Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

13
Reformulasi Pemikiran Hukum Islam Publish by : http://bakulbuku.com Page 1 REFORMULASI PEMIKIRAN HUKUM ISLAM (Kajian Pemikiran Mahmud Syaltut) Oleh : Chamim Thohari, M.Ag. Abstraksi Sejalan dengan akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), jantung pemikiran Islam telah mengalami pergeseran, terutama istinbath hukum yang lahir dari situasi dan kondisi yang tradisonal dan linear. Sehingga pemikiran hukum Islam, terkadang sudah kehilangan relevansinya dengan semangat zaman yang terus semakin berkembang ini. Atas dasar itulah, tulisan ini ingin menghadirkan “kreasi baru” tentang reformulasi pemikiran hukum Islam yang digagas oleh Mahmud Syaltut. Setidaknya, ada empat bidang pokok persoalan yang mampu penulis hadirkan dalam tulisan ini. Kata Kunci : Reformulasi, Hukum Islam, PENDAHULUAN Mahmud Syaltut adalah seorang pakar di bidang hukum Islam Mesir yang pernah menerima gelar kehormatan akademis (doktor honoris causa) dari IAIN Sunan Kalijaga Yokyakarta. Sosok dan cakrawala pemikirannya telah benar-benar memancarkan kedalaman pengetahuan dan kearifan dalam menangkap makna pesan ajaran Islam (al-Qur`ân dan as- Sunnah) ketika menghadapi perubahan dan perkembangan zaman, terutama di bidang hukum Islam. Reformulasi pemikiran hukum Islam yang dilakukan Syaltut merupakan langkah yang dinanti sejak lama dan sangat dibutuhkan hukum umat Islam untuk memberikan solusi terhadap masalah-masalah kontemporer yang selalu berkembang, selaras dengan perkembangan karakter budaya dan ilmu pengetahuan. Sejak periode awalnya, hukum Islam merupakan suatu kajian yang dinamis dan kreatif. Ia tumbuh dan berkembang sebagai hasil interpretasi terhadap prinsip-prinsip yang

Transcript of Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Page 1: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 1

REFORMULASI PEMIKIRAN HUKUM ISLAM

(Kajian Pemikiran Mahmud Syaltut)

Oleh : Chamim Thohari, M.Ag.

Abstraksi

Sejalan dengan akselerasi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), jantung pemikiran

Islam telah mengalami pergeseran, terutama istinbath hukum yang lahir dari situasi dan

kondisi yang tradisonal dan linear. Sehingga pemikiran hukum Islam, terkadang sudah

kehilangan relevansinya dengan semangat zaman yang terus semakin berkembang ini. Atas

dasar itulah, tulisan ini ingin menghadirkan “kreasi baru” tentang reformulasi pemikiran

hukum Islam yang digagas oleh Mahmud Syaltut. Setidaknya, ada empat bidang pokok

persoalan yang mampu penulis hadirkan dalam tulisan ini.

Kata Kunci :

Reformulasi, Hukum Islam,

PENDAHULUAN

Mahmud Syaltut adalah seorang pakar di bidang hukum Islam Mesir yang pernah

menerima gelar kehormatan akademis (doktor honoris causa) dari IAIN Sunan Kalijaga

Yokyakarta. Sosok dan cakrawala pemikirannya telah benar-benar memancarkan kedalaman

pengetahuan dan kearifan dalam menangkap makna pesan ajaran Islam (al-Qur`ân dan as-

Sunnah) ketika menghadapi perubahan dan perkembangan zaman, terutama di bidang hukum

Islam.

Reformulasi pemikiran hukum Islam yang dilakukan Syaltut merupakan langkah yang

dinanti sejak lama dan sangat dibutuhkan hukum umat Islam untuk memberikan solusi

terhadap masalah-masalah kontemporer yang selalu berkembang, selaras dengan

perkembangan karakter budaya dan ilmu pengetahuan.

Sejak periode awalnya, hukum Islam merupakan suatu kajian yang dinamis dan

kreatif. Ia tumbuh dan berkembang sebagai hasil interpretasi terhadap prinsip-prinsip yang

Page 2: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 2

ada dalam al-Qur`ân dan as-Sunnah sesuai dengan struktur dan konteks perkembangan

masyarakat saat itu, merupakan refleksi logis dari situasi dan kondisi di mana ia tumbuh dan

berkembang.

