Makalah Teori Differensial

21
[1] PERKEMBANGAN TEORI DIFFERENSIAL 1. POSTSTRUKTURALISME 1.1. Definisi Post-strukturalisme adalah sebuah pikiran yang muncul akibat ketidak puasan atau ketidak setujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Strukturalisme dibangun atas prinsip Saussure (Ferdinand de Saussure, 1857-1913) bahwa bahasa sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara (single temporal plane). Aspek diakronis bahasa, yakni bagaimana bahasa berkembang dan berubah dari masa ke masa, dilihat sebagai bagian yang kurang penting. Dalam pemikiran post strukturalis, berpikir sementara menjadi hal yang utama. Menurut David dapat dikatakan bahwa post-strukturalisme hadir sebagai dekonstruksi dari Strukturalisme. Post-strukturalisme menolak gagasan kualitas penting dari hubungan yang dominan dalam hirarki, dan lebih memilih untuk mengekspos hubungan-hubungan dan ketergantungan istilah dominan padanya tampak tunduk pada pasangannya. Satu- satunya cara untuk benar memahami makna adalah mendekonstruksi asumsi dan sistem pengetahuan yang menghasilkan ilusi makna tunggal. Tindakan dekonstruksi menerangi bagaimana laki-laki dapat menjadi perempuan dan bagaimana rasional dapat menjadi emosional. 1.2. Sejarah Post-strukturalisme dalam kesusasteraaan Strukturalisme dibangun atas prinsip saussure, bahwa bahasa sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tehapan tunggal sementara (single temporal plane). Aspek diakronis bahasa yakni bagaimana bahasa berkembang dan berubah dari masa ke masa, dilihat sebagai bagian yang kurang penting. Dalam pemikiran post-strukturalis berpikir sementara menjadi hal yang utama. Post-strukturalisme berpendapat bahwa konsep “diri” sebagai entitas yang terpisah, tunggal, dan koheren membangun fiksi. Sebaliknya, individu terdiri dari ketegangan antara klaim-klaim pengetahuan yang saling bertentangan (misal jenis kelamin, ras, kelas, profesi, dan lain-lain). Beberapa tokoh yang mendukung atau condong pemikirannya kepada Post- Strukturalisme diantaranya adalah seorang flusuf Prancis Jacques Derrida, pemikiran psikoanalisis Jacques Lacan, ahli teori kebudayaan Michael Foucault dan Jean-Francois Lyotard.

description

College Project

Transcript of Makalah Teori Differensial

Page 1: Makalah Teori Differensial

[1]

PERKEMBANGAN

TEORI DIFFERENSIAL

1. POSTSTRUKTURALISME

1.1. Definisi

Post-strukturalisme adalah sebuah pikiran yang muncul akibat ketidak puasan atau

ketidak setujuan pada pemikiran sebelumnya, yaitu strukturalisme. Strukturalisme

dibangun atas prinsip Saussure (Ferdinand de Saussure, 1857-1913) bahwa bahasa

sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tahapan tunggal sementara (single

temporal plane). Aspek diakronis bahasa, yakni bagaimana bahasa berkembang dan

berubah dari masa ke masa, dilihat sebagai bagian yang kurang penting. Dalam

pemikiran post strukturalis, berpikir sementara menjadi hal yang utama. Menurut David

dapat dikatakan bahwa post-strukturalisme hadir sebagai dekonstruksi dari

Strukturalisme.

Post-strukturalisme menolak gagasan kualitas penting dari hubungan yang

dominan dalam hirarki, dan lebih memilih untuk mengekspos hubungan-hubungan dan

ketergantungan istilah dominan padanya tampak tunduk pada pasangannya. Satu-

satunya cara untuk benar memahami makna adalah mendekonstruksi asumsi dan sistem

pengetahuan yang menghasilkan ilusi makna tunggal. Tindakan dekonstruksi menerangi

bagaimana laki-laki dapat menjadi perempuan dan bagaimana rasional dapat menjadi

emosional.

1.2. Sejarah

Post-strukturalisme dalam kesusasteraaan Strukturalisme dibangun atas prinsip

saussure, bahwa bahasa sebagai sebuah sistem tanda harus dilihat ke dalam tehapan

tunggal sementara (single temporal plane). Aspek diakronis bahasa yakni bagaimana

bahasa berkembang dan berubah dari masa ke masa, dilihat sebagai bagian yang kurang

penting. Dalam pemikiran post-strukturalis berpikir sementara menjadi hal yang utama.

Post-strukturalisme berpendapat bahwa konsep “diri” sebagai entitas yang terpisah,

tunggal, dan koheren membangun fiksi. Sebaliknya, individu terdiri dari ketegangan

antara klaim-klaim pengetahuan yang saling bertentangan (misal jenis kelamin, ras,

kelas, profesi, dan lain-lain).

Beberapa tokoh yang mendukung atau condong pemikirannya kepada Post-

Strukturalisme diantaranya adalah seorang flusuf Prancis Jacques Derrida, pemikiran

psikoanalisis Jacques Lacan, ahli teori kebudayaan Michael Foucault dan Jean-Francois

Lyotard.

Page 2: Makalah Teori Differensial

[2]

Derrida menekankan “logosentrime” (berpusat pada logos) pemikiran barat bahwa

makna dipahami sebagai independensi bahasa yang dikomunikasikan dan tidak tunduk

pada permainan bahasa. Derrida sepakat dengan Saussure bahwa bahasa merupakan

produk yang berbeda antar penanda, tapi dia berpikir melampaui Saussure dalam

menegaskan bahwa dimensi sesaat (temporal dimension) tak dapat ditinggalkan. Ciri dari

Derrida melampaui pemikiran Saussure adalah pemikiran Derrida yang percaya bahwa

penanda (signs) dan petanda (signified) dapat digabung dalam tahapan yang sama dalam

praktek tindak tutur (act of speaking). Dan Derrida memandang bahwa Saussure tidak

bisa melepaskan dirinya dari pandangan logosentris, sejak Saussure lebih

mengunggulkan bahasa di atas tulisan.

Selain itu Derrida juga menyerang pandangan logosentrisme dan menilai bahwa

tulisan merupakan model yang lebih baik untuk memahami bagaimana bahasa berfungsi.

