Makalah Legal Drafting OK

15
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum dibangun dengan mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum perlu dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya. Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya, serta ditetapkannya Undang- Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi, terbentuklah pula sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Apabila dibandingkan dengan teori jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans Kelsen dan teoi jenjang norma hukum (Die Treorie vom Stufentordnung der Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dapat dilihat adanya cerminan dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. B. Rumusan Masalah 1

description

q

Transcript of Makalah Legal Drafting OK

Page 1: Makalah Legal Drafting OK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum. Gagasan negara hukum dibangun dengan

mengembangkan perangkat hukum itu sendiri sebagai suatu sistem yang fungsional dan

berkeadilan, dikembangkan dengan menata supra struktur dan infra struktur

kelembagaan politik, ekonomi dan sosial yang tertib dan teratur, serta dibina dengan

membangun budaya dan kesadaran hukum yang rasional dan impersonal dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk itu, sistem hukum perlu

dibangun (law making) dan ditegakkan (law enforcing) sebagaimana mestinya, dimulai

dengan konstitusi sebagai hukum yang paling tinggi kedudukannya.

Sejak lahirnya negara Republik Indonesia dengan Proklamasi kemerdekaannya,

serta ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi, terbentuklah pula

sistem norma hukum Negara Republik Indonesia. Apabila dibandingkan dengan teori

jenjang norma (Stufentheorie) dari Hans Kelsen dan teoi jenjang norma hukum (Die

Treorie vom Stufentordnung der Rechtsnormen) dari Hans Nawiasky, maka dapat

dilihat adanya cerminan dari kedua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum

Negara Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Sistem Norma Hukum Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945

2. Hubungan Antara Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945

3. Hubungan Undang-Undang Dasar 1945 Dan Ketetapan Mpr

4. Hubungan Pancasila, UUD 1945 Dan Ketetapan Mpr

5. Hubungan Norma Hukum Dasar Dan Norma Perundang-Undangan

1

Page 2: Makalah Legal Drafting OK

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Norma Hukum Indonesia Menurut Undang-Undang Dasar 1945

Dalam sistem norma hukum Negara Republik Indonesia maka norma-norma

hukum yang berlaku berada dalam suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-

jenjang, sekaligus berkelompok-kelompok, di mana suatu norma itu selalu berlaku,

bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi

berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tiggi lagi, demikian seterusnya

sampai pada suatu norma dasar negara (Staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia

adalah Pancasila.

Di dalam sistem norma Hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila

merupakan Norma Fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang tinggi,

dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan

MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi Ketatamegaraaan

sebagai Aturan Dasar Negara / Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-

undang (Formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom

(Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah,

Keputusan Presiden, Keputusan Mentri, dan peraturan pelaksanaan serta peraturan

otomom lainya (atau istilah yang dipakai oleh Undang-Undang No. 10 Th. 2004

tentang pembentukan Peraturan Perundang-undang adalah, Peraturan Presiden sampai

Peraturan Daerah, dan sebagainya).

B. Hubungan Antara Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945

Pembahasan tentang hubungan antara Norma Fundamental Negara

(Staatsfundamentalnorm) Pancasila dan Aturan Dasar Negara / Aturan Pokok Negara

(Verfassungsnorm) Undang-undang Dasar 1945, dapat dilakukan dengan melihat dan

mencermati rumusan dalam Penjelasan tentang Undang-Undang Dasar 1945 Angka

III yang menentukan sebagai berikut:

“ Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Pokok-Pokok pikiran ini mewujutkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (Undang-UndangDasar) maupun hukum

2

Page 3: Makalah Legal Drafting OK

yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di dalam pasal-pasalnya.”

Dari perumusan tersebut dapat dilihat bahwa kedudukan dari Pembukaan

UUD1945 adalah lebih utama dari pada Batang Tubuh UUD 1945, oleh karena

pembukaan UUD 1945 itu mengandung pokok-pokok pikiran yang tidak lain adalah

Pancasila.

Apabila pokok-pokok yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 tersebut

mencerminkan Pancasila yang menciptakan pasal-pasal dalam Batang Tubuh UUD

1945, dengan demikian Pancasila merupakan Norma Fundamental Negara

(Staatsfundamentalnorm) yang menjadi dasar dan sumber bagi Aturan Dasar Negara/

Aturan Pokok Negara (Verfassungnorm) yaitu Batang Tubuh UUD 1945.

