Makalah Mp5 Sesi 5
-
Upload
ocisa-zakiah -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of Makalah Mp5 Sesi 5
PENDAHULUAN
Saat udara panas, tubuh banyak mengeluarkan keringat. Sebaliknya, saat udara dingin tubuh
lebih banyak mengeluarkan urin. Mengapa tubuh melakukan hal demikian? Apa sebenarnya
zat yang dikeluarkan bersama urin? Berbagai reaksi kimia terjadi di dalam sel-sel tubuh
dimana beberapa reaksi tersebut dapat menghasilkan beberapa zat sisa yang bersifat racun
dan harus dikeluarkan dari tubuh. Adanya sistem eksresi yang melibatkan alat-alat ekskesi
berfungsi untuk mengeluarkan zat sisa tersebut untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh.
Sistem ekskresi sangat berperan dalam menjaga homeostasis tubuh dengan cara
osmoregulasi, yaitu mekanisme tubuh untuk mengatur konsentrasi bahan terlarut dalam
cairan sel atau cairan tubuh.(1)
Cairan ekstrasel merupakan medium sel-sel dimana setiap perubahan dalam cairan
ekstrasel dapat menyebabkan perubahan pada cairan intrasel yang kemudian pada gilirannya
akan menimbukan gangguan pada fungsi sel. Oleh sebab itu, agar sel tetap berfungsi normal,
maka cairan ekstrasel harus dipertahankan agar tetap normal pula. Salah satu organ yang
dapat mengatur atau mempertahankan cairan ekstrasel tetap normal adalah ginjal. Ginjal
melakukan fungsinya yang paling penting dengan cara menyaring plasma dan memisahkan
zat dari filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Akhirnya
ginjal “membuang” zat-zat yang tidak diinginkan dari filtrat dengan cara mengekskresikan
kedalam urin, sementara zat yang masih dibutuhkan di kembalikan kedalam tubuh.(2)
LAPORAN KASUS 1
Tuan Reno,tidak mau mengikuti saran dokter untuk melakukan ESWL tetapi malah
berobat ke paranormal dengan jamu 3 tahun kemudian sering sakit kepala dan pada
pemeriksaan dokter, tekanan darah 180/100 dan laboratorium test fungsi ginjal mengalami
gangguan.
PEMBAHASAN
Ginjal sebagai organ utama dalam sistem ekskresi memiliki berbagai fungsi yang
dapat di kelompokan menjadi 4 fungsi yaitu fungsi homeostasis, ekskresi, hormonal dan
metabolisme. Fungsi homeostasis meliputi fungsi ginjal yang dapat mempertahankan
keseimbangan air dan elektolit cairan seperti Na+, Cl-, K+, H+, HCO3-, CO2
+, Mg2+, SO4
-, PO4-.
Eksresi air dan elektrolit harus sesuai dengan asupannya. Jika asupan melebihi ekskresi, maka
jumlah zat dalam tubuh akan meningkat. Sebaliknya jika asupan kurang dari ekskresi maka
jumlah zat dalam tubuh akan berkurang. Selain itu fungsi homeostasis ginjal juga dapat
membantu memperahankan keseimbangan asam basa, volume plasma dan osmolaritas dari
cairan tubuh. Ginjal turut mengatur asam basa, bersama paru dan sistem dapar cairan tubuh
dimana ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari
tubuh, seperti asam sulfur dan asam fosfat yang dihasilkan dari metabolisme protein.(3)
Fungsi ginjal yang kedua adalah fungsi hormonal dimana ginjal dapat mensekresikan
eritropoetin, hormon yang merangsang produksi sel-sel darah merah oleh sumsum tulang dan
ginjal juga mensekresikan renin yaitu suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi berantai
yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal. Fungsi selanjutnya dari ginjal
adalah fungsi ekskresi yaitu ginjal dapat mengekskresikan sisa-sisa metabolisme seperti urea,
asam urat dan kreatinin. Dan juga ginjal juga dapat mengeluarkan komponen asing seperti
obat, food additives, dan materi non nutrisi eksogen yang lain yang masuk kedalam tubuh.
