Makalah Seminar

10
Judul : Pembibitan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) di Kebun Cikumpay, PT. Perkebunan Nusantara VIII, Purwakarta, Jawa Barat Pemrasaran : Triyana Agus Safari / J3T111027 Pembahas / NIM : Muhammad Luthfan / J3T111002 Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Juni 2014 Waktu : 09.00-10.00 Ruangan : BS B03 Dosen Pembimbing : M. Iqbal N, SP Menyetujui, M. Iqbal N, SP Dosen Pembibing 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara perkebunan karet terluas didunia. Tanaman karet diintroduksikan pada tahun 1864, dalam kurun waktu 150 tahun sejak dikembangkan, luas areal mengalami perluasan setiap tahunya (Setiawan dan Agus 2005). Menurut Ditjenbun (2009) luas perkebunan karet sebesar 3 435 417 ha dengan dominasi luas areal perkebunan rakyat yaitu 2 921 396 ha diikuti oleh perkebunan besar negara seluas 238 161 ha dan perkebunan besar swasta 275 860 ha. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun 2002 sebesar 1 496 000 ton senilai US$ 1 038 000 meningkat menjadi 2 100 000 ton pada tahun 2009 Sedangkan dari aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman karet mampu menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja, belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub sistem lainnya (Ditjenbun 2012). Realitas tersebut kurang diimbangi dengan penerapan teknologi dan pengelolaan kebun khususnya pada perkebunan karet rakyat. Satu contoh pencapaian produktivitas perkebunan karet yang dikelola dalam skala perusahaan sudah mencapai produksi 1 600-1 800 kg kering/ha/tahun, sedangkan perkebunan karet rakyat berkisar 700-1 000 dengan rata rata produktivitas secara nasional. Dengan demikian kesenjangan penerapan teknologi itulah yang menjadi kendala dalam hamparan dominan perkebunan karet Indonesia (Siregar dan Suhendry 2013).

description

contoh makalah seminar

Transcript of Makalah Seminar

  • Judul : Pembibitan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell

    Arg.) di Kebun Cikumpay, PT. Perkebunan Nusantara

    VIII, Purwakarta, Jawa Barat

    Pemrasaran : Triyana Agus Safari / J3T111027

    Pembahas / NIM : Muhammad Luthfan / J3T111002

    Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Juni 2014

    Waktu : 09.00-10.00

    Ruangan : BS B03

    Dosen Pembimbing : M. Iqbal N, SP

    Menyetujui,

    M. Iqbal N, SP

    Dosen Pembibing

    1 PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara perkebunan karet terluas didunia. Tanaman

    karet diintroduksikan pada tahun 1864, dalam kurun waktu 150 tahun sejak

    dikembangkan, luas areal mengalami perluasan setiap tahunya (Setiawan dan

    Agus 2005). Menurut Ditjenbun (2009) luas perkebunan karet sebesar 3 435 417

    ha dengan dominasi luas areal perkebunan rakyat yaitu 2 921 396 ha diikuti oleh

    perkebunan besar negara seluas 238 161 ha dan perkebunan besar swasta 275 860

    ha.

    Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup

    signifikan, dari volume ekspor tahun 2002 sebesar 1 496 000 ton senilai US$

    1 038 000 meningkat menjadi 2 100 000 ton pada tahun 2009 Sedangkan dari

    aspek penyerapan tenaga kerja, pertanaman karet mampu menyerap lebih dari

    2 juta tenaga kerja, belum termasuk tenaga kerja yang terserap dalam berbagai sub

    sistem lainnya (Ditjenbun 2012).

    Realitas tersebut kurang diimbangi dengan penerapan teknologi dan

    pengelolaan kebun khususnya pada perkebunan karet rakyat. Satu contoh

    pencapaian produktivitas perkebunan karet yang dikelola dalam skala perusahaan

    sudah mencapai produksi 1 600-1 800 kg kering/ha/tahun, sedangkan perkebunan

    karet rakyat berkisar 700-1 000 dengan rata rata produktivitas secara nasional.

    Dengan demikian kesenjangan penerapan teknologi itulah yang menjadi kendala

    dalam hamparan dominan perkebunan karet Indonesia (Siregar dan Suhendry

    2013).

