Makalah Masail Fiqh

12

Click here to load reader

Transcript of Makalah Masail Fiqh

Page 1: Makalah Masail Fiqh

BAB I

TRANSFUSI DARAH

A. LATAR BELAKANG MASALAHDiantara hal paling utama yang diberikan oleh keluarga atau sahabat kepada si

sakit ialah mendonorkan darah untuknya bila diperlukan ketika ia menjalani operasi, atau untuk membantu dan mengganti darah yang dikeluarkannya. Ini merupakan pengorbanan yang paling besar dan sedekah yang paling utama,sebab memberikan darah pada saat seperti itu kedudukannya sama dengan menyelamatkan hidupnya, dan Al-Qur'an telah menetapkan dalam menjelaskan nilai jiwa manusia:

"... bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya ..." (al-Ma'idah: 32)

Apabila bersedekah dengan harta memiliki kedudukan yang demikian tinggi dalam agama dan mendapatkan pahala yang demikian besar di sisi Allah --sehingga Allah Ta'ala menerimanya dengan tangan kanan-Nya dan melipatgandakannya hingga tujuh ratus kali lipat, bahkan entah sampai berapa kali lipat menurut yang dikehendaki Allah-- maka mendermakan darah lebih tinggi kedudukannya dan lebih besar lagi pahalanya.

Karena orang yang mendermakan darah menjadi sebab kehidupan, dan darah juga merupakan bagian dari manusia, sedangkan manusia jauh lebih mahal daripada harta. Selain itu, orang yang mendonorkan darahnya seakan-akan menyumbangkan sebagian wujud materiil dirinya kepada saudaranya karena cinta dan karena mengalah.

B. RUMUSAN MASALAHa. Apa pengertian transfuse darah itu?b. Apa tujuan dari transfuse darah?c. Bagaimana pandangan islam tentang transfuse darah?

C. LANDASAN TEORIa. Pengertian Transfusi darah

Transfusi Darah adalah pemindahan darah atau suatu komponen darah dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien).

Adapun dalil syar’i yang menjadi dasar untuk membolehkan transfusi darah tanpa mengenal batas agama dan sebagainya, berdasarkan kaidah hukum fiqih Islam yang berbunyi: “Al-Ashlu Fil Asyya’ al-Ibahah Hatta Yadullad Dalil ‘Ala Tahrimihi” (bahwasanya pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh hukumnya, kecuali ada dalil yang mengharamkannya). Padahal tidak ada satu ayat dan hadits

1

Page 2: Makalah Masail Fiqh

pun yang secara eksplisit atau dengan nash yang sahih, melarang transfusi darah, maka berarti transfusi darah diperbolehkan, bahkan donor darah itu ibadah, jika dilakukan dengan niat mencari keridhaan Allah dengan jalan menolong jiwa sesama manusia.

Namun untuk memperoleh maslahah (efektifitas positif) dan menghindari mafsadah (bahaya/risiko), baik bagi donor darah maupun bagi penerima sumbangan darah, sudah tentu transfusi darah itu harus dilakukan setelah melalui pemeriksaan yang teliti terhadap kesehatan keduanya, terutama kesehatan pendonor darah; harus benar-benar bebas dari penyakit menular, seperti AIDS dan HIV. Penyakit ini bisa menular melalui transfusi darah, suntikan narkoba, dll.

b. Tujuan atau manfaat transfusi darahAdapun tujuan dan manfaat dari transfusi darah adalah :

1. meningkatkan kemampuan darah dalam mengangkut oksigen

2. memperbaiki volume darah tubuh

3. memperbaiki kekebalan

4. memperbaiki masalah pembekuan.

c. Pandangan islam tentang transfusi darahi. Hukum transfusi darah

Masalah transfusi darah yaitu memindahkan darah dari seseorang kepada orang lain untuk menyelamatkan jiwanya. Islam tidak melarang seorang muslim atau muslimah menyumbangkan darahnya untuk tujuan kemanusiaan, bukan komersialisasi, baik darahnya disumbangkan secara langsung kepada orang yang memerlukannya, misalnya untuk anggota keluarga sendiri, maupun diserahkan pada palang merah atau bank darah untuk disimpan sewaktu-waktu untuk menolong orang yang memerlukan.

