PTK SKI MI

download PTK SKI MI

of 34

Transcript of PTK SKI MI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan semakin kelihatan nyata. Dengan kesadaran ini, pemerintah dan masyarakat, terutama pendidik, mencurahkan sebagian besar tenaga, dana dan pikirannya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Misalnya melakukan perubahan kurikulum, perubahan teknik pengajaran dan penyelenggaraan kerja sama antara lembaga pendidikan dengan lembaga lain (Kadir dan Ma sum, 1982, 1991-1992). Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain, (1) meningkatkan kualitas guru SLTP/MTs dari lulusan D1 dan D2 menjadi lulusan S1 penyetaraan, (2) menerbitkan suplemen kurikulum SLTP/MTs 1994 yang berisi tentang materi pelajaran mana yang masih tetap diajarkan pada kelas-kelas tertentu dan materi mana yang tidak perlu lagi diajarkan serta materi yang wajib diajarkan (Depdikbud, 1999:5), (3) mendirikan sekolah-sekolah baru, dan (4) meningkatkan perbaikan proses belajar mengajar dan hasil belajar melalui pelatihan-pelatihan guru SD, SLTP, dan SMU. Sejaran Kebudayaan Islam (SKI) merupakan salah satu pelajaran yang diberikan sejak dari tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) sampai Perguruan Tinggi (PT), khususnya Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI). Pada umumnya Sejarah Kebudayaan Islam dirasakan lebih sulit untuk dipahami daripada ilmu-ilmu lainnya. Salah satu penyebabnya adalah karena sejarah mempelajari sesuatu yang sudah terjadi dan tidak dialami oleh peserta didik, dan tidak adanya kesesuaian antara kemampuan

peserta didik dengan cara penyajian materi sehingga SKI dirasakan sebagai pelajaran yang sulit untuk diterima. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Ibtidaiyah menyebutkan salah satu Standar kompetensi Sejarah Kebudayaan Islam adalah memahami kemajuan Dinasti Umayah dibidang Ilmu Agama Islam dan kompetensi dasarnya adalah menganalisis kemajuan-

kemajuan Dinasti Umayah di Bidang Ilmu Agana Islam merupakan salah satu materi pokok yang diberikan di MI NW Perok Kelas VI semester 1 . Seorang guru harus dapat menentukan strategi pengajaran yang sesuai dengan kemampuan peserta didiknya sehingga mudah dipahami,

mengingat bahwa pelajaran sejaran adalah pelajaran yang mendalami dan mepelajari sesuatu yang

sudah terjadi di masa lampau dan yang pasti tidak dialami oleh peserta didik. Secara khusus ada sebagian masyarakat yang tidak peduli dengan peristiwa sejarah terutama sejarah Kebudayaan Islam, karena memandang bahwa hal tersebut hanyalah peristiwa yang tidak mungkin akan terjadi kembali, selain itu pula bahwa sejarah tidak implementatif dalam dunia kerja dan tidak implementatif pula dalam disiplin ilmu lain. Mengajarkan SKI merupakan suatu kegiatan pengajaran sedemikian sehingga peserta didik belajar untuk mendapatkan kemampuan dan pengetahuan tentang Sejarah Kebudayaan Islam . Kem ampuan dan pengetahuan tersebut ditandai dengan adanya interaksi yang positif antara guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik, yang sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah ditetapkan (Hudya, 1988:122). Namun dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran khususnya yang berhubungan dengan Sejarah Kebudayaan Islam,ternyata masih banyak mengalami hambatan-hambatan baik yang dialami peserta didik maupun guru. Salah satu hambatan yang terjadi adalah kesulitan dalam memahami dan menghafal hal-ha yang berkaitan dengan Sejarah Kebudayaan Islam, khususnya kemajuan Dinasti Umayyah. Seperti yang terjadi di MI NW Perok, didapatkan latar belakang peserta didik sangat bervariasi dalam motivasi belajarnya. Mereka rata-rata dalam belajar tanpa dibekali keinginan untuk memahami dan mengetahui m ateri-materi yang diajarkan oleh guru. Mereka kurang dalam memilah-milah materi sejarah antara dinasti yang satu dengan dinasti yang lain, sehingga tidak sedikit peserta didik yang keliru dalam m enyebutkan dan menjawab soal yang diberikan guru. Berdasarkan pengalaman peneliti, dari beberapa materi/pokok bahasan yang disajikan di kelas MI NW Perok adalah pokok bahasan Dinasti Umayyah, bentuk- bentuk kesalahan dalam menjawab pertanyaan terutama dalam hal nama tokoh, hasil Karya, dan tahun peristiwa sejarah, seperti : 1. Ibu Kota Dinasti Umayyah adalah a. Damaskus b. Jeddah c. Bagdad d. Mesir Jawaban yang diberikan peserta didik adalah kebanyakan mereka merasa tidak mengetahui nama ibu kota Dinasti Umayyah, karena pada saat ini daerah kekuasaan Dinasti Umayyah sudah tidak ada, sehingga mereka harus menghafal nama ibu kota tersebut.

2. Nama Ulama dari tabi in dibidang fiqih adalah a. Said bin Musayyad b. Mujahid bin Zubae c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Abi Sulaeman Siswa kebingungan mengenai periodisasi tokoh dan disiplin illmu yang didalaminya, sebab dalam sejarah Kebudayaan Islam terjadi periodisasi dan kajian illmu-ilmu islamyang bengi banyak, sehingga mereka (peserta didik) harus meghafal seluruh tokoh-tokoh yang mungkin ada beserta

disiplin ilmu yang dikajinya. Selain itu pula satu tokoh tidak hanya mendalam i satu disiplin ilmu. 3. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah : a. Hasa al Basri b. Mujaihid bin Zubaer c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Sulaeman Jawaban yang diberikan siswa rata-rata merasa kebingungan dengan soal nomor 2, sebab soal kedua nomor tersebut sangat mirip nama tokoh yang ditanyakan. Dari contoh di atas banyak peserta didik sulit untuk menjawab soal tenpenerapan ang menyebutkan nama tokoh dan disiplin ilmu yang diberikan serta nama ibu kotanya, peserta didik kebingungan untuk memilih salah satu jawaban yang benar, karena peserta didik tidak hafal dengan jelas mengenai nama dan persitiwa yang terjadi, sehingga mereka menjawab dengan salah, karena peserta didik tidak menganalisis persiatiwa sejarah berdasarkan periodisasi sejarah Islam, akana tetapi lebih menekankan kepada semata, tanpa peduli periodisasi dan klasifikai kaeilmuan yang dikajinya. Setiap pokok bahasan yang disajikan dalam Sejarah Kebudayaan Islam itu selalu berkesinambungan, maka peneliti ingin memperbaiki pembelajaran dengan mengadakan penelitian yang berjudul:

Mengajarkan Sejarah Kebudayaan Islam dengan Pendekatan Kontruksitivisme pada Pokok Bahasan Kemajuan DInasti Umayyah di Kelas VI MI NW Perok.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana mengajarkan Kemajuan Dinasti Umayyah dengan pendekatan Kntruktivisme di kelas VI MI NW Perok? 2. Bagaimana prestasi belajar peserta didik pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah dengan pendekatan kontrtuktivisme ? C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah, m aka tujuan penelitian ini agar dapat: 1. Menerapkan metode/pendekatan kontruktivisme dalam pem belajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah secara berkelompok di kelas VI MI NW Perok. 2. Meningkatkan prestasi peserta didik dalam belajar Kemajuan Dinasti Umayyah, khusus peserta didik kelas VI MI NW Perok D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk:

1. Bahan informasi bagi guru Sejarah Kebudayaan Islam guna peningkatan prestasi peserta didik setelah guru m engetahui letak kesalahan dan kekeliruan yang dialami peserta didik, khususnya pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah. 2. Sebagai bahan pertimbangan untuk memilih metode pengajaran yang sesuai dalam

menyelesaikan soal Sejarah Kebudayaan Islam khususnya pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah. 3. Bahan pertimbangan penelitian lebih lanjut guna peningkatan prestasi belajar peserta didik.