Dalam tulisan, penanda selalu produktif, mengenalkan aspek sesaat ke dalam penandaan

yang menentukan berbagai penggabungan antara sign dan signified.

Pemikiran post-strukturalis juga berkembang di Amerika pada tahun 1970-an,

khususnya di kalangan kritikus yang tinggal di Yale, atau disebut para dekonstruksionis

Yale. Teoritikus terkemuka Yale adalah Paul de Man yang berpendapat bahwa teks sastra

telah tergabung dengan “pertentangan” Derrida.

Jadi secara garis besarnya pemikiran post-strukturalisme adalah pemikiran yang

tidak hanya terpaku kepada tulisan ataupun bahasa yang dituliskan akan tetapi selain

tulisan, post-strukturalis juga tidak meninggalkan maksud dari sang penulis yang

membuat sebuah tulisan. Lebih jelasnya selanjutnya penulis akan mencoba menguraikan

beberapa tokoh post-strukturalisme serta pemikiran-pemikirannya.

1.3. Tokoh

Meskipun banyaknya para pemikir post-strukturalisme, akan tetapi dalam makalah

ini penulis hanya akan menyampaikan dua tokoh dari post-strukturalisme, yaitu Jacques

Derrida dan Jacques Lacan.

a. Jacques Derrida

Jacques Derrida lahir di al-Jazair pada tanggal

15 Juli 1930, dan ia adalah seorang Filusuf Prancis

keturunan Yahudi. Pada tahun 1949 Ia pindah ke

Prancis dan menetap di Prancis hingga akhir

hayatnya. Beliau kuliah dan belajar di Prancis hingga

akhirnya dia menjadi maitre-assistant, dosen tetap di bidang Filsafat. Selain dosen

tetap di bidang filsafat, beliau juga dalam beberapa waktu sebagai dosen tamu di Yale

Page 3: Makalah Teori Differensial

[3]

University, Amerika Serikat. Dan pada masa mudanya Derrida pernah menjadi

anggota Partai Komunis Prancis.

Pada 1967, Derrida sudah menjadi filsuf kelas dunia. Ia menerbitkan tiga karya

utama (Of Grammatology, Writing and Difference, dan Speech and Phenomena).

Seluruh karyanya ini memberi pengaruh yang berbeda-beda, namun Of

Grammatology tetap karyanya yang paling terkenal. Pada Of

Grammatology, Derrida mengungkapkan dan kemudian merusak oposisi ujaran-

tulisan, yang menurut Derrida telah menjadi faktor yang begitu berpengaruh pada

pemikiran Barat. Keasyikan Derrida dengan bahasa dalam teks ini menjadi ciri khas

sebagian besar karya awalnya. Sejak penerbitan karya-karya tersebut serta teks-teks

penting lain (termasuk Dissemination, Glass, The Postcard, Spectres of Marx, The

Gift of Death, dan Politics of Friendship), dekonstruksi secara bertahap meningkat,

dari memainkan peran utama di benua Eropa, kemudian juga berperan penting dalam

konteks filosofis Anglo-Amerika. Peran ini khususnya terasa dibidang kritik sastra,

dan kajian budaya, dimana metode analisis tekstual dekonstruksi memberi inspirasi

kepada ahli teori, seperti Paul de Man.

Salah satu pandangan Derrida yaitu tentang ilmu pengetahuan dan filsafat, bagi

Derrida filsafat tidak dapat dipertentangkan dengan ilmu pengetahuan. Filsafat dan

ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hal sama, karena kedua-duanya berakar

dalam rasionalitas yang sama. Yaitu bahwa rasionalitas itu tidak lain daripada

pemikiran Barat yang lahir di Yunani dan berlangsung sampai hari ini.

Pemikiran Barat yang pada waktu itu berpandangan bahwa yang ADA itu

dimengerti sebagai “kehadiran”, maka menurut Derrida pemikiran tentang ada

sebagai “kehadiran” itu disebut juga kedalam “metafisika”. Dan pandangan ini

selanjutnya berpengaruh terhadap pandangan tentang tanda. Dalam tradisi metafisis

tanda menghadirkan sesuatu yang tidak hadir. Tanda mengganti apa yang tidak hadir.

Derrida juga berpendapat bahwa kehadiran tidak merupakan sesuatu instansi

independen yang mendahului tuturan dan tulisan kita, tetapi sebaliknya ditampilkan

dalam tuturan dan tulisan kita, dalam tanda yang kita pakai.

Pandangan ini adalah pandangan yang berbalik dari apa yang disebutnya

“Logosentrisme” : pemikiran tentang ada sebagai kehadiran. Dan pandangan ini juga

yang menjadi analisis terhadap pandangan tentang tanda yang dikemukakan oleh

Ferdinand de Saussure, perintis besar linguistik modern, yang memperlihatkan

bahwa di situ pun masih ada sisa-sisa logosentrisme.

Kemudian Derrida berusaha memikirkan tanda sebagai trace (bekas), suatu

kata yang sebelumnya sudah dipakai sebagai istilah teknis dalam filsafat, pada

plotinus misalnya dan di zaman kita sekarang pada Heiddeger dan terutama Levinas.

Page 4: Makalah Teori Differensial

[4]

Bekas tidak mempunyai substansi atau bobot sendiri, tetapi hanya menunjuk. Bekas

tidak dapat dimengerti tersendiri (terisolasi dari segala sesuatu yang lain), tetapi

hanya sejauh menunjuk kepada hal-hal lain. Bekas mendahului objek. Bekas itu

sebelumnya bukan efek, melainkan terutama penyebab, kata Derrida. Sehingga bisa

dikatakan bahwa tanda secara definitive (dan tidak untuk sementara saja) mendahului

kehadiran; tanda selalu sebelum objek.

b. Jacques Lacan

Jacques lacan adalah tokoh yang sangat berpengaruh

didalam psikoanalisa dengan teorinya yang menafsirkan

ulang karya-karya freud, selain dianggap memberikan

terobosan di dalam psikoanalisa lacan juga dianggap

mengacaukan teori psikoanalisa konvensional. Jacques

lacan adalah seorang terapis perancis yang memiliki latar

belakang filsafat dan surealisme. Lacan menganggap

psikoanalisa khususnya amerika sudah bergeser dari konsep awal yang dicetuskan

freud karena lacan menganggap para terapis telah menjadikan pasien-pasiennya

sebagai obyek penelitian dan para terapis telah melakukan interupsi dalam porsi

besar-besaran terhadap perkembangan pasiennya karena lacan beranggapan bahwa

psikoanalisa adalah ilmu pengobatan yang didalam prakteknya seorang terapis tidak

boleh ikut campur dalam perkembangan pasiennya dan hanya membuka jalan kepada

wilayah tidak sadar pasiennya dan membiarkan pasiennya yang menemukan jalan

keluar permasalahannya sendiri.

