Makalah Kewarganegaraan - Ketahanan Nasional Dan Bela Negara
Makalah negara dan konstitusii
-
Upload
sentra-komputer-dan-foto-copy -
Category
Education
-
view
36 -
download
0
Transcript of Makalah negara dan konstitusii
NEGARA DAN KONTITUSI
Dosen Pengampu : Drs Muhammad Taufiq, M.H. Kes
Disusun oleh:
1. ANGKEN PUNDY .A
2. ANITA PUJIYATI
3. DINA KUSNIATI
4. INDIRA REZA APRILA
5. IRMA INDRAWATI
6. LINDA AYU .P
7. NIKE DEWI .S
8. NOFI NUR .A
9. SUCI MULYANI
10. TITIN A STUTI
11. YULIA NADIYA .P
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara yaitu suatu tempat yang di dalamnya di diami oleh banyak
orang yang mempunyai tujuan hidup yang bermacam-macam dan berbeda-
beda antara satu orang dengan orang yang lain. Suatu tempat dapat disebut
dengan Negara jika mempunyai 3 unsur terpenting yang harus ada didalamnya
yaitu :
1. Wilayah
2. Pemerintah
3. Rakyat
Ketiga unsur tersebut harus ada dalam suatu Negara. Jika salah satu
dari unsur tersebut tidak ada maka tempat tersebut tidak dapat dinamakan
Negara. Ketiga unsur tersebut saling melengkapi dalam suatu Negara. Unsur
yang lainnya yang juga harus dimiliki oleh suatu Negara adalah pengakuan
dari Negara lain. Pengakuan dari Negara lain harus dimiliki oleh suatu Negara
supaya keberadaan Negara tersebut diakui oleh Negara-negara lain.
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak
membentuk undang-undang atau konstitusi.Konstitusi di Indonesia sudah ada
sejak zaman dahulu bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia, konstitusi telah
ada yang berfungsi mengatur kehidupan bermasyarakat yang disebut dengan
adat istiadat yang ada karena kesepakatan dari suatu masyarakat yang terlahir
dan dipakai sebagai pengatur kehidupan bermasyarakat.Adat istiadat
mempunyai suatu hukum yang dinamakan hukum adat. Pada jaman dahulu
walaupun belum ada undang-undangseperti halnya sekarang, tetapi kehidupan
masyarakat sudah diatur dengan adat istiadat dan yang melanggar adat istiadat
akan dikenakan suatu hukum yang telah masyarakat setempat sepakati yaitu
hukum adat.
Dalam reformasi menuntut dilakukannya amandemen atau mengubah
UUD 1945 karena yang menjadi causa prima penyebab tragedi nasional mulai
dari gagalnya suksesi kepemimpinan yang berlanjut kepada krisis sosial-
politik, bobroknya managemen negara yang mereproduksi KKN, hancurnya
nilai-nilai rasa keadilan rakyat dan tidak adanya kepastian hukum akibat telah
dikooptasi kekuasaan adalah UUD Republik Indonesia 1945. Itu terjadi karena
fundamen ketatanegaraan yang dibangun dalam UUD 1945 bukanlah
bangunan yang demokratis yang secara jelas dan tegas diatur dalam pasal-
pasal dan juga terlalu menyerahkan sepenuhnya jalannya proses pemerintahan
kepada penyelenggara negara. Akibatnya dalam penerapannya kemudian
bergantung pada penafsiran siapa yang berkuasalah yang lebih banyak untuk
legitimasi dan kepentingan kekuasaannya. Dari dua kali kepemimpinan
nasional rezim orde lama (1959 – 1966) dan orde baru (1966 – 1998) telah
membuktikan hal itu, sehingga siapapun yang berkuasa dengan masih
menggunakan UUD yang all size itu akan berperilaku sama dengan penguasa
sebelumnya.
