Makalah Kol.ulseratif.doc
-
Upload
sylvia-nur-kartika -
Category
Documents
-
view
128 -
download
0
Transcript of Makalah Kol.ulseratif.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Kolitis ulseratif merupakan salah satu penyakit radang usus (IBD,
Inflammatory Bowel Disease) dan merupakan penyakit radang usus kronis yang
menyerang kolon. Kolits ulserativ ini lebih sering dijumpai pada orang kulitr putih
daripada orang kulit hitam dan cina, dan insidennya meningkat (3 sampai 6 kali
lipat) pada orang keturunan Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi.
Penyakit ini mengenai laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Insidensi dan
prevalensi kolts ulseratif di Eropa Barat dan Amerika Serikat kurang lebih
mempunyai insidensi sebesar 6-8 kasus per 100.000 populasi dan prevalensi
perkiraannya kira-kira 70-150 kasus per 100.000 populasi.
Di Asia termasuk Indonesia prevalensi dan insiden IBD masih rendah namun
cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati bisa berkembang menjadi kanker
kolon yang dapat merenggut nyawa. Meluasnya penggunaan alat endoskopi
membuat pasien IBD di Indonesia, lebih banyak ditemukan. Diduga peningkatan
ini ada hubungan dengan membaiknya sanitasi dan meningkatnya tingkat sosial
ekonomi masyarakat. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di Jakarta
mendapatkan hampir 20% kasus IBD dari 107 pasien datang dengan keluhan diare
kronik non infeksi. Insidens colitis ulseratif 6,8% dan penyakit Cohrn 5,5%.
Sementara itu puncak kejadian penyakit klitis ulseratif adalah antara usia 15-35
tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan. Insidensi
familial penyakit radang usus telah dicatat dengan perkiraan bahwa 2-5 persen
individu yang menderita kolitis ulseratif akan memiliki satu anggota keluarga yang
terkena atau lebih. Meski demikian, tidak ada spesifisitas untuk bentuk penyakit
radang usus tertentu pada keluarga yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kolitis ulcerative?
2. Bagaimanakah etiologi dari kolitis ulcerative?
1
3. Bagaimanakah gejala-gejala khusus dari kolitis ulcerative?
4. Bagaimanakah patofisiologi dari kolitis ulcerative?
5. Faktor apa saja yang berhubungan dengan kolitis ulcerative?
6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit kolitis ulseratif?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Apakah yang dimaksud dengan kolitis
ulcerative
2. Mengetahui bagaimanakah etiologi dari kolitis
ulcerative
3. Mengetahui gejala-gejala khusus dari kolitis
ulcerative
4. Mengetahui patofisiologi dari kolitis ulcerative
5. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kolitis
ulcerative
6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit
kolitis ulseratif
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Kolitis adalah suatu radang pada usus besar atau kolon. Kolitis merupakan
akibat dari enteritis, yaitu peradangan pada intestinal maupun rektum.4 Pada dasarnya,
kolitis terbagi menjadi kolitis infektif dan non-infektif.
Kolitis infektif, disebabkan oleh berbagai macam kuman. Oleh karena itulah
kolitis infektif terbagi menjadi kolitis amebik, shigellosis, kolitis tuberkulosa, kolitis
pseudomembran, dan kolitis oleh parasit serta bakteri lain. Kolitis noninfektif antara
lain berupa kolitis ulseratif, penyakit Crohn, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis
mikroskopik, maupun kolitis nonspesifik. Jenis kolitis yang paling sering ditemukan
pada daerah tropik seperti Indonesia adalah kolitis infektif.
Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang dalam
mendiagnosis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh. Dengan pemeriksaan
endoskopi ini, kelainan-kelainan di saluran cerna dapat dideteksi dengan lebih
tepat. Endoskopi sangat bermanfaat untuk menentukan sumber perdarahan dan
menegakkan diagnosis kolitis infektif dengan cara pengambilan sampel jaringan untuk
biopsi. Pemeriksaan endoskopi sebaiknya dilakukan sebelum diberikan terapi, karena
selain untuk melihat kelainan yang ada dengan lebih jelas sekaligus untuk melakukan
biopsi.
