Makalah Ski
description
Transcript of Makalah Ski
MAKALAH
STUDY ISLAM
“ FALSAFAH SAINS DAN ETIKA LINGKUNGAN”
Dosen Pengajar : Mahmud Huda,
Kelompok 08 :
1. Ahmad Fudholi
2. Lilik Agustina
3. Tri Septi Andarwati
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM
JOMBANG, 2014
LEMBAR PENGESAHAN
Makalah
Study Islam
“Falsafah Sains dan Etika Lingkungan ”
Di Fakultas Ilmu Kesehatan
Prodi S1 Keperawatan
Universitas Pesantren Tinngi Darul Ulum
Tahun Pelajaran 2014/2015
Disusun Oleh :
Kelompok 01:
1. Ahmad Fudholi
2. Lilik Agustina
3. Tri Septi Andarwati
disetujui dan disahkan pada april2014
MENYETUJUI / MENGESAHKAN
Dosen Pengajar dan Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang lebih mulia selain ungkapan puji syukur alhamdulillah kehadirat
Allah SWT. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
Study Islam tentang “Falsafah Sains dan Etika lingkungan” inisesuai dengan waktu yang
telah ditentukan guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing.
Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada referensi, buku dan media
massa yang berhubungan dengan sistem reproduksi yang telah membantu dalam penyusun
makalah ini hingga selesai dan juga kami ucapkan banyak terima kasih atas pemberian tugas
ini, karena kami dapat lebih memahami. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi kami sendiri dan para pembaca pada umumnya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dan para
pembaca sehingga dapat membantu kearah perubahan yang lebih baik di kemudian hari.
Jombang, April 2014
Penyusun,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................
Kata Pengantar .......................................................................................
Lembar Pengesahan................................................................................
Daftar Isi .................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1.2. Rumusan Masalah.....................................................................
1.3. Tujuan.......................................................................................
BAB III PEMBAHASAN
2.1. Definisi falsafah dan sains........................................................
2.2. Perbandingan falsafah dan sains...............................................
2.3. Hubungan falsafah dan sains....................................................
2.4. Definisi etika lingkungan.........................................................
2.5. Jenis-jenis etika lingkungan.....................................................
2.6. Teori etika lingkungan.............................................................
2.7. Prinsip-prinsip etika lingkungan..............................................
2.8. Etika lingkungan islam............................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan...................................................................................
3.2 Kritik dan Saran............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Falsafah adalah usaha bagian manusia memahami pengertian interaksi dengan
fenomena-fenomena alam yang wujud dan bagaimana manusia berperanan dalam
mngendalikan dunia secara aman dan sejahtera. Perkara-perkara yang menjadi kajian
falsafah seolah-olah hanya wujud dalam alam fantasi dan tidak wujud dalam alam nyata.
Falsafah dikatakan ilmu yang berbahaya karena dapat mendorong individu mempunyai
pandangan yang bercanggah dengan pandangan umum masyarakat dan bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama.
Justru, mengenali dan memahami falsafah adalah tanggung jawab manusia yang
dianugerahkan akal bagi menilai hikmah kehidupan yang Tuhan amanahkan kepada
manusia bagi menghargainya dan melaaksanakannya dengan sempurna. Kealpaan
manusia berkenaan status dan peranan hakiki sebagai manusia melahirkan manusia yang
hanya mementigkan diri sendiri yang akhirnya kemusnahan nilai kemanusiaan. Oleh yang
demikian manusia mengetahui falsafah adalah manusia yang menggunakan akal bagi
berinteraksi, dan hati bagi mengerti melalui jalan yang diterokai bagi hakikat diri.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Falsafah dan Sains
Falsafah berasal daripada cantuman dua perkataan Greek yaitu philo dan sophia. Philo
berarti berarti cinta atau suka (loving) manakal sophia pula membawa maksud pengetahuan
atau hikmah (wisdom). Oleh itu, philasophia ialah cintakan kebijaksanaan atau cintakan
hikamh. Bagi Socrates (469-399 SM), falsafah adalah kajian alam tabii secara teori bagi
mengenal diri sendiri. Manakala Plato (427-347 SM) dan Aristotle (384-322 SM) pula
menganggap falsafah sebagai kajian berkenaan perkara-perkara azalidan abadi bagi
mengharmonikan kepercayaan mistik ataupun agama dengan menggunakan akal bagi
berfikir. Plato umpamanya, bergiat memahami kebenaran dan kebaikan serta tanggapan yang
lebih betul dan pasti berkenaan Tuhannya bagi mengimbangi kepercayaan Yunani pada
zaman itu dengan ciba mencontohi tuhannya. Baginya kegiatan seperti ini perlu dilakukan
oleh setiap manusia yang bersedia bagi menghadapi hakikat kehidupan dan kematian.
