Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

28
1 P A P E R HUBUNGAN ANTARA KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN DAN MEKANISME PENEGAKAN HUKUMNYA

description

Makalah Mata Kuliah Hukum Lingkungan

Transcript of Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

Page 1: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

1

P A P E R

HUBUNGAN ANTARA KESADARAN MASYARAKAT

TERHADAP LINGKUNGAN DAN MEKANISME

PENEGAKAN HUKUMNYA

Page 2: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

2

D A F T A R I S I

HALAMAN JUDUL

PRAKATA PENULIS

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. PERUMUSAN MASALAH

BAB II KESADARAN MASYARAKAT TERHADAP LINGKUNGAN

A. KESADARAN MASYARAKAT

B. PENCEMARAN LINGKUNGAN

C. PENGENDALIAN PENCEMARAN

BAB III HUKUM LINGKUNGAN

A. INSTRUMEN DAN SISTEM HUKUM LINGKUNGAN

B. MEKANISME HUKUM LINGKUNGAN

C. UU NO. 23 TAHUN 1997

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. PERAN PENTING MASYARAKAT

B. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

C. MENUJU PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN-SARAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 3: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

3

ABSTRAKSI

Hubungan antara manusia dan lingkungannya, semenjak dahulu sudah terjalin

begitu erat dan dekat. Manusia bisa mempengaruhi lingkungan hidupnya. Dan

sebaliknya, lingkungan hidup juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia

tersebnut dalam menghadapinya. Sedangkan perubahan lingkungan itu sendiri lebih

banyak ditentukan sikap maupun perlindungan manusia pada aspek lingkungannya.

Alam yang ada bisa digunakan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan

kehidupan yang lebih baik dan sehat, dan demikian pula akan terjadi sebaliknya.

Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya adalah

hal yang penting dewasa ini di mana perusakan lingkungan merupakan hal yang sulit

dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan

maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung

apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelematan

lingkungannya. Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan

suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah masuk pada kewajiban

manusia untuk menghormati hak-hak orang lain. Hak orang lain tersebut adalah untuk

menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni. Sehingga kegiatan-

kegiatan yang sifatnya hanya merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini.

Secara hukum, bagi masyarakat untuk memberitahukan bahwa telah terjadi

pencemaran ataupun perusakan lingkungan alam tertentu tempat di mana mereka

tinggal, telah diatur. Hal itu merupakan hak yang dicantumkan oleh hukum.

Mekanismenya adalah, suatu laporan mengenai perusakan lingkungan diberikan

kepada pemerintah daerah, dan oleh pemerintah daerah kemudian diteruskan pada

laporan kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti, diteliti, dan dibuktikan

kebenarannya. Setelah itu dibuatkan berita acaranya untuk diteruskan ke kejaksaan,

dan kemudian pengadilan. Hal-hal seperti ini belum banyak dipahami oleh

masyarakat pada umumnya. Jika dari hasi penyelidikan ternyata telah terjadi

pencemaran atau perusakan lingkungan, maka kewajiban selanjutnya adalah

menyelesaikannya dalam bentuk penanggulangan maupun biaya pemulihan seperti

asalnya. Hasil dari penyidikan itu adalah bahan untuk menetapkan sanksi.

Paper ini meyimpulkan bahwa bahwa peran masyarakat terhadap pelestarian

hukum lingkungan, terutama pada UU No. 23 Tahun 1997 adalah sangat penting

sekali. Hal ini karena masyarakat-lah sebenarnya yang menikmati dan menggunakan

SDA yang tersedia. Peran masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan di mana

ia tinggal bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting

lingkungan. Dengan kesadaran lingkungan maka dia akan menaati hukum lingkungan

yang telah disepakati bersama-sama. Antara kesadaran masyarakat dan keberadaan

hukum lingkungan adalah saling berhubungan erat. Kedua variabel yang disebutkan

di atas tidak bisa saling mengabaikan, dan harus saling menunjang. Sehingga bentuk-

bentuk perusakan alam lingkungan bisa dihindari sedini mungkin. Tidak hanya

diselesaikan persoalannya, tapi juga dicegah kemunculannya.

Page 4: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Lingkungan hidup merupakan persoalan yang serius baik bagi individu

maupun kolektifitas masyarakat. Akan tetapi seperti kita ketahui, nyatanya kesadaran

akan urgensi melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup baru

mendapat perhatian yang cukup semenjak PBB mengadakan konferensi lingkungan

hidup sedunia pada tanggal 5 Juni 1972. Sehingga pada saat itulah ditetapkan juga

sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia.

Konferensi yang diadakan PBB di Stockholm tersebut menyepakati banyak

masukan mengenai pemeliharaan dan pengendalian kerusakan lingkungan yang

ditimbulkan oleh maraknya industrialisasi, baik di negara maju maupun negara

berkembang. Pada konferensi itu pula disetujui mengenai resolusi lingkungan hidup

yang dijadikan sebagai landasan bagi segenap pembangunan. Pada akhirnya,

konferensi tersebut membidani lahirnya lembaga di dalam PBB yang bergerak di

bidang lingkungan, yakni United Nations Environmental Programme (UNEP) yang

bermarkas di Nairobi, Kenya.1

Hal tersebut bisa diartikan sebagai sebuah keterlambatan, dan juga bisa

diartikan sebagai kemajuan. Sebagai sebuah keterlambatan, karena pikiran-pikiran

mengenai penyelematan lingkungan yang diatur dalam hukum internasional sekaligus

hukum nasional suatu negara tertentu, ternyata terjadi di abad ke-20. Padahal

perusakan lingkungan akibat industrialisasi sendiri sudah terjadi semenjak abad ke-

19. Hal ini menandakan bahwa selama satu abad masyarakat manusia tidak begitu

1 Mengenai sejarah lengkapnya, lihat keterangan dalam Koesnadi Hardjasoemantri. 2000.

Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke-15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hlm.

6-7. Lihat juga Eggi Sudjana dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif

Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hlm. 1.

Page 5: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

5

menghiraukan arti penting keberlanjutan ekosistem dan ekologi yang sebenarnya

berguna bagi manusia itu sendiri. Namun demikian, kesepakatan global itu juga bisa

dimaknai sebgaai kemajuan, sebab bagaimanapun juga pikiran-pikiran yang

berorientasi pada masa depan umat manusia secara keseluruhan seharusnya

dirumuskan secara bersama-sama pula.

Hubungan antara manusia dan lingkungannya, semenjak dahulu sudah terjalin

begitu erat dan dekat. Interaksi yang insentif antara keduanya terjalin secara aktif dan

kontinyu. Manusia bisa mempengaruhi lingkungan hidupnya. Dan sebaliknya,

lingkungan hidup juga bisa mempengaruhi watak dan sifat manusia tersebnut dalam

menghadapinya. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa manusia sangat tergantung

pada alam sekitarnya, sebab ia akan bisa membentuk dan sekaligus terbentuk oleh

lingkungan hidup tersebut. Sedangkan perubahan lingkungan hidup itu sendiri akan

lebih banyak ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada aspek

lingkungannya. Alam yang ada secara fisik bisa digunakan untuk kepentingan

manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat, dan demikian

pula akan terjadi sebaliknya.

