Makalah p. Aab
Transcript of Makalah p. Aab
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berbicara masalah penafsiran Al-Qur’an maka biasanya didalam penafsiran
tersebut tidak luput dari pembahasan cerita-cerita, salah satu cerita tersebut
berasal dari ahli kitab Israil yang kemudian ceritanya disebut cerita isra’illiyyat.
Biasanya cerita isra’illiyyat tersebut dibarengi dengan cerita yag berasal dari
Nasrani (Kristen) yang disebut Nasraniyyat.
Orang Yahudi mempunyai pengetahuan keagamaan yang bersumber dari
Taurat dan sedangkan sumber pengetahuan keagamaan orang Nasrani adalah Injil.
Cukup banyak orang Nasrani dan Yahudi yang bernaung dibawah panji-panji
Islam sejak Islam lahir, sedangkan mereka tetap memelihara dengan baik
pengetahuan keagamaan mereka.
Sementara itu al-Qur’an banyak mencakup hal-hal yang terdapat dalam
Taurat dan Injil, khususnya yang berhubungan dengan kisah nabi dan umat
terdahulu. Namun dalam al-Qur’an kisah-kisah itu hanya dikemukakan secara
singkat dengan menitik beratkan pada aspek nasehat dan pelajaran, tidak
mengungkapkan secara rinci dan mendetail. Akan tetapi, Taurat dan Injil
mengemukakan secara panjang lebar dengan menjelaskan rincian dan bagian-
bagiannya.
Sebenarnya para sahabat sangat sedikit mengambil berita-berita, keterangan-
keterangan dari para Ahli Kitab untuk menafsirkan al-Qur’an. Akan tetapi ketika
tiba masa tabi’in dan banyak pula Ahli Kitab yang masuk Islam, maka tabi’in
banyak mengambil kisah dari mereka. Ada semacam dorongan bagi jiwa-jiwa
umat Islam saat itu untuk mendengarkan perincian yang disyaratkan oleh al-
Qur’an dari para tokoh-tokoh Yahudi dan Nasrani yang masuk Islam pada saat itu.
Dampaknya, sebagian sahabat dan tabi’in menganggap sepele persoalan ini,
sehingga mereka memasukkan banyak riwayat isra’illiyyat dan nashraniyat ke
dalam tafsir. Kemudian perhatian para mufassir sesudah tabi’in terhadap
2
isra’illiyyat semakin besar bahkan menimbulkan ketergantungan. Para mufassir
tidak lagi mengoreksi terlebih dahulu kutipan cerita-cerita isra’illiyyat yang
mereka ambil, padahal diantaranya terdapat tidak benar.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas,
maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu :
1. Pengertian Isra’illiyyat
2. Latar Belakang Timbulnya Isra’illiyyat
3. Tokoh Tokoh Periwayat Isra’illiyyat
4. Penilaian Terhadap Isra’illiyyat
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Isra’illiyyat
Kata israiliyyat adalah bentuk jama’ dari israiliyyah. Ada beberapa
pengertian yang dipakai untuk menjelaskan arti israilliyat, namun secara umum
pengertian israiliyyat adalah kisah atau berita yang diriwayatkan dari sumber-
sumber yang berasal dari orang Israil. Israil (bahasa Ibraniyah: isra artinya
hamba dan il artinya Tuhan/Allah) itu sendiri merupakan gelar yang diberikan
kepada nabi Ya’kub bin Ishaq bin Ibrahim. Maka Bani Israil adalah sebutan
untuk anak keturunan nabi Ya’kub Nama ini kemudian dihubungkan dengan
Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi disebut Bani Israil.
Para ulama menggunakan istilah israilliyat untuk riwayat yang didapat
dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, baik berupa kisah-kisah atau dongengan
yang umumnya berkaitan dengan fakta-fakta sejarah, keadaan umat pada masa
lampau dan berbagai hal yang pernah terjadi pada para nabi dan Rasul, serta
informasi tentang penciptaan manusia dan alam.1
Selanjutnya istilah israilliyat juga ditujukan untuk semua penafsiran
kisah-kisah dalam al-Qur’an yang tidak diketahui sumber dan asal-usulnya, atau
disebut juga al-dakhil, yang banyak terdapat di dalam kitab-kitab tafsir lama.
