Makalah Pengajaran Bio Oke

download Makalah Pengajaran Bio Oke

of 22

Transcript of Makalah Pengajaran Bio Oke

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam kehidupan bermasyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran dari perubahan ini dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan ( Hamalik, 2010: 3). Di dalam UU RI No. 2 tahun 1989 Bab 1 Pasal 1 juga disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, bertugas untuk menghasilkan peserta didik yang utuh dan berkualitas sehingga mampu nantinya berperan aktif ditengah masyarakat. Peserta didik yang utuh dan berkualitas adalah peserta didik yang seimbang antara kemampuan moral, sikap, intelektual, keterampilan dan mampu berfikir kritis yang didapatkan dari proses pembelajaran di sekolah. Sekolah bukan hanya sekedar bertugas mewariskan ilmu pengetahuan tetapi juga harus memberikan keterampilan tertentu serta menanamkan budi pekerti dan nilai-nilai kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang ada. Paradigma baru dalam pendidikan saat ini menekankan pada keaktifan siswa dan pencapaian kompetensi melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam proses pembelajaran, guru harus menempatkan siswa sebagai subjek belajar yang dapat mencari, menemukan dan merancang pengetahuannya sendiri sesuai dengan pengalaman belajar yang dilakukannya. Pengukuran hasil belajar pada kurikulum sekarang ini mencakup tiga ranah yaitu ranak kognitif, afektif dan

1

psikomotor, sehingga dalam pembelajaran tidak hanya dinilai dari hasil tes semata, tetapi juga dinilai dari sikap, minat dan keterampilan siswa. Kegiatan pembelajaran merupakan proses perolehan pengetahuan baru. Apabila siswa setelah melakukan proses pembelajaran tidak mendapatkan

pengetahuan baru, maka guru belum optimal berperan sebagai fasilitator. Bagaimanakan agar siswa memperoleh pengetahuan baru dari proses pembelajaran? Proses pembelajaran yang bagaimanakah yang dapat membekali siswa dengan pengetahuan baru? Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang diketahui siswa melalui proses transfer dari guru, melainkan dikonstruksi oleh siswa melalui pengalaman nyata. Pengetahuan terbentuk melalui proses akumulasi pengalaman yang dialami oleh siswa. Dengan demikian kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna, jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya dari penuturan guru. Seorang guru di dalam dinia pendidikan merupakan seorang pendidik , pembimbing, pelatih dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, dan memberikan ruang pada siswa untuk berfikir aktif, kreatif dan inovatif dalam mengeksplorasi dan mengelaborasi kemampuannya. (Rusman, 2011: 19). Seorang guru harus dapat memilih menerapkan dan menyesuaikan pendekatan dan metode pembelajaran dengan materi yang akan disampaikan. Seorang guru harus mampu mengelola kelas dengan baik agar siswa dapat belajar dengan aktif sehingga materi yang disampaikan tidak hanya sebatas dari guru saja. Pendekatan yang digunanakan ditekankan pada kegiatan belajar yang dapat memacu keaktifan siswa. Pembelajaran dititik beratkan pada bagaimana siswa dapat memperoleh dan memahami konsep tersebut dengan melakukan berbagai aktivitas belajar seperti mengamati, mengelompokkan, meneliti dan mengkomunikasikan.

2

Johnson (2002) dalam Rusman (2011: 189) menyebutkan bahwa pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang bertujuan membantu siswa agar menjadi lebih aktif dan membangkitkan pemahaman siswa terhadap materi yang sedang mereka pelajari karena pendekatan ini mampu menghubungkan muatan akdemik dengan kehidupan sehari-hari siswa, dengan demikian belajar akan terasa lebih bermakna bagi siswa karena mereka mengalami sendiri apa yang mereka pelajari, bukan hanya menghafalkannya.

1.2. Rumusan Masalah Rumusan masalah yang bisa disimpukan dalam makalah ini yaitu, Apakah sebenarnya pendekatan contextual teaching and learning (CTL)? dan bagaimanakah rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tepat dan efektif dengan menerapkan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) pada pembelajaran biologi di sekolah?

1.3.Tujuan Penulisan Makalah Untuk memahmi pendekatan contextual teaching and learning (CTL) dan penerapan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang tepat dan efektif jika menerapkan pendekatan contextual teaching and learning (CTL) pada pembelajaran biologi di sekolah.