  • Pembibitan merupakan proses yang dilakukan untuk mempersiapkan

    tumbuhnya generasi baru dari suatu tanaman baik secara alami ataupun secara

    buatan. Aspek pembibitan berperan penting dalam budidaya tanaman sehingga

    dibutuhkan teknik yang benar.

    1.2 Tujuan

    Tujuan umum dari kegiatan PKL ini adalah:

    1. Memperoleh pengalaman dan keterampilan dalam melakukan pengelolaan tanaman karet.

    2. Menambah wawasan serta pengetahuan aspek teknis dan manajemen perkebunan dalam pengelolaan perkebunan karet.

    3. Mengaplikasikan hasil pembelajaran selama di perkuliahan untuk dipraktikan secara langsung di lapangan.

    Tujuan khusus dari kegiatan PKL ini adalah mempelajari teknik dan

    masalah dalam budidaya tanaman karet, khususnya dibidang pembibitan.

    2. KONDISI UMUM KEBUN

    2.1 Letak Geografi

    Daerah areal penanaman pada Cikumpay terdiri dari empat lokasi yaitu

    Cikumpay I, Cikumpay II, Gunung Hejo dan Gunung Anaga. Lokasi Cikumpay I

    dan Cikumpay II bergerak 19 km dari Purwakarta dengan elevasi 80 m. Gunung

    Hejo dengan elevasi 600 m bergerak 25 km dari Purwakarta, sedangkan Gunung

    Anaga lokasi terjauh, bergeraj 30 km dari Purwakarta dengan elevasi 215 m.

    2.2 Luas Areal Tata Guna Lahan

    Perkebunan Karet Cikumpay Mempunyai areal partanaman karet dengan

    luas 3 072,03 ha. Kebun Cikumpay terdiri dari tiga kebun yaitu Kebun Cikumpay,

    Kebun Gunung Hejo, dan Kebun Gunung Anaga. Kebun Cikumpay dibagi

    menjadi dua afdeling yaitu Afdeling CAY (Cikumpay) 1 dan Afdeling CAY

    (Cikumpay) 2 sedangkan untuk Kebun Anaga dan Gunung Hejo hanya satu

    afdeling.

    3. PEMBAHASAN

    Penggunaan bibit karet bermutu merupakan salah satu kunci sukses

    menuju agribisnis karet yang menguntungkan secara berkesinambungan.

    Di lapangan, bibit karet dikategorikan bermutu apabila secara fisik memenuhi

    ukuran pertumbuhan yang normal, secara fisiologis memiliki daya hidup yang

    baik dan secara genetis terdiri dari klon anjuran yang asli dan murni. Bibit yang

    memenuhi syarat fisiologis dan agronomis dapat diperoleh melalui pemilihan

    bahan tanam yang memenuhi standar dan pemeliharaan yang baik. Dengan

    demikian pembibitan sangat berperan penting dalam proses budidaya (Ditjenbun

    2013).

  • 3.1 Kegiatan Okulasi

    Sebelum kegiatan okulasi, dilakukan kegiatan penyiangan gulma, hal ini

    dilakukan agar areal sekitar batang bawah bersih, memudahkan okulator untuk

    melakukan okulasi, serta memudahkan penyerapan unsur hara ketika pemupukan.

    Selain itu, sebulan sebelum kegiatan okulasi dimulai dilakukan kegiatan

    pemupukan kiserit, berdasarkan wawancara dengan mandor besar okulasi, tujuan

    dari pemupukan kiserit yaitu agar batang bawah tidak lengket sehingga

    mempermudah dalam pembukaan jendela okulasi.

    Menurut (Lasminingsih et al) proses awal dalam kegiatan okulasi adalah

    membersihkan batang bawah dari tanah menggunakan kain atau lap. Penggunaan

    alat dan bahan dalam pelaksanaan okulasi harus selalu bersih. Hal ini dapat

    mempengaruhi tingkat keberhasilan dari okulasi tersebut. Apabila terjadi hujan

    maka kotoran dan tanah menempel sehingga batang tanaman menjadi kotor.