Keberadaan UUD 1945 yang selama ini disakralkan, dan tidak boleh
diubah kini telah mengalami beberapa perubahan. Tuntutan perubahan
terhadap UUD 1945 itu pada hakekatnya merupakan tuntutan bagi adanya
penataan ulang terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Atau dengan
kata lain sebagai upaya memulai “kontrak sosial” baru antara warga negara
dengan negara menuju apa yang dicita-citakan bersama yang dituangkan
dalam sebuah peraturan dasar (konstitusi). Perubahan konstitusi ini
menginginkan pula adanya perubahan sistem dan kondisi negara yang
otoritarian menuju kearah sistem yang demokratis dengan relasi lembaga
negara yang seimbang. Dengan demikian perubahan konstititusi menjadi suatu
agenda yang tidak bisa diabaikan. Hal ini menjadi suatu keharusan dan amat
menentukan bagi jalannya demokratisasi suatu bangsa.
Realitas yang berkembang kemudian memang telah menunjukkan
adanya komitmen bersama dalam setiap elemen masyarakat untuk
mengamandemen UUD 1945. Bagaimana cara mewujudkan komitmen itu dan
siapa yang berwenang melakukannya serta dalam situasi seperti apa perubahan
itu terjadi, menjadikan suatu bagian yang menarik dan terpenting dari proses
perubahan konstitusi itu. Karena dari sini akan dapat terlihat apakah hasil
dicapai telah merepresentasikan kehendak warga masyarakat, dan apakah telah
menentukan bagi pembentukan wajah Indonesia kedepan. Wajah Indonesia
yang demokratis dan pluralistis, sesuai dengan nilai keadilan sosial,
kesejahteraan rakyat dan kemanusiaan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Negara?
2. Apa pengertian dan klasifikasi dari konstitusi?
3. Bagaimana hubungan antara Negara dan Konstitusi di Indonesia?
4. Apa contoh atau studi kasus dalam konstitusi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Negara.
2. Untuk mengetahui pengertian dari konstitusi dan bentuk konstitusi yang
ada di Indonesia.
3. Untuk mengetahui hubungan antara negara dan konstitusi.
4. Untuk mengetahui secara sekilas salah satu studi kasus dalam konstitusi di
Indonesia
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut :
Bagi pembaca :
1. Pembaca dapat menambah wawasan dan pengetahuannya tentang Negara
dan konstitusi.
2. Pembaca mampu memahami hubungan antara Negara dan konstitusi.
Bagi penyusun :
1. Penyusun dapat melatih kemampuan dan mengembangkan keterampilan
membaca yang efektif.
2. Penyusun dapat meningkatkan pengorganisasian fakta atau data secara
jelas dan sistematis.
3. Penyusun dapat menambah dan memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Negara
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya
baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh
pemerintahan yang berada di wilayah tersebut. Negara juga merupakan suatu
wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi semua
individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat primer
sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki
pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan syarat sekundernya adalah mendapat
pengakuan dari negara lain.
Setiap Negara tentunya memiliki Dasar Negara, dimana Dasar Negara
ini menjadi fandemen yang kokoh dan kuat serta bersumbar dari pandangan
hidup atau falsafah(cerminan dari peradaban, kebudayaan, keluhuran budi dan
kepribadian yang tumbuh dalam sejarah perkembangan Negara itu sendiri).
B. Pengertian dan Klasifikasi dari Konstitusi
1. Pengertian Konstitusi
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja
yaitu “constituer” (Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah
negara, dengan demikian konstitusi mengandung makna awal (permulaan)
dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara. Belanda
menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang
menjadi dasar (grond) dari segala hukum. Indonesia menggunakan istilah
Grondwet menjadi Undang-undang Dasar. Menurut Brian Thompson,
secara sederhana pertanya¬an: what is a constitution dapat dijawab bahwa
“…a consti¬tution is a document which contains the rules for the the
operation of an organization” Organisasi dimaksud bera¬gam bentuk dan
kompleksitas struktur¬nya. Negara sebagai salah satu bentuk organisasi,
pada umumnya selalu memiliki naskah yang disebut sebagai konstitusi
atau Undang-Undang Dasar.