E. Asumsi Penelitian Asumsi dalam penelitian ini adalah: 1. Hasil tes sesuai dengan kemampuan yang dimiliki peserta didik. 2. Kesalahan-kesalahan peserta didik dalam menjawab setiap soal merupakan indikator kesulitan dalam memahami periodisasi dan klasifikasi keilmuan yang menjadi kajian tokoh keislaman pada masa Dinasti Umayyah 3. Peserta didik mendapatkan fasilitas yang sama dari sekolah.

BAB II KERANGKA TEORI

A. Hakekat Sejarah Kebudayaan Islam Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat untuk mendefinisikan apa itu Sejarah Kebudayaan Islam. Walaupun belum ada definisi tunggal menganai Sejarah Kebudayaan Islam , bukan berarti Sejarah Kebudayaan Islam tidak dapat dikenali. Seperti apa yang telah diutarakan oleh Badri Yatim (1985:5) sebagai pengetahuan Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai beberapa

karakteristik, yaitu bahwa obyek Sejarah Kebudayaan Islam mengenai peristiwa-perittiwa keislaman di massa lalu. Sementara menurut Koentjaraningrat, (1985 : 5) kebudayaan paling tidak m empunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, perauran, dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan seagai benda-benda hasil karya. Dengan mengetahui obyek penelaahan Sejarah Kebudayaan Islam, kita dapat mengetahui hakekat Sejarah Kebudayaan Islam yang sekaligus dapat diketahui juga kemajuan dan kemunduran serta kejatuhan dalam Sejarah Kebudayaan Islam. Sejarah Kebudayaan Islam itu timbul karena pikiran-pikiran dan perbuatanperbuatan (daya cipta dan karsa = budaya ) manusia yang berhubungan dengan kejadian yang dialaminya. Sejarah Kebudayaan Islam mempunyai kawasan kajian yang sangat luas diantaranya : tem pat peristiwa, nama tokoh peristiwa, jenis peristiwa, tahun peristiwa,. sebab-sebab terjadi (latar belakang) dan sebab kemunduran dan kejatuhannya dan lain-lain. Mengenai obyek Sejarah Kebudayaan Islam, Jaih Mubarok (2004 : 12) kebudayaan memiliki empat unsur (rukun) : (1) kayakinan (belief), (2) nilai (value), (3) norma (norm), (4) symbol ( symbol). Sementara menurut Koentjaraningrat, (1985 : 5) kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek ide-ide, gagasan-gagasan, nilainilai, norma-norma, perauran, dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu komplek aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan seagai benda-benda hasil karya. Dari segi kepercayaan, Harusn Nasution menjelaskan, bahwa agama pada hakekatnya memiliki dua kelompok ajaran, yaitu kelompok pertama adalah ajaran yang diwahyukan Allah swt. dan kelompok

kedua adalah penafsiranya. Kelompok pertama bersifat absolute, mutlak tidak berubah dan tidak bisa diubah, sementaqra kelompok kedua bersifat nisbi, berubah, ddan dapat berubah sesuai dengan perkem bangan zaman, yang selanjutnya disebut dengan peradaban atau kebudayaan. Dengan mengetahui objek sejarah Kebudayaan Islam tersebut, maka dalam mempelejari Sejarah Kebudayaan Islam dengan meperhatikan berbagai peristiwa dan hasil budaya masyarakat dimasa kejayaan umat Islam di masa lalu, melalui periodisasi dan kalsifikasi hasil budaya tersebut berupa karya seni, karya idea (ilmu), dan lain-lain.

B. Belajar Sejarah Kebudayaan Islam Belajar merupakan kegiatan setiap orang. Seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan perubahan tingkah laku. Kegiatan atau usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku itu mem ang tidak dapat diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar sedang perubahan tingkah laku sendiri merupakan hasil belajar. Ausebel mengemukakan bahwa belajar dikatakan bermakna bila informasi yang akan dipelajari peserta didik sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya, sehingga peserta didik dapat mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang dimiliki (Hudoyo, 1990:138). Dalam teori belajar Robert M. Gagne yang diungkapkan (1980:138) dikatakan bahwa dalam belajar ada dua obyek yang dapat diperoleh peserta didik , obyek langsung dan obyek tak langsung. Obyek tak langsung antara lain: kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri(belajar, bagaimana seharusnya belajar. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang. Karena Sejarah Kebudayaan Islam merupakan sejarah hasil ide-ide yang abstrak (idea) yang tidak lepas dari perilaku kehidupan manusia masa lalu, khhususnya umta Islam mulai masa Rasululullah saw. Maka dalam meplejari Sejarah Kebudayaan Islam tidak lepas dari pola kehidupan yang bekerja dan lain-lain), bersikap positif dan mengerti

dilakukan masyarakat Islam pada masa tersebut, seperti pada masa Dinasti Umayyah, maka dalam mempelajari sejarah pada masa Dinasti Umayyah harus mengetahui pola kehidupan masanya, lehih khusus lagai bila ingin mengetahui kemjaun yang dicapai oleh Dinasti Umayyah, maka harus mengetahui pola kehidupan pada masanya, yakni masa penggalian ilmu-ilm u keislaman secara mendalam oleh setiap orang melalui penerjemahan berbagai khazanah ilmu pemngetahuan yang ada dan berkembang pada masa itu. Dalam proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam terjadi proses berfikir. Seseorang dikatakan berfikir bila melakukan kegiatan mental dan orang yang belajar Sejarah Kebudayaan Islam selalu melakukan kegiatan mental. Sehingga dalam berfikir, seseorang dapat menyusun hubungan-hubungan antar bagian-bagian informasi sebagai pengertian, kemudian dapat disusun kesimpulan. Dalam proses itu juga melibatkan bagaimana bentuk kegiatan m engajarnya. mengajar adalah suatu kegiatan dimana guru menyampaikan pengetahuan atau pengalaman yang dimiliki kepada peserta didik. Tujuan mengajar adalah agar pengetahuan yang disampaikan itu dapat dipahami peserta didik, sehingga mengajar bisa dikatakan baik, apabila hasil belajar peserta didik juga baik. Apabila terjadi proses belajar mengajar itu baik, maka dapat diharapkan bahwa hasil belajar peserta didik akan baik pula. Dengan demikian peserta didik sebagai subyek akan dapat memahami Sejarah Kebudayaan Islam, selanjutnya mampu mengaplikasikan pada situasi yang baru, seperti menerapkan pada masa dimana perserta didik itu hidup.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Proses Mengajar dan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam Menurut Herman Hudoyo (1988:6) kegiatan belajar yang kita kehendaki akan bisa tercapai bila faktor -faktor berikut ini dapat dikelola sebaik -baiknya: 1. Peserta didik Kegagalan atau keberhasilan belajar sangat tergantung kepada peserta didik. Misalnya saja, bagaim ana kemampuan dan kesiapannya untuk belajar sejarah Kebudayaan Islam , bagaimana kondisi peserta didik, dan kondisi fisiologisnya. Orang yang dalam keadaan sehat jasmani akan lebih baik belajar daripada orang yang dalam keadaan lelah, seperti perhatian, pengamatan, ingatan juga berpengaruh terhadap kegiatan belajar seseorang.