Seperti kitab tafsir:
- Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ath-Thabari yang mengutip
banyak cerita israiliyat yang mayoritas diambil dari Wahab ibn
Munabbih seorang tokoh israiliyat
- Ibnu Katsir yang meskipun dinyatakan kitab tafsir yang paling selamat
dari kisah israiliyat, namun tetap mencantumkan kisah israiliyat
dibeberapa bagiannya,
- Ma’alim al-Tanzil karya Al-Baghawi
1 Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Qur’an Versi Imam Al-Ghazali (Bandung: Cita Pustaka Media,2007), hal. 135
4
- Al-Jawahir al-Hisan fi Tafsir al-Qur’an karya Al-Tsa’labi
- Libaab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil karya Al-Khazin
- Al-Ma’ani karya Al-Aalusi
- Al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an karya Al-Qurthubi
- Al-Kasysyaf karya Al-Zamakhsyari
- Dur al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur karya Al-Syuyuti,
- dan lain sebagainya.2
Israiliyyat digunakan dalam penafsiran dikarenakan ada kesamaan antara
al-Qur’an dengan Taurat dan Injil dalam sejumlah masalah, khususnya mengenai
kisah-kisah umat terdahulu, dimana dalam al-Qur’an dikisahkan secara singkat
dan ringkas (ijaz), namun di dalam kitab-kitab sebelumnya dibahas secara
panjang lebar (ithnab). Sebagian contoh kisah-kisah israiliyyat yang dijumpai
dalam kitab-kitab tafsir adalah: tentang perahu nabi Nuh, tentang nama-nama
ashab al-kahfi beserta anjing mereka, tentang Ya’juj dan Ma’juj, tentang Balqis
ratu negeri Saba’, tentang nabi-nabi: Sulaiman, Ayyub, Daud, Yusuf, tentang
Dzul-qarnain, tentang malaikat Harut dan Marut, tentang tongkat nabi Musa, dan
lain-lain.
B. Latar Belakang Timbulnya Isra’illiyyat
Menurut Ibnu Khaldun, sebagaimana dikutip Mana’ al-Qaththan dalam
Mabahits fi Ulum al-Qur’an, dalam sejarah diketahui bahwa orang-orang Arab
telah berinteraksi dengan orang Yahudi jauh sebelum Rasulallah Muhammad
datang membawa Islam. Orang-orang Arab adakalanya menanyakan hal-hal yang
berkaitan dengan penciptaan alam semesta, rahasia-rahsia yang terkandung
dalam penciptaan alam, sejarah masa lalu, tokoh-tokoh tertentu, atau tentang
suatu peristiwa yang pernah terjadi pada suatu masa, kepada orang-orang Yahudi
karena mereka memiliki pengetahuan yang didapat dari kitab Taurat atau kitab-
kitab agama mereka lainnya.3
2 Al-Israiliyyat wa al-Maudlu’at fi Kutubi al-Tafsir oleh Muhammad ibn Muhammad Abu Syuhbah, cet. 4, Kairo: Maktab al-Sunnah, 1408 H.
3 Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Cet. 3 (Riyadh: Mansyurat al-‘Ashr al-Hadits, 1393 H/ 1973 M), hal. 355
5
Setelah Islam datang, ada sebagian kecil orang Yahudi yang menerima
ajaran Islam dan menjadi muslim, seperti Abdullah bin Salam dan Ka’ab al-Ahbar
(masuk Islam pada masa pemerintahan Umar). Para sahabat seperti Abu Hurairah
dan Ibnu Abbas pernah bertanya kepada orang orang-orang Yahudi yang telah
muslim ini tentang beberapa peristiwa masa lalu, namun terbatas pada sesuatu
yang tidak berhubungan dengan akidah dan ibadah. Ini artinya bahwa israiliyyat
merupakan salah satu rujukan dalam menafsirkan al-Qur’an pada masa sahabat,
hanya saja mereka menganggap itu sebagai suatu kebolehan saja, bukan
keharusan. Setelah Rasulallah wafat, para sahabat tidak lagi bisa mendapatkan
orang yang bisa memberi penjelasan terhadap suatu ayat yang ingin mereka
pahami, sehingga dalam hal-hal yang terkait dengan peristiwa umat terdahulu,
mereka menanyakan kepada sahabat yang dulunya ahli kitab.4
Barangkali para sahabat yang menyampaikan berita israiliyyat ini tidak
bermaksud menyampaikan berita bohong. Sebab selama mereka memeluk agama
lamanya, kisah-kisah itulah yang mereka punya. Dan ketika ayat al-Qur’an
menyinggung kisah yang sama, merekapun memberi komentar berdasarkan apa
yang pernah mereka baca dari kitab-kitab mereka sebelumnya. Kalaupun ada
kebohongan atau dusta, bukan terletak pada sahabat itu, melainkan dusta itu sudah
sejak lama ada dalam agama mereka sebelumnya.
Rasulallah sendiri dalam menyikapi berita dari kalangan sahabat yang
dulunya ahli kitab sangatlah bijaksana. Beliau tidak menggeneralisir bahwa semua
yang bersumber dari Yahudi pasti salah dan demikian juga tidak langsung
membenarkannya. Beliau hanya mengingatkan untuk berhati-hati dalam
menerimanya, dengan sabdanya:
الينا انزل وما بالله امنا وقولوا تكذبوهم وال الكتاب اهل تصدقوا وال
) البخارى)
“Dan janganlah kalian membenarkan ahli kitab dan jangan pula mendustakan
mereka, katakanlah kami telah beriman kepada Allah dan segala yang Ia
turunkan kepada kami” Namun setelah masa tabiin, proses periwayatan
4 Abu Fida’ Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 1 (Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M), hal. 5.
