Makalah Sintan Oke
-
Upload
diananurallatief -
Category
Documents
-
view
119 -
download
9
description
Transcript of Makalah Sintan Oke
MAKALAH SINTESIS ANORGANIK
SINTESIS SiO2 DARI LUMPUR LAPINDO SEBAGAI
ADSORBEN LOGAM Cu PADA LIMBAH BATIK
PEKALONGAN
Disusun Oleh :
Ira Eka Fatmawati 24030111120014
Diana Nur Al Latief 24030111130032
Ferdiansyah Anugrah R. 24030111130036
Diah Apriliani Amaliah 24030111130040
Aulia Wulandari 24030111130051
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sintesis Anorganik serta untuk menambah pengetahuan pembaca mengenai
Sintesis SiO2 dari dari lumpur lapindo sebagai adsorben logam Cu pada limbah
batik pekalongan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Suhartana, M.Si
selaku dosen Sintesis Anorganik yang telah membimbing dalam mempelajari
mata kuliah ini, serta semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung
maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih ada
kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca agar kedepannya dapat menunjang kualitas makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Semarang, 22 September 2013
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batik merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa Indonesia yang telah
mendapat pengakuan internasional dari UNESCO pada tahun 2009. Pencanangan
hari batik nasional telah berperan meningkatkan minat pemakai batik. Namun
seiring dengan berkembangnya industri batik, meningkat pula volume limbah cair
yang dihasilkannya. Karena banyak produsen pabrik yang tidak memiliki tempat
pengolahan limbah batik.
Limbah cair industri batik dilaporkan mengandung logam berat seperti
timbal, besi, seng, krom, tembaga dan kadmium (Cahyanto, 2008, Purwaningsih,
2008, Agustina, 2011).Menurut Kementrian Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (1990) sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokan ke
dalam 3 kelompok, yakni bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur
Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang yang terdiri dari unsur-unsur Cr,
Ni, dan Co; serta bersifat tosik rendah yang terdiri atas unsur Mn dan Fe
(Marganof, 2003). Salah satu jenis logam pencemar prioritas tinggi yang
ditemukan dalam limbah industri batik antara lain Pb, Cu, Ag, dan logam lainnya.
Penanganan limbah logam berat telah banyak dilakukan untuk mengatasi
pencemaran dan resiko keracunan bagi makhluk hidup, antara lain: adsorbsi.
Salah satu logam yang banyak di aplikasikan dalam proses adsorpsi yaitu silika
gel.
Masalah Lumpur lapindo sidoharjo sampai sekarang pun belum selesai.
Menurut Aristianto, kandungan silika pada lumpur Lapindo mencapai 53,03% dan
merupakan elemen yang paling banyak dibandingkan senyawa-senyawa lainnya.
Kandungan senyawa selain silika (SiO2) dalam lumpur Lapindo adalah Al2O3,
Fe2O3, CaO, MgO, Na2O, K2O, dan SO2.
Hasil ekstraksi SiO2 dari lumpur Lapindo dibentuk menjadi silika gel, Silika
gel dapat disintesis melalui proses sol-gel dengan melakukan kondensasi larutan
natrium silikat dalam suasana asam. Silika gel termodifikasi material anorganik
dan juga gugus fungsional organik dewasa ini telah menjadi subyek penelitian
yang menarik dengan berbagai kemungkinan aplikasinya. Kegunaan dari material
sangat tergantung pada sifat permukaannya. Modifikasi permukaan secara kimia
biasanya dilakukan melalui pengikatan organosilan yang sesuai dengan
pengikatan ujung gugus fungsional yang diinginkan. Silika gel merupakan
substrat yang menarik untuk organosilanisasi sebab permukaannya yang
didominasi gugus hidroksil dapat bereaksi cepat dengan agen organosilan. Ikatan
antara Si-O-Si-C yang terbentuk mempunyai sifat ganda dengan stabilitas kimia
yang tinggi. Kualitas dan daya tahan dari material organosilan tergantung
terutama pada sifat alamiah dari ikatan dengan permukaannya (Cestari, 2000).