2. Pengajar Kemampuan pengajar dalam menyampaikan materi dan sekaligus menguasai materi yang diajarkan sangat mempengaruhi terjadinya proses belajar. Seorang pengajar yang tidak menguasai materi Sejarah Kebudayaan Islam dengan baik dan kurang menguasai cara menyampaikan dengan tepat dapat mengakibatkan rendahnya mutu pengajaran dan yang kedua dapat menimbulkan kesulitan peserta didik dalam memahami Sejarah Kebudayaan Islam. Akibatnya proses belajar Sejarah Kebudayaan Islam tidak berlangsung efektif. 3. Sarana dan prasarana Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas yang penting. Demikian pula prasarana yang cocok seperti ruangan dan tempat duduk yang bersih dan sejuk bisa memperlancar terjadinya proses belajar. Tidak menutup kemungkinan penyediaan sumber lain, seperti majalah tentang pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam, laboratorium Sejarah Kebudayaan Islam dan lain-lain akan dapat meningkatkan kualitas belajar. 4. Penilaian Penilaian dipergunakan untuk melihat bagaimana berlangsungnya interaksi antara pengajar dan peserta didik. Disamping itu penilaian juga berfungsi untuk meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan dapat memperbaiki hasil belajar apabila kurang berhasil. Penilaian juga mengacu pada proses belajar, yang dinilai adalah bagaim ana langkah-langkah berfikir peserta didik dalam menganalisis masalah Sejarah Kebudayaan Islam. Dengan demikian, apabila langkah-langkah analisis masalah benar, telah menunjukkan proses belajar peserta didik baik.

D. Kesulitan Belajar Sejarah Kebudayaan Islam Pada kenyataanya, dalam proses belajar m engajar masih dijumpai bahwa peserta didik mengalami kesulitan belajar. Kenyataan inilah yang harus segera ditangani dan dipecahkan. Seperti yang telah diuraikan pada Bab I, bahwa kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam proses belajar mengajar yang ditandai dengan hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Menurut Soejono (1984:4) kesulitan belajar peserta didik dapat disebabkan oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal seperti: fisiologi, faktor sosial, faktor pedagogik. Selain itu, terdapat pula kesulitan khusus dalam belajar Sejarah Kebudayaan Islam seperti:

1. Kesulitan dalam menggunakan istilah

Dalam hal ini dipandang bahwa peserta didik telah memperoleh pengajaran sautu pengertian (istilah), tetapi belum m enguasainya mungkin karena lupa sebagian atau seluruhnya. Mungkin pula istilah yang dikuasai kurang cermat. Hal ini disebabkan antara lain: 1. Peserta didik lupa nama singkatan suatu obyek Misalnya peserta didik lupa terminology kebudayaan dan peradaban 2. Peserta didik kurang mampu menyatakan arti istilah dalam sejarah. Misalkan peserta didik yang mampu menyatakan kebudayaan dan peradaban dalam kehidupan masa kini. 3. Kesulitan dalam belajar dan menggunakan prinsip jika kesulitan peserta didik dalam

menggunakan prinsip kita analisa, tampaklah bahwa pada umumnya sebab kesulitan tersebut antara lain:

a. Peserta didik tidak mempunyai konsep yang dapat digunakan untuk mengembangkan prinsip sebagai butir pengetahuan yang perlu. b. Miskin dari konsep dasar secara potensial merupakan sebab kesulitan belajar prinsip yang diajarkan dengan metode kontekstual (contoh nyata). c. Peserta didik kurang jelas dengan prinsip kebudayaan yang telah diajarkan. 2. Kesulitan memiliah-milah periodisaasi Sejarah Kebuddayaan Islam. Sejarah Kebudayaan Islam oleh para ahli telah di buat periodisasi sejarah, agar mem udahkan dalam mempelajarinya dan m engklasifikasinya agar tidak bercampur baur dalam menentukan periode mana dan klasifikasi apa yang harus dipelajari, akan tetapi peserta didik sering dibingungkan dengan berbagai terminology yang digunakan dan memilah-milahnya, sehingga berakibat dalam menjawab pertanyaan sering terjadi kekeliruan termasuk ke periode mana dan klasfikasi apa. HaL ini disebabkan oleh : a. Peserta didik tidak mampu mengklasifikasi kebudayaan yang dihasilkan masyarakat Islam dan periodisasi sejarah Kebudayaan Islam itu sendiri. Untuk mengecek kebenaran dugaan ini, guru memerintahkan untuk menyatakan kem bali apa yang telah dikerjakan dengan

menggunakan bahasanya sendiri. Guru dapat melihat hasil jawaban peserta didik apakah sudah benar jawbannua atau belum.

b. Peserta didik tidak dapat membayangkan dan menganalisis sejarah dengan kehidupam masa saat peserta didik hidup. Kesulitan belajar dapat ditunjukkan dengan beberapa gejala yaitu: y y y menunjukkan prestasi yang rendah hasil yang dicapai tidak sesuai dengan usaha yang dilakukan keterlambatan dalam melaksanakan tugas yang diberikan

Obyek yang dapat kita periksa untuk mengetahui penyebab kesukaran peserta didik belajar contohnya seperti: (a) materi yang diajarkan dianggap terlalu sulit, (b) pengajarannya yang kurang baik dan dapat disebabkan oleh kesalahan pengajaran dalam menyajikan metode ataupun tidak adanya alat peraga, dan (c) dari peserta didik sendiri disebabkan karena kelemahan jasmani, kurang cerdas, tidak ada minat, tidak ada bakat, emosi tidak stabil, suasana yang tidak mendukung.