6
israiliyat ini semakin aktif disebabkan kecendrungan masyarakat untuk
mendengarkan cerita-cerita yang agak luar biasa. Di masa ini penafsiran al-Quran
dengan israiliyyat menjadi sesuatu yang sangat penting. Hal ini disebabkan
karena, di satu sisi, semakin banyak ahli kitab yang memeluk ajaran Islam dan di
sisi yang lain, kecendrungan manusia untuk mengetahui segala sesuatu (termasuk
tentang umat terdahulu), terpenuhi dengan keberadaan kisah-kisah israiliyyat ini.
Sehingga pada masa tabiin ini muncul kelompok yang disebut al-qashshash, yaitu
para penyampai berita yang tidak bertanggung jawab.
Cerita-cerita israiliyat pada masa tabiin banyak bersumber dari Wahab
ibn Munabbih, seorang Yahudi dari Yaman yang memeluk Islam, Muhammad ibn
Sa’ib al-Kalbi, Muqatil ibn Sulaiman, Muhammad ibn Marwan al-Suddi dan
Abdul Malik ibn Abdul Aziz ibn Juraij seorang Nasrani berbangsa Romawi yang
kemudian masuk Islam.5
Lambat laun pengaruh israliyyat ini sangat besar dalam penafsiran al-
Qur’an, sehingga hampir semua kitab tafsir memuatnya. Para mufassir pada masa
itu sangat berbaik sangka kepada segala pembawa berita. Mereka beranggapan
bahwa orang yang sudah masuk Islam, tentu tidak akan berdusta. Itulah sebabnya
para mufassir ketika itu tidak mengoreksi dan memeriksa lagi kabar-kabar yang
mereka terima. Lagi pula para mufassir ketika memuat israiliyyat, sifatnya hanya
menghimpun data, tanpa meneliti mana yang shohih dan yang tidak shohih.
Seperti Al-Thabari yang lebih menekankan kepada pencatatan semua hal yang
berkaitan dengan suatu ayat.
Suatu hal yang cukup menarik, manurut Dr.Yusuf Qaradhawi, bahwa
kisah-kisah yang diistilahkan dengan israiliyyat itu ternyata tidak atau jarang
terdapat dalam kitab-kitab induk kalangan ahli kitab itu sendiri. Kisah-kisah
tersebut hanya berkembang dari mulut ke mulut dikalangan masyarakat awam
Yahudi dan Nasrani, yang kemudian disampaikan kepada kaum muslimin.
Menurut analisa Al-Qaradhawi, penyampaian riwayat israiliyyat ini disamping
sebagai hasil interaksi sosial yang terjadi antara masyarakat Arab dan kaum
5 Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Cet.3 (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), hal.212
7
Yahudi, juga ada unsur kesengajaan dari kalangan Yahudi untuk
menyebarkannya.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa kaum muslimin telah berinteraksi
dengan orang-orang Yahudi sejak hijrahnya Rasulallah ke Madinah, dimana
penduduknya terdiri dari komunitas Arab dan Yahudi yang telah menetap di sana
cukup lama. Kekalahan Yahudi dalam perang Khaibar, meninggalkan dendam
pada hati kaum Yahudi, untuk bisa mengalahkan kaum muslimin dengan cara
lain. Maka senjata budaya menjadi pilihan yang paling mungkin, sebab tidak
memerlukan biaya, tenaga dan pasukan yang banyak. Mereka mulai menyusupkan
berita-berita israiliyyat agar tercampur dengan berita-berita yang datangnya dari
Allah dan Rasulnya.6
Kalangan Yahudi sangat mengetahui bahwa Rasulallah begitu perduli terhadap
kemurnian ajaran Islam, sehingga disebutkan dalam satu hadits yang
meriwayatkan bahwa Rasulallah pernah melihat Umar ibn al-Khattab memegang
suatu lembaran Taurat di tangannya, maka Rasulallah SAW. dengan nada tidak
senang bersabda:
. نفسى والذى نقية بيضاء بها جئتكم لقد الخطاب؟ بن يا بها اومتهوكون
يتبعنى, ان اال وسعه ما حيا موسى كان لو بيده
“Apakah engkau masih meragukan agamamu, wahai Ibnu al-Khattab? Padahal
aku telah membawa agama ini kepada kalian dengan terang dan sejelas-jelasnya.
Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, seandainya Musa hidup pasti dia
akan mengikutiku”(HR. Ahmad, Abu Ya’la, dan al-Bazzar)
C. Tokoh Tokoh Isra’illiyat
Berbicara masalah tokoh-tokoh isra’illiyyat, maka tidak akan terlewatkan
membahas sejarah Islam, dimana tokoh-tokoh ini mempunyai tahap-tahap
tersendiri yang sesuai dengan masa atau waktu selama ia mendalami dan
menganalisis cerita-cerita isra’illiyyat. Selain itu pembicaraan tokoh-tokoh
6 Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani, cet. 2 ( Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal. 495.
