Makalah sociolinguistics politeness
-
Upload
oktari-aneliya -
Category
Education
-
view
2.201 -
download
0
description
Transcript of Makalah sociolinguistics politeness
BAB II
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dalam menjalin komunikasi dengan siapapun, baik itu komunikasi secara lisan
maupun tulisan, seseorang memerlukan strategi agar komunikasinya berjalan dengan baik.
Strategi diperlukan agar kedua belah pihak (penutur dan petutur) dapat menyampaikan,
menerima, maupun merespon pesan dengan baik dan berterima. Selain itu kita juga harus
menyadari bahwa dalam berkomunikasi tidak akan terlepas dari aspek-aspek sosial, budaya,
dan kebiasaan yang ada dalam suatu masyarakat maupun perorangan. Hal tersebut secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi cara berkomunikasi seseorang.
Bagi pemelajar bahasa Inggris di Indonesia dimana bahasa tersebut merupakan bahasa
asing, pengetahuan akan struktur bahasa bukanlah hal satu-satunya yang paling penting. Hal
tersebut dikarenakan dalam berkomunikasi dengan bahasa apapun, kesadaran akan
kompetensi berkomunikasi yang didalamnya juga terdapat aspek sosial-budaya dalam bahasa
tersebut juga merupakan hal yang tidak kalah penting untuk disadari, dipelajari, dan
dilakukan dalam berkomunikasi. Dengan hal tersebut komunikasi dapat berlangsung dengan
baik.
Didalam tujuannya berkomunikasi, penutur dan petutur hendaknya menjaga
keharmonisan. Hal tersebut dapat terjaga apabila masing-masing peserta tutur tidak saling
mempermalukan atau dengan kata lain saling menjaga citra positif dan citra negatif seseorang
dengan strategi kesantunan dalam berkomunikasi. Kesantunan merupakan aspek penting
dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik diantara penutur dan petutur.
Kesantunan dalam berkomunikasi berarti dapat menyampaikan pesan ataupun keinginan serta
meresponnya dengan cara yang baik bagi kedua belah pihak partisipan.
Strategi kesantunan dikatakan oleh Brown dan Levinson (1987) sebagai upaya untuk
menjaga citra positif maupun citra negatif teman bicara ketika seseorang ingin
menyampaikan sesuatu ataupun meminta teman bicara agar melakukan sesuatu. Strategi
kesantunan digunakan sesuai kebudayaan seseorang mengenai apa yang dianggap santun
serta dimensi sosial yaitu status sosial, jarak kedekatan atau solidaritas antar partisipan, dan
kuasa antar partisipan.
Makalah ini bertujuan untuk melihat strategi kesantunan yang digunakan pada dialog
percakapan yang ada dibuku ajar bahasa Inggris kelas XII yang berjudul ”Developing
English Competencies: for Senior High School Grade XI of Natural and Science
Programmes” yang diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
II. Rumusan masalah
Dalam makalah ini permasalahan yang diangkat yaitu strategi kesantunan dalam
upaya menjaga citra positif dan negatif seseorang yang digunakan dalam percakapan yang
ada pada buku ajar bahasa Inggris kelas XI ”Developing English Competencies” khususnya
pada topik percakapan asking and giving opinion dan giving advice and warning.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Kesantunan dan teori citra Brown dan Levinson
Menurut Brown dan Levinson (1987), bersikap santun adalah bersikap peduli pada
“muka,” (face) baik milik penutur, maupun milik mitra tutur. “Muka,” dalam hal ini bukan
dalam arti rupa fisik, namun “muka” dalam artian public image, atau dapat disebut juga
dengan “citra” dalam pandangan masyarakat. Sejatinya, setiap orang memiliki citra yang
ingin ditampilkan pada masyarakat. Brown dan Levinson (1987) berpendapat bahwa setiap
orang memiliki dua jenis citra yaitu citra negatif dan citra positif.