Berbicara masalah Reformulasi pemikiran hukum Islam, Mahmud Syaltut adalah

salah satu di antara sekian pemikir Muslim yang radikal dan liberal dalam memahami

konteks hukum Islam. Pokok-pokok pandangannya tentang hukum Islam sudah terlihat jelas

bahwa hasil produk pemikirannya telah merubah pandangan lama (tradisionalis) yang selama

ini berkembang dan mengakar serta mendarah daging di kalangan umat Islam. Dengan penuh

resiko yang pasti menimpa dirinya, Syaltut berusaha memberanikan diri untuk merubah pola

pandangan lama itu dengan pendekatan kontekstual (sosio historis), akan mudah ditemukan

kemaslahatannya, sekalipun harus bertentangan dengan teks (nash) yang tertera dalam al-

Qur`ân dan as-Sunnah. Dengan pendekatan sosio historis berarti mengandung arti

modernisasi pemikiran, dalam usaha merubah faham-faham lama, adat istiadat dan suasana

baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Tulisan ini ingin menyuguhkan gagasan Muhammad Syaltut yang berhubungan

dengan reformulasi pemikiran hukum Islam. Sebuah usaha awal untuk mencari model

pendekatan dalam memahami hukum Islam. Sekalipun sesungguhnya telah banyak pemikir

Muslim melakukan pembaruan, tetapi suhu dan gelombangnya belum signifikan jika

dibandingkan dengan khazanah ilmu keislaman lainnya, misalnya teologi Islam, filsafat

Islam, ilmu Tasawuf, ilmu Tafsir dan seterusnya. Sudah barang tentu diketahui bahwa Islam

semakin akan dapat bergelut dengan kehidupan modern sepanjangan wilayah pemikiran

Islam dapat tempat posistif ke arah sana. Dan salah satu upaya untuk memenuhi keinginan

ini, melalui paparan ini akan meyuguhkan sebuah reformulasi pemikiran hukum versi

Mahmud Syaltut.

âîû

PEMBAHASAN

Mahmud Syaltut merupakan salah seorang putra terbaik Mesir yang lahir pada tanggal

23 April 1893, ia memiliki tradisi yang sangat kental dalam memegangi sumber ajaran Islam,

terutama dalam “memelihara” bacaan al-Qur`ân. Sejak usia 13 tahun, ia sudah dikenal sebagi

hâfiz, dan sekaligus merupakan langkah awal dalam memasuki jenjang dan karier

pendidikannya. Setelah itu, ia masuk pada Lembaga Pendidikan Agama di Iskandariyah yaitu

Page 3: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 3

al-Ma‟had ad- Dîni, suatu lembaga satu atap dan berafiliasi pada Universitas al-Azhar Mesir.

Semasa menjalani studinya di al-Ma‟had ad- Dîni, Mahmud Syaltut tergolong murid

yang banyak dikagumi oleh para gurunya, karena beberapa ide dan gagasan yang cerdas dan

menonjol. Bahkan, setiap jenjang studinya, prestasi yang dicapai peringkat pertama, termasuk

dalam menyelesaikan studinya di Universiats al-Azhar tahun 1918 M dengan meraih predikat

Syahadah al-alimiyah al-Nizâmiyah, suatu penghargaan tertinggi dari al-Azhar atas

prestasinya yang dicapainya selama studi.

Setelah tamat studinya di al-Azhar, ia meniti karir sebagai pengajar atau dosen di

almamaternya, di samping sebagai da’i ia juga aktif menulis di majalah dan jurnal yang

diterbitkan oleh al-Azhar. Selama 25 tahun, ia aktif mempelopori jama’ah al-Taqrîb baina al-

madzâhib, suatu organisasi non mazdhab atau lembaga netral yang berusaha untuk

mempertemukan antara kelompok ulama’ sunni dan Syi’ah, dengan demikin ia berusaha

keras ingin melepaskan atau menghilangkan “ fanatisme madzhab” dalam hukum Islam.

Semasa karirnya, Mahmud Syaltut banyak mengahabiskan waktunya untuk mengisi

kegiatan-kegiatan ilmiah, membuka konsultan hukum, menulis di berbagai masmedia, dan

selebihnya sebagai guru besar di al-Azhar. Sisi lain, yang menarik dari Mahmud Syaltut

sikapnya yang “ radikal” dalam memahami sumber hukum Islam. Ketika dipercaya sebagai

dosen di al-Azhar, ia sering terjadi kontra dengan teman-teman sejawatnya yang mereka dulu

mengabdi. Sebagai dosen muda, ia punya cita-cita untuk membuka “kegelapan” sebagaimana

yang dinyakini bahwa stagnansi pemikiran Islam selama ini menyelimuti al-Azhar, terutama

dalam menatap hukum Islam, upaya serupa juga tampak pada diri al-Marâghi, yang

keduanya menentang keras terhadap kalangan tradisional ulama fiqh. Akhirnya, al-Marâghi

ditendang dari jabatan Syaikh al-Azhar dan diganti Muhammad al-Ahmad al-Zahiri. Dalam

tempo yang tidak terlalu lama, nasib serupa juga menimpa pada diri Mahmud Syaltut, bahkan

lebih kejam lagi.

