Makalah Seminar 1 Trauma Kepala
-
Upload
reinita-arlin-pringgoredjo -
Category
Documents
-
view
73 -
download
18
description
Transcript of Makalah Seminar 1 Trauma Kepala
MODUL SISTEM SARAF
“Wanita Mengalami Kecelakaan Lalu lintas”
KELOMPOK VI
030.06.092 FILDZAH DINI SAFITRI
030.07.094 FRANSISCA YUSTIKA DEWI S
030.07.218 RIFQA WILDAINI
030.08.124 I MADE SURYA DINAJAYA
030.08.225 SHELLA PRATIWI
030.09.026 ANNISA PARASAYU
030.09.056 CYNTHIA AYU PERMATASARI
030.09.090 FIRDHA AQMARINA
030.09.126 JESSICA WIRJOSOENJOTO
030.09.154 MICHELLE JANSYE
030.09.188 PUTRI NABILAH CHANDRA N
030.09.238 SITI HALIDA ZORAIDA SDA
030.09.272 YANI NUR INDRASARI
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Jakarta, 19 Januari 2011
0
BAB I
PENDAHULUAN
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis,
fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar,
yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan
kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi
di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masih
rendah disamping penanganan pertama yang belum benar dan rujukan yang terlambat.
Cedera kepala merupakan salah satu kasus yang paling sering dijumpai di ruang gawat
darurat rumah sakit. Suatu rumah sakit yang melayani daerah yang berpenduduk sekitar
250.000 orang bisa menerima sampai 5.000 kasus cedera kepala tiap tahun, ini merupakan
10% dari semua kasus yang akan datang. Kasus cedera kepala yang dirawat di bangsal saraf
RS Cipto Mangunkusumo selama tahun 1981¬1982 adalah sebesar 1850 orang, 1642 orang
(88,75%) di antaranya adalah akibat kecelakaan lalu lintas. Sedangkan kasus cedera kepala
yang ke unit gawat darurat RS Cipto Mangunkusumo pada tahun 1982 adalah 4146 orang,
4056 dewasa dan 90 anak-anak. Di antara 1642 kasus yang dirawat tersebut 137 meninggal
dunia. Dengan makin banyaknya kendaraan di jalan-jalan dan meningkatnya mobilitas
penduduk, maka kasus cedera kepala terutama akibat kecelakaan lalu lintas akan makin
bertambah. (1)
1
LAPORAN KASUS
Seorang wanita mengalami kecelakaan lalu lintas.
Seorang wanita bernama Ani berumur 23th dalam kecelakaan tak sadar dibawa ke UGD
karena jatuh waktu mengendarai motor. Pasien juga menderita luka robek di pipi kiri. Tidak
berapa lama setelah itu ayahnya datang.
Beberapa saat kemudian kakak pasien Ani datang dengan membawa surat permintaan visum
et repertum dari Kepolisian setempat dan di UGD tidak ada petugas dari kepolisian.
Pada Pemeriksaan fisik
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 80 x/menit , teratur
Pernapasan : 16 x/menit
Kesadaran : tidak sadar (soporo koma)
Pada Pemeriksaan Neurologis :
Pasien tidak bisa membuka mata dengan rangsang nyeri, tak bisa mengeluarkan suara dan
pada saat diberi rangsang nyeri pada lengan bawahnya dia hanya bisa menghindar. Refleks
cahaya pada kedua mata positif lambat. Pupil isokor.
Pemeriksaan penunjang
DARAH
Hb 13 gr%
Eritrosit 4.500.000
Leukosit 9000/uL
Trombosit 250.000/uL
2
Ht 45%
LED 20 mm/jam
GDS 90 mg%
Ureum 20 mg/dl
Creatinin 0,9 mg/dl
SGOT 20 u/l
SGPT 25 u/l
Na 137
K 3,5
3
Foto thorax :
Dalam batas normal
Foto Cervical:
Tak dijumpai kelainan
Foto CT-scan
BAB II
ISI
2.1 PEMBAHASAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Nn. Ani
Tempat/tanggal lahir : -
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Nama orang tua : -
Umur orang tua : -
Alamat : -
Pekerjaan orang tua : -
Agama : -
Status pendidikan : -
Tanggal pemeriksaan :-
Keluhan utama : Pasien dalam keadaan tak sadar karena jatuh saat mengendarai motor dan luka robek di pipi kiri
Anamnesis tambahan :
Pernakah pasien sadar setelah kejadian? (tanyakan pada orang yang mengantar pasien, karena curiga adanya interval lucid)
Bagaimana kronologis kejadian? (tanyakan pada orang yang tau kejadiannya, untuk memperkirakan mekanisme dan beratnya cedera)
Riwayat penyakit sekarang:
Trauma dan tidak sadarkan diri, serta di dapatkan menderita luka robek di pipi kiri
Riwayat penyakit dahulu: -
Riwayat penyakit kebiasaan: -
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 16 x/menit
Kesadaran : tidak sadar (soporo koma)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
tidak dapat membuka mata dengan rasa nyeri
tidak bisa mengeluarkan suara
diberi rangsang nyeri pada lengan bawahnya dia hanya bisa menghindar
reflex cahaya pada kedua mata positif lambat. Pupil isokor.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Photo thoraks
- CT-Scan
- Foto Cervical
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : suporus koma dan lesi pipi kiri
Diagnosis topis : lobus frontal dextra, lobus temporal
sinistra, dan lobus occipital sinistra
Diagnosis patologi : hematoma subdural dan hematoma
intracerebral
Diagnosis etiologis : trauma
PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama saat di UGD
1. Meliputi “primary survaey” , dengan melakukan CAB
a. Circulation :
i. cek nadi di arteri radialis atau arteri coronaria, capillary filling test.