Penerima sumbangan darah tidak disyariatkan harus sama dengan donornya mengenai agama/kepercayaan, suku bangsa, dsb. Karena menyumbangkan darah dengan ikhlas adalah termasuk amal kemanusiaan yang sangat dihargai dan dianjurkan (mandub) oleh Islam, sebab dapat menyelamatkan jiwa manusia, sesuai dengan firman Allah: “dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya.” (QS. Al-Maidah:32).

Jadi boleh saja mentransfusikan darah seorang muslim untuk orang non muslim dan sebaliknya, demi menolong dan saling menghargai harkat sesama umat manusia. Sebab Allah sebagai Khalik alam semesta termasuk manusia berkenan memuliakan manusia, sebagaimana firman-Nya: “dan sesungguhnya Kami memuliakan anak cucu Adam (manusia).” (QS. Al-

2

Page 3: Makalah Masail Fiqh

Isra:70). Maka sudah seharusnya manusia bisa saling menolong dan menghormati sesamanya.

ii. Hukum transfusi darah antara laki-laki dan perempuanAdapun hubungan antara donor dan resipien, adalah bahwa

transfusi darah itu tidak membawa akibat hukum adanya hubungan kemahraman antara donor dan resipien. Sebab faktor-faktor yang dapat menyebabkan kemahraman sudah ditentukan oleh Islam sebagaimana tersebut dalam An-Nisa:23, yaitu: Mahram karena adanya hubungan nasab. Misalnya hubungan antara anak dengan ibunya atau saudaranya sekandung, dsb, karena adanya hubungan perkawinan misalnya hubungan antara seorang dengan mertuanya atau anak tiri dan istrinya yang telah disetubuhi dan sebagainya, dan mahram karena adanya hubungan persusuan, misalnya hubungan antara seorang dengan wanita yang pernah menyusuinya atau dengan orang yang sesusuan dan sebagainya.

Kemudian pada ayat berikutnya, (an-Nisa:24) ditegaskan bahwa selain wanita-wanita yang tersebut pada An-Nisa:23 di atas adalah halal dinikahi. Sebab tidak ada hubungan kemahraman. Maka jelaslah bahwa transfusi darah tidak mengakibatkan hubungan kemahraman antara pendonor dengan resipien. Karena itu perkawinan antara pendonor dengan resipien itu diizinkan oleh hukum Islam.

D. PENUTUPa. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :1. Transfusi darah adalah kegiatan memindahkan darah dari pendonor

kepada resepien untuk menyelamatkan jiwa si resepien2. Tujuan dari transfuse darah ini bukan untuk sesuatu hal yang

membawa mudharat, tetapi manfaat yaitu menolong orang lain yang kekurangan darah.

3. Transfusi darah dibolehkan menurut pandangan agama karena dengan tujuan luhur tersebut

4. Transfusi darah tidak bisa menyebabkan seorang pendonor dengan resepien mempunyai hubungan darah/nasab/keluarga.

b. SaranDari penjelasan penulis diatas hanya mengumpulkan dari beberapa

pendapat dan referensi mengenai penjelasan dan pandangan islam terhadap transfuse darah, tentunya dalam penulisan tersebut masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan, bahasa maupun pendapat yang diungkapkan penulis.

3

Page 4: Makalah Masail Fiqh

Oleh karena itu, penulis mohon saran terutama kepada dosen mata kuliah Masail Fiqh dan teman-teman semuanya demi menambah khasanah keilmuan penulis khususnya dan kita semua pada umumnya.

BAB II

KHITAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHAjaran Islam (syari’ah Islamiyah) yang diturunkan Allah SWT adalah merupakan

bentuk dari kasih-sayangNya kepada umat manusia. Ajaran tersebut pada umumnya sesuai dan sejalan dengan fitrah umat manusia. Salah satu contohnya adalah ajaran tentang khitan, yang sangat sejalan dengan fitrah manusia, sesuai sabda rasul SAW

ظ�ف�ار� � األ� �يم �ق�ل و�ت �ط� �ب اإل� �ف �ت و�ن �ح�د�اد ت س� و�اال� �ان ت �خ� ال ة� �ف�ط�ر� ال م�ن� خ�م�س$

ار�ب� الش( و�ق�ص+

“Lima perkara yang merupakan fitrah manusia : 1. sunat (khitan), 2. al-Istihdad (mencukur rambut pada sekitar kemaluan), 3. memotong kumis, 4. mencukur bulu ketiak, dan 5. menggunting kuku. (HR Jama’ah dari Abu Hurairah r.a.).

