Makalah SAG Kel 1 - Jagung

download Makalah SAG Kel 1 - Jagung

of 25

description

Mkalah jagung

Transcript of Makalah SAG Kel 1 - Jagung

I. PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangSektor pertanian memiliki pengaruh dalam perekonomian nasional. Kondisi makro ekonomi nasional ke depan semakin penuh dengan tantangan. Karakteristik pertanian nasional yang masih tradisional, tercermin dari mayoritas produk pertanian yang diperdagangkan dari sentra produksi yang masih berupa komoditas sehingga belum memiliki nilai tambah.

Pada tahun 2005-2008 peningkatan produksi jagung di Indonesia berlangsung cukup cepat sehingga swasembada jagung dapat tercapai pada tahun 2008. Jagung memiliki peranan strategis perekonomian nasioanal karena jagung dapat dimanfaatkan untuk pangan, pakan, bahan industri, makanan ringan, dan susu jagung. Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industir pangan dan pakan di Indonesia maka terjadi peningkatan pula akan kebutuhan jagung di dalam negeri. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan (swasembada jagung).

Ketergantungan akan impor jagung akan memberikan dampak yang negatif bagi penyedia jagung di dalam negeri karena akan mengalami persaingan harga yang sangat besar mengingat biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi jagung di dalam negeri masih besar (menggunakan tradisional). Sedangkan di luar negeri sudah menggunakan teknologi yang lebih modern sehingga lebih efisien dan menghemat biaya dan tenaga dalam memproduksi sebuah produk. Selain itu, komoditas ini juga digunakan sebagai bahan baku bioenergi di Negara penghasil komoditas tersebut seperti Amerika.

Apabila kebutuhan jagung terus meningkat dan masih ketergantungan pada impor maka dikhawtirkan akan mematikan industri pangan dan pakan yang berbasis jagung karena berkurangnya pasokan bahan baku. Oleh karena itu, kegiatan sektor hilirisasi jagung perlu didorong agar terus tumbuh. Kebijakan pemerintah baik dalam hal pengembangan kelembagaan pertanian, penyuluhan dan aplikasi teknologi hilirisasi, permodalan usaha kecil menengah, dukungan sistem transportasi nasional dan regulasi memiliki peran yang penting terhadap proses hilirisasi.1.2. Identifikasi MasalahUpaya pemerintah yang terus berupaya menumbuhkan usaha-usaha sektor hilir pertanian kontra-produktif dengan masih tingginya perdagangan hasil pertanian dalam bentuk komoditas. Hal ini perlu dicermati, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi hilirisasi tersebut.1.3. Pembatasan Masalah dan MetodologiPembahasan permasalahan dalam makalah ini dibatasi, yaitu dalam lingkup sektor hilir dengan komoditas pertanian yang dipilih adalah jagung. Permasalahan yang diungkap terbatas pada faktor-faktor yang mempengaruhi hilirisasi komoditas jagung. Medode yang digunakan adalah studi literatur dengan mengumpulkan data dari sumber internet kemudian diolah dan dianalisis.1.4. Tujuan Secara umum tujuan elaborasi permasalahan ini adalah agar mahasiswa memperoleh wawasan tentang kondisi hilirisasi pertanian yang terjadi di Indonesia. Secara khusus adalah sebagai salah satu tugas mahasiswa dalam mata kuliah Sistem Agrobisnis dan Agroindustri.

II. TINJAUAN PUSTAKA1.5. Tinjauan Teori1.5.1. Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting dan terbanyak ditanam, selain gandum dan padi. Jagung merupakan tanaman semusim. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif.

Gambar 2.1 Tanaman Jagung (kiri); Variasi Jagung (kanan)Jagung termasuk kelompok tanaman rumput berumah satu, tegak, dengan sistem perakaran terdiri dari akar serabut. Batang biasanya tunggal. Daun tumbuh berseling pada sisi yang berlainan pada buku. Perbungaan jantan dan betina terpisah pada satu tumbuhan yang sama. Perbuahan yang masak dalam bentuk tongkol. Bijinya biasanya lonjong, warna bervariasi dari putih hingga kuning, merah atau keunguan hingga hitam.

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak khusus pakan ayam. Dengan semakin berkembangnya industri pengolahan pangan di Indonesia maka kebutuhan akan jagung akan semakin meningkat pula.1.5.2. AgrobisnisAgrobisnis dapat berarti segala kegiatan disektor pertanian dalam arti luas, baik dilakukan perorangan atau badan hukum dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan finansial pelakunya. Komoditas yang diolah dalam kegiatan agrobisnis meliputi komoditas pertanian, peternakan dan perikanan.

1.5.3. Sistem Agrobisnis Jagung

Sistem agribisnis merupakan satu kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri dari lima sub-sistem yaitu, (1) sub-sistem agribisnis hulu, (2) sub-sistem usahatani, (3) sub-sistem pengolahan, (4) sub-sistem pemasaran dan (5) sub-sistem jasa pendukung (Saragih, 2002 dalam Subhana, 2005).

Sistem agrobisnis jagung terdapat lima sub-sistem, yaitu (1) sub-sistem hulu yang menyediakan benih, pupuk dan pestisida, (2) sub-sistem usahatani yaitu proses budidaya jagung dilahan kering atau sawah tadah hujan, (3) sub-sistem hilir yang meliputi industri pakan ternak, industri makanan dan industri minyak jagung, (4) sub-sistem pemasaran yang menyangkut tata niaga dari panen hingga ke indusri pengolahan dan (5) sub-sistem jasa terutama jasa perbankan yang menyangkut pinjaman modal kerja dan investasi untuk pengadaan mesin pengering (Martodireso et.al. 2002 dalam Subhana, 2005).Rantai pemasaran jagung ditunjukkan Gambar 2.2 di mana setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi pemasaran agrobisnis.

Gambar 2.2 Diagram Rantai Pemasaran Jagung

(Martodireso et.al. 2002 dalam Subhana, 2005).