3

BAB II TINJAUAN TEORITIS

2.1. Sejarah CTL Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Pengajaran kontekstual sendiri pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat yang diawali dengan dibentuknya Washington State Consortum for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Antara tahun 1997 sampai tahun 2001 sudah diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektifitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, dan 18 sekolah dengan mengikutsertakan 85 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sudah diberikan pembekalan sebelumnya. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi sehingga hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Untuk tingkat sekolah, pelaksanaan dari program ini

memperlihatkan suatu hasil yang signifikan, yakni meningkatkan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan partisipasi aktif siswa secara keseluruhan. 2.2. Pengertian Pendekatan Kontekstual Inovasi pendidikan telah banyak dihasilkan melalui kajian secara teoritis, tetapi penerapan dan sosialisasinya masih belum berhasil mengubah praktik pembelajaran secara maksimal. Salah satu inovasi pendidikan tersebut adalah strategi pembelajaran yang dapat mendorong siswa membangun pengetahuannya secara

4

bermakna yang dikenal dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Contextual teaching and learning (CTL) merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik tersebut dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka (Johnson, 2009: 67). Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Nurhadi, 2002 dalam Rusman, 2011:190) . Menurut Trianto (2007: 104) pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Kata kontekstual diambil dari bahasa Inggris yaitu contextual kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kontekstual. Kontekstual memiliki arti berhubungan dengan konteks atau dalam konteks. Konteks membawa maksud keadaan, situasi dan kejadian. Secara umum, kontekstual memiliki arti: 1. Berkenaan dengan, releven, ada hubungan atau kaitan langsung, mengikut konteks 2. Membawa maksud, makna, dan kepentingan (meaningful) Berdasarkan makna yang terkandung dalam kata kontekstual tersebut maka terbentuk kaidah kontekstual. Kaidah kontekstual yaitu kaidah yang dibentuk berasaskan pada maksud kontekstual itu sendiri. Dalam pembelajaran yaitu mampu membawa siswa mencapai tujuan pembelajaran (penguasaan materi pembelajaran) yang berkenaan atau releven bagi mereka dan bermakna dalam kehidupannya (Ningrum, 2009: 2). CTL merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berbeda, melakukan lebih dari sekedar menuntun para siswa dalam menggabungkan subjek-subjek 5

akademik dengan konteks keadaan mereka sendiri. CTL juga melibatkan para siswa dalam mencari makna konteks itu sendiri. CTL pun dapat mendorong mereka melihat bahwa pribadi manusia memiliki kapasitas dan tanggung jawab untuk mempengaruhi dan membentuk sederetan konteks yang meliputi keluarga, kelas, klub, tempat kerja, masyarakat dan lingkungan tempat tinggal hingga ekosistem. Pembelajaran dan pengajaran kontekstual memberikan dua pertanyaan penting bagi para siswa: Pertama, konteks-konteks apakah yang tepat untuk dicari oleh manusia?, kedua, langkah-langkah kreatif apakah yang harus saya ambil untuk membentuk dan memberi makna pada konteks? (Johnson, 2009: 66)

2.3. Prinsip-Prinsip Pendekatan Kontekstual Menurut Rusman (2011: 193-200), untuk menerapkan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran maka didalamnya harus termuat tujuh prinsip dasar dari pendekatan tersebut, prinsip-prinsip tersebut antara lain: 1. Konstruktivisme (Constructivism) Konstruktivisme merupakan landasan berfikir dalam CTL yang memiliki makna bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat tetapi harus dibangun melalui pengalaman yang nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukanlah tidak penting sebagai bagian dari pengalaman belajar yang harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana setiap konsep atau pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa untuk diaktualisasikan dalam kondisi nyata. Dalam CTL, strategi untuk membelajarkan siswa menghubungkan antara setiap konsep dengan kenyataan merupakan unsur yang diutamakan dibandingkan dengan penekanan terhadap seberapa banyak pengetahuan yang harus diingat oleh siswa. Hasil penelitian ditemukan bahwa pemenuhan terhadap kemampuan penguasaan teori berdampak positif untuk jangka pendek, tetapi tidak memberikan 6

sumbangan yang cukup baik dalam jangka waktu panjang, pengetahuan teoritis yang bersifat mudah hilang dari ingatan seseorang apabila tidak didukung pengalaman dengan

nyata. Oleh karena itu, guru yang akan mengembangkan tahap

konstruktivisme ini terutama dituntut kemampuannya untuk membimbing siswa mendapatkan makna dari setiap konsep yang dipelajarinya. Pembelajaran akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak lansung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. Oleh karena itu, setiap guru harus memiliki bekal wawasan yang cukup luas, sehingga mudah memberikan ilustrasi, menggunakan sumber belajar, dan media pembelajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif mencari , melakukan serta menemukan sendiri kaitan anatara konsep yang dipelajari dengan pengalamannya. Melalui cara itu, pengalaman belajar siswa akan memfasilitasi kemampuan siswa untuk melakukan transformasi terhadap pemecahan masalah lain yang memiliki sifat keterkaitan , meskipun terjadi pada ruang dan waktu yang berbeda. 2. Menemukan (Inquiry) Prinsip ini merupakan kegiatan inti dari CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuankemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Dilihat dari segi kepuasan secara emosional, nilai kepuasannya yang diperoleh dari hasil menemukan sendiri lebih tinggi daripada hasil pemberian. Beranjak dari logika yang cukup sederhana itu, tampaknya akan memiliki hubungan yang erat bila dikaitkan dengan pendekatan pembelajaran, dimana hasil pembelajaran merupakan hasil dari kreativitas siswa itu sendiri, akan bersifat lebih tahan lama diingat oleh siswa bila dibandingkan dengan sepenuhnya pemberian dari guru. Untuk menumbuhkan kebiasaan siswa secara kreatif dalam menemukan pengalaman

belajarnya sendiri akanberimplikasi pada strategi yang dikembangkan oleh guru.

7

3. Bertanya (Questioning) Prinsip lain yang menjadi karakteristik utama CTL adalah kemampuan dan kebiasaan untuk bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Penerapan unsur bertanya dalam CTL harus difasilitasi oleh guru. Kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran. Seperti pada

tahapan sebelumnya, berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya, sangat dipengaruhi oleh suasana pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain, tugas seorang guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Melalui penerapan bertanya, pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam, dan akan banyak ditemukan unsur-unsur terkait yang sebelumya tidak terpikirkan baik oleh guru maupun siswa. Oleh karena itu, cukup beralasan jika dengan pengembangan bertanya produktivitas pembelajaran akan lebih tinggi karena dengan bertanya, maka;1). Dapat menggali informasi, baik administrasi maupun akademik; 2). Mengetahui tingkat pemahaman siswa; 3). Membangkitkan respon siswa; 4). Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa ; 5). Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa; 6). Memfokuskan perhatian siswa; 7). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa; 8).Menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. 4. Masyarakat Belajar (Learning Community) Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Seperti yang disarankan dalam learning community, bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman. Dengan kegiatan ini anak 8

dibiasakan untuk saling memberi dan menerima, sifat ketergantungan yang positif dalam learning community dikembangkan. Manusia diciptakan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial , hal ini menyebabkan adakalanya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan ada pula saatnya manusia itu tidak bisa lepas dari ketergantungan dengan pihak lain. Penerapan learning community dalam pembelajaran di kelas akan banyak bergantung pada model komunikasi pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Guru dituntut memiliki keterampilan dan profesionalisme untuk mengembangkan komunikasi banyak arah (interaksi), yaitu model komunikasi yang bukan hanya hubungan antara guru dengan siswa atau sebaliknya, tetapi juga dibuka jalur hubungan komunikasi antara siswa dengan siswa lainnya. Kebiasaan penerapan dan mengembangkan masyarakat belajar dalam CTL sangat dimungkinkan dan dibuka dengan luas memamfaatkan masyarakat belajar lain di luar kelas. Setiap siswa semestinya dibimbing dan diarahkan untuk mengembangkan rasa ingin tahunya melalui pemamfaatan sumber belajar secara luas yang tidak hanya disekat oleh masyarakat belajar di dalam kelas , akan tetapi sumber manusia lain diluar kelas (keluarga dan masyarakat). Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa akan mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain. 5. Pemodelan (Modelling) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beranekaragam, telah berdampak pada kemampuan guru yang memiliki kemampuan lengkap, dan ini yang sulit dipenuhi. Oleh karena itu, maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen, oleh karena itu, tahap pembuatan model dapat dijadikan alternative untuk mengembangkan pembelajaran

9

agar siswa bisa memenuhi harapan siswa secara menyeluruh, dan membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki oleh para guru. 6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain refleksi adalah berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan dimasa yang lalu, siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri (learning to be). Penegetahuan yang bermakna diperoleh dari suatu proses yang bermakna pula, yaitu melalui penerimaan, pengolahan, dan pengendapan, untuk kemudian dapat dijadikan sandaran dalam menghadapi terhadap gejala yang muncul kemudian. Melalui CTL, pengalaman bukan hanya terjadi dan dimiliki ketika seseorang siswa berada didalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari pada itu, adalah bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut ke luar dari kelas, yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata yang dihadapi sehari-hari. Kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dinia nyata yang dihadapinya akan mudah diaktualisasikan manakala pengalaman belajar itu telah diinternalisasi dalam setiap jiwa siswa dan disinilah pentingnya menerapkan unsur refleksi pada setiap kesempatan pembelajaran. 7. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian. Penialaian sebagai bagian integral dari pembelajaran memiliki fungsi yang sangat menentukan untuk mendapatkan informasi kualitas proses dan hasil pembelajaran melalui penerapan CTL. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. Dengan terkumpulnya berbagai data dan informasi yang lengkap

10

sebagai perwujudan dari penerapan penilaian, maka akan semakin akurat pula pemahaman guru terhadap proses dan hasil pengalaman belajar setiap siswa. Guru dengan cermat akan mengetahui kemajuan, kemunduran dan kesulitan siswa dalam belajar dan dengan itu pula guru akan memiliki kemudahan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dan peneyempurnaan proses bimbingan belajar dalam langkah selanjutnya. Mengingat gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, maka penilaian tidak hanya dilakukan diakhir program pembelajaran, akan tetapi secara integral dalakukan selama proses program pembelajaran itu terjadi. Dengan cara tersebut, guru secara nyata akan mengetahui tingkat kemampuan siswa yang sebenarnaya. Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performance) yang diperoleh siswa. Penialain tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain. Adapun karakteristik penilaian autentik: 1). Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung; 2). Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif; 3). Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta; 4).

Berkesinambungan; 5). Terintegrasi; 6). Dapat digunakan sebagai feed back. Dalam CTL, hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa atara lain: 1). Proyek/kegiatan dan laporannya; 2). Pekerjaan rumah siswa; 3). Kuis; 4). Karya siswa; 5). Presentasi atau penampilan siswa; 6). Demontrasi; 7). Laporan; 8). Journal; 9). Hasil tes tulis; 10) Karya tulis ( Trianto, 2007: 114-115)

2.4. Penerapan Pendekatan Kontekstual di Kelas Suatu proses pembelajaran di kelas dikatakan sudah menerapkan pendekatan CTL, jika dalam prosesnya termuat ketujuh prinsip yang telah dijelaskan di atas. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya ( Depdiknas, 2002). Secara garis besar Trianto (2007: 106) mengemukakan langkah-langkah penerapan CTL di kelas sebagai berikut:

11

1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik. 3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar (belajar dalam kelompok-kelompok). 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi pada akhir pertemuan . 7. Lakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara.

2.5. Perbandingan Pendekatan Kontekstual dengan Pendekatan Konvensional Bila dilihat secara seksama, maka ada beberapa perbandingan antara pendekatan kontekstual dengan pendekatan kovensional. Perbandingan-perbandingan tersebut kami sajikan dalam tabel 2.1 berikut:Tabel 2.1. Perbandingan pendekatan kontekstual dengan pendekatan konvensional

No. 1

Pendekatan CTL

Pendekatan Konvensional

Sisws terlibat aktif dalam proses Siswa hanya menerima informasi pembelajaran (Student center) secara pasif (Teacher center) dengan Pembelajaran didasarkan teoritis terlalu abstrak dan

2

Pembelajaran kehidupan masalah

dikaitkan atau

nyata

3

Siswa belajar bersama dalam diskusi Siswa belajar secara individual dan kerja kelompok

4

Perubahan perilaku siswa dibangun Perubahan perilaku siswa dibangun atas kesadaran diri atas kebiasaan yang Memperoleh keterampilan yang

5

Memperoleh

keterampilan

dikembangkan atas dasar pemahaman 6

dikembangkan atas dasar latihan

Penghargaan yang diberikan berupa Penghargaan yang diberikan dalam

12

kepuasan diri 7

bentuk angka/nilai rapor

Siswa tidak berprilaku jelek karena Siswa tidak berprilaku jelek karena mereka sadar bahwa itu merugikan mereka takut hukuman

8

Bahasa komunikatif

yang

disampaikan Bahasa yang disampai terkesan satu arah

9

Belajar dari apa yang sudah dikenal Belajar dari sesuatu yang asing atau siswa tidak dikenal siswa berlaku pasif menerima

10

Adanya kemampuan proses dalam Hanya pembelajaran informasi

11

Pengetahuan yang ada dibangun dan Penegetahuan dikembangkan sendiri penangkapan

didasarakan serangkaian

pada fakta,

konsep atau hokum diluar dirinya 12 Didasarkan pada pengalaman siswa Tidak didasarkan pada pengalaman siswa 13 Hasil proses 14 belajar diukur berdasarkan Hasil belajar hanya diukur dari hasil tes

Pembelajaran tidak terbatas pada Pembelajaran hanya terjadi di ruang ruang kelas kelas Tidak masalah Dari tabel 2.1 di atas terlihat bahwa ke lima belas pertanyaan tersebut dapat adanya upaya pemecahan

15

Adanya upaya pemecahan masalah

dikatakan sebagai keunggulan atau kelebihan dari pendekatan kontekstual. Namun demikian, pelaksanaannya memerlukan kemauan dan keterampilan guru. Guru harus mempersiapkan instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa berdasarkan proses pembelajaran. Selama ini, kebanyakan guru membuat instrumen untuk mengukur hasil belajar siswa berdasarkan tes akhir. Selain itu, guru harus membiasakan diri untuk tidak menjadi sumber informasi saja tetapi juga sebagai fasilitator.

13

Menurut Direktorat Pendidikan lanjutan pertama (2002: 3) bahwa pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecendrungan pemikiran tentang belajar, yaitu; proses belajar, transfer belajar, siswa sebagai pembelajar dan pentingnya lingkungan sebagai sumber belajar. 2.6. Bentuk-Bentuk Pembelajaran Kontekstual Ada beberapa bentuk pembelajaran kontekstual, diantaranya: 1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) CBSA adalah suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap. Siswa dipandang sebagai objek pembelajaran dan subjek yang belajar, sedangkan titik berat proses pembelajaran adalah pada keaktifan siswa dan keaktifan guru. Peran dan fungsi guru secara aktif dan kreatif dan kadar CBSA terletak pada banyak keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dilihat dari segi masukan, proses dan produksi (Aqib, 2002:67) 2. Pendekatan Proses Pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan pembelajaran yang berujuan mengembangkan kemampuan fisik dan mental sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan yang lebih tinggi pada diri siswa dalam rangka menemukan fakta dan kosep serta menumbuh kembangkan sikap dan nilai. Melalui pendekatan keterampilan proses hendak dikembangkan kemampuan-kemampuan mengamati, mengelompokkan, memproyeksikan, menerapkan , menganalisis, melakukan penelitian sederhana dan mengkomunikasikan hasil. 3. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill education) Pendidikan kecakapan hidup adalah pendidikan yang memberikan kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan intelektual dan kecakapan vokasional untuk bekerja atau usaha mandiri (UU RI No. 20 Tahun 2003: Pasal 26 ayat 3). Pendidikan kecakapan hidup harus terefleksikan dalam kegiatan pembelajaran, pada seluruh mata pelajaran. Kita ingat bahwa pada setiap kegiatan pembelajaran mengembangkan tiga 14

aspek, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek tersebut dikembangkan secara integral sehingga siswa memiliki kemampuan integrative dan komprehensif , sebagai keterampilan bagi bekal hidupnya. Pembelajaran yang berorientasi kecakapan hidup tercermin dalam rumusan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang berorientasi kecakapan hidup ini akan memiliki tiga dimensi, yaitu dimensi kecakapan keilmuan, dimensi kecakapan proses dan dimensi kecapan mengaplikasikan. 4. Pembelajaran Inquiri (Inquiry Based Learning) Tujuan utama dari pendekatan inquiri adalah membantu siswa

mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang ditemukan. Disiplin intelektual dan keterampilan tersebut dilatih dengan memberikan pertanyaanpertanyaan dan memberikan jawaban atas dasar keingintahuan mereka. Inquiri juga bertujuan agar siswa memperoleh pengetahuan baru dari hasil gagasan yang ditemukan siswa. Pembelajaran berbasis inquiri ini dimulai dari suatu permasalahan dalam disiplin ilmu, sehingga memotivasi siswa untuk mencari pemecahannya. Langkah kegiatan yang dilakukan dalam inquiri terdiri atas; perumusan masalah, pengembanagan hipotesis, pengumpulan data, pengolahan data, uji hipotesis dan penarikan kesimpulan. 5. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Kegiatan belajar melalui pemecahan masalah bermamfaat untuk

mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menidentifikasi, mengembangkan kemampuan berfikir alternative, dan kemampuan mengambil keputusan berdasarkan alternative yang tersedia. Kemampuan-kemampuan ini adalah kemampuan yang melibatkan keterampilan proses tinggi. Pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran melalui pemecahan masalah. Langkah kegiatan pembelajaran berbasis masalah tersebut ada lima tahap, yaitu; identifikasi masalah, penegembangan alternative, pengumpulan data untuk menguji alternatif, pengujian alternatif, dan pengambilan keputusan. 15

6. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi belajar mengajar yang menekan pada sikap atau prilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesame dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Strategi ini menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu system kerjasama dalam mencapai hasil belajar yang optimal. Pembelajaran ini mendorong siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran melalui pemecahan masalah. Siswa secara bekerjasama dalam kelompoknya untuk menemukan dan merumuskan alternative pemecahan masalah pada materi yang dihadapi. Untuk melaksanakan pembelajaran ini, guru perlu mempersiapkan dan merencanakannya dengan matang, agar siswa dapatberinteraksi satu sama lain. Dalam interaksi ini siswa akan membentuk komunitas yang memungkinka mereka menyenangi dan mencintai proses belajar. Dalam suasana demikian siswa lebih mudah memahami serta mengembangka kemampuan dan keterampilan berfikirnya.

2.7. Skenario Pembelajaran Kontekstual Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (scenario) pembelajaran, sebagai pedoman umum sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Menurut Rusman, (2011:199-200), pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut; 1. Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna, apakah dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya. 2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik yang diajarkan. 3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaanpertanyaan. 4. Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegaiatan kelompok, berdiskusi, Tanya jawab dan lain sebagainya. 16

5. Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, model bahkan media yang sebenarnya. 6. Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan. 7. Melakukan penilaian yang objektif. Dalam pembelajaran kontekstual, program pembelajaran merupakan rencana kegiatan kelas yang dirancang oleh guru, yaitu dalam bentuk scenario tahap demi tahap tentang apa yang akan dialakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran, Dalam program tersebut harus jelas tercermin ketujuh prinsip atau komponen dari CTL, sehingga setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegaiatan belajar mengajar di kelas. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar antara format program pembelajarn konvensional dengan CTL, adapun yang membedakannya, terletak pada penekanannya, pada format pembelajaran konvensional lebih menekankan pada deskripsi tujuan yang akan dicapai, sementara program pembelajaran CTL lebih menekankan pada skenario pembelajarannya, yaitu kegiatan tahap demi tahap yang dilakukan oleh guru dan siswa dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang duharapkan.

17

BAB III IMPLEMENTASI

3.1. Silabus Silabus merupakan acuan pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pemcapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus dikembangkan oleh satuan pendidikan berasarkan standar isi dan standar kompetensi lulusan serta panduan penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada lampiran 1!

3.2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) RPP merupakan penjabaran dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar dalam upaya mencapai kompetensi dasar. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban merancang RPP, agar pembelajaran bisa berlangsung secara efektif dan efisien. RPP disusun untuk setiap kompetensi dasar yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. RPP yang disusun memuat beberapa komponen sebagai berikut; identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan pembelajaran, alokasi waktu, metode, kegiatan pembelajaran, penilain dan sumber belajar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2!

18

BAB IV PENUTUP

Pendekatan kontekstual ( Contextual Teaching and Learning / CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Setrategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil. Pendekatan konstekstual mendasarka diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar yaitu proses belajar, transfer belajar, siswa sebagai pembelajar, dan pentingnya lingkungan belajar. CTL mempunyai tujuh prinsip pembelajaran yaitu Constructivism, inquiry, questioning, learning community, modeling, reflection, authentic assessment. Demikianlah makalah ini kami susun dengan sebenarnya, kami menyadari sesungguhnya makalah ini belumlah sempurna, oleh karena itu kami sebagai penyusun makalah ini menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman demi penyempurnaan isi makalah ini.

19

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2002). Pendekatan Kontekstual. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Echols, John M. & Hassan Shadily. (2005). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Cet Ke-26. Hamalik, O.(2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara Johnson, Elein B. (2002). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center Joyce, B. & Weil, M. Model of Teaching. New Jersey: Prentice Hall, Inc. Ningrum, E. 2009. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Makalah. Disampaikan Pada Kegiatan Pelatihan dan Workshop Model-Model Pembelajaran dalam Persiapan RSBI di Kabupaten Kerawang 23 September 2009. Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers Trianto. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka

20

21

22