    Kendala yang dihadapi pada saat kegiatan okulasi yaitu cuaca yang kurang

    mendukung, kegiatan okulasi tidak dapat berlangsung apabila terjadi hujan

    dikarenakan batang akan basah sehingga mengurangi persentase keberhasilan

    okulasi. Untuk mencapai target yang diinginkan sebaiknya dilakukan perubahan

    sistem yang digunakan. Seperti perubahan jam kegiatan. Apabila hujan sering

    terjadi pada saat pagi hari, maka dapat dilakukan pada sore hari, begitu juga

    sebaliknya.

    3.2 Persentasi Keberhasilan Okulasi

    Keberhasilan okulasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya keadaan

    batang bawah dan batang atas. Batang karet sebaiknya tidak sedang dalam

    keadaan flush atau dorman dikarenakan pada keadaan flush sebagian besar sari

    makanan yang dihasilkan terfokus untuk pertumbuhan daun. Sehingga

    pertumbuhan kambium terganggu. Akibatnya kulit pada batang tanaman karet

    lengket, pada saat kegiatan dilapang pengamatan daun flush tidak dapat

    dilaksanakan karena kondisi batang bawah dan entres yang sudah berumur lebih

    dari 2 tahun. Sehingga juru okulasi sulit untuk melihat kondisi daun. Adapun

    rumus presentasi keberhasilan okulasi adalah :

    % keberhasilan okulasi = okulasi hidup 100%

    tanaman yang diokulasi

    Pengamatan selanjutnya dilakukan setelah kontrol 1 (21 hari setelah

    kegiatan okulasi), kontrol 2 (31 hari setelah kegiatan okulasi), dan kontrol 3 (41

    hari setelah kegiatan okulasi. Persentase keberhasilan okulasi dihitung setelah

    kontrol 3 dilakukan. Persentase keberhasilan okulasi tiap klon dapat dilihat pada

    Tabel 1.

  • Tabel 1 Persentase Keberhasilan Okulasi Tiap Klon Klon Batang

    Bawah

    Klon Batang

    Atas

    Pohon Diokulasi

    Okulasi Hidup (Pohon)

    % Keberhasilan

    GT 1 PB 260 5664 4791 84.58

    LCB 1320 PR 255 2330 1840 78.96

    GT 1 PR 255 7640 7081 92.68

    PR 228 PR 261 940 464 49.36

    LCB 1320 RRIC 100 2130 1657 77.79

    PR 228 RRIC 102 2463 2021 82.05

    Sumber : Laporan Mandor Pembibitan Afdeling Cikumpay

    Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat 6 klon, yaitu PB 260

    dengan batang bawah GT 1 (84.58 %), PR 255 dengan batang bawah LCB 1320

    (78.96%), PR 255 dengan batang bawah GT 1 (92.68%), PR 261 dengan batang

    bawah PR 228 (49.36%), RRIC 100 dengan batang bawah LCB 1320 (77.79%),

    dan RRIC 102 dengan batang bawah PR 228 (82.05%). Klon PR 255 dengan

    batang bawah GT 1 memiliki persentase keberhasilan okulasi tertinggi, sedangkan

    klon klon PR 261 dengan batang bawah PR 228 memiliki persentase keberhasilan

    okulasi paling rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa klon PR 255

    dengan batang bawah GT 1 mempunyai kesesuian lebih tinggi yang dibuktikan

    dengan keberhasilan okulasi sebesar 92.68%. hal ini dikarenakan klon PR 255 dan

    klon GT 1 merupakan klon generasi kedua sehingga kedua klon tersebut memiliki

    kesesuain tinggi berdasrkan pada rekomendasi klon harapan.

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada bulan April batang bawah

    yang digunakan untuk semaian PTPN VIII kebun cikumpay yaitu klon GT 1 dan

    LCB 1320 sebagai klon batang bawah. Kemudian diokulasikan dengan kloln PB

    260, RRIC 100 dan PR 255 sebagai klon batang atas . Pengamatan keberhasilan

    okulasi dapat dilihat pada tabel 2.