Al-Kindi (796-873) membahagikan falsafah kepada tiga cabang yaitu sains fizik
(tinglat rendah), sains matematik (tingkat pertengahan) dan sains ketuhanan (tingkat
tertinggi). Beliau menegakkan falsafah sebagai ilmu mulia dan terbaik yang tidak wajar
ditinggalkan oleh setiap orang yang berfikir kerana ilmu ini membicarakan berkenaan semua
yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan.
Al-Farabi (870-950), ahli falsafah Islam terbesar, menegaskan falsafah adalah ilmu
berkenaan kewujudan yang tidak bercanggah dengan agama bahkan sama-sama memuja
kebenaran dan ia bertujuan mengetahui yang Maha Esa. Al-Farabi membahagikan falsafah
kepada dua yaitu toeri (meliputi matematik, fizik, dan metafizik) dan amali (etika dan ilmu
akhlak).
Ibnu Sina (980-1037) pula membahagikan falsafah kepada teori dan amali seperti
pandangan al-Farabi dan kedua-duanya dihubungkan dengan Islam serta kajian berkenaan
kewujudan (hakikat wujud).
Al-Ghazali (1059-1111) pada mulanya juga ahli falsafah yang sam seperti ahli
falsafah yang sebelumnya tetapi beliau kemudiannya mengecam ahli falsafah yang tidak
sealiran dengannya sebagai penyeleweng Islam (digelar kafir zindiq) dan membezakannya
dengan tauf yang dilandasinya dengan meletakkan akal di bawah wahyu.
Manakala Ibnu Rusyd (1126-1198) pula meletakkan falsafah sebagai penyelidikan
berkenaan alam wujud dan memandangnya sebagai jalan menemui maha pencipta. Beliau
menentang hebat pendirian al-Ghazali dan berhujah yang falsafah tidak bertentangan dengan
agama,malah memantapkan, mengukuhkan dan menjelaskan hal-hal agama.
Sains berasal dari bahasa Latin scientia yang berarti "pengetahuan" atau
"mengetahui". Dari kata ini terbentuk kata science (Inggris). Sains dalam pengertian
sebenarnya adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari berbagai fenomena alam sehingga
rahasia yang dikandungnya dapat diungkap dan dipahami. Dalam usaha mengungkap rahasia
alam tersebut, sains melakukannya dengan menggunakan metode ilmiah. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, sains berarti(1) ilmu teratur (sistematis) yang dapat diuji
kebenarannya; (2) ilmu yang berdasarkan kebenaran atau kenyataan semata (fisika, kimia dan
biologi).
Sains memiliki ciri-ciri tertentu. Beberapa ciri sains tersebut adalah sebagai berikut:
Objek kajiannya sains berupa benda-benda konkret: Benda konkret adalah benda-benda
yang dapat ditangkap oleh alat-alat indra, dapat berupa benda padat, cair, atau gas. Jika
benda-benda tersebut tidak dapat ditangkap oleh indra kita, maka digunakan alat bantu.
