Makalah Material Diagram Fasa Edit
description
Transcript of Makalah Material Diagram Fasa Edit
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pada umumnya logam tidak berdiri sendiri atau keadaan murni, tetapi lebih
banyak dalam keadaan dipadu atau logam paduan dengan kandungan unsur-unsur
tertentu sehingga struktur yang terdapat dalam keadaan setimbang pada temperatur
dan tekanan tertentu akan berlainan.
Kombinasi dua unsur atau lebih yang membentuk paduan logam akan
menghasilkan sifat yang berbeda dari logam asalnya.Tujuan pemaduan adalah untuk
memperbaiki sifat logam
Sifat yang diperbaiki adalah kekuatan, keuletan, kekerasan, ketahanan korosi,
ketahanan aus, ketahanan lelah, dan lain-lain. Komponen-komponen umum diagram
fase adalah garis kesetimbangan, yang merujuk pada garis yang menandakan
terjadinya transisi fase. Fasa pada suatu material didasarkan atas daerah yang berbeda
dalam struktur atau komposisi dari daerah lainnya.
Fasa adalah bagian homogen dari suatu sistem yang memiliki sifat fisik dan
kimia yang seragam. Untuk mempelajari paduan dibuatlah kurva yang
menghubungkan antara fasa, komposisi dan temperatur.
Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan representasi tentang fasa-
fasa yang ada dalam suatu material pada variasi temperatur, tekanan dan komposisi.
Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan kesetimbangan (kondisinya
adalah pendinginan yang sangat lambat).
2. Tujuan
a. Diharapkan mahasiswa memahami diagram fasa, tahu cara membacanya dan
lebih mengenal fase-fase zat yang ada di sekitar kita.
3. Manfaat
a. Mahasiswa mudah menggetahui fase zat karena telah disusun dalam sebuah
diagram.
b. Memperoleh ilmu diagram fase untuk material pesawat terbang.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian diagram fasa
Fase adalah merupakan bagian dari material yang homogen, komposisi kimia
dan strukturnya dapat dibedakan secara fisik dapat dipisahkan secara mekanis dari
bagian lain material itu. Suatu fasa dapat dibedakan dari material lain secara fisiknya,
yaitu cair, gas, dan padat.
Bagian material dengan komposisi kimia yang berbeda dapat dikatakan
sebagai fasa yang berbeda. Struktur lattice juga membedakan satu fasa dengan fasa
yang lainnya. Logam yang memiliki sifat allotropi misalnya, setiap bentuk allotropi-
nya merupakan fasa tersendiri meskipun komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Diagram fasa adalah suatu grafik yang merupakan representasi tentang fasa-
fasa yang ada dalam suatu material pada variasi temperatur, tekanan dan komposisi.
Diagram ini merupakan dasar pemahaman untuk semua operasi – operasi perlakuan
panas.
Pada umumnya diagram fasa dibangun pada keadaan kesetimbangan
(kondisinya adalah pendinginan yang sangat lambat). Diagram ini dipakai untuk
mengetahui dan memprediksi banyak aspek terhadap sifat material.
2. Fungsi diagram fasa
Diagram fasa dapat digunakan untuk memudahkan memilih temperatur
pemanasan yang sesuai untuk setiap proses perlakuan panas baik proses anil,
normalizing maupun proses pengerasan. Informasi penting yang dapat diperoleh dari
diagram fasa adalah:
a. Memperlihatkan fasa-fasa yang terjadi pada perbedaan komposisi dan
temperatur dibawah kondisi pendinginan yang sangat lambat.
b. Mengindikasikan kesetimbangan kelarutan padat satu unsur atau senyawa
pada unsur lain.
c. Mengindikasikan pengaruh temperatur dimana suatu paduan dibawah
kondisi kesetimbangan mulai membeku dan pada rentang temperatur
tertentu pembekuan terjadi.
d. Mengindikasikan temperatur dimana perbedaan fasa-fasa mulai mencair.