8
isra’illiyyat ini juga akan dibahas tentang pemikirannya. Tokoh-tokoh
isra’illiyyat ini akan dibagi menjadi tiga periode, diantaranya pada masa
shahabat, periode tabi’in dan masa sesudah tabi’in.7
1. Masa Sahabat
Tokoh-tokoh periwayat isra’illiyyat pada masa shahabat kebanyakan
tidak mengambil keseluruhan dari cerita tersebut, akan tetapi hanya mengambil
beberapa dari cerita yang sekiranya cocok dengan kajian-kajian Islam dan
relevan dengan Syariat Islam, sebab mereka mempunyai dasar yang dijadikan
pegangan dalam pengambilan cerita isra’illiyyat tersebut. Adapun dasar tersebut
diambil dari hadist nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
dari Abdullah bin Amr:
آية , , وحدثوا عن بنى اسرائيل ال حرج ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
بلغوا عنى ولو
“ ..Sampaikanlah olehmu apa yang kalian dapatkan dariku walaupun satu ayat.
Ceritakanlah riwayat Bani Isriail dan tidak ada dosa didalamnya. Siapa yang
berbohong kepadaku, maka bersiaplah untuk mengabil tempat di dalam neraka” 8
Pada masa ini ada tiga tokoh yang sudah tidak asing lagi bagi telinga
masyarakat Islam pada umumnya sebab karya-karya dan pemikrannya banyak
dikutip oleh tokoh-tokoh sesudahnya, diantaranya tokoh-tokoh tersebut :
a. Abu Hurairah
Pada masa nabi Muhammad SAW lebih mengedepankan pada hukum,
mana yang hak dan mana yang bathil. Hal serupa juga dapat ditemui pada
penafsiran Abu Hurairah, dimana pengambilan dasar hukum-hukumnya
dinisbatkan pada hadist nabi yang shahih dan hukum-hukum yang tertuang dalam
al-Qur’an. Pendapat Abu hurairah ini sangat hati-hati dan tidak pernah
7 al-Dzahabi, al- isra’illiyyat al-Tafsir, Hal 93
8 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Hadis Nomor 3461
9
bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an walau pun dalam penafsirannya tersebut
banyak cerita-cerita isra’illiyat.9
Abu Hurairah merupakan shahabat yang pertama yang memasukkan
isra’illiyyat didalam penafsiran al-Qur’an tetapi dengan catatan cerita yang ia
bawa eksistensinya asli dari kita Taurat. Banyak ahli tafsir l;ain sesudah masa Abu
Hurairah ini, seperti Imam Baihaqi berpendapat bahwa disetiap penjelasan atau
penafsirannya Abu Hurairah terdapat cerita-cerita yang langsung dari kitab
Taurat, tidak heran kemudian jika Abu Hurairah disebut sebagai pencetus
pembawa cerita isra’illiyyat kedalam ilimu tafsir dan kitab-kitab tafsir.
b. Ibn Abbas
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Abbas , sama halnya dengan Abu
Hurairah referensi Ibn Abbas dalam menafsirkan al-Quran biasanya diselingi
dengan cerita-cerita isra’illiyyat yang dikutip langsung dari Kitab Taurat dan Injil.
Cerita-cerita isra’illiyyat ini sangat berhubungan dan relevan dengan dengan
pembahasan-pembahasan al-Qur’an yang ia bahas dalam kitab tafsirnya.
Maimunah, anak sulungnya Ibn Abbas bercerita tentang bagaimana proses usaha
Ibn Abbas dalam pengambilan cerita-cerita isra’illiyyat ini kedalam kitab
tafsirnya, yakni dengan menghatam al-qur’an setiap satu minggu satu kali dan
menghatam kitab Taurat satu tahun satu kali selain itu ia menambah hatamannya
tersebut dengan menghafal al-Quran dan Taurat setiap hari fungsi dari proses
tersebut agar dapat menjaga bacaan-bacaan al-Qur’annya, mengetahui isi kitab
sebelum al-Qur’an serta menjadikan referensi yang kuat untuk setiap tafsir-
tafsirnya.10
Sebagai penafsir serta menyelingi keterangantafsirnya dengan cerita
isra’illiyyat, Ibn Abbas sangat memperhitungkan dan lebih bersifat hati-hati
dalam mengambil cerita dari ahli-ahli kitab baik cerita tersebut dari ahli kitab
Yahudi atau pun dari ahli kitab Nasrani karena dia beralasan bahwa tidak semua
9 al-Dzahabi, al- isra’illiyyat fi al-Tafsir, hal 99
10 Ibid, hal 104-105
10
cerita-cerita tersebut sesuai dengan kajian-kajian al-Qur’an serta relevan dengan
isi kandungan dalam al-Qur’an.
Sebenarnya kemungkinan saja bisa saja terjadi dalam proses belajarnya
Ibn Abbbas ini terhadap ahli kitab Taurat dan Injil ini bukan hanya terjadi proses
pemindahan ilmu pengetahuan akan tetapi juga terjadi penyerapan karakter
pemikiran-pemikiran gurunya yang norabene mereka terdiri dari kalangan Yahudi
dan Nasrani. Tentunya hal ini, berpengaruh proses pembelajaraanya Ibn Abbas
rersebut berpangaruh terhadap hasil karangan tafsirnya karena kitab tafsirnya
tersebut penjelasannya mengambil dari kitab Taurat dan injil yang sebelumnya ia
pelajari bersama ahli kitab Yahudi dan Nasrani.
