Makalah Fiqh Kontemporer

24
JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE) MAKALAH Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “FIQH MUAMALAH KONTEMPORER” Dosen Pengampu: Dr. Iffatin, MAg Oleh : ANDRIS BUDIAWAN (2823123011) PERBANKAN SYARIAH 4A FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

description

Syariah

Transcript of Makalah Fiqh Kontemporer

Page 1: Makalah Fiqh Kontemporer

JUAL BELI ONLINE (E-COMMERCE)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

“FIQH MUAMALAH KONTEMPORER”

Dosen Pengampu:

Dr. Iffatin, MAg

Oleh :

ANDRIS BUDIAWAN (2823123011)

PERBANKAN SYARIAH 4A

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

TULUNGAGUNG

2014/2015

Page 2: Makalah Fiqh Kontemporer

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENGETIAN E-COMMERCE

E-Commerce berasal dari dua suku kata yaitu e singkatan dari

electronic dan commerce. Secara bahasa, electronic berarti ilmu elektronika,

alat-alat elektronik, atau semua hal yang berhubungan dengan dunia

elektronika dan teknologi. Sedangkan commerce berarti perdagangan atau

perniagaan.

Terdapat beberapa pendapat mengenai defenisi unruk mengungkapkan

istilah e-commerce.

Menurut Association for Electronic Commerce secara sederhana

mendefinisikan e-commerce sebagai mekanisme bisnis secara elektronik.

Commerce Net, sebuah konsorsium industri memberikan definisi yang lebih

lengkap yaitu penggunaan jaringan komputer sebagai sarana penciptaan relasi

bisnis sehingga terjadi proses pembelian dan penjualan jasa/pertukaran dan

distribusi informasi antara dua pihak di dalam satu perusahaan dengan

menggunakan internet.

Sementara menurut Robert E. Johnson, III, e-commerce merupakan

suatu tindakan melakukan transaksi bisnis secara elektronik dengan

menggunakan internet sebagai media komunikasi yang paling utama.

Sementara menurut David Baum, e-commerce merupakan satu set

teknologi dinamis, aplikasi dan proses bisnis yang menghubungkan

perusahaan, konsumen, serta komunitas tertentu melalui transaksi elektronik

berupa perdaganagan jasa maupun informasi yang dilakukan secara elektronik.

Dalam e-commerce outline, Gary Coulter dan John Buddiemeir,

menjelaskan, e-commerce berhubungan dengan penjualan, periklanan,

2 | E - C O M M E R C E

Page 3: Makalah Fiqh Kontemporer

pemesanan produk yang semuanya dikerjakan melalui internet. Beberapa

perusahan memilih untuk menggunakan kegiatan bisnis ini sebagai tambahan

metode bisnis tradisional, sementara yang lainnya menggunakan internet secara

ekslusif untuk mendapatkan para pelangan yang bepotensi.

Amir Hartman mendefenisikan e-commerce ialah suatu jenis dari

mekanisme bisnis secara elektronik yang menfokuskan diri pada transaksi

berbasis individu dengan menggunakan internet atau jasa.

Dengan demikian e-commerce dapat diartikan sebagai transaksi atau

aktifitas perdagangan/jual-beli dengan menggunakan media elektronik

(jaringan internet) atas barang dan jasa dengan sistem pembayaran elektronik

pula. E-commerce menggambarkan cakupan yang sangat luas karena

berhubungan dengan teknologi, proses transaksi dan praktek perdagangan

tanpa tatap muka langsung antara penjual dan pembeli.1

B. RUKUN dan SYARAT JUAL BELI

a. RUKUN JUAL BELI

Adapun rukun-rukun jual beli adalah :

1. Adanya penjual

2. Adanya pembeli

3. Ijab qabul

4. Barang yang diakadkan

5. Adanya kerelaan

b. SYARAT JUAL BELI

Syarat-syarat jual beli :

1. Pelaku akad disyaratkan berakal, memiliki kemampuan memilih (orang

gila, orang mabuk tidak dinyatakan sah).

2. Barang yang di akadkan :

- Suci (halal dan baik)

1http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html , diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.10

3 | E - C O M M E R C E

Page 4: Makalah Fiqh Kontemporer

- Bermanfaat

- Milik sendiri

- Mampu diserahkan oleh pelaku akad

- Mengetahui status barang ( kualitas, kuantitas, jenis, dll)

- Barang tersebut dapat diterima oleh pihak yang melakukan akad.

Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli

melalui online (e-commerce) yang sebenarnya juga termasuk jual beli via

telepon, sms dan alat telekomunikasi lainnya, maka yang terpenting adalah :

1. ada barang yang diperjual belikan, halal dan jelas pemiliknya, sebagaimana

hadist nabi : “ tidak sah jual beli kecuali sesuatu yang dimiliki seseorang”

(HR. At- Turmudzi dan Abu Dawud).

2. Ada harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan pembeli),

tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi ( HR. Bukhari

Muslim )

3. Prosedur transaksinya benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah

pihak, sebagaimana makna firman allah : “ kecuali dengan jalan perniagaan

yang berlaku secara saling rela diantara kamu “ ( an nisa’ ayat 29 ).2

C. JENIS-JENIS E-COMMERCE

Transaksi e-commerce mencakup berbagai aktivitas apapun termasuk

aktivitas ekonomi. Secara garis besar, e-commerce memiliki segmentasi

penerapan yang luas untuk melaksanakan aktivitas ekonomi, aktivitas ekonomi

tersebut antara lain adalah business to business, business to consumer,

consumer to consumer, dan consumer to business.

1. Business to business (B2B), merupakan komunikasi online antar pelaku

bisnis atau transaksi secara elektronik antar perusahaan (dalam hal ini

2 http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/, diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.55

4 | E - C O M M E R C E

Page 5: Makalah Fiqh Kontemporer

pelaku bisnis) dan dalam kapasitas produk yang besar. Karakteristknya

yaitu,

Trading partners yang sudah saling mengetahui dan sudah terjalin

hubungan yang berlagsung cukup lama.

Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berkala dengan

format data yang telah disepakati bersama.

Salah satu pelaku tidak harus menunggu rekan lainnya untuk

mengirimkan data.

Model yang umum digunakan adalah peer to peer, di mana processing

intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.

2. Business to consumer (B2C), adalah suatu transaksi bisnis secara elektronik

yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi

kebutuhan tertentu pada saat tertentu. Karakteristiknya adalah,

Terbuka untuk umum termasuk informasi yang disebarkan.

Servis (pelayanan) yang dilakukan juga bersifat umum, sehingga dapat

digunakan oleh orang banyak.

Servis yang diberikan berdasarkan permintaan.

Seiring dilakukan system pendekatan client-server, di mana konsumen

berada di pihak client menggunakan system yang minimal (berbasis web)

dan penyedia barang (business procedure) yang berada pada pihak server.

3.  Consumer to consumer (C2C), merupakan transaksi bisnis secara elektronik

yang dilakukan antar konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu.

Segmentasi consumer to consumer ini sifatnya lebih khusus karena

dilakukan oleh konsumen dengan konsumen yang sama-sama memerlukan

transaksi. Dalam transaksi consumer to consumer pembelian dan penjualan

juga bisa dilakukan dengan pelelangan.

4.  Consumer to business (C2B), yaitu transaksi bisnis secara elektronik di

mana konsumen memberitahukan kebutuhan atas suatu produk atau jasa

5 | E - C O M M E R C E

Page 6: Makalah Fiqh Kontemporer

tertentu, dan  para  pemasok  bersaing  untuk  menyediakan  produk  atau 

jasa  tersebut  ke konsumen.3

3 http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html, diakses tgl 15-06-2014, pkl 16.45.

6 | E - C O M M E R C E

Page 7: Makalah Fiqh Kontemporer

BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN HUKUM E-COMMERCE

Dasar hukum mengenai perdagangan elektronik (e-commerce) yaitu :

1. AL-QURAN     

Terdapat dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah ayat 282 :

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.” (Q.S.Al-Baqarah : 282)

7 | E - C O M M E R C E

Page 8: Makalah Fiqh Kontemporer

Ayat di atas menerangkan bahwa transaksi yang dilakukan dengan tidak

secara tunai boleh dilakukan dengan para pihak mencatat hal tersebut yang

dianggap sebagai suatu hutang. Menurut Ibnu Abas yang dimaksud utang

dalam hal ini adalah utang salam.

2. AL-HADIST

Hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Nabi

SAW datang ke Madinah di mana mereka melakukan jual beli As salaf untuk

penjualan buah-buahan dengan waktu satu tahun atau dua tahun. Lalu

Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya

melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula,

sampai dengan batas waktu tertentu.”

