Makalah Kol.ulseratif.doc

20
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kolitis ulseratif merupakan salah satu penyakit radang usus (IBD, Inflammatory Bowel Disease) dan merupakan penyakit radang usus kronis yang menyerang kolon. Kolits ulserativ ini lebih sering dijumpai pada orang kulitr putih daripada orang kulit hitam dan cina, dan insidennya meningkat (3 sampai 6 kali lipat) pada orang keturunan Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi. Penyakit ini mengenai laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Insidensi dan prevalensi kolts ulseratif di Eropa Barat dan Amerika Serikat kurang lebih mempunyai insidensi sebesar 6-8 kasus per 100.000 populasi dan prevalensi perkiraannya kira-kira 70-150 kasus per 100.000 populasi. Di Asia termasuk Indonesia prevalensi dan insiden IBD masih rendah namun cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati bisa berkembang menjadi kanker kolon yang dapat merenggut nyawa. Meluasnya penggunaan alat endoskopi membuat pasien IBD di Indonesia, lebih banyak ditemukan. Diduga peningkatan ini ada hubungan dengan membaiknya sanitasi dan meningkatnya tingkat sosial ekonomi masyarakat. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di Jakarta mendapatkan hampir 20% kasus IBD dari 107 pasien datang dengan keluhan diare kronik 1

Transcript of Makalah Kol.ulseratif.doc

Page 1: Makalah Kol.ulseratif.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Kolitis ulseratif merupakan salah satu penyakit radang usus (IBD,

Inflammatory Bowel Disease) dan merupakan penyakit radang usus kronis yang

menyerang kolon. Kolits ulserativ ini lebih sering dijumpai pada orang kulitr putih

daripada orang kulit hitam dan cina, dan insidennya meningkat (3 sampai 6 kali

lipat) pada orang keturunan Yahudi dibandingkan dengan orang non Yahudi.

Penyakit ini mengenai laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Insidensi dan

prevalensi kolts ulseratif di Eropa Barat dan Amerika Serikat kurang lebih

mempunyai insidensi sebesar 6-8 kasus per 100.000 populasi dan prevalensi

perkiraannya kira-kira 70-150 kasus per 100.000 populasi.

Di Asia termasuk Indonesia prevalensi dan insiden IBD masih rendah namun

cenderung meningkat. Jika tidak segera diobati bisa berkembang menjadi kanker

kolon yang dapat merenggut nyawa. Meluasnya penggunaan alat endoskopi

membuat pasien IBD di Indonesia, lebih banyak ditemukan. Diduga peningkatan

ini ada hubungan dengan membaiknya sanitasi dan meningkatnya tingkat sosial

ekonomi masyarakat. Penelitian yang dilakukan salah satu RS di Jakarta

mendapatkan hampir 20% kasus IBD dari 107 pasien datang dengan keluhan diare

kronik non infeksi. Insidens colitis ulseratif 6,8% dan penyakit Cohrn 5,5%.

Sementara itu puncak kejadian penyakit klitis ulseratif adalah antara usia 15-35

tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi pada setiap dekade kehidupan. Insidensi

familial penyakit radang usus telah dicatat dengan perkiraan bahwa 2-5 persen

individu yang menderita kolitis ulseratif akan memiliki satu anggota keluarga yang

terkena atau lebih. Meski demikian, tidak ada spesifisitas untuk bentuk penyakit

radang usus tertentu pada keluarga yang sama.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan kolitis ulcerative?

2. Bagaimanakah etiologi dari kolitis ulcerative?

1

Page 2: Makalah Kol.ulseratif.doc

3. Bagaimanakah gejala-gejala khusus dari kolitis ulcerative?

4. Bagaimanakah patofisiologi dari kolitis ulcerative?

5. Faktor apa saja yang berhubungan dengan kolitis ulcerative?

6. Bagaimana penatalaksanaan penyakit kolitis ulseratif?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Apakah yang dimaksud dengan kolitis

ulcerative

2. Mengetahui bagaimanakah etiologi dari kolitis

ulcerative

3. Mengetahui gejala-gejala khusus dari kolitis

ulcerative

4. Mengetahui patofisiologi dari kolitis ulcerative

5. Mengetahui faktor yang berhubungan dengan kolitis

ulcerative

6. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan penyakit

kolitis ulseratif

2

Page 3: Makalah Kol.ulseratif.doc

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN

Kolitis adalah suatu radang pada usus besar atau kolon. Kolitis merupakan

akibat dari enteritis, yaitu peradangan pada intestinal maupun rektum.4 Pada dasarnya,

kolitis terbagi menjadi kolitis infektif dan non-infektif.