Citra negatif diartikan sebagai keinginan seseorang agar tindakannya tidak dihalangi
oleh orang lain, agar merasa bebas dari hambatan dan tekanan. Citra positif merupakan
keinginan seseorang agar kemauannya diakui sebagai suatu hal yang baik oleh orang lain
serta citra tentang dirinya dihargai oleh orang lain. Kedua jenis citra tersebut menurut Brown
dan Levinson (1987) dapat hilang, dijaga, ditingkatkan, dan harus secara terus-menerus hadir
dan terjaga dalam suatu interaksi. Oleh karena itu kesantunan merupakan suatu aksi untuk
menjaga citra positif maupun citra negatif seseorang.
Sejatinya, setiap orang ingin merasa nyaman terhadap dirinya. Namun dalam
berinteraksi dikehidupan sehari-hari, seseorang mungkin akan mengalami suatu tindakan
yang menghalangi atau tindakan yang menghambat terhadap citra negatif maupun citra
positif nya. Hal tersebut dinamakan tindakan ancaman terhadap citra (face threatening act).
Tindakan ancaman terhadap citra dapat terjadi secara disengaja maupun tidak disengaja. Oleh
karena itu berlaku sopan merupakan tindakan agar seseorang merasa nyaman dalam
berinteraksi.
Brown dan Levinson mengklasifikasian tindakan-tindakan yang dapat mengancam
citra positif dan citra negatif seseorang. Tindakan yang dapat mengancam citra positif
seseorang antara lain; mencela, kritik, mengeluh, menuduh, menghina, ketidak setujuan,
mengungkapkan emosi dengan kasar, menyebutkan topik-topik yang tabu, menginterupsim
bersikap tidak kooperatif, memberi kabar buruk tentang teman bicara atau kabar baik tentang
penutur. Sedangkan tindakan yang dapat mengancam citra negatif seseorang antara lain;
memerintah, meminta bantuan, memberikan saran, mengingatkan seseorang, mengancam,
memperingatkan, dan berjanji
Berlaku santun memerlukan pengetahuan bagaimana menyatakan berbagai jenis
tindak tutur secara berterima dalam konteks kebudayaan yang sesuai dengan partisipan
komunikasi (Holmes, 2001). Selain faktor budaya, bersikap santun juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai sosial seperti status sosial, jarak kedekatan sosial atau solidaritas, dan kuasa
(Brown dan Levinson, 1987).
Oleh karena faktor-faktor diatas, kesantunan pun menjadi relatif bagi tiap orang.
Contohnya, seorang yang memiliki kuasa tinggi mengatakan ”tolong ambilkan saya minum”
terhadap bawahannya (pesuruh) dalam situasi di kantor akan terdengar wajar. Namun jika hal
tersebut dikatakan oleh seorang bawahan terhadap atasan akan terdengar tidak wajar dan
tidak santun. Maka dalam hal tersebut kesantunan dipengaruhi oleh kuasa (power). Akan
tetapi jika seorang atasan dan seorang bawahan tersebut memiliki ikatan pertemanan yang
erat (solidaritas) maka seorang yang memiliki kuasa yang lebih rendah pun akan merasa biasa
saja jika menyuruh seorang yang dengan kuasa lebih tinggi untuk mengambilkan minum
namun dalam situasi di luar kantor. Pada contoh tersebut yang berpengaruh adalah jarak
kedekatan atau solidaritas, serta situasi.
II.2. Strategi kesantunan Brown dan Levinson
Brown dan Levinson mengklasifikasikan empat jenis strategi kesantunan dalam
menjaga citra positif maupun citra negatif seseorang. Yaitu:
1. Bald-on record politeness
2. Positive politeness
3. Negative politeness
4. Off-record politeness
Bald-on record politeness merupakan strategi kesantunan yang digunakan dengan
tidak meminimalisir tekanan terhadap teman bicara. Oleh karena itu dalam strategi ini,
seseorang tidak menggunakan ungkapan yang berbelit-belit yang memungkinkan bagi teman
bicaranya salah mengartikan pesan yang dimaksud. Dalam strategi ini, penutur
mengungkapkan maksud dengan sebenar-benarnya. Strategi kesantunan bald-on record ini
memiliki karakter memenuhi kriteria bidal-bidal Grice yaitu: (1) bidal kualitas, karena
dengan strategi ini seseorang mengatakan maksudnya dengan sebenar-benarnya dan jujur, (2)
bidal kuantitas, karena tidak mengatakan hal yang berlebihan dan juga tidak mengurangi
maksud, (3) bidal relevan, dan (4) bidal tata cara, karena menghindari ambiguitas dan
ketidakjelasan makna.