Prinsip dasar dari proses sol-gel ini adalah perubahan atau transformasi dari
spesies Si-OR dan Si-OH menjadi siloksan (Si-O-Si). Silika gel yang mempunyai
gugus silanol bebas (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-O-Si-) diketahui mampu
mengadsorpsi ion logam keras. Purwaningsih (2007) telah berhasil mensintesis
silika gel (SG) dan hibrida etilendiamino-silika. Penelitian ini mempelajari
selektivitas adsorpsi ion-ion multi logam Ag(I), Pb(II), Cr(III), Cu(II), dan Ni(II)
pada SG dan HDS. Pada HDS, selain gugus silanol dan siloksan terdapat
tambahan gugus aktif yaitu gugus amina (-NH2) dari senyawa organik aktif yang
diimobilisasikan. Berdasarkan sifat kebasaan Lewis dari gugus amina (-NH2)
dengan logam-logam Ag(I), Pb(II), Cr(III), Cu(II) dan Ni(II) maka diharapkan
HDS yang dihasilkan dapat digunakan sebagai adsorben yang selektif
mengadsorpsi logam-logam tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kemampuan adsorben silika yang
berasal dari lumpur lapindo sebagai penjerap logam pada limbah batik.
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana mengatasi masalah limbah batik di Indonesia?
Bagaimana memanfaatkan silika yang terkandung dalam lumpur lapindo?
Bagaimana proses pembuatan lumpur lapindo sebagai adsorben logam
pada limbah batik?
BAB II
ISI
Perkembangan teknologi industri dewasa ini semakin pesat yang dimana
semuanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Walaupun
demikian, kemajuan yang sudah dicapai tidak akan pernah terlepas dari risiko
negatif yang akan berpengaruh terhadap perubahan lingkungan seperti adanya
pencemaran yang pada akhirnya akan berdampak pada manusia kembali.
Perkembangan industri sangat didukung oleh kemajuan teknologi. Teknologi akan
mempermudah pekerjaan manusia sebagai pelaksana kegiatan industri serta akan
menjadi daya dukung yang dominan bagi dunia industri. Namun, perkembangan
dunia industri tersebut terkadang kurang didukung dengan tidak adanya kesadaran
akan efek dari kegiatan industri tersebut seperti limbah yang dihasilkan dari
kegiatan industri.
Industri batik merupakan industri yang sangat potensial untuk
dikembangkan. Berawal dari metode sederhana, yaitu menggambar dengan
canting dan mencelupkan dalam pewarna, batik cap dengan cara dicap pada
cetakan sampai produksi masal dengan mesin modern. Dalam pembuatan batik,
dari proses awal hingga proses penyempurnaannya diindikasikan menggunakan
bahan – bahan kimia yang mengandung unsur – unsur logam berat sehingga bahan
buangan dari prosesnya tersebut masih mengandung unsur – unsur logam berat.
Apabila bahan buangan tersebut tidak diolah dengan baik, maka bahan buangan
tersebut akan dapat mencemari lingkungan.
2.1 Limbah Batik Pekalongan
Proses pembuatan batik tulis di Kecamatan Pekalongan Selatan sangat
sederhana. Proses pembuatan batik tersebut memerlukan beberapa tahapan, yaitu :
penggambaran pola dengan cetakan tembaga yang dilapisi malam dan
menggambar dengan canting, proses pewarna dasar, proses pewarna lanjut dan
proses pencucian kain dengan air mendidih. Pada proses pewarna batik, baik
pewarna dasar ataupun pewarna lanjut diindikasikan menggunakan campuran
kimia yang sangat beracun dan berbahaya. Ironisnya untuk beberapa kelurahan di
kecamatan Pekalongan Selatan tidak memiliki instalasi pengolahan limbah,
sehingga limbah batik akan langsung dibuang ke sungai melalui drainage air
hujan. Industri batik merupakan industri yang potensial mengandung logam berat
yang merupkan limbah berbahaya, sehingga dapat menyebabkan rusaknya
lingkungan. Keberadaan limbah industri dapat diketahui berupa pencemaran fisik,
seperti berbau menyengat, dan kontaminan akan membuat air menjadi keruh.
Timbulnya gejala tersebut secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda
terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana, 2004). Limbah
berwarna timbul akibat penggunaan zat pewarna yang masih melekat setelah
dipakai.
Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh dampak perkembangan
industri perlu dikaji lebih mendalam, karena apabila hal ini tidak diperhatikan
akan mengakibatkan terganggunya keseimbangan antara makhluk hidup dengan
lingkungan. Daerah yang dijadikan sebagai pusat industri mempunyai
permasalahan tersendiri terhadap pencemaran, akan lebih bermasalah lagi ketika
hasil buangan yang berupa polutan yang sulit terurai dan akan mencemari
lingkungan perairan apabila dibuang ke badan air seperti sungai atau saluran
irigasi ( Hindarko, 2003 ).
Menurut harian Joglo Semar (24 Nopember 2007), limbah batik
perusahaan Laweyan Surakarta telah mencemari air sungai dan air sumur warga
disekitarnya hal ini diungkapkan oleh Kasi Pemantauan Lingkungan Hidup Joko
Susilo kepada Joglo Semar (23 – 11-2007). Joko Susilo menemukan warna merah
pada air sumur milik warga Mujiono dan Sarsito yang disebabkan karena adanya
pembuangan limbah batik dari pabrik batik yang tidak dilengkapi dengan alat
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Terdapat dua Karakteristik limbah batik
cetak yaitu karakteristik fisika dan karakteristik kimia. Karakteristik fisika
meliputi warna, bau, zat padat tersuspensi, temperatur sedangkan karakteristik
kimia meliputi bahan organik, anorganik, fenol, sulfur, pH, logam berat senyawa
racun (nitrit), maupun gas. Menurut Siregar (2005) limbah cair industri batik
cetak tersebut telah memiliki karakteristik berwarna keruh, berbusa, pH tinggi,
konsentrasi BOD tinggi, mengandung logam berat, serta mengandung zat warna.
Menurut Mahida (1984), senyawa logam berat yang bersifat toksis yang terdapat
pada pembuangan limbah industri batik cetak tersebut yaitu seperti Krom (Cr),
Timbal (Pb), Nikel (Ni), Tembaga (Cu), dan Mangan (Mn). Oleh karena itu, perlu
adanya penanganan serius untuk dapat menanggulangi limbah cairan batik
tersebut yang telah mencemari lingkungan.
2.2 Lumpur Lapindo
Sebagaimana diketahui, jutaan meter kubik luapan lumpur Lapindo
Sidoarjo sebagai akibat bencana sejak tanggal 27 Mei 2006 yang lalu telah
mengakibatkan bencana alam berupa banjir lumpur panas Lapindo Sidoarjo yang
telah menyebabkan kerugian luar biasa baik dari bidang ekonomi maupun sosial
budaya. Bencana ini telah mengakibatkan adanya luapan lumpur yang volumenya
telah mencapai jutaan meter kubik dan sampai saat ini masih terus menyembur
hingga sangat sulit untuk diatasi.
Berbagai studi penelitian tentang penanganan lumpur lapindo tersebut,
selama ini lebih banyak terkait dengan dimensi persoalan medis dan ekologis
walaupun disamping itu beberapa penelitian ada yang sudah mengarah pada
pemanfaatannya secara praktis. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan lumpur
Lapindo secara praktis dan fungsional sudah dilakukan, namun yang sudah cukup
mengedepan selama ini adalah sebatas untuk kepentingan mendukung sebagai
bahan bangunan misalnya seperti untuk bahan baku campuran pembuatan batu
bata, semen, batako, paving block, dan genteng. Selama ini, pemanfaatannya juga
tidak lebih sebagai bahan campuran untuk bahan bangunan dan belum ada
penelitian yang lebih mengarah pada nilai-nilai praktis dan fungsional.
Berdasarkan laporan ”Environmental Assesment” oleh UNDAC, 2006,
disebutkan bahwa pelepasan lumpur lapindo ke suatu perairan akan menyebabkan
kematian pada makhluk hidup air tersebut serta dapat juga membahayakan
manusia yang tergantung pada perairan tersebut. Kandungan logam berat yang
bersifat toksik ditemukan pada konsentrasi yang berjumlah cukup tinggi seperti
merkuri (Hg) yang berpotensi terakumulasi dalam tubuh manusia melalui
pengkonsumsian ikan dari perairan yang telah tercemar lumpur lapindo.