    Tabel 2 Pengamatan Keberhasilan Okulasi

    Tanamanan

    Klon Batang

    Atas

    Klon Batang Kontrol

    Bawah I II III

    1 PB 260 GT 1 Hidup Hidup Hidup

    2 PB260 LCB 1320 Hidup Hidup Mati

    3 PR 255 GT 1 Hidup Hidup Hidup

    4 PR 255 LCB1320 Mati Mati Mati

    5 RRIC 100 LCB 1320 Hidup Hidup Mati

    Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Kebun Cikumpay

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, keberhasilan okulasi yang

    mahasiwa dapatkan yaitu 40 %. Hal ini disebabkan oleh faktor diantara cuaca,

    keadaan tanaman. Faktor cuaca sangat mempengaruhi kegiatan okulasi, okulasi

    akan gagal apabila balutan pada jendela dan kondisi batang yang akan diokulasi

    terkena air sehingga batang akan busuk dan mata entres tidak akan menempel

    dengan baik. Faktor lainya yaitu keadaan dari tanaman tersebut. Menurut

    (Cahyono 2010) teknik pada okulasi coklat batang bawah yang digunakan

    berumur 8-18 bulan dan batang atas (mata entres) diambil dari pohon berumur 1-2

  • tahun. Pada kebun tegakan di PT Perkebunan Nusantara VIII berumur lebih dari

    dua tahun sehingga lingkar batang dari setiap tanaman rata rata mencapai 7-10

    cm, hal ini menyulitkan mahasiswa untuk membuka batang dan membungkus

    jendela okulasi sehingga kemungkinan batang membusuk karena terdapat ruang

    udara dan ruang masuknya air.

    3.3 Waktu Okulasi

    Persentase keberhasilan okulasi sangat dipengaruhi cuaca, selain dari itu

    waktu pelaksanaan juga berperan penting dalam kegiatan okulasi. Okulasi

    sebaiknya dilakukan pada saat teduh atau pada pagi hari antara pukul 06.00 WIB

    10.00 WIB. Okulasi sangat tidak dianjurkan pada waktu hujan sebab sedikit kemungkinan tingkat keberhasilan okulasi berhasil. Dalam praktik lapangan saat

    okulasi yang tepat adalah pada awal dan akhir musim hujan dikarenakan kambium

    masih bekerja aktif dan hujan tidak terlalu banyak sehingga dapat mencegah

    pembusukan pada okulasi. Waktu musim hujan batang bawah yang dibuat untuk

    jendela okulasi dalam keadaan basah dan kotor karena percikan air hujan

    membawa kotoran, sedangakan kegiatan okulasi harus bersih dan kering untuk

    meningkatkan keberhasilan okulasi.

    Kegiatan okulasi di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cikumpay

    dimulai pada pukul 06.00 WIB - 10.00 WIB, akan tetapi pada bulan Februari-

    Maret okulasi dilaksanakan pada pukul 15.00 WIB 17.00 WIB. Hal ini terjadi dikarenakan lama hari hujan pada bulan tersebut mencapai masing masing 14 dan

    16 hari. Dari kegiatan tersebut maka mahasiswa melakukan pengamatan

    perbedaan waktu okulasi yang dilakukan terhadap keberhasilanya pada kontrol 1.

    Pengamatan keberhasilan okulasi berdasrkan waktu dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3 Pengamatan keberhasilan okulasi berdasarkan waktu pelaksanaan Waktu Jumlah Pohon Jumlah Okulasi Hidup % Keberhasilan

    06.00-10.00 120 96 80

    07.00-11.00 120 90 75

    15.00-17.00 120 77 64

    Sumber : Data Hasil Pengamatan di Lapangan Kebun Cikumpay

    Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh mahasiswa , keberhasilan

    okulasi yang diperoleh pada pukul 06.00-10.00 sebesar 80%, pukul 07.00-11.00

    sebesar 75% dan pukul 15.00-17.00 sebesar 64%. Menurut (Setiawan dan Agus)

    saat terbaik melakukan okulasi adalah pukul 07.00-10.00, sebab pada pagi hari

    kelembapan masih tinggi. Pada saat pagi hari keberhasilan okulasi lebih tinggi

    dibandingkan dengan pelaksanaan okulasi pada sore hari. Hal ini disebabkan

    karena temperatur yang semakin meningkat, suhu diatas 300C akan merusak

    jaringan pada tanaman dan membuat batang entres menjadi layu. Kegiatan okulasi

    sangat baik apabila pada keadaan lembab yang tinggi.