Ginjal juga memiliki fungsi metabolisme dimana ginjal membantu mengubah vitamin D
menjadi bentuk akifnya yaitu 1,25-dihidroksi kalsitriol. Kalsitriol ini penting untuk deposit
kalsium yang normal dalam tulang dan reabsorpsi kalsium oleh saluran cerna.(4)
Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsinya yaitu filtrasi,
reabsorpsi, dan sekresi untuk menghasilkan urin. Proses filtrasi terjadi di glomerulus dimana
proses tersebut mendapat tenaga dari tekanan hidrostatik yang di hambat oleh tekanan
oncotik dan tekanan intratubular. Pada saat darah mengalir di arteriol aferen menuju ke
glomerulus, terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus kedalam
kapsul bowman dan menghasilkan filtrat glomeruli atau urin primer yang mengandung zat
yang masih di butuhkan oleh tubuh seperti air, glukosa, asam amino, dan elektrolit, serta zat-
zat yang harus di buang seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
Proses reabsorpsi selektif terhadap Na, Cl dan air yang terjadi di tubulus kontortus
proximal sekitar 60-80% dari volume filtrat glomeruli. Cairan tubuh dipertahankan agar tetap
isoosmotik karena penyerapan air dan Cl mengikuti penyerapan Na (penyerapan aktif).
Penyerapan air yang pasif ini disebut penyerapan air yang obligatoris. Sementara di dalam
ansa henle pars descendens (dinding tipis) lebih permeabel terhadap air daripada zat terlarut
akibatnya kurang lebih 70% air diserap kembali sehingga filtrat glomeruli disini menjadi
hiperosmotik. Sebaliknya ansa henle pars ascenden (dinding tipis) tidak permeabel terhadap
air tetapi permeabel untuk NaCl dan permeabel sebagian untuk urea sehingga cairan disini
menjadi hipoosmotik, tetapi volumenya tetap karena air tidak ikut berdifusi. Cairan tubuli
menjadi isoosmolar pada akhir bagian tipis dan permulaan bagian tebal pars ascenden. Pada
tubuli dista lebih sensitif terhadap ADH, dimana hormon ini mengatur sel tubuli distal dan
ductus koligens terhadap air. Absorpsi air yang dipengaruhi ADH ini disebut reabsorpsi air
yang fakultatif. Selain Na, Cl dan air, glukosa dan fosfat juga mengalami reabsorpsi di
tubulus kontortus proximal. Banyaknya glukosa yang di fltrasi tergantung pada glukosa darah
dan GFR atau laju filtrat glomeruli. Sementra reabsorpsi fosfat dipengaruhi oleh dua
mekanisme diantaranya sistem yang sensitif terhadap hormon paratiroid dan yang tergantung
pada Ca++.
Proses pembentukan urin selanjutnya adalah sekresi. Zat-zat yang disekresi meliputi
kreatinin, asam urat, K+, H+, ion-ion organik dan zat asing. Sekresi terutama terjadi di tubuli
distal. Ini merupakan proses aktif sehingga memerlukan energi dan zat pengemban ( carrier)
suatu protein.(5)
Terdapat beberapa tes untuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi ginjal ,
diantaranya :
1. Filtration fraction yaitu dengan menghitung jumlah plasma yang melalui ginjal dan di
filtras persatuan waktu.
2. Renal Plasma Flow yaitu dengan menghitung jumlah plasma yang melalui ginjal
permenit. Pengukuran RPF dengan menggunakan PAH. Normal RPF 574 ml/menit
/1,73 m2 luas permukaan tubuh.
3. Tes radioisotop, digunakan iodo thalamate untuk melihat GFR dan Hipurat untuk
melihat RPF (Renal Plasma Flow)
4. Clearance (penjernihan) adalah volume darah atau plasma yang mengandung
sejumlah zat yang di ekskresi dalam urin dalam 1 menit. Normal 95-105 ml/menit.
5. Tubular secretory mass, caranya diberikan PAH sedemikian rupa sehingga kadar PAH
dalam darah 50 mg %. Pada kadar ini sistem pengemban atau karier bekerja
maksimal.