Kolitis infektif, disebabkan oleh berbagai macam kuman. Oleh karena itulah

kolitis infektif terbagi menjadi kolitis amebik, shigellosis, kolitis tuberkulosa, kolitis

pseudomembran, dan kolitis oleh parasit serta bakteri lain. Kolitis noninfektif antara

lain berupa kolitis ulseratif, penyakit Crohn, kolitis radiasi, kolitis iskemik, kolitis

mikroskopik, maupun kolitis nonspesifik. Jenis kolitis yang paling sering ditemukan

pada daerah tropik seperti Indonesia adalah kolitis infektif.

Pemeriksaan endoskopi merupakan pemeriksaan penunjang dalam

mendiagnosis kelainan-kelainan organ di dalam tubuh. Dengan pemeriksaan

endoskopi ini, kelainan-kelainan di saluran cerna dapat dideteksi dengan lebih

tepat. Endoskopi sangat bermanfaat untuk menentukan sumber perdarahan dan

menegakkan diagnosis kolitis infektif dengan cara pengambilan sampel jaringan untuk

biopsi. Pemeriksaan endoskopi sebaiknya dilakukan sebelum diberikan terapi, karena

selain untuk melihat kelainan yang ada dengan lebih jelas sekaligus untuk melakukan

biopsi.

2.2 Etiology

Dewasa ini masih terdapat ketidakpastian mengenai penyebab terjadinya

kolitis ulseratif dan penyakit Crohn dimana keduanya merupakan kelompok besar

dari penyakit radang usus kronik yang memiliki banyak kesamaan namun masih

memiliki beberapa perbedaan secara spesifik. Meskipun etiologi keduanya masih

3

Page 4: Makalah Kol.ulseratif.doc

belum jelas, gambaran tertentu penyakit ini telah menunjukkan beberapa

kemungkinan penting. Hal ini meliputi:

a. Faktor familial atau genetik

Penyakit radang usus lebih umum pada orang kulit putih, terjadi

pada frekuensi yang meningkat pada orang keturunan yahudi, dan menunjukkan

beberapa pengelompokan familial. Hal ini menunjukkan bahwa dapat ada

predisposisi genetik terhadap perkembangan penyakit ini.

b. Infeksi

Sifat radang kronik kalitis ulseratif ini telah mendukung suatu

pencarian terhadap agen-agen infeksius seperti bakteri, jamur, atau virus. Hasilnya

ditemukan bahwa banyak agen infeksius dapat menyebabkan kolitis atau ileitis

akut, namun tidak ada bukti bahwa penyakit ini terlibat dalam radang usus kronik.

c. Imunologik

Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada konsep

bahwa manifestasi ekstra intestinal yang dapat menyertai kelainan ini (misalnya,

artritis, perikolangitis). Pasien dengan penyakit radang usus bisa mempunyai

antibodi humoral terhadap sel kolon, antigen bakteri seperti Eschericia coli,

lipopolisakarida, dan protein asing seperti protein susu sapi. Pada umumnya,

adanya titer antibodi ini tidak berkorelasi dengan aktivitas penyakit. Hal ini

sepertinya menunjukkan bahwa mungkin antigen ini mempunyai akses dengan

kemampuan mengembangkan tanggap imun sekunder terhadap kerusakan epitel.

Kelainan yang berkaitan dengan imunitas terkait sel termasuk anergi

kutaneus, menurunnya respon terhadap sejumlah rangsangan mitogen dan

penurunan jumlah sel- T perifer, diduga hanya merupakan gejala sekunder karena

perubahan tersebut kebali ke normal saat penyakit menyembuh. Serta bayak

kelainan lain yang berhubungan dengan imunitas seluler ditemukan pada penyakit

radang usus.

d. Psikologis

Hanya sedikit bukti yang menyatakan faktor stres psikologis memiliki

hubungan langsung yang menjadi etiologi penyakit radang usus kronik. Namun,

tidak diragukan lagi bahwa reaksi ini merupakan faktor penting yang

4

Page 5: Makalah Kol.ulseratif.doc

memodifikasi perjalanan penyakit tersebut dan dalam responnya terhadap

pengobatan.