Contohnya, pengamatan terhadap virus dilakukan dengan menggunakan mikroskop elektron
dan bakteri dengan bantuan mikroskop cahaya.
Sains mengembangkan pengalaman-pengalaman empiris: Hal berarti pemecahan masalah
dilakukan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang dapat dirasakan oleh semua orang
(pengalaman nyata).
Sains menggunakan langkah-langkah sistematis: Artinya, dalam proses pemecahan
masalah, sains menggunakan langkah-langkah yang teratur (sistematis) sesuai dengan aturan-
aturan yang sudah dibakukan. Langkah-langkah sistematis tersebut berlaku untuk setiap
bidang kajian sains dengan hasil yang sama jika dilakukan pada situasi yang sama.
Hasil/produk sains bersifat objektif: Artinya, temuan tersebut tidak dipengaruhi oleh
subjektivitas pelaku eksperimen atau atas hasil pemesanan dari pihak lain yang sifatnya
memihak. Sains hanya memihak kepada kebenaran yang bersifat ilmiah.
Sains menggunakan cara berpikir logis: Cara berpikir yang menggunakan logika akan
mengikuti kontinuitas dalam berpikir.
Hukum-hukum yang dihasilkan sains bersifat universal: Artinya dilakukan di mana saja,
oleh siapa saja, serta kapan saja, pada dasarnya akan mendapatkan hasil yang sama.
2.2. Perbandingan antara falsafah dan sains
Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal ini bahwa
keduanya merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berfikir filosofi spekulatif
dan berfikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat
pendidikan tradisional, adalah bahwa filsafat menetukan tujuan dan science manentukan alat
sarana untuk hidup.
Untuk lebih jelas dan untuk lebih mengetahui tentang perbandingan antara filsafat dan sains,
maka di bawah ini akan dijelaskan tentang persamaan dan perbedaan antara keduanya, yaitu :
Persamaan :
1.Keduanya mencari kerumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-
lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2.Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara
kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukan sebab akibatnya.
3. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
4. Keduanya mempunyai metode dan system.
5.Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat
manusia(obyektifitas) akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Perbedaan yang paling mendasar antara filsafat dan sains adalah cara mengambil
kesimpulan. Filsafat berusaha mencari kebenaran atas suatu hipotesa hanya dengan kekuatan
berfikir. Sains bertumpu pada data-data yang telah diambil dan diverifikasi. Oleh karena itu
keluaran yang dihasilkan juga berbeda tipe. Teori-teori keluaran filsafat bersifat Kualitatif
dan Subjektif. Sedangkan sains menghasilkan output yang Kuantitatif dan Objektif.
Terdapat perbedaan yang hakiki antara filsafat dan sains, diantaranya:
1. Sains bersifat analisis dan hanya menggarap salah satu pengetahuan sebagai objek
formalnya. Filsafat bersifat synopsis, artinya melihat segala sesuatu dengan menekankan
secara keseluruhan, karena keseluruhan mempunyai sifat tersendiri yang tidak ada pada
bagian-bagiannya.
2. Sains bersifat deskriptif tentang objeknya agar dapat menentukan fakta-fakta, netral dalam
arti tidak memihak pada etik tertentu.Filsafat tidak hanya menggambarkan sesuatu melainkan
membantu manusia untuk mengambil putusan-putusan tentang tujuan, nilai-nilai dan tentang
apa-apa yang harus diperbuat manusia. Filsafat tidak netral karena, faktor subjektif
memegang peranan yang penting dalam filsafat.
3. Sains mengawali kerjanya dengan bertolak dan suatu asumsi yang tidak perlu diuji, sudah
diakui dan diyakini kebenarannya. Filsafat bisa merenungkan kembali asumsi-asumsi yang
telah ada untuk diuji ulang kebenarannya. Jadi, filsafat dapat meragukan setiap asumsi yang
ada, dimana oleh sains telah diakui kebenarannya.