Selain dari pada itu Penjelasan UUD 1945 juga menyebutkan istilah cita-cita

hukum (Rechtsidee): Istilah ‘cita-cita hukum (Rechtsidee)’ di dalam penjelasan UUD

1945 ini menurut A. Hamid S. Attamimi dikatakan kurang tepat oleh karena istilah

‘cita-cita’ itu berarti keinginan, kehendak, atau suatu harapan, sedangkan istilah

‘Rechtsidee’ sendiri lebih tepat kalau diterjemahkan dengan Cita Hukum.

Cita Hukum’ ialah terjemahan dari Rechtsidee. Berbeda dengan terjemah yang

digunakan dalam Penjelasan UUD1945, penulis berpendapat Rechtsidee sebaiknya

diterjemahkan dengan ‘Cita hukum’ dan bukan dengan ‘cita-cita hukum’ mengingat

cita ialah gagasan, rasa, cita, pikiran, sedangkan cita-cita ialah keinginan, kehendak,

harapan yang selalu ada di pikiran atau dihati.

Selanjutnya dikemukakan bahwa ‘ Kelima sila dari Pancasila dalam

kedudukannya sebagai Cita hukum rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara secara positif merupakan “Bintang Pemandu” yang

memberikan pedoman dan bimbingan dalam semua kegiatan memberi isi kepada tiap

peraturan perundang-undangan, dan secara negatif merupakan kerangka yang

membatasi ruang gerak isi peraturan perundang-undangan tersebut.

Dengan uraian tersebut jelaslah bahwa Pancasila sebagai Norma Fundamental

Negara (Staatsfundamentalnorm) dan sekaligus sebagai Cita hukum merupakan sumber

dan dasar serta pedoman bagi Batang Tubuh UUD 1945 sebagai Aturan Dasar Negara/

Aturan Pokok Negara (Verfassungsnorm) serta peraturan perundang-undangan lainya.

C. Hubungan Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR

3

Page 4: Makalah Legal Drafting OK

1. Sebelum Perubahan UUD 1945

Apabila dilihat dari teori jenjang norma hukum dari Hans Nawiasky, maka

kelompok norma dari Staatsgrundgesetz di Negara Republik Indonesia terdiri dari

Verfassungsnorm UUD 1945 yang terdapat dalam Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan

MPR, serta Hukum Dasar tidak tertulis (Konvensi Ketatanegaraan).

Norma-norma Hukum yang ada dalam Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok

Negara yaitu dalam Verfassungsnorm UUD 1945 dan dalam ketetapan MPR

merupakan norma-norma hukum yang masih bersifat umum dan garis besar serta masih

merupakan norma tunggal, jadi belum dilekati oleh sanksi pidana maupun sanksi

pemaksa. Secara Hierarkis kedudukan Verfassungsnorm UUD 1945 lebih tinggi dari

pada ketetapan MPR, walaupun keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama yaitu

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai Lembaga tertinggi di Negara Republik

Indonesia.

Selama ini (Sebelum ada perubahan UUD 1945) masih banyak orang yang

mempersoalkan mengapa ketetapan MPR mempunyai kedudukan setingkat lebih

rendah dari pada Undang-Undang Dasar 1945, padahal keduanya dibentuk oleh sebuah

lembaga yang sama yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat. Pertanyaan ini timbul oleh

karena selama ini banyak orang yang beranggapan bahwa ketiga fungsi dari Majlis

Permusyawaratan Rakyat itu mempunyai bobot yang sama, namun demikian, apabila

diperhatikan secara saksama, ketiga fungsi dari Majlis Permusyawaratan Rakyat itu

bisa dibedakan dalam dua kualitas yaitu:

Fungsi I : Menetapkan Undang-Undang Dasar.

Fungsi II a : Menetapkan garis-garis besar dari pada haluan negara.

II b : Memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam menjalankan fungsi yang pertama

mempunyai kedudukan yang lebih utama dari pada dalam menjalankan fungsi yang

kedua, oleh karena dalam menjalankan fungsi yang pertama Majlis Permusyawaratan

Rakyat mempunyai kualitas sebagai ‘konstituante’, yaitu menetapkan Undang-Undang

Dasar yang hanya dilaksanakan apabila negara benar-benar menghendaki, jadi tidak

secara teratur, sedangkan dalam menjalankan fungsi yang kedua itu dapat dilaksanakan

secara teratur dalam jangka waktu lima tahun sekali, yaitu pada waktu Majelis

Permusyawaratan Rakyat Bersidang.