3. FATWA DSN MUI

Sampai saat ini belum ada satu fatwa yang khusus mengatur mengenai

perdagangan elektronik ini sendiri. Namun demikian, ada beberapa fatwa yang

terkait dengan perdagangan elektronik yaitu:

a. Fatwa DSN Nomor : 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Impor

syariah dalam amar kedua angka, yang merupakan ketentuan akad

salam/Istishna’, dan Murabahah, dimana ketentuannya adalah sebagai

berikut :

a) Bank melakukan akad Salam atau Istishna’ dengan mewakilkan kepada

importir.

b) Pengurusan dokumen dan pembayaran dilakukan oleh bank,

c) Bank menjual barang secara murabahah kepada importir, baik dengan

pembayaran tunai maupun cicilan.

d) Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank akan diperhitungkan sebagai

harga perolehan barang.

b. Fatwa DSN NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham, dimana

ketentuan-ketentuannya adalah sebagai berikut :

8 | E - C O M M E R C E

Page 9: Makalah Fiqh Kontemporer

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran

a) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang,

barang, atau manfaat.

b) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.

c) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : Ketentuan tentang Barang

a) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.

b) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

c) Penyerahannya dilakukan kemudian.

d) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan

kesepakatan.

e) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.

f) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai

kesepakatan.

Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel ( الموازي ( السلم

Dibolehkan melakukan salam paralel dengan syarat akad kedua

terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.

Keempat : Penyerahan barang sebelum atau pada waktunya

a) Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas

dan jumlah yang telah disepakati.

b) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi,

penjual tidak boleh meminta tambahan harga.

c) Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan

pembeli rela menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan

harga (diskon).

9 | E - C O M M E R C E

Page 10: Makalah Fiqh Kontemporer

d) Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang

disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan

kesepakatan, dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.

e) Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan,

atau kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka

ia memiliki dua pilihan yakni, membatalkan kontrak dan meminta

kembali uangnya atau menunggu sampai barang tersedia.

Kelima : Pembatalan Kontrak:

Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak

merugikan kedua belah pihak.

Keenam : Perselisihan:

Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka

persoalannya diselesaikan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak

tercapai kesepakatan melalui musyawarah.4

B. TINJAUAN FIQH TERHADAP TRANSAKASI E-COMMERCE

Prinsip-prinsip syariah dalam pertukaran dan kontrak muamalah yang

dapat digunakan untuk melakukan tinjauan hukum atas setiap transaksi

sepanjang zaman, termasuk era modern untuk kemaslahatan semua pihak

adalah prinsip dalam Islam yang berkaitan dengan kontrak muamalah yaitu:

1. Asas kerelaan dari semua pihak yang terkait („an-taradin). Oleh

karena itu setiap transaksi yang dilakukan karena unsur paksaan dan

tekanan tidak sah.

2. Larangan praktek penipuan dan pemalsuan, temasuk dalam hal ini

memakan harta orang lain secara batil. Termasuk dalam hal ini sumpah,

4http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html , diakses tgl 15-06-2014, pkl 15.35.

10 | E - C O M M E R C E

Page 11: Makalah Fiqh Kontemporer

janji iklan, penawaran dan promosi dengan barang atau jasa ataupun

harga palsu.

3. Tradisi, prosedur, sistem, konvensi ,norma, kelaziman dan kebiasaan

bisnis yang belaku tidak betentangan dengan prinsip syariah seperti

praktek riba dan spekulasi yang merupakan asas pengikat dan komitmen

dalam bisnis. Hal ini berdasarkan kaidah uuhul fiqh “ alma‟ruuf bainat

tujjari kalmasyruti bainahum “ yang artinya Tradisi yang berlaku di

kalangan pebisnis diakui sebagai komitmen lazim yang mengikat.

4. Transaksi didasari atas dasar niat dan iktikad baik serta menghindari

kelicikan dan akal-akalan (moral hazard) dengan mencari celah hukum

dan ketentuan seharusnya.

5. Kesepakatan dilangsungkan secara serius, konsekuen, komit dan

konsisten.

6. Transaksi didasarkan atas dasar prinsip keadilan dan toleransi.

7. Tidak boleh melakukan transaksi dengan cara, media dan obyek tranasksi

yang diharamkan baik barang maupun jasa seperti riba, menimbun,

ketidakpastian obyek transaksi (gharar), makan dan minuman yang haram

dan segala hal yang menjurus pelanggaran moral.5

Kegiatan ekonomi merupakan salah satu dari aspek mu’âmalah dari

sistem (ekonomi) Islam, sehingga kaedah fikih yang digunakan dalam

mengidentifikasi transaksi ekonomi, termasuk dalam transaksi perniagaan

elektronik juga menggunakan kaedah fikih mu’âmalah.