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Sepanjang yang penulis ketahui, banyak pemikiran hukum Islam yang telah digagas

oleh Mahmud Bidang Akan tetapi, dalam tulisan ini, penulis batasi hanya empat persoalan

saja, yaitu persoalan kesaksian bidang muamalah, persoalan perkawinan beda agama, (laki-

laki Muslim dengan al- Kitâb) dan seputar hukum Pidana.

Page 4: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 4

1. Persoalan Kesaksian

Kontekstual penafsiran Syaltut terhadap ayat al-Qur`ân telah memperlihatkan

kemajuan berfikir yang spektakuler. Menurut logika Syaltut, tidak ada ayat yang tidak

berlatar belakang sosiologis, terutama ayat-ayat yang berbicara seputar hukum. Maka sudah

semestinya menjadi tugas para cendekiawan Muslim, untuk mengubah pandangan klasik,

tradisioanal yang argumen-argumennya cenderung irasional itu, supaya kembali pada jiwa

dan semangat al-Qur`ân yang sesungguhnya.

Secara cerdas, Syaltut berusaha merombak argumen-argumen tafsir atas sejumlah ayat

sosiologis yang telah dipatenkan menjadi ayat-ayat yang bersifat absolut (memuat kandungan

ibadah dan aqidah) itu menjadi ayat-ayat yang sosiologis yang bersifat kontektual (Arief,

2003: 190). Penafsiran itu misalnya, ayat 282 surat Al-Baqarah, bahwa kesaksian “ satu orang

laki-laki dan dua orang perempuan “, secara sosiologis pada waktu itu memang banyak para

perempuan yang tidak terjun dalam dunia perniagaan, sehingga ingatannya dikhawatirkan

agak lemah dibandingkan dengan kaum laki-laki yang saat itu menekuninya.

Sementara itu menurut jumhur ulama, dalam memahami ayat di atas, seringkali justru

mengarah ketidaksetaraan (inequality) antara laki-laki dan perempuan, bahwa perempuan itu

lebih rendah daripada laki-laki, oleh karena itu kesaksian orang perempuan bernilai separuh

dari kesaksian orang laki-laki. Para fuqaha dalam menetapkan masalah kesaksian perempuan

selalu dengan perbandingan dua orang saksi perempuan sama nilainya dengan kesaksian laki-

laki (al-Zuhaili, 1989:570).

Menurut Syaltut, latar belakang sosiologis ayat itu, adalah ketika kaum perempuan

tidak aktif dalam berbagai transaksi finansial dan kurang akrab dengan masalah perniagaan

dibanding dengan kaum laki-laki, oleh karenanya ingatan kaum perempuan dalam urusan

keuangan lemah, sebaliknya dalam urusan rumah tangga perempuan lebih unggul daripada

laki-laki. Lebih lanjut, kata Syaltut, memang sudah sifat manusia pada umumnya, bahwa

ingatannya itu kuat dalam persoalan yang ia tekun, berkosentrasi dan berakibat di dalamnya

(Syaltut, 1980:240). Dengan demikian, “jika kaum perempuan itu berada dalam posisi dan

tradisi ikut terlibat dalam urusan perdagangan, keuangan dan transaksi hutang piutang, maka

tentu saja mereka berhak mensejajarkan diri untuk mendapatkan kepercayaan dalam

kesaksian sebagaimana kepercayaan yang diperoleh seorang laki-laki".

Page 5: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 5

Singkatnya, Syaltut berpandangan bahwa “persaksian perempuan” sejajar dengan

persaksian laki-laki. Ia menyelami bahwa hikmah atau asbâb an-nuzûl dari ayat 282 surat al-

Baqarah itu adalah bukan berkaitan dengan masalah saksi dalam persoalan peradilan, namun

lebih berbicara masalah interaksi perdagangan. Tetapi sekarang, telah terjadi perubahan yang

cukup berarti dalam kehidupan, karena mereka telah diberi kesempatan yang sama dengan

laki-laki untuk mengembangkan pribadinya. Dengan adanya perubahan yang cukup berarti

dalam kehidupan perempuan pada umumnya. Perempuan saat ini telah banyak pengalaman

dalam berbagai macam bidang kehidupan, karena mereka telah diberi kesempatan yang sama

dengan laki-laki untuk mengembangkan pribadinya. Dengan adanya perubahan kondisi sosial

yang ada, maka kaum perempuan untuk bertindak sebagai saksi dapat sejajar dengan pria.

Dalam masalah kesaksian ini, Syaltut tetap berpegang pada prinsip yang selalu ia

tegakkan, yakni persamaan hak atas nama keadilan dan kemanusiaan. Dalam bukunya “al-

Islâm Aqîdah wa Syarî‟ah”, ia menyatakan sebagai berikut:

“Dan pertimbangan dua orang perempuan memperoleh kepercayaan sama dengan

laki-laki, itu bukanlah kelemahan akal perempuan yang mengurangi nilai

kemanusiaannya dan berpengaruh untuk memperoleh kepercayaan. Dan yang

demikian itu, karena sesungguhnya perempuan tidak lazim saat itu berkecimpung

dalam transaksi keuangan. Dan manakalah mereka yang berkecimpung dalam bidang

bisnis, yang dalam kebiasaannya itu melibatkan perempuan yang aktif mengunjungi

sentral-sentral transaksi keuangan (seperti hutang-piutang), maka mereka berhak pula

menetapkan kepercayaan, kesaksian seorang perempuan, sebagaimana kepercayaan

kesaksian kepada seorang laki-laki. Dalam inilah keadilan Islam dalam membagi hak-

hak umum antara laki-laki dan perempuan, suatu keadilan yang benar-benar

membuktikan, bahwa keduanya itu sederajat dalam nilai kemanusiaan”.

Dengan demikian, jika kemajuan antara laki-laki dengan perempuan itu seimbang

dalam berbagai bidang, sudah seharusnya tidak ada lagi diskriminasi antara keduanya dalam

berbagai persoalan, termasuk hak menjadi saksi dan persamaan hak di hadapan hukum.

Syaltut memahami ayat 282 surat al Baqarah secara kontekstual dengan melihat sosiologis

saat turunya ayat tersebut.

Masih mengenai kesaksian, Syaltut juga berpandangan bahwa kesaksian non Islam

terhadap orang Islam adalah sah (tidak diharamkan) baik dalam masalah muamalah atau

jinayah (perdata dan pidana). Pendapat ini tentu bertentangan secara diametral dengan

pendapat yang berkembang di kalangan ulama ’fuqaha’ sebelumnya. Para fuqaha’, seperti

diungkap Wahbah al-Zuhaili, dalam “al-Fiqh al-Islâmi wa Adillah”, berpendapat bahwa

Page 6: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 6

tidak bisa diterima kesaksian orang non Muslim. Mazhab Hanafi dan Hambali

memperbolehkan, tetapi sebatas soal wasiat dalam perjalanan saja, dengan mendasarkan pada

surat al Maidah ayat: 106. Memang sebagian besar Mazhab sepakat tidak memperbolehkan

saksi dari kalangan non Islam dalam kasus-kasus pidana atas orang Islam, pendapat ini

tampak jelas adalah kitab “ Bidâyatul Mujtahid” karya Ibnu Rusyd.

Bertolak dari pendapat mayoritas fuqaha’ Syaltut berusaha mencari terobosan baru

untuk mereformulasikan hukum Islam dengan tidak mendiskriminasikan orang Non Islam.

Dalam bukunya yang berjudul: “ Muqarab al-Mazâhib fi al-Fiqh” ia mengungkapkan dengan

tegas, “ bila diteliti lebih mendalam mengenai hal itu (pelarangan orang non Islam menjadi

saksi terhadap orang Islam, sesungguhnya tidak ada argumentasi yang melarang

diterimanya kesaksian orang non Islam terhadap orang Islam mengenai hal-hal yang berlaku

di antara mereka, baik dalam persoalan muammalah atau jinâyah”. Syaltut berusaha

menegakkan persamaan hak di hadapan hukum atas nama keadilan dan kemanusiaan tanpa

ada diskriminasi sedikitpun.

Menurut Syaltut, kesaksian non Islam itu boleh, karena atas dasar beberapa hal di

antaranya: pertama, bahwa orang Islam diperbolehkan bergaul dengan orang non Islam,

bahkan diperbolehkan memakan makanan dari kalangan mereka. Kedua, nash al-Qur`ân surat

al-Nisa` ayat 141 yang redaksinya berbunyi: “ Dan Allah sekali-kali tidak akan memberikan

jalan kepada orang kafir untuk menghinakan orang-orang yang beriman”, ayat ini, kata

Syaltut, tidak berkaitan dengan masalah persaksian dan peradilan, tetapi berkaitan dengan

masalah kemuliaan, kekuasaan dan kemenangan. Ketiga, untuk memutuskan sebuah perkara,

pasti memrlukan bukti-bukti yang mampu menyingkapkan suatu kebenaran, sehingga terbukti

bagi pelaku kejahatan. Ini tergantung dengan kebenaran yang diungkapkan saksi, dan bukan

berkaitan dengan siapa saksi itu.

Adapun metode ijtihad yang dipakai syaltut dalam masalah persaksian non Islam

(syahâdah ghair al-Muslim) ini, adalah dengan langsung memahmi teks nash yang tertera

pada surat al Baqarah ayat: 282. Menurut Syaltut, dalam persoalan kesaksian, secara implisit

maupun eksplisit tidak terdapat suatu larangan mengenai persaksian orang non Islam

terhadap orang Islam, baik dalam masalah perdata maupun pidana.

Dengan demikian, orang non Islam dapat memberikan kesaksiannya terhadap orang

Islam, sepanjang kesaksian itu mengandung kebenaran yang dapat diterima akal sehat. Lebih-

Page 7: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 7

lebih, dalam masyarakat yang mejemuk, untuk menghindari diskriminasi hukum harus ada

upaya untuk membangun kebersamaan, kesetaraan dan persamaan hak dalam menjalin

kearifan kehidupna yang keberadaban dan kearifan.

2. Bidang Muamalah

Dalam bidang muamalah, Syaltut terlibat agak fleksibel. Menurutnya, prinsip syari’at

Islam dalam bidang muamalah adalah terpenuhinya maslahah dan terlindungi hak-hak serta

meningkatnya taraf hidup (Syaltut, 1980:391). Apalagi jika suatu masalah itu tidak ada

larangan jika suatu masalah itu menurutnya dalam nash, maka hal itu menurutnya

diperbolehkan. Dengan mengutip pendapat Jalaluddin Suyuti, Syaltut berpandangan bahwa

”hukum yang asal (dasar) atas segala sesuatu itu boleh sehingga ada adil yang

mengharamkannya”. Pendekatan maslahah yang digunakan Syaltut di bidang muamamlah itu

mengantarkan kepada suatu pendapat bahwa keuntungan dari Bank Tabungan Kantor Pos itu

boleh tidak bertentangan dengan syari’at Islam (Arief, 2003:194). Menurut Syaltut,

keuntungan yang diberikan oleh Bank Tabungan Kantor Pos adalah halal, karena uang yang

dititipkan oleh pemilik uang “ kemaslahatan” Bank Tabungan Kantor Pos. Dengan demikian,

secara logis Bank Tabungan Kantor Pos dapat memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada

masyarakat dan lebih mempercepat terbentuknya jaringan Kantor Pos lebih luas lagi.

Pandangan demikian ini berbeda dengan pendapat kalangan ulama Mesir saat itu yang

menyatakan secara tegas bahwa keuntungan yang diberikan Bank Tabungan Kantor Pos

adalah haram. Akibat dari pendapat ini, lebih dari tiga ribu penabung menolak menerima

keuntungannya, karena keyakinan agama mereka. Perbedaan pendapat ini, karena berakar

dari cara melihat dan memahami konsep riba, suatu pelanggaran yang disebut dalam al-

Qur`ân. Kata riba dalam al-Qur`ân sering diulang-ulang, dan sampai pada kesimpulan bahwa

kategori yang disebut “riba” sesungguhnya adalah riba yang bersyarat adh‟âfa-mudhâ‟afat,

seperti yang tertera pada surat al Baqarah ayat: 275-278. Rasyid Ridha dan al-Maraghi

menafsirkan bahwa “riba bersyarat” itu tidak wajar, dengan cara melipatgandakan secara

belebihan.

Sementara Syaltut menanggapi fatwa larangan mengambil keuntungan Bank

Tabungan Kantor Pos karena diduga mengandung unsur riba seperti fatwa yag dikeluarkan

Mufti Mesir tanggal 13 Agustus 1989 yang harus dijauhi oleh masyrakat. Namun, setelah

Page 8: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 8

ditelusuri ternyata tidak ditemukan unsur riba bersyarat tadi. Bahkan, dengan adanya Bank

Tabungan Kantor Pos justru menjamin kesejahteraan anggotanya dan bisa untuk memcahkan

kesulitan bersama.

Syaltut mengemukakan argumentasinya dengan cara mengiyaskan antara Bank

Tabungan Kantor Pos dengan aktifitas Syirkah al-mudhârabah, yaitu menabung uang di Bank

Tabungan Kantor Pos sebagai sâhib al-mâl al-mudhârib (yang menjalankan usaha) yaitu

bertindak sebagai pemegang dari pemilik modal.

Menurut Syaltut, metode qiyas harus perlu digunakan untk menyelesaikan persoalan

ini. Sehingga mengambil keuntungan Metode Bank Tabungan Kantor Pos adalah aktivitas

yang dipandang boleh, sebagaimana sistem Syirkah al-mudhârabah. Syaltut melihat bahwa

kesamaan 'illat, yakni” penyetoran modal usaha”. Bank Tabungan Kantor Pos terdapat

peraktek saling eksploitasi yang merugikan terhadap pihak-pihak yang melakukan transaksi,

yang dalam Islam sangat dilarang. Bahkan yang ada dalam aktivitas Bank Tabungan Kantor

Pos itu adalah terpenuhinya maslahah. Dengan demikian, kemaslahatan bersama dalam

bidang pos terpenuhi.

Ketetapan hukum digunakan Syaltut dalam masalah ini, yaitu dengan menggunakan

al-hajjah, dan adh-dhahûrrah. Sejalan dengan kaidah: kebutuhan itu dapat menempati posisi

darurat baik bersifat umum maupun khusus”. Sementara dalam al-Qur`ân juga ditegaskan:

Dan Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang telah diharamkannya”. Dari keterangan ini

Syaltut beralasan bahwa dalam keadaan terpaksa karena dharûrat, suatu obligasi itu dapat

dijalankan, walaupun seandainya ada elemen yang tidak dibolehkan oleh agama. Argumen ini

sesuai dengan suatu kaidah “Kemadharatan (Keadaan darurat) itu membolehkan suatu

larangan” .

3. Bidang perkawinan

Manusia diciptakan oleh Allah untuk saling berpasang-pasangan. Dengan hidup

berpasang-pasangan itulah maka manusia dapat meneruskan keturunannya. Islam

mengajarkan supaya terjadi rerproduksi, manusia diwajibkan untuk nikah dan kawin.

Perkawianan merupakan pintu sahnya “pergaulan “ lawan jenis yang sebelumnya

diharamkan.

Syaltut menggarisbawahi bahwa perkawinan merupakan tonggak yang menentukan

Page 9: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 9

kualitas pembangunan bangsa. Karena kualitas bangsa dapat diukur dari masing-masing

kualitas keluarga. Jika dalam keluarga rapuh, maka bangsa juga ikut menjadi rapuh. Sehingga

soal perkawinan, harus dipandang penting oleh siapapun, terutama umat Islam. Syaltut punya

perhatian besar pada masalah ini. Sekalipun persoalan ini telah sejak lama menjadi

pembicaraa, misalnya sejajk masa Umar Bin Khottob.

Menurut Syaltut, seperti yang terungkap dalam kitabnya “al Fatawa”

menyatakan bahwa kawin beda agama (laki-laki Muslim dengan perempuan ahl

Kitab) adalah hubungan yang sebaiknya tidak perlu dilakukan, alias haram, sekalipun

ayat al-Qur`ân memberikan rambu-rambu boleh, sebgaimana terdapat pada surat al

Maidah ayat 5. sebelum membahas pikiran Syaltut , ada sebaiknya kita lihat beberapa

pendapat yang telah lahir sebelumnya. Ada tiga pendapat yang telah lahir

sebelumnya. Ada tiga pendapat yang berkembang di kalangan ulama’ dalam

menafsirkan ayat di atas, yaitu mengenai laki-laki Muslim mengawini perempuan ahl

kitab. Pendapat pertama menyatakan bahwa laki-laki Muslim haram menikahi

perempuan ahli Kitab. Pendapat ini seperti dikemukakan oleh abdullah Ibn Umar,

dengan menggunakan argumentasi ayat 221 surat al Baqarah . “ Dan janganlah kamu

mengawini perempuan musrik, sehingga mereka beriman”. Abdullah Ibn Umar

berpendapat, perempuan musyrik dari kalangan Nasrani dan Yahudi termasuk

kategori musyrik. Karena termasuk musyrik, maka tidak halal untuk dikawini. (al-

Razi, 1985:150, Ibn Katsir, 189; 22). Pendapat kedua menyatakan, bahwa mengawini

perempuan ahl kitab tidak diperlukan lagi dan otomatis hilanglah rukhsoh untuk

mengawininya. Pendapat ini dikemukakan jumhur ulama’ yang membolehkan

mengawini perempuan ahl kitab dengan dasar sumber ayat tersebut di atas. (al Razi,

1985; 151).

Syaltut berfatwa, bahwa perkawinan beda agama adalah haram. Larangan

Muslim mengawini perempuan ahl kitab, karena cenderung yang amat sangat

membahayakan keluarga, terutama kasus di Mesir. Menurutnya, suami-suami Muslim

yang kawin dengan perempuan kitabiyah itu, telah terpengaruh oleh budaya dan adat

istiadat istrinya, sehingga anak-anaknya dididik oleh istrinya menurut agamnya dan

adat istiadatnya. Dengan demikian, suami membiarkan anak-anaknya dan keluarganya

terlepas dari ajaran Islam, akibat dari pengaruh istrinya yang begitu dominan,

Page 10: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 10

sehingga dikhawatirkan keturunannya beralih aqidah agamanya (Arief, 2003; 128).

Argumentasi Syaltut cukup beralasan ketika melihat kondis dan kasus

sedemikian merugikan umat Islam. Apalagi, penglihatan Syaltut terhadap proses

perkawinan menjadi tumpuan generasi yang harus dijaga dan junjung tinggi umat

Islam. Ia sangat memperhatikan keberadaan rumahtangga Muslim sebagai penyangga

keberadaan masyarakat Islam. Lebih lanjjut, Syaltut mengemukakan bahwa salah satu

tujuan perkawianan, seperti yang dikehendaki al-Qur`ân adalah mencari ketenangan,

dan ketenangan itu diperoleh jika terdapat kesamaan agama antara suami dan istri.

Perkawinan dalam persepsi Islam bukan sekedar menyalurkan seksual belaka, tetapi

juga merupakan embrional menuju terwujudnya masyarakat yang shaleh. Atas dasar

hakikat dari tujuan perkawinan itu, perkawinan dengan non Muslim tidak hanya akan

menimbulkan kesenjangan emosional spiritual dari kedua belah pihal suami istri, akan

tetapi pada gilirannya juga akan mereduksi nilai-nilai agama yang mereka yakini

(arief, 2003; 129).

Metode yang digunakan Syaltut dalam melihat persoalan di atas yaitu sadd al

dzari‟ah. Dalam pandangan syaltut, perkawinan beda agama tersebut mengandung

mafsadah (kerusakan), bahkan mafsadah itu pasti terjadi. Oleh karenanya, perkawinan

beda agama harus dicegah dan dihindari. Sebagai slah satu jalan untuk mencegah

datangnya mafsadah, kata Syaltut, ialah dengan cara melarang mengawini perempuan

ahl kitab, walaupun nash sendiri tidak melarang.

1. Bidang Pidana

Hakikat berlakunya hukum pidana adalah untuk menjagta kestabilan

masyarakat. Pelaksnaan hukum pidana tidak bisa dimonopoli oleh segelintir orang

atau kelompok, tetapi harus berlaku bagi komunitas yang berbeda tempat itu. Namun

dalam implementasinya, sering terjadi ketimpangan, dikriminasi dan ketidakadilan.

Karena hukum telah dijadikan oleh penguasa untuk menjamin status quo dan

menindas setiap tindakan meyimpang yang normanya ditentukan oleh mereka. Kasus

ini pernah terjadi pada pra Islam, ketika hukkum pidana hanya untuk menghukumi

hamba sahaya, kaum papa secara semena-mena.

Lalu, kehadiran Islam membawa ajaran yang menekankan keadilan, seperti

yang terungkap pada surat al Maidah ayat; 8 “ Berlakulah adil, karena adil itu lebih

Page 11: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 11

dekat dengan taqwah”. Berpijak atas rasa keadilan dan persamaan hak di muka

hukum, Syaltut berpendapat bahwa seorang Muslim yang melakukan pembunuhan

terhadap seorang Non Muslim dengan sengaja harus dikenakan qiyas, bila keluarga

terbunuh tidak memaafkan. Berbeda dengan pendapat jumhur ulama’ yang

menyatakan bahwa orang muslim yang membunuh orang non Muslim hanya

dikenakan hukuman ta’zir, yaitu suatu hukuman yang kualitas dan kuantitas relatif

lebih ringan dibanding dengan hukuman qiyas (al jahiri, 1985:282-283).

Menurut Syaltut, hukum pidana harus berlaku sama, tidak ada pembedaan atas

agam. Sehingga ta’zir seperti yang menjadi kesepkatan jumhur ulama’ harus ditentang

dan perlu diluruskan demi menjaga keutuhan hukum itu sendiri. Syaltut memahami

surat al Baqarah ayat: 178 “ Kutiba alaikum al Qiyas” adalah persamaan dalam

melakukan pembalasan. Dari sinilah dapat dilihat, bhawa syaltut ingin meletakkan

nilai kemanusiaan sebgai prinsip kehidupan yang harus dihargai, dan dipandangnya

selaras dengan prinsip al Mashih al Khamsah yang salah satunya ialah hifdz al Nafs.

Di pihak lain, ssesungguhnya kahekat dasar kemanusiaan ialah termasuk di dalamnya

menegakkan keadilan ditegaskan dalam al-Qur`ân harus dijalankan dengan tegas,

sekalipun kerabatnya sendiri, dan janganlah kebencian kepada suatu golongan itu

membuat orang tidak mampu menegakkan keadilan.

Syaltut juga berpendapat bahwa seorang ayah membunuh anaknya, akan tetap

dikenakan qiyas secara mutlak (Syaltut, 1980: 372). Pandangan ini berada dengan

jumhur ulama’ yang menyatakan bahwa ayah yang membunuh anayknya

tidakdikenakan hukuman qiyas, tetapi cukup dengan ta‟zir.

Penutup.

Reformasi Pemikiran hukum Islam merupakan bagian dari kreasi manusia dalam

menangkap perubahan makna (konteks) zaman. Sebagai pemikir hukum Islam, Mahmud

Syaltut telah berusaha menafsirkan ulang ketetapan-ketetapan hukum terdahulu ke dalam

situasi dan kondisi yang baru. Dengan logika yang cerdas, Syaltut mengurai satu persatu

persoalan hukum yang ia rasa tidak sepenuhnya dapat menjawab permasalahan dan tantangan

kehidupan. Reformulasi hukum Islam seperti yang dikemukakan Syaltut, merupakan hukum

yang digali dari nilai-nilai normatif dengan cara mentafsirkan secara sosiologis.

Keempat pemikiran hukum di atas, merupakan konstribusi dan pengembangan

Page 12: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 12

pembaharuan hukum Islam yang diberikan Syaltut. Ia telah meletakkan prinsip persamaan

hak di hadapan hukum demi sekat-sekat sosial agama, sosial kemasyarakatan dan perbedaan

gender. Keadilan dan nilai kemanusiaan tidak boleh dipraktekkan hanya secara sepihak.

Karena itu, keadilan harus berlaku di hadapan orang Islam dan Non Islam, laki-laki dan

perempuan, orang merdeka dan hamba sahaya seterusnya. Dari uraian di atas, dapat

disimpulkan bahwa Mahmud Syaltut dalam melakukan ijtihad, dasar yang dijadikan rujukan

adalah al-Qur`ân, al Sunnah dan Al Ra’yu.

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Makalah Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

Reformulasi Pemikiran Hukum Islam

P u b l i s h b y : h t t p : / / b a k u l b u k u . c o m

Page 13

Al-Jaziri, Abd al-Rahman, 1985. al Fiqh „Al al-Mazahib al-Arba‟ah, Bairut Dar Fikr

Al-Razi, 1985. Tafsir al-Fakhr al-Razi al Musytahar bi Tafsir al Kabir wa Mafatih al

Ghaib, Bairut Dar Fikr

Arief, abd Salam, 2003. Pembaruan Pemikiran Hukukm Islam; Antara fakta dan

Realita, Yokyakarta: LESFEI

Bayumi, Abd al Rahman, 1968. Hayat al Imam al-Sayyid al-Fadillah al-Ustad al-

Syaikh Mahmud Syaltut, Bairut; dar al-Qalam

Ibn Katsir, 1989. Tafsir al-Qur`ân al-Azim Bairut: Dar Falah

Nabil, Abd Fatah, 1995. Al-Halah al-Diniyah Fi Misra, Mesir: Markaz Maktabah al-

Dirasah.

Syaltut, Mahmud, 1979. Tafsir al-Qur`ân al Karim, Kairo: Dar