Untuk mendayagunakan sumberdaya alam (SDA), baik hayati maupun non-

hayati, akan sangat mempengaruhi kondisi lingkungan. Selain itu juga bisa merubah

sistem kehidupan yang sudah berimbang antara kehidupan itu sendiri dengan

lingkungannya. Manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam, dengan demikian

harus memperhatikan tujuan dan dampak yang akan ditimbulkan baik fisik maupun

non-fisik sebagai akibat dari penggunaan itu sendiri.

Para pemimpin nasional di seluruh dunia menyadari bahwa sangatlah penting

untuk melindungi sumberdaya hayati, melestarikan keanekaragaman hayati, juga

secara bijaksana mengelola sumberdaya hutan dan laut. Yang menjadi masalah

sekarang adalah bagaimana cara yang tepat dan bisa diterima oleh semua kalangan,

Page 6: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

6

mengenai perwujudannya? Bagaimana lembaga pemerintah dan swasata, atau LSM

memikirkan hal ini?2

Pada hakekatnya, sebenarnya manusia bisa mengelola alam dengan baik,

yakni sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya secara secukupnya saja. Namun

demikian, ada sifat lain dari manusia, yakni keserakahan terhadap segala sesuatu.

Inilah yang kemudian membuat banyak terjadi eksploitasi terhadap alam sekitar, yang

pada akhirnya mengganggu keseimbangan alam itu sendiri. Apalagi jika bentuk

keserakahan itu sudah diwujudkan untuk mengeruk keuntungan pertumbuhan

ekonomi tertentu yang berbentuk industrialisasi misalnya, maka kita sudah bisa

memastikan bagaimana alam tersebut akan diperlakukan. Hal itu dimulai karena sifat

manusia sendiri yang cenderung untuk memaksimalkan keuntungan ekonominya

melalui eksploitasi alam tanpa batas.

Oleh karena itulah perlu diciptakan suatu mekanisme hukum yang tegas yang

bisa mengatur pola dan proses penggunaan sumberdaya alam yang tersedia secara

terbatas itu. Mekanisme hukum akan menjadi pelindung bagi pola penggunaan

sumberdaya alam, terutama yang persediannya hanya sedikit, dan terutama yang tak

bisa diperbaruhi. Mekanisme hukum yang mengelola persoalan-persoalan lingkungan

tersebut dikenal sebagai hukum lingkungan. Pemerintah, misalnya, melalui perangkat

hukum ataupun undang-undang yang dimilikinya dengan begitu bisa memberikan

batasan-batasan yang jelas dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) ataupun

kebijakan-kebijakan lainnya.

Sumberdaya alam bisa meliputi hayati dan non hayati. Sumberdaya alam

hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati

(tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa). Penjelasan ini tertuang dalam

pasal 1 UU No. 5 tahun 1990, tentang Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistem-

nya. Terpeliharanya ekosistem pada titik keseimbangan yang normal sangat

2 Charles Victor Barber, Suraya Afiff, Agus Purnomo. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian

Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Terjemahan Marina Malik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hlm. Viii

Page 7: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

7

menentukan dalam menciptakan lingkungan yang selaras dan serasi. Sehingga dengan

demikian akan dihasilkan kemampuan untuk mengondisikan, menunjang dan

menciptakan maupun pelaksanaan kebijakan yang terpadu dan menyeluruh guna

memajukan kesejahteraan umum.3

Selama ini, pemerintah sendiri sudah banyak mengeluarkan peraturan

perundangan yang berusaha mengatur mengenai pemeliharaan, pemanfaatan atau

penggunaan serta proses-proses eksplorasinya. Namun demikian, kebijakan nasional

tentang pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang ada saat ini tampak

masih terbatas dalam pendekatan sektoral. Dalam hal ini, kita masih belum bisa

melihatnya sebagai suatu keadaan yang integralistik atau menyeluruh, di mana setiap

bagian dari sumberdaya alam itu tidak dapat dipisahkan dari bagian lainnya.

Berikut ini merupakan beberapa produk undang-undang yang dibuat khusus

mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, di

antaranya adalah:

1. UU No. 11/1967 tentang Pertambangan

2. UU No. 1/1973 tentang Landas Kontinen Indonesia

3. UU No. 5/1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

4. UU No. 9/1985 tentang Perikanan

5. UU No. 17/1985 tentang Pengesahan Konvensi PBB tentang Hukum Laut

6. UU No. 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem

7. UU No. 12/1992 tentang Sistim Budidaya Tanaman

8. UU No. 6/1996 tentang Perairan Indonesia

9. UU No. 23/1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

10. UU No. 27/1997 tentang AMDAL

11. UU No. 41/1999 tentang Pokok-pokok Kehutanan

Dari beberapa undang-undang yang disebutkan di atas, memang terlihat

kecenderungan pendekatan sektoral yang sangat nyata, apalagi kalau kita mau

3 P. Joko Subagyo, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 2.

Page 8: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

8

mencermati pasal demi pasal. Saah satu kelemahannya membuat keterancaman

terhadap lingkungan hidup dan sumberdaya alam semakin besar. Indikasi pengelolaan

sumberdaya alam yang sporadis dan membabi-buta dapat dicermati dari berbagai

kasus yang ada saat ini. Satu hal yang sulit dielak adalah adanya tumpang tindih

kepentingan di setiap sektor mengakibatkan kurang diperhatikannya aspek

kesinambungan, atau bisa jadi sebaliknya.

Di sisi lain, lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999, yang

mengatur pokok-pokok pemerintahan daerah dan pengelolahan serta perimbangan

keuangan pusat dan daerah juga menjadi persoalan yang lain lagi. Perangkat daerah

dengan diberlakukannya undang-undang ini bisa saja membuat sistem otorisasi di

daerah akan bertambah besar. Apalagi jika hal itu tidak dilandasi oleh kesadaran

mengenai pelestarian lingkungan. Pemerintah daerah bisa saja melakukan eksploitasi

sumberdaya alam secara besar-besaran, sebab telah diberi kewenangan untuk itu.

Di sini penulis melihat bahwa faktor penting yang lain adalah masyarakat

yang akan menjalankan fungsinya untuk mengontrol. Masyarakat perlu menyadari

dan mengritisi, serta melatih diri terhadap berbagai permasalahan yang dialaminya.

Pengurasan sumberdaya alam tak boleh dibiarkan, karena akan membahayakan

kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, penulisan paper ini akan mengambil

tema Hubungan antara Kesadaran Masyarakat terhadap Lingkungan dan Mekanisme

Penegakan Hukumnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengukur sejauh mana

masyarakat, baik yang bergabung dalam LSM, maupun masyarakat umumnya, juga

turut serta berpartisipasi mengelola lingkungan hidupnya. Kesadaran ini dikorelasikan

dengan mekanisme sistem hukum yang tersedia yang mengatur mengenai hal ini.