Jika nadi tidak ada berikan resusitasi jantung atau dengan defibrilator
ii. pasang infus cairan Ringer laktat atau Nacl 0,9%
b. Air way : lakukan head tilt chin lift untuk lancarkan jalan napas,
bersihkan jalan napas
c. Breathing : lihat, dengar dan rasakan; napasnya (pada wanita thoraco-
abdominal, pada lelaki abdomino-thoracal). Bila tidak baik lakukan nafas buatan
dengan mouth to mouth atau dengan ampul bag
2. Hentikan perdarahan dari luka terbuka
Pasien harus dirawat inap karena nilai GCS <15
Rawat Inap, dengan :
- Posisi tidur kepala lebih tinggi dari tubuh (20-30 derajat)
- Pasang kateter
- Pasang NGT (tinggi protein)
- Berikan oksigen secara intermitten
Terapi medikamentosa :
- Berikan duiretik : Manitol 20% iv
- Berikan antikejang : fenitoin 15-20 mg/kg BB iv
- Berikan antibiotik :
- Berikan analgesik : pramadol drip 100mg dalam 12jam, novalgin iv 3x/hari
Perlu dilakukakkan juga observasi ketat, meliputi :
- Kesadaran
- Tensi, nadi, suhu, napas
- Pupil (reflaks dan ukuran)
- Lain-lain : ada tidaknya kejang dan muntah
PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sannationam : dubia ad bonam
2.2 ANALISIS KASUS
Masalah Hipotesa
Hilangnya kesadaran Intracranial (trauma kepala, epilepsi, neoplasma) ?
Extracranial (metabolik, gangguan pernapasan, bat, psikiatrik, cerebral blood flow) ?
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital :
Tekanan darah : 120/80 normal
Nadi : 80 x/menit (60-100) normal
Pernapasan : 16 x/menit (16-20) normal
Kesadaran : tidak sadar (soporo koma) pasien tidak dapat dibangunkan
walaupun dengan rangsang kuat tetapi masih ada refleks-refleks
yang dapat dibangkitkan dan masih ada reaksi terhadap rangsang
nyeri.
Pemeriksaan Neurologis
GCS total : 6 menandakan tidak sadar tetapi belum koma. Kemungkinan pasien kesadarannya soporus koma
reflex cahaya pada kedua mata positif lambat menandakan tidak adanya herniasi yang
menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius
Pupil isokor pupil masih sama besar (normal)
Pemeriksaan penunjang :
tidak dapat membuka mata dengan rasa nyeri (GCS poin 1)
tidak bisa mengeluarkan suara (GCS poin 1)
diberi rangsang nyeri pada lengan bawahnya, dia hanya
bisa menghindar (GCS poin 4)
DARAH
Hb 13 gr% (12-15) normal, menandakan bahwa
oksigenasi ke otak masih baik
Eritrosit 4.500.000 (4-5 juta) normal, menandakkan tidak terjadinya
perdarahan yang masif
Leukosit 9000/uL (5000-10.000) normal, tidak terjadinya infeksi
Trombosit 250.000/uL (150-400 ribu) normal
Ht 45% (36-47) normal
LED 20 mm/jam (<20) normal
GDS 90 mg% (<150 dan > 70) normal
Ureum 20 mg/dl (20-40) normal
Creatinin 0,9 mg/dl (0,5-1,2) normal, tidak ada kerusakan ginjal
SGOT 20 u/l (5-40) normal
SGPT 25 u/l (5-41) normal, tidak ada kerusakan hati
Na 137 (135-145) normal
K 3,5 (3,5-5,3) normal
Pada cedera kepala nilai pemeriksaan lab darah tidak terlalu memberikan hasil yang signifikan untuk menegkakkan diagnosis, untuk itu pemeriksaan penunjang lain seperti photo thorak, CT-scan dan foto cervical perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan lesi di tempat lain dan untuk menegakkan diagnosis.