Strategi kesantunan bald-on record digunakan pada situasi dimana hal yang sangat
dipentingkan yaitu efisiensi pesan yang ingin disampaikan, misalnya pada situasi darurat,
interaksi berorientasi pada tugas, suruhan, serta dalam keadaan bising yang memaksakan
penutur untuk berbicara efisien dan jelas. Selain itu strategi ini juga digunakan ketika
keinginan penutur untuk menjaga citra petutur kecil dikarenakan tingkat kuasa penutur lebih
tinggi dibandingkan petutur.
Strategi kesantunan positif (positive politeness) merupakan strategi kesantunan yang
digunakan untuk memuaskan citra positif seseorang. Keinginan seseorang untuk dihargai
setiap kemauannya dan dihargai nilai-nilai yang ada pada dirinya dan diyakininya. Strategi
kesantunan ini berkaitan dengan keakraban dan kedekatan dengan partisipan komunikasi,
adanya kesamaan kemauan dan pengetahuan akan apa yang dianggap baik satu sama lain
(Brown dan Levinson, 1987). Seseorang sangat mengetahui keinginan dari teman bicaranya
sehingga ungkapan yang digunakan dalam strategi kesantunan positif bersifat intim, tulus,
dan dilebih-lebihkan. Selain itu, strategi kesantunan ini diidentikan juga dengan keinginan
seseorang untuk lebih dekat dengan teman bicaranya.
Dalam strategi kesantunan positif, Brown dan Levinson menjelaskan bahwa dalam
berinteraksi, seseorang yang menggunakan strategi kesantunan positif (1) mengetahui dan
memenuhi ketertarikan dan kemauan teman bicara terhadap suatu hal. Penutur seharusnya
mengetahui kondisi baik fisik maupun perasaan petutur, (2) penutur melebih-lebihkan
ketertarikannya tehadap keadaan petutur dengan memuji, menyatakan simpati, serta
ketertarikan, (3) penggunaan gaya bahasa yang menunjukkan identitas grup seperti
menggunakan kata sapaan yang intim, penggunaan bahasa daerah atau bahasa yang
mencirikan kedekatan personal, dan penggunaan bentuk jargon dan ragam bahasa tidak baku.
(4) membicarakan hal-hal yang topiknya menjadi ketertarikan dan aman bagi lawan
bicara, (5) menghindari ketidak samaan pendapat, dan berusaha menunjukan ketidak samaan
pendapat dengan cara yang sehalus mungkin agar tidak mengintimidasi teman bicara, (6) baik
penutur maupun petutur memiliki pngetahuan yang sama terhadap keterkaitan satu sama lain,
(7) penggunaan lelucon, (8) optimis bahwa keinginan penutur akan dipenuhi oleh petutur
maupun sebaliknya, dan (9) mengikut sertakan baik penutur maupun petutur kedalam
kegiatan yang sama, seringkali menggunakan kata ganti ’kami’ atau ’kita’.
Strategi kesantunan negatif (negative politeness) digunakan untuk memuaskan citra
negatif seseorang yang mana dirinya serta aktifitasnya ingin terbebas dari hambatan,
rintangan, serta tekanan oleh karena itu strategi ini bertujuan untuk meminimalisir tekanan
dan hambatan tersebut terhadap teman bicara. Dalam strategi ada keinginan untuk
menyatakan sesuatu dengan secara langsung (on record) dan keinginan untuk menyatakan
secara tidak langsung untuk menghindari tekanan (off record) sehingga solusi untuk
mengatasinya yaitu menggunakan ungkapan conventionalized indirect dimana penutur
mengungkapkan maksudnya secara jelas namun tidak bersifat memaksa bagi petutur untuk
melakukannya, contohnya pada ”can you please the salt?” ”Are you able to post this letter
for me?”