1.5.4. Hilirisasi

Hilirisasi adalah meningkatkan nilai tambah komoditas melalui proses pengolahan dalam suatu industri baik skala kecil maupun besar sehingga dalam konteks nasional Indonesia bukan lagi menjadi pedagang bahan baku tetapi juga mendapatkan nilai tambah suatu komoditas secara optimal. Banyak tantangan yang muncul dalam proses hilirisasi. Tantangan tersebut bila diantisipasi dan dikelola dengan terukur akan mendatangkan keuntungan namun bila tidak siap menghadapinya akan menjadi hambatan.III. PEMBAHASAN

1.6. Agrobisnis Jagung

1.6.1. Industri Pakan Ternak

Industri pakan ternak merupakan pasar utama bagi aktivitas agribisnis jagung. Badan Standardisasi Nasional telah menetapkan SNI untuk jagung sebagai bahan baku pakan ternak sebagai berikut,Tabel 3.1 Persyaratan Mutu Jagung untuk Bahan Baku Pakan Ternak (SNI-01-4483-1998)

Kadar Air(%)14

Kadar protein kasar Min.

Kadar serat kasar Maks.

Kadar abu Maks.

Kadar lemak Min.(%)

(%)

(%)

(%)7,53,0

2,0

3,0

Mikotoksin:

-Alfatoksin Maks.

-Okratoksin Maks.(ppb)

(ppb)50

5

Butir Pecah Maks.

Warna lain Maks.

Benda asing Maks.

Kepadatan Min.(%)

(%)

(%)

Kg/cm355

2

700

BPS merilis data tahun 2013 untuk Jumlah Pabrik pakan dan Produksi Jagung di Indonesia dimana terlihat konsentrasi industri pengolahan pakan terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Sementara produksi jagung regional di pulau tersebut mendukung, tercatat pulau Jawa berkontribusi 54,03% terhadap total produksi jagung nasional dan pulau Sumatera memberikan 22,71%. Pada Tabel 3.2 dibawah ini dapat dilihat bahwa jumlah pabrik pakan jagung di Pulau Jawa lebih banyak dibandingkan dengan Pulau lainnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan struktur tanah di Pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan Pulau yang lain.Tabel 3.2 Jumlah Pabrik Pakan dan Produksi Jagung di IndonesiaLokasiJumlah Pabrik PakanKapasitan Produksi (ton)Produksi jagung (ton)

Pulau Bali, NTB, NTT001,340,275

Maluku dan Papua0049,971

Pulau Sulawesi51,250,0002,705,238

Pulau Kalimantan1250,000286,726

Pulau Jawa4913,000,00010,177,972

Pulau Sumatera134,000,0004,278,347

Indonesia6818,500,00018,838,529

Sumber: BPS, 2013 (Diolah)

1.6.2. Industri Lainnya

Tabel 3.3 Produk Agroindustri Jagung

Produk UtamaProduk MakananProduk IndustriPakan Ternak

Gula JagungMakanan bayiBahan roti

Buah kaleng

Susu manis

Kimia Farmasi Mixed rations

Sirup jagungProduk rotiBuah kaleng

Es krim

Jelly

Sirup meja

Leather tanningKertas

Farmasi

Textile

Tobacco curing

Pati Jagung

(Corn starch)BumbuMentega

Salad dressing

Table oil

DekstrinPerekat

Metal castings

KeramikCorn glutenMeal

Minyak jagung

(crude oil corn)Penyamak kulitCat

Sabun

Pernis

Corn oil meal

Steewater ConcentratesFarmasi

AlcoholEtanol Pelarut organik

Sumber: Gumbira-Said, 2002 dalam Subhana, 2005Pada Tabel 3.3 di atas menunjukka bahwa produk-produk agroindustri jagung dibagi menjadi lima produk utama, yaitu gula jagung, sirup jagung, pati jagung, minyak jagung, steepwater concentrates dan alkohol. Produk utama tersebut kemudian digunakan dalam produk makanan, berbagai industri dan juga pakan ternak,.

1.7. Kondisi Jagung NasionalProduksi jagung pipilan kering pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 18,51 juta ton atau turun -4,25% dari tahun lalu, setelah 4 tahun ke belakang (tahun 2009 2012) terus mengalami kenaikan. Penurunan tersebut berkorelasi lurus dengan luas panen yang juga diperkirakan menurun menjadi 3,86 juta Ha atau turun sebesar -2,53% dari tahun sebelumnya.Produksi jagung di Indonesia mulai meningkat tajam setelah tahun 2002 dengan laju 9,14% per tahun. Pada tahun 2005, produksi jagung mencapai 12,5 juta ton. Sebelum tahun 1990, penggunaan jagung di Indonesia lebih banyak (86%) untuk konsumsi langsung, hanya sekitar 6% untuk industri pakan. Penggunaan jagung untuk industri pangan juga masih rendah, baru sekitar 7,5%. Walaupun sebagian besar penggunaan jagung untuk konsumsi langsung, tetapi sudah mulai tampak penggunaan untuk industri pangan dan bahkan pangsanya sudah di atas penggunaan untuk industri pakan (Tabel 2.4).

Dalam periode 1990-2002 telah terjadi pergesaran penggunaan jagung walaupun masih didominasi untuk konsumsi langsung. Setelah tahun 2002, penggunaan jagung lebih banyak untuk kebutuhan industri pakan selain industri pangan. Selama tahun 2000-2005, penggunaan jagung untuk konsumsi menurun sekitar 2,0%/th. Sebaliknya, penggunaan jagung untuk industri pakan dan industri pangan meningkat masing-masing 5,86% dan 3,01%/th. Permintaan jagung di pasar domestik dan pasar dunia terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pakan dan pangan. Meningkatnya pendapatan per kapita menyebabkan meningkatnya permintaan terhadap produk turunan jagung.

Tabel 3.4. Perkembangan Penggunaan Jagung Dalam Negeri,

(1000 Ton)

Dalam periode 1990-2001 pangsa penggunaan jagung impor sebagai bahan baku industri pakan dalam negeri meningkat dengan laju 11,8% pertahun. Sebaliknya, pangsa penggunaan jagung produksi domestik turun sebesar 3,77% per tahun. Mulai tahun 1994, ketergantungan pabrik pakan dalam negeri terhadap jagung impor sangat tinggi, mencapai 40,3%. Pada tahun 2000 penggunaan jagung impor dan jagung domestik untuk industri pakan ternak hampir berimbang, 47,0% dan 53,0%. Hal ini mengindikasikan bahwa produksi jagung dalam negeri semakin meningkat dan dapat menggantikan sebagian produk impor untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Dengan demikian impor jagung diharapkan akan menurun.