Interpretasi Foto Thorax:
Dalam batas normal artinya tidak di dapatkan fraktur atau lesi lain di rongga dada
Interpretasai foto cervical:
Tak dijumpai kelainan menandakan tidak terjadinya fraktur cervical pada pasien
Interpretasi CT-scan:
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka diambil diagnosis kerja berupa cedera kepala berat.
Diagnosis
Diagnosis klinis : suporus koma dan lesi pipi kiri
( ditegakkan berdasakan anamnesis dan pemeriksaan fisik
pada Nn. Ani)
Diagnosis topis : lobus frontal dextra, lobus temporal
sinistra, dan lobus occipital sinistra ( ditegakkan
Menunjukkan hematoma intercerebral lobus frontalis dextra
Menunjukkan hematoma subdural lobus occipital sinistra
Menunjukkan gambaran hematoma intercerebral lobus temporalis sinistra
berdasarkan gambaran lesi yang di tunjukkan oleh
pemeriksaan CT-scan)
Diagnosis patologi : hematoma subdural dan hematoma
intracerebral (ditegakkan berdasarkan proses terjadinya trauma
yang dialami oleh Nn. Ani yang menglami suporus koma)
Diagnosis etiologis : trauma cranial ( berdasarkan penyebab
terjadinya suporus koma)
Patofisiologi terjadinya cedera kepala pada kasus:
Kecelakaan lalu lintas sangat besar kemungkinan terjadinya trauma susunan saraf.
Trauma yang sering terjadi yaitu trauma deselerasi yaitu kepala membentur sesuatu sehingga
terjadinya perubahan atau kerusakan bagian luar maupun dalam yaitu otak, yaitu fraktura
cranium, kompresi, ataupun laserasi jaringan otak. Pada saat terjadinya deselerasi ada
kemungkinan terjadinya rotasi kepala sehingga dapat menambah kerusakan. Mekanisme
kerusakan kepala dapat mengakibatkan kerusakan pada daerah dekat benturan (Coup) dan
kerusakan pada daerah yang berlawanan dengan benturan (Contra Coup).
Benturan tersebut menyebabkan robeknya pembuluh darah yang terdapat pada lapisan
selaput otak, dalam kasus ini adalah lapisan subdural. Pada lapisan subdural terdapat bridging
vein yang mudah robek karena hanya terdapat sedikit jaringan penyokong. Robekan vena
tersebut menyebabkan perdarahan dalam ruang subdural. Selanjutnya, akibat dari deselerasi
yang dapat mengakibatkan Contra coup, terjadi juga kerusakan pada daerah lain yaitu pada
lobus temporalis (dan frontalis) yang mengalami pecahnya pembuluh darah intercerebral.
Selain itu, trauma juga dapat menyebabkan terjadinya contusion cerebri yang mana dapat
mengakibatkan hilangnya kesadaran lebih dari 10 menit dan menunjukkan kelainan
neurologis yang mana pada pasien ini menunjukkan GCS = 6. Namun efek dari perdarahan
subduralnya masih berjalan pelan karena masih ada rongga yang menampung sehingga
gejalanya akan terlihat lebih lambat (dalam hal ini : refleks pupil (+), lambat).
Apabila penanganan pasien ini tidak cepat, maka perdarahan multiple yang terjadi
akan bertambah banyak dan parah sehingga sangat besar kemungkinan untuk terjadinya
peningkatan tekanan intracranial yang nantinya bisa terjadi herniasi otak yang berakibat fatal
karena dapat merusak fungsi masing-masing bagian yang terkena.
Trauma kepala dapat menyebabkan fragmentasi jaringan dan contusio, menyebabkan
rusaknya sawar darah otak yang disertai vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga dapat
terjadi edema otak. Edema umumnya terjadi dalam 36-48 jam pasca trauma, dan juga
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial sehingga aliran darah ke otak menjadi
berkurang dan dapat terjadinya iskemik jaringan.
Dalam kasus ini, pada perdarahan subdural lobus occipital kemungkinan akan
menyebabkan uncus transtentorial yang berdampak pada fungsi dari :
1. A. cerebri posterior infark pusat penglihatan
2. N. Occulomotorius dilatasi pupil
3. Pedunculus Cerebri hemiplegia
4. Formatio Reticularis penurunan kesadaran
Selain itu perdarahan intracerebral lobus temporalis sinistra kemungkinan akan menyebabkan
pergeseran falx cerebri sehingga terjadinya subfalcine herniation yang berakibat pada infark
cerebri karena tertekannya A. cerebri anterior.
Oleh karena itu, penanganan pasien ini harus cepat karena sudah ada perdarahan
multiple, dan harus di follow-up sekitar 3-6 bulan karena biasanya gejala hematoma subdural
terjadi lambat.
Pertolongan pertama saat di UGD
3. Meliputi “primary survaey” , dengan melakukan CAB
a. Circulation :
i. cek nadi di arteri radialis atau arteri coronaria, capillary filling test.