B. PERUMUSAN MASALAH

Setelah mengikuti paparan dalam latarbelakang di atas, maka penulisan paper

ini akan merumuskan permasalahan sebagai berikut ini: Bagaimanakah peran serta

masyarakat dalam melestarikan lingkungan, melalui sistem dan mekanisme hukum

yang sudah ada?

Page 9: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

9

BAB II

KESADARAN MASYARAKAT

TERHADAP LINGKUNGAN

A. KESADARAN MASYARAKAT

Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya

merupakan hal yang amat penting dewasa ini di mana pencemaran dan perusakan

lingkungan merupakan hal yang sulit dihindari. Kesadaran masyarakat yang terwujud

dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang

sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui

kebijakan-kebijakan penyelematan lingkungannya.

Kesadaran terhadap lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu

yang indah atau bersih saja, akan tetapi ini sudah masuk pada kewajiban manusia

untuk menghormati hak-hak orang lain.4 Hak orang lain tersebut adalah untuk

menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni. Sehingga kegiatan-

kegiatan yang sifatnya hanya merusak saja, sebaiknya dihindari dalam perspektif ini.

Oleh karena itu, tindakan suatu kelompok yang hanya ingin menggapai keuntungan

pribadi saja sebaiknya juga harus meletakkan rasa toleransi ini.

Dengan begitu kita bisa mengatakan bahwa kesadaran masyarakat akan

lingkungannya adalah suatu bentuk dari toleransi ini. Toleransi atau sikap tenggang

rasa adalah bagian dari konsekuensi logis dari kita hidup bersama sebagai makhluk

sosial. Melanggar konsekuensi ini juga berarti melanggar etika berkehidupan

bersama. Seperti dikatakan Plato bahwa manusia adalah makhluk sosial yang perlu

menghargai satu dan lainnya. Demikian juga halnya dengan perspektif lingkungan,

hal yang sama juga berlaku di sini.

4 P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 17.

Page 10: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

10

Kondisi senyatanya dari masyarakat kita mengenai kesadaran lingkungan

hidup ini nampaknya masih tercermin seperti apa yang dikatakan P. Joko Subagyo5

seperti berikut ini, bahwa ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan:

1. Rasa tepo seliro yang cukup tinggi, dan tidak terlalu ingin mengganggu.

2. Tidak memikirkan akibat yang akan terjadi, sepanjang kehidupan saat ini

masih berjalan dengan normal.

3. Kesadaran melapor (jika ada hal-hal yang tidak berkenan dan dianggap

sebagai melawan hukum lingkungan) nampaknya masih kurang. Hal ini

dirasakan akan mengakibatkan masalah lingkungan semakin panjang.

4. Tanggungjawab mengenai kelestarian alam masih perlu diperbaiki dan

ditingkatkan kembali.

Untuk membahas hal ini, maka dalam bab ini kita akan membahas pada salah

satu jenis perusakan lingkungan, yakni pencemaran lingkungan –baik udara maupun

air– dan sekaligus membahas mengenai cara menanggulanginya, sebagai bentuk

usaha kuratif maupun preventif.

B. PENCEMARAN LINGKUNGAN

Umumnya ahli lingkungan membagi kriteria lingkungan hidup dalam tiga (3)

golongan besar, yakni:

1. Lingkungan Fisik: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda mati.

2. Lingkungan biologis: segala sesuatu di sekitar kita sebagai benda hidup.

3. Lingkungan sosial, adalah manusia yang hidup secara bermasyarakat.6

Keberadaan lingkungan tersebut pada hakekatnya mesti dijaga dari kerusakan

yang parah. Suatu kehidupan lingkungan akan sangat tergantung pada ekosistemnya.

Oleh karena itu, masyarakat secara terus-menerus harus didorong untuk mencintai,

memelihara dan bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan. Sebab untuk

menjaga semuanya itu tidak ada lagi yang bisa dimintai pertanggungjawaban kecuali

manusia sebagai pemakai / pengguna itu sendiri. Kerusakan suatu lingkungan akan

5 Ibid. 6 Pelestarian – Pemanfaatan Sumberdaya Alam dalam Pembangunan yang Berwawasan

Lingkungan. Jakarta: CV. Kloeng Klede Jaya. Hlm. 417. dalam. P. Joko Subagyo, S.H. 1999. Hukum

Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 19.

Page 11: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

11

berakibat pada manusia itu sendiri, dan demikian pula sebaliknya.7 Lingkungan

merupakan unsur penentu dari kehidupan mendatang. Lingkungan alam merupakan

prasyarat pokok mengapa dan bagaimana pembangunan itu diselenggarakan. Bagi

program pembangunan itu sendiri, apabila pelaksanaannya sesuai dengan program

yang telah dijalankan, maka orientasi untuk menjaga lingkungan semesta pun akan

bisa dilakukan. Sebaliknya, jika pembangunan dilakukan hanya digunakan untuk

mencapai tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi semata, maka hal itu akan

menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup serius. Salah satu produk dari

kerusakan lingkungan itu adalah pencemaran, baik air, tanah maupun udara.

Pencemaran air misalnya, bisa dikategorikan melalui ukuran zat pencemar

yang diizinkan dibuang pada suatu jangka waktu tertentu. Misalnya satuan berat

unsur atau senyawa kimia setiap hari. Atau tingkat konsentrasi zat pencemar dalam

air buangan. Misalnya, maksimum ppm. unsur senyawa kimia yang diizinkan.

Kemudian jumlah maksimum yang dapat dibuang dalam setiap unit produksi.

Misalnya dalam produksi setiap ton kertas tidak diperbolehkan sekian kilogram zat

padat dan lain sebagainya. Dengan demikian, di samping perkiraan atas pengaruh

yang bersifat kimia, fisis dan biologis, maka dituntut perkiraan mengenai biaya

keseluruhan teknologi lingkungannya, usianya, semua fasilitas yang digunakan,

teknik penggunaannya, metode operasinya, dan lain-lain.8

Pencemaran lingkungan yang berdampak pada berubahnya tatanan lingkungan

karena kegiatan manusia atau oleh proses alam berakibat lingkungan kurang

berfungsi. Pencemaran berakibat kualitas lingkungan menurun, sehingga menjadi

fatal jika hal itu tak bisa dimanfaatkan sebagaimana fungsi sebenarnya. Ini disadari,

keadaan lingkungan yang ditata sebaik-baiknya untuk menjaga kehidupan kini dan

mendatang. Perubahan ini bukannya menunjukkan perkembangan yang optimis dan

mengarah pada tuntutan zaman, namun malahan sebaliknya.

7 Ibid. P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 19. 8 Lihat Dr. M. Daud Silalahi. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan

Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Hlm. 51.