E. Belajar Tuntas (Mastery Learning) Belajar tuntas adalah suatu sistem yang mengharapkan sebagian besar peserta didik dapat menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan secara tuntas. Mengenai ketuntasan, peserta didik yang memperoleh nilai ulangan harian kurang dari 7,5 perlu diberikan remidi dengan menitikberatkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang belum dikuasai (Ahmad, 1995:20). Ngadiono (1980:1) menjelaskan bahwa maksud utama belajar tuntas adalah pencapaian penguasaan seluruh standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar. Pada belajar tuntas, peserta didik diharapkan mencapai tingkat penguasaan tertentu terhadap tujuan pembelaajaran sesuai dengan indicator-indikator yang telah ditentukan dalam rencana pelaksaaan pembelajaran (RPP) sebelum melajutkan kepada standar komptensi dan kompetensi dasar berikutnya. F. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) 1. Pengertian Kontekstual berasal dari kata dasar konteks yang berarti berbagai bidang kehidupan atau hal-hal yang diperlukan agar orang dapat melaksanakan sesuatu. Definisi pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang mem bantu guru mengkaitkan antara m ateri yang diajarkan dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik mem

buat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini, hasil materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dim ilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: kontruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning) , menemukan (Inquiry), masyarakat belajar (Learning Community ), pemodelan ( Modeling), dan penilaian sebenarnya ( Authentic Assesment). Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) adalah konsep belajar yang m embantu guru mengkaitkan pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah, bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Dalam konteks itu, peserta didik perlu m engerti apa makna belajar, apa manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka sadar bahwa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka memposisikan sebagai diri sendiri yang memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka m empelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menganggapinya. Dalam upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu peserta didikm encapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih bayak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (peserta didik). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri , bukan dari apa kata guru . Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual. Kontekstual hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi pembelajaran yang lain, kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan konduktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum, dalam bidang studi apa saja, dan tidak diperlukan biaya yang mahal. Secara garis besar penerapan pendekatan kontekstual, langkahnya adalah sebagai berikut ini:

1) Kembangkan pemikiran bahwa peserta didik akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. 2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik. 3) Kembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan bertanya.Ciptakan masyaraat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 4) Hadirkan m odel sebagai contoh pembelajaran. 5) Lakukan refleksi diakhir pertemuan. 6) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2. Tujuh kom ponen pendekatan kontekstual (CTL): Tujuh komponen pendekatan yaitu: (a) Kontruksi (Constructivism), K ontruksivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Peserta didik perlu dibiasakan untuk memecahkan m asalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, (b) Menem ukan (Inquiri), penemuan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran kontekstual, yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh peserta didik diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari m enem ukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, (c) Bertanya (Questioning), pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya .

Bertanya merupakan strategi utam a pembelajaran ini. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berfikir peserta didik, (d) Masyarakat belajar ( Learning Community), konsep masyarakat belajar menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjsama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. Di kelas ini, di sekitar sini, juga orang yang di luar sana, semua adalah anggota masyarakat belajar, (e) Pemodelan (Modeling), m aksudnya dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada m odel yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahas akan gagasan yang dipikirkan,

mendemontrasikan bagaimana guru menginginkan pada peserta didiknya untuk belajar, dan

melakukan apa yang diinginkan guru bagi peserta didik-peserta didiknya. Pemodelan dapat berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktifitas belajar, (f) Refleksi (Reflection), adalam cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilaksanakan di masa yang lalu. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Misalnya ketika pelajaran berakhir peserta didik

merenungkan apa yang baru diterimanya, (g) Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment), adalah prosedur penilaian pada pembelajaran kontekstual dengan prinsip dan ciri-ciri penilaian autentik. A ssessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa m emberikan gambaran perkem bangan belajar peserta didik. Hal ini untuk memastikan apakah peserta didik telah mengalami proses pembelajaran yang benar atau tidak. 3. Strategi Pembelajaran Kontekstual Pendekatan atau strategi yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual m emiliki kesamaan ciri dalam hal: Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pem belajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalam belajar dan bagaimana belajar. Tugas guru adalah menyajikan masalah,

mengajukan pertanyaan, dan m emfasilitasi penyelidikan dan dialog. 4. Pengajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Menurut Abdurrahman dan Bintoro (2000:78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang s ilih asah, silih asuh, dan silih asuh antar sesama peserta didik sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Hasil penelitian yang dilakukan Johnson (1984) keunggulan pembelajaran kooperatif yaitu: (a) Memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial, (b) Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati, (c) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri/egois, (d) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial, (e) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perpektif, dan (f)

Meningkatkan hubungan positif antara peserta didik terhadap guru dan personil sekolah.

5. Pengajaran Berbasis Inkuiri Pembelajaran dengan penemuan (inquiri) merupakan suatu komponen penting. Bruner (1966), m enganjurkan pembelajaran dengan basis inkuiri sebagai berikut: Kita mengajarkan suatu bahan

kajian tidak untuk m enghasilkan perpustakaan hidup, tetapi lebih ditujukan untuk membuat peserta didik berfikir . Belajar dengan penemuan mempunyai keuntungan: memacu peserta didik untuk mengetahui, memotivasi peserta didik untuk menem ukan jawaban, dan peserta didik belajar memecahkan masalah secara mandiri serta memiliki ketrampilan berfikir kritis. Inkuiri adalah seni dan ilmu bertanya dan menjawab, juga menuntut eksperimentasi, refleksi, dan pengenalan akan keunggulan metode sendiri. 6. Pengajaran Autentik Pengajaran autentik yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenalkan peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, peserta didik dituntut mengembangkan ketram pilan befikir dan pemecahan maslaah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Untuk memecahkan masalah, peserta didik harus mengidentifikasi masalah, mengidentifikasi kemungkinan pemecahannya,

memilih dan m elaksanakan pemecahan atas masalah tersebut. 7. Pengajaran Berbasis Proyek/Tugas Hal ini membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dan melaksanakan tugas bermakna. Peserta didik diberi tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi autentik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya. Tidak memandang apakah tugas harus dikerjakan sebagai pekerjaan kelas atau sebagai pekerjaan rumah. 8. Pengajaran Berbasis Kerja Pengajaran berbasis kerja memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan peserta didik menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan sebagaimana materi tersebut dipergunakan di tempat kerja. Pengajaran berbasis kerja menganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif kepada aktifitas seharihari di kelas, baik dengan cara melibatkan peserta didik dalam tugas dan melibatkan peserta didik dalam kelompok pembelajaran.

9. Pengajaran Berbasis Jasa Layanan Pengajaran berbasis jasa layanan memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang m engkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan. Strategi pembelajaran ini berpijak pada pemikiran bahwa semua kegiatan kehidupan dijiwai oleh kemampuan melayani. Untuk itu peserta didik sejak dini dibiasakan untuk melayani orang lain. Pada dasarnya peserta didik lebih mudah belajar pada sesuatu yang kongkrit karena memahami konsep abstrak sulit untuk diterima. Oleh karena itu diperlukan bendabenda konkrit (riil) sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak itu dicapai melalui tingkat belajar yang berbeda-beda. Konsep abstrak yang dipaham i peserta didik akan mengendap, melekat, dan tahan lama bila peserta didik belajar melalui perbuatan dan pengertian, bukan hanya melalui teori belaka. Dalam belajar Sejarah Kebudayaan Islam diperlukan alat peraga yang berfungsi sebagai: a. Proses belajar mengajar term otivasi. Baik peserta didik maupun guru, terutama peserta didik minatnya akan timbul. Mereka akan senang, terangsang, tertarik dan akan bersikap positif terhadap pengajaran Sejarah Kebudayaan Islam. b. Konsep abstrak Sejarah Kebudayaan Islam tersajikan dalam bentuk konkrit m aka lebih dapat dipahami dan dimengerti, serta dapat dikembangkan. c. Hubungan antara konsep abstrak Sejarah Kebudayaan Islam dengan benda-benda di alam sekitar akan lebih dapat dimengerti. d. Konsep-konsep abstrak yang disajikan dalam bentuk konkrit yaitu dalam bentuk model Sejarah Kebudayaan Islam yang dapat dipakai sebagai obyek penelitian maupun sebagai alat untuk meneliti ide-ide baru dan relasi baru menjadi bertambah banyak. Selain itu penggunaan alat peraga dapat dikaitkan dengan salah satu: 1. Pembentukan konsep. 2. Pemahaman berbagi terminologi 3. Latihan dan penguatan. 4. Pelayanan terhadap perbedaan individual, termasuk pelayanan terhadap peserta didik yang lemah dan peserta didik berbakat. 5. Pengukuran, alat peraga dipakai sebagai alat ukur. 6. Pengam atan dan penemuan sendiri ide-ide dan relasi baru serta penyimpulan secara umum, alat peraga sebagai obyek peneliti maupun sebagai alat untuk meneliti. Alat peraga