Perlu diketahui bahwa ketika sebagian ahli kitab Yahudi dan Nasrani
masuk Islam ataupun hanya berinteraksi dengan orang-orang Islam, biasanya
orang-orang Islam tersebut menyerap ilmu ahli kitab ini, kemudian
memasukkanya kedalam tafsir al-Qur’an serta sebagai tambahan penjelasan
hadist-hadist..11
c. Abdullah Bin Umar Bin Ash’
Proses infiltrasi cerita-cerita isra’illiyyat kedalam tafsir karya Abdullah
bin Umar bin Ash ini berawal pada perang Yarmuk, dimana pada waktu itu dia
mendapatkan dua teman yang sama-sama ahli kitab, lalu keduanya menceritakan
sebuah hadist. Hadist tersebut ialah;
آية , , وحدثوا عن بنى اسرائيل ال حرج ومن كذب على متعمدا فليتبوأ مقعده من النار
بلغوا عنى ولو
“sampaikanlah olehmu sekalian dari aku walau pun satu ayat, dan ceritakanlah
dari bani Isroil yang demikian itu kalian tidak berdosa” 12
Alasan Abdullah ini memasukkan isra’illiyyat tersebut kedalam tafsir
karangannya karena sebagian cerita tersebut yang berasal dari ahli kitab Yahudi
11Abdurrahman Muhammad, al-Tafsir al-Nabawi, hal 81
12 Bukhari, Shahih al-Bukhari, Hadis Nomor 3461
11
dan Nasrani yang beliau tangkap menunjukkan cerita-cerita yang mengandung
keajaiban dan keghaiban. Cerita-cerita seperti ini, biasanya banyak diserap oleh
orang-orang Islam yang notabene menjadi awal stigma pemikiran mereka serta
pemikiran seperti ini mayoritas sama dengan alur pemikirannya orang Yahudi
serta ahli kitabnya.
Abdulah bin Ash, sendiri ketika menyisipkan cerita isra’illiyyat ini
karena berpegang teguh kepada sabda Rosulullah, dimana pada suatu saat
Rosulullah memperbolehkan Abdullah untuk membaca al-Qur’an, Injil, Taurat
sekaligus.
Abdullah tetap optimis dengan hasil penafsirannya bahwa ketika cerita
isra’illiyyat dijadikan penjelasan dalam kitab tafsirnya, maka ini akan menjadi
motivasi sendiri bagi dirinya, sebab dengan adanya cerita isra’illiyyat yang ia
masukkan dalam kitab tafsirnya biasanya berhubungan dengan dengan hadist-
hadist nabi sehingga ia termotivasi untuk menghafal semua hadist Rosulullah
yang relevan dengan cerita-cerita isra’illiyyat.13
Abu Hurairah sendiri sebagai guru besar Abdullah bin Ash ini mengakui
jika hafalan hadistnya Abdullah lebih banyak dari pada dirinya, utamanya yang
berhubungan dan mempunyai relevansi dengan cerita-cerita dari ahli kitab Yahudi
dan Nasrani.
d. Abdullah bin Salam (w. 43 H)
Abdullah bin Salam pada awalnya adalah seorang Yahudi, bahkan dia
adalah pemimpin bagi mereka. Ia menjadi muslim ketika Rasulullah datang ke
Madinah.
Abdullah bin Salam mempunyai posisi tertentu diantara ulama Ahli Kitab
maupun ulama Muslim, oleh karenanya dia menajdi sumber dalam menafsirkan
al-Qur’an.
Imam Bukhari dengan dengan sanad bin Abu Waqas telah meriwayatkan,
bahwa Sa’ad berkata:
13al-Dzahabi, al-isra’illiyat fi al-Tafsir, hal 111-115
12
“Aku tidak pernah mendengar rasulullah berkata kepada seorang pun yang
berjalan di muka bumi ini, bahwasanya orang itu termasuk Ahli Surga, kecuali
Abdullah bin Salam”.