Kandungan logam berat yang terukur yaitu seperti Hg terukur 9,6-14 µg/g; Pb
terukur 13,5-17 µg/g; Cd terukur 0,13 µg/g; Cr terukur 25-40 µg/g. Sedangkan
berdasarkan hasil uji pendahuluan terhadap air lumpur lapindo diketahui
mengandung logam Pb sebesar 3,08 ppm dan Fenol sebesar 1,56 ppm (Hidayati
dan Widya yanti, 2007). Padahal menurut KepMenLH 51/2004 kadar yang
diperbolehkan di peraiaran: untuk Pb sebesar 0,008 ppm sedangkan Cd dan Hg
hanya diperekenankan 0,001 ppm.
Berdasarkan hasil pengujian Depudi Bidang TPSA-BPPT lumpur Lapindo
memiliki kandungan silika yang sangat tinggi. Hasil analisa kandungan senyawa
kimia lumpur Lapindo pada lokasi Siring adalah sebagai berikut :
Tabel 1: Hasil analisa kimia lumpur Lapindo dengan metode SEM-EDX
di lokasi Siring
Berdasarkan hasil pengujian toksikologis ditiga laboratorium yang telah
terakreditasi ( Sucofindo, Corelab dan Bogorlab ) diperoleh kesimpulan bahwa
lumpur Lapindo tidak termasuk limbah B3 sehingga apabila silika yang
berasal dari lumpur Lapindo dimanfaatkan sebagai bahan baku absorben untuk
mengabsorbsi logam Cu pada limbah batik Pekalongan maka tidak akan
membahayakan makhluk hidup serta lingkungan (Mukono, 2006).
Tabel 2: Hasil pengujian toksikologis
2.3 Aerogel Silika
Aerogel silika merupakan suatu material padat berpori yang memiliki
struktur berukuran nano yanng dihasilkan dari penghilangan cairan dari gel silika
tanpa adanya penyusutan. Aerogel silika terdiri dari jaringan ikatan silang
antarpartikel silika. Material ini memiliki beberapa sifat seperti densitas yang
rendah (3 kgm−3), konduktifitas termal yang rendah (0.02 WmK−1), kereaktifan
yang rendah, transparan (90%) serta luas permukaan yang besar (1600 m2g−1)
[Bangi,U.K.H., Rao, A.P., dan Rao, A.V., 2008]. Aerogel silika banyak digunakan
dalam bidang fisika yaitu seperti untuk isolasi panas serta dalam bidang kimia
yaitu seperti untuk penyangga katalis, adsorben, serta sebagai agen pengekstraksi
untuk berbagai macam senyawa kimia.
Aerogel silika biasanya disintesis dengan metode sol-gel, yang tahap
akhirnya mengganti cairan dalam gel dengan udara, dengan cara mengekstraksi
cairan dari gel pada temperatur dan tekanan yang sangat tinggi yang biasanya
disebut dengan pengeringan superkritis [Kistler, S, S., 1932]. Aerogel silika yang
disintesis dangan metode ini bersifat higroskopis, sehingga dalam penggunaannya
mudah menyerap air dari udara. Aerogel silika berbasis abu bagasse dapat
disintesis dengan teknik ambient pressure drying (APD) [Nazriati, Heru S.,
Sugeng W., Reza A dan Enggar E.V., 2010,]. Teknik APD lebih aman dan lebih
mudah dikerjakan karena tidak menggunakan suhu tinggi dan berlangsung dalam
tekanan ruang. Teknik APD membutuhkan proses modifikasi pada permukaan
silika aerogel menggunakan agen pemodifikasi permukaan sehingga silika aerogel
bersifat hidrofobik dan reaksi kondensasi tidak terjadi selama proses pengeringan
[Hutabarat, E. B., dan Arini N., 2010]. Agen pemodifikasi permukaan yang dapat
digunakan antara lain seperti trimetilklorosilan (TMCS) dan heksametildisilazan
(HMDS). Pengaruh dari agen pemodifikasi permukaan terhadap aerogel yang
disintesis adalah dapat meningkatkan luas permukaan dan hidrofobitas [Nazriati,
Heru S., Sugeng W., Reza A dan Enggar E.V., 2010,].
Lumpur Lapindo memiliki potensi yang besar jika dimanfaatkan untuk
pembuatan aerogel silika karena kandungan silika yang cukup banyak yaitu
sekitar 53,08%.