dapat berupa benda riil, gambar, diagram, atau audio visual. Keuntungan alat peraga benda riil adalah benda-benda itu dapat dipindah- pindahkan (dimanipulasi), sedangkan

kelemahannya tidak dapat disajikan dalam buku (tulisan). Oleh karena itu untuk bentuk tulisan dibuat gambar atau diagram, tetapi kelemahannya ialah tidak dapat dimanipulasi,

sementara dengan menggunakan audio visual peserta didik dapat mengasimilasi kejadian masa lalu dengan kehidupan masa sekarang, selain dapat membayangka bagaimana kehidupan masa lalu (sejarah terjadinya persitiwa tersebut), kelemahannya tidak dapat digunakan setiap saat tergantung kepada kondisi dan situasi yang terjadi saat pembelajaran akan dilaksanakan.

F. Materi Kemajuan Dinasti Umayyah 1. Kemajuan-kemajuan dibidang Ilmu Agam a Islam, khusunya tokoh-tokoh ulama pada masa tabi in dengan cara :

a. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu hadits, dan karya besarnya b. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu tafsir, dan karya besarnya c. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu fiqih, dan karya besarnya d. Mengidentifkasi tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang ilmu tasawuf, dan karya besarnya

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti ingin mengungkapkan permasalahan tentang pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam pada pokok bahasan Kemajuan DinastiUmayyah dengan pendekatan kontekstual pada peserta didik kelas VI di MI NW Perok. Kemudian peneliti melakukan tindakan dengan pembelajaran kontekstual agar peserta didik belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, yaitu proses pembelajaran yang diharapkan dapat mendorong peserta didik untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya, mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Kriteria penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena: (1) menggunakan latar belakang alami sebagai sumber data langsung dan penelitian merupakan alat pengumpul data utama, (2) analisis data secara induktif, (3) bersifat diskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati sehingga yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti, (4) adanya kriteria untuk keabsahan data (Moeleong, 1995:4-7). Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Pemilihan jenis PTK karena peneliti terlibat langsung dan sudah merupakan tugas peneliti sebagai pendidik yang harus selalu berusaha meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan Sajian tentang situasi sosial dan pandangan untuk meningkatkan mutu tindakan yang ada di dalamnya.Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mem berikan pertimbangan praktis dalam situasi nyata (Elliot dalam Wahyudi, 1997:46). Dalam penelitian ini prosedur penelitian dimulai dengan siklus I setelah dilaksanakan tes awal. Hasil tes awal diteliti dan diketahui kesulitasn peserta didik dalam m emahami konsep Teorema Pythagoras. Penelitian ini akan mengungkap persoalan yang terjadi dalam pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dengan pendekatan kontekstual pada pokok bahasan Teorema Pythagoras. Peneliti berada di sekolah dari awal sampai akhir penelitian guna mengetahui keadaan peserta didik , merumuskan tindakan selanjutnya, memantau dan melaporkan hasil penelitian.

B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di MI NW Perok Subang, berdasarkan tempat tugas peneliti. Selain itu ternyata pada pembelajaran Kemajuan Dinasti Umayyah menunjukkan hasil belajar peserta didik kurang optimal, yaitu 85% dari peserta didik kelas VI masih memperoleh nilai kurang dari 50 pada saat diberikan tes awal. Berdasarkan pertimbangan tersebut peneliti berusaha untuk

menelusuri kesulitan peserta didik dalam pembelajaran Kemajuan Dinasti Umayyah sehingga dapat diupayakan pembelajaran yang sesuai keadaan peserta didik.

C. Prosedur Penelitian Untuk kelancaran penelitian, diperlukan prosedur dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu dalam bentuk persiapan penelitian. Prosedur penelitian adalah langkah-langkah yang digunakan untuk memperoleh data dari sumber yang diteliti mulai dari awal sampai akhir untuk disajikan dalam bentuk penelitian. Jalannya penelitian yang dilakukan sampai dengan penyusunan penelitian ini adalah melalui dua tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan Tahap ini merupakan usaha untuk mempersiapkan penelitian, dalam hal ini yang dipersiapkan antara lain :

a. Mengikuti bimbingan dan pelatihan dari nara sumber dan Widyaiswara. b. Mengadakan koordinasi dengan guru Sejarah Kebudayaan Islam MI NW Perok kususnya guru mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam kelas VI yang lain untuk memperoleh

penjelasan materi yang diberikan kepada peserta didik. c. Menetapkan obyek penelitian yaitu seluruh peserta didik kelas VI MI NW Perok tahun pelajaran 2011/2012 khusunya kelas VI

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian Setelah persiapan dianggap cukup baru penelitian dimulai, peneliti membagi penelitian ini menjadi 3 siklus. Sedangkan waktunya mulai tanggal 12 September sampai dengan 12 Oktober 2011. Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah: a. Siklus I 1. Melakukan observasi tentang permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi dan mengkaji penyelesaiannya. 2. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada pokok bahasan menganalisis kemajuan Dinasti Umayyah dengan pendekatan kontekstual. 3. Melaksanakan kontekstual. 4. Mengadakan evaluasi pertama sebagai pengumpulan data. 5. Mengadakan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah diberikan. kegiatan pembelajaran selama dua kali pertemu dengan pendekatan

b. Siklus II 1. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada sub bahasan tokoh-tokoh ulama tabi in dalam bidang ilmu hadits, ilmu tafsir. 2. Melaksanakan kegiatan pem belajaran selama dua kali pertemuan dengan menggunakan konteks bangun kubus dan balok. 3. Mengadakan evaluasi kedua sebagai penjaring data. 4. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan pembelajaran yang telah diberikan.

c. Siklus III 1. Merancang Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RP) pada sub bahasan tokoh-tokoh ulama tabi in dalam bidang ilmu fiqih, dan ilmu tasawuf. 2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran selama dua kali pertemuan. 3. Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.