4. Sains menggunakan eksperimentasi terkontrol sebagai metode yang khas. Verfikasi
terhadap teori dilakukan dengan cara menguji dalam praktek berdasarkan metode sains yang
empiris.Selain menggunakan teori, filsafat dapat juga menggunakan hasil sains, dilakukan
dengan menggunakan akal pikiran yang didasarkan pada pengalaman insani.
Jadi, sains berhubungan dan mempersoalkan fakta-fakta yang faktual, diperoleh dengan
menggunakan eksperimen, observasi dan verifikasi, hanya berhubungan dengan sebagian
aspek kehidupan di dunia ini. Sedangkan filsafat mencoba menghubungkan dengan
keseluruhan pengalaman, untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih komprehensif dan
bermakna tentang sesuatu.
Secara umum manusia berpikir induktif, yaitu dari hal khusus ke umum, dan relatif membuat
asumsi-asumsi yang mendukung hipotesanya. Data bersifat kebalikannya, yaitu membatasi
ruang cakupan teori dan mengerucutkan hipotesa sehingga menjadi teorema yang khusus.
Karenanya filsafat juga menghasilkan teori-teori yang Umum dan Eksperimental, sedangkan
keluaran sains bersifat Spesial dan Empiris.
Walaupun berbeda, filsafat dan sains tetap memiliki sifat-sifat ilmu yaitu temporal,
sistematis, rasional, kritis, dan logis. Temporal artinya bersifat sementara, teori apapun di
dunia ini jika ada teori pengganti yang lebih baik atau lebih global akan ditinggalkan.
Sistematis, rasional, kritis, dan logis adalah cara manusia berpikir. Keempat sifat itu adalah
setting default otak manusia. Bila satu saja ditinggalkan, teori yang dihasilkan tidak akan
bertahan.
Bagaimanapun juga ada beberapa hal yang tidak bisa dicover metode sains secara indah.
Disinilah metode filsafat berperan. Ilmu sosial dan psikologi contohnya. Data yang diambil
seringkali terlalu acak untuk dapat dianalisis dengan metode ilmiah. Maka dari itu intuisi dan
pemikiran manusia yang notabene merupakan metode filsafat banyak berperan disana.
Titik Temu Filsafat dan Sains
1. Banyak ahli filsafat yang termasyhur yang telah memberikan sumbangannya terhadap
perkembangan sains modern, seperti Leibnitz yang menemukan kalkulus diferensial, Ibnu
Kholdun yang telah memberikan sumbangannya terhadap perkembangan ilmu kedokteran
dan Auguste Comte yang disebut Bapak Sosiologi yang mempelopori perkembangan ilmu
sejarah dan sosiologi.
2. Filsafat dan sains keduanya menggunakan metode berpikir reflektif dalam menghadapi
fakta dunia.
3. Filsafat dan sains keduanya menunjukan sikap kritis dan terbuka dan memberikan
perhatian yang tidak berat sebelah terhadap kebenaran.
4. Filsafat dan sains keduanya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun
secara sistematis.
5. Sains membantu filsafat dalam mengembangkan sejumlah bahan deskriptif dan faktual
serta esensial bagi pemikiran filsafat.
6. Sains mengoreksi filsafat dengan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan
dengan pengetahuan ilmiah.
7. Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong, yang menjadikan beraneka macam sains
yang berbada serta menyusun bahan tersebut ke dalam suatu pandangan tentang hidup dan
dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.