2.2 Etiology
Dewasa ini masih terdapat ketidakpastian mengenai penyebab terjadinya
kolitis ulseratif dan penyakit Crohn dimana keduanya merupakan kelompok besar
dari penyakit radang usus kronik yang memiliki banyak kesamaan namun masih
memiliki beberapa perbedaan secara spesifik. Meskipun etiologi keduanya masih
3
belum jelas, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukkan beberapa
kemungkinan penting. Hal ini meliputi:
a. Faktor familial atau genetik
Penyakit radang usus lebih umum pada orang kulit putih, terjadi
pada frekuensi yang meningkat pada orang keturunan yahudi, dan menunjukkan
beberapa pengelompokan familial. Hal ini menunjukkan bahwa dapat ada
predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.
b. Infeksi
Sifat radang kronik kalitis ulseratif ini telah mendukung suatu
pencarian terhadap agen-agen infeksius seperti bakteri, jamur, atau virus. Hasilnya
ditemukan bahwa banyak agen infeksius dapat menyebabkan kolitis atau ileitis
akut, namun tidak ada bukti bahwa penyakit ini terlibat dalam radang usus kronik.
c. Imunologik
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep
bahwa manifestasi ekstra intestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya,
artritis, perikolangitis). Pasien dengan penyakit radang usus bisa mempunyai
antibodi humoral terhadap sel kolon, antigen bakteri seperti Eschericia coli,
lipopolisakarida, dan protein asing seperti protein susu sapi. Pada umumnya,
adanya titer antibodi ini tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Hal ini
sepertinya menunjukkan bahwa mungkin antigen ini mempunyai akses dengan
kemampuan mengembangkan tanggap imun sekunder terhadap kerusakan epitel.
Kelainan yang berkaitan dengan imunitas terkait sel termasuk anergi
kutaneus, menurunnya respon terhadap sejumlah rangsangan mitogen dan
penurunan jumlah sel- T perifer, diduga hanya merupakan gejala sekunder karena
perubahan tersebut kebali ke normal saat penyakit menyembuh. Serta bayak
kelainan lain yang berhubungan dengan imunitas seluler ditemukan pada penyakit
radang usus.
d. Psikologis
Hanya sedikit bukti yang menyatakan faktor stres psikologis memiliki
hubungan langsung yang menjadi etiologi penyakit radang usus kronik. Namun,
tidak diragukan lagi bahwa reaksi ini merupakan faktor penting yang
4
memodifikasi perjalanan penyakit tersebut dan dalam responnya terhadap
pengobatan.
2.3 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kolitis ulseratif adalah dengan adanya suatu serangan bisa
mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis
(radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit.
Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita
memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan
tinja yang berdarah dan berlendir.
Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal
atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum
keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala
umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.
Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air
besar sebanyak 10-20 kali/hari.Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang
pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada
malam haripun gejala ini tidak berkurang.
Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering
ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.
Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum)
Tanda dan gejala dari kolitis ulseratif sangat bervariasi dan tidak spesifik.
Keluhan utama pasien dengan kolitis ulseratif berhubungan dengan besar dan lokasi dari
tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung
tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena
lumen usus lebih besar dan feses masih encer.
5
Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan
symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan).
Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi
sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan
konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.
Gejala umum kanker ini antara lain rasa cepat lelah, lesu, berat badan menurun.
Namun, penderita kolitis ulseratif tidak mengalami gejala atau tanda spesifik.
2.4 Patofisiology
Pada kondisi yang fisiologis sistem imun pada kolon melindungi mukosa kolon
dari gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan
pada kolitis maka sistem imunnya justru menyerang sel-sel dikolon sehingga
menyebabkan terjadi ulkus
Pada ksssolitis ulseratif diawali dengan reaksi radang yang secara primer
mengenai mukosa kolon, dimulai dari rectum dan menyebar ke proksimal secara
kontinuitatum. Sel mukosa permukaan sebagaimana juga epitel kripti dan submukosa
terlibat dalam reaksi radang bersama infiltrasi neutrofil. Hal ini berlanjut kepada
kerusakan epitel dengan hilangnya epitel permukaan yang menyebabkan ulserasi
multiple. Infiltrasi kripti dengan neutrofil menyebabkan timbulnya abses-abses kecil dan
destruksinya sewaktu-waktu yang menginduksi terjadinya nekrosis supuratif pada seluruh
permukaan mukosa. Perluasan dari proses ini menyebabkan penyebaran nekrosis
supuratif membentuk tukak-tukak supuratif, dinding dasar tukak dipenuhi dengan
infiltrasi sel neutrofil, yang dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma dan kadang-kadang sel
mast.
Lambat laun dengan berkembangnya penyakit ini, tukak-tukak itu menyatu
membentuk suatu tukak yang besar dan tidak teratur yang ukurannya bervariasi. Mereka
memiliki ukuran yang lebar dan secara khas meluas disepanjang lapisan mukosa dan
submukosa turun ke lapisan muskularis. Penyatuan dari tukak-tukak yang berdekatan
dapat menyebabkan dinding usus menjadi sangat tipis, mukosa gundul, terdapat
kehilangan epitel kripti dengan hilangnya sel goblet (penghasil mukus) dan edema
mukosa dan radang meluas ke serosa, mengarah pada dilatasi dan perforasi sesudahnya.
Dengan siklus radang yang repetitif fibrosis submukosa ringan dapat berkembang.
6
Radang rekuren dapat mengarah pada gambaran karakteristik dari kronisitas.