Dahulu konstitusi digunakan sebagai penunjuk hukum penting
biasanya dikeluarkan oleh kaisar atau raja dan digunakan secara luas
dalam hukum kanon untuk menandakan keputusan subsitusi tertentu
terutama dari Paus. Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu
sebuah dokumen yang berisian aturan-aturan untuk menjalankan suatu
organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini, konstitusi
harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis
(formal). Namun menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik
konstitusi harus diterjemahkan termasuk kesepakatan politik, negara,
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun
alokasi Konstitusi bagi organisasi pemerintahan negara yang dimaksud
terdapat beragam bentuk dan kompleksitas strukturnya, terdapat konstitusi
politik atau hukum akan tetapi mengandung pula arti konstitusi ekonomi
Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang
berdirinya suatu negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi
tertulis (Written Constitution) dan konstitusi tidak tertulis (Unwritten
Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven
Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis”
(ongeschreven recht) yang berdasar adat kebiasaan. Dalam karangan
“Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee menyatakan hampir semua
negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis, kecuali Inggris dan Kanada.
Konstitusi memuat suatu aturan pokok (fundamental) mengenai
sendi-sendi pertama untuk menegakkan suatu bangunan besar yang disebut
negara. Sendi-sendi itu tentunya harus kokoh, kuat dan tidak mudah runtuh
agar bangunan negara tetap tegak berdiri. Ada dua macam konstitusi di
dunia, yaitu “Konstitusi Tertulis” (Written Constitution) dan “Konstitusi
Tidak Tertulis” (Unwritten Constitution), ini diartikan seperti halnya
“Hukum Tertulis” (geschreven Recht) yang trmuat dalam undang-undang
dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht) yang berdasar adat
kebiasaan. Dalam karangan “Constitution of Nations”, Amos J. Peaslee
menyatakan hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis,
kecuali Inggris dan Kanada. Di beberapa negara ada dokumen tetapi tidak
disebut konstitusi walaupun sebenarnya materi muatannya tidak berbeda
dengan apa yang di negara lain disebut konstitusi. Ivor Jenning dalam
buku (The Law and The Constitution) menyatakan di negara-negara
dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu yang menentukan:
a. Adanya wewenang dan tata cara bekerja lembaga kenegaraan
b. Adanya ketentuan berbagai hak asasi dari warga negara yang diakui
dan dilindungi
Ada konstitusi yang materi muatannya sangat panjang dan sangat
pendek. Konstitusi yang terpanjang adalah India dengan 394 pasal.
Kemudian Amerika Latin seperti uruguay 332 pasal, Nicaragua 328 pasal,
Cuba 286 pasal, Panama 271 pasal, Peru 236 pasal, Brazil dan Columbia
218 pasal, selanjutnya di Asia, Burma 234 pasal, di Eropa, belanda 210
pasal. Konstitusi terpendek adalah Spanyol dengan 36 pasal, Indonesia 37
pasal, Laos 44 pasal, Guatemala 45 pasal, Nepal 46 pasal, Ethiopia 55
pasal, Ceylon 91 pasal dan Finlandia 95 pasal.
2. Klasifikasi Konstitusi
Hampir semua negara memiliki konstitusi, namun antara negara
satu dengan negara lainya tentu memiliki perbeadaan dan persamaan.
Dengan demikian akan sampai pada klasifikasi dari konstitusi yang
berlaku di semua negara. Para ahli hukum tata negara atau hukum
konstitusi kemudian mengadakan klasifikasi berdasarkan cara pandang
mereka sendiri, antara lain K.C. Wheare, C.F. Strong, James Bryce dan
lain-lainnya.
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975)
mengklasifikasi konstitusi sebagai berikut:
a. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak tertulis (written constitution and
unwritten constitution)
b. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid
constitution). Konstitusi fleksibelitas merupakan konstitusi yang
memiliki ciri-ciri pokok:
1) Sifat elastis, artinya dapat disesuaikan dengan mudah .
2) Dinyatakan dan dilakukan perubahan adalah mudah seperti
mengubah undang- undang.
c. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi
(Supreme and not supreme constitution). Konstitusi derajat tinggi,
konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara
(tingkatan peraturan perundang-undangan). Konstitusi tidak derajat
tinggi adalah konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan seperti yang
pertama.
d. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary
Constitution).
Bentuk negara akan sangat menentukan konstitusi negara yang
bersangkutan. Dalam suatu negara serikat terdapat pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal (Pusat) dengan negara-negara
bagian. Hal itu diatur di dalam konstitusinya. Pembagian kekuasaan
seperti itu tidak diatur dalam konstitusi negara kesatuan, karena pada
dasarnya semua kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat.
e. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution).