Page 12: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

12

Kemunduran yang seperti itu dimulai dari sebuah gejala pencemaran dan

kerusakan lingkungan yang belum begitu nampak. Pencemaran itu lebih banyak

terjadi karena limbah pabrik yang masih murni, dan mereka belum melalui proses

waste water treament atau pengolahan. Dampaknya pada lingkungan secara umum,

jelas sangat merusak dan berakibat fatal bagi lingkungan secara keseluruhan. Oleh

karena itu perlu adanya kesadaran bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan

dampak terhadap lingkungan hidup. Kita perlu memperkirakan pada perencanaan

awal suatu pembangunan yang akan kita lakukan. Sehingga dengan cara demikian

maka dapat dipersiapkan dapat dipersiapkan pencegahan maupun penanggulangan

dampak negatifnya dan mengupayakan dalam bentuk pengembangan positif dari

kegiatan pembangunan yang dilakukan tersebut.

Kebijaksanaan lingkungan ditujukan kepada pencegahan pencemaran. Sarana

utama yang diterapkan adalah pengaturan dan instrumen ekonomik. Sarana

pengaturan sifatnya tradisional dan biasanya berupa izin serta persyaratan pemakaian

teknologi pencemaran. Instrumen ekonomik merupakan hal yang relatif baru.

Contohnya: pungutan (charges) pencemaran udara dan air serta uang jaminan

pengembalian kaleng atau botol bekas (deposit fees).9 Mulanya pencemaran

diakibatkan dampak teknologi buatan manusia atau hasil produksi yang sudah tidak

bisa dimanfaatkan. Akibat pengembangan industri, sistem transportasi, permukiman

akan menimbulkan sisa buangan, gas, cair dan padat yang jika dibuang ke lingkungan

hidup akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kehidupan manusia.

Proses perkembangan teknologi, pembangunan dan peningkatan populasi

(jumlah banyaknya penduduk) selama dekade-dekade terakhir mengakibatkan

berlipatnya aktivitas manusia dalam upaya pemenuhan kebutuhan pokok

kehidupannya. Aktivitas manusia itu sendiri merupakan sumber pencemaran yang

sangat potensial. Di samping adanya sumberdaya alam, alam air dan tanah, udara

9 H. van Schouwenburg. 1984. Economic Aspect: Incentives and Disincentives in

Environmental Management. Environmental Legislation Course. Puncak Pass. Hlm. 3. dalam Siti

Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Surabaya:

Airlangga University Press. Hlm. 237.

Page 13: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

13

adalah sumberdaya alam yang mengalami pencemaran sebagai akibat sampingan dari

aktivitas manusia itu.10

Selain dari aktifitas manusia, proses alami, seperti misalnya

kegiatan gunung berapi, tiupan angin terhadap lahan gundul berdebu dan lain

sebagainya juga merupakan sumber dari pencemaran udara.

Menurut sifat penyebaran bahan pencemarannya, sumber pencemar udara

dapat dikelompokkan ke dalam, sumber pencemar udara dikelompokkan ke dalam

tiga kelompok besar, yaitu sumber titik, sumber area, sumber bergerak.11

Sumber titik

dan area dapat dijadikan satu kelompok, sehingga pengelompokannya menjadi dua,

yakni sumber stationer dan sumber bergerak. Termasuk ke dalam sumber stationer

adalah kegiatan rumah tangga, industri, pembakaran sampah, letusan gunung berapi.

Sedangkan sumber bergerak adalah kendaraan angkutan.

Konsentrasi bahan pencemar yang terkandung dalam udara bebas dipengaruhi

banyak faktor, yaitu konsentrasi dan volume bahan pencemar yang dihasilkan suatu

sumber, sifat khas bahan pencemar, kondisi metereologi, klimatologi, topografi dan

geografi. Sehingga tingkat pencemara udara sangat bervariasi baik terhadap tempat

maupun waktu. Bahan pencemar udara digolongkan dalam dua golongan dasar, yaitu

partikel dan gas. Dari banyak jenis gas yang berperan dalam masalah udara adalah

SO 2, NO 2, CO, Oxidan, Hydrocarbon, NH 3 dan H2. Dalam konsentrasi yang

berlebih, gas-gas tersebut sangat berbahaya bagi manusia dan hewan, tanaman dan

material, dan berbagai gangguan lain. Melihat kondisi pencemaran itu, adalah penting

bagi kita untuk menyadari bahwa ini ancaman yang serius bagi manusia. Karenanya

pengetahuan lingkungan perlu ditingkatkan guna mencapai kesadaran masyarakat.

C. PENGENDALIAN PENCEMARAN

Salah satu akibat yang paling pasti dari adanya pencemaran adalah perubahan

tatanan lingkungan alam atau ekosistem yang sebelumnya secara alami telah terjadi.

Akibat lainnya adalah tidak atau kurang berfungsi satu atau beberapa elemen

10 Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 219. 11 Ibid. Hlm 219.

Page 14: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

14

lingkungan dikarenakan kegiatan manusia yang mengakibatkan pencemaran tersebut.

Akibat lain, dan ini barangkali yang paling fatal adalah, menurunnya kualitas

sumberdaya dan kemudian tidak bisa dimanfaatkan lagi.

Dengan akibat-akibat seperti itu maka sudah tidak bisa ditunda lagi bahwa

pencemaran haruslah, tidak sekedar dihindari, akan tetapi diperlukan juga tindakan-

tindakan preventif atau pencegahan. Pencegahan terhadap pencemaran merupakan

upaya yang sangat besar bagi penyelamatan masa depan bumi, air dan udara di dunia

ini. Sebelumnya, pencemaran memang sudah banyak sekali terjadi. Tidak hanya di

negara maju di mana industrialisasi sudah mencapai puncaknya, namun juga di

negara-negara yang sedang berkembang di mana proses dan praktek industrialisasi

mulai diterapkan. Dengan demikian, industrialisasi yang tidak memenuhi standar

kebijaksanaan lingkungan hidup adalah faktor utama mengapa pencemaran terjadi.

Dengan menyadari bahwa setiap kegiatan pada dasarnya menimbulkan

dampak terhadap lingkungan hidup, maka perlu dengan perkiraan pada

perencanaan awal, sehingga dengan cara demikian dapat dipersiapkan

langkah pencegahan maupun penanggulangan dampak negatifnya dan

mengupayakan pengembangan dampak positif dari kegiatan tersebut.

Sehubungan dengan itu, maka diperlukan analisis mengenai dampak

lingkungan sebagai proses dalam pengambilan keputusan tentang

pelaksanaan rencana kegiatan. 12

Pencemaran pada sungai misalnya, harus dihindari dan dicegah karena sungai

merupakan sarana untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi karena

sungai adalah sumber air yang digunakan untuk makan dan minum bagi makhluk

hidup. Di samping itu, sungai sebagai sumber air, sangat penting fungsinya dalam

pemenuhan kebutuhan masyarakat dan sebagai sarana penunjang utama dalam

pembangunan nasional. Karena itu pemerintah hendaknya memperhatikan pelestarian

sungai. Pelestarian sungai dari pencemaran meliputi perlindungan, pengembangan,

penggunaan dan pengendalian atas kerusakan dari sifat aslinya. Misalnya dengan

dikeluarkannya PP No. 35 tahun 1991 tentang sungai, sebagai pelaksanaan UU No

11/1974 tentang pengairan, maka peraturan itu bisa digunakan sebagai pedoman

12 P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 27.

Page 15: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

15

dalam rangka menjalankan aktifitas yang pada akhirnya mengancam bahaya

kelestarian sungai. Hal ini berpedoman pada prinsip bahwa air dalam sungai akan

bisa menjadi sumber malapetaka.