BAB III
METODE PENELITIAN
Lumpur Lapindo memiliki potensi yang besar jika dimanfaatkan untuk
pembuatan aerogel silika karena kandungan silika dalam lumpur Lapindo cukup
banyak. Kandungan lumpur Lapindo antara lain terdiri dari 53,08% SiO2, 18,27%
Al2O3, 5,60% Fe2O3, dan 0,57% TiO2 ( Aristianto, 2006). Silika dalam lumpur
Lapindo ini dapat diekstrak dengan larutan NaOH 3 M menghasilkan larutan
natrium silikat. Larutan ini selanjutnya ditambah HCl sehingga didapat endapan
silika yang selanjutnya dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan aerogel silika.
( Sodiq, M. J.,dkk, 2012).
3.1 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari sampel penelitian yang
berasal dari lumpur Lapindo di Desa Siring dan air limbah batik yang berasal dari
Pekalongan, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Bahan kimia HCl p.a,
NaOH p.a, metanol p.a, TMCS 33%, heksana p.a semua dari Merck. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan gelas, ayakan 100 mesh,
mortar, kertas saring Whatman no.42, kertas saring halus, syringe 20 mL, pH
indikator universal Macherey Nagel, oven, tanur dan hot plate (pemanas) dan
furnace. Sedangkan untuk analisis digunakan seperangkat alat FT-IR Shimadzu
8400.
3.2 Prosedur Preparasi Sampel
Sampel lumpur Lapindo dikeringkan dalam oven dengan temperatur 110 oC
selama 24 jam kemudian ditumbuk dan dikalsinasi di dalam tanur pada suhu 900
oC selama satu jam. Selanjutnya sampel ditumbuk di dalam mortar. Hasil
tumbukan diayak menggunakan ayakan berukuran 100 mesh sehingga diperoleh
sampel terkalsinasi berupa lumpur halus.
3.3 Proses Ekstraksi Silika
Sebanyak 10 gram lumpur halus dimasukkan kedalam gelas kimia 250 mL
kemudian ditambahkan 100 mL larutan NaOH 3 M. Campuran tersebut kemudian
dipanaskan pada temperatur 98 ºC selama satu jam sambil diaduk dengan
pengaduk magnet. Setelah itu filtrat dipisahkan dari endapan dengan menyaring
campuran menggunakan kertas saring Whatman no. 42. Filtrat hasil penyaringan
kemudian ditambah dengan HCl 1 M secara perlahan-lahan hingga pH 4 dan
terbentuk endapan putih. Selanjutnya endapan dipisahkan dari larutannya melalui
proses penyaringan dengan kertas saring. Endapan yang diperoleh pada kertas
saring tersebut dicuci dengan 300 mL aquades sehingga akhirnya diperoleh
hidrogel silika.
3.4 Pembuatan Gel Silika
Hidrogel silika selanjutnya dimasukkan dalam gelas kimia 100 mL dan
ditambahkan 25 mL aquades, lalu diaduk dengan pengaduk stirrer hingga larutan
homogen. Kemudian dimasukkan dalam 3 tabung syringe yang ujungnya telah
dipotong sebanyak masing-masing 8 mL. Selanjutnya larutan dioven pada suhu 80
ºC hingga volume gel 5 mL lalu didiamkan selama tiga hari hingga didapat gel
silika yang padat. Gel silika kemudian ditimbang dan dihitung besarnya.
3.5 Pembuatan Aerogel Silika
Gel silika yang didapat dicuci dengan metanol selama 24 jam pada temperatur 50
ºC sehingga dihasilkan alkogel. Alkogel tersebut kemudian dimasukkan dalam
larutan campuran metanol, TMCS, dan heksana yang masing-masing sebanyak 4
mL selama 24 jam pada temperatur 50 ºC. Larutan TMCS yang ditambahkan
bervariasi yaitu 2, 4, dan 8 mL. Kemudian gel silika dikeluarkan. Gel yang
didapat selanjutnya dikeringkan pada temperatur ruang selama 24 jam. Kemudian
dipanaskan dengan temperatur 50 ºC selama dua jam dan 120 ºC selama satu jam
pada tekanan ruang untuk mendapatkan aerogel silika.