3. Jenis diagram fasa
Berdasarkan jumlah unsur, Diagram Fasa dapat digolongkan secara umum
menjadi :
a. Diagram Fasa Biner terdiri dari 2 unsur
b. Diagram Fasa Terner terdiri dari 3 unsur
Diagram Fasa Biner ada 3 jenis, yaitu :
a. Diagram Fasa yang menunjukkan kelarutan yang sempurna dalam keadaan
cair dan padat
b. Diagram Fasa yang menunjukkan kelarutan sebagian/terbatas dalam keadaan
padat. Diagram Fasa ini terdiri dari 3 tipe :
1. Memiliki reaksi fasa Eutektik.
2. Memiliki reaksi fasa Peritektik
3. Memiliki reaksi fasa Senyawa
c. Diagram Fasa yang menunjukkan adanya ketidaklarutan dari unsur-unsur
penyusun paduan.
Untuk memperoleh Diagram Fasa dapat dilakukan cara-cara sebagai berikut :
a. Diturunkan dari berbagai Diagram Fasa yang menghubungkan Temperatur
dan waktu pada berbagai komposisi paduan.
b. Melalui percobaan pada berbagai komposisi paduan, dengan menggunakan
alat dilatometer.
c. Melalui perhitungan dengan menggunakan teori termodinamika dan
probabilitas (Gibbs).
4. Tipe diagram fasa
a. Diagram fasa tipe 2D
Diagram fase yang paling sederhana adalah diagram tekanan- temperatur dari
zat tunggal seperti air. Sumbu-sumbu diagram berkoresponden dengan tekanan dan
temperatur. Diagram fase pada ruang tekanan-temperatur menunjukkan garis
kesetimbangan atau sempadan fase antara tiga fase padat,cair,dan gas.
Gambar 2.1 Diagram Tekanan - Temperatur
Diagram fase yang umum. Garis titik-titik merupakan sifat anomali air. Garis
berwarna hijau menandakan titik beku dan garis biru menandakan titik didih yang
berubah-ubah sesuai dengan tekanan.
Penandaan diagram fase menunjukkan titik-titik dimana energi bebas bersifat
non-analitis. Fase-fase dipisahkan dengan sebuah garis non-analisitas, dimana transisi
fase terjadi dan disebut sebagai sempadan fase.
Pada diagaram di atas, sempadan fase antara cair dan gas tidak berlanjut
sampai tak terhingga. Ia akan berhenti pada sebuah titik pada diagaram fase yang
disebut sebagai titik kritis. Ini menunjukkan bahwa pada temperatur dan tekanan yang
sangat tinggi, fase Cair dan gas menjadi tidak dapat dibedakan yang dikenal sebagai
fluida super kritis.
Pada air, titik kritis ada pada sekitar 6470K dan 22,064 MPa (3.200 1psi).
Keberadaan titik kritis cair-gas menunjukkan ambiguitas pada definisi diatas. Ketika
dari cair menjadi gas, biasanya akan melewati sebuah sempadan fase, namun hal ini
mungkin untuk memilih lajur yang tidak melewati sempadan dengan berjalan menuju
fase superkritis. Oleh karena itu, fase cair dan gas dapat dicampurt terus-menerus.
Sempadan padat-cair pada diagram fase kebanyakan zat memiliki gradien
yang positif. Hal ini dikarenakan fase padat memiliki densitas yang lebih tinggi dari
pada fase cair, sehingga peningkatan tekanan akan meningkatkan titik leleh.
Pada beberapa bagian diagram fase air, sempadan fase padat-cair air memiliki
gradien yang negatif, menunjukkan bahwa es mempunyai densitas yang lebih kecil
daripada air.
b. Diagram fasa tipe 3D
Adalah mungkin untuk membuat grafik tiga dimensi (3D) yang menunjukkan
tiga kuantitas termodinamika. Sebagai contoh, untuk sebuah komponen tunggal,
koordinat 3D Cartesius dapat menunjukkan temperatur (T), tekanan (P), dan volume
jenis (v). Grafik 3D tersebut kadang-kadang disebut diagram P-V-T. Kondisi
kesetimbangan akan ditunjukkan sebagai permukaan tiga dimensi dengan luas
permukaan untuk fase padat, cair, dan gas.