  • 3.4 Manajemen Pembibitan

    Pembibitan merupakan tempat penyiapan dan penyediaan bahan tanam

    (bibit), baik yang berasal dari hasil perbanyakan generatif (benih) maupun

    vegetatif (klonal). Ada beberapa tahapan dalam kegiatan pembibitan karet, yaitu

    mulai dari pesemaian biji, okulasi, pembuatan bibit polybag dan penanaman.

    Manajemen yang baik sangat diperlukan sehingga kegiatan dapat terlaksana

    sesuai rencana dan tepat waktu.

    3.4.1 Kebutuhan Benih

    Perhitungan kebutuhan benih merupakan hal pertama dalam proses

    pembibitan. Benih yang disemai ditanam didalam bedengan dengan lebar

    bedengan 1-1.2 m dan tinggi 0.2 m dengan ukuran panjang yang disesuaikan

    dengan kebutuhan benih. Ukuran untuk satu bedengan di PT Perkebunan

    Nusantara VIII Cikumpay berukuran 6 m x 20 m. Klon yang disemaikan adalah

    klon GT 1 dan LCB 1320, Berdasarkan wawanacara dengan mandor besar

    pembibitan, setiap luasan 1 m3 bedengan klon biji GT 1 dapat memuat hingga

    1200 biji sedangkan untuk klon LCB 1320 dapat memuat 1000 biji.

    Gambar 1 Bedengan Pendederan Benih

    Benih yang dikecambahkan sebaiknya tidak disimpan lebih dari tiga hari

    sebab dikhawatirkan terjadi penurunan daya kecambah, selain itu benih yang

    disimpan sebaiknya tidak terkena sinar matahari langsung.

    Tabel 4 Lama Penyimpanan Dengan Daya Kecambah Benih Karet Lama Penyimpanan (Hari) Daya Kecambah (%)

    0 80

    1 54

    2 30

    3 12

    4 12

    5 3

    6 0

    Sumber : Petunjuk Teknis Budidaya Karet, 2014

    Berikut adalah rumus untuk menentukan kebutuhan benih di pendederan

    Kebutuhan Benih = Ukuran Bedengan x Jumlah Luasan per 1 m2

    Sehingga untuk satu bedengan berukuran 6 m x 20 m akan berisi benih :

  • Kebutuhan Benih untuk GT 1 = (4 m x 20 m) x 1 200 = 96 000 benih, sedangkan

    untuk benih LCB 1320 = (4 m x 20 m) x 1 000 = 80 000 benih. Penggunaan luas

    6 m x 20 m tidak seluruh nya terpakai dikarenakan digunakan untuk akses jalan

    dan kegiatan pemeliharaan.

    Jarak tanam untuk batang bawah yang digunakan di PT Perkebunan

    Nusantara VIII Kebun Cikumpay adalah 30 x 40 x 60 cm. Untuk memudahkan

    kegiatan dapat mengggunakan ajir dari bambu dengan ukuran 20 cm. Pangkal

    ajir kemudian dibuat lubang tanam dan setelah kecambah di tanam, ajir

    dimiringkan sebagai tanda kecambah sudah ditanam. Untuk populasi per ha

    batang bawah adalah :

    Populasi batang bawah per ha = Luas Lahan

    Jarak Tanam

    Maka kebutuhan bibit untuk batang bawah adalah : 10 0000 m2

    0.3 m x (0.4 m +0.6m )

    2

    = 66 666 bibit

    Hasil tersebut perlu dikalikan dengan persentase bibit afkir untuk

    menanggulangi kegagalan dalam proses perkecambahan agar mendapatkan

    populasi optimum.

    Jumlah tanaman afkir :

    (Jumlah populasi per ha x Persentase bibit afkir)

    (66 666 x 20 % = 13 333)

    Kebutuhan bibit yang diperlukan :

    (Jumlah populasi per ha + jumlah bibit afkir)

    (66 666 + 13 333 = 79 999)

    Jumlah luasan pesemaian batang bawah Kebun Cikumpay sebesar 11 ha.