3.6 Karakterisasi Aerogel Silika
Karakterisasi dilakukan terhadap sifat fisik dan sifat kimia aerogel silika hasil
sintesis. Pengujian sifat fisik dilakukan terhadap pengamatan bentuk dan warna
aerogel. Pengujian sifat kimia dilakukan dengan analisa gugus fungsi
menggunakan spektrofotometri FT-IR.
Gambar 1. Spektra IR aerogel silika dari Lumpur Lapindo
3.7 Adsorpsi Cu Dalam Limbah Batik Pekalongan
Sebanyak 10 mL larutan limbah batik dengan variasi konsentrasi : 5, 10, 20, 50,
100, dan 200 mg/L, masing-masing diinteraksikan dengan 100 mg adsorben silika
gel selama 30 menit kemudian disaring. Konsentrasi ion logam yang tersisa dalam
larutan ditentukan dengan AAS, dan jumlah ion logam yang teradsorpsi dihitung
dari selisih jumlah logam sebelum dan sesudah adsorpsi.
3.8 Menentukan Kadar Air Silika Gel
3.9 Menghitung Daya Jerap Dan Efesiensi Penjerapan Silika Gel Terhadap
Ion Logam Cu(II)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan logam didalam lumpur Lapindo dikarakterisasi
menggunakan spektrofotometri XRF (Tabel 3), dari data pada Tabel 3 terlihat
bahwa kandungan Si dalam bentuk oksidanya merupakan elemen yang cukup
banyak yaitu sebesar 46,7% sehingga
berpotensi untuk dijadikan sumber ekstraksi silika.
Tabel 3: Kandungan logam pada sampel lumpur Lapindo
Pembuatan gel silika dan aerogel silika
Setelah lumpur Lapindo direaksikan dengan NaOH maka diperoleh larutan
natrium silikat, selanjutnya direaksikan dengan HCl sehingga terbentuk endapan
asam silikat, reaksi ini ditunjukkan pada Persamaan 1.
(1)
Dalam kondisi basa, senyawa pengotor Fe2O3 dan TiO2 dapat
dipisahkan dari SiO2 melalui pengendapan. Penambahan HCl hingga pH 4
bertujuan untuk melarutkan pengotor oksida logam seperti Al2O3, CaO, dan
K2O serta menginisiasi pembentukan H2SiO3 dari Na2SiO3 sesuai Persamaan 2,
diikuti reaksi H2SiO3 membentuk sol asam ortosilikat Si(OH)4 menurut
Persamaan 3.
Na2SiO3 + 2HCl H2SiO3 + 2NaCl (2)
H2SiO3 + H2O Si(OH)4 (3)
Endapan silika tersebut disaring, lalu dicuci dengan aquades untuk
menghilangkan NaCl. Selanjutnya ialah membentuk gel silika yang padat yaitu
dengan cara dioven 80 ºC lalu didiamkan selama 3 hari sehingga terjadi reaksi
kondensasi, ditunjukkan pada Persamaan 4.
(4)
Gel silika yang didapat selanjutnya diukur densitasnya dan diperoleh yaitu sebesar
0,981 g/mL.
Untuk membuat aerogel silika, gel silika terlebih dahulu direaksikan
dengan agen pemodifikasi yaitu trimetilklorosilan (TMCS). TMCS yang
mensubstitusi atom –H dari gugus –OH yang bersifat polar dengan gugus –
Si–CH3 (nonpolar) sehingga terbentuk aerogel yang bersifat hidrofobik.,
dengan reaksi yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme reaksi gugus silikat dengan TMCS
Molekul air dapat teradsorbsi pada permukaan silika gel dalam berbagai bentuk
yang dapat dilihat pada Gambar 3 (Scoot, R. P. W., 1993: 8).
Gambar 3. Molekul Air Pada Permukaan Silika Gel
Silika ini mempunyai daya adsorbsi 0,422276 mg/g dan efisiensi adsorbsi
96,31409 %.
Menurut Oscik (1982) yang menyatakan bahwa kesetimbangan
adsorpsi ion logam pada berbagai adsorben umumnya tercapai setelah kurang
lebih satu menit kemudian diendapkan dengan alat sentrifuse selama 30 menit
dengan kecepatan 2000 rpm. Hal ini dimaksudkan agar pengendapan lebih
maksimal.