D. Jenis dan Sumber Data Data adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta atau angka (Arikunto, 1996:81). Data ada dua macam yaitu: 1. Data yang berupa bilangan atau angka-angka disebut data kuantitatif. 2. Data yang berbentuk bukan bilangan atau angka-angka disebut kualitatif. (Pasaribu, 1984:91) Dalam penelitian ini digunakan pengambilan data kuantitatif, sedangkan sumber data penelitian adalah nilai ulangan harian atau hasil evaluasi dari masing-masing siklus pada pokok bahasan Kem ajuan berlangsung. E. Setting Penelitian 1. Gambaran Populasi Populasi adalah obyek penelitian, yaitu kumpulan subyek sumber informasi atau kelompok yang menjadi sasaran penelitian. Untuk pengambilan sampel dalam suatu penelitian, terlebih dahulu harus mengetahui populasi yang dijadikan penelitian. Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung maupun pengukuran, kuantitatif maupun kwalitatif dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan obyek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi. (Sudjana, 1986:157) Dari sejumlah obyek yang dijadikan populasi maka keseluruhan harus mempunyai ciri-ciri yang sama. Ciri-ciri suatu populasi akan lebih tepat diketahui dengan menilai tiap-tiap unsur yang dilakukan tanpa kecuali. Penentuan populasi dan sampel dalam suatu penelitian sangat penting, guna menentukan obyek yang akan diteliti serta batas -batasnya, sehingga akan mudah diukur variabel-variabelnya. Sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka yang diambil sebagai populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VI MI NW Perok Tahun pelajaran 2011/2012. 2. Subyek Penelitian Satu masalah penting yang harus dilakukan oleh seorang peneliti, jika hendak mengadakan Penelitian Tindakan Kelas yaitu penentuan subyek penelitian. Dari 6 kelas yang ada peserta didik di MI NW Perok diambil satu kelas sebagai subyek penelitian yaitu kelas VI yang berjumlah 25 siswa. Pengambilan subyek penelitian dimaksudkan untuk menafsirkan sejumlah peserta didik yang ada dalam populasi tanpa menganalisa secara keseluruhan permasalahan yang ada pada populasi. Dinasti Umayyahyang diperoleh peserta didik selama penelitian

3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini diupayakan semaksimal mungkin agar bisa m endapatkan data yang benar-benar valid, maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat alat penelitian untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik kelas VI. b. Membuat alat peraga dengan konteks kamajuan Dinasti Umayyah. c. Melaksanakan evaluasi atau ulangan harian sebanyak tiga kali pada pokok bahasan kemajuan Dinasti Umayyah. d. Mengumpulkan data, mengoreksi hasil evaluasi peserta didik dan menyimpulkan untuk mengadakan data kuantitatif daya serap peserta didik. Pada penelitian ini data yang didapatkan itu belum berarti apa-apa sebab data tersebut masih merupakan data mentah. Untuk itu diperlukan teknik menganalisa data agar bisa ditafsirkan hasilnya sesuai dengan rumusan masalah. Dalam penelitian ini digunakan penafsiran skor acuan criteria (Criterion Referensi Test). e. Penafsiran skor acuan kriteria adalah pemberian skor berdasarkan kemampuan peserta didik menyelesaikan evaluasi atau ulangan harian. Jawaban yang benar dari peserta didik yang bersangkutan dapat dinyatakan dalam bentuk prosentase sebagai berikut: = = 100 Dari skor bisa ditafsirkan tentang ketuntasan belajar peserta didik sesuai dengan standar kompetensi kurkulum sebagai berikut: a. Ketuntasan Perorangan Seorang peserta didik dikatakan berhasil (mencapai ketuntasan), jika telah mencapai telah menguasai standar kompetensi dan komptensi dasar dan bagfi peserta didik yang belum menguasai standar kompetensi dasar dilakuikan remidi sebelum melanjutkan poko bahasan berikutnya. b. Ketuntasan Klasikal Klasikal atau suatu kelas dikatakan telah berhasil (mencapai ketuntasan belajar), jika paling sedikit 85% dari jumlah dalam kelompok atau kelas tersebut telah mencapai ketuntsan perorangan. Apabila sudah terdapat 85% dari banyaknya peserta didik yang mencapai tingkat ketuntasan belajar maka kelas yang bersangkutan dapat melanjutkan pada satuan pembelajaran berikutnya. Apabila

banyaknya peserta didik dalam kelas yang mencapai tingkat ketuntasan belajar kurang dari 85% maka:

1. Peserta didik yang belum menguasai standar kompetensi dan komptensi dasar harus diberikan program perbaikan mengenai bagian-bagian bahan pelajaran yang belum dikuasai. 2. Peserta didik yang telah mencapai taraf penguasaan 65% atau lebih dapat diberikan program pengayaan. 3. Bila ketuntasan peserta didik lebih dari 85% maka pembelajaran yang dilaksanakan peneliti dapat dikatakan berhasil. Tetapi bila ketuntasan belajar peserta didik kurang dari 85% m aka pengajaran yang dilaksanakan peneliti belum berhasil.

F. Perencanaan Tindakan 1. Perencanaan Tindakan I Tindakan pertama digunakan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam hal mengingat kemajaun-kemajuan yang dicapai Dinasti Umayyah melalui pendekatan kontekstual. Hal ini mengacu pada pendapat Dr. Nurhadi dan Drs. Agus Gerrad bahwa kontekstual dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dalam perencanaan atau tindakan tetap dalam pendekatan

mengacu pada hasil temuan kesulitan setiap peserta didik. Sebagai contoh langkah-langkah tindakan sebagai berikut: 1. Nama Ulama dari tabi in dibidang fiqih adalah a. Said bin Musayyad b. Mujahid bin Zubaer c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Abi Sulaeman Siswa kebingungan mengenai tokoh dan disiplin illmu yang didalaminya, sebab dalam sejarah Kebudayaan Islam terjadi periodisasi dan kajian illmu-ilmu Islam yang bengi banyak, sehingga mereka (peserta didik) harus meghafal seluruh tokoh-tokoh yang mungkin ada ilmu yang dikajinya. Selain itu pula satu tokoh tidak hanya mendalami satu disiplin ilmu. beserta disiplin

2. Shabat yang menjadi guru di bidang tafsir adalah : a. Hasa al Basri b. Mujaihid bin Zubaer c. Ubay bin Kaab d. Hammad bin Sulaeman Sama halnya dengan jawaban yang diberikan peserta didik pada soal nomor 1 di atas, rata-rata merasa kebingungan mengenai ilmu-ilmu Islam yang didalaminya. Penelitian bersama-sama peserta didik merumuskan bahwa dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa luas lingkaran dengan cara menghitung pendekatan kontekstual bangun kubus dan balok. Perencanaan Tindakan II. Tindakan kedua ini bertujuan untuk membahas tokoh-tokoh ulama tabi in dalam bidang ilmu hadits, ilmu tafsir. Langkah-langkah untuk melakukan percobaan di kelas adalah sebagai berikut: Pertama, peserta didik dalam kelas dibagi menjadi 6 kelompok masing- masing kelompok terdiri dari 6 peserta didik. Kedua guru memberi pengarahan dalam menyelesaikan soal kepada seluruh kelompok dalam kelas guna persiapan untuk melakukan penelitian terhadap buku sumber Ketiga, guru membimbing dalam masing-masing kelompok untuk melakukan kegiatan pencarian dalam buku sumber untuk menemukan tokoh-tokoh yang mndalami ilmu hadits, ilmu tafsir. Langkah selanjutnya secara terperinci telah diterangkan dengan jelas, pada bab I halaman 1 sampai dengan 10 sehingga diperoleh nama-nam a tokoh yang mendalami ilmu hadits, ilmu tafsir pada periode Dinasti Umayyah. Tindakan ketiga ini bertujuan untuk menemukan nama-nama tokoh dan Karyanya dalam bidang ilmu fiqih dan tasawuf. Langkah-langkah yang dilakukan di kelas adalah sebagai berikut: Pertama, peserta didik dianjurkan bergabung ke dalam kelompok yang telah dibentuk dalam pertemuan sebelumnya. Kedua, peneliti memberi pengarahan kegiatan yang akan dilaksanakan dan apa yang harus dikerjakan oleh masing-masing kelompok dengan konteks mencari Ketiga, peneliti membimbing kelompok-kelompok yang masih mengalami nama-nama tokoh dalam bidang ilmu fiqih dan tasawuf pada masa Dinasti Umayyah.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Supaya dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan maka peneliti menggunakan model siklus. Adapun pelaksanaan dari siklus-siklus tersebut adalah sebagai berikut: A . SIKLUS I 1. Perencanaan Pada siklus ini peneliti merencanakan bahwa dalam pembahasan pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah dengan m enggunakan pendekatan kontekstual. Menurut peneliti bahwa peserta didik kelas VIII di MTs. Negeri Pamoyanan sebagian besar belum mengetahui dan menguasai pembelajaran emajuan Dinasti Um ayyah dari pembelajaran sebelumnya. Disamping itu peneliti ingin mengetahui dan meningkatkan hasil pembelajaran peserta didik khususnya pada Kemajuan Dinasti Umayyah peserta didik kelas VI MI NW Perok Tahun Pelajaran 2011/2012. 2. Pelaksanaan a. Kegiatan pembelajaran pada siklus ini dilaksanakan pada tanggal 12 s/d 17 September 2011 dengan uraian sebagai berikut: b. Setelah tanda pelajaran dimulai peneliti masuk dan memberikan salam. Peneliti membuka pelajaran dengan pembukaan bahwa pada kesempatan ini akan dibahas tentang Dinasti Umayyah, peneliti memberikan pernyataan-pertanyaan tentang Dinasti Bani Umayyah dengan tujuan mengetahui sejauh mana pengetahuan peserta didik tentang Dinasti Bani Umayyah. Selain itu diharapkan dapat membangkitkan kreatifitas peserta didik dalam mengungkapkan pendapat dan apa yang peserta didik ketahui tentang Dinasti Bani Umayyah. Kemudian peserta didik disuruh menyebutkan tokoh-tokoh yang ada dalam Dinasti Bani Umayyah. c. Dari contoh nama tokoh-tokoh tersebut, diharapkan peserta didik dapat dengan mudah memahami konsep pembelajaran dengan suatu konteks sejarah perjuangan umat Islam. Sehingga pendekatan ini lebih mudah dipahami oleh peserta didik dan konsep

pembelajaran yang sebenarnya dapat tercapai dengan semaksimal mungkin.

d. Kemudian peneliti memberikan kesemepatan kepada peserta didik untuk bertanya. Jika ada pertanyaan peneliti mengulang kembali bagian yang ditanyakan peserta didik sehingga peserta didik jelas dan memahaminya. Dan apabila peserta didik telah paham maka peneliti memberikan soal-soal untuk dikerjakan. Peneliti mengamati dan berkeliling untuk memberi bimbingan kepada peserta didik yang masih mengalami kesulitan. Selanjutnya peneliti

menunjuk peserta didik untuk menyebutkan jawaban yang telah ditemukan dalam buku sumber. e. Sebelum kegiatan pembelajaran pertama berakhir, peneliti memberikan soal-soal latihan (evaluasi 1) yang harus dikerjakan peserta didik dan selanjutnya dikumpulkan. Dari hasil latihan ini dijadikan sebagai sumber data pertama. Pada kegiatan ini soal yang peneliti berikan berjumlah 5 butir soal dengan alokasi waktu 15 menit. Apabila waktu masih

memungkinkan peserta didik diberikan tugas rumah yang diambilkan dari buku paket.

3. Pengamatan Dari pemberian soal pada evaluasi pertama didapatkan data nilai sebagai berikut: Mata Pelajaran Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan Kelas/Sekolah : Sejarah Kebudayaan Islam : Kemajuan Dinasti Umayyah : Kamajuan Dinasti Umayyah : VI MI NW Perok HASIL NILAI EVALUASI SIKLUS I KETUNTASAN BELAJAR NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. NAMA SISWA NILAI YA TIDAK

Hasil Analisa Banyaknya peserta didik seluruhnya = peserta didik peserta didik %

Banyaknya peserta didik yang tuntas belajar = Prosentase banyaknya peserta didik yang tuntas = a. Klasikal : Ya/Tidak Kesimpulan:

Perlu perbaikan secara individual peserta didik -peserta didik yang bernama: NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. NAMA NILAI

Dari analisa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan pembelajaran yang dilakukan belum berhasil sebab prosentase peserta didik yang tuntas belajar baru mencapai 65% dari peserta didik kelas IIB. Suatu kelas dikatakan berhasil jika mencapai ketuntasan belajar paling sedikit 85% dari jumlah peserta didik dalam kelas tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran belum berhasil dan perlu ditinjau kembali untuk tahap pembelajaran berikutnya. 4. Refleksi Kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan belum berhasil. Apakah penyebabnya? Sedangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajarantelah disusun sesuai dengan kerangka pembelajaran yang sesungguhnya yaitu menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual. Peneliti berusaha mencari penyebabnya dengan memperhatikan kejadian-kejadian di kelas, antara lain:

a. Suasana kelas agak terganggu, dimana sebagian peserta didik kurang memperhatikan materi pembelajaran yang diberikan oleh peneliti. Hal ini disebabkan karena peserta didik sibuk sendiri menggali dan mencari-cari dalam buku sumber, ada sebagian peserta didik tidak memiliki buku buku sumber. Masalah inilah yang mengganggu dan menghambat jalannya pembelajaran untuk berhasil. b. Pada pertemuan ini peserta didik kurang memperhatikan hal-hal penting yang harus dipahami dan dimengerti, sehingga mengakibatkan penurunan prestasi belajar peserta didik baik dalam pengerjaan soal latihan maupun pengerjaan soal evaluasi. B . SIKLUS II 1. Perencanaan Pada siklus ke dua peneliti lebih meningkatkan kegiatan pembelajaran dari apa yang telah dilakukan pada siklus I yaitu peneliti ingin membawa peserta didik kelas VI di MI NW Perok pada suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan. Dari pembelajaran ini peneliti mengharapkan suasana kerjasama yang baik dalam memecahkan sautu maslaah peserta didik dan tanggung jawab setiap peserta didik terhadap diri sendiri serta kelompoknya. Setiap peserta didik diharapkan mengklasifikasikan nama tokoh dan bidang ilmu yang didalaminya pada masa Dinasti Umayyah dengan cara menyusun dan mengelompokannya serta menyelesaikan setiap soal dengan kelompoknya. Dengan demikian rasa tanggung jawab dan ketuntasan belajar peserta didik dapat tercapai. 2. Pelaksanaan Kegiatan pembelajaran pada siklus II dilaksanakan pada tanggal 19 s/d 24 September 2011 yang membahas tentang mengklasifikasikan nama tokoh Di dalam bidang ilmu hadits dan ilmu tafsir melalui pendekatan konteks dalam buku sumber. Kem udian selanjutnya dengan menyusun da