Jika nadi tidak ada berikan resusitasi jantung atau dengan
defibrilator
ii. pasang infus cairan Ringer laktat atau Nacl 0,9% cairan isotonis
lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis
dan larutan ini tdk menambah edema cerebri
b. Air way : lakukan head tilt chin lift untuk lancarkan jalan napas,
bersihkan jalan napas
c. Breathing : lihat, dengar dan rasakan; napasnya (pada wanita thoraco-
abdominal, pada lelaki abdomino-thoracal). Bila tidak baik lakukan nafas
buatan dengan mouth to mouth atau dengan ampul bag
4. Hentikan perdarahan dari luka terbuka
Pasien harus dirawat inap karena nilai GCS <15
Rawat Inap, dengan :
- Posisi tidur kepala lebih tinggi dari tubuh (20-30 derajat) untuk mencegah
bendungan vena di kepala
- Pasang kateter di karenakan pasien tidak sadar, untuk itu
pemasangan kateter diperlukan
- Pasang NGT (tinggi protein) pemasangan NTG perlu pada CKB, karena
pada CKB terjadi hipermetabolisme 2-2,5 kali normal, sehingga
mengakibatkan katabolisme protein yang lebih cepat)
- Berikan oksigen pada CKB yang akut prioritaskan untuk segera lakukan
stabilisasi saluran udara dan sirkulasi, tujuan stabilisasi dengan pemberian
Oksigen adalah untuk mencegah second injury dengan mempertahankan
tekana arteri di atas 90 mmHg, dan saturasi O2 lebih dari 90%
Terapi medikamentosa :
- Berikan duiretik : Manitol 20% iv karena pasien tidak memiliki
gangguan faal fungsi ginjal, maka manitol dapat diberikan untuk mengurangi
odema otaknya)
- Berikan antikejang : fenitoin 15-20 mg/kg BB iv sebagai profilaksis
pada pasien dengan penurunan kesadaran
- Berikan antibiotik : golongan penisilin karena ada luka robek pada pipi,
ditakutkan terjadinya infeksi pada daerah luka.
- Berikan analgesik : pramadol drip 100mg dalam 12jam, novalgin iv
3x/hari untuk mengurangi rasa nyeri atau sakit
Perlu dilakukakkan juga observasi ketat, meliputi :
- Kesadaran
- Tensi, nadi, suhu, napas
- Pupil (reflaks dan ukuran)
- Lain-lain : ada tidaknya kejang dan muntah
Komplikasi dan gejala sisa
Infeksi (Resiko terjadinya infeksi itrakranial) Epilepsi Pasca Trauma suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak mengalami cedera
karena benturan di kepala.
Vegetative stage Amnesia hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang baru saja terjadi
atau peristiwa yang sudah lama berlalu.
Hemiparesis Afasia hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa di
otak
Anosmia karena nervus olfaktorius trauma, tidak dapat menghidu Agnosia suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat
menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Psikosis
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam (karena pasien masih muda,
lalu tidak terjadi perdarahan yang masif, tidak ditemukan
cedera cervical, dan tidak ada cedera di tempat lain)
Ad Functionam : dubia ad malam ( pasien ini memiliki
GCS 6 artinya, pasien termasuk CKB. Dilihat dari komplkasi
dan gejala sisa yang terjadi)
Ad Sannationam : dubia ad bonam (artinya adalah
kemampuan penyakit untuk kambuh, berdasarkan etiologi
pada kasus ini adalah terjadinya trauma, trauma tidak mungkin
terjadi berkali-kali)
2.3 TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Sistem Saraf
Sistem Saraf Pusat :
- Otak (Encephalon, brain) : cerebrum + cerebellum
- Batang otak : mesensephalon, pons, medulla oblongata
- Sumsum tulang belakang (medulla spinalis)
Sistem saraf perifer:
-saraf otak (nervus cranialis) : 12 pasang
- saraf spinal (nervi spnalis) : 31 pasang
Sistem saraf otonom
- Saraf simpatis
- Saraf parasimpatis
- Saraf enterikus
CERBRUM
Setiap hemisfer terbentuk atas lap tipis substansi grisea yg disebut KORTEKS SEREBRI (tebal
3mm) menutupi lap tebal bag inti substansi alba.
Substansi alba di lap inti serebrum: serat asosiasi, serat komisura & serat proyeksi
Substansi grisea lain yg berada di bg dlm lap inti GANGLIA BASAL
Korteks cereblum
1. Lobus frontal
- pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, motorik
bicara (area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu,
dan emosi
- pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer)
- terdapat area asosiasi motorik (area premotor)
2. Lobus parietal
- pusat kesadaran sensorik di gyrus postsentralis (area
sensorik primer)
- terdapat area asosiasi sensorik
3. Lobus oksipital
- pusat penglihatan & area asosiasi penglihatan:
menginterpretasi & memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus & mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain & memori
- merupakan lobus terkecil
4. Lobus temporal
- berperan dlm pembentukan & perkembangan emosi
- pusat pendengaran
STRUKTUR UMUM OTAK
Secara garis besar otak dapat dibagi kedalam 4 bagian besar yaitu batang otak, serebellum,
serebrum dan diencephalon. Batang otak terdiri atas Medulla Oblongata, Pons dan otak
tengah. Diencephalon terdiri atas Talamus, Hipotalamus, Epitalamus dan Subtalamus atau
disebut juga Ventral thalamus.