Garis pada permukaan tersebut disebut garis tripel, di mana zat padat, cair,
dan gas dapat berada dalam kesetimbangan. Titik kritis masih berupa sebuah titik
pada permukaan bahkan pada diagram fase 3D.
Proyeksi ortografi grafik P-V-T 3D yang menunjukkan tekanan dan
temperatur sebagai sumbu vertikal dan horizontal akan menurunkan plot 3D tersebut
menjadi diagram tekanan-temperatur 2D. Ketika hal ini terjadi, permukaan padat-uap,
padat-cair, dan cair-uap akan menjadi tiga kurva garis yang akan bertemu pada titik
tripel, yang merupakan proyeksi ortografik garis tripel.
5. Istilah-istilah diagram fasa
a. Komponen : adalah logam murni atau senyawa yang menyusun suatu logam
paduan. Contoh : Cu - Zn (perunggu), komponennya adalah Cu dan Zn
b. Solid solution (larutan padat) : terdiri dari beberapa atom, minimal dua atom
yang berbeda, atom terlarut menempati posisi substitusi atau interstisi pada
kisi pelarut dan struktur kristal mengikuti struktur kristal pelarut.
c. Batas kelarutan (solubility limit): Suatu logam paduan akan mempunyai
maksimum konsentrasi dari atom terlarut yang akan larut pada pelarut. Jika
atom terlarut konsentrasinya melampaui batas kelarutan maka sebagian atom
tersebut tidak akan terlarut lagi. Untuk menggambarkan keadaan ini bisa
dilihat contoh larutan air gula. Jika gula yang dicampur terlalu banyak maka
gula tersebut tidak akan larut lagi. lihat grafik
Gambar 2.2 batas kelarutan
6. Garis pada diagram fasa
a. Garis Liquidius menunjukkan temperature terendah dimana logam dalam
keadaan cair atau temperature dimana awal terjadinya pembekuan dari kondisi
cair akibat proses pendinginan.
b. Garis Solidus menunjukkan temperature tertinggi suatu logam dalam keadaan
padat atau temperature terendah dimana masih terdapat fasa cair.
c. Solubility limit (batas kelarutan) Menunjukkan konsentrasi maksimum pada
sebuah fasa larutan, yang menyatakan batas kelarutan maksimum unsur
terlarut di dalam pelarutnya atau dapat juga disebut maximum solubility limit.
Gambar 2.3 batas kelarutan
Gambar 2.4 diagram kesetimbangan fasa Cu-Ni
7. Diagram pada kesetimbanagn fasa
Banyak informasi tentang pengontrolan struktur mikro pada paduan logam
tertentu lebih memudahkan jika digambar dalam bentuk diagram yaitu diagram fase
atau diagram kesetimbangan. Banyak perubahan struktur mikro terjadi pada saat
transformasi fase yaitu perubahan yang terjadi diantara dua fase atau lebih karena
temperatur berubah.
Gejalanya bisa berupa transisi dari satu fase ke fase lain atau terbentuk fase
baru atau hilangnya sebuah fase. Diagram kesetimbangan fase menggambarkan
hubungan antara temperatur dan komposisi dan kuantitas fase-fase pada
kesetimbangan.
a. Paduan biner (binary alloy) adalah paduan yang terdiri dari dua komponen
(contoh : Cu– Ni) Diagram fase paduan biner Cu – Ni bisa dilihat pada
gambar.2.4
b. Sumbu y : temperature
c. Sumbu x : komposisi paduan (dalam % berat – bawah, dalam % atom – atas).
d. 3 daerah pada kurva : (fase ) struktur FCC
L (fase cair)
+ L ( fase + cair)
A. Mencari komposisi fase pada daerah 2 fase :
Titik B pada gambar. 2.6 : ( 35 wt% Ni – 65 wt% Cu pada 1250 C)
1. Tarik garis horisontal melalui B (“tie line”)
2. Tandai perpotongan garis dengan kurva di kedua garis
3. Tarik garis tegak lurus pada perpotongan kurva terhadap sumbu x, komposisi
paduan bisa didapat.