4

Page 5: Makalah Legal Drafting OK

Keduanya Verfassungsnorm UUD 1945 yang berada di atas ketetapan MPR ini

menjadi lebih jelas apabila dikaji dengan teori Pengikatan Diri (Selbtsbindungtheorie)

dari George Jellinek. Secara teori Majelis Permusyawaratan Rakyat yang mempunyai

kualitas utama sebagai Konstituante itu mula-mula menjalankan fungsi yang pertama

yaitu menetapkan Undang-Undang Dasar Negara. Setelah Undang-Undang Dasar itu

terbentuk, kemudian Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut mengikatkan diri pada

ketentuan dalam Undang-Undang Dasar yang ia bentuk (Sesuai dengan

Selbtsbindungtheorie). Selanjutnya dalam menjalankan fungsinya yang kedua, yaitu

menetapkan garis-garis besar dari pada haluan negara, dan memilih Presiden dan Wakil

Presiden yang dituangkan dalam Ketetapan-ketetapan MPR, dan pada saat itu Majelis

Permusyawaratan Rkyat tunduk pada aturan-aturan yang ditentukan dalam Undang-

Undang Dasar tersebut.

Selain dari kajian berdasarkan fungsinya, keduanya Majelis Permusyawaratan

Rakrat, dapat pula dikaji dari tata cara atau proses ‘perubahanya’. Dalam hal

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 terdapat persyaratan-persyaratan formal yang

tertuang dalam Pasal 37 UUD 1945.

Kemudian persyaratan-persyaratan formal lainya yang ditentukan untuk

perubahan Undang-Undang Dasar 1945 adalah harus memenuhi ketentuan ketetapan

MPR No. IV/MPR/1983 tentang Referendum yang menentukan dalam pasal 2.

Di samping persyaratan formil tersebut, sebenarnya terdapat persyaratan-

persyaratan material yang lebih utama dan lebih esensial, yaitu: ‘Perubahan Undang-

Undang Dasar 1945 tidak boleh “mengganggu” keselarasan dan harmoni kaidah-kaidah

yang tercantum dalam pembukaannya sebagaimana terlihat pada Penjelasan Umum

UUD 1945 Angka II yang berbunyi “ Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-

pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya”.

Ini berarti bahwa norma-norma hukum yang tertuang dalam pasal-pasal Batang

Tubuh UUD 1945 adalah “penciptaan” atau pengejawantahan dari pokok-pokok

pikiran yang terkandung dalam pembukaan, yang menurut tafsiran Penjelasan UUD

1945 sendiri tidak lain dan tidak bukan adalah pancasila.

Apabila dilihat dari uraian tersebut, jelaskan bahwa dalam hal menetapkan,

mengubah ataupun mencabut Undang-Undang Dasar (dalam hal ini UUD 1945) di

5

Page 6: Makalah Legal Drafting OK

perlukan yang sangat besar, sedangkan dalam hal menetapkan, mengubah atau

mencabut suatu Ketetapan MPR tidak diperlukan persyaratan formal dan material

seberat persyaratan bagi Undang-Undang Dasar, dalam hal ini Batang Tubuh UUD

1945. Oleh karna ketetapan MPR itu tidak secara langsung merupakan ‘Penciptaan

Dalam Pasa-Pasal’ dari Norma Fundamental Negara dan Pancasila, yang terkandung

dalam pembukaan UUD 1945.

ketetapan MPR mempunyai fungsi untuk mengatur lebih lanjut ketentuan dalam

verfassungsnorm UUD 1945 yang masih mengatur hal-hal pokok saja. selain itu di

mana perlu menjabarkan lebih lanjut ketentuan dalam verfassungsnorm UUD 1945

secara lebih terinci dan mengarahkan garis-garis besar daripada haluan negara sesuai

perkembangan negara republik indonesia yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

2. Sesudah Perubahan UUD 1945

Sesudah perubahan UUD 1945, terdapat perubahan yang mendasar tentang

fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat. Berdasarkan Perubahan UUD 1945, fungsi

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah:

Fungsi I : Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

Fungsi II : Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Fungsi IIIa :Memperhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam

masa jabatannya menurut UUD.

IIIb : Memilih Wakil Presiden (dalam hal terjadi kekosongan).

IIIc : Memilih Presiden dan Wakil Presiden (dalam hal terjadi

kekosongan).

