk mengembangkan dorongan dalam diri. Akibatnya,
orang ini yang sebelumnya berputus asa mulai mengembangkan hubungan
baru di mana dia menggunakan proses dorongan yang sama terhadap orang
lain nantinya. Orang ini kemudian akan menjadi suatu encourager.
Selain penguatan positif, teladan, dan menjadi seorang manajer
mendorong, strategi tambahan berikut harus digunakan secara konsisten untuk
menciptakan iklim yang memotivasi:
1. Memiliki harapan yang jelas bagi pekerja, dan berkomunikasi secara efektif
2. Adil dan konsisten ketika berhadapan dengan semua karyawan
3. Jadilah pembuat keputusan yang tegas
4. Mengembangkan konsep kerja sama tim. Mengembangkan tujuan kelompok
dan proyek-proyek yang akan membangun semangat tim.
25
5. Mengintegrasikan kebutuhan dan keinginan staf dengan kepentingan dan
tujuan organisasi
6. Mengetahui keunikan masing-masing karyawan. Biarkan semuanya tahu
bahwa anda memahami keunikannya.
7. Memberikan pengalaman yang menantang dan menjadi kesempatan untuk
berkembang
8. Bila memungkinkan libatkan partisipasi bawahan dan minta masukan dari
semua bawahan dalam pengambilan keputusan
9. Pastikan bahwa karyawan memahami alasan di balik setiap keputusan dan
tindakan
10. Reward perilaku yang diinginkan; konsisten dalam cara anda menangani
perilaku yang tidak diinginkan
26
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong
keinginan individu untuk melakukan kegiatan tertentu guna mencapai suatu
tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan perilaku yang
diarahkan untuk mencapai kepuasan.
Teori Z adalah salah satu teori motivasi yang dicetuskan oleh William
Ouchi. Teori ini para karyawan bertipe ini merasa menjadi bagian penting
dalam perusahaan. Ingin mengabdi sampai masa pensiun tiba. Ini merupakan
buah dari proses yang diterapkan perusahaan yakni lebih menekankan pada
dengan peran yang diberikan, karyawan menjadi nyaman, betah, dan senang.
Teori Z ini sudah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan di Amerika
Serikat dan Jepang.
Para karyawan bertipe ini merasa menjadi bagian penting dalam
perusahaan. Ingin mengabdi sampai masa pensiun tiba. Ini merupakan buah
dari proses yang diterapkan perusahaan yakni lebih menekankan pada dengan
peran yang diberikan, karyawan menjadi nyaman, betah, dan senang. Teori Z
ini sudah banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat
dan Jepang.
B. SARAN
Gaya belajar yang unik seperti gallery ini sebaiknya terus di gali dan
diciptakan oleh tim pengajar untuk meningkatkan minat belajar mahasiswa.
27
DAFTAR PUSTAKA
Aydin, O. T. 2012. The Impact of Theory X, Theory Y and Theory Z on Research
Performance: An Empirical Study from A Turkish University. International
Journal of Advances in Management and Economics , 24 30.
Budiman. 2013. Bahan Kuliah Filsafat Ilmu Manajemen. Surabaya. Program
Pasca Sarjana (S3) Universitas : Airlangga.
Christiananta, Budiman. 2010. Perkembangan Teori dan Pemikiran Ilmu
Manajemen, (Bahan Kuliah) Program Pascasarjana (S3), Universitas
Surabaya: Airlangga.
Hermawan, Sigit. 2009. Budaya dan Modifikasi Teori Z di Indonesia. Jurnal
BETA (Bisnis, Ekonomi & Akuntansi), Vol 7 No 2. Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Sidoarjo.
Idris, Muhammad. 2011. Implikasi Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
dan Kualitas Kehidupan Kerja Karyawan. Jurnal Psikologi Vol. 3 No. 1.
Universitas Dipenegoro.
Indy, Hendra dan Handoyo Seger. 2013. Hubungan Kepuasan Kerja dengan
Motivasi Kerja pada Karyawan Bank BTPN Madium. Jurnal Psikologi
Industri dan Organisasi. Vol 2 No 2. Surabaya : Fakultas Psikologi
Universitas Airlangga.
Muljono, Pudji. 2008. Hubungan antara Kepuasan Kerja dan Sikap Terhadap
Profesi dengan Motivasi Kerja Penyuluh Pertanian. Jurnal Transdisiplin
Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol 2 No 3. Bogor
Nugroho, Agus Dwi dan Kunartinah. 2012. Analisis Pengaruh Kompensasi dan
Pengembangan Karier terhadap Kepuasan Kerja dengan Mediasi Motivasi
Kerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) Vol 19, No 2. Semarang : Program
Studi Manajemen Universitas Stikubank.
Ouchi, William. 1987. Teori Z; Bagaimana Amerika Menghadapi Jepang Dalam
Dunia Bisnis/. Jakarta : Cetakan Kedua, Andamera Pustaka,.
28