Perpotongan dengan garis liquidus CL : 31,5 wt% Ni – 68,5 wt% Cu
Perpotongan dengan garis solidus C: 42,5 wt% Ni – 57,5 wt% Cu
B. Mencari persen atau fraksi fase
Pada daerah 1 fase : titik A pada gambar. 2.5 100 %
Pada daerah 2 fase : titik B pada gambar 2.6
Digunakan garis horisontal (tie line) dan prosedur lever rule (hukum tuas). Prosedur
hukum tuas :
1. Tarik garis horisontal pada temperatur yang diketahui (titik B) (garis tie line).
2. Diperoleh komposisi alloi keseluruhan Co.
3. Fraksi sebuah fase dihitung dengan mengambil panjang dari komposisi alloi
keseluruhan, Co kebatas fase yang lainnya dan dibagi dengan panjang total tie
line (panjang CL - C).
4. Fraksi fase yang lain dilakukan dengan cara yang sama.
Gambar 2.5 daerah 1 fase di titik A
Gambar 2.6 daerah 2 fase di titik B
5. Jika diinginkan dalam persen, fraksi dikali 100. Jika komposisi dalam %
berat, maka fraksi adalah fraksi massa (berat).
WL = S
R+S
WL = C❑−CO
C❑−CL
WL = fraksi berat fase C = komposisi fase
CL = komposisi fase L CO = komposisi keseluruhan
Sebagai contoh :
WL = 42,5−35
42,5−31,5 = 0,68
Dengan cara yang sama untuk fase
W = R
R+S = W = CO−CL
C❑−C L =
35−31,542,5−31,5 = 0,32
C. Perkembangan struktur mikro
Pada gambar 9.3 diperlihatkan diagram fase Cu – Ni, jika pendinginan terjadi
sangat lambat dari fase L ke fase untuk bahan 35 wt% Ni – 65 wt% Cu dari
temperature 1300 C maka terjadi :
TITIK a = Fase L : 35 Wt% Ni.
Fase : -
b = Fase L : 35 Wt% Ni.
Fase : 49 Wt% Ni.
c = Fase L : 30 Wt% Ni.
Fase : 43 Wt% Ni.
d= Fase L : 23 Wt% Ni.
Fase : 35 Wt% Ni.
e= Fase L : 35 Wt% Ni.
Jika pendinginan terjadi lebih cepat maka terjadi segregasi yaitu distribusi
yang tidak merata yang terjadi di dalam butir. Pada pusat butir yang pertama
membeku akan kaya oleh bahan yang mempunyai titik leleh tinggi, bahan yang
mempunyai titik leleh rendah akan naik manjauhi pusat butir. Jadi terjadi gradien
konsentrasi pada butir (gambar. 2.7).Fenomena ini disebut “cored structure”
kelemahannya jika dipadatkan akan cepat meleleh serta mengurangi kekuatan
mekanik pada temperatur tinggi.
Komposisi bahan akan mempengaruhi kekuatan tarik dan keuletan bahan
tersebut (gambar 2.8).
Gambar 2.7 gradien konsentrasi pada butir
Gambar 2.8 komposisi bahan
D. Sistem Eutectic Biner
Reaksi eutectic : fase liquid berubah menjadi dua fase padat pada proses
pendinginan.
L (CE) (CE) + (CE).
Diagram fase untuk reaksi eutectic adalah paduan Cu – Ag. (gambar 2.9).
Pada diagram fase Cu – Ag terdapat tiga daerah 2 fase yaitu : + L, + L, + b
adalah fase kaya Cu.
adalah fase kaya Ag.
Titik E titik eutectic
Gambar 2.9 Diagram fase untuk reaksi eutectic
E. Reaksi eutectoid dan peritectic
Reaksi eutectoid yaitu reaksi dimana terjadi perubahan fase padat menjadi 2
fase padat lainnya pada proses pendinginan atau sebaliknya.
Contoh : pada T = 558C 75 Wt% Zn – 25 Wt% Cu.
Cooling: +
Heating: Reaksi peritectic yaitu pada proses pemanasan, satu fase padat berubah
menjadi 1 fase padat dan 1 fase cair. Contoh : pada T = 598 C 78,6 Wt% Zn – 21,4
Wt% Cu.