2.3 Hubungan Falsafah dan Sains
Hubungan falsafah dan sains wujud apabila kedua-duanya menekankan aspek ilmu
pengetahuan. Sebagaimana yang diterangkan sebelum ini berkenaan falsafah yang bermaksud
cintakan hikmah ataupun pengetahuan, sains pula berasal daripada perkataan bahasa latin,
scientia, yang bermakna ilmu. Justru hubungan falsafah dan sains adalah proses memahami
kebenaran ilmu dengan mencari jawaban soalan-soalan berkenaan punca-punca ilmu, ciri-ciri
ilmu, perkara-perkara yang sememangnya mustahil diketahui (sekiranya ada), perbezaan
antara pengetahuan dengan kepercayaan, dan kebarangkalian denga keyakinan. Selain itu,
dibincangkan juga berkenaan status pengetahuan berkenaan benda dan zat sama ada ia
bersifat lebih pasti daripada pengetahuan dan berkenaan kesan-kesannya ke atas deria
ataupun sebaliknya.
Sains pada pada awalnya merupakan sebahagian daripada cabang falsafah kerana falsafah
merupakan induk bagi segala ilmu pengetahuan yang ada. Falsafah dan sains mengalam
perubahan dimana subjek sains dan falsafah itu telah berkembang dan mempunyai cabang-
cabangnya tersendiri.
Oleh sebab itu, sebahagian dari subjek sains telah memisahkan diri daripada falsafah dan
berdiri sebagai satu disiplin ilmu yang tersendiri sepertimana ilmu fizik, ilmu matematik,
ilmu kimia dan ilmu mengenai biologi.
Sains dan falsafah masing-masing berperanan mencari ilmu pengetahuan.akan tetapi ilmu
pengetahuan yang dapat diberi oleh sains terhad kepada fenomena ilmu fizik sahaja,
manakala ilmu falsafah menghuraikan tentang hakikat disebalik alam fizik.
2.4 Devinisi Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari
bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori
mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan.
Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan
itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan
berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah
mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung
maupun secara tidak langsung.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan
lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut
lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan
sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga perlu
menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk emnjaga
terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan energy.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup
yang lain.
Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap
alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara
manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan
makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
2.5 Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan
juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah
etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia,
sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan
lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
a. Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa
lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika
ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu
pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan.
Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam.
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab
manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara
miskin.
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
b. Etika Ekologi Dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya
memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga
semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu
bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk
menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang.
Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan
memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah
komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam.
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak
boleh diperlakukan sewenang-wenang.
3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-
wenang.
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7. Menghargai dan memelihara tata alam.
8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem
mengambil sambil memelihara.
Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya memiliki beberapa perbedaan-perbedaan
seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung
atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya
gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai
oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika
lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk
mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
2.6 Teori Etika Lingkungan
1. Antroposentrisme
Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia
dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam
kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung maupun secara tidak
langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, yaitu : nilai dan prinsip moral
hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme selain bersifat antroposentris, juga sangat instrumentalistik. Artinya pola
hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini sebagai alat
bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya dinilai tidak berguna
bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois).
Karena bersifat instrumentalik dan egois maka teori ini dianggap sebagai sebuah etika
lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini dianggap
sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi.
Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi
memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.
2. Biosentrisme
Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan
berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga
mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak
argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela oleh teori
ini adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini
mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia maupun
pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilai
moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam
setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi
kepentingan manusia.
3. Ekosentrisme
Teori ini secara ekologis memandang makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak hidup
(abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas
ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral
tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne Naess
(filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya ”The shallow and the Deep, Long-range
Ecological Movement: A summary”. DE menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat pada
manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya
mengatasi persoalan lingkungan hidup.
4. Zoosentrisme
Etika lingkungan Zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuangan hak-hak binatang,
karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah
Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para
penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar moral.
Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan
menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas
kasih.
5. Hak Asasi Alam
Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup
membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang.Makhluk hidup seperti
binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang
berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian alam ini. Maka mereka
juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai intrinsik
yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan
demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai
obyek eksperimen tidak dapat dibenarkan.