mengelompokannya dalam bentuk tabel setiap tokoh dan karya dalam bidang ilmu hadis dan ilmu tafsir. Peserta didik diharapkan juga dapat mengerjakan latihan soal dan mengerjakan soal evaluasi 2 sebagai penjaring data. Pelaksanaan kegiatan penelitian dan yang dilakukan di dalam kelas adalah sebagai berikut: a. Peserta didik dibagi dalam 6 kelompok dimana tiap kelompok beranggotakan 5 orang dan ada 1 kelompok beranggotakan 4 orang sebab jumlah peserta didik hanya 34 orang. pencarian dalam buku sumber

b. Pada m asing-masing kelom pok, peneliti membagi dalam tiga kelompok yaitu: kelompok atas, kelompok sedang dan kelompok bawah. Hal ini dilakukan dengan m aksud agar dalam kelompok tersebut semua peserta didik mempunyai potensi yang sama dalam

pembelajaran. c. Masing-m asing kelompok mempersiapkan bahan berupa buku sumber yang telah

disediakan oleh guru selain yang dibawa oleh peserta didik. d. Peneliti kemudian menyuruh kepada masing-masing kelompok untuk menyiapkan seluruh peralatan dan peneliti memberi arahan cara mencari dan meneliti tokoh dan karya seseorang dalam sebuah buku sum ber dan selanjutnya peserta didik mengikutinya. e. Peneliti keliling melihat hasil kerja masing-masing kelompok dan memberikan bantuan seperlunya. f. Peneliti memberikan penjelasan pada seluruh kelompok dengan menyebutkan tokoh-tokoh dalam bidang ilmu hadits dan ilmu tafsir pada masa Dinasti Umayyah. g. Dari penjelasan yang diberikan oleh peneliti, masing-masing kelompok dapat membuat tabel tokoh dalam bidang ilmi hadits dan ilmu tafsir pada m asa Dinasti Umayyah. Kemudian peneliti memberikan beberapa soal yang berkaitan sejumlah tokoh ilmu hadits dan tafsir pada masa Dinasti Umayyah h. Selanjutnya peneliti menunjuk beberapa peserta didik untuk menjawab dengan menyebutkan jawaban soal latihan yang dibacakan oleh guru. Dan sebelum pembelajaran berakhir peneliti memberikan tugas di rumah (PR) dari buku paket. i. Kemudian pem belajaran berikutnya adakah pelaksanaan evaluasi 2 yang terdiri dari 5 butir soal yang harus dikerjakan oleh setiap peserta didik dan bila selesai segera

dikumpulkan.

BAB V PENUTUP

A . Simpulan Setelah peneliti cermati selama dalam kegiatan penelitian dari hal proses sampai pada hasil maka peneliti menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam menggunakan metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual hendaknya guru juga memperhatikan pentingnya pengelolaan kelas. pembelajaran. Sebab walaupun dalam Hal ini demi kelancaran proses metode

pembelajaran

sudah

menggunakan

pembelajaran yang baik namun jika dalam mengelola kelas kurang baik, maka proses pembelajaran akan terganggu dan hasilnya kurang memuaskan. 2. Pembelajaran kontekstual pada pokok bahasan Kemajuan Dinasti Umayyah telah

memberikan nuansa baru dalam pembelajaran Sejarah 3. Kebudayaan Islam sehingga pem belajaran lebih efektif. Hal ini terbukti dengan adanya perubahan yang signifikan terhadap ketuntasan belajar peserta didik. Terlihat pada nilai ulangan peserta didik yang dilakukan setelah siklus III mencapai nilai rata-rata 8,5 dengan ketuntasan belajar 94%.

B . Saran-saran Setelah mengetahui hasil dan kesimpulan selama penelitian berlangsung di MI NW Perok, peneliti mem berikan saran antara lain: 1. Seorang guru hendaknya terampil dan dapat menguasai berbagai metode pembelajaran agar peserta didik lebih mudah m emahami materi pembelajaran. 2. Seorang guru harus selalu aktif melibatkan peserta didik selama kegiatan pembelajaran berlangsung. 3. Seorang guru harus dapat m emilih metode dan kreatif dalam mencoba ide baru agar proses pembelajaran berhasil dengan baik dan tidak membosankan. 4. Hendaknya guru selalu memotivasi peserta didik untuk selalu belajar di rumah materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya supaya dalam pembelajaran peserta didik

mempunyai gambaran materi.

5. Perlunya kolaborasi dengan guru yang lain di dalam meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian Tindakan Kelas. 6. Kepala Sekolah hendaknya memfasilitasi kegiatan Penelitian Tindakan Kelas yang dituangkan dalam Program Kerja Sekolah.

DAFTAR RUJUK AN

Abimanyu, S oli, 1998, Penyusunan Proposal PTK, Makalah dalam PCP PTK Proyek PGSM tanggal 1-22 Oktober Abimanyu, Soli dkk, 1995, Penelitian Praktis untuk Perbaikan Pembelajaran, PGSM Ditjen Dikti Depdiknas, Jakarta Arends, Ricard I, 1997, Classroom Intruction and Management, Toronto, McGraw-Hill A . Syalabi, 1983, Sejarah Kebudayaan Islam 1 dan 2, Jakarta : Pustaka al- Husna Badri Yatim, 1996, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada Chatibul Umam, Sejarah Kebudayaan Islam kelas VIII untuk MTs ., Kudus : Menara Kudus Hokins, David, 1992, A Guide to Classroom Research, 2nd ed. Open University Press Jaih Mubarok, 2004, Sejarah Peradaban Islam, Bandung : Pustaka Bani Quraisy Kartono, Kartini, 1996, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung : Mandar Maju Oemar Amin Hoesin, 1981, Kultur Islam, Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional, Jakarta : Bulan Bintang Moeleong, L.J., 1991, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya. Nurhadi dan Sentuk, Agus, Gerrad. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya Dalam KBK. Malang: UM Press. Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press. Marcell A. Boisard, 1979, Humanisme dalam Islam, Jakarta : Bulan Bintang

PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK)

MENGAJARKAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM DENGAN PENDEKATAN KONTRUKSITIVISME PADA POKOK BAHASAN KEMAJUAN DINASTI UMAYYAH di KELAS VI MI NW PEROK

DISUSUN OLEH : NAMA : SUPRIATIN JAMILAH, S.PdI

MADRASAH IBTIDAIYAH NW PEROK DESA JANAPRIA KEC. JANAPRIA LOMBOK TENGAH