2.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala kolitis ulseratif adalah dengan adanya suatu serangan bisa

mendadak dan berat, menyebabkan diare hebat, demam tinggi, sakit perut dan peritonitis

(radang selaput perut). Selama serangan, penderita tampak sangat sakit.

Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai bertahap, dimana penderita

memiliki keinginan untuk buang air besar yang sangat, kram ringan pada perut bawah dan

tinja yang berdarah dan berlendir.

Jika penyakit ini terbatas pada rektum dan kolon sigmoid, tinja mungkin normal

atau keras dan kering. Tetapi selama atau diantara waktu buang air besar, dari rektum

keluar lendir yang mengandung banyak sel darah merah dan sel darah putih. Gejala

umum berupa demam, bisa ringan atau malah tidak muncul.

Jika penyakit menyebar ke usus besar, tinja lebih lunak dan penderita buang air

besar sebanyak 10-20 kali/hari.Penderita sering mengalami kram perut yang berat, kejang

pada rektum yang terasa nyeri, disertai keinginan untuk buang air besar yang sangat. Pada

malam haripun gejala ini tidak berkurang.

Tinja tampak encer dan mengandung nanah, darah dan lendir. Yang paling sering

ditemukan adalah tinja yang hampir seluruhnya berisi darah dan nanah.

Penderita bisa demam, nafsu makannya menurun dan berat badannya berkurang.

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan

suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian

kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri

mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,

kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum)

Tanda dan gejala dari kolitis ulseratif sangat bervariasi dan tidak spesifik.

Keluhan utama pasien dengan kolitis ulseratif berhubungan dengan besar dan lokasi dari

tumor. Tumor yang berada pada kolon kanan, dimana isi kolon berupa cairan, cenderung

tetap tersamar hingga lanjut sekali. Sedikit kecenderungan menyebabkan obstruksi karena

lumen usus lebih besar dan feses masih encer.

5

Page 6: Makalah Kol.ulseratif.doc

Gejala klinis sering berupa rasa penuh, nyeri abdomen, perdarahan dan

symptomatic anemia (menyebabkan kelemahan, pusing dan penurunan berat badan).

Tumor yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi

sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan

konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi.

Gejala umum kanker ini antara lain rasa cepat lelah, lesu, berat badan menurun.

Namun, penderita kolitis ulseratif tidak mengalami gejala atau tanda spesifik.

2.4 Patofisiology

Pada kondisi yang fisiologis sistem imun pada kolon melindungi mukosa kolon

dari gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi karena aktifitas imun yang berlebihan

pada kolitis maka sistem imunnya justru menyerang sel-sel dikolon sehingga

menyebabkan terjadi ulkus

Pada ksssolitis ulseratif diawali dengan reaksi radang yang secara primer

mengenai mukosa kolon, dimulai dari rectum dan menyebar ke proksimal secara

kontinuitatum. Sel mukosa permukaan sebagaimana juga epitel kripti dan submukosa

terlibat dalam reaksi radang bersama infiltrasi neutrofil. Hal ini berlanjut kepada

kerusakan epitel dengan hilangnya epitel permukaan yang menyebabkan ulserasi

multiple. Infiltrasi kripti dengan neutrofil menyebabkan timbulnya abses-abses kecil dan

destruksinya sewaktu-waktu yang menginduksi terjadinya nekrosis supuratif pada seluruh

permukaan mukosa. Perluasan dari proses ini menyebabkan penyebaran nekrosis

supuratif membentuk tukak-tukak supuratif, dinding dasar tukak dipenuhi dengan

infiltrasi sel neutrofil, yang dikelilingi oleh sel limfosit, sel plasma dan kadang-kadang sel

mast.

Lambat laun dengan berkembangnya penyakit ini, tukak-tukak itu menyatu

membentuk suatu tukak yang besar dan tidak teratur yang ukurannya bervariasi. Mereka

memiliki ukuran yang lebar dan secara khas meluas disepanjang lapisan mukosa dan

submukosa turun ke lapisan muskularis. Penyatuan dari tukak-tukak yang berdekatan

dapat menyebabkan dinding usus menjadi sangat tipis, mukosa gundul, terdapat

kehilangan epitel kripti dengan hilangnya sel goblet (penghasil mukus) dan edema

mukosa dan radang meluas ke serosa, mengarah pada dilatasi dan perforasi sesudahnya.