Nabi berkata tentang Abdullah bin Salam dan turunnya ayat al-Qur’an Surat al-Ahqaf/46 ayat 10: 4 ö@è% óOçF÷ƒuäu‘r& bÎ) tb%x. ô`ÏB ωYÏã «!$# Länö�xÿx.ur ¾ÏmÎ/ y‰Íkyur Ó‰Ïd$x© .`ÏiB ûÓÍ_t/ Ÿ ƒ@ ÏäÂuŽó Î) 4’n?tã ¾Ï&Î#÷VÏB z`tB$t«sù ÷Län÷Žy9õ3tGó™$#ur ( žcÎ) ©!$# Ÿw “ωöku‰
tPöqs)ø9$# tûüÏHÍ>»©à9$# ÇÊÉÈ
Artinya :Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Quran
itu datang dari sisi Allah, padahal kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari
Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa dengan (yang tersebut dalam) Al
Quran lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan diri. Sesungguhnya Allah
tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim".14
Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Bani Israil ialah Abdullah bin
salam. ia menyatakan keimanannya kepada nabi Muhammad s.a.w. setelah
memperhatikan bahwa di antara isi Al Quran ada yang sesuai dengan Taurat,
seperti ketauhidan, janji dan ancaman, kerasulan Muhammad s.a.w., adanya
kehidupan akhirat dan sebagainya.15
2. Periode Tabi’in
a. Ka’ab Al-Akhbari
Cerita isra’illiyyat banyal yang diterima dan diriwayatkan oleh
Ka’ab, baik yang bersifat jelas asal muasalnya ataupun yang tidak jelas
cerita tersebut berasal dari mana. Selain itu sebagian dari cerita tersebut ada yang
14 ________, al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz (Yogyakarta :PT Dana Bhakti Wakaf, 1995), hal 45
15 Ibid
13
sesuai dengan syariat Islam ada jaga yang hanya sebagai cerita tambahan yang
bersifat tahayul.16
Ka’ab menrupakan shahabat yang mempunyai sikap teguh
pendirian dan luas ilmu agamanya. Apabila jika mengikuti perjalanan hidupnya,
Ka’ab merupakan tabbiin yang mempunyai hafalan 555 hadits, dia terkenal pada
masa shahabat Umar bin Khottab dan selama bertempat tinggal di Madinah bukan
hanya cerita isra’illiyyat yang ia riwayatkan akan tetapi cerita dari
Nasrani, atau yang biasa disebut Nasraniyyat juga banyak diriwayatkan oleh
Ka’ab.17
Banyak tokoh-tokoh yang lain, seperti Muawiyah, Muslim bin Hujjaj, Abu
Hurairah dan lain sebagainya mengatakan bahwa hafalan hadist dan periwayatan
cerita isra’illiyyat dan nasraniyyatnya Ka’ab bin Al-Akhbari lebih banyak dari
pada shahabat-shahabat yang lain, selain kedhabitan dan kefasihan Ka’ab,
kemahirannya dalam membawakan cerita dan menuliskan dalam buku bisa
mempengaruhi terhadap orang yang mendengar dan yang membaca buku
karangannya.
Ibn Taimiyah sendiri sebagai pakar ilmu tafsir menjelaskan bahwa cerita
isra’illiyyat dan nasraniyyat yang diriwayatkan oleh Ka’ab memang layak
dibaca sebab sebagian besar cerita tersebut sesuai dengan syariat Islam dan
menjadi penguat serta dorongan dalam menjalankan syariat Islam.
b. Wahab Bin Sama halnya dengan Ka’ab, wahab bin Munabbah juga
meriwayatkan cerita-cerita isra’illiyyat yang lumayan banyak, dimana cerita
tersebut ada yang shohih ada yang dhoif. Dalam proses periwayatan cerita
tersebut, biasanya wahab menjelaskan terlebih dahulu bahwa cerita yang akan
ia sampaikanapakah bersifat cerita shohih atau bersifat cerita yang dhoif, agar
kemudian sang pembaca atau yang mendengarkan tidak terkecoh dengan cerita-
cerita tersebut.18
16 Ibid, 127
17 Ibnu Taimiyah, Minhaj As-Sunnah, 34
18 Husain al-Dzahabi, al-i isra’illiyyat, 141-143
14
Dengan proses tersebut tidak heran kemudian kalau Wahab diberi gelar
pemberani dan jujur oleh sahahabat-shahabat yang lain karena dampak
dari cerita- cerita yang ia riwayatkan.
3. Periode pengikut Tabi’in
Pada periode pengikut Tabi’in tokoh-tokohnya tidak berbeda jauh dengan
tokoh-tokoh isra’illiyyat pada masa Tabi’in sebab tokoh-tokoh pada masa
pengikut Tabi’in ini kebayakan murid-murid dari tokoh-tokoh pada masa Tabi’in
sehingga pemikirannya dan periwayatannya hampir sama, hanya perbedaannya
terletak pada kehati-hatian dalam menilai keshahihan dan kedhabitan dalam
menerima dan meriwayatkan sebuah cerita. Tokoh-tokoh di periode pengikut
Tabi’in ini lebih mengutamakan kuantitas periwayatan dari pada dari pada
kualitas dari cerita isra’illiyyat yang diriwayatkan, padahal tokoh-tokoh diperiode
sebelum-sebelumnya seperti periode Tabi’in dan periode shahabat lebih
mementingkan kualitas dari cerita tersebut. Tokoh –tokoh pada periode pengikut
Tabi’in ini diantaranya;19
a. Ibn Jurait
b. Muhammad bin Jarir at-Thabari
C. Penilaian Terhadap Isra’illiyyat
Para ulama tidak dapat menetapkan hukum secara mutlaq atau general
terhadap kisah-kisah israiliyyat. Hal ini disebabkan ada dalil yang membolehkan
untuk mengambil informasi dari kalangan Ahli Kitab, yaitu sabda Rasulallah:
مقعده فليتبوأ متعمدا علي كذب من و حرج وال اسرائيل بنى عن وحدثوا
) ( البخارى النار اية من ولو عنى بلغوا ,
“Sampaikannlah dariku walau hanya satu ayat. Dan ambillah riwayat dari Bani
Israil, tanpa halangan, dan barang siapa yang berdusta atas namaku dengan
sengaja maka bersiap-siaplah untuk mengambil tempatnya di neraka” (HR.