Gamabar 2.10 diagram heating
8. Transformasi fasa
A. Definisi transformasi fasa
Transformasi fasa adalah pembentukan sebuah fasa baru dengan perbedaan
pada komposisi dan struktur kristal yang berbeda dengan bahan induk.
B. Fasa transformasi logam
Pengembangan struktur mikro dengan menggunakan fasa transformasi, baik
dalam paduan fasa tunggal dan dua fasa, melibatkan perubahan dalam jumlah dan
karakter dari fasa. Fasa transformasi membutuhkan waktu dan memungkinkan
penentuan tingkat transformasi atau kinetika.
Fasa transformasi mengubah struktur mikro dan dibedakan menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Difusi yang tergantung pada transformasi dengan tidak mengubah jumlah dan
komposisi fasa (pemadatan logam murni, transformasi allotropic).
2. Difusi yang tergantung pada transformasi dengan perubahan jumlah dan
komposisi fase (reaksi eutectoid).
3. Difusi transformasi (transformasi martensitic dalam paduan baja).
C. Kinetika pada transformasi fasa
Kinetika pada transformasi fasa terdiri dari dua proses yaitu :
1. Necleation (nukleasi)
Pembentukan fasa baru tidak terjadi secara otomatis, proses pertama yang
terjadi pada transformasi fasa adalah nukleasi yaitu pembentukan partikel sangat kecil
atau nuklei dari fasa baru.
2. Growth
Nuklei ini akhirnya tumbuh membesar membentuk fasa baru. Pertumbuhan
fase ini akan selesai jika pertumbuhan tersebut berjalan sampai tercapai fraksi baru.
D. Pertimbangan kinetika pada transformasi benda padat
Laju transformasi yang merupakan fungsi waktu (sering disebut kinetika
transformasi) adalah hal yang penting dalam perlakuan panas bahan. Pada penelitian
kinetik akan didapat kurva S yang di plot sebagai fungsi fraksi bahan yang
bertransformasi vs waktu (logaritmik) .
Fraksi transformasi , y di rumuskan:
Y = 1 – exp ( - ktn )
t = waktu
k,n = konstanta yang tidak tergantung waktu.
Persaamaan ini disebut juga persamaan AV R AMI
Laju transformasi , r diambil pada waktu ½ dari proses berakhir :
t 0,5= waktu ½ proses
Gambar 2.11 plot of fraction
Gambar 2.12 persentase rekristalisasi sebagai fungsi waktu pada suhu constan untuk
tembaga murni
Laju transformasi , r terhadap jangkauan temperatur dirumuskan :
R = konstanta gas A = konstanta , tidak tergantung Waktu
T = temperatur mutlak Q = Energi aktivasi untuk reaksi Tertentu
E. Tranrformasi multi fasa
Transformasi fasa bisa dilakukan dengan memvariasikan temperatur,
komposisi, dan tekanan. Perubahan panas yang terjadi bisa dilihat pada diagram fasa.
Namun kecepatan perubahan temperatur berpengaruh terhadap perkembangan
pembentukan struktur mikro. Hal ini tidak bisa diamati pada diagram fasa.
Posisi kesetimbangan yang dicapai pada proses pemanasan atau pendinginan
sesuai dengan diagram fasa bisa dicapai dengan laju yang sangat pelan sekali,
sehingga hal ini tidak praktis. Cara lain yang dipakai adalah supercooling yaitu
transformasi pada proses pendinginan dilakukan pada temperatur yang lebih rendah,
atau superheating yaitu transformasi pada proses pemanasan dilakukan pada
temperatur yang lebih tinggi.
a. Superheating
Proses pemanasan pada umum nya terdiri dari dua tahap :
1. Proses heating yaitu proses pemanansan yang dilakukan dari temperatur
kamar sampai suhu yang diinginkan. perlakuan panas bertujuan untuk
memperoleh sifat – sifat yang diinginkan dari logam dengan batas – batas
tertentu
2. Proses holding time yaitu proses penahanan pada temperatur tertentu sehingga
terjadi transformasi yang sempurna dan homogen. Bila transformasi tidak
sempurna maka benda kerja masih mengandung fasa α (ferit).Proses ini
bertujuan agar karbon yang terdapat dalam karbida dapat larut kepada fasa
autenit secara merata dan temperatur yang diterima pada proses dari
superheating di representasikan dengan menggunakan diagram transformasi
Isotermal / diagram TTT(time-temperatur-transformation).