Lacan juga menyadari bahwasanya pemikiran freud yang dipelajarinya selama

ini adalah pemikiran yang keliru karena freud yang dipelajariya adalah freud

berdasarkan pemahaman Freudian perancis dan freud yang mendominasi amerika.

kemudian ia memutuskan untuk membaca ulang karya freud dan berusaha untuk

memahami pemikiran freud yang sesungguhnya. Secara garis besar pengaruh yang

dominan dalam teori lacan adalah pemikiran freud, filsafat hegel dan filsafat

strukturalis dan post strukturalis.

Jacques Lacan (1901 – 1981) mengambil ide Saussure dan menerapkannya

dalam psikoanalisa. Lacan berargumen bahwa alam bawah sadar terstruktur seperti

bahasa, yaitu bahwa alam bawah sadar adalah sebuah sistem semiotik yang

mempunyai arti secara arbiter. Lacan juga mempostulasikan bahwa setiap manusia

selalu melewati tahap berkaca (mirror stage) di mana manusia mengkonstruksi

diri yang koheren dengan melihat diri sendiri di sebuah kaca. Akan tetapi diri dan

Page 5: Makalah Teori Differensial

[5]

koherensinya berdasar pada pengenalan diri yang salah (misrecognition) karena

bayangan yang ada di cermin nampak lebih menyatu dan terpisah dari diri kita.

Seperti dalam teori linguistik Saussure, diri (self) tidak mempunyai ontology, tetapi

lebih merupakan sebuah konstruksi, sebuah tanda, yang diciptakan melalui hubungan

dan perbedaan.

Dalam pemikiran lacan dengan mengacu pada pemikiran freud tentang fase

perkembangan manusia lacan menjabarkan bahwasanya ada tiga fase didalam diri

manusia yaitu the real, imajiner, dan simbolik. Didalam fase the real adalah masa

seorang subyek berada didalam suatu keadaan yang serba berkecukupan dalam artian

segala sesuatu yang ia butuhkan sudah terpenuhi dengan sendirinya, contohnya

adalah bayi yang berada didalam rahim sang ibu dimana sang bayi berada dalam

kenyamanan dan serba berkepenuhan yang disuplai oleh tubuh ibunya serta

keduanya menyatu didalam satu tubuh. Kemudian dilanjutkan kedalam the imajiner

atau fase cermin. Yaitu satu kondisi dimana subyek telah menyadari bahwa ia

terpisah dari tubuh ibunya dan memiliki satu keutuhan yang berbeda dari ibunya

yang digambarkan dengan seorang anak dihadapkan didepan cermin yang kemudian

sang anak mengidentifikasi bahwa citra cermin yang dihadapannya adalah “dia”

padahal disisi lain citra yang dipantulkan hanyalah sekedar pantulan cermin yang

kemudian terjadilah keterplesetan dalam proses pengidentifikasian diri oleh subyek.

Selain itu dalam pemikiran lacan dalam fase cermin telah terjadi alienasi didalam diri

subyek yaitu citra yang dipantulkan dan diidentifikasikan oleh subyek tidak lain

adalah sebuah pengharapan “the other” terhadap diri subyek itu sendiri. Jadi alienasi

didalam pemikiran lacan adalah masuknya pengharapan “the other” kedalam diri

seorang anak. Contohnya seorang anak yang bersekolah, apakah mengikuti

pendidikan formal merupakan keinginan murni dari anak tersebut? Apakah tidak ada

kontribusi keinginan “the other” terhadap si anak yang kemudian ia memutuskan

untuk masuk sekolah? The other dalam lacan adalah orang lain yang ada disekeliling

subyek. Yaitu keluarga, saudara, tetangga dan lain-lain.

2. POSTKOLONIALISME

2.1. Definisi

Secara etimologis poskolonial berasal dari kata ‘post’ dan kolonial, sedangkan

kata kolonial itu sendiri berasal dari kata coloni, bahasa Romawi, yang berarti tanah

pertanian atau pemukiman. Jadi, secara etimologis kolonial tidak mengandung arti

penjajahan, penguasaan, pendudukan, dan konotasi ekploitasi lainnya. Konotasi

Page 6: Makalah Teori Differensial

[6]

negatif kolonial timbul sesudah terjadi intraksi yang tidak seimbang antara penduduk

pribumi yang dikuasai dengan penduduk pendatang sebagai penguasa. Dikaitkan

dengan Pengertian kolonial terakhir (Ania Loomba, 2003: 2-3), maka Negara-negara

eropah modern bukanlah kolonialis yang pertama. Penaklukan terhadap suatu

wilayah tertentu telah dilakukan jauh sebelumnya misalnya, tahun 1122 SM dinasti

Shang di Cina ditaklukkan oleh dinasti Chou, kekaisaran Romawi abad ke 2 M

menguasai Armenia hingga lautan Atlantik, tahun 712 lembah sungai Indus

ditaklukkan oleh Muhammad bin al- Qassim, bangsa Mongol menguasai Timur

tengah dan Cina, bangsa Aztec abad ke 14 dan kerajaan Inca abad ke 15 menaklukkan

bangsa-bangsa lain disekitarnya, dan sebagainya. Aksi kolonialisme Negara-negara

Eropah modern baru mulai sekitar abad ke 16.