D. HUBUNGAN PANCASILA, UUD 1945 DAN KETETAPAN MPR

Dilihat dari sistem norma hukum Negara Republik Indonesia, maka

staatsfundamentalnorm pancasila, Verfassungsnorm UUD 1945, Grundgesetznorm

ketetapan MPR, danGesetznorm Undang-Undang merupakan suatu bagian dari sistem

norma hukum Negara Republik Indonesia. Staatsfundamentalnorm Pancasila yang

merupakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang

6

Page 7: Makalah Legal Drafting OK

1945 adalah sumber dan dasar bagi pembentukan pasal-pasal dalam

verfassungnormUUD 1945, sedangkan aturan yang ada dalam verfassungnorm UUD

1945 merupakan sumber dan dasar bagi pembentukan aturan-aturan dalam

Grundgedetznorm ketetapan MPR dan juga sekaligus merupakan sumber dan dasar

pembentukan Gesetznorm Undang-Undang. Oleh karena Grundgedetznorm ketetapan

MPR itu juga merupakan Aturan Dasar Negara atau Aturan Pokok Negara yang

berada diatas Gesetznorm Undang-Undang, maka Grundgedetznorm ketetapan MPR

ini juga merupakan sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dalam Gesetznorm

Undang-Undang yang merupakan peraturan perundang-undangan yang tertingggi di

Negara Republik Indonesia.

E. HUBUNGAN NORMA HUKUM DASAR DAN NORMA PERUNDANG-

UNDANGAN

Ketentuan dalam Aturan Pokok Negara yang tercantum dalam Undang-Undang

Dasar 1945 dapat dikembangluaskan atau aturan lebih lanjut dalam Undang-Undang

yang lebih mudah caranya membuat, mengubah dan mencabut. Berdasarkan hal itu

maka suatu Undang-Undang dapat melaksanakan atau mengatur lebih lanjut hal-hal

yang ditentukan secara tegas-tegas oleh Undang-Undang Dasar 1945 maupun hal-hal

yang secara yang tidak tegas-tegas menyebutkannya. Selain itu, Undang-Undang

adalah Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik Indonesia,

sehingga Undang-Undang juga merupakan sumber dan dasar bagi peraturan perundang-

undangan lain di bawahnya, yang merupakan peraturan pelaksanaan atau peraturan

otonom.

Apabila dilihat dari sifat norma hukumnya, dapat diketahui bahwa norma-

norma hukum dalam suatau hukum dasar itu masih merupakan norma hukum tunggal,

masih mengatur hal-hal umum dan secara garis besar atau masih merupakan norma-

norma hukum yang pokok-pokok saja. Sehingga norma-norma dalam suatu Hukum

Dasar itu belum dapat langsung berlaku mengikat umum. Hal tersebut berbeda dengan

norma-norma hukum yang ada dalam suatu perundang-undangan. Dalam Peraturan

Perundang-undangan, norma-norma hukum itu sudah lebih konkret, lebih jelas dan

7

Page 8: Makalah Legal Drafting OK

sudah dapat berlaku megikat umum, bahkan dalam peraturan perundang-undangan

sudah dapat dilekati oleh sanksi pidana dan sanksi pemaksa.

8

Page 9: Makalah Legal Drafting OK

BAB III

PENUTUP

A Kesimpulan

Di dalam sistem norma Hukum Negara Republik Indonesia, Pancasila

merupakan Norma Fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang

tinggi, dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945,

Ketetapan MPR serta Hukum Dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi

Ketatamegaraaan sebagai Aturan Dasar Negara / Aturan Pokok Negara

(Staatsgrundgesetz), Undang-undang (Formell Gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan

dan Peraturan Otonom (Verordnung & Autonome Satzung) yang dimulai dari

Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Mentri, dan peraturan

pelaksanaan serta peraturan otomom lainya

Undang-Undang dapat melaksanakan atau mengatur lebih lanjut hal-hal yang

ditentukan secara tegas-tegas oleh Undang-Undang Dasar 1945 maupun hal-hal

yang secara yang tidak tegas-tegas menyebutkannya. Selain itu, Undang-Undang

adalah Peraturan Perundang-undangan yang tertinggi di Negara Republik

Indonesia, sehingga Undang-Undang juga merupakan sumber dan dasar bagi

peraturan perundang-undangan lain di bawahnya, yang merupakan peraturan

pelaksanaan atau peraturan otonom.

B Penutup

sebagai bagian dari karya tangan manusia, tentunya makalah in tak akan

lepas dari kekurangan. oleh karena itu penulis memohon maaf sebesar-besarnya

apabila dalam penulisan makalah ini baik dalam hal tata tulis, ejaan, ungkapan

maupun penjabaran yang tidak sesuai.wassalam

9

Page 10: Makalah Legal Drafting OK

DAFTAR PUSTAKA

Soeprapto, Maria Farida Indrati. 2007. Ilmu Perundang-Undangan. Yogyakarta:

Kanisius

10