Selain itu, dalam strategi kesantunan negatif ini seringkali penutur meminta maaf
sebelum menyatakan keinginannya kepada petutur. Hal tersebut dikarenakan penutur berniat
untuk mengusik atau mengganggu kenyamanan dan kebebasan petutur. Strategi ini biasanya
digunakan ketika jarak kedekatan antara penutur dan petutur tidak terlalu dekat.
Off-record politeness yaitu strategi kesantunan yang digunakan dengan maksud
meminimalisir sekecil-kecilnya ancaman terhadap citra negatif seseorang. Ungkapan yang
digunakan bersifat tidak langsung dan memungkinkan bagi petutur mengintepretasikan hal
yang berbeda dari maksud penutur. Tujuan utama penutur yaitu mengungkapkan maksud
tanpa kesan memaksa ataupun berharap agar petutur melaksanakan atau melakukan timbal
balik apa maksud dari penutur. Jika petutur dapat merespon sesuai dengan keinginan penutur
maka hal tersebut menjadi ’hadiah’ bagi penutur. Dalam strategi ini, penutur memberikan
kesempatan kepada petutur untuk peduli terhadap keadaan maupun perasaan penutur.
Ungkapan yang digunakan dalam strategi off-record politeness biasanya
menggunakan kalimat yang ambigu, tidak jelas seperti ”I’m going you-know-where/ I’m
going down ther road for a bit” (pub) ungkapan metafor (Harry is a real fish) dan ironi
(lovely neighborhood, eh? (padahal mengacu pada kawasan kumuh)) serta pertanyaan retoris
(how was I to know…? (kenyataannya ia tidak mengetahui)).
BAB III
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
III.1. Analisis percakapan “Asking and giving opinion”
A. Transkrip percakapan
The instructors of the English club, Utami, Krisna and Hani are talking about quality
improvement in their English club. Now they are in the classroom.
Utami : Our headmaster wanted us1 to improve and increase the quality of our English club.
What do you think, Krisna?2
Krisna : Well3. I think so4. We should be able to do that5.
Utami : So what should we do?6
Krisna : I think that we7 have to improve our syllabus. It must be more relevant to English.
Hani : That's a great idea8. But don't forget. I think it is not only that9. We10 should also know
the student's needs, because we11 handle different levels and wishes.
Utami : Yes, I know that12. Thank you13. And then do we need new instructors here?
Krisna : I don’t think so. It is not necessary14. Why don't you recruit the qualified ones among
us15, or are you still doubtful about us?16
Utami : Oh, of course not17. I believe that we are still able to show our quality and capability,
in fact from time to time many people from different levels want to learn English here. It
means that they are satisfied18.
Hani : Are you going to accept children to study here?
Utami : Why not?19 As long as we20 are still trusted and able to handle them, we21 will open
new classes. So should we22 recruit new instructors? I myself heard statements from some
participants that they feel satisfied with our teaching methods.
Krisna : Alright23. If so we24 need new ones. Err25 ... I have no objection26.
Utami : How about you, Hani?
Hani : Well27 I am with him. I agree with him28.
Utami : Thank you all29. So we30 can conclude that firstly, the syllabus should be analysed and
improved if needed. Secondly we31 will recruit new instructors to handle children classes.
B. Strategi kesantunan yang digunakan dalam percakapan ”Asking and giving
opinion”.