6. Tes pemekatan, bila ada kelainan dalam daya pemekatan ginjal, ini merupakan gejala
permulaan penyakit.(6)
Urin memiliki ciri-ciri fisik yang bisa ditinjau dari volume, berat jenis, reaksi, warna, bau
dan kejernihan. Volume urin normal pada dewasa yaitu sekitar 600-2500 ml. Hal ini
tergantung pada intake air, temperatur lingkungan, makanan atau diet dan keadaan mental
dan fisik. Sedangkan berat jenis normal urin adalah 1,003-1,030. Untuk pH urin normal
adalah 4,7-8,0 rata-rata <6,0. Urin akan menjadi asam pada keadaan asidosis dan menjadi
alkalis pada keadaan alkalosis. Urin normal pada umumnya berwarna pada kuning muda
seperti warna bir. Bila volume urin menurun warna urin menjadi lebih tua, warna urin
disebabkan oleh urokrom (terutama), urobilin dan hematoporfirin. Urin juga memiliki bau
yang khas tetapi bau ini dipengaruhi oleh makanan misalnya pete, jengkol, asparagus,
menyebabkan urin berbau metil merkaptan. Sedangkan pada ketosis (DM), menyebabkan
urin bau aseton. Urin normal bersifat jernih, sedangkan bila mengandung fosfat, bakteri usus,
dapat menjadi keruh.(7)
Urin normal mengandung 97% air dan solid 3% diantaranya urea (paling banyak), NaCl,
kreatinin, kreatin, amoniak, asam urat, asam amino, alantoin, sulfat, fosfat, oksalat, mineral,
vitamin, hormon, enzim, dll. Eksresi urea sebanding dengan intake protein. Intake protein
banyak mengakibatkan eksresi urea semakin banyak. Katabolisme protein yang meningkat
misalnya pada penderita DM, demam dan hiperaktivitas kelenjar adrenal, sehingga
mengakibatkan ekskresi urea meningkat. Eksresi urea menurun pada penyakit hati (terutama
stadium akhir) dan asidosis.(8)
Bila kadar urin abnormal dapat menyebabkan beberapa kelainan diantaranya: dysuria,
yaitu rasa sakit atau nyeri pada waktu buang air kecil pada bagian uretra, lubang kemih dari
kandung kemih, atau disekitar alat kelamin. Polakisuria yaitu frekuensi miksi(buang air kecil)
meningkat karena vesica urinaria tidak dapat menampung air secara normal disebabkan
karena adanya peradangan. Secara fisiologis juga dapat terjadi pada ibu hamil karena vesica
urinaria tertekan. Selanjutnya penyakit lain pada ganguan ginjal adalah poliuria yaitu volume
urin lebih dari 2500ml per 24 jam, sering terjadi pada penderita DM, ginjal kronis karena
adanya defisiensi hormon ADH. Ada juga kelainan yang disebut nocturia yaitu penyakit
kencing malam yang sering diderita oleh orang lanjut usia.(9)
LAPORAN KASUS 2
Tuan Reno menderita urolithiasis dengan komplikasi hipertensi setelah menderita 3
tahun. Suatu pagi, kelopak mata Tuan Reno bengkak seperti habis menangis. Oleh dokter
dikatakan adanya oedem. Akhirnya karena berobat tidak teratur, Tuan Reno dirawat di ICU
karena mengalami asidosis dan anemia.
PEMBAHASAN
Urolithiasis adalah adanya batu pada saluran ureter yang dapat menimbulkan infeksi.
Batu terbentuk ketika konsentrasi kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat meningkat.
Urolithiasis ini disebabkan karena adanya bakteri Escherchia coli di ureter, vitamin D
meningkat dan terjadi dehidrasi.(10)
Hipertensi adalah adanya peningkatan tekanan darah melebihi batas normal dimana
tekanan darah tersebut lebih dari 140/90 mmHg. Mekanisme hipertensi pada gangguan ginjal
(RAS = Renin-Angiotensin System) terjadi karena adanya batu di ureter yang menyebabkan
kadar oksigen di dalam ginjal berkurang atau mengalami iskemia sehingga akan
menstimulasi ginjal untuk memproduksi hormon renin. Hormon renin ini mengkatalisis
angiotensin yang diproduksi oleh hati menjadi angiotensin I, kemudian akan diubah menjadi
angiotensin II oleh ACE (Angiotensin-I Converting Enzyme). Angiotensin II ini akan bekerja
sama dengan aldosteron untuk merangsang korteks adrenal sehingga meningkatkan
reabsorpsi Na yang akan diikuti dengan meningkatnya reabsorpsi Cl menyebabkan terjadinya
retensi garam dan menimbulkan hipertensi.(11)
Oedema adalah meningkatnya cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler yang disertai
penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa. Adapun 4 faktor
penyebab oedema, yaitu:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma. Gangguan ginjal dapat menyebabkan
membran glomerulus ginjal rusak sehingga zat-zat protein masuk ke dalam filtrat
glomeruli. Jika ekskresi protein plasma dalam urin tidak dapat diimbangi oleh sintesis
protein dalam tubuh, maka akan terjadi penurunan konsentrasi protein plasma sehingga
tekanan osmotik plasma menurun dan menyebabkan banyak cairan yang keluar dari
plasma ke ruang interstitial, tetapi sedikit yang di reabsorpsi. Cairan tersebut menumpuk
dan menyebabkan oedema. Oedema terjadi jika konsentrasi protein plasma dibawah 2,5
g/100 ml darah.