b. Supercooling
Proses pendinginan yaitu proses dimana benda kerja tidak mengalami
pemanasan lagi melainkan pelepasan struktur mikro yang diinginkan. Proses
pendingan ada 2 yaitu :
1. Proses pendinginan cepat
Pencelupan ( quenching ) dengan media : air, minyak
2. Proses pendingan lambat
Pendinginan dengan media udara. Pada proses ini direfresentasikan dengan
menggunakan grafik continous cooling transformation (CCT).
F. Diagram transformasi isothermal / diagram TTT (time-temperatur-
transformation)
Dengan menggunakan reaksi eutektoid :
Dengan reaksi tersebut mengahasilkan diagram :
Gambar 2.13 diagram transformasi isotermal
Dari Diagram Fasa Fe – Fe3C, ada 3 reaksi fasa yang terbentuk, yaitu :
1. Reaksi Fasa Peritektik
2. Reaksi Fasa Eutektik
3. Reaksi Fasa Eutektoid
Ada 5 jenis fasa yang terdapat dalam diagram fasa Fe-Fe3C yaitu fasa cair,
fasa alfa, besi delta, besi gamma dan senyawa Fe-Fe3C. Diagram Fe-Fe3C tidak
mencapai C 100 %, karena Fe-Fe3C merupakan senyawa dan batas dari diagram fasa.
Fe (besi) merupakan unsur logam yang memiliki lebih dari 1 bentuk sel satuan
(politropik), sedangkan C (karbon ) merupakan unsur nonlogam. Paduan dari kedua
jenis ini menghasilkan 2 material yaitu besi cor dan baja.
Adapun sifat – sifat dari fasa yang terbentuk :
1. Ferrit ( Besi Alfa )
Pada reaksi eutektoid, austenite dengan kandungan karbon sedang akan
berubah menjadi ferit dengan kadar karbon kecil dan sementit dengan kadar karbon
tinggi. Pada saat pembentukan pearlite, gerakan atom C bergerak dari ferit ke
sementit.
Ferrit memiliki bentuk sel satuan BCC dan dapat melarutkan carbon
mencapai 0,025 %. Hal ini dikarenakan struktur BCC dimana ruang-ruang antar atom
kecil dan padat, sehingga daya larut nya rendah.
Sifat :
a. Lunak
b. Ulet
c. Mampu las tinggi
d. Sifat korosi rendah
2. Austenit
Austenit memiliki bentuk sel satuan FCC dan jarak atom nya lebih besar dari
pada Ferrit. Austenit stabil pada temperature antara 912 – 13500 C dengan daya larut
karbon sebesar 2,11 %. Pada temperature stabil nya Austenit bersifat lunak dan ulet,
sehingga mudah dibentuk dan besifat ferromagnetik.
3. Besi delta
Besi delta memiliki bentuk sel satuan BCC dengan daya larut karbon 0,1 %,
tetapi terjadi pada temperature 1350 – 15350 C.
4. Sementit
Sememtit merupakan suatu senyawa antara atom Fe dengan atom C.Sememtit
bersifat sangat keras,kurang ulet dan kurang kuat getas.
G. Diagram Continous Cooling Transformation Fe-Fe3C. Continous Cooling
Transformation (CCT).
Gambar 2.14 Diagram Continous Cooling Transformation
Gambar 2.15 diagram CCT
Hubungan antara laju pendinginan dan mikrostruktur yang terbentuk
digambarkan dalam diagram yang menghubungkan waktu temperatur dan
transformasi yang dikenal dengan diagram continous cooling transformation (CCT).
Gambar 2.15 menunjukkan bahwa struktur martensit dihasilkan dengan pencelupan
di air dengan waktu ( 1-10 ) detik. Sedangkan struktur martensit dan pearlit diperoleh
dengan pencelupan di oli dengan waktu ( 10 -100 ) detik. Struktur bainet dan pearlit
diperoleh dengan pendinginan di udara dengan waktu lebih kurang ( 9050 – 10000 )
detik dan struktur mikro pearlite diperoleh dengan pendinginan di dapur pada waktu
lebih besar dari 100000 detik.