2.7 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Adapun prinsip-prinsip dari etika lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Sikap hormat terhadap alam (respect for nature)
2. Prinsip tanggung jawab (moral responsibility for nature)
3. Solidaritas kosmis (cosmic solidarity)
4. Prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam (caring for nature)
5. Prinsip tidak merugikan alam secara tidak perlu
6. Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam
7. Prinsip keadilan
8. Prinsip demokrasi
9. Prinsip integritas moral
2.8. Etika Lingkungan Islam
Beberapa firman Allah SWT dalam al - Qur'an yang berkaitan dengan etika lingkungan.:
Manusia sebagai Khalifah dimuka bumi (Q.S. al- Baqarah : 30)
Al Baqarah Ayat 30
Artinya :
Dan(ingatlah) ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat."Aku hendak menjadikan
khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak
dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan
nama-Mu?"Dia berfirman, "Sungguh, Aku mengetahui ap yang tidak kamu ketahui."
Manusia sebagai pemangku mandat Allah dalam hal pemeliharaan (Q.S. al- An'am : 102, Q.S
Az-Zumar : 13)
(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan
selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala
sesuatu. Katakanlah: "Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka
kepada Tuhanku".
Etika islam tidak melarang manusia untuk memanfaatkan alam, namun hal tersebut harus
dilaksanakan secara seimbang dan tidak berlebihan. hal ini terdapat dalam ayat berikut :
Terjemahan Q.S Al - An'am141. Dan Dialah yang menjadikan tanaman-tanaman yang
merambat dan yang tidak merambat, pohon kurma, tanaman yang beraneka ragam rasany,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan yang tidak serupa(rasanya).
Makanlah buahnya apabila ia berbuah dan berikanlah haknya(zakatnya) pada waktu memetik
hasilnya, tapi jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebihan.
ayat di atas memberi informasi kebolehan memanfaatkan tanaman. serta Q.S al - An'am : 142
yang menunjukan kebolehan memanfaatkan binatang dan memakannya.
Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk
disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Dari beberapa pembahasan di atas, bahwa kita di tuntut untuk menjaga lingkungan. Dalam
menjaga lingkungan, manusia harus memiliki ”etika”. Etika lingkungan ini adalah sikap kita
dalam menjaga kelestarian alam ini agar alam ini tidak rusak, baik ekosistem maupun
habitatnya. Perlu kita sadari bahwa kita ini juga nagian dari alam ini. Maka kita harus
menjaga lingkungan ini dengan baik dengan norma-norma etika lingkungan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistematika filsafat membicarakan masalah sains atau pengetahuan tentang apa yang telah
diketahui dan sejauh mana kebenaran pengetahuan yang dimaksudkan. Hakikat
tahu,mengetahui, dan pengetahuan dengan segala kaitannya meliputi hal-hal yang dimaksud
dengan ‘tahu’ atau mengetahui suatu hal. Kemudian, setiap tahu danmengetahui akan
melibatkan suatu gagasan dalam pikiran dan pengalaman indrawi, sehingga pengetahuan itu
mengandung kriteria kebenaran filosofis.
Dalam hal ini tidak salah bahwa keduanya memiliki persamaan, dalam hal bahwa keduanya
merupakan hasil ciptaan kegiatan pikiran manusia, yaitu berpikir filosofis spekulatif
danberpikir empiris ilmiah. Perbedaan antara keduanya, terutama untuk aliran filsafat
pendidikan tradisional adalah bahwa filsafat menentukan tujuan dan sains menentukan alat
sarana untuk hidup.
3.2 Kritik dan Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami sangat mengharapkan kritik maupun saran dari
makalah ini tujuannya hanyalah demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami
susun bermanfaat bagi kita semua, Amien......
Daftar Pustaka
Alqur’anul karim. Departemen Agama RI. Jakarta.Sahih Buchari dan Muslim.Borrong,
Robert,
Irawan, 2008. Pengantar Singkat Ilmu Filsafat. Bandung; Intelekia pratama.
Hargrove, Eugene C, 1989 . Etika Lingkungan Dasar, Prentice Hall: New Jersey,