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler. Dimana memungkinkan lebih banyak
protein plasma keluar dari kapiler ke cairan interstitium di sekitarnya. Terjadi penurunan
tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan tekanan kearah dalam, sementara
peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstitium yang disebabkan oleh kelebihan
protein di cairan interstitium meningkatkan tekanan ke arah luar. Ketidakseimbangan ini
ikut berperan menimbulkan oedema lokal.
3. Peningkatan tekanan vena. Ketika darah terbendung di vena, akan disertai peningkatan
darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena. Peningkatan kearah luar
dinding kapiler ini terutama berperan pada oedema yang terjadi pada gagal jantung
kongestif.
4. Penyumbatan pembuluh limfe. Menimbulkan oedema karena kelebihan cairan yang
difiltrasi keluar tertahan di cairan interstitium yang tidak dapat dikembalikan ke darah
melalui sistem limfe.(12)
Dari laporan kasus disebutkan bahwa tuan Reno mengalami asidosis dan anemia,
dimana asidosis dibagi menjadi dua, yaitu asidosis metabolik dan asidosis respiratorik.
Asidosis respiratorik adalah akibat retensi CO2 yang disebabkan oleh hiperkapnia. Karena
jumlah CO2 yang keluar melalui paru-paru berkurang, terjadi peningkatan pembentukan
H2CO3 yang kemudian berdisosiasi dan menyebabkan peningkatan H+. Sedangkan asidosis
metabolik mencakup semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam
cairan tubuh. Pada keadaan tidak terkompensasi, asidosis metabolik selalu ditandai oleh
penurunan HCO3- plasma, sementara CO2 normal, sehingga rasio menjadi asidotik.(13)
Secara fisiologis, CO2 dan H2O berdifusi masuk ke dalam sel proksimal. Oleh enzim
Carbonic Anhydrase akan dikatalisis menjadi H2CO3 yang kemudian akan berionisasi menjadi
H+ dan HCO3-. H+ akan berdifusi ke lumen tubuli sementara HCO3
- akan berdifusi ke dalam
darah. Untuk menyeimbangkan muatan listrik, Na akan berdifusi dari lumen menuju ke sel
lalu ke pembuluh darah. Sehingga disini terjadi reabsorpsi NaHCO3 dan sekresi H+. Saat
ginjal mengalami gangguan, ginjal tidak mampu mensekresikan H+ untuk menimbulkan
keasaman urin yang normal sehingga urin yang disekresikan bersifat alkali. Sementara
penimbunan asam pada cairan tubuh menyebabkan pH darah asidotik. (14)
Pada keadaan ini, paru-paru akan mengkompensasi asidosis dengan 2 cara, yaitu:
1. Buffer darah menyerap lebih banyak H+ sehingga menyebabkan HCO3- meningkat.
2. Paru-paru mensekresikan lebih banyak CO2 (bersifat asam) untuk membentuk H+ lebih
banyak dengan cara bernafas secara hiperpnoe yaitu secara dalam dan cepat.