Khitan yang juga sebagai salah satu syi’ar agama Islam mempunyai banyak hikmah; misalnya dari sisi medis, khitan bisa membersihkan organ tubuh kita. Daerah kemaluan yang cenderung lembab dan ‘rawan tidak bersih’ karena kemungkinan tertinggalnya sisa air kencing, dapat diminimalkan dengan dikhitan, sehingga bisa lebih bersih, dan dengan begitu dapat terhindar dari penyakin kulit. Selain itu, dengan dikhitan umat manusia juga semakin bisa merasakan nikmatnya, maaf, bersenggama. Karena saraf-saraf sensitif di sekitar kemaluan tidak terhalang oleh kulit katup kemaluan, sehingga dapat menimbulkan sensasi lebih ketika bersetubuh (iltiqa al-khitanain).

Pada mulanya, ajaran berkhitan adalah syariat yang dibawa oleh nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Kemudian diteruskan oleh agama Islam. Perlu diketahui, bahwa setiap ajaran yang dibawa oleh nabi terdahulu (syar’u man qablana), kemudian disyariatkan lagi dengan dimuat dalam al-Quran ataupun as-Sunnah, maka ajaran tersebut juga menjadi ajaran umat Islam. Dalam hal khitan ini, rasulullah SAW. telah menganjurkannya sebagaimana termuat dalam hadis di atas, sehingga syariat berkhitan yang awalnya menjadi syariat umat nabi Ibrahim AS. dengan begitu juga menjadi syariat umat Muhammad SAW.

B. RUMUSAN MASALAHa. Apa Pengertian Khitan ?

4

Page 5: Makalah Masail Fiqh

b. Apa tujuan dan manfaat khitan ?c. Bagaimana hokum khitan terhadap laki-laki dan perempuan ?

C. LANDASAN TEORIa. Pengertian Khitan menurut beberapa ahli

i. Menurut Abidin Suarazni Z Khitan adalah memotong kulit yang menutupi kepala penis (bagi laki-laki), dan memotong daging lebih clitoris (bagi perempuan).

ii. Menurut Akmal Munir Khitan Kata khitan berasal dari akar kata Arab khatana-yakhtanu-khatnan, artinya memotong. Makna asli kata khitan dalam bahasa Arab adalah bahagian yang dipotong dari kemaluan laki-laki atau perempuan. Khitan laki-laki disebut juga dengan I‟zar. Sedangkan khitan perempuan disebut juga dengan Khafdh (merendahkan). Secara istilah khitan adalah memotong kulit yang menutupi penis laki-laki atau memotong kulit yang terdapat di atas farji wanita yang seperti jengger kepala ayam jantan.

b. Tujuan dan manfaat khitani. Khitan dapat membawa kesempurnaan agama, karena ia disunnahkan.

ii. Khitan adalah cara sehat yang memelihara seseorang dari berbagai penyakit. iii. Khitan membawa kebersihan, keindahan, dan meluruskan syahwat.iv. Khitan adalah syi'ar kaum muslimin dan yang membedakan antara mereka

dengan umat lainnya dari kalangan kaum kuffar dan ahli kitab

c. Hukum khitanSecara umum para ulama sepakat mengatakan bahwa khitan itu suatu hal

yang masyru’ (disyari‟atkan) baik bagi laki-laki ataupun wanita. Sebagaimana yang dinukil Ibnu hazam dalam bukunya maratibul ijma’ dan Ibnu Taimiyah dalam bukunya Majmu’ fatawa.

Namun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya, apakah khitan itu wajib atau tidak. Dalam hal ini ada tiga pendapat:

Pertama: Khitan itu wajib, baik bagi laki-laki ataupun wanita. Ini adalah pendapat ulama Syafi‟i, Hanbali, dan sebagian ulama Maliki. Bahkan Imam Malik sangat keras dalam masalah khitan laki-laki. Beliau berkata, "Barangsiapa tidak berkhitan maka tidak sah menjadi imam dan persaksiannya tidak diterima." Juga berkata Imam Ahmad, "Tidak boleh dimakan sembelihan orang yang tidak khitan, tidak sah shalat dan hajinya sampai bersuci, dan ini adalah kesempurnaan Islam seseorang."

Kedua: Khitan itu hukumnya adalah sunat, baik bagi laki-laki, maupun wanita. Ini adalah pendapat ulama Hanafi, Imam Malik dan Imam Ahmad dalam satu riwayat.