Chelating Agent adalah senyawa yang dapat mengikat ion logam
bervalensi dua atau lebih seperti Mn, Fe, Cu, Ni, Mg, dsb yang merupakan
katalisator dalam proses oksidasi. Proses pembentukan senyawa kompleks
terjadi karena adanya reaksi antara ion logam yang dinamakan ion inti
dengan ion atau molekul yang disebut ligan dalam membentuk kompleks ion
logam dan ligan yang berikatan melalui ikatan koordinat kovalen dimana
donor elektron berasal dari ligan. Muatan senyawa kompleks ini dapat
bermuatan positif, negatif atau pun netral (Winarno, 1991).
Menurut Kirck & Othmer (1985), penggunaan senyawa pembentuk
kompleks sebagai pengikat ion logam adalah untuk mengurangi aktivitas ion-
ion logam di dalam produk dapat menghilangkan ion-ion logam yang
membentuk endapan yang tidak diinginkan dan mengurangi sifat racun dari
logam berat seperti Pb, Hg, Zn, Cu, Ni, dan sebagainya.
Karakterisasi Aerogel
Aerogel yang diperoleh berwarna putih memiliki morfologi berupa
bongkahan. Untuk aerogel dengan penambahan TMCS 2 mL, bongkahan yang
dihasilkan lebih keras daripada aerogel dengan penambahan TMCS 4 dan 8 mL.
Aerogel dengan penambahan TMCS 8 mL mudah hancur menjadi serbuk halus.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi volume TMCS yang ditambahkan
maka semakin banyak gugus (-OH) yang mengalami proses sililasi menjadi gugus
O-Si-(CH3)3 yang terjadi pada pori silika sehingga efek spring back yang
terjadi lebih besar dan aerogel lebih banyak terisi udara. Hasil aerogel silika
dengan penambahan volume TMCS 2, 4 dan 8 mL ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4: Aerogel silika dengan penambahan TMCS:
(a) 2 mL (b) 4 mL dan (c) 8 mL
Pada uji hidrofobitas, bongkahan aerogel diletakkan di atas air. Untuk
aerogel dengan penambahan TMCS 4 mL dan 8 mL, bongkahan mengapung di
atas air dan tetap kering. Hal ini dimungkinkan karena permukaan aerogel silika
telah termodifikasi atau tersililasi sehingga aerogel bersifat hidrofobik. Akan
tetapi untuk aerogel dengan TMCS 2 mL tenggelam yang berarti gugus -Si-
(CH3)3 yang diperlukan tidak cukup untuk menggantikan gugus -OH sampa
aerogel silika bersifat hidrofobik. Semakin banyak TMCS yang digunakan maka
semakin banyak atom H pada gugus silanol (Si-OH) yang tergantikan oleh gugus -
Si-(CH3)3 sehingga menjadi gugus -O-Si-(CH3)3. Gugus alkil merupakan gugus
yang bersifat hidrofobik. Dengan mengurangi gugus silanol, maka silika aerogel
tidak mudah mengadsorpsi air.
Pada uji kelarutan, aerogel silika dilarutkan dalam NaOH 12 M, HCl 37%,
metanol, heksana, amonia, dan TMCS. Hasil uji kelarutan diperoleh bahwa
aerogel silika tidak reaktif terhadap HCl 37%, NaOH 3 M, metanol, dan heksana.
Hal ini diakibatkan karena adanya proses sililasi yang menyebabkan aerogel silika
berkurang kereaktifannya. Adanya gugus -O- Si-(CH3)3 menyebabkan halangan
sterik dari pori aerogel menjadi besar sehingga gugus lain menjadi sulit masuk
dan bereaksi. Akan tetapi pada uji kelarutan dengan TMCS, aerogel tersebut
bereaksi membentuk gelembung-gelembung yang keluar dari aerogel seperti
tablet effervescent yang dimasukkan dalam air. Hal ini diakibatkan karena TMCS
merupakan pelarut organik yang baik bagi aerogel silika sedangkan aerogel silika
mempunyai sisi-sisi gugus alkil yang akan bereaksi pada pelarut organik. Analisa
gugus fungsi permukaan aerogel digunakan spektrofotometri FT-IR. Pada spektra
yang tersaji pada Gambar 5 ditampilkan spektra IR dari aerogel silika dengan
penambahan TMCS 4 mL. Pada spektra tersebut terdapat puncak pada bilangan
gelombang 848,62; 1379,01; dan 2962,46 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus
Si-CH3, hal ini membuktikan bahwa permukaan aerogel silika berhasil
dimodifikasi dari gugus silanol menjadi gugus metalsiloksan.