Gangguan ginjal disini juga menyebabkan anemia, dimana hal ini disebabkan karena
berkurangnya hormon eritropoietin ginjal, yang merangsang sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Jika ginjal mengalami kerusakan berat, ginjal tidak mampu
membentuk eritropoietin dalam jumlah cukup sehingga mengakibatkan penurunan produksi
sel darah merah dan menimbulkan anemia.(15)
Refleks miksi adalah refleks otonom pada kauda spinalis yang dapat dihambat atau
dibantu oleh korteks serebri. Kontraksi ini dihasilkan oleh reflex regang yang dipicu oleh
reseptor regang sensorik di dalam dinding kandung kemih, terutama oleh reseptor di uretra
posterior. Ketika area ini mulai terisi dengan urin pada tekanan kandung kemih yang lebih
tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dikirimkan ke segmen sakralis
dari medulla spinalis melalui saraf pelvis, kemudian dikembalikan secara refleks ke kandung
kemih melalui serabut saraf parasimpatis dengan menggunakan persarafan yang sama. Jika
kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi mikturisi ini akan berelaksasi secara spontan
dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor berhenti berkontraksi dan tekanan turun
kembali ke nilai dasar. Ketika kantung kemih terus terisi, reflek miksi menjadi semakin
sering dan menyebabkan kontraksi otot detrusor yang lebih kuat.(16)
KESIMPULAN
Gangguan ginjal dapat menimbulkan berbagai macam penyakit antara lain hipertensi, oedem,
asidosis, dan anemia. Pada kasus ini, Tn Reno mengalami gangguan ginjal dimana adanya
batu disaluran ureter yang dapat menimbulkan infeksi dan terbentuk ketika konsentrasi
kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat tinggi yang disebut dengan urolithiasis.
Urolithiasis ini bias menyebabkan terjadinya gangguan pada ginjal dimana gangguan ginjal
ini bisa menyebabkan timbulnya hipertensi yang bisa juga menimbulkan penyakit-penyakit
lain seperti asidosis, anemia serta oedem. Penyakit tersebut dapat diketahui dengan
melakukan test-test fungsi ginjal, dimana fungsi ginjal yang normal adalah sebagai
homotasis, ekskresi, hormonal, dan metabolisme.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aryulina D. Sistem Ekskresi. In: Wijayanti E, editors. Biologi. 2nd ed. Jakarta: esis;
2004.p. 215
2. Guyton, Hall. Pembentukan Urin oleh Ginjal. In: Rachman LY, editors. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;2006.p.324
3. Guyton, Hall. Pembentukan Urin oleh Ginjal. In: Rachman LY, editors. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;2006.p.325
4. Sherwood L. Sistem Kemih. In: Santoso BI, editors. Fisiologi Manusia. 2nd ed.
Jakarta: EGC;2001.p.502
5. Sherwood L. Sistem Kemih. In: Santoso BI, editors. Fisiologi Manusia. 2nd ed.
Jakarta: EGC;2001.p.502-4
6. Wahjudi K, Natakarman TS. Ginjal. Diktat Biokimia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti;2010.p.18-9
7. Wahjudi K, Natakarman TS. Urin. Diktat Biokimia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti;2010.p.23-4
8. Wahjudi K, Natakarman TS. Urin. Diktat Biokimia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti;2010.p.24-5
9. Price SA, Wilson LM. Gagal Ginjal Kronik. In: Hartato, editors. Patofisiologi. 6 th ed.
Jakarta: EGC;2006.p.912-4
10. www.forbetterhealth.wordpress.com
11. Sherwood L. Pembuluh Darah dan Tekanan Darah. In: Santoso BI, editors. Fisiologi
Manusia. 2nd ed. Jakarta: EGC;2001.p.335
12. Sherwood L. Pembuluh Darah dan Tekanan Darah. In: Santoso BI, editors. Fisiologi
Manusia. 2nd ed. Jakarta: EGC;2001.p.335
13. Sherwood L. Keseimbangan Cairan dan Asam Basa. In: Santoso BI, editors. Fisiologi
Manusia. 2nd ed. Jakarta: EGC;2001.p.530-3
14. Wahjudi K, Natakarman TS. Ginjal. Diktat Biokimia. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti;2010.p.13
15. Guyton, Hall. Penyakit Ginjal dan Diuretik. In: Rachman LY, editors. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;2006.p.432
16. Guyton, Hall. Pembentukan Urin oleh Ginjal. In: Rachman LY, editors. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Jakarta: EGC;2006.p.330