Bukhari)
Namun ada juga hadits Rasulallah yang seolah-olah melarang hal tersebut,
sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas berikut ini:
19 ibid
15
الله رسول على أنزل الذى وكتابكم شىء عن الكتاب أهل تسألون كيف
,! كتاب, بدلوا الكتاب أهل أن حدثكم وقد يشب؟ لم محضا تقرؤون أحدث
. به , ليشتروا الله عند من هو وقالوا الكتاب بأيديهم وكتبوا وغيروه الله
, , رأينا ما الله و ال مسألتهم عن العلم من جاءكم ما ينهاكم أال قليال ثمنا
عليكم أنزل الذى عن يسألكم رجال منهم
“Bagaimana kalian bertanya kepada ahli kitab, sedangkan kitab kalian
diturunkan kepada Nabi kalian yang beritanya lebih baru dari Allah, kalian
membacanya dan tidak mencela?!. Allah memberitahukan kapada kalian bahwa
ahli kitab telah mengganti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan merubahnya
dengan tangan-tangan mereka, kemudian mereka mengatakan bahwa ia berasal
dari Allah untuk menjualnya dengan harga yang murah. Tidakkah Ia telah
melarang kalian untuk bertanya kepada mereka. Demi Allah, mereka tidak
menanyakan sesuatupun kepada kalian tentang apa yang diturunkan kepada
kalian.”(HR. Al-Bukhari)
Menyikapi kedua dalil diatas yang seolah bertentangan ini, para ulama
mendudukkannya sebagai berikut; bahwa yang dimaksud Rasulallah untuk
mengambil riwayat dari ahli kitab sesungguhnya tidaklah mutlaq, namun terikat
hanya kepada riwayat yang baik dan cerita yang tidak jelas status benar atau
dustanya namun tidak ada indikasi tentang kebatilannya.
Ibnu Katsir menjelaskan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa riwayat
israiliyyat dapat diklasifikasikan menjadi tiga:
1. Kisah israiliyyat yang diketahui kebenarannya karena sesuai atau tidak
bertentangan dengan informasi al-Qur,an dan Sunnah shahihah, maka
kisah itu benar dan bisa diterima. Diperbolehkan menggunakannya sebagai
pembanding, bukan sebagai rujukan utama atau sebagai sumber hukum.
Seperti kisah yang menceritakan bahwa nama teman seperjalanan nabi
Musa adalah Khidir. Nama Khidir pernah disebutkan oleh Rasulallah,
sebagaimana tersebut dalam Shahih Bukhari.
2. Kisah israiliyyat yang diketahui kebohongannya karena bertentangan
dengan al-Qur’an dan Sunnah shahihah atau tidak sejalan dengan akal
16
sehat Kisah seperti ini harus dibuang dan tidak boleh digunakan. Seperti
cerita malaikat Harut dan Marut yang terlibat perbuatan dosa besar, yaitu
mabuk, berzina dan membunuh.
3. Kisah israiliyyat yang didiamkan karena tidak dapat dipastikan statusnya
benar atau dusta. Kisah seperti ini tidak boleh dibenarkan ataupun
didustakan, namun boleh menceritakannya. Seperti kisah tentang bagian
sapi betina yang diambil untuk dipukulkan kepada orang mati dari Bani
Israil.20
Ibnu Katsir juga menyatakan bahwa meskipun sebagian ulama salaf
merekomendasikan kebolehan meriwayatkan israiliyyat tanpa mengamalkannya,
namun sesungguhnya riwayat-riwayat ini tetap tidak ada gunanya dan tidak
bermanfaat dalam masalah agama. Kalaupun ada yang beranggapan israiliyyat ini
bermanfaat untuk kesempurnaaan informasi yang terdapat dalam agama, maka
manfaat itu sangat kecil dan tidak signifikan.
Para ulama, semisal Anas ibn Malik sangat berhati-hati terhadap
periwayatan israiliyyat ini, sehingga untuk itu ia menyeleksi dengan ketat para
perowi yang akan ia ambil hadits darinya. Qatadah adalah salah satu rawi tabiin
yang ditolak riwayatnya oleh Anas ibn Malik karena ia banyak meriwayatkan
israiliyyat.21
Keberadaan israiliyyat yang telah dinyatakan tidak memberi manfaat bagi
agama ini, dikomentari oleh Yusuf Al-Qaradhawi secara tegas bahwa mengutip
israiliyyat di dalam kitab tafsir, seolah-olah seperti memenuhi berlembar-lembar
halaman dan membuang-buang waktu bagi sesuatu yang tidak didukung ilmu,
yang tidak dapat dijadikan petunjuk dan keterangan.22
Namun karena israiliyyat ini telah tersebar di sebagian kitab-kitab tafsir,
maka diperlukan kejelian dan kehati-hatian, bagi siapa saja yang mendapati berita-
20 Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, hal.5.21 Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, hal. 212.