Gambar 2.15 menunjukkan bila laju pendinginan menurun berarti waktu
pendinginan dari temperatur austenit juga menurun, sehingga mikro struktur yang
terbentuk adalah dari gabungan fasa ferrit – fasa pearlit ke fasa ferrit – fasa pearlit –
fasa bainit – fasa martensit, kemudian ke fasa bainit – fasa martensit dan akhirnya
pada laju tinggi sekali mikrostruktur akhirnya fasa martensit.
Pembentukan fasa martensit terjadi dekomposisi fasa austensit dalam fasa
ferrit (α ) + karbida (c). Hal ini berarti bahwa ada waktu untuk karbon untuk berdifusi
dan berkosentrasi dalam karbida sehingga fasa ferrit kekurangan karbon bila fasa
austensit didinginkan dengan sangat cepat ( quenching ).
Struktur FCC austensit akan berubah menjadi struktur BCT (body centered
tetragonal) martensit pada transformasi ini. Transformasi martensit tidak melewati
proses difusi, maka ia terjadi seketika sehingga laju transformasi martensit adalah
tidak bergantung waktu.
Pada struktur martensit masih didapati struktur austenit yang tidak sempat
bertransformasi. Disamping itu tegangan internal karena proses quencning juga
memberikan efek perlemahan. Ketangguhan dan keuletan martensit bisa ditingkatkan
dan tegangan internal bisa dibuang dengan cara perlakuan panas yang disebut
tempering.
Tempering dilakukan dengan memanaskan baja martensit sampai temperatur
dibawah eutectoid pada periode waktu tertentu. Biasanya tempering dilakukan pada
temperatur antara 250-6500C. Tegangan internal akan hilang pada suhu ± 20000 C.
Proses tempering akan membentuk “tempered maetensite”.
Struktur mikro tempered martensite sama dengan spheroidit hanya partikel
sementit lebih banyak dan lebih kecil. Tempered martensit mempunyai sifat sekeras
dan sekuat matensit namun ketangguhan dan keuletan lebih baik. Hubungan antara
tegangan tarik, kekuatan luluh dan keuletan terhadap temperatur temper pada baja
paduan bisa dilihat pada gambar dibawah.
Gambar 2.16 kekuatan dan keuletan luluh terhadap temperatur
Pada proses tempering beberapa baja bisa mengalami penurunan ketangguhan,
hal ini disebut perapuhan temper. Fenomena ini terjadi bila baja ditemper pada suhu
diatas 5750C dan diikuti pendinginan lambat sampai temperatur ruangan, atau jika
tempering dilakukan pada suhu antara 375 – 5750C.
Perapuhaan ini disebabkan oleh kandungan elemen lain dalam jumlah yang
cukup signifikan seperti mangan, nikel, crom dan phospor, arsen, timah putih.
Perapuhan temper bisa dicegah dengan :
a. Pengontrolan komposisi
b. Tempering diatas 5750C atau dibawah 3750 C diikuti dengan
quenching pada temperatur ruang.
Ketangguhan baja yang telah mengalami perapuhan bisa diperbaiki dengan
pemanasan samapai kira-kira 6000C, dan kemudian secara cepat didinginkan sampai
temperatur dibawah 300 0C.
9. Aplikasi pada pesawat terbang
Aluminium adalah logam yang paling banyak terdapat di kerak bumi, dan
unsur ketiga terbanyak setelah oksigen dan silikon. Selama 50 tahun terakhir,
aluminium telah menjadi logam yang luas penggunaannya setelah baja.
Perkembangan ini didasarkan pada sifat-sifatnya yang ringan, tahan korosi, kekuatan
dan ductility yang cukup baik (aluminium paduan), mudah diproduksi dan cukup
ekonomis (aluminium daur ulang). Yang paling terkenal adalah penggunaan
aluminium sebagai bahan pembuat pesawat terbang, yang memanfaatkan sifat ringan
dan kuatnya. Elemen paduan yang umum digunakan pada aluminium adalah silikon,
magnesium, tembaga, seng, mangan, dan juga lithium sebelum tahun 1970.