MENINGEN
Meningen atau lapisan pembungkus otak merupakan bagian terluar dari otak. Meningen
memiliki beberapa lapisan yaitu Duramater, Arachnoid dan Piamater.
Duramater merupakan bagian terluar. Duramater merupakan lapisan periosteum tulang
tengkorak, merupakan lapisan yang kuat, lapisan fibrosa yang mengandung Pembuluh
Darah, yang memberikan nutrisi pada tulang. Lapisan luar dan dalam menempel dengan
tengkorak sehingga tidak ada lapisan epidural antara tulang dengan membran seperti pada
spinal. Antara duramater bagian dalam dan arachnoid terdapat rongga subdural dan tidak
mengandung Cerebro Spinal Fluid (Cairan serebro spinal). Pada beberapa tempat kedua
lapisan dalam dan luar membentuk saluran yang mengandung Pembuluh Darah yang
disebut dengan Dural sinus dan terdapat darah vena dari Pembuluh Darah di otak.
Arachnoid merupakan Lapisan tengah dari meningen. Lapisan ini merupakan jaringan ikat,
antara arachnoid dan piamater terdapat seperti jaring-jaring trabekula dan rongga
subarachnoid yang mengandung CSF. Lapisan arachnoid tidak mengandung Pembuluh
Darah, tapi Pembuluh Darah terdapat pada rongga subarachnoid.
Piamater merupakan lapisan yang bersentuhan langsung dengan otak. Sebagian besar suplai
darah pada otak di suplai oleh pembuluh-pembuluh darah kecil yang banyak terdapat pada
piamater.
VENTRIKEL
Ventrikel otak dilapisi oleh epitel kuboid yang disebut ependima.Terdapat kapiler-kapiler
yang disebut dengan pleksus koroides. Terdapat 4 ventrikel yang diberi nomor dari atas ke
bawah dari otak yaitu: Ventrikel lateral kiri dan kanan pada hemisfer serbri, ventrikel ke tiga
pada diensepalon dan ventrikel ke empat pada pons dan medulla. Ventrikel lateral
dihubungkan dengan ventrikel ke tiga oleh interventrikular foramen sedangkan Ventrikel ke
tiga nyambung dengan ventrikel ke empat melewati celah sempit yang disebut serebral
aqua duktus di midbrai/otak tengah.
CAIRAN SEREBROSPINAL
Cairan serebrospinal atau CSF berperan dalam melindungi otak, menjaga keseimbangan
bahan-bahan kimia Susunan Syaraf Pusat. CSF dibentuk dalam pleksus koroides pada
ventrikel lateral, tiga dan empat dengan kombinasi proses diffusi dan transport aktif. Pleksus
koroid menseleksi komponen darah yang dapat melewati membrannya ke ventrikel (tidak
untuk Sel Darah Merah, protein dengan molekull besar). Yang dapat lewat: protein
berukuran kecil, oksigen, karbondioksida, Na, K, Ca, Mg, Cl, glukosa dan sejumlah kecil Sel
Darah Putih.
Perjalanan CSF
NUTRISI OTAK
Sebanyak 20% oksigen dari seluruh kebutuhan tubuh digunakan oleh otak. Kebutuhan
oksigen tinggi saat otak istirahat. Otak mendapatkan nutrisi hanya dari darah. Otak
membutuhkan Oksigen dan glukosa setiap saat tetapi otak tidak memiliki kemampuan untuk
menyimpan cadangan.
Dampak Kekurangan Nutrisi pada otak, Kekurangan oksigen dan glukosa pada otak
menyebabkan kerusakan yang lebih cepat dibandingkan pada jaringan lain. Kekurangan
dalam beberapa menit dapat menyebabkan kerusakan yang menetap.
BATANG OTAK
Berbatasan dengan medula spinalis dibagian bawah dan diensepalon dibagian atas. Sedikit
menyempit saat keluar dari tengkorak melalui foramen magnum untuk bersatu dengan
medula spinalis. Batang otak memiliki fungsi yang sangat penting termasuk traktus yang
panjang dari jalur asenden dan desenden. Jaringan dari badan sel dan serabutnya dari
formatio retikularis terdapat disini, yang sangat berperan penting dalam mempertahankan
hidup. Seluruh syaraf kranial keculai olfaktorius dan optikus keluar dari batang otak.