Dari segi konteks dimensi sosial, partisipan dalam percakapan tersebut yaitu tiga orang
siswa yang juga instruktur bahasa Inggris di klub bahasa Inggris. Percakapan tersebut terjadi
di kelas. Dapat dikatakan bahwa kedekatan diantara ketiga partisipan tersebut cukup dekat
karena mereka berada dalam satu organisasi yang sama. Namun dalam kaitannya dengan
kuasa diantara ketiga partisipan tersebut tidak dinyatakan dengan jelas apakah ada partisipan
yang memiliki kuasa lebih terhadap partisipan lain. Namun dalam percakapan tersebut,
terlihat bahwa ada satu partisipan, yaitu Utami, yang memiliki kuasa lebih dibandingkan
partisipan lainnya karena ia yang menayakan pendapat partisipan yang lain terhadap kemauan
dari kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas klub bahasa Inggris mereka. Selain itu,
dalam percakapan tersebut Utami lah yang secara langsung menyimpulkan dari opini-opini
partisipan lainnya.
Merujuk pada konteks sosial yang telah dijelaskan diatas maka tidak heran bahwa strategi
kesantunan yang banyak digunakan adalah strategi kesantunan bald-on record. Hal tersebut
terlihat dari ungkapan meminta pendapat yang digunakan merupakan ungkapan langsung,
jelas, dan dapat secara mudah dimengerti oleh partisipan lain (what do you think Krisna? So
what should we do? Do we need new instuctors here? How about you, Hani?).
Namun dalam menyatakan pendapat, masing-masing partisipan memiliki strategi
kesantunan yang beragam. Penggunaan kata ganti orang “we” serta “us” pada ungkapan
untuk memberikan pendapat seperti pada no 5, 6, 10, 11, dll (lihat pada transkrip percakapan
diatas) memiliki arti bahwa penutur mengikutsertakan semua pihak partisipan terlibat dalam
suatu aktifitas. Hal tersebut merupakan ciri dari strategi kesantunan positif. Akan tetapi dalam
menyatakan pendapat, partisipan melakukan campur strategi kesantunan yaitu dengan strategi
kesantunan bald-on record Selain itu strategi kesantunan positif juga ditemukan dalam
penggunaan ungkapan yang berlebih (exaggerate) seperti pada kalimat ”That's a great idea”
hal tersebut bertujuan menghargai pendapat partisipan lain.
Perihal menyatakan ketidak setujuan partisipan terhadap suatu opini, dapat dikatakan
bahwa ungkapan yang digunakan seperti pada ungkapan ”I think it is not only that”, ”I don’t
think so. It is not necessary” menggunakan strategi kesantunan bald-on record. Ungkapan
ketidak setujuan dengan menggunakan strategi tersebut cocok digunakan dalam konteks
partisipan memang memiliki hubungan pertemanan yang dekat sehingga dengan ungkapan
ketidak setujuan yang dinyatakan secara eksplisit tersebut tidak mengancam citra positif
seseorang.
III.2. Analisis percakapan “Giving advice and warning”
A. Transkrip percakapan
Rita and her uncle, Mr Latuconsina, are in an AC room. Rita warns her uncle not to smoke in
the air conditioned room.
Uncle : Wow! How comfortable this room is.
Rita : Yes, sure. This is an air-conditioned room. Everyone should stay here before seeing
a doctor. But I beg your pardon, look at the warning on the wall1. You are warned of the
danger of smoking cigarette in this room2.
Uncle : Thanks a lot, dear3. I didn't see it. Rita, your cellular phone is still on4. It must not be
active5.
Rita : Oh, no. There is no prohibition of turning on our cellphone. But ....
Uncle : But, why don't you use vibration?6 The sound can disturb others.
Rita : . I'll change the sound to vibration.
Uncle : By the way, how long should we wait our turn? We have been here for half an hour.
B. Strategi kesantunan yang digunakan dalam percakapan “Giving advice”
Memberikan saran merupakan suatu tindakan yang dapat mengancam citra negatif
seseorang (Brown dan Levinson, 1987) karena hal tersebut menghalangi atau membatasi
kebebasan seseorang. Oleh karena itu, dalam memberikan saran, kita perlu memperhatikan
strategi kesantunan untuk meminimalisir ancaman tersebut.