Sejak tahun 2000, impor jagung meningkat secara nyata meskipun produksi dalam negeri juga meningkat. Impor jagung pada tahun 2000 mencapai 1,28 juta ton, tiga tahun kemudian naik menjadi 1,39 juta ton dan pada 2004 meningkat menjadi 2,73 juta ton. Sementara produksi jagung nasional dalam lima tahun terakhir juga mengalami peningkatan, yakni dari 9,6 juta ton pada 2002 menjadi 10,9 juta ton pada 2003 dan meningkat lagi menjadi 12,5 juta ton pada 2005. Produksi pada tahun 2006 mengalami penurunan 7,3% menjadi 11,6 juta ton. Produksi jagung nasional pada 2007 diperkirakan akan mencapai 13,5 juta ton. Peningkatan produksi tersebut akan dapat menghemat devisa karena impor akan menurun tajam.

Dilihat dari kebutuhan jagung dalam negeri, sebetulnya masih terdapat surplus yang potensial untuk diekspor. Selama ini Indonesia juga telah mengekspor 3,36 juta ton pada 2000 namun menurun menjadi 1,67 juta ton pada 2003 dan meningkat lagi menjadi 3,67 juta ton pada 2004. Ekspor jagung terutama ke Hongkong, Malaysia, Jepang, Filipina, dan Thailand. Terjadinya ekspor dan impor jagung diduga terkait dengan kondisi pertanaman jagung di Indonesia. Sebagian besar jagung diusahakan pada lahan kering yang penanamannya pada musim hujan, sehingga terjadi perbedaan jumlah produksi yang nyata antara pertanaman musim hujan dengan pertanaman musim kemarau. Hal ini menyebabkan ketersediaan jagung pada bulan-bulan tertentu melebihi kebutuhan, di samping keterbatasan kapasitas gudang penampungan yang terkait dengan sifat jagung yang kurang tahan disimpan dalam waktu lama, sehingga mendorong dilakukannya ekspor. Harga jagung yang dipanen pada musim hujan relatif lebih murah dibandingkan dengan yang dipanen pada musim kemarau. Sebaliknya, pada musim kemarau ketersediaan jagung untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri sangat kurang karena luas areal panen terbatas sehingga harga jagung relatif lebih mahal. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk mengimpor jagung.Pada tahun 2005 produksi jagung nasional telah mencapai 12,5 juta ton sementara kebutuhan 11,8 juta ton. Laju peningkatan produksi jagung selama 2000-2005 mencapai 5,5%, sementara laju peningkatan kebutuhan 2,04%, sehingga produksi nasional diperkirakan akan melebihi kebutuhan, bahkan berpeluang untuk ekspor. Di sisi lain, volume jagung yang diperdagangkan dipasar dunia dalam periode 1990-2003 hanya 75,5 juta ton atau 13,5% dari total produksi dunia, dan menurun 0,02% pertahun.

Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar jagung dunia relatif tipis (thin market). Namun sejak 2006, negara penghasil utama jagung dunia seperti Amerika dan Cina mulai mengurangi ekspor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya terkait dengan pemanfaatan jagung sebagai bahan baku energi. Untuk itu, peluang ekspor jagung Indonesia cukup besar mengingat rata-rata produktivitas nasional masih rendah (3,47 t/ha).1.8. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hilirisasi1.8.1. Kebijakan PemerintahPerkembangan produksi Komoditas Jagung Indonesia masih mengalami kendala. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produksi jagung nasional tahun 2011 mencapai 17,64 juta ton pipilan kering atau turun 684,39 ribu ton dibandingkan 2010. Penurunan produksi terjadi di Jawa sebesar 477,29 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 207.10 ribu ton. Badan Pusat Statistik (BPS) memprediksi, produksi jagung nasional tahun 2012 diperkirakan sebesar 18,95 juta ton pipilan kering atau mengalami peningkatan sebesar 1,30 juta ton dibandingkan 2011. Peningkatan produksi diperkirakan di Jawa sebesar 0,80 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,51 juta ton. Peningkatan produksi terjadi karena adanya perkiraan luas panen seluas 132,78 ribu hektar dan produktivitas sebesar 1,74 kuintal/hektar. Peningkatan produksi jagung tahun 2012 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Nusa tenggara Timur, dan Yogyakarta. Sedangkan penurunan produksi terdapat di Provinsi Aceh, Sulawesi Tengah, Sumatera Selatan, Banten dan Riau.Sebagai salah satu lumbung Jagung, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menargetkan produksi jagung sebanyak 613.496 ton pada 2013 untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura NTB menginformasikan, target produksi jagung pada 2013 lebih tinggi dibandingkan target produksi pada 2012 sebanyak 471.920 ton. Dalam lima tahun terakhir Produksi jagung di NTB terus mengalami peningkatan karena luas panen yang bertambah dan adanya penerapan teknologi serta harga jagung yang terus membaik. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, produksi jagung pada 2009 mencapai 308.863 ton atau lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan 238.043 ton. Tahun 2010 produksi mengalami kenaikan lagi, yakni mencapai 371.862 ton, lebih tinggi dari yang ditargetkan 290.414 ton.Produksi jagung terus mengalami peningkatan, pada tahun 2011 produksi mencapai 456.915 ton, lebih tinggi dari yang ditargetkan sebanyak 407.000 ton. Begitupun untuk tahun 2012 target produksi mencapai 471.920 ton dari 100.975 hektare luas lahan tanam, lebih tinggi dibandingkan realisasi pada 2011. Pemerintah NTB berharap realisasi produksi pada 2012 lebih tinggi dibandingkan yang ditargetkan. Pemerintah NTB sudah menetapkan langkahlangkah untuk mewujudkan peningkatan produksi jagung secara ber-kesinambungan, yakni melalui pengem-bangan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) seluas 6.000 ha pada 2012. Ini merupakan program terpadu yang akan memberikan tambahan persediaan pangan nasional. Disamping itu Pemerintah juga menyalurkan bantuan langsung benih unggul melalui APBD I seluas 5.000 ha pada 2012. Memang kondisi saat ini, secara nasional produksi Jagung berpotensi mengalami penurunan di tengah cuaca ekstrim yang ternyata terjadi di hampir seluruh negara produsen Jagung di dunia. Ini berarti distribusi Jagung pun akan menurun, akibatnya dengan tingginya permintaan akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga.Begitu juga dengan lumbung Jagung di Sumatera Utara. Program bantuan benih seyogyanya dapat meringankan beban petani, namun penyaluran diharapkan petani hendaknya sesuai dengan kebutuhan agar program bantuan itu tidak sia-sia. Petani mengharapkan bantuan tersebut sudah dilakukan analisis terlebih dahulu, sehingga benih yang disalurkan sesuai dengan karakteristik tanah yang dikelola petani di masing-masing daerah. Bantuan benih akan dapat menghasilkan produksi jagung yang optimal (informasi dari paparan Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia. Kurang pasokan serta menurunnya produksi jagung dalam negeri membuat pemerintah berencana untuk melakukan impor. Impor jagung tersebut rencananya berasal dari Argentina dan India.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya menyebutkan, produksi jagung pada 2011 turun 1,1 juta ton atau 5,99 persen menjadi 17,23 juta ton pipilan kering dibandingkan produksi sepanjang 2010. Sementara kebutuhan jagung di dalam negeri pada tahun ini mencapai 22 juta ton, sehingga kebutuhan jagung harus dipasok melalui impor. Argentina sejauh ini berkontribusi memasok kebutuhan jagung dalam negeri sekira 70 persen terhadap total volume impor per bulan. Kemudian disusul India, yang berkontribusi sekira 10 persen. Sementara itu di pasar internasional, menurut dia terjadi kenaikan harga jagung. Kenaikan itu dipicu kekhawatiran adanya potensi penurunan produksi jagung di Amerika Selatan. Melemahnya dolar, juga menjadi salah satu pendorong kenaikan harga komoditas ini.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Sudirman menyebutkan, untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri, impor tak terhindarkan. Dia berharap ada peningkatan produksi jagung di dalam negeri agar impor jagung bisa berkurang. Karena produksi jagung yang terus merosot, angka impor jagung selama Januari sampai November 2011 mencapai 3 juta ton. Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik menyebutkan, nilai impor jagung sepanjang periode JanuariNovember 2011 mencapai USD967,33 juta. Nilai impor ini melampaui realisasi impor jagung selama jangka waktu yang sama pada 2010 sebesar 1,52 juta ton dengan nilai USD369,07 juta. Infomasi dari Bappebti, bahwa harga jagung berjangka untuk kontrak pengiriman bulan Maret 2012 mengalami sebesar 8.5 sen, ditutup pada posisi 6.52 dolar per bushel. Sedangkan untuk kontrak pengiriman bulan Mei 2012 mengalami kenaikan harga sebesar 8.75 sen, ditutup pada posisi 6.5950 dolar per bushel. Kenaikan harga jagung ini terjadi karena kekhawatiran beberapa buyer mengenai potensi penurunan produksi jagung di Amerika Selatan.