Gambar 5: Spektra Infrared aerogel silika yang dibuat dengan
penambahan 4 mL TMCS
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Limbah batik mengandung logam – logam bersifat racun salah satunya Cu
sehingga harus diolah lebih kembali.
5.1.2 Lumpur lapindo yang mengandung SiO2 dapat diekstrak dan dijadikan
aerogel silika dapat digunakan sebagai adsorben logam Cu pada limbah batik.
5.2 Saran
Pemerintah dapat memanfaatkan lumpur lapindo menjadi lebih berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Aristianto, 2006, Pemeriksaan Pendahuluan Lumpur Panas Lapindo Sidoarjo,
Balai Besar Keramik Dapartemen Perindustrian, Bandung.
Bangi,U.K.H., Rao, A.P., dan Rao, A.V., 2008, A new route for preparation of
sodiumsilicate-based hydrophobic silica aerogels via ambient-pressure
drying, Iop Publishing, Maharashtra.
Farid A. F, Rachmat T.T., dan Darjito, 2013, Ekstraksi Silika Dalam Lumpur
Lapindo Menggunakan Metode Kontinyu, Kimia.Studentjournal, Vol. 1, No.
2, Pp. 182-187 Universitas Brawijaya, Malang.
Hidayati, D., dan Widya yanti. 2007. Sintasan (Survival Rate) Udang Windu
(Penaeus monodon) pada Media Pemeliharaan Hasil Pengolahan Air
Lumpur Lapindo dengan Metode Biofilter Enceng Gondok (Eichornia
crassipes (Mart.) Solm.).
Hindarko, S., 2003, Mengolah Air Limbah Supaya Tidak Mencemari Orang Lain,
Jakarta : Penerbit Esha
Hutabarat, E. B., dan Arini N., 2010, Sintesis Aerogel silika Berbasis Abu
Bagasse Dengan Metode Pengeringan Pada Tekanan Ambient
Menggunakan Teknik Co-Precursor, ITS, Surabaya.
Kistianingrum S., Dwi E. S., dan Fillaeli A., 2011, Pengaruh Jenis Asam Pada
Sintesis Silika Gel Dari Abu Bagasse Dan Uji Sifat Adsorptifnya Terhadap
Ion Logam Tembaga (II), Prosiding Seminar Nasional Kimia, Jurusan
Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Kistler, S, S., 1932, Coherent Expanded Aerogels, Journal of Physical Chemistry,
No. 36, Hal. 52-64, London.
Mukono dan Triwulan, 2006, Bahan Bangunan dari Lumpur Lapindo Aman bagi
Kesehatan. ITS : Surabaya. http://www.its.ac.id/semuaberita.php.
Nazriati, Heru S., Sugeng W., Reza A dan Enggar E.V., 2010, Sintesis Aerogel
silika Berbasis Abu Bagasse, Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses, ITS,
Surabaya.
Rosmawati, A., Rachmat T.T., dan Yuniar P.P., 2013, Variasi Metode Preparasi
Gel Pada Sintesis Aerogel Silika Dari Lumpur Lapindo,
Kimia.Studentjournal, Vol. 1, No. 2, Pp. 161-167 Universitas Brawijaya,
Malang.
Sodiq, M. J., Rachmat, T.T., dan Yuniar P.P., 2012, Studi Sintesis Nanopartikel
SiO2 dari Lumpur Lapindo, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
UNDAC, 2006, Final Technical Report: Environmental Assesment Hot Mud Flow
East Java Indonesia, United Nation Disaster Assesment and Coordination
(UNDAC) mission Juni-july 2006 , United NATION.
Wardhana, W. A., 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Zaemi H., Rachmat T.T., dan Darjito, 2013, Sintesis Aerogel Silika Dari Lumpur
Lapindo Dengan Penambahan Trimetilklorosilan (TMCS),
Kimia.Studentjournal, Vol. 1, No. 2, Pp. 208-214 Universitas Brawijaya,
Malang.