Kaedah Fikih Mu’âmalah adalah:

�م�ه�ا �ح�ر�ي ت ع�ل�ى �ل� �ي الد�ل �د�ل� ي �ى ح�ت �اح�ة� �ب اإل ت� �م�ع�ام�ال� ال ف�ي ص�ل�� األ�

“al-ashlu fî al-muâ’malati al-ibâhah hattâ yadulla ad-dalîlu ‘ala

tahrîmiha” (hukum asal dalam urusan mu’âmalah adalah boleh, kecuali ada

5 http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-kontemporer/, diakses tgl 19-06-2014, pkl 10.25

11 | E - C O M M E R C E

Page 12: Makalah Fiqh Kontemporer

dalil yang mengharamkannya). Ini berarti bahwa semua hal yang

berhubungan dengan mu’âmalah yang tidak ada ketentuan baik larangan

maupun anjuran yang ada di dalam dalil (syari’at) Islam (al-Quran maupun

al-Hadîs), maka hal tersebut adalah diperbolehkan dalam Islam.

Imtihan asy-Syafi’i menjelaskan bahwa prinsip-prinsip mu’âmalah

berbeda dengan prinsip-prinsip aqidah ataupun ibadah. Dr. Muhammad

‘Utsman Syabir dalam al-Mu’âmalah al-Mâliyah al-Muâshirah fî al-Fiqh al-

Islâmiy menyebutkan prinsip-prinsip itu, yaitu:

a. Fikih Mu’âmalah dibangun di atas dasar-dasar umum yang dikandung oleh

beberapa nash (teks) berikut :

1) Firman Allah,

ع�ن ة* ار� �ج� ت �ون� �ك ت �ن أ � �ال إ �اط�ل� �ب �ال ب �م� �ك �ن �ي ب �م� �ك م�و�ال� أ � �وا �ل �ك �أ ت � ال � �وا آم�ن �ذ�ين� ال :ه�ا ي

� أ �ا ي

ح�يم*ا ر� �م� �ك ب �ان� ك �ه� الل �ن� إ �م� ك �نف�س� أ � �وا �ل �ق�ت ت � و�ال �م� م@نك Aاض �ر� ت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. an-Nisâ`, 4: 29)

2) Hadis Nabi s.a.w. dari Ibnu Umar:

ر� �غ�ر� ال �ع� �ي ب ع�ن� �م� ل س� و� �ه� �ي ع�ل الله� ص�ل�ى الله� و�ل� س� ر� �ه�ى ن

“Rasulullah s.a.w. melarang jual beli gharar (mengandung

ketidakjelasan).” (HR. Muslim, 10/157 dan al-Baihaqiy di dalam as-

Sunan al-Kubrâ, 5/338). Abdul Ghafur Anshari, menyimpulkan bahwa

dalam setiap transaksi yang dilakukan tidak boleh mengandung unsur

perjudian (maisir), unsur ketidakjelasan (gharar), unsur riba, dan unsur

bathil (Anshari, 2007:3)

Pada asalnya, hukum segala jenis Mu’âmalah adalah boleh. Tidak ada

satu model/jenis mu’âmalah pun yang tidak diperbolehkan, kecuali jika

12 | E - C O M M E R C E

Page 13: Makalah Fiqh Kontemporer

didapati adanya nash shahih yang melarangnya, atau model/jenis mu’amalah

itu bertentangan dengan prinsip mu’amalah Islam. Dasarnya adalah firman

Allah,

�ه� آلل ق�ل� ال* و�ح�ال� ام*ا ح�ر� �ه� م�ن �م� �ت ع�ل ف�ج� Aق ر�ز� م�ن� �م� �ك ل �ه� الل ل� �ز� �ن أ م�ا �م� �ت �ي أ ر�� أ ق�ل�

ون� �ر� �ف�ت ت �ه� الل ع�ل�ى �م� أ �م� �ك ل �ذ�ن� أ

“Katakanlah, terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah, apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini), ataukah kamu mengada-ada atas nama Allah.” (QS. Yûnus, 10: 59)

Dalam praktiknya e-commerce sering disamakan dengan transaksi as-

salam dalam hukum perikatan Islam. As-salâm merupakan istilah dalam

bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan secara sederhana.

Transaksi as-salâm merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian

hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.

Para ahli fikih berbeda pendapat dalam mendefinisikan transaksi as-

salam. Perbedaan ini didasari oleh perbedaan persyaratan yang dikemukakan

oleh masing-masing mereka. An-Nawawi, mengemukakan bahwa as-salam

merupakan transaksi atas sesuatu yang masih berada dalam tanggungan

dengan kriteria-kriteria tertentu dan pembayaran dilakukan segera (An-

Nawawi, 1405 H.:3).

Menurut al-Qurthubi, as-salam merupakan transaksi jual beli atas

sesuatu yang diketahui dan masih berada dalam tanggungan dengan kriteria-

kriteria tertentu dan diserahkan kemudian dengan pembayaran harga

segera/tunai atau dihukumkan sama dengan segera/tunai (al-Qurthubi,

1372H:378). Dasar hukum dari as-salam adalah QS al-Baqarah, 2; 282,

�وه� . . . �ب �ت ف�اك مLى م:س� Aج�ل� أ �ل�ى إ Aن� �د�ي ب �م �نت �د�اي ت �ذ�ا . . . إ

13 | E - C O M M E R C E

Page 14: Makalah Fiqh Kontemporer

“… apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya…”, yang menerangkan bahwa

transaksi yang dilakukan dengan tidak tunai boleh dilakukan dengan para

pihak mencatat hal tersebut yang dianggap sebagai suatu hutang. Menurut

Ibnu Abbas yang dimaksud “utang” dalam hal ini adalah “utang salam”.

Dari berbagai perbedaan definisi yang disebutkan dapat disimpulkan

bahwa as-salam merupakan transaksi jual beli dengan pembayaran dimuka

tanpa menghadirkan benda yang dipesan saat melakukan akad. Namun dalam

as-salam juga diharuskan adanya pencatatan dan persyaratan khusus yang

harus dilakukan dalam transaksi tersebut, antara lain:

1) Uangnya dibayar di tempat akad

2) Barangnya menjadi utang bagi si penjual

3) Barangnya dapat diberikan sesuai waktu yang diperjanjikan

4) Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, takarannya, ataupun

bilangannya sesuai dengan barang tersebut

5) Diketahui dan disebutkan sifat-sifat dan macam barangnya dengan jelas

6) Disebutkan tempat menerimanya

Sampai saat ini belum ada satu fatwa DSN yang khusus mengatur

mengenai perdagangan elektronik itu sendiri namun demikian ada beberapa

fatwa yang terkait dengan perdagangan elektronik yaitu:

1) Fatwa DSN Nomor: 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Impor

syariah dalam amar kedua angka

2) Fatwa DSN NO: 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham.6

6http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-kontemporer/ , diakses tgl 19-06-2014, pkl 12.45

14 | E - C O M M E R C E

Page 15: Makalah Fiqh Kontemporer

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

15 | E - C O M M E R C E

Page 16: Makalah Fiqh Kontemporer

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan e-

commerce adalah suatu transaksi atau aktifitas perdagangan/jual-beli dengan

menggunakan media elektronik (jaringan internet) atas barang dan jasa dengan

sistem pembayaran elektronik pula. Hal yang terpenting dalam jual beli online (e-

commerce) disini adalah adanya barang yang diperjual belikan, halal dan jelas

pemiliknya, adanya harga wajar yang disepakati kedua belah pihak (penjual dan

pembeli), tidak ada unsur manipulasi atau penipuan dalam transaksi serta prosedur

transaksinya yang benar, diketahui dan saling rela antara kedua belah pihak.

Adapun jenis-jenisnya antara lain adalah business to business, business to

consumer, consumer to consumer, dan consumer to business.

Ada beberapa landasan hukum yang mengatur tentang jual beli online (e-

commerce) tersebut, antara lain adalah dari Al-Quran (QS. Al-Baqarah : 282),

Hadist Nabi yang berbunyi “Siapa yang melakukan salaf, hendaknya

melakukannya dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, sampai

dengan batas waktu tertentu.”, dan Fatwa MUI meskipun belum ada Fatwa yang

secara khusus mengatur tentang adanya transaksi e-commerce tersebut.

Menurut kaedah fiqh, dalam praktiknya e-commerce sering disamakan

dengan transaksi as-salam dalam hukum perikatan Islam. As-salâm merupakan

istilah dalam bahasa Arab yang mengandung makna penyerahan secara sederhana.

Transaksi as-salâm merupakan pembelian barang yang diserahkan dikemudian

hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.

DAFTAR PUSTAKA

http://naolivia.blogspot.com/2013/04/e-commerce.html

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/e-commerce-dalam-perspektif-fikih-

kontemporer

16 | E - C O M M E R C E

Page 17: Makalah Fiqh Kontemporer

http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/

17 | E - C O M M E R C E