2.2. Sejarah

Post kolonialisme merupakan periode setelah kolonialisme berakhir. Post-

kolonialsme mulai dikenal pada tahun 1961 melalui tulisan Orientalism karya

Edward Said dan The Wretched of The Earth karya Frantz Fanon, yang merupakan

bentuk aspirasi dalam memberantas kolonialisme. Post-kolonialisme tumbuh subur

ketika pergerakan anti kolonialisme begitu marak dilakukan. Dalam konteks

Hubungan Internasional, post-kolonialisme lahir sebagai wujud kekecewaan

terhadap teori mainstream yang hanya memfokuskan pada aspek power, politik dan

negara. Ada aspek-aspek penting selain ketiga hal tersebut yakni aspek kultural dan

kemanusiaan, terutama pasca kolonialisme. Post-kolonialisme menyatakan bahwa

kebodohan dan kemiskinan merupakan akibat kolonisasi, kemajuan negara koloni

tidak terlepas dari sumbangsih negara jajahan (Wardhani 2013). Tujuan

pengembangan teori postkolonialisme ini sendiri adalah untuk melawan sisa-sisa

dampak dari terjadinya kolonialisme dalam pengetahuan termasuk pada sisi budaya

(Grovogui 2007). Kaum post-kolonialisme mendambakan adanya tatanan dunia yang

lebih baik setelah kolonialisme berakhir. Tatanan dunia yang lebih baik ini didorong

melalui adanya self determination dan decolonization.

Kolonialisme meninggalkan warisan budaya di negara jajahan. Contohnya

adalah penggunaan jas di Indonesia sebagai pakaian resmi dalam berbagai acara. Jas

adalah pakaian dari Eropa yang kerap digunakan karena cuaca di Eropa memang

dingin. Sayangnya di Indonesia ini diaplikasikan mentah-mentah. Dalam kondisi

tropis pun jas tetap dipakai. Warisan budaya ini tidak hanya dalam cara berpakaian,

Page 7: Makalah Teori Differensial

[7]

tapi juga dalam cara makan, life style bahkan pola pikir. Warisan kolonialisme

semacam inilah yang ingin dihapuskan oleh post-kolonialisme.

Pada masa penjajahan Eropa muncul istilah The Man dan The Native. The

Manmerujuk pada ras kaukasoid bangsa Eropa, sedangkan The Native merujuk pada

bangsa yang bukan merupakan ras kaukasoid. The Man menganggap diri mereka

adalah ciptaan terbaik sehingga berhak untuk menguasai The Native. Post-

kolonialisme menolak pembagian golongan ini karena hal pembagian ini dianggap

sebagai penyelewengan kekuasaan oleh Eropa dan merupakan suatu tindakan tidak

manusiawi melalui marginalisasi golongan tertentu.

2.3. Tokoh

a. Edward W.Said

Edward W. Said merupakan salah seorang

tokoh postkolonial yang terkenal adalah Edward W.

Said, lahir di Palestina, kemudian mengembangkan

karirnya di Amerika Serikat. Sesuai dengan riwayat

hidupnya, berpindah-pindah dari suatu Negara

kenegara lain, maka tema-tema karyanya khususnya

Orientalism, melukiskan tentang perpisahan, marginalitas, hibriditas, dan ciri

keterasingan lainnya. Oleh karena itu ia menganggap bahwa tanah airnya adalah

seluruh dunia

Di dunia Anglo Amerika dirintis oleh Edward W. Said dengan bukunya

yang berjudul Orientalism (1978). Pada umumnya gejala-gejala kultural tersebut

terkandung dalam berbagai teks studi mengenai dunia timur, yang ditulis oleh

para orientalis., yang disebut sebagai teks-teks oriental( dari kata orien yang

berarti timur). Meskipun demikian, sebagai akibat dominasi intelektualis barat,

banyak juga karya-karya yang melukiskan ketidakseimbangan hubungan antara

masyarakat Timur yang ditulis oleh intelektual pribumi yang telah terkontruksi

oleh pemikiran barat. Visi postkolonial tidak ada kaitan dengan masalah-masalah

sosial politis secara praktis. Dalam analisis, khususnya dalam karya sastra, tidak

mesti dikaitkan dengan intense pengarang. Kebesaran; demikian juga kegagalan

sebuah karya tidak disebabkan oleh adanya unsur-unsur oriental, melainkan

bagaimana unsur-unsur tersebut ditampilkan secara estetis. Visi postkolonial

menelusuri pola-pola pemikiran kelompok orientalis dalam rangka membangun

Page 8: Makalah Teori Differensial

[8]

superioritas Barat, dengan konsekuensi logis terjadinya inferioritas Timur. Oleh

karena itu, sasaran visi postkolonial adalah subjek kolektif intelektual barat,

kelompok oriental menurut pemahaman Edward Said.

b. Bill Ashcroft

Secara defenitif (Bill Ashcroft, dkk 2003: xxii-

xxiii ) teori postkolonial lahir sesudah kebanyakan

Negara-negara terjajah memperoleh kemerdekaannya.

Teori postkolonial mencakup seluruh khazanah sastra

nasional yang pernah mengalami imperial sejak awal

kolonisasi hingga sekarang. Sastra yang dimaksudkan, diantranya Afrika,

Austalia,Bangladesh, Canada,Karibia, India, Malta, Selandia Baru, Pakistan,

Singapura, kepulauan fasifik Selatan, Srilangka, Malaysia, dan Indonesia. Sastra

Amerika justru dimasukkan sebagai prototipe postkolonial sebab sejak abad ke-

18 telah mengembangkan konsep sastra nasional Amerika yang dibedakan

dengan sastra Inggris.

Postkolonial dengan demikan sangat relevan untuk menyebutkan kritik

lintas budaya sekaligus wacana yang ditimbulkannya. Tema-tema yang perlu

dikaji sangat luas dan beragam, meliputi hampir seluruh aspek kebudayaan,

diantaranya : politik, ideologi, agama, pendidikan, sejarah, antropologi, ekonomi,

kesenian, etnisitas, bahasa, dan sastra, sekaligus dengan bentuk praktik di

lapangan, seperti perbudakan, pendudukan, pemindahan penduduk, pemaksaan

bahasa, dan berbagai bentuk invasi kultural yang lain.meskipun demikian,

keberagaman permasalahan tersebut dipersatukan oleh tema yang sama, yaitu

kolonialisme.

c. Frantz Fanon

Proyek postkolialisme pertama kali dikemukakan

oleh Frants fanon dengan bukunya yang berjudul Black

Skin, White Masks and the Wretched of the Earth (1967).

Fanon adalah wseorang psikiater yang mengembngkan

analisis yang sangat cermat mengenai dampak psikologis

dan sosiologis yang ditimbulkan oleh kolonisasi. Fanon

menyimpulkan bahwa melalui diktomi kolonial, penjajah –terjajah, wacana

oriental telah melahirkan alienasi dan menganalisasi psikologis yang sangat

dahsyat.

Page 9: Makalah Teori Differensial

[9]

3. POSTFEMINISME

3.1. Latar Belakang dan Sejarah

Posfeminisme merupakasuatu istilah yang saat inir amai diperbincangkan.

Istilah ini dapat merupakan reaksi buruk (back lash) dari media massa terhadap

perlawanan kepada perjuangan feminism. Selama ini secara tradisional, kehidupan

masyarakat masih bersifat patriarchal dan memarginalkan peranan kaum perempuan.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, wanita sudah mulai melakukan

pergerakan maju dan mulai meniggalkna kesan bahwa wanita itu lemah dan hanya

bias “nurut” kepada keputusan pria.

Judith Stacey, seorang kritikus feminis mengungkapkan bahwa istilah

“posfeminis” merupakan sebuah istilah atau term yang menarik untuk diperdebatkan

atau di bahas. Sampai saat ini belum banyak literature yang membahas masalah ini

dan bagaimana awalnya istilah ini bisa muncul. Apakah istilah ini muncul hanya

karena pengaruh media dan bagaimana hubungannya dengan “feminism”?

Posfeminisme bukannya anti feminis, tetapi hanya untuk membuktikkan

asumsi yang dipercaya oleh para feminis gelombang kedua bahwa ada penindasan

patriarki terhadap kaum perempuan. Perkembangan feminism gelombang kedua

muncul sekitar tahun 1960 setelah berakhirnya Perang Dunia II dan bermunculannya

banyak Negara-negara baru dengan pemikiran-pemikiran mereka sendiri. Momen ini

menunjukan bahwa sistem sosial masyarakat modern dimana memiliki struktur yang

pincang akibat budaya patriarkal yang sangat kental. Marginalisasi peran perempuan

dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya ekonomi dan politik, merupakan bukti

konkret yang diberikan kaum feminis.

Ann Brooks menyatakan bahwa posfeminisme adalah mengenai berbagai

tantangan yang ditujukan pada apa yang telah diidentifikasikan sebagaimana

feminism ‘hegemonik’ (Sandoval, 1991) yang akarnya jelas berada dalam pengaruh

Anglo-Amerika yang begitu kuatnya mempengaruhi konseptualisasi feminism

gelombang kedua.

Posfeminisme disini hanyalah sebagai penggerak perubahan pola berpikir

kaum perempuan. Bukan berarti anti feminis, tetapi hanya menunjukkan bahwa ada

perlawanan dari kaum perempuan atau feminis di segala bidang, yang selam ini

dianggap hanya dikuasai oleh pria.

3.2. Tokoh

a. Benhabib (1986:342)

Page 10: Makalah Teori Differensial

[10]

Benhabib Mengatakan “Hal ini mengakibatkan

ketidakmampuan yang dapat disamakan dengan

memperlakukan kebutuhan, hasrat, dan emosi manusia di

dalam cara yang lain ketimbang drngan mengabstrasikannya

dari mereka dan dengan menghukum mereka dalam kebisuan.

Keadilan konstitusional dengan demikian dipandang

merepresentasikan suatu tahapan perkembangan moral yang

lebih tinggi daripada tanggung jawab, kepedulian, cinta dan solidaritas

interpersonal; respek atas hak dan kewajiban dianggap sebagai hal yang pertama

untuk mempedulikan dan memperhatikan mengenai kebutuhan orang lain;

kognisi moral mendahului afeksi moral; pikiran, bias kita simpulkan, adalah

kedaulatan tubuh dan nalar, penilai sifat dasar batin.”

Beberapa Gerakan Perempuan yang muncul pada tahun 1960-an sampai

1970-an memungkinkan para penulis perempuan dan feminis untuk

mengungkapkan ide-ide dan gagasan mereka untuk wacana yang berbau politik,

ekonomi dan budaya. Peran perempuan yang muncul ini sekaligus untuk

“mematahkan” anggapan bahwa wanita hanya bisa bisu dan mengikuti apa saja

yang diungkapkan oleh para penulis pria.

Kemudian bagaimana posfeminisme bisa mempresentasikan unsur-unsur

dari budaya pop? Banyak para penulis atau peneliti yang memakai Madonna

sebagai contoh kasus dalam hal posfeminisme dan budaya. Madonna sebagai

seorang public figure dikenal sebagai seorang wanita yang maju, berani, dan

banyak membawa perubahan pandangan khalayak terhadap wanita.

b. Morris (1988: 14)

Morris mengungkapkan “Kegigihan figure perempuan sebagai budaya

massa (ironi modernism), bukanlah kecelakaan bahwa perdebatan tentang suatu

yang dianggap bisu dan absen dari perempuan telah berlangsung dalam

hubungannya dengan karya tentang budaya pop yang pada gilrannya merupaka

komponen posmodernisme.”

4. POSTDEVELOPEMENTALISM

Di Indonesia, kata dan konsepsi ‘pembangunan’ teramat keramat. Padahal,

maknanya tidak pernah dimengerti, apalagi digugat. Pembangunan sebenarnya

memiliki arti yang bersayap. Ia tidak semestinya dianggap berkesudahan, alias

Page 11: Makalah Teori Differensial

[11]

final. Sebagai sebuah kata kerja, dan aktifitas, membangun juga menyiratkan

sebuah kelanjutan. Coba gunakan kata memelihara, merawat atau pun

membongkar, merusak, menghancurkan, atau merubuhkan sebagai tindak lanjut

membangun. Logikanya, secara konseptual, dalam risalah ‘pembangunan’, perlu

ada cara pandang alternatif yang menanggapi stagnasi gagasan pembangunan.

Hal ini terlebih relevan, jika pembangunan yang kita kenal ternyata hanya

membangun, tetapi tidak menghidupi. Lebih-lebih jika pembangunan hanya

berlaku untuk segelintir, dan tidak sesama, apalagi semua. Di sinilah makna kata

membangun perlu dibongkar, atau setidaknya ditinjau kembali.

Dalam khasanah akademik global, istilah post development kemudian muncul

sebagai antitesis dari development: pembangunan. Ia –post development- bukan

barang baru yang dijual dengan mantra-mantra lama, ataupun barang lama yang

dibungkus dalam kemasan baru. Perdebatan yang melahirkan gagasan ini mengular

dari perdebatan soal aplikasi teori neoklasik (pertumbuhan ekonomi),

strukturalisme (Import Substitution Industry-ISI) dan teori dependensi

(ketergantungan negara ketiga pada kemajuan ekonomi negara pertama) hingga ke

ketimpangan globalisasi, yang berujung pada pertanyaan yang paling fundamental,

yakni makna, lantas masa depan pembangunan itu sendiri.

Karena nyatanya, pembangunan justru kerap menjadi pemicu kemiskinan dan

keterbelakangan, hingga pada kerusakan lingkungan. Selain itu, dusta terbesar

pembangunan adalah klaim soal meningkatnya kesejahteraan, dimana yang

sesungguhnya terjadi adalah pemusatan kekayaan, dimana segelintir orang

menguasai hajat hidup orang banyak dan berujung pada ketimpangan dan

ketidakadilan. Hal ini berlaku baik di tingkat global maupun di sebagian besar

negara dunia pertama dan sisanya.

Syahdan, tidak ada saat yang lebih tepat untuk memikirkan kembali

pembangunan secara keseluruhan ketimbang saat ini. Dengan iklim dunia yang

berada di ambang kehancuran, dan nyatanya peminggiran masyarakat lokal dengan

segenap kekayaan dan identitasnya, jalan utama pembangunan tiap negara masih

tidak berubah. Dipandu oleh gurita kapitalisme, negara terus memaksakan dirinya

sebagai aktor utama pembangunan dengan menggunakan peta yang sama sekali

tidak menyertakan aspek lingkungan hidup, partisipasi masyarakat, efek sosial,

kedaulatan komunitas dan keberlanjutan. Di Indonesia, hal ini sangat terasa melalui

Page 12: Makalah Teori Differensial

[12]

MP3EI, proyek yang digadang-gadang sebagai katalis pertumbuhan ekonomi

nasional.

Sebaliknya, bukankah kita sudah kenyang mendengar kasus-kasus yang

terjadi di Papua, Minahasa, Bima, Danau Toba, dan tak terhingga cerita lainnya

mengenai ayam yang mati di lumbung padi? Ditopang dengan cara pandang

developmentalist, kisah seperti ini akan terus berulang. Iman pada pertumbuhan lah

yang mendorong kita untuk merelakan kekayaan (alam, finansial, akses) pada

segelintir orang demi ilusi akan kesejahteraan bersama. Benar, pertumbuhan pada

aras global telah berhasil menurunkan persentase kemiskinan global, namun angka

mutlaknya telah bertambah. Seperti diungkapkan Arturo Escobar, pembangunan

pada akhirnya hanya mereproduksi relasi kuasa yang timpang. Jangan heran jika

banyak lara pertumbuhan yang tidak disuarakan, memungkinkan para pendukung

Structural Adjustment memenangi perang ideologis dalam hal kebijakan ekonomi

dan pembangunan melalui institus-institusi strategis nan dogmatis (IMF, WB,

OECD, WTO, dll).

Post development sejatinya menawarkan solusi baru, yakni cara pandang

melampaui pembangunan yang mengukur keberhasilan negara dalam hal produksi

dan konsumsi ekonominya (post growth). Post development dalam beberapa aspek

sejalan dengan perkembangan pemikiran teori sosial yang banyak merujuk pada

gagasan post-strukturalis, post modernis dan post colonial, yang menyangkal

keabsahan narasi besar serta universalitas pengetahuan. Yang lebih utama, post

development paling tepat sebagai gagasan emansipasi negara dunia ketiga dalam

menulis naskah dan narasi pembangunan mereka sendiri. Hal lain yang perlu

dicatat, post development tidaklah sama dengan gagasan human development atau

people centered development. Ia justru sudah mencakup dan melebur kesemuanya.

Dalam hal ini, jalan yang hendak ditempuh adalah dengan mendengarkan aktor-

aktor pinggiran yang selama ini hanya menjadi penonton pembangunan, dan

mencari jalan keluar yang sesuai dengan kaidah koeksistensi, pencarian makna

kebebasan yang melekat pada individu serta komunitasnya, untuk membiarkan

narasi kecil menjadi pelantun kehidupan yang berarti.

Sekilas, post development terdengar seperti romantisasi yang berlebih.

Membayangkan dunia yang lebih baik tanpa tuntutan materiil atau modernisasi.

Memang, tanpa praksis atau bukti keberhasilan, inilah kritik terbesar terhadap

gagasan tersebut. Namun, pengejawantahan Post Development tidak sesempit dan

Page 13: Makalah Teori Differensial

[13]

sepicik yang kita, atau mereka para pendukung faham laissez faire growth,

bayangkan. Ada banyak cara untuk mengartikulasikannya dalam wujud yang

realistis: green growth, sustainable growth, pembangunan berbasis komunitas

adalah beberapa contohnya. Post development juga tidak berarti subsistensi,

ketiadaan atau penghentian pembangunan, melainkan perencanaan yang tidak lagi

berlandaskan pertumbuhan, tetapi pada pluralisme tujuan, kebutuhan dan

keberlanjutan.

5. POSTMODERNISME

5.1. Definisi

Untuk memudahkan memahami postmodernisme, ada baiknya kita

mengkontraskan ‘isme’ ini dengan lawan sejarah dan nuansa berpikirnya, yakni

modernisme. Mengkontraskan kedua ‘isme’ tersebut dipandang perlu karena

postmodernisme, dalam banyak hal, bisa dikatakan sebagai reaksi dan kritik terhadap

modernism.

a. Modernisme

Secara etimologis modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present

time’. Dalam sub bab yang bertemakan postmodernisme, Romo Tom Jacob

mengartikan ‘modern’ sebagai: (1) terbaru, mutakhir; (2) sikap dan cara berpikir

serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.

Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai, ’pencapaian

transendentalisasi jauh dari imanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai

tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci

kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah

kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui

kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah

dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan

filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi

kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek,

identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi,

emansipasi serta oposisi biner.

Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari traadisi filsafat,

modernisme bisa disebut sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada

masyarakat intelektual sejak zaman renaissance (abad ke-18) hingga paruh

pertama abad ke-20. Semangat yang dimaksud adalah semangat untuk progress -

Page 14: Makalah Teori Differensial

[14]

-meraih kemajuan—dan untuk humanisasi manusia’. Semangat ini dilandasi oleh

keyakinan yang sangat optimistik dari kamum modernis akan kekuatan rasio

manusia.