Ketiga: Khitan itu wajib hukumnya bagi laki-laki, sedangkan bagi wanita hanya merupakan suatu kehormatan (makramah/mustahab). Ini pendapat sebagian ulama Maliki, ulama Zhahiry, dan pendapat imam Ahmad dalam satu riwayat.

5

Page 6: Makalah Masail Fiqh

Para ulama yang berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki dan wanita, berdalil dengan hal-hal berikut: 1. Firman Allah (artinya) : “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan

beberapa kalimat perintah dan larangan, lalu Ibrahim melaksanakannya” (QS. Al-Baqarah: 124). Khitan adalah salah satu kalimat yang diperintahkan Allah sebagai ujian terhadap Nabi Ibrahim sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Dan biasanya seseorang itu diuji Allah dengan sesuatu yang wajib.

2. Firman Allah (artinya): “Kemudian Kami wahyukan kepadamu agar engkau mengikuti agama (ajaran) Ibrahim dengan lurus”. (QS. an-Nahl: 123) Ini adalah perintah untuk mengikuti ajaran Ibrahim as, dan khitan merupakan salah satu ajarannya, sebagaimana yang diriwayatkan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Nabi Ibrahim Khalilur Rahman berkhitan setelah berumur delapan puluh tahun”. Maka khitan termasuk ajaran Ibrahim yang wajib kita ikuti, karena dalam kaidah ilmu ushul fiqh dikatakan bahwa pada dasarnya. sebuah perintah itu berhukum wajib selagi tidak ada dalil yang memalingkannya kepada hukum lainnya.

3. Rasulullah bersabda kepada seseorang yang masuk Islam: Dari „Utsaim bin Kulaib dari bapaknya dari kakeknya bahwasannya dia datang kepada Rasulullah, seraya berkata: "Saya telah masuk Islam." Maka Rasulullah, bersabda, "Buanglah darimu rambut kekufuran dan berkhitanlah." Ini adalah bentuk perintah, di dalam kaidah ilmu ushul fiqh bahwa pada dasarnya sebuah perintah itu berhukum wajib selagi tidak ada dalil yang memalingkannya kepada hukum lainnya. Perintahnya untuk satu orang mencakup semua orang selama tidak ada dalil yang menunjukkan khusus.

4. Diriwayatkan oleh Zuhri, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang masuk Islam, maka hendaklah berkhitan, sekalipun dia telah besar”. Ibnu Qayyim berkata :” Hadis ini sekalipun mursal, namun layak untuk dijadikan dalil (sandaran hukum)”.

5. Dari Ummu Muhajir, beliau berkata: “Saya dan budak-budak dari Romawi tertawan. Lalu Utsman menawarkan kepada kami (masuk) islam, di antara kami tidak ada yang masuk islam kecuali saya dan satu lagi yang lain, maka Utsman berkata;”Khitan keduanya dan sucikan! Lalu saya berkhidmat kepada Utsman. (HR. Imam Bukhari).

6. Khitan adalah syi'ar kaum muslimin dan yang membedakan antara mereka dengan umat lainnya dari kalangan kaum kuffar dan ahli kitab. Oleh sebab itu, sebagaimana syi'ar kaum muslimin yang lain wajib, maka khitan pun wajib. Juga, sebagaimana menyelisihi kaum kuffar itu wajib, maka khitan juga wajib. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk darinya."

6

Page 7: Makalah Masail Fiqh

7. Dibolehkan membuka aurat untuk dikhitan, kalaulah hukum khitan itu bukan wajib, maka pasti membuka aurat untuknya tidak dibolehkan, apalagi tidak ada unsur darurat disitu dan tidak ada pula unsur pengobatan.

8. Khitan itu memotong anggota badan sedangkan pada dasarnya memotong anggota tubuh itu haram. Sesuatu yang haram tidak mungkin menjadi boleh kecuali dengan sesuatu yang wajib.

9. Bahkan Ibnul Qayyim menyebutkan lima belas dalil tentang kewajiban khitan bagi laki dalam kitabnya “tuhfatul maudud”.

Mereka yang berpendapat bahwa hukum khitan itu adalah sunat bagi laki-laki dan wanita, berdalil dengan dalil-dalil berikut :

1. Diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda (artinya) : ““Ada lima hal yang merupakan fitrah: Khitan, membuang bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak”, yang dimaksud fitrah disini adalah sunat, artinya khitan itu hukumnya sunat bukan wajib, oleh karena itu dalam hadis ini Rasulullah saw menyebutnya bersamaan dengan hal-hal yang disunatkan. Dan hadis ini bersifat umum, tanpa membedakan antara laki-laki dan wanita.

2. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda (artinya): “Khitan itu adalah sunnah bagi kaum laki-laki dan kehormatan bagi kaum wanita”. Zahir Hadis ini menunjukkan bahwa khitan itu tidak wajib, baik bagi laki-laki maupun wanita.

Sedangkan mereka yang berpendapat bahwa khitan wajib bagi laki-laki, dan hanya merupakan kehormatan (mustahab) bagi wanita, berdalil dengan dalil-dalil kelompok pertama, dan mengatakan bahwa khitan bagi laki-laki lebih kuat, karena khitan bagi laki-laki tujuannya membersihkan sisa air kencing yang najis yang terdapat pada kulit tutup kepala dzakar, sedangkan suci dari najis merupakan syarat sah shalat. Sedangkan khitan bagi wanita hanyalah untuk mengecilkan dan menstabilkan syahwatnya, yang ini hanyalah untuk mencari sebuah kesempurnaan dan bukan sebuah kewajiban.

Namun yang kuat dalam masalah ini adalah bahwa khitan itu wajib bagi laki-laki, sedangkan wanita disyari‟atkan bagi mereka berkhitan, namun tidak wajib. Beberapa hadis menunjukkan adanya praktek khitan di zaman Rasulullah saw bagi wanita, diantaranya:

1. Adanya beberapa dalil yang menunjukkan Rasulullah menyebut khitan bagi wanita di antaranya sabda beliau: "Apabila bertemu dua khitan, maka wajib mandi." Imam Ahmad berkata, "Hadits ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan."

2. Dari Aisyah, beliau berkata, "Rasulullah bersabda,"Apabila seorang laki-laki duduk di empat cabang wanita dan khitan menyentuh khitan, maka wajib mandi.” Hadis ini zahirnya menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan.

3. Dari Anas bin Malik berkata, "Rasulullah bersabda kepada Ummu Athiyah, "Apabila engkau mengkhitan wanita, maka sedikitkanlah, dan jangan berlebihan, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi oleh suami."

7

Page 8: Makalah Masail Fiqh

4. Khitan bagi wanita sangat masyhur dilakukan oleh para sahabat dan para salaf , diantaranya apa yang diceritakan oleh Ummu muhajir diatas.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya, "Apakah wanita itu dikhitan ataukah tidak?" Beliau menjawab, "Ya, wanita itu dikhitan, dan khitannya adalah dengan memotong bagian yang paling atas yang mirip dengan jengger ayam jantan. Rasulullah bersabda kepada wanita yang mengkhitan, 'Biarkanlah sedikit dan jangan potong semuanya, karena itu lebih bisa membuat ceria wajah dan lebih disenangi suami.' Hal ini karena tujuan khitan laki-laki ialah untuk menghilangkan najis yang terdapat dalam kulit penutup kepala dzakar. Sedangkan tujuan khitan wanita ialah untuk menstabilkan syahwatnya, dan itu akan membuat jiwa mereka lebih suci dan kehormatan diri mereka lebih terjaga.

D. PENUTUPa. Kesimpulan

Dari hasil tulisan penulis di atas yang mengutip dari beberapa referensi dapat disimpulkan bahwa :

i. Khitan itu wajib bagi laki-laki walaupun masih ada pendapat imam Hanafi yang mengatakan sunnah

ii. Sedangkan khitan bagi perempuan ada tiga pendapat, disesuaikan dengan maslahah/mursalahnya

iii. Dengan adanya khitan bagi laki-laki maupun perempuan dapat membawa banyak dampak positif, baik secara biologis maupun secara religious sebagaimana penjelasan penulis di atas

b. SaranDari hasil tulisan di atas masih banyak terdapat kekurangan, baik dalam

penulisan maupun minimnya referensi yang diambil penulis.Walaupun banyak mengutip dari beberapa pendapat imam madzab, namun

penulis rasa masih banyak kekurangan referensi tentang khitan ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dari semua pihak, terutama dosen mata kuliah masail fiqh, maupun teman-teman saya di semester VII.

8