    Untuk mendapatkan populasi keseluruhan maka dibutuhkan bibit sebanyak 879

    989 pohon. Untuk mengetahui jumlah bedengan yang perlu disiapkan adalah

    sebagai berikut :

    Total populasi tanaman

    jumlah benih per luasan bedengan

    Total populasi tanaman adalah 879 989 pohon,untuk mengetahui kebutuhan

    bedengan yang perlu disediakan adalah :

    Untuk benih GT 1 = 879 989

    96 000 = 9 Bedeng

    Untuk benih LCB 1320 = 879 989

    80 000 = 11 Bedeng

    Penggunaan klon batang bawah GT 1 sangat dianjurkan dalam pemilihan

    klon batang bawah, sebab dapat dibuktikan dengan jumlah bedengan yang lebih

    sedikit yaitu 9 bedengan dibandingkan dengan klon LCB 1320 yaitu 11 bedeng.

    Hal ini tentunya dapat mengurangi pembiayaan dalam kegiatan pembibitan

    sehingga pelaksanaan pembibitan lebih efisien.

  • Pengamatan mengenai kebutuhan benih perlu dilakukan untuk mengetahui

    banyaknya benih yang perlu disediakan. Berdasarkan pada data yang diperoleh

    dari mandor besar pembibitan mengenai perincian koefisien pembibitan tahun

    2012 dapat dilihat pada Tabel 5.

    Tabel 5 Rincian Koefisien Pembibitan 2012 Kegiatan Persentase (%) Jumlah Tanaman

    Kebutuhan Biji 100 140 000

    Seleksi/Deder 67 93 500

    Kecambah Dapat Ditanam 43 60 800

    Kecambah Hidup (Batang

    Bawah) 38 53 300

    Seleksi I (3 Bulan) 35 48 400

    Seleksi II (5 Bulan) 31 44 000

    Tegakan Dapat Diokulasi 30 41 300

    Okulasi Hidup 21 28 900

    OMT Siap ke Lapang 15 21 000

    Sumber : Laporan Mandor Besar Pembibitan 2012

    Berdasrkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah biji 140 000 mendapatkan

    37 % pengurangan pada seleksi pendederan, dan mengalami penurunan pada

    kegiatan penanaman kecambah sebesar 57 %, benih yang hidup pada batng bawah

    sebesar 53 300 atau hanya 38 % dari total biji yang disediakan. Biji yang melalui

    seleksi 9 bulan dan telah diokulasi hingga pada bibit OMT siap ke polybag

    sebesar 15 % atau 21 000 bibit.

    Menurut (Cahyono 2010) jarak tanam yang baik untuk tanaman karet

    adalah 7 m x 3 m, dengan 7 m sebagai jarak antar barisan (arah Timur-Barat) dan

    3 m sebagai jarak dalam barisan tanaman (arah Utara-Selatan). Akan tetapi jarak

    tanam yang digunakan di PT Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cikumpay adalah

    6 m x 3 m. Jarak tanam tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi

    dan sesuai instruksi dari kantor direksi sendiri. Kebutuhan OMT siap salur untuk

    jarak tanam 6 m x 3 m adalah :

    Populasi tanaman = Luas Lahan

    Jarak Tanam

    Maka dengan jarak tanam 6 m x 3 m akan diperoleh populasi :

    Populasi Tanaman = 10 000 m2

    6 m x 3 m = 550 pohon

    Kebutuhan pokok tanaman per ha yaitu 550 tanaman. Kebutuhan tersebut

    harus disiapkan cadangan untuk penyulaman sebesar 10 % sehingga berjumlah

    605 tanaman, kemudian kegagalan pada saat tanaman di polybag perlu

    diperhitungkan sebesar 15 % sehingga total jumlah tanaman yang perlu

    disediakan adalah 695 tanaman. Apabila dibandingkan dengan data koefisien

    pembibitan tahun 2012 maka diperoleh rasio 1 : 30 artinya pada perencanaan

    rincian pembibitan tahun 2012 untuk kegiatan penanaman dilapangan dapat

    memuat bibit dengan luasan 30 ha.

  • 3.4.2 Estimasi Jadwal Kerja

    Langkah kerja menjadi mudah apabila manajemen waktu telah dirancang.

    Proses pembibitan tentunya perlu diketahui terlebih dahulu mengenai jadwal kerja

    dari rencana tersebut.

    Estimasi jadwal kerja dalam proses pembibitan antara lain :

    1. Pendederan (Pengecambahan) : Bulan Maret April. 2. Penanaman di Semaian Batang Bawah : Bulan April 3. Seleksi Pertama (3 Bulan) : Bulan Juli - Agustus 4. Seleksi Kedua (5 Bulan) : Bulan Desember Januari 5. Okulasi : Bulan Februari Maret 6. Kontrol 1 : 21 hari setelah okulasi 7. Kontrol 2 : 10 hari setelah kontrol 1 8. Kontrol 3 : 10 hari setelah kontrol 2 9. Pemotongan bibit : Bulan Mei 10. Pemindahan OMT ke Polybag : Bulan Juni Juli 11. Pemindahan Bibit ke Lapang : Bulan Desember Januari

    Perencanaan kegiatan penanaman di lapang apabila melakukan kegiatan

    pendederan pada bulan Maret 2014 maka bibit dapat ditanam di lapang pada bulan

    Desember Januari 2015. Agar penanaman sesuai pada rencana yang ditentukan sebaiknya dilakukan pengawasan dan manjemen pembibitan yang baik.

    4. KESIMPULAN DAN SARAN

    4.1 Kesimpulan

    Kegiatan praktik kerja lapangan yang telah dilaksanakan oleh mahasiswa

    memberikan peningkatan kemampuan, keterampilan teknis dan manajerial.

    Keterampilan teknis diperoleh pada saat berstatus sebagai karyawan harian (KHL)

    dengan mengikuti kegiatan teknis budidaya yang terdapat di PT Perkebunan

    Nusantara VIII Kebun Cikumpay. Keterampilan manajerial dilatih pada saat

    menjadi mandor dan pendamping asisten kebun. Kegiatan pembibitan merupakan

    awal dari proses budidaya tanaman sehingga perlu perhatian khusus pada

    pembbibitan, sebab keadaan pada saat pembibitan akan mempengaruhi keadaan

    tanaman 25 tahun mendatang. Beberapa kesimpulan dari kegiatan PKL di PT

    Perkebunan Nusantara VIII Kebun Cikumpay , ialah :

    Kegiatan okulasi perlu diperhatikan dengan lebih baik, sebab penentuan keberlangsungan tanaman selama 25 tahun bergantung pada kegiatan

    okulasi yang dilaksanakan.

    Persentase keberhasilan okulasi menentukan jumlah tanaman yang akan ditanaman, sehingga diperlukan beberapa perlakuan pada faktor faktor

    yang dapat mempengaruhi kegiatan tersebut.

    Waktu kegiatan okulasi mempengaruhi persentase keberhasilan okulasi, sebab kegiatan okulasi sangat dianjurkan pada waktu tertentu agar dapat

    menambah daya hidup dan mengurangi pengeluran atas kegiatam tersebut.

  • Manajemen pembibitan yang baik mempengaruhi keseluruhan kegiatan,

    sehingga manajemen perlu mengacu pada dasar manajemen POAC yang

    baik dan benar.

    4.2 Saran

    Pembibitan sebaiknya dilakukan sesuai dengan SOP yang berlaku.

    Pelaksanaan kegiatan pembibitan dari seleksi sampai bibit siap salur perlu

    diperhatikan dengan sangat baik.

    Kegiatan pemeliharaan dan penyadapan perlu ditingkatkan terutama pada

    tanaman muda sehingga nilai ekonomis tanaman dapat bertahan sampai pada

    waktu yang diharapkan.

    DAFTAR PUSTAKA

    Cahyono B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Penerbit Pustaka Mina. Jakarta

    Direktorat Jenderal Perkebunan .2009. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman

    Karet [Internet]. [diunduh 27 November 2013]. Tersedia pada

    http://ditjenbun.deptan.go.id/tinymcpuk/gambar/file/Pedoman%20Teknis

    %20Pengembangan%20Tanaman%20Karet.pdf.

    Direktorat Jenderal Perkebunan .2012. Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman

    Karet. Direktorat Jenderal Perkebunan: Jakarta.

    Lasminingsih, et al. Petunjuk Praktis Pembibitan Karet. Jakarta : Agromedia

    Pustaka

    PTP Nusantara VIII. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Karet. Bandung

    Setiawan DH dan A Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta :

    Agromedia Pustaka.