Formatio Retikularis
Terbagi kedalam jalur asenden, jalur desenden dan nervus kranialis. Formatio retikularis
terbentang sepanjang batang otak, dengan akson terbentang menuju diensepalon dan
medula spinalis. RF memiliki pusat respirasi dan cardiovaskuler yang berperan dalam
pengaturan pernafasan, nadi dan perubahan diameter Pembuluh Darah. Jalur asenden
menuju serebrum bergabung dengan RAS (reticular activating system) yang berperan dalam
pengaturan siklus terjaga dan tidur.
Medulla Oblongata
Medulla oblongata merupakan bagian yang vital dalam pengaturan jantung, vasomotor/
kontriksi dan dilatasi pembuluh darah dan pusat pernafasan. Medulla Oblongata memonitor
kadar CO2 yang berperan dalam pengaturan pernafasan, mengatur muntah, bersin, batuk
dan menelan. Dibagian ventral terdapat pyramid yang merupakan jalur motorik dari
serebral ke spinal. Jalur di pyramid menyilang (pyramidal decussation) sehingga dibawah
medulla keadaan motorik tubuh dikontrol oleh bagian yang berlawanan dalam hemisfer
serebri.
PONS
Terletak diatas Medulla, Pada bagian dorsal Terdapat Formatio Retikularis dan nuklei syaraf
kranial jalur asenden dan desenden. Dalam Formatio Retukularis terdapat pusat apneu dan
pneumotoxic yang membantu dalam pengaturan pernafasan.
Midbrain/mesensepalon
Midbrain terdapat diatas pons. Terdapat pusat refleks yang membantu koordinasi
[ergerakan bila matadan kepala, membantu pengaturan mekanisme fokus pada mata,
mengatur respon pupil terhadap stimulus cahaya. Terdapat substansia nigra yang beperan
dalam pengaturan aktivitas motorik somatic.
SEREBELUM
Serebelum berperan dalam fungsi keseimbangan. Secara terus menerus menerima input
dari otot, tendon, sendi dan organ vestibular(keseimbangan) dalam bentuk proprioceptive
input (kepekaan terhadap posisi tubuh yang satu dari yang lainnya). Mengintegrasikan
kontraksi otot satu dengan yang lain, mengatur tonus otot.
CEDERA KEPALA
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera
kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan
merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
B. Klasifikasi CEDERA KEPALA
Jika dilihat dari ringan sampai berat, maka dapat kita lihat sebagai berikut:
1. Cedera kepala ringan ( CKR ) Jika GCS antara 13-15 , dpt terjadi kehilangan kesadaran kurang
dari 30 menit, tetapi ada yang menyebut kurang dari 2 jam, jika ada penyerta seperti fraktur
tengkorak , kontusio atau temotom (sekitar 55% ).
2. Cedera kepala kepala sedang ( CKS ) jika GCS antara 9-12, hilang kesadaran atau amnesia
antara 30 menit -24 jam, dapat mengalami fraktur tengkorak, disorientasi ringan ( bingung ).
3. Cedera kepala berat ( CKB ) jika GCS 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, juga meliputi
contusio cerebral, laserasi atau adanya hematoina atau edema selain itu ada istilah-istilah
lain untuk jenis cedera kepala sebagai berikut :
- Cedera kepala terbuka kulit mengalami laserasi sampai pada merusak tulang tengkorak.
- Cedera kepala tertutup dapat disamakan gagar otak ringan dengan disertai edema cerebra.
C. Glasgow Coma Seale (GCS)
Memberikan 3 bidang fungsi neurologik, memberikan gambaran pada tingkat responsif
pasien dan dapat digunakan dalam pencarian yang luas pada saat mengevaluasi status
neurologik pasien yang mengalami cedera kepala. Evaluasi ini hanya terbatas pada mengevaluasi
motorik pasien, verbal dan respon membuka mata.
Skala GCS : Membuka mata : Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak berespon 1
Motorik : Dengan Perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespon 1
Verbal : Berorientasi 5
Bicara membingungkan4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respons 1
D. Anatomi Kepala
1. Kulit kapala
Pada bagian ini tidak terdapat banyak pembuluh darah. Bila robek, pembuluh- pembuluh ini
sukar mengadakan vasokonstriksi yang dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak.
Terdapat vena emiseria dan diploika yang dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai dalam
tengkorak(intracranial) trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulasi.
2. Tulang kepala
Terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis eranium (dasar tengkorak). Fraktur tengkorak
adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat
berbentuk garis (liners) yang bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi.
Fraktur tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga, dinding luar (tabula
eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang mengandung alur-alur artesia meningia
anterior, indra dan prosterion. Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan
tertimbunya darah dalam ruang epidural.
3. Lapisan Pelindung otak / Meninges
Terdiri dari 3 lapisan meninges yaitu durameter areknol dan diameter.
- Durameter adalah membran luas yang kuat, semi translusen, tidak elastis menempel ketat
pada bagian tengkorak. Bila durameter robek, tidak dapat diperbaiki dengan sempurna. Fungsi
durameter :
1. Melindungi otak.
2 Menutupi sinus-sinus vena ( yang terdiri dari durameter dan lapisan endotekal saja tanpa
jaringan vaskuler ).
3. Membentuk periosteum tabula interna.
- Asachnoid adalah membrane halus, vibrosa dan elastis, tidak menempel pada dura.
Diantara durameter dan arachnoid terdaptr ruang subdural yang merupakan ruangan
potensial. Pendarahan sundural dapat menyebar dengan bebas. Dan hanya terbatas
untuk seluas valks serebri dan tentorium. Vena-vena otak yang melewati subdural
mempunyai sedikit jaringan penyokong sehingga mudah cedera dan robek pada trauma
kepala.
- Diameter adalah membran halus yang sangat kaya dengan pembuluh darah halus, masuk
kedalam semua sulkus dan membungkus semua girus, kedua lapisan yang lain hanya
menjembatani sulkus. Pada beberapa fisura dan sulkus di sisi medial homisfer otak.
Prametar membentuk sawan antar ventrikel dan sulkus atau vernia. Sawar ini
merupakan struktur penyokong dari pleksus foroideus pada setiap ventrikel.
Diantara arachnoid dan parameter terdapat ruang subarachnoid, ruang ini melebar dan
mendalam pada tempat tertentu. Dan memungkinkan sirkulasi cairan cerebrospinal.
Pada kedalam system vena.
4. Otak.
Otak terdapat didalam iquor cerebro Spiraks. Kerusakan otak yang dijumpai pada trauma
kepala dapat terjadi melalui 2 campuran : 1. Efek langsung trauma pada fungsi otak, 2.
Efek-efek lanjutan dari sel-sel otakyang bereaksi terhadap trauma.
Apabila terdapat hubungan langsung antara otak dengan dunia luar (fraktur cranium
terbuka, fraktur basis cranium dengan cairan otak keluar dari hidung / telinga),
merupakan keadaan yang berbahaya karena dapat menimbulkan peradangan otak.
Otak dapat mengalami pembengkakan (edema cerebri) dank arena tengkorak merupakan
ruangan yang tertutup rapat, maka edema ini akan menimbulkan peninggian tekanan
dalam rongga tengkorak (peninggian tekanan tekanan intra cranial).
5. Tekanan Intra Kranial (TIK).
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jaringan otak, volume darah
intracranial dan cairan cerebrospiral di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan
normal dari TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg. Ruang cranial
yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75 ml), cairan cerebrospiral (75 ml),
terhadap 2 tekanan pada 3 komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan
keseimbangan Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang ini
untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1 dari komponen ini
menyebabkan perubnahan pada volume darah cerebral tanpa adanya perubahan, TIK
akan naik.
Peningkatan TIK yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang ptak (Herniasi batang
otak) yang berakibat kematian.
E. jenis-jenis cedera kepala
1. Fraktur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan beberapa kulit kepala membantu menghilangkan
tenaga benturan kepala sehingga sedikit kekauatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan
otak. 2 bentuk fraktur ini : fraktur garis (linier) yang umum terjadi disebabkan oleh
pemberian kekuatan yang amat berlebih terhadap luas area tengkorak tersebut dan fraktur
tengkorak seperti batang tulang frontal atau temporil. Masalah ini bisa menjadi cukup serius
karena les dapat keluar melalui fraktur ini.
2. Cedera otak dan gegar otak
Kejadian cedera minor dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna . Otak tidak
dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel selebral
membutuhkan suplay darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak
belakang dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir
berhenti hanya beberapa menit saja dan keruskan neuron tidak dapat mengalami
regenerasi.
Gegar otak ini merupakan sinfrom yang melibatkan bentuk cedera otak tengah yang
menyebar ganguan neuntosis sementara dan dapat pulih tanpa ada kehilangan kesadaran
pasien mungkin mengalami disenenbisi ringan,pusing ganguan memori sementara ,kurang
konsentrasi ,amnesia rehogate,dan pasien sembuh cepat.
Cedera otak serius dapat terjadi yang menyebabkan kontusio,laserasi dan hemoragi.
3. Komosio serebral
Adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Komosio
umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama
beberap detik sampai beberapa menit,getaran otak sedikit saja hanya akan menimbulkan
amnesia atau disonentasi.
4. Kontusio cerebral
Merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar, dengan
kemungkinan adanya daerah hemorasi pada subtansi otak. Dapat menimbulkan edema
cerebral 2-3 hari post truma.Akibatnya dapat menimbulkan peningkatan TIK dan
meningkatkan mortabilitas (45%).