Dalam sistem pemerintahan presidensial (strong) terdapat ciri-ciri
antara lain:
1. Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga
memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan.
2. Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat
memerintahkan pemilihan umum.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedau¬latan rakyat, maka
sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham
kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi.
Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang
merupakan kewenangan yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang
diaturnya. Karena itu, di lingkungan negara-negara demokrasi, rakyatlah yang
dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Constituent power mendahului konstitusi, dan konstitusi mendahului
organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi.
Pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum
(hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau
bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu
sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk
hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan
prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang
tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan
diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum
yang lebih tinggi tersebut.
Dengan ciri-ciri konstitusi yang disebutkan oleh Wheare ” Konstitusi
Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President
Executive and Parliamentary Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri,
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak termasuk kedalam golongan
konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan Parlementer . Hal
ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan
presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut
Sri Soemantri di Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.
C. Hubungan Antara Negara Dan Konstitusi Di Indonesia
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang merupakan
norma tertinggi. Sebagai dasar negara, Pancasila dapat disebut norma dasar,
norma pertama, norma fundamental negara, atau pokok kaidah negara yang
fundamental dan cita hukum yang menjadi sumber pembentukan konstitusi.
Konstitusi yang merupakan norma hukum di bawah dasar negara bersumber
dan berdasar pada dasar negara ini, meliputi hukum dasar tertulis, yaitu
undangundang dasar, serta hukum dasar tidak tertulis, yaitu konvensi.
Penjelasan atau penjabaran (perwujudan) dasar negara ke dalam aturan hukum
yang pertamatama dilakukan melalui konstitusi. Hubungan dasar negara
Pancasila dengan konstitusi UUD 1945 dapat dilihat pada Pembukaan UUD
1945 dan Batang Tubuh UUD 1945. Pembukaan UUD 1945 yang
menunjukkan suasana kebatinan negara memuat asas kerohanian negara, asas
politik negara, asas tujuan negara, dan dasar hukum pada undangundang
dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut.
1. Pokok pikiran persatuan yang merupakan perwujudan dari sila ketiga
Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia, memiliki pengertian bahwa Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Jadi, negara mengatasi segala paham golongan dan paham perseorangan.
Dengan demikian, negara menghendaki persatuan meliputi segenap bangsa
Indonesia.
2. Pokok pikiran keadilan sosial yang merupakan perwujudan dari sila kelima
Pancasila, yaitu Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, memiliki
pengertian bahwa negara bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat dalam rangka mewujudkan negara yang merdeka, berdaulat,
adil, dan makmur dengan memajukan kesejahteraan umum.
3. Pokok pikiran kedaulatan rakyat yang merupakan perwujuan dari sila
keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, memiliki pengertian
Negara berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan/ perwakilan. Oleh karena itu, negara memiliki sistem
pemerintahan demokrasi Pancasila.
4. Pokok pikiran Ketuhanan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab yang merupakan perwujudan dari sila pertama Pancasila,
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, serta sila kedua Pancasila, yaitu
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian negara
menjunjung tinggi semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara untuk
memilihara budi pekerti yang luhur dan teguh dalam memegang cita-cita
moral rakyat yang luhur.
D. Contoh Atau Studi Kasus Dalam Konstitusi Di Indonesia : Pembukaan
UUD 1945 Tidak Diamandemen
Sejumlah ahli hukum tata negara memasukkan Pembukaan UUD 1945
dalam kategori staatsgrundnorm, yang tidak bisa diubah dan dimodifikasi,
seperti dijelaskan dalam teori hukum murni Hans Kelsen. Teori Kelsen
dianggap tidak realistis oleh Friedmann dalam Legal Theory (hlm 114).
Sayangnya, banyak juga yang lupa bahwa teori Kelsen ini telah dikembangkan
lebih lanjut oleh muridnya Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Dalam teori
Nawiasky, Pembukaan UUD 1945 dapat dimasukkan ke
staatsfundamentalnorm. Berbeda dengan Kelsen, Nawiasky berpendapat bahwa
norma dasar negara ini dapat berubah sewaktu-waktu karena sebuah peristiwa
politik yang luar biasa seperti kudeta, revolusi, dan sebagainya. Teori
Nawiasky sebenarnya sejalan dengan ide perubahan Pembukaan UUD 1945
mengingat empat tahun lalu telah terjadi peristiwa luar biasa di negara kita,
berhentinya Presiden Soeharto dan dimulainya era reformasi.