Salah satu pendorong kenaikan harga komoditas ini adalah melemahnya indeks dolar. Disamping itu permintaan luar negeri akan menguat karena komoditas Jagung yang diperdagangkan dalam dolar menjadi relative lebih murah akibat dari melemahnya nilai tukar dolar. Diperkirakan bahwa pasokan akhir jagung untuk periode 2011/12 akan berada di level 753 juta bushel. Namun kenyataan dilapangan, menurut Kementerian Pertanian produksi Jagung Indonesia mengalami penurunan sebesar 1.1 juta ton atau 5.99% menjadi 17,23 juta ton pipilan kering dibandingkan produksi tahun 2010. Kementerian Pertanian memberikan gambaran bahwa target produksi pada tahun 2012 sebesar 24 juta ton. Mengacu pada angka ramalan (Aram) III Badan Pusat Statistik (BPS), panen jagung tahun 2011 sebesar 17,23 juta ton. Jumlah itu lebih sedikit dibandingkan dengan produksi tahun 2010 sebesar 18,33 juta ton. Disamping itu kebutuhan jagung di dalam negeri pada tahun 2012 mencapai 22 juta ton sehingga kebutuhan Jagung dipasok melalui impor. Realisasi impor dilihat dari konsumsi Jagung dalam periode Oktober 2011 sudah mencapai 2,9 juta ton. Sebagian besar Jagung impor tersebut berasal dari Argentina. Kontribusi negara ini sekitar 70 persen dari total volume impor nasional per bulan, sedangkan 10% konsumen Jagung nasional dipasok oleh India.1.8.2. Kebijakan Pemerintah Daerah yang pro pasar (studi kasus Provinsi Gorontalo)

Kemajuan pembangunan sektor pertanian yang dilaksanakan di Provinsi Gorontalo, memberikan pelajaran sangat berharga bagi para perencana dan penyelenggara kebijakan pembangunan di pusat dan daerah. Hasil kajian Pranadji (2008) bahwa pelajaran yang berharga dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Gorontalo tersebut, adalah :

Pertama, bahwa dengan pendekatan outward looking dan visi kebersamaan membangun industri pertanian berbasis masyarakat petani di perdesaan yang propasar, menjadikan sektor pertanian di Gorontalo berkembang pesat dan berkelanjutan.

Kedua, adanya penguatan strategi industrialisasi pertanian di perdesaan dan reforma agraria, selain akan memperkokoh sektor pertanian juga berimplikasi sangat positif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat petani.

Ketiga, bahwa perkembangan sektor pertanian sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan penyelenggara pembangunan yang berintegritas tinggi dan memiliki kompetensi yang dapat diandalkan, dan

Keempat, terpeliharanya budaya kemandirian, semangat kerja dan modal sosial setempat sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan pembangunan pertanian di perdesaan Gorontalo. Di sisi lain, komitmen yang telah dibangun oleh semua pihak yang terkait di jajaran pemerintahan daerah, dari Tingkat Provinsi hingga desa, para pelaku kegiatan ekonomi maupun masyarakat secara luas dalam satu kesatuan pandangan dan persepsi kepentingan yang sama, telah menjadi modal atas keberhasilan program yang dicanangkan oleh Provinsi Gorontalo dalam pengembangan pola pengusahaan komoditas jagung. Jagung sebagai komoditas strategis, secara perlahan dapat meningkatkan perekonomian daerah serta secara langsung mendorong peningkatan pendapatan para petani yang mengusahakannya. Adanya pengaturan pewilayahan komoditas serta pembagian regional prioritas bagi komoditas lainnya, juga telah menumbuhkan sistem subsidi silang bagi kegiatan sektor riil lain serta kegiatan perekonomian antar daerah di wilayah provinsi Gorontalo. Letak geografis Provinsi Gorontalo yang cukup strategis dan berbatasan dengan negara tetangga merupakan satu peluang yang cukup potensial untuk kegiatan ekspor komoditas yang dihasilkan, sehingga mempunyai daya saing yang cukup kompetitif dengan beberapa wilayah yang ada di tanah air, khususnya bagi kegiatan ekspor komoditas sejenis (jagung).

Kebijakan Pemerintah Daerah melakukan penjaringan peluang pasar bagi komoditas pertanian khususnya untuk komoditas jagung, dan kemudian diikuti dengan pembukaan pasar komoditas dengan beberapa negara lain dalam kegiatan ekspor, telah mendorong pada upaya pengembangan usaha pertanaman jagung dibeberapa sentra produksi. Adanya kepastian penyerapan pasar bagi produksi jagung yang dihasilkan, maupun insentif harga berdasarkan jaminan kwalitas produk yang dihasilkan, menjadikan usahatani jagung yang dilakukan masyarakat secara intensif terus berkembang dengan pesat. Penerapan inovasi teknologi yang difasilitasi oleh kebijakan Pemda senantiasa dilakukan, diantaranya dengan membangun Pusat Penelitan dan Pengembangan Jagung bertaraf internasional, selain inovasi untuk meningkatkan produksi, produktivitas juga dalam kaitan peningkatan mutu dan kwalitas produk jagung yang dihasilkan para petani, sehingga dapat memenuhi permintaan sesuai standar yang sudah dipersyaratkan oleh buyers/importir.

Gambar 3.1 Pasar sebagai lokomotif kegiatan usahatani jagung di Gorontalo

Regulasi dan penyederhanaan aturan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan agribisnis jagung, juga dilakukan oleh Pemda setempat sehingga manajemen ekonomi biaya tinggi bisa diminimalisasi. Pengaturan harga pembelian dan penjualan produk jagung secara ketat dikontrol oleh Pemda setempat, bahkan pada kasus-kasus tertentu aparat turun ke lapangan dan memberikan sangsi bagi para pelaku terkait yang tidak mengikuti aturan yang sudah ditetapkan, baik dalam Perda maupun Surat Keputusan Gubernur yang terkait dengan komoditas jagung. Intervensi kebijakan Pemda untuk menjaga stabilitas harga pembelian jagung di tingkat petani, dilakukan dengan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dimana salah satu tugasnya melakukan pembelian jagung petani dengan harga standar, pada saat harga jagung mengalami fluiktuasi hingga menurun. BUMD juga menjadi lembaga penjamin kontinuitas pasokan untuk pemenuhan kebutuhan jagung domestik maupun untuk tujuan ekspor (PT. Gorontalo Fitrah Mandiri (GFM), 2006).

Insentif yang disediakan Pemda selain diperuntukkan bagi aparat yang berhasil dalam peningkatan kinerja pengembangan jagung di wilayahnya, juga dalam upaya mendukung pemenuhan input produksi yang dilakukan dengan pemberian subsidi benih, pupuk serta sarana produksi lainnya. Melalui integrasi kebijakan Gubernur, penyediaan modal usaha pertainan juga wajib disediakan oleh pihak perbankan, termasuk dalam mengikutsertakan peran perbankan dan lembaga keuangan yang ada di wilayah Provinsi Gorontalo untuk mendukung program pengembangan agropolitan jagung. Integrasi kebijakan pimpinan daerah dalam penyediaan sarana dan prasarana pendukung serta kerjasama investasi sejalan dengan program pengembangan agropolitan jagung, telah melibatkan berbagai instansi teknis terkait lintas sektoral, lintas provinsi bahkan lintas negara. Perkembangan infomasi terakhir dari hasil kajian Pranadji (2008), tentang pertanian di Gorontalo, menunjukkan bahwa pada saat ini kegiatan pertanian di Gorontalo sedang dirancang secara serius untuk memasuki arena pasar global; keterbukaan terhadap globalisasi pasar diantisipasi melalui perencanaan dan penyelenggaraan pembangunan pertanian secara komprehenship dan terarah. Berbagai program dan rancangan untuk menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan banyak negara secara langsung telah dilakukan oleh pimpinan daerah. Kerjasama yang dimaksud bukan hanya terkait dengan pengembangan pasar produk pertanian yang dihasilkan petani di perdesaan, melainkan juga pada pengembangan pertanian yang berwawasan industri. Konsep agropolitan berskala provinsi dan bahkan secara lebih luas dengan mengajak beberapa propinsi sekitar (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara) dalam jaringan CCB (Celebes Corn Belt), sekaligus merupakan bagian dari langkah awal yang strategis untuk menempatkan Gorontalo sebagai pusat pertanian agropolitan jagung dari Timur Indonesia.Peran Pemerintah Daerah ke depan Fenomena pergantian kepemimpinan daerah pada umumnya banyak menyisakan permasalahan ketidaksinambungan program pembangunan di daerah.

Kesinambungan dan keberlanjutan seringkali terhambat dengan perbedaan pemahaman dan misi dari sebuah jabatan kepemimpinan. Maka tidak mengherankan pada saat terjadi pergantian suatu jabatan kepemimpinan, senantiasa diikuti dengan pergantian seluruh atau sebagian perangkat terkait didalamnya yang terkadang jauh dari kompetensi. Perubahan kebijakan maupun program pembangunan juga seringkali menjadi imbas dari perubahan jabatan kepemimpinan baru sehingga kebijakan yang sudah dijalankan sebelumnya menjadi terabaikan. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat pergantian jabatan kepemimpinan, bisa saja menunjukkan kinerja lebih baik dari sebelumnya atau bahkan seringkali terjadi sebaliknya. Secara umum, leadership pembangunan pertanian yang dilakukan di Provinsi Gorontalo tidak terlepas dari peran serta dan keberpihakan pimpinan.1.8.3. Transportasi dan DistribusiSektor transportasi berperan menunjang kegiatan perekonomian khususnya dalam distribusi barang dan jasa. Biaya transportasi timbul sebagai akibat adanya aktivitas distribusi barang dan jasa ke pelaku ekonomi. Karakteristik kegiatan perekonomian dari usahatani (sektor produksi pertanian) di Indonesia yang tersebar di pedesaan menuntut aksesibilitas infrastruktur transportasi yang memadai agar komoditas pertanian bisa didistribusi keluar untuk dijual langsung kepada konsumen maupun diserap sebagai bahan baku oleh industri pengolahan. Jarak kawasan sentra produksi dan sentra konsumsi atau industri pengolah relatif jauh, sehingga beberapa diantaranya tidak cukup hanya menggunakan moda transportasi darat, tetapi juga menggunakan moda transportasi darat dan laut.Pada pemasaran jagung di sentra produksi, terdapat para pelaku dalam pemasaran yaitu petani, pedangang, penungumpul/penebas, pedagang besar, peternak dan pabrik pakan (Saleh, C, et.al, 2005 dalam Subhana, 2005). Secara umum, petani yang menjual jagung untuk non konsumsi menjual jagung dalam bentuk pipilan. Industri pakan ternak berbahan baku jagung menyerap >50% produksi jagung dalam negeri. Pabrik pakan terkonsentrasi di pulau Jawa dan Sumatera. Pada pulau Jawa, pabrik pakan memiliki kapasitas di atas produksi jagung sedangkan di pulau Sulawesi terjadi surplus produksi melebihi kapasitas pengolahannya sehingga akan terjadi distribusi komoditas jagung antar pulau. Kondisi Indonesia yang luas tersebut harus didukung dengan sistem transportasi nasional yang efektif dan efisien agar biaya logistik dapat ditekan.

Biaya transportasi darat merupakan komponen terbesar biaya logistik di Indonesia yaitu 66,8% (Wirabrata, 2013), sisanya adalah biaya administrasi dan ongkos penanganan persediaan serta ditambah lagi dengan biaya bongkar muat, parkir, hingga pungutan liar. Pada laporan World Economic Forum 2012 kualitas infrastruktur Indonesia berada pada peringkat 82 dari 134 negara. Jenis kualitas infrastruktur yang memiliki peringkat terendah adalah kualitas infrastruktur pelabuhan yang berada pada peringkat 103.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana dalam situs berita dijital tempo.co (22 Juli 2013) mengungkapkan kualitas kemantapan jalan nasional pada 2012 telah mencapai 90,5%. Sementara itu, berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tingkat kemantapan jalan provinsi hanya mencapai 60% persen dan jalan milik pemerintah kota atau kabupaten hanya 40%. Dimana dari total 39 ribu kilometer total panjang jalan di Indonesia persentase jalan nasional hanya mencapai 8%, sementara persentase jalan daerah mencapai 81%. Hal ini menjadi ironi mengingat karakteristik usaha tani di Indonesia yang menyebar di wilayah pedesaan.Sebagai contoh, studi transportasi barang yang dilakukan di NTT yang memasok 7,11% produksi jagung nasional (BPS tahun 2013, Pulau Bali, NTB, dan NTT), mengungkapkan secara umum kondisi infrastruktur di NTT yang masih terbatas (LPEM-FEUI, 2010). Jaringan jalan ke daerah-daerah terpencil terbatas mengakibatkan distribusi barang terhambat dan banyak komoditas pertanian tidak memiliki akses pasar yang memadai. Pelabuhan laut komersial kemampuannya masih terbatas untuk melayani kegiatan bongkar muat namun disisi lain penggunaan moda transportasi laut adalah dominan baik menggunakan kapal laut untuk perdagangan antar provinsi maupun truk dan feri untuk perdagangan antar pulau. Dukungan sektor transportasi yang baik akan meningkatkan efisiensi distribusi barang sehingga mampu menurunkan biaya logistik secara signifikan. Hal ini dapat menurunkan harga produk, sehingga meningkatkan daya saing produk dan daya beli masyarakat maupun industri hilir.

1.8.4. Ketersediaan Pasoka Jagung Dalam NegeriSelain untuk dikonsumsi langsung, jagung juga menghasilkan produk-produk pasca panen diantaranya berupa pakan ternak dan makanan. Ketersediaan pasokan jagung, sangat mempengaruhi proses hilirisasi dan proses pengolahan jagung di Indonesia. Berikut adalah data produksi jagung di Indoenesia dalam kurun waktu 2009-2013.

Tabel 3.5 Produksi Jagung Indonesia Periode 2009-2013

NoTahunJumlah Produksi (ton)

1200917.629.748

2201018.327.636

3201117.643.250

4201219.387.022

5201318.510.435

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

Berdasarkan Tabel 3.5 di atas, pertumbuhan produksi jagung selama periode 2009-2013 mengalami kecendrungan menurun. Kondisi ini jelas mempengaruhi proses hilirisasi atau pengolahan jagung di Indonesia. Seberapapun jumlah pabrik pengolahan yang tersedia, apabila tidak diikuti oleh peningkatan produksi jagung maka akan mengakibatkan peningkatan impor jagung mentah sehingga proses hilirisasi jagung akan terganggu.

Adapun produktivitas jagung juga dipengaruhi faktor lain. Menurut penelitian yang dilakukan Riyadi (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung diantaranya adalah luasan lahan jagung, jumlah tenaga kerja dan ketersediaan kualitas dan kuantitas pupuk dan benih jagung.

Tabel 3.6 Luas Lahan Jagung Indonesia Periode 2009-2013

NoTahunJumlah Lahan jagung (ha)

120094.160.659

220104.131.676

320113.864.692

420123.957.595

520133.857.359

Pertumbuhan-2.53%/Thn

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

Luas lahan panen jagung di Indonesia selama periode 2009-2013 mengalami kecendrungan menurun per tahunnya. Kondisi ini mempengaruhi jumlah produksi jagung di Indonesia yang masih mengandalkan ekstensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitasnya. Begitupun faktor tenaga kerja di komoditas jagung yang diperkirakan semakin menurun seiring berkembangnya pola pikir masyarakat yang mengesampingkan pekerjaan petani dibandingkan pekerjaan lainnya.

Pemenuhan benih jagung yang unggul di Indonesia juga masih terkendala. Padahal dengan adanya penggunaan benih unggul dapat meningkatkan produktivitas jagung melalui intensifikasi pertanian serta efisiensi biaya usaha tani.

1.8.5. Permasalahan standardisasi> permintaan relatif tetap sementara outputnya tidak seragam

Akibatnya susah masuk ke hilir1.8.6. Sebaran jumlah prabik dan implementasi teknologiPada Tabel 3.2 mengenai Jumlah Pabrik pakan dan Produksi Jagung di Indonesia (BPS, 2013), dapat dilihat bahwa jumlah pabrik pakan jagung di Pulau Jawa lebih banyak dibandingkan dengan Pulau lainnya di Indonesia. Hal ini dikarenakan struktur tanah di Pulau Jawa lebih baik dibandingkan dengan Pulau yang lain. Jumlah pabrik yang banyak memberikan gambaran bahwa jumlah produksi jagung tersebut juga lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya seperti yang ditabulasikan pada Tabel 3.2.Pada Tabel 3.7 dapat dilihat trend perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivita Jagung pada tahun 2009-2013 tiap Provinsi bahwa terjadi penurunan dituhun 2013 baik pada luas panen, produksi maupun produktivitas jagung. Hanya beberapa provinsi saja yang mengalami peningkatan. Jika dilihat pada Provinsi DKI Jakarta sangat drastis karena tidak ada lahan yang dijadikan untuk produktivitas komoditas jagung sehingga tidak ada produksi Jagung yang dihasilkan. Hal ini dikarenakan, lahan pertanian yang telah dijadikan perumahan dan perindustrian sehingga lahan pertanian telah dipindahkan ke luar Jakarta.Produktivitas komoditas jagung mengalami penurunan di tahun 2013 sebesar 4.52 persen. Hal ini menggambarkan masih rendahnya penerapan teknologi dalam produksi jagung yang masih belum optimal. Penerapan teknologi di tingkat petani masih beragam, bergantung pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, dan komersial), kondisi kesuburan tanah risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses sarana produksi. Pada tahun 2005, penyebaran varietas jagung hibrida masih 22% dan selebihnya masih komposit. Penggunaan varietas ini masih jauh jika dibandingkan dengan Thailand yang menggunakan jagung hibrida hingga 98% sedangkan Filipina hinggan 65%. Mahalnya benih hibrida dan risiko yang dihadapi maka menjadi salah satu pertimbangan petani untuk menanam benih hibrida turunan (F2). Padahal benih hibrida ini merupakan salah satu faktor untuk dapat meningkatkan produksi jagung. (Pabbangge dan Subandi, 2007)

Tabel 3.7 Trend Perkembangan Luas Panen, Produksi & Produktivitas Jagung Tahun 2009-2013NOProvinsiTrend Perkembangan

Luas Panen (Ha)Produksi Ton)Produktivitas (Ku/Ha)

1Aceh3.9611.647.39

2Sumatera Utara(13.30)(26.92)(15.70)

3Sumatera Barat2.606.003.31

4Riau(4.49)(3.97)0.55

5Kepulauan Riau(10.00)(3.65)7.03

6Jambi(0.49)1.832.32

7Sumatera Selatan9.7430.6319.03

8Kep. Bangka Belitung14.939.72(4.52)

9Bengkulu(17.57)(12.53)6.11

10Lampung(5.82)(1.96)4.09

11DKI Jakarta(100.00)(100.00)(100.00)

12Jawa Barat4.068.214.00

13Banten15.1621.165.23

14Jawa Tengah(1.66)0.031.71

15DI Yogyakarta(6.41)(19.27)(13.74)

16Jawa Timur(3.28)(8.79)(5.70)

17Bali(11.81)(6.33)6.21

18Nusa Tenggara Barat(5.96)(2.84)3.31

19Nusa Tenggara Timur10.1713.012.57

20Kalimantan Barat(4.87)(4.99)(0.13)

21Kalimantan Tengah(9.34)(8.36)1.07

22Kalimantan Selatan(7.40)(6.84)0.60

23Kalimantan Timur(14.84)(14.57)0.33

24Sulawesi Utara(0.20)(0.24)(0.05)

25Gorontalo3.635.041.37

26Sulawesi Tengah(6.68)(0.95)6.13

27Sulawesi Selatan(2.98)(4.97)(2.06)

28Sulawesi Barat6.20(1.08)(6.85)

29Sulawesi Tenggara(11.01)(11.87)(0.98)

30Maluku(28.67)(32.63)(5.56)

31Maluku Utara(3.06)6.289.62

32Papua(14.80)10.8230.13

33Papua Barat(16.60)(16.54)0.06

INDONESIA(2.53)(4.52)(2.04)

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013 (Diolah)

Upaya peningkatan produksi jagung dapat dilakukan berbagai cara diantaranya melalui perbaikan genetik tanaman. Perbaikan genetic jagung bertujuan untuk mengatasi kendala pertumbuhan tanaman terutama cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Perbaikan genetic komoditas ini dapat dilakukan dengan konvensional atau melalui rekayasa genetic (genetic engeenering). Berkembangnya bioteknologi dapat menjadi salah satu pemecahan masalah dalam perjagungan. (Sustiprijatno. 2007)

Sampai saat ini masih belum banyak dilaporkan perkembangan jagung transgenic di Indonesia. Sistem pengadaan benih bemutu dari varietas unggul, pupuk, herbisida/pestisida, serta alat dan mesin pertanian yang lebih baik menentukan keberhasilan pengembangan jagung.

Pengolahan dan pemasaran jagung diarahkan untuk mewujudkan tumbuhnya usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah dan harga yang wajar ditingkat petani, sehingga petani dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraanya. Maka strategi yang perlu ditempuh antara lain: meningkatkan mutu produk dan mengolah produksi menjadi bahan setengah jadi, meningkatkan harga jagung dan keuntungan, menumbuhkan unit-unit pengolahan dan pemasaran jagung yang dikelola oleh kelompok tani/gabungan kelompok tani, meningkatkan efisiensi biaya pengolahan dan pemasaran serta memperpendek mata rantai pemasaran, dan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor.

Penelitian juga diperlukan untuk mendukung program pengembangan jagung seperti: pembentukan varietas hibrida dan komposit yang lebih unggul diantaranya varietas toleran keasaman tanah dan kekeringan, produksi benih sumber dan system pembenihan, teknologi budi daya yang makin efisien, dan pascapanen untuk meningkatkanmutu dan nilai tambah produk.

Beberapa teknologi yang dianjurkan diantaranya adalah varietas unggul, pengolahan tanah, cara tanam, pemupukan, penyiangan dan pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan pada saat panen. Hilirisasi yang dilakukan yaitu pada saat pasca panen.

Hilirisasi dari produsen (technology provider) ke konsumen (technology recipient) baik berupa transfer teknologi, alih teknologi, difusi teknologi, interfacing maupun komersialisasi teknologi. Kegunaan dari transfer teknologi antara lain : (1) Memastikan manfaat riset bagi publik; menterjemahkan penemuan/hasil riset menjadi 'produk' untuk publik menjadi nilai tambah. (2) Menghasilkan dana untuk melakukan riset; (3) Menumbuhkan motivasi bagi 'inventor' dengan recruit, retain dan reward bagi peneliti; (4) Meningkatkan 'knowledge based competitiveness'; (5) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan (6) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Transfer teknologi harus mengandung beberapa hal antara lain : 1. Equipments 2. Skills 3. knowledge 4. Process 5. Practices. (Hariyadi, 2011).IV. KESIMPULAN1.9. Kesimpulan

Jagung sampai saat ini masih merupakan komoditi strategis kedua setelah padi karena di beberapa daerah, jagung masih merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Jagung juga mempunyai arti penting dalam pengembangan industri hilir di Indonesia karena merupakan bahan baku untuk industri pangan maupun industri pakan ternak. Beberapa faktor yang mempengaruhi hilirisasi produk pertanian di Indonesia diantaranya,

1) Kebijakan pemeritah yang berperan di level makro maupun level mikro (khususnya usaha kecil menengah dan koperasi yang ada di sektor hilir)

2) Dukungan sektor transportasi yang baik, yaitu infrastruktur dan koneksi intermoda. Hal tersebut menjamin kelancaran distribusi komoditas usahatani dari sentra produksi ke industri hilir serta meningkatkan daya saing produk dan daya beli masyarakat maupun industri hilir

3) Ketersediaan pasokan jagung dalam negeri. Proses hilirisasi jagung akan terganggu bilamana pertumbuhan industri dengan bahan baku jagung tidak dibarengi peningkatan produksi jagung dalam negeri, karena akan mengakibatkan peningkatan impor jagung mentah.

4) Permasalahan standardisasi produk. Karakteristik usahatani nasional yang mayoritas masih tradisional mengasilkan ukuran produk yang tidak seragam, sementara itu permintaan pasar relatif tetap akibatnya jagung dari petani kesulitan masuk industri hilir 5) Sebaran pabrik dan implementasi teknologi. Lokasi sentra produksi dengan pabrik pengolah yang terletak dalam satu wilayah akan lebih efisien. Di sisi produksi, kendala produktivitas dalam negeri yang belum mampu memenuhi permintaan industri hilir bisa diupayakan dengan peningkatan produksi jagung melalui teknologi perbaikan genetik.

1.10. Saran

Sistem pertanian yang berkelanjutan dan berorientasi pasar akan meningkatkan daya saing produk dan memberikan nilai tambah bagi petani dan perkembangan sektor hilir. Untuk itu perlu didukung kebijakan pemerintah yang konsisten sehingga dicapai kesatuan visi untuk membangun sistem logistik dan peningkatan produksi jagung. Oleh karena itu, hendaknya para pemangku kepentingan bisa menjaga komitmen dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yang akan berimbas positif bagi sektor hilir pertanianDAFTAR PUSTAKABiro Pusat Statistik. 2013. Statistik Pertanian

Hariyadi, Purwiyatno. 2011. Prosiding Seminar Nasional Strategi Penghiliran Teknologi Hasil Litbang Pascapanen. Bogor.

LPEM-FEUI. 2010. Transportasi Barang di Nusa Tenggara Timur: Permasalahan dan Biaya. Jakarta: LPEM-FEUI dan The Asia Foundation.

Pabbage, Zubachtirodin MS, dan Subandi 2007. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Saleh, C. Sumedi, dan E. Jamal. 2005. Analisis Pemasaran Jagung di Indonesia. Dalam Kasryno, et.al. (Editor). Ekonomi Jagung Indonesia: 197-209. Badan Litbang Pertanian, Jakarta.

Schwab, Klaus (ed.). 2013. The Global Competitiveness Report 20132014 Full Data Edition. Geneva: World Economic Forum

Subhana, Ahmad. 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung untuk Memenuhi Kebutuhan Industri Pakan Ternak. Tesis. Bogor: Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Sekolah Pasca Sarjana IPB.Sustiprijatno. 2007. Jagung Transgenik dan Perkembangan Penelitian di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.

Tempo.co. Kualitas Jalan Nasional dan Daerah Sangat Timpang. 22 Juli 2013. Diakses tanggal 6 September 2014 pukul 12:26 WIB. http://www.tempo.co/read/news/2013/07/22/090498734/Kualitas-Jalan-Nasional-dan-Daerah-Sangat-TimpangWarta Ekspor,Ditjen PEN/MJL/003/5/2012 Edisi Mei

Wirabrata, Achmad. 2013. Peningkatan Logistic Performance Index (LPI) dan Rendahnya Infrastruktur Pendukung dalam Info Singkat Ekonomi dan Kebijakan Publik Vol. V, No. 09/I/P3DI/Mei/2013. Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi.

Zubachtirodin (et.al). 2010. Wilayah Produksi dan Potensi Pengembangan Jagung dalam Jagung: Teknik Produksi dan Pengembangan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Pedagang Tingkat Kecamatan

Pedagang Tingkat Desa (Tengkulak)

Petani

Industri Makanan Olahan

Industri Pakan Ternak

Pedagang Tingkat Kabupaten

Pedagang Tingkat Propinsi

21