Partisipan pada percakapan di atas adalah seorang paman dan seorang keponakan yang
terjadi di ruang tunggu praktek dokter atau ruang tunggu di rumah sakit (tidak dikatakan
dengan eksplisit lokasi percakapan terjadi). Hubungan kedekatan antara kedua partisipan
yaitu keluarga. Dengan hubungan tersebut dapat dimungkinkan adanya kesan kasual. Namun
salah satu partisipan, yaitu paman, tetap memiliki kuasa yang lebih terhadap keponakannya
karena paman lebih tua dan lebih tinggi tingkatannya dalam silsilah keluarga. Dengan adanya
hubungan solidaritas dan hubungan kuasa antar partisipan maka ada tiga kemungkinan jenis
hubungan yang terjadi yaitu (1) sangat kasual, (4) formal, (3) kasual namun pada saat tertentu
dapat menjadi formal.
Pemberian saran yang pertama diberikan oleh Rita terhadap pamannya dengan ungkapan
“This is an air-conditioned room. Everyone should stay here before seeing a doctor. But I
beg your pardon, look at the warning on the wall. You are warned of the danger of smoking
cigarette in this room”. Rita tidak memberikan saran apa yang harus dilakukan pamannya
secara langsung, namun ia memberikan situasi bahwa mereka sedang dalam berada di
ruangan yang menggunakan alat pendingin ruangan dan memberitahu pamannya bahwa
ruangan tersebut juga digunakan orang lain untuk menunggu dokter.
Pada ungkapan “This is an air-conditioned room. Everyone should stay here before
seeing a doctor,” penutur (Rita) menggunakan strategi kesantunan off-record dengan
memberikan petunjuk namun tidak secara eksplisit bertujuan untuk menyuruh paman agar
tidak merokok. Kemudian pada ungkapan selanjutnya “But I beg your pardon, look at the
warning on the wall. You are warned of the danger of smoking cigarette in this room”
penutur menggunakan strategi kesantunan negatif dengan memberikan saran sebagai aturan
umum dengan tujuan memberikan saran karena adanya aturan umum yang harus diikuti
bersama. Dengan strategi kesantunan yang digunakan oleh penutur (off-record dan
kesantunan negatif) maka dapat dikatakan penutur berusaha meminimalisasi ancaman
tehadap citra negatif maupun citra positif petutur (paman) dan hubungan penutur terhadap
petutur masih formal karena pertimbangan kuasa yang dimiliki oleh petutur (paman).
Namun lain halnya dengan paman, yang mengungkapkan “Thanks a lot, dear” ia
menggunakan strategi kesantunan positif dengan penggunaan kata sapaan yang intim (dear).
Pada ungkapan “Rita, your cellular phone is still on. It must not be active,” paman
menggunakan strategi kesantunan bald-on record untuk menyampaikan saran kepada Rita
agar mematikan telepon genggamnya. Namun Rita menolak saran pamannya karena tidak ada
peraturan untuk mematikan telepon genggam dengan mengatakan ”Oh, no. There is no
prohibition of turning on our cellphone. But…” kemudian paman kembali memberikan saran
dengan menggunakan strategi kesantunan bald-on record dengan mengatakan “Why don't you
use vibration?”
Dari berbagai strategi yang digunakan dalam percakapan di atas untuk memberikan
saran, terlihat bahwa paman memberikan saran secara langsung (bald-on record) sedangkan
Rita memberikan saran secara halus dengan menggunakan strategi kesantunan off record dan
kesantunan negatif. Penggunaan jenis strategi kesantunan yang berbeda ini dimungkinkan
dipengaruhi oleh hubungan solidaritas dan kuasa antara partisipan. Rita yang memiliki kuasa
dibawah paman menyampaikan saran secara hati-hati dan tidak langsung untuk mengurangi
ancaman citra negatif maupun positif tehadap paman. Lain halnya dengan paman yang
memiliki kuasa diatas Rita menyampaikan saran secara langsung.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Meminta pedapat dan memberikan pendapat serta memberikan saran dan peringatan
merupakan suatu tindakan yang berpotensi mengancam citra positif serta citra negatif
seseorang. Meminta pendapat mengharuskan seseorang untuk merespon dan memerikan
pendapat sehingga menghalangi kebebasan seseorang (citra negatif). Ketika memberikan
pendapat seseorang mungkin akan tidak setuju terhadap pendapat orang lain maka ketika
seseorang menyatakan ketidak setujuannya dapat mengancam citra positif orang lain.