5. Hematuma cerebral ( Hematuma ekstradural atau nemorogi )
Setelah cedera kepala,darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural)
diantara tengkorak dura,keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur hilang tengkorak yang
menyebabkan arteri meningeal tengah putus atau rusak (laserasi),dimana arteri ini benda
diantara dura dan tengkorak daerah infestor menuju bagian tipis tulang temporal.Hemorogi
karena arteri ini dapat menyebabkan penekanan pada otak.
6. Hemotoma subdural
Adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.Paling sering disebabkan oleh
truma tetapi dapat juga terjadi kecenderungan pendarahan dengan serius dan
aneusrisma.Itemorogi subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat
putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural. Dapat terjadi akut,
subakut atau kronik.
- hemotoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi
kontusio atau lasersi.
- Hemotoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada
pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah truma kepala.
- Hemotuma subdural kronik dapat terjadi karena cedera kepala minor, terjadi pada
lansia.
7. Hemotuma subaradinoid
Pendarahan yang terjadi pada ruang amchnoid yakni antara lapisan amchnoid dengan
diameter. Seringkali terjadi karena adanya vena yang ada di daerah tersebut terluka.
Sering kali bersifat kronik.
8. Hemorasi infracerebral.
Adalah pendarahan ke dalam subtansi otak, pengumpulan daerah 25ml atau lebih pada
parenkim otak. Penyebabanya seringkali karena adanya infrasi fraktur, gerakan
akselarasi dan deseterasi yang tiba-tiba.
F. MANIFESTASI KLINIS.
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat di bawah
konjungtiva,memar diatas mastoid (tanda battle),otorea serebro spiral ( cairan cerebros piral
keluar dari telinga ), minorea serebrospiral (les keluar dari hidung).
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah.
5. Penurunan kesadaran.
6. Pusing / berkunang-kunang.
Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
8. Peningkatan TIK
9. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremitas
10. Peningkatan TD, penurunan frek. Nadi, peningkatan pernafasan
G. PATHWAYS
Trauma kepala
Cedera jar. Otak setempat
Kerusakan setempat
Cedera menyeluruh
Kekuatan diserap sepanjang jar. otak
Sawas darah otak rusak
Vasolidator pemb. Darah & edema(Ketidakseimbangan CES & CIS)
CO2 meningkat
PH menurun
Mobilisasi sel ke darah edema
Peningkatan TIK Hipoksia
Iskemi jar otak
Nekrosis jar otak
Defisit neurolosis
Peningkatan p’fusi jar. otak
Penurunan tingkat kesadaran
Gang. Syaraf vagal Gang fungsi medulla dolongata
Gang. Pemenuhan kebutuhan ADL
Penurunan fungsi kontraksi otot polos lambung
Gangguan fungsi otot respirasi
Kerusakan persepsi & kognitif
Penurunan kemamp. Absorsi makanan Perububahan
frek.RR
Kerusakan mobilitas frek
Perub P’sepsi sensorikNauseaVornitusResiko deficit cairan
Makanan tdk tercerna
Resti pola nafas tdk efektifResiko nutrisi kurang dr kebutuhan Resti cedera sekunder
H. PENATALAKSANAAN
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan; lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn memasang collar cervikal,pasang
guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas,maka pasien
harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak beri O2
melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat spt
pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi
O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan terancan/memperoleh O2
yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40% mmHg serta saturasi O2 >95%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan
dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada.Ukur dan catat
frekuensidenyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.Pasang jalur intravena yg
besar.Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-
mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi 2x jika masih
kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau leher,lakukan foto tulang belakang
servikal ( proyeksi A-P,lateral dan odontoid ),kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan
bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal
7. Pada semua pasien dg cedera kepala sedang dan berat :
- Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan larutan ini tdk menambah
edema cerebri
- Lakukan pemeriksaan ; Ht,periksa darah perifer lengkap,trombosit, kimia darah
- Lakukan CT scan
Pasien dgn CKR, CKS, CKB harusn dievaluasi adanya :
1. Hematoma epidural
2. Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak
4. Edema cerebri
5. Pergeseran garis tengah
6. Fraktur kranium
8. Pada pasien yg koma ( skor GCS <8) atau pasien dgn tanda-tanda herniasi lakukan :
- Elevasi kepala 30
- Hiperventilasi
- Berikan manitol 20% 1gr/kgBB intravena dlm 20-30 menit.Dosis ulangan dapat diberikan 4-
6 jam kemudian yaitu sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam I
- Pasang kateter foley
- Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi (hematom epidural besar,hematom sub
dural,cedera kepala terbuka,fraktur impresi >1 diplo)
PROGNOSIS
Cedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi.
Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehinnga area yang tidak
mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa. Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap.
Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi.
Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.
Penderita bisa mengalami sindroma pasca konkusio, dimana sakit kepala terus menerus dirasakan dan terjadi gangguan ingatan.
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal. Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang non-fatal. Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur, suhu tubuh, pernafasan dan denyut jantung) tetap ututh. Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA