Makalah prioritas kerja profesi guru

7
Prioritas Kerja Profesi Guru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lagu himne guru menunjukkan betapa pentingnya keberadaan seorang guru bagi kehidupan seorang manusia dalam mengenal dunia. Tanpa guru, tidak akan muncul generasi pintar yang akan membangun bumi ini. Semua orang pasti mengakui jasa seorang guru bagi dirinya walau hanya di dalam hati, tetapi mereka hanya mengakui dengan tanpa upaya memberikan suatu penghargaan yang lebih dibanding kepada profesi lain. Akibatnya, profesi guru yang dulu merupakan profesi yang paling bergengsi dan menjadi dambaan bagi generasi muda pada zaman leluhur kita, kini menjadi profesi yang kurang diminati dan dihargai dibanding dengan profesi lainnya. Orang tua akan sangat bangga jika anaknya menjadi seorang dokter, insinyur, tentara, polisi, atau profesi lainnya dibanding menjadi seorang guru. Pada jaman penjajahan Belanda, status profesi guru memang sangat tinggi. Guru dipandang sebagai pemimpin masyarakat yang disegani dan mempunyai status ekonomi yang relatif tinggi. Dalam buku Siti Sahara, Wanita Guru Pertama dari Mandailing, dalam Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ditulis, pada tahun 1920-an misalnya, Ibu Guru Siti Sahara mempunyai gaji sebesar 40 gulden sebagai guru Kepala Sekolah Wanita di Bireum. Suatu jumlah yang amat besar waktu itu, mengingat ungkapan pada masa kolonial mengatakan bahwa seorang inlander cukup hidup dengan segobang (2,5) sen sehari. B. Tujuan Makalah ini bertujuan : 1 Prioritas kerja Profesi Guru. 2 Untuk mengetahui prioritas dsan kesahteraan guru C. Rumusan Masalah Bagaimanakah sebenarnya Prioritas Kesejahteraan Guru D. Lingkup Penelitian Makalah ini hanya terbatas pada Prioritas Kesejahteraan Profesi Guru

description

KABUPATEN MUNA

Transcript of Makalah prioritas kerja profesi guru

Page 1: Makalah prioritas kerja profesi guru

Prioritas Kerja Profesi Guru

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lagu himne guru menunjukkan betapa pentingnya keberadaan seorang guru bagi

kehidupan seorang manusia dalam mengenal dunia. Tanpa guru, tidak akan muncul

generasi pintar yang akan membangun bumi ini. Semua orang pasti mengakui jasa seorang

guru bagi dirinya walau hanya di dalam hati, tetapi mereka hanya mengakui dengan tanpa

upaya memberikan suatu penghargaan yang lebih dibanding kepada profesi lain.

Akibatnya, profesi guru yang dulu merupakan profesi yang paling bergengsi dan menjadi

dambaan bagi generasi muda pada zaman leluhur kita, kini menjadi profesi yang kurang

diminati dan dihargai dibanding dengan profesi lainnya. Orang tua akan sangat bangga

jika anaknya menjadi seorang dokter, insinyur, tentara, polisi, atau profesi lainnya

dibanding menjadi seorang guru.

Pada jaman penjajahan Belanda, status profesi guru memang sangat tinggi. Guru

dipandang sebagai pemimpin masyarakat yang disegani dan mempunyai status ekonomi

yang relatif tinggi. Dalam buku Siti Sahara, Wanita Guru Pertama dari Mandailing, dalam

Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa ditulis, pada tahun 1920-an misalnya, Ibu Guru Siti

Sahara mempunyai gaji sebesar 40 gulden sebagai guru Kepala Sekolah Wanita di

Bireum. Suatu jumlah yang amat besar waktu itu, mengingat ungkapan pada masa kolonial

mengatakan bahwa seorang inlander cukup hidup dengan segobang (2,5) sen sehari.

B. Tujuan

Makalah ini bertujuan :

1 Prioritas kerja Profesi Guru.

2 Untuk mengetahui prioritas dsan kesahteraan guru

C. Rumusan Masalah

Bagaimanakah sebenarnya Prioritas Kesejahteraan Guru

D. Lingkup Penelitian

Makalah ini hanya terbatas pada Prioritas Kesejahteraan Profesi Guru

Page 2: Makalah prioritas kerja profesi guru

BAB II

ANALISIS

Prioritas kerja Profesi Guru

A. Pengertian Profesi

Menurut Dra. Ani M.Hasan,M.Pd, Profesi dalam pengertian yang lebih luas yaitu kegiatan

untuk memperoleh nafkah yang dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan

dalam arti sempit profesi berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian

tertentu dan sekaligus dituntut daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan

baik.

Sedangkan Sumargi profesi guru adalah profesi khusus _ luhur. Mereka yang memilih

profesi ini wajib menginsafi dan menyadari bahwa daya dorong dalam bekerja adalah

keinginan untuk mengabdi kepada sesama serta menjalankan dan menjunjung tinggi kode

etik yang telah diikrarkannya, bu-kan semata-mata segi materinya belaka

Pada masa penjajahan Jepang, status profesi guru juga masih terhormat. Para guru

diberi julukan Sensei yang dalam kebudayaan Jepang mempunyai kedudukan sosial yang

amat dihormati. Dalam masa awal perjuangan kemerdekaan, para guru juga dihargai

karena mereka bukan saja mengambil peran amat penting dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa, tetapi juga ada yang ikut aktif menjadi tentara rakyat dan berperang

mengusir penjajah.

Pascakemerdekaan sampai tahun 1950-an, citra dan status profesi guru dalam

masyarakat juga masih tinggi. Para guru masih dilihat dan diperlakukan bukan hanya

sebagai pendidik yang pantas digugu dan ditiru di sekolah, tetapi juga sebagai pemimpin

masyarakat yang terhormat. Tingginya citra guru pada zaman penjajahan dan awal

kemerdekaan di Indonesia berkait erat dengan citra masyarakat memandang profesi

guru. Pada masa itu, guru dicitrakan amat bagus karena berkait erat dengan status

sosial (ekonomis, politis dan budaya) pemegang profesi yang bersangkutan dan

kredibilitas professional para guru. Status ekonomi para guru pada waktu itu memang

tinggi. Mereka mendapat imbalan jasa yang memadai untuk hidup sejahtera bersama

keluarga.

B. PROFESIONAL

Secara politis, guru diperlukan pemerintahan penjajah dalam rangka menunjang politik

etisnya. Dengan kebijakan memberikan pendidikan dasar pada sementara inlander untuk

tugas-tugas administratif yang diperlukan penjajah.

Dari sisi budaya, relasi guru dengan padepokan-padepokan sebagaimana terungkap dalam

hubungan dengan para kyai di pesantren-pesantren, guru sungguh dilihat sebagai

pemimpin yang digugu dan ditiru. Dalam masyarakat Jawa ada ungkapan, guru ratu wong

tuwo akaro. Artinya, orang wajib menaati pertama-tama gurunya, kemudian rajanya, dan

Page 3: Makalah prioritas kerja profesi guru

baru orang tuanya.

Dari uraian itu, jelas salah satu cara mengangkat citra guru bukan dengan memberikan

sertifikasi seperti pengacara atau dokter, melainkan dengan memperbaiki citranya

dalam masyarakat. Perbaikan citra erat kaitannya dengan mengubah cara pandang

masyarakat terhadap pekerjaan guru. Persoalannya, kini citra guru sudah telanjur

terpuruk dan bahkan pekerjaan guru dianggap pelarian karena tidak ada pekerjaan yang

lebih layak.

Menurut penelitian Dr Martinus Tukir Handoko dari sekian banyak guru sebenarnya pada

mulanya tidak mempunyai motivasi menjadi guru. Pada mulanya, mereka memang

bersekolah di Sekolah Pendidikan Guru, tetapi sebenarnya tidak mempunyai maksud

menjadi guru. Ada yang karena tidak diterima di sekolah lain, ada yang karena dipaksa

orang tuanya, karena ekonomi keluarganya yang lemah, sehingga terpaksa masuk ke

pendidikan guru.

Banyak orang tak mau menjalani profesi tersebut, sementara mereka yang sudah

menjadi guru beralih ke profesi lain yang memberikan kesejahteraan lebih baik. Menurut

data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, jumlah guru SD yang berpindah

profesi per Juli 2004 sudah mencapai 50,6 persen dari 993.108 guru yang ada.

Menjadikan guru sebagai profesi tidak menjamin citra guru akan meningkat. Bahkan guru

semakin dituntut pengabdiannya yang besar kepada masyarakat bahkan dengan imbalan

yang amat rendah.

Mending, menjadi pengacara atau dokter yang memperoleh izin membuka praktik sendiri

manakala imbalan dari pekerjaan resminya sangat kecil. Guru sangat tergantung pada

pekerjaan yang diciptakan oleh orang lain entah itu perorangan, yayasan atau

pemerintah. Dengan demikian, guru harus patuh terhadap norma-norma yang dibuat oleh

kekuasaan di luar dirinya sendiri.

Profesionalisme adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan

kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi dan berdasarkan

rasa keterpanggilan - serta ikrar (fateri/profiteri) untuk menerima panggilan tersebut -

untuk dengan semangat pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama

yang tengah dirundung kesulitan di tengah gelapnya kehidupan (Wignjosoebroto, 1999).

Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang

diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping

itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) di dalam melaksanakan suatu

kegiatan kerja.

Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation)

yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi. Lebih

lanjut dijabarkan, profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan

dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi).

Pertama, bahwa kerja seorang profesional itu beriktikad untuk merealisasikan kebajikan

Page 4: Makalah prioritas kerja profesi guru

demi tegaknya kehormatan profesi yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu

mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;

Kedua, bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang

berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang

panjang, eksklusif dan berat;

Ketiga, bahwa kerja seorang profesional - diukur dengan kualitas teknis dan kualitas

moral - harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang

dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi.

Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial

berkeahlian) untuk tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian

profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan sekadar untuk

memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi

kesejahteraan umat manusia.

Kalau di dalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan

(honorarium) yang diterimakan, hal itu semata hanya sekadar "tanda kehormatan"

(honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan

pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.

C. Kode Etik Guru

KODE ETIK GURU INDONESIA

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia

seutuhnya berjiwa Pancasila

2. Guru memiliki dan melaksanakan kewjujuran professional

3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan

bimbingan dan pembinaan

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses

belajar mengajar

5. guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya

untuk membina peran serta dan tanggung jawab bersama terhadap pendidikan

6. guru secara pribadi dan secara bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan

mutu da martabat profesinya

7. guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanana

nasional

8. guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organiosasi PGRI

sebagai sarana perjuangan dan pengabdian

9. guru melaksanaakn segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan

Page 5: Makalah prioritas kerja profesi guru

BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor

yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar.

Faktor-faktor tersebut antara lain: Penghasilan yang diperoleh guru belum mampu

memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh karena itu, upaya

untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhambat karena dana untuk

membeli buku, berlangganan koran, internet, tidak tersedia. Bahkan, untuk memenuhi

kebutuhan dapur harus juga melakukan kerja sampingan lainnya.

Di samping itu, kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya

meningkatkan tingkat profesionalisme sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan

serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh terhadap

pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan pengorbanan

yang telah dikeluarkan.

Serta, meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun. Hal itu merupakan

akibat dari mudahnya pemerintah memberikan izin pendirian LPTK (Lembaga Pendidikan

Tinggi Keguruan). Mereka yang tidak tertampung oleh pasar kerja, mencoba menjadi

guru, sehingga profesi ini menjadi pekerjaan yang "murah".

Ironis memang, guru yang telah banyak menghasilkan para pemimpin, politisi dan ilmuwan

serta berbagai profesi lainnya, kini dianggap sebagai profesi "murah" dan menjadi

kelompok masyarakat yang terpinggirkan. Hal ini bukanlah harus dilawan oleh guru

secara fisik atau perang kata-kata agar yang lain mau mengakui dan menerima guru

sebagai tenaga yang profesional yang berjasa bagi pembangunan negeri ini.

J Sudarminta mengatakan, dari sisi guru sendiri rendahnya mutu guru tampak dari

gejala: 1) lemahnya penguasaan bahan yang diajarkan; 2) ketidaksesuaian antara bidang

studi yang dipelajari guru dan yang dalam kenyataan di lapangan dijabarkan; 3) kurang

efektifnya cara pengajaran; 4) kurangnya wibawa guru di hadapan murid; 5) lemahnya

motivasi dan dedikasi untuk menjadi pendidik yang sungguh-sungguh; semakin banyak

yang kebetulan menjadi guru dan tidak betul-betul menjadi guru; 6) kurangnya

kematangan emosional, kemandirian berpikir, dan keteguhan sikap sehingga dari

kepribadian mereka sebenarnya tidak siap sebagai pendidik dan 7) relatif rendahnya

kapasitas intelektual calon guru dan para guru.

B. Saran

Mengangkat citra guru, sebagaimana zaman penjajahan, jelas tidak mungkin. Namun, jika

pemerintah mau sungguh-sungguh, seperti perbaikan insentif material dan

Page 6: Makalah prioritas kerja profesi guru

kesejahteraan hidup, maka profesi guru akan membaik. Komitmen politik Mendiknas

mestinya tidak hanya menjadikan guru sebagai profesi tetapi juga didahului dengan

perbaikan kesejahteraan dan kualitas guru.

Page 7: Makalah prioritas kerja profesi guru

DAFTAR PUSTAKA

Azzra, Azyumardi. 2004, Birokrasi, Fobi Sekolah, dan Citra Guru. Dalam Horison Esai

Indonesia Kitab 2 Taufiq Ismail (editor), Jakarta: Horison dan Ford Foundation

De Porter, Bobbi.dkk. 2001. Peran Seorang Guru , Bandung: Kaifa Pendidikan,

Madjid, Nurcholis.2001. Pengantar Langkah Strategis Mempersiapk an SDM Berkualitas,

dalam Pengantar Menuju Masyarakat belajar - Indradjati Sidi, Jakarta: Paramadina dan

LOGOS.