Fibrosis dan retraksi longitudinal dapat menyebabkan pemendekan kolon. Hilangnya pola
haustra normal menyebabkan secara radiologik tampak kolon yang licin seperti ”pipa
timah”. Pulau mukosa regeneratif dikelilingi oleh daerah ulserasi dan mukosa yang
gundul tampak sebagai polip yang menonjol kedalam lumen kolon. Namun demikian,
tonjolan ini bersifat inflamasi dan bukan neoplastik sehingga disebut pseudopolip.
Kolitis useratif berkepanjangan , perubahan epitel dapat menunjukkan gambaran
displasia atipik yaitu perubahan atipia nuklear dan seluler diperirakan mewakili suatu
perubahan prekeganasan yang terjadi pada situasi kolitis ulseratif berkepanjangan. Proses
selanjutnya dari displasia berhubungan dengan suatu resiko bermakna dari karsinoma.
Beratnya displasia dan resiko terjadinya karsinoma adalah sangat berhubungan dengan
luasnya daerah kolorektal yang terlibat dan lamanya proses penyakit.
2.5 Faktor Faktor Yang Berhubungan.
1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia
karena kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi
berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.
2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.
Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding
usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut
tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya
mengalami pelebaran.Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus
yang lumpuh.
Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik.
Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri
dan jumlah sel darah putih meningkat.Dengan pengobatan efektif dan segera,
kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan
timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.
3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).
7
Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis
ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar
terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun,
tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus
besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama
periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk
diperiksa dibawah mikroskop.
Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker
ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup.Seperti
halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang
mengenai bagian tubuh lainnya.
Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita
juga mengalami :
- peradangan pada sendi (artritis)
- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)
- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan
- luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).
Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa
mengalami :
- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)
- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan
- peradangan di dalam mata (uveitis).
Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati,
hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.
Penyakit hati yang berat bisa berupa :
8
- peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif)
- peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi
sempit dan terkadang menutup, dan
- penggantian jaringan hati fungsional dengan jaringan fibrosa (sirosis).
Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum
gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker
saluran empedu.
2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi
gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.Penderita sebaiknya
menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada
lapisan usus besar yang meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala.
Penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh
hilangnya darah dalam tinja.
Obat-obatan seperti :
dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang
relatif ringan.
Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih
besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau
codein.
Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini
harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.
Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk
mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya
gejala.
9
Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai
enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang
dimasukkan melalui dubur).
Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan
rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut),
seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan.
Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine,
olsalazine atau mesalamine.
Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian
kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan
akan menghilang jika pengobatan dihentikan.
Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus
besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan
kortikosteroid atau mesalamine.
Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan
diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).
Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan
transfusi darah dan cairan intravena.Untuk mempertahankan fase penyembuhan,
diberikan azathioprine dan merkaptopurin.Siklosporin diberikan kepada penderita
yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan respon terhadap
kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini, akhirnya memerlukan terapi
pembedahan.
Pembedahan
Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah
terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare
dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus
kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh
darah.
10
Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau
perforasi.
Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam,
segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus
besar diangkat.
Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus
besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.Pembedahan
non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau
adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak.
Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang
tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada
kortikosteroid dosis tinggi.
Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan
menyembuhkan kolitis ulserativa.
Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus
kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan
lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar
rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan
pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi kronik pada usus besar yang
sering kambuh,yang sering ditandai dengan diare,demam tibggi dan beberapoa
gejala yang lainnya. Penyakit ini belum jelas penyebabya, namun ada yang
menyebutkan bahwa penyakit ini dapat disebabkan karena faktor imunitas dan
faktor genetik. Selain iti faktor karena adanya penyakit lain juga sangat
mempengaruhi. Dalam hal ini pengobatan kolitis ulseratif dapat dilaksanakan
dengan pembedahan atau terapi obat.
3.2 Saran
1. Sebagai seorang perawat diharapkan memiliki pengetahuan yang matang
mengenai penyakit pada umumnya dan kolitis ulseratif pada kususnya.
2. Perawat haruslah bertindak dengan tepat dalam menangani pasien dengan
kolitis ulseratif.
3. Perawat diharapkan dapat memberikan edukasi kepada klien dan keluarga
pasien mengenai kolitis ulseratif
12
Daftar pustaka
1. http://medic-fighting.blogspot.com/2008/02/gangguan-saluran-cerna-
adalah-salah.html. diakses tanggal 4 april 2009 pukul 10.00 WIB
2. http://www.kalbe.co.id/?mn=int&tipe=consul&detail=11. Gambar ini
adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 22 Mar 2009
14:35:51 GMT.
3. Kurt J. Isselbacher ...[et al]. 2000. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit
dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta : EGC
4. Stanley L. Robbins, Vinay Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta :
EGC
13
14