Dengan siklus radang yang repetitif fibrosis submukosa ringan dapat berkembang.

6

Page 7: Makalah Kol.ulseratif.doc

Radang rekuren dapat mengarah pada gambaran karakteristik dari kronisitas.

Fibrosis dan retraksi longitudinal dapat menyebabkan pemendekan kolon. Hilangnya pola

haustra normal menyebabkan secara radiologik tampak kolon yang licin seperti ”pipa

timah”. Pulau mukosa regeneratif dikelilingi oleh daerah ulserasi dan mukosa yang

gundul tampak sebagai polip yang menonjol kedalam lumen kolon. Namun demikian,

tonjolan ini bersifat inflamasi dan bukan neoplastik sehingga disebut pseudopolip.

Kolitis useratif berkepanjangan , perubahan epitel dapat menunjukkan gambaran

displasia atipik yaitu perubahan atipia nuklear dan seluler diperirakan mewakili suatu

perubahan prekeganasan yang terjadi pada situasi kolitis ulseratif berkepanjangan. Proses

selanjutnya dari displasia berhubungan dengan suatu resiko bermakna dari karsinoma.

Beratnya displasia dan resiko terjadinya karsinoma adalah sangat berhubungan dengan

luasnya daerah kolorektal yang terlibat dan lamanya proses penyakit.

2.5 Faktor Faktor Yang Berhubungan.

1. Perdarahan, merupakan komplikasi yang sering menyebabkan anemia

karena kekurangan zat besi.Pada 10% penderita, serangan pertama sering menjadi

berat, dengan perdarahan yang hebat, perforasi atau penyebaran infeksi.

2. Kolitis Toksik, terjadi kerusakan pada seluruh ketebalan dinding usus.

Kerusakan ini menyebabkan terjadinya ileus, dimana pergerakan dinding

usus terhenti, sehingga isi usus tidak terdorong di dalam salurannnya. Perut

tampak menggelembung. Usus besar kehilangan ketegangan ototnya dan akhirnya

mengalami pelebaran.Rontgen perut akan menunjukkan adanya gas di bagian usus

yang lumpuh.

Jika usus besar sangat melebar, keadaannya disebut megakolon toksik.

Penderita tampak sakit berat dengan demam yang sangat tinggi. Perut terasa nyeri

dan jumlah sel darah putih meningkat.Dengan pengobatan efektif dan segera,

kurang dari 4% penderita yang meninggal. Jika perlukaan ini menyebabkan

timbulnya lubang di usus (perforasi), maka resiko kematian akan meningkat.

3. Kanker Kolon (Kanker Usus Besar).

7

Page 8: Makalah Kol.ulseratif.doc

Resiko kanker usus besar meningkat pada orang yang menderita kolitis

ulserativa yang lama dan berat.Resiko tertinggi adalah bila seluruh usus besar

terkena dan penderita telah mengidap penyakit ini selama lebih dari 10 tahun,

tanpa menghiraukan seberapa aktif penyakitnya.

Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus

besar) secara teratur, terutama pada penderita resiko tinggi terkena kanker, selama

periode bebas gejala. Selama kolonoskopi, diambil sampel jaringan untuk

diperiksa dibawah mikroskop.

Setiap tahunnya, 1% kasus akan menjadi kanker. Bila diagnosis kanker

ditemukan pada stadium awal, kebanyakan penderita akan bertahan hidup.Seperti

halnya penyakit Crohn, kolitis ulserativa juga dihubungkan dengan kelainan yang

mengenai bagian tubuh lainnya.

Bila kolitis ulserativa menyebabkan kambuhnya gejala usus, penderita

juga mengalami :

- peradangan pada sendi (artritis)

- peradangan pada bagian putih mata (episkleritis)

- nodul kulit yang meradang (eritema nodosum) dan

- luka kulit biru-merah yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Bila kolitis ulserativa tidak menyebabkan gejala usus, penderita masih bisa

mengalami :

- peradangan tulang belakang (spondilitis ankilosa)

- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis) dan

- peradangan di dalam mata (uveitis).

Meskipun penderita kolitis ulserativa sering memiliki kelainan fungsi hati,

hanya sekitar 1-3% yang memiliki gejala penyakit hati ringan sampai berat.

Penyakit hati yang berat bisa berupa :

8

Page 9: Makalah Kol.ulseratif.doc

- peradangan hati (hepatitis menahun yang aktif)

- peradangan saluran empedu (kolangitis sklerosa primer), yang menjadi

sempit dan terkadang menutup, dan

- penggantian jaringan hati fungsional dengan jaringan fibrosa (sirosis).

Peradangan pada saluran empedu bisa muncul beberapa tahun sebelum

gejala usus dari kolitis ulserativa timbul dan akan meningkatkan resiko kanker

saluran empedu.

2.6 Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi

gejala dan mengganti cairan dan zat gizi yang hilang.Penderita sebaiknya

menghindari buah dan sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada

lapisan usus besar yang meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala.

Penambahan zat besi bisa menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh

hilangnya darah dalam tinja.

Obat-obatan seperti :

dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan pada diare yang

relatif ringan.

Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan dosis yang lebih

besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol, loperamide atau

codein.

Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare ini

harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk

mengurangi peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya

gejala.

9

Page 10: Makalah Kol.ulseratif.doc

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai

enema (cairan yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang

dimasukkan melalui dubur).

Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan

rumah sakit, biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut),

seperti prednisone.Prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan.

Setelah prednisone mengendalikan peradangannya, sering diberikan sulfasalazine,

olsalazine atau mesalamine.

Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan. Pemberian

kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun kebanyakan

akan menghilang jika pengobatan dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus

besar (kolon desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan

kortikosteroid atau mesalamine.

Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit dan

diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah).

Penderita dengan perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan

transfusi darah dan cairan intravena.Untuk mempertahankan fase penyembuhan,

diberikan azathioprine dan merkaptopurin.Siklosporin diberikan kepada penderita

yang mendapat serangan berat dan tidak memberikan respon terhadap

kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari penderita ini, akhirnya memerlukan terapi

pembedahan.

Pembedahan

Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah

terditeksi atau bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare

dihentikan, penderita dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus

kecil dan semua cairan, makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh

darah.

10

Page 11: Makalah Kol.ulseratif.doc

Pasien diawasi dengan ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau

perforasi.

Bila tindakan ini tidak berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam,

segera dilakukan pembedahan, dimana semua atau hampir sebagian besar usus

besar diangkat.

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus

besar, maka pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan.Pembedahan

non-darurat juga dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau

adanya gangguan pertumbuhan pada anak-anak.

Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit menahun yang

tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada

kortikosteroid dosis tinggi.

Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan

menyembuhkan kolitis ulserativa.

Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah usus

kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan

lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar

rektum diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan

pada rektum yang tersisa, tepat diatas anus.

11

Page 12: Makalah Kol.ulseratif.doc

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kolitis ulseratif adalah penyakit inflamasi kronik pada usus besar yang

sering kambuh,yang sering ditandai dengan diare,demam tibggi dan beberapoa

gejala yang lainnya. Penyakit ini belum jelas penyebabya, namun ada yang

menyebutkan bahwa penyakit ini dapat disebabkan karena faktor imunitas dan

faktor genetik. Selain iti faktor karena adanya penyakit lain juga sangat

mempengaruhi. Dalam hal ini pengobatan kolitis ulseratif dapat dilaksanakan

dengan pembedahan atau terapi obat.

3.2 Saran

1. Sebagai seorang perawat diharapkan memiliki pengetahuan yang matang

mengenai penyakit pada umumnya dan kolitis ulseratif pada kususnya.

2. Perawat haruslah bertindak dengan tepat dalam menangani pasien dengan

kolitis ulseratif.

3. Perawat diharapkan dapat memberikan edukasi kepada klien dan keluarga

pasien mengenai kolitis ulseratif

12

Page 13: Makalah Kol.ulseratif.doc

Daftar pustaka

1. http://medic-fighting.blogspot.com/2008/02/gangguan-saluran-cerna-

adalah-salah.html. diakses tanggal 4 april 2009 pukul 10.00 WIB

2. http://www.kalbe.co.id/?mn=int&tipe=consul&detail=11. Gambar ini

adalah jepretan laman seperti yang ditampilkan pada tanggal 22 Mar 2009

14:35:51 GMT.

3. Kurt J. Isselbacher ...[et al]. 2000. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit

dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta : EGC

4. Stanley L. Robbins, Vinay Kumar. 1995. Buku Ajar Patologi II. Jakarta :

EGC

13

Page 14: Makalah Kol.ulseratif.doc

14