22 Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an, hal. 500
17
berita yang bernuansa israiliyyat, yaitu dengan mengikuti kaidah-kaidah dalam
periwayatan israiliyyat, sebagai berikut:
1. Melakukan penelitian terhadap rawi-rawi sanadnya
2. Melakukan pengamatan terhadap matan atau kandungan riwayat tersebut
3. Merujuk kepada para ulama yang mendalami persoalan ini, seperti:
- Ibnu Hazm dalam kitab al-Fashl fi al-Milal wa Ahwal al-Nihal
- Al-Thabari dalam kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk
- Al-Qadhi Iyadh dalam Kitab al-Syifa’ bi Ta’rif Huquq al-Musthafa
- Ibnu Taimiyyah dalam kitab al-Nubuwwah dan al-Jawabu al-shahih li man
Baddala Diin al-Masih
- Ibn Al-Qayyim dalam kitab Hidayah al-Hiyar fi Ajwibat al-Yahud wa al-
Nashara
- Ibn al-Katsir dalam kitab tafsirnya dan kitab al-Bidayah wa al-Nihayah
- Al-Hindi dalam kitab Izhar al-Haq
- Jamaluddin al-Qasimi dalam kitab Mahasin al-Ta’wil
- Muhammad Husin al-Zahabi dalam kitab al-Israiliyyat fi al-Tafsir wa al-
Hadits dan Kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun
- Dll.
18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
. Israiliyyat adalah bentuk jamak dari israiliyyah, yakni bentuk kata
yang dinisbahkan kepada kata israil ,Secara istilah israiliyyat adalah kisah dan
dongeng yang disusupkan dalam tafsir dan hadits yang asal riwayatnya
disandarkan atau bersumber pada Yahudi, Nashrani dan lainnya atau cerita-cerita
yang secara sengaja diselunduplan oleh musuh-musuh Islam ke dalam tafsir dan
hadits, yang sama sekali tidak dijumpai dalam sumber-sumber yang sahih.
Proses masuknya cerita-cerita isra’illiyyat dalam penafsiran al-Qur’an
berakar pada adanya hubungan antara suku-suku arab dengan bangsa Yahudi yang
telah ada sejak masa sebelum nabi Muhammad SAW diutus menjadi nabi. proses
tersebut berlanjut hingga masa hijrah, dan masa penyebaran Islam di Madinah,
sampai pada periode sahabat dan tabi’in
Pada masing-masing periode perkembangan Islam, hampir kesemuanya
terdapat para tokoh isra’illiyyat. Seperti pada masa sahabat yang diwakili oleh
Abu Hurairah, Ibn Abbas, dan Abdullah bin Umar bin Ash dan Abdullah bin
Salam. Periode tabi’in yaitu, Ka’ab al- Akbari dan Wahab Ibn Munabbah.
Para ulama’ memberikan pendapat yang berbeda tentang isra'illiyat.
Akan tetapi pendapat Ibn Kastir cukup mewaikili semua pandangan ula, dengan 3
(tiga kriteria yang dia tetapkan untuk menghukumi cerita-cerita isra’illiyyat.
19
DAFTAR PUSTAKA
Abu Fida’ Ismail ibn Katsir al-Qurasyi al-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, jilid
1,Beirut: Dar al-Fikr, 1407 H/ 1986 M,
Ahmad Zuhri, Risalah Tafsir: Berinteraksi dengan al-Qur’an Versi Imam Al-
Ghazali,Bandung: Cita Pustaka Media,2007,
Al-Bukhari, Matn Bukhari, Beirut, Dar al-Fikri, tth, jilid II dan IV.
Al-Dzahabi, Muhammmad Husien, isra’illiyat fi al-Tafsir wa al-Hadist,Kairo:
Majma’ Buhust al-Islamiyah,1971
Al-Dzahabi, Muhammmad Husien, isra’illiyat fi al-Tafsir wa al-Hadist terj. Didin
Hafifuddin, Jakarta : Pustaka Litera Antar Nusa, 199
Al-Israiliyyat wa al-Maudlu’at fi Kutubi al-Tafsir oleh Muhammad ibn
Muhammad Abu Syuhbah, cet. 4, Kairo: Maktab al-Sunnah, 1408 H.
Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan al-Qur’an,
Al-Qaradhawi, Berinteraksi dengan Al-Qur’an, Terjemahan Abdul Hayyie al-
Kattani, cet2,Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Al-Qur’an dan Tafsirnya Jilid X Juz,Yogyakarta :PT Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an,.
Husain al-Dzahabi, al-i isra’illiyyat,
Ibn Katsir, Tafsir Ibnu Katsir,
Ibnu Taimiyah, Minhaj As-Sunnah,
Mana’ Al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Cet. 3,Riyadh: Mansyurat
al-‘Ashr al-Hadits, 1393 H/ 1973 M
Muhammad Hasbi Ash-Shiddiedy, Sejarah & Pengantar Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir, Cet.3, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000
Muhammad, Muhammad Abdurrahman, al-Tafsir al-Nabawi: Khasshaishuhu wa
Mashadiruhu, terj. Rosihun Anwar,Bandung: Pustaka Setia, 1999.