Pencemaran akibat industri misalnya, merupakan hal yang harus dihindari

karena, baik polusi udara yang diakibatkannya maupun buangan limbah hasil proses

pengelolahan barang mentahnya sangat berbahaya bagi makhluk hidup. Jika

industrialisasi merupakan proyek pembangunan yang tak bisa dihindari guna

kemajuan manusia, maka setidaknya harus ada landasan bagaimana industriaisasi

yang tak merugikan. Pencegahan pencemaran industri dimulai dari tahap perencanaan

pembangunan maupun pengoperasian industri. Hal tersebut meliputi pemilihan lokasi

yang dikaitkan dengan rencana tata ruang; studi yang menyangkut pengaruh dari

pemilihan industri terhadap kemungkinan pencemaran dengan melalui prosedur

AMDAL maupun ANDAL; pemilihan teknologi yang akan digunakan dalam proses

produksi; dan yang lebih penting lagi adalah pemilihan teknologi yang tepat guna

proses pengelolahan limbah industri termasuk daur ulang dari limbah tersebut. Hal ini

penting mengingat kebutuhan kelestarian lingkungan yang ada di sekitarnya.

Dalam UU No. 23/1997 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPLH) pasal 14 ayat 2 dinyatakan bahwa di samping ketentuan tentang baku mutu

lingkungan hidup, ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran

serta pemulihan daya tampungnya diatur dengan PP. Mengenai pencegahan dan

penanggulangan pencemaran, dalam pasal 17 UULH dinyatakan bahwa: Ketentuan

tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan

hidup beserta pengawasannya yang dilakukan secara menyeluruh dan atau secara

sektoral ditetapkan dengan Peraturan Perundangan.13

Dengan melihat kepedulian

pemerintah dalam hal penyelamatan lingkungan hidup, maka masyarakat pun harus

mendukung sekaligus mengontrol dari pelaksanaan berbagai kebijakan itu. Sebab

yang demikian inilah yang disebut sebagai partisipasi dari kesadaran masyarakat.

13 Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 240.

Page 16: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

16

BAB III

HUKUM LINGKUNGAN

A. INSTRUMEN DAN SISTEM HUKUM LINGKUNGAN

Prof. Munadjat Danusaputro mengkategorikan hukum lingkungan menjadi

dua bagian utama, yakni hukum lingkungan modern yang berorientasi kepada

lingkungan (environmental law oriented) dan hukum lingkungan klasik yang

berorientasi pada penggunaan lingkungan (use oriented law).14

Di sisi lain, dalam hukum lingkungan berlaku upaya preventif (pencegahan)

maupun represif (tindakan). Upaya preventif berarti suatu tujuan hukum, yakni untuk

memberi batasan-batasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak

boleh dilanggar dalam kaitannya dengan pelestarian lingkungan yang ada. Penegakan

hukum bersifat preventif berarti bahwa pengawasan aktif dilakukan terhadap

keputusan kepada peraturan tanpa kejadian langsung yang menyangkut peristiwa

kongkrit yang menimbulkan sangkaan bahwa peraturan hukum telah dilanggar.

Instrumen bagi penegakan hukum preventif adalah penyuluhan, pemantauan dan

penggunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan (pengambilan sampel,

penghentian mesin-mesin dan sebagainya). Penegak hukum yang utama dalam hal ini

adalah pejabat atau apara pemerintah yang berwenang memberi izin dan m,encegah

terjadinya pencemaran lingkungan.15

Sedangkan dalam upaya represif (tindakannya), ada beberapa jenis instrumen

yang dapat diterapkan dan penerapannya tergantung dari keperluannya, sebagai

pertimbangan antara lain dengan melihat dampak yang sudah ditimbulkannya. Jenis-

14 Prof. Munadjat Danusaputro, S.H. “Hukum Lingkungan Buku 1 Umum”. Bandung: Bina

Cipta. Hlm. 35. dalam Rachmadi Usman. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta:

Akapress. Hlm. 3. 15 Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.

Hlm. 209-210.

Page 17: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

17

jenis instrumen yang dimaksud tersebut adalah meliputi: (a) tindakan administratif,

(b) tindakan perdata atau proses perdata, dan (c) tindakan pidana atau proses pidana.16

Ketiga bentuk instrumen hukum tersebut tidak selalu berada dalam urutan

skala prioritas. Artinya ada konteks di mana hukum tersebut akan diterapkan. Tidak

selalu harus berurutan antara nomor 1 sampai 3, atau berbalik dan sebagainya.

Sedangkan dalam persoalan lingkungan, jika dikaitkan dengan dampak yang

diakibatkannya, perlu diperhatikan aspek-aspek seperti berikut ini:

2. Lingkungan yang terdiri dari tanaman, perikanan atau peternakan, tanah,

air, dan udara.

3. Penderita, dalam hal ini adalah masyarakat atau sekelompok individu

yang terkena dampak dari suatu kegiatan yang lain.

4. Penyebab, adalah sekelompok individu yang menjadi penyebab dari

kerusakan lingkungan tersebut, misalnya perusahaan, pelaksana proyek

pembangunan dan sebagainya. Sedangkan perusahaan itu sendiri meliputi

pemilik (the owner), penanggungjawab kegiatan (the responsibility), dan

karyawan (worker).

Untuk memfungsikan instrumen-intrumen hukum lingkungan di atas, perlu

dilibatkan beberapa instansi yang berkaitan dengan tugas kewenangannya. Di antara

instansi yang secara aktif dan kontinyu dalam hal ini adalah: Departemen Dalam

Negeri, Cq. Pemerintah Daerah setempat, Departemen Perindustrian, Departemen

Kehakiman, Cq. Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian.

Namun demikian, harus diingat bahwa masalah lingkungan bukanlah masalah

pemerintah atau perusahaan saja. Masalah lingkungan adalah masalah semua manusia

atau makhluk hidup yang lain yang hidup di muka bumi ini. Sehingga dengan

demikian diperlukan kesadaran masing-masing pihak untuk saling menghormati dan

menaati hukum yang berlaku. Hal ini untuk membantah anggapan masyarakat yang

berkembang luas bahwa masalah lingkungan hanya merupakan masalah yang harus

16 P. Joko Subagyo, S.H. Hukum Lingkungan. Hlm. 81.

Page 18: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

18

diselesaikan pemerintah saja, baik mulai dari kepolisian sampai kejaksaan. Sementara

masyarakat sendiri tidak mengerti sama sekali dalam hal penyelamatan yang ingin

dilakukannya. Tampaknya di sini perlu semacam kesadaran yang lebih luas lagi.

B. MEKANISME HUKUM LINGKUNGAN

Seperti dikemukakan di atas bahwa permasalahan lingkungan hidup adalah

permasalahan semuanya, yang meliputi pemerintah, perusahaan dan juga masyarakat

secara umum. Bagi secara umum adalah beberapa faktor yang membuat kesadaran

mereka untuk memahami sekaligus melestarikan lingkungan nampaknya kurang.

1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan makna penting lingkungan bagi

generasi mendatang

2. Kurangnya keberanian masyarakat untuk melakukan tindakan-tindakan

hukum menghadapi para pencemar

3. Kurangnya instrumen hukum dalam masyarakat untuk menangani kasus-

kasus yang terjadi

4. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana dari pemerintah yang

diperuntukkan masyarakat

5. Adanya keterbatasan dalam diri masyarakat mengenai apa sebenarnya

yang terjadi dalam lingkungan ini

Secara hukum, bagi masyarakat untuk memberitahukan bahwa telah terjadi

pencemaran ataupun perusakan lingkungan alam tertentu tempat di mana mereka

tinggal, telah diatur. Hal itu merupakan hak yang dicantumkan oleh hukum.

Mekanismenya adalah, suatu laporan mengenai perusakan lingkungan diberikan

kepada pemerintah daerah, dan oleh pemerintah daerah kemudian diteruskan pada

laporan kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti, diteliti, dan dibuktikan

kebenarannya. Setelah itu dibuatkan BAP-nya untuk diteruskan ke kejaksaan, dan

kemudian pengadilan. Hal-hal seperti ini belum banyak dipahami oleh masyarakat

pada umumnya.

Page 19: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

19

Jika dari hasi penyelidikan ternyata telah terjadi pencemaran atau perusakan

lingkungan, maka kewajiban selanjutnya adalah menyelesaikannya dalam bentuk

penanggulangan maupun biaya pemulihan seperti asalnya. Hasil dari penyidikan itu

merupakan bahan keterangan untuk menetapkan sanksi administratif. Mengenai

kewajiban ganti rugi, sudah diatur dalam undang-undang.

Sedangkan jika masyarakat enggan menggunakan jalur administratif seperti di

atas, masyarakat bisa melakukan clash action dengan menggugat pencemar yang

telah merugikan lingkungan sekitarnya. Model gugatan yang seperti ini diatur dalam

hukum perdata.

Sedangkan untuk sanksi pidana, ada beberapa instansi yang terkait, yaitu, (a)

kepolisian yang bertindak sebagai penyidik untuk mengumpulkan informasi dan alat

bukti dengan dilengkapi berita acara, (b) kejaksaan untuk memberkas perkara tersebut

diajukan ke suatu pengadilan.

Namun demikian di Indonesia tampaknya penyelesaian masalah kasus

lingkungan belum sebanyak di negara-negara lain. Oleh karena itu partisipasi dan

kesadaran masyarakat di sini sangat diperlukan karena mereka akan menjadi pihak

yang mengontrol dan memberitahukan, baik ke aparat Pemerinath Daerah, maupun

aparat hukum lainnnya.

C. UU NOMOR 23 TAHUN 1997

Sebelum berlaku UU No. 23 Tahun 1997 adalah UU No. 4 Tahun 1982.

Alasan pertimbangan penetapan UU No. 23/1997 tentang Pengelolahan Lingkungan

Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 No. 68 dan Tambahan Lembaran Negara No.

3699) yang menyatakan tidak berlakunya lagi UU No. 4/1982 dan diundangkannya

UU No. 23 Tahun 1997 pada tanggal 19 September 1997 adalah sebagai berikut:17

1. Bahwa lingkungan hidup Indonesia sebagai karunia dan rahmat Tuhan

Yang Maha Esa kepada rakyat dan bangsa Indonesia merupakan ruang

17 Koesnadi Hardjasoemantri. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Hlm. 64-65.

Page 20: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

20

bagi kehidupan dalam segala aspek dan matranya sesuai dengan

wawasan nusantra.

2. Bahwa dalam rangka mendayagunakan sumberdaya alam untuk

memajukan kesejahteraan umum seperti dimanatkan dalam UUD 1945

dan untuk mencapai kebahagaiaan hidup berdasarkan Pancasila perlu

dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan

lingkungan hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu

dan menyeluruh dengan memperhitungkan generasi masa kini dan

generasi masa depan.

3. Bahwa dipandang perlu melaksanakan pengelolahan lingkungan hidup

untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan hidup yang

serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

4. Bahwa penyelenggaraan pengelolahan lingkungan hidup dalam rangka

pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup

harus didasarkan pada norma hukum dengan memperhatikan tingkat

kesadaran masyarakat dan perkembangan lingkungan global serta

perangkat hukum internasional yang berkaitan dengan lingkungan

hidup.

5. Bahwa kesadaran dan kehidupan manusia dalam kaitannya dengan

pengelolahan lingkungan hidup telah berkembang demikian rupa

sehingga pokok materi sebagaimana diatur dalam UU No. 4 Tahun

1982 tentang Ketentutan-ketentuan Pokok Pengelolahan Lingkungan

Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 No. 12, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 3215) perlu disempurnakan untuk mencapai tujuan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

6. Bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut pada poin 1, 2, 3, 4 dan 5

di atas, maka perlu ditetapkan Undang-undang tentang Pengelolahan

Lingkungan Hidup (UUPLH)

Apa yang menarik di atas adalah pada poin ke-4 di mana dimasukkan satu

penjelasan bahwa UU No. 23 Tahun 1997 dibuat dengan tujuan untuk merespon

kesadaran masyarakat yang sudah meningkat. Dalam hal ini berarti pemerintah

mempunyai aspek responsibilitas dan perhatian bahwa masyarakat sebagai pelaku

sekaligus pengontrol pembangunan nasional perlu diperhatikan. Maksud lain adalah

kesadaran masyarakat mengenai lingkungan juga harus terus-menerus ditingkatkan

guna keperluan pembangunan nasional yang seimbang, selaras dan berkelanjutan.

Page 21: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

21

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. PERAN PENTING MASYARAKAT

Lingkungan dalam pasal 1 UU No. 23 tahun 1997 adalah: “Kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lainnya.” Pengertian di atas menunjukkan bahwa

lingkungan memiliki pengertian lebih luas dari sekedar agraria, sebab agraria hanya

merupakan lingkungan fisik sedangkan lingkungan mencakup fisik, biologi dan

komposit. Segala sesuatu yang ada di bumi ini, saling berhubungan antara yang satu

dengan yang lainnya: Antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan

hewan, antara manusia dengan tanaman/tumbuhan, antara manusia dengan tanah, air,

dan benda lainnya. Dengan demikian ada keterkaitan yang saling pengaruh

mempengaruhi antara makhluk hidup dan benda mati di sekelilingnya. Pengaruh

antara satu komponen, dengan komponen lain ini akan melahirkan bermacam-macam

bentuk dan sifatnya.

Prinsip yang dikemukakan di atas secara eksplisit menyebutkan bahwa

manusia merupakan pokok terpenting dalam perikehidupan ini, di samping makhluk

hiup lainnya. Artinya, hanya dengan kesadaran manusia dalam memperlakukan

makhluk lainnya, maka akan didapat suatu keseimbangan ekologi sekaligus

ekosistemnya. Oleh karena itu, untuk membuat tata kehidupan yang harmonis dan

berkelanjutan, maka mau tidak mau diperlukan suatu kesadaran yang

termanifestasikan dalam berbagai aktifitas manusia untuk mencapai tujuannya.

Manusia (individu) yang berkelompok dengan manusia lainnya kemudian

membentuk organisasi yang bernama masyarakat. Dalam suatu masyarakat

diperlukan kesadaran agar masyarakat tersebut bisa tetap eksis dan bisa melanjutkan

Page 22: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

22

kehidupanya sampai pada generasi berikutnya. Siapa yang bertanggungjawab

terhadap generasi berikutnya adalah generasi sekarang. Jika generasi sekarang tidak

mempedulikan keberadaan dan kelangsungan generasi mendatang, maka bisa

dipastikan, generasi mendatang akan menuai suatu kekacauan ekologis yang sangat

parah. Di sinilah arti penting kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan

alamnya tersebut.

Perlu diketahui bahwa, krisis ekologis bukan lagi merupakan kemungkinan

masa depan. Sebetulnya sekarang sudah menjadi realitas kontemporer yang melebihi

batas-batas toleransi dan kemampuan adaptasi lingkungan. Proliferasi malapetaka

lingkungan (environmental disasters) sudah mencapai dimensi regional, global, dna

terus berdampak parah. Konteks degradasi lingkungan seyogyanya menyadarkan

adanya bahaya monumental yang mengancam lingkungan.18

Inilah yang disebut

Joachim Metner dan N. Daldjoeni (ed) sebagai kerapuhan ekosistem.19

Dan pada titik

inilah kita menemukan kesimpulan bahwa semua akar masalah dari degradasi

lingkungan adalah masalah kesadaran masyarakat-nya. Masyarakat di sini bisa berarti

masyarakat regional, nasional maupun global.

B. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

Penegakan hukum lingkungan sangat berhubungan dengan kemampuan

aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku.

Kepatuhan warga masyarakat di sini juga bisa bermakna sebagai kesadaran hukum

masyarakat. Sedangkan kesadaran hukum itu sendiri akan meliputi tiga bidang

hukum, yakni administratif, perdata dan pidana. Seperti halnya perdata, dan

administrasi, maka pidana sendiri bermakna khas, serupa dengan sanksi yang berupa

18 Lihat Suparto Wijoyo. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga

University Press. Hlm. 1 19 Joachim Metzner dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan Alam.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hlm. 8.

Page 23: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

23

hukuman.20

Biezeveld dalam tulisannya, Course on Environmental Law Enforcement,

seperti dikutip oleh Siti Sundari Rangkuti mengatakan bahwa penegakan hukum

memiliki poin-poin pengertian yang diterangkan sebagai berikut ini:

Environmental law enforcement can be defined as the application of legal

governmental powers to ensures compliance with environmental regulation by

menas of:

• Administrative supervision of compliance with environmental

regulation (inspections) (=mainly preventive activity)

• Administrative measures or sanctions in case of non-compliance

(=corrective activity)

• Criminal investigation in case of presumed offences (=repressive

activity)

• Criminal measures or sanctions in case offences(=repressive

activity)

• Civil action (law suit) in case of (threatening) non compliance

(=preventive or corrective activity).21

Dengan mengacu pada paparan di atas berarti bahwa penegakan hukum

adalah upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan dalam

ketentuan hukum yang berlaku secara umum maupun individual. Hal ini akan

diperkuat melalui pengawasan dalam bentuk sanksi administrasi, pidana maupun

perdata. Sehingga penegakan hukum lingkungan yang dicita-citakan akan mampu

mencapai tujuan yang diharapkan.

Dari sini kita bisa mengatakan bahwa sebenarnya antara kesadaran hukum

lingkungan yang dimiliki masyarakat dengan adanya hukum maupun kebijakan itu

sendiri sangat berkaitan erat. Tidak hukum tanpa adanya masyarakat yang sadar

hukum, dan demikian pula sebaliknya. Intinya masyarakat harus menyadari bahwa

ada hukum yang mengatur segala sesuatu, terutama lingkungan tempat di mana ia

20 Lihat Alam Setia Zain, SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta: Penerbit

Rineka Cipta. Hlm. 16. 21 Siti Sundari Rangkuti. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.

Hlm. 208-209.

Page 24: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

24

tinggal. Di samping itu hukum juga memasukkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

serta sanksi bagi tiap-tiap pelanggaran yang dilakukan.

Namun suatu penegakan hukum tidak hanya bisa dilakukan dengan adanya

kemauan saja. Di sisi lain harus ada sistem dan mekanisme yang mengatur hal itu

dengan jelas dan sistematis. Sistem dan mekanisme itulah yang akan menjadi acuan

bagi segenap langkah dan tindakan manusia dalam rangka mencapai tujuannya.

Sehingga hukum di sini bisa berfungsi untuk menyejahterakan dan memakmurkan

masyarakat.

C. MENUJU PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

Pembangunan pada dasarnya merupakan campur tangan manusia terhadap

hubungan timbal balik antara dirinya sendiri dengan lingkungan hidupnya. Dalam arti

lain pembangunan merupakan salah satu bentuk upaya manusia untuk memanfaatkan

sumberdaya alam yang tersedia untuk kepentingan dirinya. Dalam skala aktifitas

pembangunan akan berdampak luas bagi manusia dan lingkungannya itu sendiri. Oleh

karena itu kebijaksanaan dan langkah-langkah dalam pembangunan hendaknya

mencerminkan pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan pengelolahan

sumberdaya alam dan lingkungan hidup.22

Dengan demikian, maka perlu dilaksanakan konsep “pembangunan yang

berwawasan lingkungan” atau “pembangunan yang berkelanjutan” (sustainable

developmenti). Hal ini merupakan kunci untuk melaksanakan suatu pembangunan

yang bertanggungjawab pada generasi mendatang. Bagi Indonesia konsep ini

bukanlah sesuatu yang baru, karena sebelumnya kita sudah mengenalkan konsep

“pembangunan yang berkesinambungan”.23

Prof. Dr. Emil Salim menjelaskan bahwa pembangunan berkelanjutan

haruslah berlandaskan pada prinsip-prinsip berikut ini:

22 Bambang Sunggono, SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika Kependudukan.

Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. Hlm. 8 – 9. 23 Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan. Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 2.

Page 25: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

25

• Bahwa proses pembangunan harus berlangsung secara terus-menerus,

serta didukung oleh adanya ketersedian sumberdaya alam, manusia

dan kualitas lingkungan yang berkembang.

• Bahwa sumberdaya alam, terutama udara, air dan tanah adalah sesuatu

yang memiliki ambang batas. Penggunaannya jelas berpengaruh dalam

meminimalkan kuantitas dan kualitasnya.

• Bahwa pembangunan berkelanjutan berarti juga penerapan cara yang

efisien dan efektif pada pemanfaatan suatu sumberdaya alam, sehingga

pembangunan pada tahapan atau fase berikutnya tidak mengalami

kekosongan atas keberadaannya.

• Bahwa kualitas lingkungan berhubungan langsung dengan kualitas

hidup. Semakin baik kualitas lingkungan, semakin positif pengaruhnya

bagi kualitas hidup.

• Bahwa pembangunan berkelanjutan menempatkan pengembangan

kualitas lingkungan sebagai hal penting yang bisa memberikan

konstribusi positif pada kualitas hidup manusia.

• Bahwa pembangunan berkelanjutan mengandung arti bahwa

penggunaan sumberdaya alam sekarang harus mempertimbangkan

kepentingan masa depan.

• Bahwa pola penggunaan SDA tidak menutup kemungkinan memilih

opsi atau pilihan lain di masa depan.

• Bahwa pembangunan berkelanjutan bisa didefinisikan sebagai

transgenerasi (hubungan antar-generasi) yang memungkinkan generasi

sekarang meningkatkan kesejahteraan tanpa mengurangi jaminan bagi

generasi mendatang untuk membangun kesejahteraannya.14

Paparan di atas setidak-tidaknya menyentuh pada beberapa aspek seperti

berikut ini. Pertama, bahwa proyek pembangunan seyogyanya tidak saja

14 Emil Salim. 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282-283.

Page 26: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

26

memperhatikan keuntungan-keuntungan ekonomis, akan tetapi juga memperhatikan

hal-hal yang tak mudah diukur dengan faktor ekonomis, seperti penyelamatan

generasi mendatang. Kedua, sehingga pembangunan janganlah hanya diukur melalui

biaya keuntungan dan kerugian, namun juga melalui biaya-biaya sosial yang pasti

muncul dalam setiap pelaksanaannya.

Sesuai dengan salah satu hasil dari Deklarasi Rio (hasil KTT bumi di Rio de

Janeiro antara lain disepakati bahwa, memang tiap-tiap negara yang berkedaulatan

berhak untuk mengeksploitasi sumberdayanya sesuai dengan kebijaksanaan

pembangunan dan lingkungannya secara nasional. Akan tetapi, hal itu harus

bertanggungjawab untuk tidak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan negara

lain, atau daerah di luar batasnya sendiri.24

Meskipun begitu hal ini bukan berarti ada

legitimasi untuk melakukan kerusakan lingkungan di negaranya sendiri.

Kaitannya dengan hukum, maka hukum (hukum lingkungan) haruslah mampu

berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Sebab

mengingat ciri-ciri yang melekat pada hukum adalah:

1. Menimbulkan kemantapan dan keteraturan dalam dunia usaha

2. Memberikan kerangka sosial dalam kehidupan bermasyarakat

3. Menampilkan wujudnya sebagai sarana untuk menjamin agar anggota-

anggota masyarakat dapat dipenuhi kebutuhannya secara terorganisir.25

Dengan demikian jelas, bahwa kesadaran hukum masyarakat akan

berpengaruh pada sistem penegakan hukumnya dan pada akhirnya pula akan

berpengaruh pada bagaimana suatu pembangunan berkelanjutan dijalankan. Tanpa

adanya kaitan yang erat dan saling berhubungan antara kedua elemen ini (kesadaran

hukum dan penegakan sistem – mekanisme hukum lingkungan yang ada) maka

mustahil suatu pembangunan berkelanjutan dijalankan.

24 Alam Setia Zain, S.H. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi Hutan

Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Hlm. 34. 25 Satjipto Rahardjo. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni. Hlm. 149-151. Lihat juga

Bambang Pamulardi, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta:

Rajawali Press. Hlm. 205 dan seterusnya.

Page 27: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

27

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Peran serta masyarakat terhadap pelestarian hukum lingkungan, terutama pada

UU No. 23 Tahun 1997 adalah sangat penting sekali. Hal ini karena

masyarakat-lah sebenarnya yang menikmati dan menggunakan sumberdaya

alam yang tersedia tersebut.

2. Peran serta masyarakat dalam upaya melestarikan lingkungan di mana ia

tinggal bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran mereka akan arti penting

lingkungan. Dengan kesadaran lingkungan maka dia akan menaati hukum

lingkungan yang telah disepakati bersama-sama.

3. Dengan demikian, antara kesadaran masyarakat dan keberadaan hukum

lingkungan adalah saling terkait dan saling berhubungan erat. Kedua variabel

yang disebutkan di atas tidak bisa saling mengabaikan, dan harus saling

menunjang. Sehingga bentuk-bentuk perusakan alam lingkungan bisa

dihindari sedini mungkin. Tidak hanya diselesaikan persoalannya, tapi juga

dicegah kemunculannya.

A. SARAN-SARAN

1. Mengingat pentingnya masyarakat sebagai sarana kontrol terhadap lingkungan

maka seyogyanya pemerintah juga menyebarluaskan / melakukan sosialisasi

peraturan perundangan-undangan ataupun kebijakan-kebijakan yang lain.

2. Di samping itu perlu juga disosialisasikan mengenai arti penting lingkungan

kepada masyarakat secara terus-menerus agar ada keterkaitan yang erat yang

saling menunjang, antara masyarakat, pemerintah maupun pihak swasta.

Page 28: Makalah Lingkungan Hidup (Hukling)

28

DAFTAR PUSTAKA

Barber, Charles Victor, Suraya Afiff, Agus Purnomo. 1997. Meluruskan Arah

Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Terjemahan Marina

Malik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Hardjasoemantri, Koesnadi. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Edisi ke-7. Cetakan ke-

15. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Metzner, Joachim dan N. Daldjoeni. (ed). 1987. Ekofarming Bertani Selaras dengan

Alam. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Pamulardi, Bambang, S.H. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang

Kehutanan. Jakarta: Rajawali Press.

Rahardjo, Satjipto. 1987. Ilmu Hukum. Bandung: Penerbit Alumni.

Rangkuti, Siti Sundari. 2000. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan

Nasional. Surabaya: Airlangga University Press.

Salim, Emil, 1992. Pembangunan Berkelanjutan. Jakarta: Gramedia.

Soejono, S.H., M.H. Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Subagyo, P. Joko, S.H. 1999. Hukum Lingkungan, Masalah dan Penanggulangannya.

Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Sudjana, Eggi dan Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dalam Perspektif

Etika Bisnis di Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Sunggono, Bambang SH, MS. 1994. Hukum Lingkungan dan Dinamika

Kependudukan. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Silalahi, M. Daud, Dr. 1996. Pengaturan Hukum Sumberdaya Air dan Lingkungan

Hidup di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni.

Usman, Rachmadi. 1993. Pokok-pokok Hukum Lingkungan Nasional. Jakarta:

Akapress. Hlm. 3.

Wijoyo, Suparto. 1999. Penyelesaian Sengketa Lingkungan. Surabaya: Airlangga

University Press.

Zain, Alam Setia SH. 1997. Hukum Lingkungan: Konservasi Hutan. Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

_________________. 1997. Aspek Pembinaan Kawasan Hutan dan Stratifikasi

Hutan Rakyat. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.