Pembukaan UUD 1945 tidak direvisi bukan untuk mensakralkan
pembukaan, namun lebih dipengaruhi oleh Yuridis Sosiologis dan landasan
Filosofi Historis. Faham kebangsaan telah menyelimuti suasana kebatinan dari
Founding Fathers dalam menyusun pembukaan UUD 1945. Faham ini
memandang manusia sebagai anggota dalam satu keluarga yang tetap
menghormati dan melindungi perbedaan namun tetap rukun dalam satu
keluarga.
Satu hal yang perlu dipertimbangkan lebih jauh adalah pembukaan
sebuah UUD itu merefleksikan semangat zaman dan konteks sejarah, serta roh
norma bernegara yang akan diturunkan dalam batang tubuh atau pasal-pasal
UUD tersebut. Spirit kemerdekaan yang tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 sangat cocok dengan suasana lahirnya UUD 1945. Namun, spirit atau roh
reformasi yang bergulir sejak empat tahun lalu belum terakomodasi dalam
Pembukaan UUD 1945.
Dalam Pembukaan tercantum nilai dasar Negara (Staatfundamental
norma) berupa pernyataan kemerdekaan sebagai hak segala bangsa dan
hilangnya penindasan. Pembukaan telah menyatakan kemerdekaan Indonesia
hanya terjadi sekali. Dengan mempertahankan pembukaan maka kita wajib
mempertahankan falsafah kemerdekaan bangsa dan nilai-nilai dasar Negara
Indonesia.
Dalam Pembukaan juga terdapat Visi dan Misi Negara yaitu pada alinea
keempat dalam melindungi bangsa dan tumpah darah, mensejahterakan serta
mencerdaskan bangsa dan terlibat dalam perdamaian dunia. Dalam pembukaan
terdapat dasar dan filsafat Negara yaitu Pancasila, menempatkan Pancasila
sebagai dasar Negara secara tegas menolak theokrasi (Negara agama) dan
paham sekulerisme (pemisahan Negara dan agama)
Pembukaan UUD 1945 mengandung cita-cita hukum (rechsidee) karena
mengndung asas-asas hukum fundamental, norma-norma dasar yang berfungsi
sebagai hukum tertinggi yang menjadi acuan yuridis semua aturan perundangan
dibawahnya. Konsekuansinya , semua peraturan hukum yang bertentangan
dengan Pembukaan UUD 1945 harus dinyatakan batal demi hukum. Sebagai
sumber hukum tertinggi maka pembukaan harus mengarahkan pada formulasi
peraturan hukum yang mengandung kepastian hukum (legal certainty)
kemanfaatan (utility) dan keadilan bagi semua (justice for all).
Kedudukan Pembukaan sangat kuat sebagai perjanjian hukum dasar dan
tujuan Negara , cita hukum dan mengandung nilai universal untuk itu harus
tetap dipertahankan. Dalam bahasa hukum, pembukaan memuat azas-azas
dasardan sendi-sendi pokok kehidupan bernegara. Sehingga merubah
Pembukaan UUD 1945 berarti merubah system kenegaraan.
Andai kata usulan amendemen Pembukaan UUD 1945 diterima, maka
isinya adalah penambahan alinea yang berisikan semangat reformasi
sebagaimana telah dicerminkan dalam sejumlah pasal tentang hak asasi
manusia, penguatan posisi parlemen, pembatasan masa jabatan presiden, dan
lainnya. Dengan demikian, akan ada korelasi yang kuat antara amendemen
UUD 1945 dan amendemen Pembukaan UUD 1945.
Pada dasarnya amandemen ditujukan pada perbaikan aspek struktur dan
prosedur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara agar aspek
tersebt konsisten dan mendukung pewujudan nilai-nilai. Oleh karena itu UUD
1945 sengaja tidak memuat aturan yang dapat menjadi landasan untuk
mengubah Pembukaan UUD 1945 dan tata cara perubahannya hanya pada
pasal-pasalnya saja.