Di era ini rasio dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia

untuk memahami realitas, untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi,

moralitas, dan estetika. Pendek kata, rasio dipandang sebagai kekuatan tunggal

yang menentukan segala-galanya.

Pengakuan atas kekuatan rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti

pengakuan atas harkat dan martabat manusia. Manusia dengan rasionya, --tentu

saja sebagai subjek; pemberi bentuk dan warna pada realitas-- adalah penentu

arah perkembangan sejarah. Kenyataannya, modernisme adalah salah satu bentuk

dari humanisme. Narasi-narasi besar modernisme yang berasal dari kapitalisme,

eksistensialisme, liberalisme, idealisme, tidak bisa lain membuktikan hal itu.

Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan

menemukan kebenaran asasi, kebenaran esensial, dan kebenaran universial.

Rasio manusia dianggapa mampu menyelami kenyataan faktual untuk

menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar yang esensial dan universal dari

kenyataan.

b. Postmodernisme

Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan

modern. Kata post, dalam Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix,

diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita menyatukannya menjadi postmodern

maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu sendiri dengan mencoba

menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman modern

yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri.

Sedangkan secara terminologi, menurut tokoh dari postmodern, Pauline

Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara gamblang dalam istilah yang

berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik atas

masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga

postmodern cenderung mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan

modernitas.Yaitu pada akumulasi pengalaman peradaban Barat adalah

industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara bangsa, kehidupan dalam

jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti karier,

jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi,

humanisme, egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur

Page 15: Makalah Teori Differensial

[15]

netral, peraturan impersonal dan rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern

cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan pandangan dunia (world

view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.

Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan

(realitas) adalah relatif, dan keduanya menjadi konstruk yang tidak

bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas mempunyai implikasi dalam

bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini senada

dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal

sebagai nabi dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang

rasionalitas, moralitas tradisional, objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen

pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada banyak macam mata. Bahkan

Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam kebenaran,

dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”

Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua

arti: (1) dapat menjadi nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang

kurang human, dan mau kembali kepada situasi pra-modernisme dan sering

ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan terhadap yang lampau

yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang menjurus ke

arah sekularisme.

5.2. Sejarah

Pada awalnya, kata postmodern tidak muncul dalam filsafat ataupun sosiologi.

Wacana postmodern ini pada awalnya muncul dalam arsitektur dan kemudian juga

dalam sastra. Arsitektur dan sastra ‘postmodern’ lebih bernafaskan kritik terhadap

arsitektur dan sastra ‘modern’ yang dipandang sebagai arsitektur totaliter, mekanis

dan kurang human. Akhirnya, kritik terhadap seni arsitektur dan sastra modern ini

menjadi kritik terhadap kebudayaan modern pada umumnya yang dikenal sebagai

era postmodern.

Benih posmo pada awalnya tumbuh di lingkungan arsitektur. Charles Jencks

dengan bukunya The Language of Postmodern Architecture (1975) menyebut post

modern sebagai upaya mencari pluralisme gaya arsitekture setelah ratusan terkukung

satu gaya. Postmodernisme lahir di St. Louis, Missouri, 15 Juli 1972, pukul 3:32 sore.

Ketika pertama kali didirikan, proyek rumah Pruitt-Igoe di St. Louis di anggap

sebagai lambang arsitektur modern. Yang lebih penting, ia berdiri sebagai gambaran

modernisme, yang menggunakan teknologi untuk menciptakan masyarakat utopia

Page 16: Makalah Teori Differensial

[16]

demi kesejahteraan manusia. Tetapi para penghuninya menghancurkan bangunan itu

dengan sengaja. Pemerintah mencurahkan banyak dana untuk merenovasi bangunan

tsb. Akhirnya, setelah menghabiskan jutaan dollar, pemerintah menyerah. Pada sore

hari di bulan Juli 1972, bangunan itu diledakkan dengan dinamit. Menurut Charles

Jencks, yang dianggap sebagai arsitek postmodern yang paling berpengaruh,

peristiwa peledakan ini menandai kematian modernisme dan menandakan kelahiran

postmodernisme.

Akhirnya, pemikiran postmodern ini mulai mempengaruhi berbagai bidang

kehidupan, termasuk dalam bidang filsafat, ilmu pengetahuan, dan sosiologi.

Postmodern akhirnya menjadi kritik kebudayaan atas modernitas. Apa yang

dibanggakan oleh pikiran modern, sekarang dikutuk, dan apa yang dahulu dipandang

rendah, sekarang justru dihargai.

Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-

an, terlebih ketika Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi

legitimasi era postmodern, dimana narasi-narasi besar dunia modern (seperti

rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat dipertahankan lagi.

Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap

arsitektur modern, dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai

bagian dari modernitas. Ketika postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post

dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai sebuah periode atau waktu, tetapi

lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala hal modern. Konsep

postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan sebuah

kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek

pencerahannya.

Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang

muncul pada dunia modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan

mulai memberi tempat bagi narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam

untuk bersuara dan menampakkan dirinya.

C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche

“My good is my good, and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku,

dan kebaikanmu adalah kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue,

lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada standar absolut tentang benar atau salah dalam

postmodern. Mungkin Anda juga pernah mendengar orang berkata “Mungkin itu

benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa benar.”

Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.

Page 17: Makalah Teori Differensial

[17]

5.3. Tokoh

Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir

yakni dekonstruktif dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih

banyak mendukung cara berpikir postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir

Perancis itu antara lain: Friedrich Wilhelm Nietzsche sche, ean Francois Lyotard,

Jacques Derrida, Michel Foucault, Pauline Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard

Rorty. sementara pemikiran postmodern rekonstruktif dipelopori oleh Teori Kritis

Mazhab Frankfurt seperti: Max Horkheimer, Theodor W Adorno, yang akhirnya

dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.

1.) Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900)

Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada masa

sekolah dan mahasiswa, ia banyak berkenalan dengan orang-

orang besar yang kelak memberikan pengaruh terhadap

pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan

Fredrich Ritschl. Karier bergengsi yang pernah didudukinya

adalah sebagai Profesor di Universitas Basel.

Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap

kemampuan akal. Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal

dipercaya mampu memperoleh kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika

orang beranggapan dengan akal diperoleh pengetahuan atau kebenaran, maka

akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.

2.) Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004)

Seorang filsuf Prancis keturunan Yahudi dan

dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme,

sebuah ajaran yang menyatakan bahwa semuanya

di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua

kata-kata dalam sebuah bahasa merujuk kepada

kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida

dianggap salah satu filsuf terpenting abad ke 20 dan ke 21. Istilah-ilstilah

falsafinya yang terpenting adalah dekonstruksi, dan différance.

a. Dekonstruksi

Istilah dekontruksi untuk pertama kalinya muncul dalam tulisan-

tulisan Derrrida pada saat ia mengadakan pembacaan atas narasi-narasi

metafisika Barat. Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung

Page 18: Makalah Teori Differensial

[18]

untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari

konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida

sebut sebagai logosentrisme . Metode dekonstruksi merupakan proyek

filsafat yang berskala raksasa karena Derrida sendiri menunjukkan bahwa

filsafat barat seluruhnya bersifat logosentris. Dengan demikian, dekonstruksi

mengkritik seluruh proyek filsafat barat.

b. Difference

Dalam karyanya, Of Grammatology, Derrida berusaha menunjukkan

bahwa struktur penulisan dan gramatologi lebih penting dan bahkan “lebih

tua” ketimbang yang dianggap sebagai struktur murni kehadiran diri

(presence-to- self), yang dicirikan sebagai kekhasan atau keunggulan lisan

atau ujaran.

Derrida menyatakan bahwa signifikasi selalu merujuk ke tanda-tanda lain dan

kita tidak akan pernah sampai ke suatu tanda yang hanya merujuk ke dirinya

sendiri. Maka, tulisan bukanlah tanda dari sebuah tanda, namun lebih benar

jika dikatakan bahwa tulisan adalah tanda dari semua tanda-tanda. Dan proses

perujukan yang tidak terhingga (infinite) dan tidak habis-habisnya ini tidak

akan pernah sampai ke makna itu sendiri. Inilah pengertian “tulisan” yang

ingin ditekankan Derrida. Derrida menggunakan istilah arche-writing, yakni

tulisan yang merombak total keseluruhan logika tentang tanda. Jadi, tulisan

yang dimaksud Derrida bukanlah tulisan (atau tanda) sederhana, yang dengan

mudah dianggap mewakili makna tertentu.

Dilihat dengan cara lain, tulisan merupakan prakondisi dari bahasa,

dan bahkan telah ada sebelum ucapan oral. Maka tulisan malah lebih

“istimewa” daripada ujaran. Tulisan adalah bentuk permainan bebas dari

unsur-unsur bahasa dan komunikasi. Tulisan merupakan proses perubahan

makna terus-menerus dan perubahan ini menempatkan dirinya di luar

jangkauan kebenaran mutlak (logos).

Jadi, tulisan bisa dilihat sebagai jejak, bekas-bekas tapak kaki, yang harus

kita telusuri terus-menerus, jika ingin tahu siapa si empunya kaki (yang kita

anggap sebagai makna yang mau dicari). Proses berpikir, menulis dan

berkarya berdasarkan prinsip jejak inilah yang disebut Derrida sebagai

differance.

Differance adalah kata Perancis yang jika diucapkan pelafalannya

persis sama dengan kata difference. Kata-kata ini berasal dari kata differer-

Page 19: Makalah Teori Differensial

[19]

differance-difference, tidak hanya dengan mendengar ujaran (karena

pelafalannya sama), tetapi harus melihat tulisannya. Di sinilah letak

keistimewaan kata ini, hal inilah yang diyakini Derrida membuktikan bahwa

tulisan lebih unggul ketimbang ujaran.

Proses differance ini menolak adanya petanda absolut atau “makna absolute,”

makna transendental, dan makna universal, yang diklaim ada oleh De

Saussure dan oleh pemikiran modern pada umumnya.

Menurut Derrida, penolakan ini harus dilakukan karena adanya

penjarakan (spacing), di mana apa yang dianggap sebagai petanda absolut

sebenarnya hanyalah selalu berupa jejak di belakang jejak. Selalu ada celah

atau kesenjangan antara penanda dan petanda, antara teks dan maknanya.

Celah ini membuat pencarian makna absolut mustahil dilakukan. Setelah

“kebenaran” ditemukan, ternyata masih ada lagi jejak “kebenaran” lain di

depannya, dan begitu seterusnya.

Jadi, apa yang dicari manusia modern selama ini, yaitu kepastian

tunggal yang “ada di depan,” tidaklah ada dan tidak ada satu pun yang bisa

dijadikan pegangan. Karena, satu-satunya yang bisa dikatakan pasti, ternyata

adalah ketidakpastian, atau permainan. Semuanya harus ditunda atau

ditangguhkan (deferred) sembari kita terus bermain bebas dengan perbedaan

(to differ). Inilah yang ditawarkan Derrida, dan posmodernitas adalah

permainan dengan ketidakpastian.

Page 20: Makalah Teori Differensial

[20]

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................. i

TEORI PERKEMBANGAN DIFFERENSIAL ............................................................ 1

1. POSTRUKTURALISME ............................................................................................ 1

1.1. Definisi ................................................................................................................ 1

1.2. Sejarah ................................................................................................................. 1

1.3. Tokoh ................................................................................................................... 2

2. POSTKOLONIALISME ............................................................................................. 5

2.1. Definisi ................................................................................................................ 5

2.2. Sejarah ................................................................................................................. 6

2.3. Tokoh ................................................................................................................... 7

3. POSTFEMINISME ...................................................................................................... 9

3.1. Latar Belakang dan Sejarah .................................................................................. 9

3.2. Tokoh ................................................................................................................... 9

4. POSTDEVELOPEMENTALISM ............................................................................... 10

5. POSTMODERNISE .................................................................................................... 13

5.1. Definisi ................................................................................................................ 13

5.2. Sejarah ................................................................................................................. 15

5.3. Tokoh ................................................................................................................... 17

i

Page 21: Makalah Teori Differensial

[21]

TUGAS ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR

PERKEMBANGAN TEORI DIFFERENSIAL

DISUSUN OLEH :

NAMA : MIFTAHUL KHAERY

NIM : 1408205028

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2015