Memberikan saran maupun peringatan juga memiliki potensi mengancam citra negatif
seseorang karena seseorang ingin orang lain melakukan apa yang disarankannya.
Dari kedua data percakapan tentang meminta pendapat dan memberikan pendapat,
dan memberikan saran dan peringatan, strategi kesantunan yang digunakan untuk mengurangi
ancaman terhadap citra positif dan negatif teman berbicara berbeda-beda sesuai dengan
dimensi sosial. Strategi kesantunan bald-on record dan kesantunan positif digunakan ketika
partisipan memiliki hubungan solidaritas yang tinggi seperti pertemanan dan hubungan
keluarga yang memiliki tingkatan sosial lebih tinggi (paman kepada keponakan).
Sedangkan strategi kesantunan negatif dan kesantunan off-record digunakan ketika
seseorang ingin mengurangi atau menekan ancaman negatif maupun positif tehadap teman
bicara. Hal tersebut dikarenakan salah satu partisipan memiliki kuasa yang lebih terhadap
partisipan yang lain seperti pada percakapan antara Rita dan pamannya.
Dalam mempelajari bahasa, seorang pemelajar hendaknya memiliki kemampuan
komunikatif yang baik. Kemampuan komunikatif berkaitan dengan kemampuan seseorang
dalam aktualisasi penguasaan kaidah bahasa seperti tata bahasa, tata bunyi, pembentukan
kata, dll serta kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa mengenai nilai-nilai sosial
yang mempengaruhi dalam berkomunikasi dalam hal ini termasuk kesantunan.
Kemampuan berkomunikasi dengan santun sebenarnya telah ada dalam setiap orang
seiring tingginya tingkat umur dan pengetahuan seseorang. Namun kesantunan dalam
komunikasi bersifat relatif karena kesantunan dipengaruhi oleh budaya seseorang terhadap
apa yang dianggap santun, dimensi sosial (status sosial, solidaritas, dan kuasa), serta situasi
dimana komunikasi terjadi (konteks) dan seperti apa suasana ketika komunikasi terjadi.
Sehingga dalam mengajarkan kesantunan hendaknya pengajar sadar akan faktor-faktor yang
mempengaruhi kesantunan. Kedua percakapan yang telah dibahas sebelumnya tidak
menggambarkan dengan jelas konteks dan suasana yang terjadi saat komunikasi berlangsung.
Oleh karena itu sebagai pengajar akan lebih baik menjelaskan mengapa partisipan
menggunakan ungkapan-ungkapan tersebut.
DAFTAR ACUAN
Brown, Penelope dan Stephen C. Levinson. 1987. Politeness: Some Universals in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.
Holmes, Janet. 2001. Speech Functions, Politeness, and Cross-cultural Communication dalam An Introduction to Sociolinguistics. Edisi kedua. UK: Pearson Education
PERSPEKTIF SOSIAL DAN PSIKOLOGI DALAM PEGAJARAN BAHASA
STRATEGI KESANTUNAN DALAM UPAYA MENGURANGI ANCAMAN TERHADAP CITRA POSITIF DAN NEGATIF YANG
TERCERMIN PADA BUKU AJAR BAHASA INGGRIS ”DEVELOPING ENGLISH COMPETENCIES” KELAS XI
Dosen: Bulayat Cornelius Sembiring, S.S., M.A.
OKTARI ANELIYA
1206335685
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013