A. Klasifikasi Aluminium dan Paduannya
Aluminium murni relatif lunak dan penambahan unsur paduan dapat
meningkatkan sifat mekanisnya. Pengelompokan paduan Al didasarkan pada jenis
unsur paduan dengan menggunakan sistem 4 digit dimana digit pertama menunjukkan
kelompok aluminium, digit kedua menunjukkan modifikasi dari paduan aslinya atau
Batas unsur pengotor dan 2 digit terakhir menunjukkan kemurnian aluminium.
Gambar 2.17 klasifikasi aluminium dan paduannya
a. Non Heat Treatable Alloy
Kekuatan tarik paduan Al ini dapat ditingkatkan dengan cara pengerjaan
dingin (cold work) atau pengerasan larutan padat (solid solution hardening) dan unsur
seperti Mg. Yang termasuk pada kelompok ini adalah paduan seri boa, 3xxx dan
5xxx.
b. Heat Treatable Alloy
Kekerasan dan kekuatan tarik tergantung pada komposisi dan perlakuan panas
yang terdiri dari :
1. Pemanasan di atas garis solves sehingga unsur-unsur paduan akan larut dalam
fasa tunggal a. Tahap ini dinamakan perlakuan larutan (solution treatment).
2. Pendinginan cepat sampai suhu kamar sehingga terbentuk larutan padat lewat
jenuh (supersaturated solid solution).
3. Proses penuaan (ageing) dengan cara memanaskan kembali pada suhu sekitar
130-190 °C sehingga terbentuk endapan yang sangat halus.
Gambar 2.18 Siklus thermal pengerasan endapan
Termasuk kelompok ini adalah paduan aluminium seri 2xxx, 6xxx dan 7xxx.
B. Pengerasan Endapan (Precipitation Hardening)
Kekuatan dan kekerasan dari beberapa paduan aluminium disebabkan karena
terbentuknya partikel-pertikel atau endapan halus (precipitate) yang tersebar merata
pada matriks aluminium sebagai akibat dari perlakuan panas. Proses ini dinamakan
precipitation hardening dan kadang-kadang dinamakan pula age hardening(penuaan)
karena kenaikan kekerasan merupakan fungsi waktu. Contoh logam paduan yang
mengalami proses ini adalah paduan seri 2xxx, 6xxx dan 7xxx.
Paduan tipe ini mempunyai diagram fasa biner hypothetic sistem A-B seperti terlihat
pada gambar 2.19 :
Gambar 2.19 Diagram fasa biner hypothetic
Pada gambar terlihat bahwa batas kelarutan B di dalam logam A mencapai
maksimum pada titik M. Batas kelarutan ini turun dari titik M sampai titik N. Jika
logam paduan dengan komposisi Co dipanaskan pada suhu To maka akan terbentuk
fasa α.
Jika kemudian dilakukan pendinginan secara cepat pada suhu T1 maka maka
difusi tidak terjadi dan tidak terbentuk fasa . Selanjutnya jika dipanaskan pada suhu
T2 maka difusi mulai terjadi dan terbentuk fasa berupa partikel-partikel kecil.
Proses ini dinamakan penuaan. Pembentukan pertikel-partikel kecil ini berpengaruh
pada sifat-sifat mekanis (kekerasan dan kekuatan tafik) logam paduan.
C. Paduan aluminium-seng
Paduan aluminium dengan seng merupakan paduan yang paling terkenal
karena merupakan bahan pembuat badan dan sayap pesawat terbang. Paduan ini
memiliki kekuatan tertinggi dibandingkan paduan lainnya, aluminium dengan 5,5%
seng dapat memiliki kekuatan tensil sebesar 580 MPa dengan elongasi sebesar 11%
dalam setiap 50 mm bahan. Bandingkan dengan aluminium dengan 1% magnesium
yang memiliki kekuatan tensil sebesar 410 MPa namun memiliki elongasi sebesar 6%
setiap 50 mm bahan.
Gambar 2.20 Diagram fase Al-Zn, temperatur vs persentase Zn
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan